Teknik Pemboran I Rudi Rubiandini PDF
Teknik Pemboran I Rudi Rubiandini PDF
, ITB 2009
Bab I
Systems of Units
System of Units 1
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
c. The SI System
Baik sistem cgs dan mks disebut sistem metrik. Meskipun sistem metric mampu
menangani masalah, keanekaragaman satuan yang ada untuk masing-masing
variabel kadang membingungkan. Sistem SI (International System Units)
dibakukan pada tahun 1960 oleh General Conference of Weights and Measures.
Sistem SI memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
1. Hanya ada satu unit untuk setiap variabel
2. Sistem konsisten
3. Skala satuan dilakukan dalam pengalian 1000
4. Singkatan, awalan dan simbol diperlakukan ketat
2 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Tabel 3 Pelengkap SI
System of Units 3
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
4 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 5
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
6 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 7
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
8 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 9
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
d. Pentingnya angka nol dapat digunakan untuk memajukan suatu harga tertentu
seperti halnya angka-angka lain atau untuk menunjukkan besarnya suatu
angka. Contoh, populasi suatu negara tahun 1997, dibulatkan ke ribuan,
dinyatakan sebagai 205.185.000. Ke-enam dijit paling kiri dari angka tersebut
adalah signifikan, masing-masing "mengukur" suatu harga. Ke-tiga dijit paling
kanan adalah nol yang hanya menunjukkan besar angka yang dibulatkan ke
ribuan. Berikut ini adalah contoh harga-harga yang berbeda besarnya, tapi
masing-masing mempunyai hanya satu digit angka signifikan
1.000
100
10
0,01
0,001
0,0001
Suatu tabel faktor konversi biasanya terdiri dari tiga unsur: (1) sistem satuan
yang akan dikonversikan, (2) sistem satuan yang diinginkan, dan (3) faktor pengali
(faktor konversi). Secara umum tabel seperti ini menunjukkan 2 hal :
1. Untuk menyatakan definisi dari satuan ukuran dalam pengali numerik. Faktor
pengali ini bisa eksak atau tidak eksak. Faktor pengali tidak eksak bisa
merupakan hasil pengukuran atau sebagai pendekatan. Dengan demikian
angka faktor pengali tidak eksak merupakan pembulatan.
2. Untuk memberikan faktor pengali untuk mengkonversi suatu satuan ukuran
ke satuan lain.
Tabel faktor konversi yang ada sekarang biasanya sudah disesuaikan
dengan kebutuhan pembacaan oleh komputer dan transmisi data. Faktor
konversinya sendiri ditulis sebagai suatu bilangan yang sama dengan atau lebih
besar dari satu dan lebih kecil dari 10 dengan maksimum enam desimal (yaitu
maksimum tujuh total dijit). Jika faktor konversi lebih kecil dari satu dan atau lebih
besar dari 10 maka digunakan lambang eksponen E.
10 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Contoh :
a. 3.523 907 E - 02 adalah sama dengan
3.523 907 x 10 -2 atau
0.035 239 07
b. 3.386 389 E + 03 adalah sama dengan
3.386 389 x 10 3 atau
3.386 389
System of Units 11
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
12 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 13
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
14 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 15
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
16 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 17
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
18 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 19
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
20 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 21
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
DAFTAR PUSTAKA
22 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 23
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
24 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Bab II
Persiapan Tempat dan Lokasi Pemboran
2.1. Pendahuluan
Operasi pemboran merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari beberapa
tahapan kegiatan. Sebelum operasi pemboran dapat dilaksanakan, pertama-tama
yang perlu dilakukan adalah apa yang disebut dengan tahap persiapan. Tahap
persiapan ini pun terdiri dari beberapa tahapan mulai dari persiapan tempat,
pengiriman peralatan pada lokasi, penunjukan pekerja sampai pada persiapan
akhir.
Bila seandainya tempat untuk lokasi pemboran yang diperkirakan ada cadangan
minyak atau gas yang cukup potensial dan tempat tersebut masih merupakan suatu
tempat yang dianggap liar maka dengan sendirinya kita perlu membuat tempat
tersebut menjadi tempat yang memungkinkan terlaksananya operasi pemboran.
Pada operasi pemboran ini, peralatan yang dipakai terbagi menjadi beberapa
sistem. Pembagian sistem-sistem yang umum dilakukan dalam industri
perminyakan adalah sebagai berikut :
1. Sistem pengangkatan (Hoisting System)
2. Sistem pemutar (Rotating System)
3. Sistem sirkulasi (Circulating System)
4. Sistem daya (Power System)
5. Sistem pencegah sembur liar (BOP System)
System of Units 25
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
26 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 27
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
pemancang, pada saat yang sama dibuat lagi lubang yang ukurannya lebih kecil
dari conductor hole. Lubang kecil ini disebut "rat hole", rat hole ini nantinya
digunakan untuk menyimpan kelly selama operasi pemboran berlangsung.
28 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
a. Melalui darat
Pengiriman peralatan melalui darat biasanya dilakukan dengan menggunakan
truk yang biasa disebut "flat bed truk". Untuk daerah tertentu misalnya pada
daerah padang pasir pengiriman peralatan (rig) dapat dilakukan dengan cara
"skidding". Skiding ini ialah penarikan rig secara utuh ditempatkan pada pelat
baja yang datar yang di bawahnya dilengkapi dengan roda yang terbuat dari
besi, kemudian rig ini ditarik dengan buldozer. Cara ini dapat dilakukan bila
keadaan daerahnya relatif datar dan untuk jarak yang jauh cara ini akan lebih
efisien dan ekonomis (Gambar 2.6).
b. Melalui air
Bila lokasi pemboran berada di daerah berpaya atau daerah yang dapat didekati
dengan sarana air pengiriman rig dapat dilakukan dengan kapal khusus. Jika rig
telah digunakan di daerah berpaya, biasanya rig dipasang secara utuh pada
"Barge" (sejenis kapal) kemudian kapal ini ditarik dengan kapal penarik (towing
ship) (lihat Gambar 2.7).
System of Units 29
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
30 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 31
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
32 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 33
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
34 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Mud pits, storage tank dan bulk storage mulai datang selanjutnya ditempatkan
pada tempatnya dan mulai dirancang, juga power sistem dan BOP sudah mulai
disiapkan (Gambar 2.16).
System of Units 35
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
mud house, selain itu peralatan-peralatan lainnya seperti drill pipe, drill collar dan
tool-tool khusus mulai datang (Gambar 2.17).
Pada dasarnya persiapan tahap "rigging up" hampir dapat dikatakan mendekati
penyelesaian, lokasi pemboran tadi telah berubah menjadi suatu kompleks rotary
drilling yang modern (Gambar 2.18).
36 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 37
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
d. Power system , power system perlu dicek juga untuk memastikan prime
mover, motor-motor cadangan atau pembantu dan mesin-mesin dapat
dioperasikan dengan baik. Selain itu dicek pula kabel-kabel dan sistem
pendistribusiannya apakah telah tersambung dengan baik.
e. BOP system, akhirnya sebelum operasi pemboran dapat dimulai kita perlu
sekali mengecek sistem BOP ini, dimana bila perlu pengecekan sistem ini
bisa dilakukan dua kali untuk memastikan bahwa BOP stack, accumulator
dan peralatan-peralatan pelengkapnya dapat dioperasikan segera apabila
diperlukan.
38 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
DAFTAR PUSTAKA
System of Units 39
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Bab III
Peralatan Pemboran
3.1. Pendahuluan
Pada operasi pemboran, biasanya peralatan yang dipakai dibagi ke dalam
beberapa sistem. Pembagian sistem-sistem yang umum dilakukan oleh orang-
orang di industri perminyakan adalah sebagai berikut:
a. Sistem pengangkat (Hoisting System)
b. Sistem pemutar (Rotating System)
c. Sistem sirkulasi (Circulating System)
d. Sistem daya (Power System)
e. Sistem pencegah sembur liar (BOP System)
Sistem-sistem di atas mempunyai hubungan yang erat antara yang satu
dengan lainnya. Sistem-sistem tersebut saling tergantung satu dengan lainnya.
40 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
2. Mencabut dan menurunkan rangkaian string (tripping out dan tripping in).
Kegiatan ini meliputi proses pencabutan drillstring dari lubang bor untuk
mengganti kombinasi peralatan yang digunakan dibawah permukaan (Bottom
Hole Assembly) dan kemudian menurunkan rangkaian string kembali ke dalam
sumur pemboran. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk mengganti bit yang
sudah mulai tumpul. Proses ini dapat dilihat pada (Gambar 3.3).
System of Units 41
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
salah satu sisi dari derrick, momen penggulingan (overturning moment) harus
dikenakan pada titik tersebut. Beban angin harus dihitung dengan asumsi beban
angin searah dengan momen penggulingan. Anchored guy wires ditarik dari
masing- masing kaki derrick untuk meningkatkan ketahanan rig dari beban rig. API
mengembangkan klasifikasi ukuran untuk derrick (Gambar 3.4), sedangkan
spesifikasinya diringkas dalam Tabel 3.1. Data dalam Tabel 3.1 juga dapat
digunakan untuk menghitung beban angin pada derrick.
42 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Derrick dan substruktur harus mampu menahan beban yang diberikan oleh
berat pipa pada block ditambah sebagian dari drilpipe yang disandarkan pada
derrick. Bila rangkaian casing yang berat dipasang, maka beberapa drillpipe
kemungkinan perlu untuk disingkirkan agar kapasitas pembebanan pada derrick
sesuai dengan kemampuannya.
Total kekuatan pada derrick tidak dibagi secara merata pada tiap kaki dari
empat kaki derrick yang ada (lihat Gambar 3.5).
Tegangan fast line dibagikan merata antara kaki-kaki C dan D karena
drawwork diletakkan antara kaki-kaki tersebut. Tegangan dead line sering
memakai 1 kaki karena dead line anchor dekat salah satu kaki.
System of Units 43
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
44 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
5. Drillpipe tong: Peralatan berupa kunci besar yang dipakai untuk memutar
bagian-bagian drill pipe, drill colar, casing dsb dan untuk menyambung
dan melepas bagian-bagian drill string.
3.2.1.2. Rig
Rig merupakan gabungan dari derrick dan substructure. Secara garis
besarnya, rig dapat dikatagorikan menjadi tipe rig dengan kedudukan yang tetap
(fixed) dan tipe rig yang dapat bergerak (moveable). Kategori dari rig ditunjukkan
oleh Gambar 3.9.
System of Units 45
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
46 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 47
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Cable tool rig memiliki batasan sampai ke kedalaman 5000 ft. Sekarang ini
penggunaannya sudah sangat jarang, terkecuali untuk sumur-sumur
completion dan pengeboran dangkal seperti pengeboran air.
48 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 49
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Rig ini mampu mengangkat sampai 3 jont pipa atau satu stand. Spesifikasi
rig ini ditunjukkan dalam (Tabel 3.2). Spesifikasi rig biasanya dilengkapi
dengan skema susunan dari rig, juga cara dan bagaimana melengkapi rig
sebagaimana mestinya, sedangkan posisi rig dapat dipersiapkan seperti pada
(Gambar 3.15).
50 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 51
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
a. Barge
Pengeboran dengan menggunakan barge terbatas untuk kedalaman air
8 - 20 ft (lihat Gambar 3.16). Barge ditarik ke lokasi dan dipancangkan pada
dasar air. Setelah pengeboran selesai rig dapat dipindahkan ke lokasi
berikutnya. Barge pada umumnya dirancang selengkap mungkin, yang
terdiri atas rig pengeboran, tempat tidur untuk pekerja dengan fasilitas
sebaik mungkin. Selain itu terdapat kapal-kapal untuk mengangkut pekerja
dari dan ke pelabuhan terdekat dan untuk emergency pekerjanya. Barge
tidak dapat digunakan bila tinggi gelombang lebih dari 5 ft.
52 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
b. Jack Up
Rig jackup memungkinkan pemakaian yang luas di laut untuk pemboran
eksplorasi. Secara prinsip komponen-komponennya sama seperti unit tipe
barge, dan mempunyai 3 sampai 5 kaki-kaki yang menunjang vessel. Rig
ini memiliki kapal yang stand by untuk maksud keamanan (lihat Gambar
3.17). Keistimewaan dari jackup ini adalah kaki-kakinya yang bisa
dinaikturunkan . Setiap kaki bisa ditanamkan atau ditambatkan ke suatu
tempat yang bisa menunjang pada dasar laut (lihat Gambar 3.18).
Rig ini dirancang untuk kedalaman minimum air 13 - 25 ft dan
maksimum pada kondisi khusus, yaitu antara 250 - 350 ft. Maksimum
kedalaman operasi ditentukan oleh kondisi cuaca, misalnya suatu jackup
yang didesain untuk kedalaman operasi maksimum 300 ft, mempunyai
batasan operasi antara 203 - 210 ft.
Rig-rig jackup dipisahkan berupa slot atau cantilever rig tergantung pada
pemakaian dan persyaratan yang diperlukan cantilever (lihat Gambar 3.19).
Jembatan-jembatan rig dapat diletakan jauh atau dekat de ngan sumur,
sedangkan menara ditempatkan pada tiang cantilever (lihat Gambar 3.20),
sehingga barge dapat bergerak dengan bebas dan bisa ditempatkan di luar
lokasi sumur.
System of Units 53
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
54 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 55
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
c. Platform rigs
Platform rigs adalah platform yang digunakan untuk mengebor beberapa
lubang sumur. Beberapa sumur yang dibor secara miring dari satu platform
menuju reservoir yang produktif akan lebih banyak mengurangi biaya
dibandingkan dengan satu sumur vertikal dalam satu sumur. Gambar dari
platform rigs dapat dilihat pada (Gambar 3.21).
56 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
e. Semi submersible
Unit pemboran semisubmersible (lihat Gambar 3.23.) merupakan vessel
yang dirancang khusus untuk dipakai hanya dalam operasi perminyakan,
yang memiliki kesetimbangan maksimum agar rig tetap stabil dan lebih
mampu mengatasi gelombang yang besar dibandingkan dengan kapal-
kapal vessel biasa.
System of Units 57
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
58 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Salah satu jenis dari drilling line adalah wire rope. Wire rope dibuat dari carbon
steel yang didinginkan dengan cepat dan mempunyai variasi ukuran dan
kekuatan (lihat Tabel 3.3)
API mengklasifikasikan ukuran wire rope sebagai berikut :
Extra Improved Plow Steel (EIPS)
Improved Plow Steel (IPS)
Plow Steel (PS)
Mild Plow Steel (MPS)
System of Units 59
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
60 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Pada umumnya EIPS dan IPS yang mempunyai kekuatan tinggi digunakan
saat ini untuk drilling line. Elemen utama dari wire rope adalah kawat-kawat
tunggal. Lembaran-lembaran kawat diuntai di sekeliling inti dari wire rope. Inti
dapat dibuat dari tali fiber, plastik, baja, atau kawat tunggal. Wire rope
umumnya dibagi dari bentuk inti dan jumlah dari simpul yang membungkus di
sekitar inti, sedang simpul terdiri dari beberapa kawat tunggal. (Gambar 3.26)
Arah dari tali dapat dibagi berdasarkan simpul yang melingkari inti dan
kemiringan dari kawat simpul-simpul tersebut (lGambar 3.27). Simpul-simpul
arahnya dapat ke kanan atau ke kiri. Kawat-kawat bebas arahnya dapat
regular maupun lang. Panjang dari lang biasanya 7,25 - 8 kali diameter
nominal.
System of Units 61
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Kekuatan nominal dari tali tergantung dari material yang digunakan untuk
membuat tali tersebut, jumlah dari simpul-simpul dan kawat-kawat, ukuran dari
tali. API memberikan Tabel-Tabel untuk kekuatan pecah dari bermacam-
macam tali kawat (lihat Tabel 3.4)
62 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 63
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Sebagai contoh, kekuatan nominal dari kawat ukuran 1 3/8 ", 6 x 37 untuk jenis
1 WRC adalah 192.000 lb.
4. Hook: Peralatan berbentuk kait yang besar yang terletak di bawah traveling
block untuk menggantungkan swipel dan drill steam selama proses pemboran
berlangsung.
5. Elevator: Suatu penjepit yang sangat kuat yang memegang drill pipe dan drill
collar bagian demi bagian sehingga dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari
dan ke dalam lubang bor(Gambar 1-28 & 1-29). Elevator ini digantung oleh
elevator link yang diikatkan pada bagian pinggir dari traveling block atau hook.
Ada dua tipe dasar dari elevator yaitu :
Bottle - neck : digunakan untuk memegang drill pipe.
Collar lift : digunakan untuk memegang drill collar.
64 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
3.2.3. Drawwork
Drawwork adalah suatu peralatan mekanik yang merupakan otak dari derrick.
Fungsi dari drawwork yaitu :
1. Merupakan pusat pengontrol bagi driller yang menjalankan operasi pemboran.
2. Merupakan rumah dari gulungan drilling line.
3. Meneruskan daya dari prime mover ke drill string ke rotary drive sprocket, ke
catheads.
Drawwork menyediakan daya untuk mengangkat dan menurunkan beban yang
berat. Bagian utama dari drawwork adalah (lihat Gambar 3.31):
1. Drum: Peralatan yang berfungsi untuk menggulung atau mengulur drilling line.
2. Brake, Terdiri dari:
System of Units 65
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Main mechanical brake, suatu peralatan yang paling penting dari hoisting
system. Alat ini mempunyai kemampuan untuk membuat seluruh beban
kerja betul-betul berhenti, seperti pada saat tripping ataupun menurunkan
casing. Bila beban berat diturunkan, maka main brake secara hidrolik atau
elektrik akan membantu meredam sejumlah besar energi yang timbul akibat
massa yang dimiliki oleh travelling block, hook, drill pipe, drill collar atau
casing.
Auxiliary Brake, suatu peralatan hidrolis yang membantu meringankan
tugas mechanical brake. Alat ini tidak dapat memberhentikan proses
pemboran seluruhnya.
3. Transmisi
4. Cat head:
Merupakan sub-bagian dari drawwork yang terdiri dari
a. Drum atau make-up cat head
b. Break out cat head.
Cat head digunakan untuk menyambung dan melepas sambungan walaupun
demikian tugas yang lebih umum adalah untuk mengangkat peralatan yang
ringan dengan catline. Pada rig moderen fungsi cat head digantikan oleh
automatic cat head dan air-powered hoist (Gambar 3.32).
66 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 67
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
2. Mud pits: Suatu kolam tempat lumpur sebelum disirkulasikan.Sistem pit dan
susunan dari peralatan yang menangani lumpur di atas pit dirancang atas
pertimbangan drilling engineer.Biasanya rig mempunyai dua atau tiga pit dengan
ukuran lebar 8 - 12 ft, panjang 20 - 40 ft dan tinggi 6 - 12 ft. Volumenya berkisar
antara 200 - 600 bbl.Pada operasi-operasi di offshore dapat ditambahkan 1 - 3
pit untuk penyimpanan kelebihan lumpur dan untuk lumpur yang mempunyai
densitas tinggi.Salah satu bentuk susunan dari pit tanpa variasi dari macam-
macam peralatan pengontrol solid ditunjukkan pada Gambar 3.35.
68 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Pit pertama dilengkapi peralatan pengontrol solid. Dahulu pit kedua dipakai
untuk tempat mengendapkan solid, walaupun ada perhitungan-perhitungan yang
menunjukkan bahwa kebanyakan solid dalam lumpur tidak akan mengendap
mengingat waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan lumpur relatif singkat. Kini
pit kedua dilengkai beberapa peralatan pengontrol solid bila pit yang tersedia
sejajar. Pada pit terakhir dilengkapi oleh pipa-pipa isap dan slugging pit untuk
persiapan lumpur berat yang digunakan sebelum tripping dan pipa-pipa untuk
memasukkan chemical treatment.
Pit-pit mempunyai sistem pengaduk yang memutar lumpur untuk mengurangi
barite atau mengendapkan solid. Umumnya ada dua jenis pengaduk yaitu :
i. Perputaran kipas yang ditenggelamkan dan digerakkan masing-masing oleh
motor listrik.
ii. Pompa centrifugal dengan gerakan jet dan lumpur yang ditembakkan untuk
memecah viskositas yang tinggi dari lumpur di dalam lumpur. (lihat Gambar
3.36)
System of Units 69
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
70 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 71
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
a. Swivel :
Swivel seperti terlihat pada (Gambar 3.40) berfungsi sebagai penahan
beban drillstring dan bagian statis yang memberikan drillstring berputar.
Swivel merupakan titik penghubung antara circulating system dan rotating
system. Disamping itu juga sebagai penutup fluida dan menahan putaran
selama diberikan tekanan.
72 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
b. Kelly :
Kelly adalah rangkaian pipa yang pertama di bawah swivel. Bentuk
potongan dari kelly dapat berupa segi empat atau persegi enam sehingga
akan mempermudah rotary table untuk memutar rangkain di bawahnya. Torsi
ditransmisikan ke kelly melalui kelly bushing, yang terletak di dalam master
bushing dari rotary table. Kelly harus dipertahankan tetap setegak lurus
mungkin (Gambar 3.41).
System of Units 73
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
c. Rotary drive:
Peralatan yang berfungsi meneruskan daya dari drawworks ke rotary
table
d. Rotary table:
Peralatan yang berfungsi untuk memutar dan dipakai untuk menggantung
drill string (drill pipe, drill collar dsb) yang memutar bit di dasar sumur
(Gambar 3.42, 3.43).Kelly bushing dan rotary bushing berfungsi untuk
memutar kelly (lihat Gambar 3.44). Rotary bushing digerakan oleh prime
mover lewat tenaga gabungan atau motor elektrik sedangkan kelly bushing
didudukan di dalam rotary bushing dan ditahan oleh empat penjepit.
Diameter dari kelly bushing berbentuk empat persegi atau hexagonal yang
sesuai dengan kelly.
System of Units 75
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
76 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Beberapa ukuran dan berat drill pipe dapat dilihat pada Tabel 3.7.
System of Units 77
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
78 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
g. Drill Collar:
Pipa baja penyambung berdinding tebal yang terletak di bagian bawah
drill stem di atas bit. Fungsi utamanya untuk menambah beban yang terpusat
pada bit (Gambar 3.47).
System of Units 79
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
1. Drag bit
Drag bit atau fish tail adalah jenis bit yang digunakan sejak dulu dalam
proses rotary drilling dan sampai kini masih tetap digunakan terutama
pada pemboran dangkal. (lihat Gambar 3.48)Drag bit mempunyai pisau
pemotong yang mirip ekor ikan, karena jenis bit ini tidak memiliki bagian
yang bergerak, maka pemboran dilakukan dengan cara menggeruk saja
dan tergantung dari beban, putaran serta kekuatan dari pisau
pemotongnya. Pisau pemotong ini bisa berjumlah dua, tiga atau empat
dan terbuat dari alloy steel yang umumnya diperkuat oleh tungsten
carbide.Keuntungan bit ini adalah :
ROP yang tinggi.
Umur yang panjang dalam soft formation.
Kerugiannya adalah :
Memberikan torque yang tinggi.
Cenderung membuat lubang yang berbelok.
Pada formasi shale, sering terjadi balling (dilapisi padatan).
2. Diamond Bit
Diamond bit memasang butir-butir intan sebagai penggeruk pada
matrix besi atau carbide dan tidak memiliki bagian yang bergerak. Bit ini
digunakan untuk membor formasi yang keras dan abrasive. Salah satu
pabrik bit yang mengembangkan jenis bit ini memasang polycristallyne
diamond pada masa dasar tungsten carbide dan cocok untuk membor
formasi yang sangat keras yang tidak dapat dilakukan oleh rock bit.
Namun demikian diamond bit lebih umum digunakan untuk coring, yang
menghasilkan core lebih baik terutam,a pada formasi limestone, dolomite
dan sandstone yang keras.Keuntungan dari diamond bit adalah
memberikan footage yang lebih besar sehingga round trip lebih sedikit
terutama pada formasi yang keras dan sumur yang dalam. Sedangkan
kelemahannya adalah memberikan ROP yang kecil dan harganya mahal.
(lihat Gambar 3.49)
80 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 81
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
82 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 83
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
84 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 85
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
86 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 87
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
88 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 89
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
90 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
danmengurangi swabing. Rotating head juga menjaga tekanan pada saat terjadi
suatu kick dengan cara mengurangi volumenya (bleed).
System of Units 91
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
92 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 93
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
94 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 95
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Sistem-sistem AC - SCR
Sistem-sistem Alternating current (AC) dan Silicon controlled rectifier (SCR)
sering digunakan pada instalasi ri-rig elektrik yang baru. Motor-motor AC lebih
tahan lama, lebih ringan, mudah pemeliharaannya, dan biayanya lebih ringan
dibandingkan motor DC.
96 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Salah satu sumber tenaga lainnya adalah tenaga pneumatik atau tenaga angin
yang dihasilkan oleh air compressor. Tenaga ini biasanya digunakan untuk
menggerakkan peralatan yang memerlukan tekanan yang lebih kecil dibandingkan
dengan sistem hydraulic. Pada kompressor terdapat klep-klep yang mengatur
tekanan sistem pada harga tertentu. Bila tekanan sistem melebihi harga tersebut,
maka klep-klep akan terbuka secara otomatis.
Demikian pula dengan tangki/tabung udara yang dilengkapi dengan safety valve.
Udara yang berada di tabung dialirkan melalui pipa ke dua arah, yaitu :
1. Menuju kabin untuk:
cabin throtle
kill engine
service brake
Emergency brake
Horn
Differential lock
Pressure gauge
2. Menuju ke operating control untuk :
Tubing drum air clutch
Sand drum air clutch
Cat head clutch
Pilot air valve untuk hydraulic pumpSebelum angin digunakan pada peralatan,
terlebih dahulu disaring dan diatur bermacam valve.
System of Units 97
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
98 System of Units
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
System of Units 99
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
3.7.5.5. Turbodril
Turbodrill adalah downhole mud turbin yang dapat memutar bit tanpa harus
memutar drillstring. Kecepatan putarannya sangat tergantung pada volume
lumpur dan tekanan sirkulasi mud di permukaan. Pembelokkannya disebabkan
adanya bent sub pada turbodrill. (lihat Gambar 3.78 ).
3.7.5.6. Dynadrill
Dynadrill adalah motor yang ditempatkan di dasar lubang yang digerakkan
oleh tenaga aliran lumpur. Prinsip kerjanya yaitu sama dengan turbodrill untuk
memutar bit tanpa harus memutar drillstring. Dengan adanya bent sub pada
dynadrill akan menghasilkan lengkungan yang halus dan kontinu. (lihat Gambar
3.79)
untuk menempatkan wiper plug yang biasanya dual plug heads(seperti terlihat
pada Gambar 3.83).
casing). Pada umumnya alat ini dilas pada casing yang mau dipasang dan
menghadap ke zone permeabel. (lihat Gambar 3.86)
DAFTAR PUSTAKA
Bab IV
Rotary Drilling Bit
4.1. Pendahuluan
Bit pemboran biasanya diklasifikasikan atas drag bit atau rolling cutter bit. Drag
bit adalah tipe bit dimana cutter blade merupakan bagian dari bodi dan ikut
berputar sebagai suatu kesatuan dengan drillstring. Penggunaan tipe bit ini dimulai
sejak pengenalan proses pemboran berputar pada abad ke 19. Rolling cutter bit
memiliki dua atau lebih cones yang merupakan tempat cutting elemen dimana
cutting elemen ini akan berputar terhadap axis dari cone sewaktu bit berputar di
dasar lubang. Rolling cutter bit dengan dua cone diperkenalkan pada 1909.
Gambar 1.88 menunjukkan sejarah perkembangan bit sejak diperkenalkannya
rotary bit oleh Howard R. Hughes pada 1909.
terbuat dari tungsten carbide. Tabel 4.1 menunjukkan sifat-sifat dari intan dan
perbandingannya dengan material lain.
Tabel 4.1. Sifat-Sifat Intan
K 2 Flc
P
8A
Dimana :
P = Pressure Drop Bit, psi
K = konstanta, 1.62 x 10-3
= Densitas lumpur, ppg
= water way velocity, 225 ft/sec (bit secara umum)
F = faktor gesekan, 0.025
l = effective water way length, in.
c = wetted perimeter, in., panjang efektif dari aliran lumpur di waterway
A = water area, in2
Dari percobaan yang telah dilakukan secara umumnya diperlukan 500 - 1000
psi pressure drop sepanjang permukaan bit untuk membersihkan dan
mendinginkan intan-intan di bit.
Hal lain yang penting dalam desain diamond bit adalah bentuk atau profil dari
crown. Bit dengan taper yang panjang baik untuk pemboran lubang lurus vertikal
dan memungkinkan untuk bit weight yang lebih besar. Sedangkan bit dengan
bentuk taper yang lebih pendek akan lebih mudah untuk dibersihkan karena
energi hidraulik yang tersedia akan terkonsentrasi dalam area yang lebih kecil.
Permukaan bit yang lebih cekung digunakan dalam pemboran berarah untuk
membantu meningkatkan build up rate sewaktu kick off.
Ukuran dan jumlah intan yang digunakan dalam sebuah diamond bit
tergantung pada kekerasan dari formasi yang akan dibor. Bit untuk formasi yang
keras harus terdiri atas intan-intan yang kecil (0.07 - 0.125 karat) sedangkan bit
untuk formasi yang lunak intan yang digunakan bisa lebih besar (0.75 - 2 karat).
Contoh diamond bit untuk formasi keras dan lunak ditunjukkan dalam Gambar
1.90. Jika intan yang digunakan terlalu besar, berat tumpu pada permukaan
intan akan besar sehingga menimbulkan panas yang terlokalisir dan ini akan
mengauskan permukaan potong dari intan.
Desain lain yang penting dalam PCD bit adalah ukuran, jumlah dan bentuk
cutter yang digunakan serta sudut potong (attack angle) dari cutter dengan
permukaan batuan. Orientasi cutter dinyatakan dalam back rake, side rake dan
chip clearance atau cutter exposure (Gambar. 4.8)
biasanya bervariasi dari 4o untuk bit pada formasi lunak hingga nol untuk bit
pada formasi yang keras.
Metalurgi gigi bit juga bergantung pada sifat-sifat dari formasi. Terdapat dua
jenis gigi bit yang umumnya digunakan yaitu (1) milled tooth cutter dan (2)
tungsten carbide insert cutter. Milled tooth cutter dibuat dengan memotong
bentuk gigi dari suatu kerucut besi sedangkan tungsten carbide insert bits dibuat
dengan mempress silinder tungsten carbide ke dalam lubang yang telah dibuat
secara mendetail pada kerucut. Milled tooth bits yang didesain untuk formasi
lunak umumnya gigi bit dilapisi dengan material untuk membantu mencegah
keausan seperti tungsten carbide, namun pelapisan hanya pada satu sisi dari
gigi bit. Alasannya ditunjukkan dalam menyebabkan keausan yang cepat hanya
pada satu sisi sehingga gigi bit tetap tajam, terlihat pada Gambar 1.100.
Milled Tooth bits yang didesain untuk mengebor formasi yang keras biasanya
diproses khusus yang melibatkan pengerasan dengan temperatur tinggi. Besi
yang diperlakukan khusus ini (Case Hardened Steel) akan aus dengan chipping
dari bagiannya sehingga gigi bit tetap tajam.
Tungsten carbide insert yang didesain untuk pemboran formasi lunak
memiliki gigi yang panjang dengan bentuk chisel-shaped. Insert yang digunakan
untuk formasi keras bentuknya pendek dan hemispherical. Bit ini umumnya
disebut juga sebagai button bits. Contoh bentuk-bentuk insert bit ditunjukkan
dalam Gambar 4.14.
fluida pemboran, bit harus dimodifikasi dengan membuat suatu jalur yang
memungkinkan gas untuk mengalir melalui bantalan (Gambar. 4.15b).
Tabel 4.3 menunjukkan klasifikasi IADC untuk diamond dan PCD drag bits.
Sedang Tabel 4.4 menunjukkan contoh produk bit dari beberapa perusahaan.
Feature number untuk diamond dan PCD drag bits diwakili dari angka 1 hingga 9
dengan masing-masing tipe atau profilnya.
Tabel 4.3. Klasifikasi IADC untuk Diamond dan PCD Drag Bits
Tabel 4.4. Produk Diamond dan PCD Drag Bit dari 4 Perusahaan
Tabel 4.5. Produk Diamond dan PCD Drag Bit dari 4 Perusahaan(LANJUTAN)
Tabel 4.6. Produk Diamond dan PCD drag-type core-cutting bits dari 4
Perusahaan
Sedangkan sistem klasifikasi untuk rolling cutter bit ditunjukkan dalam Tabel
4.6 dan 4.8 dimana Tabel 4.6 merupakan penjelasan digit code klasifikasi dan
Tabel 8 menunjukkan contoh produk bit dari perusahaan. Untuk roller cutting bits
terdapat digit 4 yang lebih merupakan optional karena bukan keharusan sesuai
dengan sistem IADC. Digit ke 4 tersebut merupakan karakter/huruf dengan
penjelasannya terdapat dalam Tabel 4.7.
Desain gigi bit juga bergantung pada kelas bit, khususnya untuk roller cutting
bit. Tabel 4.9 dan Gambar 4.16 menunjukkan variasi desain gigi bit untuk kelas
dan tipe bit yang berbeda. Perhatikan bahwa dengan naiknya nomor kelas,
offset cone, tooth height dan jumlah tooth hardfacing akan berkurang sedangkan
jumlah teeth dan jumlah tooth case hardening akan bertambah.
Tabel 4.9. Karakteristik Tooth Desain untuk Rolling-Cutter Bits
Gambar 4.17. Kapasitas Bearing dan Offset Cone untuk berbagai Kelas Bit
membesar pada tooth bit, material di ujung tooth akan terkompres dan menekan
ke batuan di samping hingga shear stress yang tejadi di sekelilingnya melebihi
shear stength dari batuan sehingga batuan mengalami fracture (C). Gaya pada
tooth saat mulai terjadi rekahan disebut sebagai threshold force. Dengan
naiknya gaya threhold ini, maka fracture akan terus terbentuk hingga akhirnya
terbentuk suatu zona dimana batuannya telah hancur (D).
Pada keadaan dimana perbedaan tekanan cukup rendah, cutting yang
terbentuk akan terlempar keluar secara mudah dari crater (E). Gigi bit akan
kemudian bergerak ke depan dan mengulangi kembali proses A hingga E (F, G).
Sedangkan pada keadaan perbedaan tekanan yang tinggi, tekanan ke bawah
dan gaya gesek antar pecahan batuan akan mencegah terlemparnya fragmen
batuan (E').
Tabel 4.9. Tipe Bit yang sering digunakan untuk Tipe Formasi tertentu
Dalam keadaan tidak adanya suatu bit record dari sumur sebelumnya,
pemilihan bit lebih sering dilakukan dengan rule of thumb. Namun pada akhirnya
kriteria cost per foot tetap harus dipergunakan.
Adapun rule of thumb yang dapat digunakan yaitu :
1) Tabel 4.3, 4.4 dan 4.6 dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemilihan
bit
2) Tipe dan variasi bit yang dipilih harus didasarkan atas pertimbangan akan
biaya bit. Premium rolling cutter bit atau diamond dan PCD drag bit yang
mahal cenderung baik digunakan jika cost harian dari operasi pemboran
sangat tinggi. Harga bit seharusnya tidak melebihi rig cost per hari.
3) Tri-cone bit adalah tipe bit yang paling mudah diperoleh dan paling baik
sebagai pilihan awal untuk bagian sumur yang dangkal
4) Ketika menggunakan rolling cutter bit :
a. Gunakan bit dengan tooth yang paling panjang (untuk formasi lunak)
b. Patahan gigi bit (sedikit) lebih bisa ditolerir dibandingkan dengan jika kita
menggunakan bit dengan gigi yang lebih pendek
c. Jika beban di bit tidak bisa diperbesar supaya terjadi self-sharpening-
tooth-wear, maka gunakan bit dengan gigi yang lebih panjang
d. Jika laju keausan gigi bit lebih lama daripada laju keausan bearing, pilih
gigi bit yang lebih panjang, desain bearing yang lebih baik atau
tambahkan WOB
e. Jika laju keausan bearing lebih lambat dibandingkan dengan laju keausan
gigi bit, pilih bit dengan gigi yang lebih pendek, desain bearing yang lebih
ekonomis atau kurangi WOB
5) Diamond drag bit baik digunakan untuk formasi yang tidak getas terutama
pada sumur dalam dimana biaya trip bit yang tinggi atau ukuran lubang yang
lebih kecil sehingga memerlukan disain bit yang lebih sederhana
6) PCD drag bit baik digunakan untuk formasi karbonat atau evaporit yang
keras dan homogen
7) PCD drag bit tidak boleh digunakan pada formasi yang sifatnya gummy
sehingga memudahkan penempelan cutting ke gigi bit
Karena pemilihan bit dilakukan dengan trial and error, maka catatan
penggunaan suatu bit harus selalu ada supaya dapat digunakan sebagai
referensi untuk pemboran selanjutnya. Klasifikasi juga harus dilakukan pada
suatu bit yang telah diangkat dari suatu pemboran, dan IADC juga telah
mengadopsi suatu kode numerik untuk mengklasifikasi tingkat keausan bit
berdasarkan:
1. Gigi Bit
2. Bearing
3. Structur Diameter Bit (Gauge Wear)
1.109 berikut. Keausan gigi bit kemudian diambil secara rata-rata dari seluruh
gigi bit yang ada pada suatu bit dan diberi grade seperti Gambar 1.109.
Gambar 4.22. Guide Chart untuk Keausan Gigi Bit bagi Milled-Tooth Bits
Grading gigi bit untuk Insert Bits agak berbeda dibandingkan dengan Milled-
Tooth bits. Karena struktur cutting elemen insert bit agak susah terabrasif
dibandingkan dengan milled-tooth bits, maka insert bits biasanya digrade
berdasarkan banyaknya tooth inserts yang hilang atau patah, bukan aus.
Jadi suatu insert bit dengan setengah bagian insert telah patah atau hilang
akan digradekan sebagai T-4 yang artinya 4/8 bagian insert telah hilang atau
patah.
Kehilangan diameter dilaporkan dalam satuan 1/8, jadi bit yang telah
kehilangan 0.5 in. diameternya digrade sebagai G-O-4. 'O' menunjukkan bahwa
bit telah 'out of gauge' dan '4' menunjukkan bahwa diameter telah aus sebear 4/8
in. 'I' digunakan untuk menunjukkan jika bit dalam keadaan 'in-gauge bit'.
Selain grading dalam bearing, gigi bit serta gauge, biasanya digunakan
beberapa singkatan untuk menunjukkan kondisi bit. Kondisi bit ini ditentukan
lebih pada pengamatan visual dan contoh kondisi tersebut ditunjukkan dalam
Tabel 1.21 beserta singkatannya.
SOAL 1 :
Suatu bit telah 'dull'. Penggunaan ring gauge menunjukkan bahwa diameter bit telah
aus sebesar 1 in. dari keadaan semula. Roller bearing telah terekspos keluar dan
semua kerucut sangat longgar. Tentukan Grade Bit tersebut.
Dimana CPF adalah biaya pemboran per feet, Cb adalah harga bit, dan Cr
adalah biaya operating rig per hari.
SOAL 2:
Sebuah bit program sedang disusun untuk pemboran sumur baru dengan
menggunakan record performa bit dari sumur sebelumnya. Performa 3 buah bit
ditunjukkan untuk formasi limestone pada kedalaman 9000 ft. Tentukan bit yang
menghasilkan drilling cost terrendah jika operating cost dari rig adalah $400/jam, trip
time adalah 7 jam dan connection time adalah 1 menit per connection.
BIT BIT Rotating ConnectionTime ROP
COST ($) Time(jam) (jam) rata-
rata(ft/fr)
A 800 14.8 0.1 13.8
B 4900 57.7 0.4 12.6
C 4500 95.8 0.5 10.2
Kenaikan dalam WOB dan rotary speed umumnya akan menaikkan laju
pemboran. Namun kenaikan ini juga akan mempercepat keausan pada bit.
Gambar 4.25 menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap WOB sebaliknya
Gambar 4.26 menunjukkan kenaikan laju pemboran terhadap rotary speed, rpm.
Metoda Minimum Cost Drilling didasarkan atas pemilihan WOB dan rotary
speed yang optimum sehingga menghasilkan harga pemboran yang paling
minimum. Kenaikan laju pemboran karena kenaikan WOB atau rotary speed
kemudian dikombinasikan dengan menurunnya umur bit digunakan untuk
memprediksi batas operasi suatu bit.
Laju pemboran untuk suatu tipe roller cutting bits dapat dituliskan sebagai:
KWN a
ROP
! K ' D
Dimana
K adalah konstanta drillability,
W adalah WOB, N adalah Rotary speed,
K' adalah konstanta drillability fungsi keausan bit dan
D adalah Normalized Tooth wear.
Sedangkan hubungan antara umur bit dengan umur bearing dinyatakan dalam
K''
L dimana L adalah umur bit dalam jam, K" adalah konstanta tipe fluida
NW b
pemboran dan b adalah eksponen yang merupakan fungsi abrasif dari tipe fluida
yang kontak dengan bearing. Harga b biasanya ditentukan dengan membuat
suatu plot logaritmik dari umur bit dengan WOB untuk suatu bit tertentu. Contoh
plot tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4.27. Harga b biasanya bervariasi antara
1.0 hingga 3.0.
Untuk drag bit seperti diamond bit, laju pemboran dapat ditentukan dengan
ROP L pe nbe N dimana Lpe adalah efektifitas kedalaman penetrasi setiap elemen
cutting, nbe adalah efektifitas jumlah blade serta N adalah rotary speed.
Dengan diketahuinya laju pemboran yang dapat diperoleh dari suatu bit maka
dapat diperkirakan footage yang dapat dibor oleh suatu bit sehingga cost suatu
pemboran yang minimum dapat diperoleh dengan melakukan seleksi suatu bit.
SOAL 3 :
= 0,928125 D2 + 6D + 1
m = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan gigi mata bor
Tr . N Tr . N
Bx
S .L Bf .L
dimana:
S = parameter fluida pemboran
L = fungsi yang menghubungkan pengaruh WOB
terhadap laju keausan bantalan mata bor, dari Tabel 4.11
Bf = faktor keausan bantalan mata bor, dimana harganya
dapat ditentukan dengan persamaan:
Tr N
Bf
Bx L
dimana :
Tr = waktu rotasi, jam
Bx = kondisi bantalan (kerusakan bearing)
5. Berdasarkan kondsi keausan gigi mata bor (D) tentukan parameter U dari
Tabel 4.13
6. Berdasarkan waktu rotasi (Tr), tentukan faktor abrassibenes formasi (Af)
T i
dengan persamaan: A f r
mU
7. Berdasarkan jenis batuan yang dibor, tentukan parameter k dan r dari Tabel
4.14.
8. Berdasarkan kondisi keausan gigi mata bor yang terjadi (D), tentukan z dari
Tabel 4.16
9. Dari data selang kedalaman yang dibor (footage = F), tentukan faktor
FI
drillabillity dengan persamaan : C f
m wk z
10. Dari harga W, tentukan parameter L dari Tabel 4.11
11. Berdasarkan kondisi keausan bantalan (Bx), Tr dan N, tentukan faktor
T n
bearing wear dengan persamaan: B f r
Bx . L
12. Tentukan biaya per kaki (CPF) untuk beberapa kombinasi WOB dan RPM
yang diinginkan dengan cara:
a. Dimulai dengan kombinasi WOB dan RPM dengan harga terendah,
tentukan harga , W , i, m , dan L sepeti cara di atas.
b. Dengan harga Af dari langkah (6) dan Bf dari langkah (11), tentukan U
untuk kombinasi yang dimaksud pada langkah (12a) dengan :
g. Ulangi perhitungan di atas untuk kombinasi WOB dan RPM yang lain sesuai
perhitungan untuk WOB dan RPM yang diijinkan.
h. Dari hasil Perhitungan di atas, tentukan kombinasi WOB dan RPM yang
menghasilkan ongkos pemboran perkaki yang paling rendah.Kombinasi WOB
dan RPM ini merupakan parameter bor yang optimum.
Tabel 4.16. U dan z vs D
Tr N
5. Tentkan faktor bearing wear (Bf) dengan persamaan: B f
Bx L
6. Tentukan biaya perkaki )CPF) untuk beberapa kombinasi dari WOB dan RPM
yang diinginkan dengan cara:
a. Dimulai dengan kombinasi WOB dan RPM dengan harga terendah,
tentukan W seperti sebelumnya. Dari harga ini tentukan L dari Tabel
4.11.
Bx B f L
b. Tentukan waktu pemboran yang didapat dengan Tr :Jika
N
Bf L
diperkirakan bantalan aus 100% maka persamaan menjadi: Tr
N
c. Tentukan selang kedalaman yang bisa dibor (F) dengan persamaan
k
Cf W N r B f Bx I
:F
N
Jika diambil keausan bantalan 100% maka persamaan akan menjadi:
C f W k nS r b f
F
N
d. Tentukan ongkos pemboran per kaki (CPF) dari harga persamaan seperti
pada mata bor milled tooth.
e. Ulangi perhitungan di atas untuk kombinasi WOB dan RPM maksimum
yang diijinkan.
f. Dari hasil perhitungan di atas, tentukan kombinasi WOB dan RPM yang
menghasilkan biaya pemboran yang paling minimumKombinasi ini
merupakan parameter bor yang optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Bab V
Mekanika Batuan
a. Densitas Batuan
Densitas batuan atau satuan berat batuan adalah specific weight yang
dinyatakan dalam pound per cubic feet (pcf) atau kiloNewton per cubic meter.
Specific gravity suatu padatan (G) adalah perbandingan densitas padatan
dengan densitas air, yang diperkirakan mendekati 1 gram-force/cm3 (9.8
kN/m3 atau 0.01 MN/m3).Densitas dibedakan menjadi 2, yaitu : natural
density (bobot isi asli) dan dry density (bobot isi kering), yang masing-masing
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
Wn
Bobot isi asli (Natural Density) = nat .................................... (5-1)
Ww Ws
Wo
Bobot isi kering (Dry density) = dry ....................................... (5-2)
Ww Ws
Ws
Bobot isi jenuh (saturated density) = sat ............................... (5-3)
Ww Ws
dimana:
Wn = Berat contoh asli (natural)
Wo = Berat contoh kering (sesudah dimasukkan ke dalam
oven selama 24 jam dengan temperature
kurang lebih 90oC)
Ww = Berat contoh jenuh (sesudah dijenuhkan dengan
air selama 24 jam)
Ws = Berat contoh jenuh dalam air
Tabel 5.2. Densitas dari beberapa jenis batuan dalam kondisi kering
Rock Dry Dry Dry
(g/cm2) (kN/m3) (lb/ft3)
Nepheline syenite 2.7 26.5 169
Syenite 2.6 25.5 162
Granite 2.65 26.0 165
Diorite 2.85 27.9 178
Gabbro 5.0 29.4 187
Gypsum 2.3 22.5 144
Rock salt 2.1 20.6 131
Coal 0.7 – 2.0
(density varies with the ash content)
Oil shale 1.6 – 2.7
(density varies with the kerogen content, and therefore with the oil
yield in gallons per ton)
30 ggal/ton rock 2.13 21.0 133
Dense limestone 2.7 20.9 168
Marble 2.75 27.0 172
Shale, Oklahoma
b
c. Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori batuan
terhadap volume batuan, dan dapat dinyatakan dengan persamaan:
W Wo
Porositas = n 100% ................................................................. (5-6)
Ww Ws
d. Void Ratio
Diberi simbol (e) = ..................................................................... (5-7)
1
dimana;
= porositas batuan
E ................................................................................................... (5-10)
a
dimana ;
= Tegangan
a = Regangan Axial
Modulus Young (E) dan Poisson's ratio (v) juga dapat ditentukan secara tidak
langsung (dinamis) dengan ultrasonic velocity test, yaitu mengukur cepat rambat
gelombang “ultrasonic” pada sampel batuan. Dari hasil pengujian diperoleh nilai-
nilai cepat rambat gelombang primer dan cepat rambat gelombang sekunder.
Dari kedua nilai cepat rambat gelombang tersebut maka dapat dihitung Modulus
Young dan Poisson's dari batuan yang diuji.
Gambar 5.3. Kondisi Tegangan (stress) Dalam Sampel Batuan Untuk l/D
Yang Berbeda
Gambar 5.5. Pengukuran Uji Kuat Tekan Dengan Dial Gauge Dan Electric Strain
Gauge
Dari hasil pengujian kuat tekan pada sampel batuan dapat digambarkan
kurva tegangan-regangan (stress-strain). Selanjutnya dari kurva tersebut dapat
ditentukan sifat mekanik batuan seperti : kuat tekan (C), batas elastisitas (E),
modulus young (E), dan Poisson's ratio (v). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada (Gambar 5.6).
yang digunakan berbentuk silinder dengan syarat-syarat sama seperti uji kuat
tekan. Secara skematis pengujian triaxial dapat dilihat pada (Gambar 5.8).
Dari hasil pengujian triaxial tersebut dapat ditentukan antara lain: strength
envelope (kurva instrinsic), kuat geser (shear strength), sudut geser dalam ( ),
dan kohesi (C). Hasil pengujian triaxial tersebut dapat dilihat pada (Gambar 5.9).
Gambar 5.9. Lingkaran Mohr dan Kurva Instrinsic dari hasil Pengujian Triaxial
5.2.2.4. Direct box shear strength test
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kuat geser batuan pada tegangan
normal tertentu. Dari hasil pengujian (Gambar 5.10) dapat ditentukan : garis
Coulomb's shear strength, kuat geser (shear strength), sudut gesekan dalam
( ), dan kohesi (C).
Gambar 5.10. Direct box Shear Strength test dan garis Coulomb's Shear Strength.
Dalam batasan prinsip dasar dari stress pada kondisi beban puncak Mohr-
Coulomb memberikan persamaan:
1, p qu 3 tan 2 (45 ) ........................................................................ (5-18)
2
dimana ;
1, p = Stress utama dalam hubungannya dengan puncak
dari kurva strain-stress
qu = Unconfined compressive strength
Si = Shear strength intercept
= Sudut yang dibentuk oleh garis Mohr-
Coulomb dengan bidang tekanan
Perubahan persamaan diatas dengan memasukkan hubungan antara shear
strength intercept (Si) dan unconfined compressive strength (qu), diperoleh
persamaan :
qu 2Si tan(45 ) .................................................................................... (5-19)
2
Pada kenyataannya siklus kritis pembungkus dari Mohr dengan satu prinsip
stress negatif (-To) yang setara dengan s3 pada pengujian uniaxial, maka garis
pembungkus Mohr-Coulomb akan berubah pada titik potong tension, seperti
diperlihatkan pada Gambar 5.15. Hal ini juga akan memaksa menurunkan harga
tensile strength (To) dan shear strength intercept (Si). Kriteria ini digunakan
untuk menyederhanakan kriteria failure dalam kondisi praktis.
a. Faktor keamanan
Faktor keamanan (safety factor) dengan menggunakan kriteria Mohr-Coulomb
ditentukan berdasarkan jarak dari titik pusat lingkaran Mohr ke garis kekuatan
batuan (kurva instrinsic) dibagi dengan jari-jari lingkaran Mohr. Faktor
keamanan ini menyatakan perbandingan antara keadaan kekuatan batuan
dengan tegangan (stress) yang bekerja pada batuan tersebut. Faktor
keamanan ini dapat dilihat pada (Gambar 5.16).
d. Pengaruh Air
Adanya pengaruh fluida yang mengisi pori batuan dengan harga tekanan air
Pw, maka harga stress efektif ( ') dapat dihitung dengan persamaan :
' Pw .............................................................................................. (5-21)
Dengan adanya pengaruh air, maka differential stress ( 1 - 3) menjadi : ( 1
- 3) = ( 1 - Pw) - ( 3 - Pw) = 1 - 3, dan normal stress menjadi
1, p qu '3 tan 2 45 ..................................................................... (5-22)
2
1, p 3 qu '3tan 2 45 1 ....................................................... (5-23)
2
1, p 3 qu '3 Pw tan 2 45 1 ............................................ (5-24)
2
Harga shear strength intercept (Si) dan sudut dalam gesekan internal friction, q
untuk beberapa batuan dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Harga Shear Strength Intercept (Si) Dan Sudut Internal Friction (q)
Yang Mewakili Untuk Beberapa Jenis Batuan
Dari hasil percobaan laboratorium untuk uji triaxial, terlihat adanya hubungan
antara volume strain terhadap perubahan harga axial stress yang dapat dilihat pada
(Gambar 5.19).
Gambar 5.19. Drained And Undrained Triaxial Compression Test Pada Batuan
Shale
Dari persamaan 5-25 tersebut terlihat bahwa puncak dari stress utama
(principal stress) menjadi besar pada saat harga K mendekati cot 2 45 .
2
Sebagai contoh, untuk harga = 45 , kerusakan tidak dapat terjadi diatas ratio
o
Gambar 5.20. Kriteria Failure Batuan Secara Empiris Dengan Selubung Dari
Beberapa seri lingkaran Mohr. (A). Direct tension; (B). Brazilian; (C). Unconfined
compression; (D). Triaxial compression
3
N ...................................................................................................... (5-27a)
qu
1, p
M 1 ............................................................................................... (5-27b)
qu
(Gambar 5.21b).
Gambar 5.21. Pengukuran Secara Empiris Dari Failure Yang Diperoleh Dari Test
Shear Lingkaran (oleh Lunborg, 1966). (a). Plot Dari Persamaan 1-28; (b).
Penentuan ` Secara Grafis
(MPa) (Mpa)
Granite 2,0 60 970
Pegmatite 2,5 50 1170
Quarzite 2,0 60 610
Slate 1,8 30 570
Limestone 1,2 30 870
tidak tak terbatas dari slate. Anisotropy juga terjadi dalam campuran-campuran
antar lapisan yang teratur dari komponen-komponen yang berbeda.
Strength anisotropy dapat dihitung dengan uji laboratorium dari sampel-
sampel batuan yang dibor dalam arah yang berbeda. Uji compression tiga
sumbu pada berbagai tekanan yang terbatas untuk setiap arah yang diberikan
untuk menentukan parameter Si dan f sebagai fungsi dari arah. Jaeger (1960)
dan Mc Lamore (1966) mengemukakan bahwa Si dan f merupakan fungsi
kontinyu arah menurut persamaan :
Si S1 S 2 cos 2 min,s ..................................................................... (5-30)
n
dan
tan T1 T2 cos 2 min ................................................................. (5-31)
n
dimana:
S1, S2, T1, T2, m = Konstanta
= Sudut antara arah dari belahan (schistocity, bidang
perlapisan atau bidang simetri) dan arah 1.
min,s dan min = Harga yang berhubungan dengan Si dan .
Untuk suatu slate, Mc Lamore mengemukakan bahwa friksi dan shear strength
memotong pada harga yang berbeda, masing-masing 50 dan 300. Parameter
strength untuk slate adalah :
Si 65,0 38,6cos 2 30 MPa ........................................................... (5-32)
3
dan
tan 0,600 0,280 cos 2 50 ............................................................... (5-33)
tahanan bidang geser atau bidang rekah, seperti ditunjukkan pada (Gambar
5.24).
Unit luasan sepanjang bidang rekah dAn dihubungkan ke unit luasan dA1dan
dA3 dengan persamaan :
dA3 dAn cos
dA1 dAn sin
Gambar 5.25. Analisa Lingkaran Mohr Secara Grafis. (a). Contoh Bahan batuan
(b). Bahan Free-body Stress; (c). Keseimbangan Kekuatan normal Dan Sejajar
Dengan Bidang Kerusakan, ; (d). Konstruksi dari Lingkaran Mohr
Peralatan yang digunakan dalam uji kecepatan penembusan gigi pahat pada
simulasi kondisi dalam lubang bor diperlihatkan pada (Gambar 5.26).
Persamaan 5-37 dan 5-38 secara grafis diwakili oleh lingkaran Mohr
diperlihatkan pada (Gambar 5.25d). Sudut internal friksi untuk berbagai batuan
mempunyai harga antara 30 - 400.
Kriteria failure Mohr-Coulomb dapat digunakan untuk meramalkan
karakteristik sudut antara bidang geser dan bidang dari gaya dorong untuk suatu
drag bit.
Pada harga tekanan differential rendah, batuan yang tergerus gigi pahat
terlempar, sedangkan jika harga tekanan differential tinggi, batuan yang tergerus
menjadi plastis. Mekanisme penggerusan kedua tekanan differential tersebut
ditunjukkan pada (Gambar 5.29).
Bentuk kurva force displacement dari berbagai tekanan differential
diperlihatkan pada (Gambar 5.30).
Gambar 5.31. Contoh Lubang (crater) Yang Terbentuk Dalam Simulator Gigi
Tunggal
Kedua lubang disebelah kiri terbentuk pada tekanan atmosfir dengan beban
gigi mata bor sebesar 1600 dan 2200 lb. Serbuk bor yang terbentuk dapat
dibersihkan dengan mudah. Kedua lubang disebelah kanan terbentuk pada
tekanan differential 5000 psi dan beban gigi mata bor sebesar 3500 dan 4000 lb.
Serbuk bor yang dihasilkan memiliki sifat pseudo plastis yang sukar dibersihkan.
Gerakan pahat berskala penuh (full scale) dengan kecepatan tinggi yang
membor pada kondisi atmosfir dengan udara sebagai fluida sirkulasi telah
membuktikan bahwa mekanisme kerusakan rolling cutter bit baik yang ©offsetª
maupun yang ©non-offsetª tidak terlalu berbeda dengan yang dihasilkan dari gigi
pahat tunggal. Hal ini diperlihatkan secara fotografis paga (Gambar 5.32).
Gambar 5.32. Kerusakan Batuan Elastis Yang Ditembus Rolling Cutter Bit (a).
Urutan Fotografis Kecepatan Tinggi(b). Urutan 5 Menunjukkan Terlemparnya
Batuan Yang Tergerus Dari Lubang
Gambar 5.33. Hubungan Shear Strength Batuan Dengan WOB Pada kondisi
Tekanan Atmosfir
Gambar 5.34. Hubungan ROP vs WOB Untuk Formasi Lunak Dan Keras
Putaran pahat (RPM) pada proses penghancuran batuan digunakan untuk
memberikan geseran pada bidang geser batuan, sehingga regangan maksimum
batuan dapat tercapai, dan batuan akan pecah. Hal ini terjadi pada uji tekan
geser dan uji tekan tarik. Jika faktor lain dianggap tetap dan debit lumpur cukup
untuk membersihkan dasar lubang bor, maka laju penembusan (ROP) akan naik
dengan bertambahnya RPM (Gambar 5.35).
Gambar 5.35. Hubungan ROP vs RPM untuk formasi lunak sampai keras.
Besarnya harga kombinasi WOB dan RPM harus disesuaikan dengan
karakteristik batuan, seperti compressive strength dan sifat elastisitasnya. Sper
& Samerton menghitung optimasi kombinasi WOB dan RPM untuk berbagai
jenis batuan. Sedangkan beberapa ahli lainnya mengevaluasi data bit record
untuk menghitung biaya per kedalaman (cost/foot) yang paling murah, sehingga
diperoleh kombinasi WOB dan RPM yang optimum untuk suatu lapangan.
5.3.2.6. Pengaruh Tekanan Lumpur dan Tekanan Formasi
Tekanan lumpur (Po) diperlukan untuk mengimbangi tekanan formasi dan
menjaga fungsi hidrolika lumpur untuk membersihkan dasar lubang bor dan
mengangkat cutting ke permukaan. Tetapi jika tekanan lumpur terlalu besar akan
mengakibatkan peningkatan compressive strength batuan, sehingga batuan
akan semakin sukar dihancurkan. Hubungan antara compressive strength
batuan dengan besarnya tekanan lumpur pada perubahan volume per beban
tekan yang diberikan diperlihatkan pada (Gambar 5.36).
Jika compressive strength batuan menurun, maka batuan lebih mudah untuk
dibor, sehingga pada overbalance pressure terbesar akan mengakibatkan laju
pemboran meningkat. Pengaruh over balance pressure terhadap laju pemboran
diperlihatkan pada (Gambar 5.39).
5.4. Penerapan Metoda Cost Per Foot Dan Specific Energy Dalam
Operasi Pemboran
Dalam menyeleksi pahat yang tepat dalam operasi pemboran dibutuhkan suatu
evaluasi dari berbagai parameter. Banyaknya jenis pahat yang ada di pasaran pada
saat ini, menyebabkan proses pemilihan pahat menjadi lebih sulit. Untuk itu,
diperlukan petunjuk-petunjuk yang sederhana untuk dapat digunakan dalam
meningkatkan laju pemboran dan menghasilkan biaya yang ekonomis.
Ada beberapa metoda pemilihan pahat yang digunakan dalam operasi
pemboran adalah meliputi : Cost per foot, Specific Energy, Bit Dullness, dan
Matching Area Average. Tetapi secara umum yang digunakan adalah Cost per foot
dan Specific Energy.
Waktu trip (Tt) biasanya tidak mudah ditentukan meskipun proses keluar
(POH) dan masuknya (RIH) drillstring dilakukan. Tt adalah merupakan
penjumlahan dari waktu POH dan RIH. Jika pahat diangkat keluar untuk waktu
yang terlalu lama, jika dijumlahkan akan mempengaruhi waktu total trip yang pada
gilirannya akan menaikkan harga cost per foot. Oleh karena itu, kinerja pahat
dapat dirubah oleh beberapa faktor yang berubah-ubah, sehingga dalam hal ini
waktu rotasi berbanding langsung dengan cost per foot dengan asumsi variabel-
variabel lain konstan.
Kriteria pemilihan pahat berdasarkan cost per foot adalah memilih pahat yang
tetap menghasilkan nilai cost per foot yang terendah pada formasi atau bagian
lubang yang telah ditentukan.
Kelemahan penggunanaan metoda cost per foot adalah :
1. Diperlukan data pengukuran dan peramalan F, t, dan T yang akurat.
2. Cost per foot dapat naik secara tiba-tiba yang disebabkan karena pemboran
menembus formasi yang keras dan dapat turun secara tiba-tiba jika kembali
melewati lapisan yang lunak.
Dimana;
ROP = Laju penembusan, ft/jam.
Penentuan besar kecilnya harga SE tidak didasarkan pada sifat batuan saja,
tetapi sangat tergantung dari jenis dan desain pahat. Untuk formasi yang diketahui
kekuatannya, maka pahat yang digunakan pada formasi lunak akan menghasilkan
nilai SE yang berbeda dari yang dihasilkan oleh pahat pada formasi keras. Pahat
yang mempunyai harga SE terendah adalah pahat yang ekonomis.
Persamaan 5-45 menunjukkan bahwa jenis pahat untuk kekuatan formasi yang
konstan, SE dapat dianggap konstan pada kombinasi harga-harga WN, hal ini
karena perubahan WN biasanya menimbulkan kenaikan harga R (di bawah
kondisi desain hidrolik yang optimum) dan hal ini tetap menghasilkan persamaan
5-45 yang seimbang. Laju penembusan sangat dipe-ngaruhi oleh perubahan WN
dan untuk jenis pahat yang khusus mempunyai harga R yang jumlahnya tak
terbatas untuk semua kemungkinan kombinasi harga WN.
Specific energy adalah pengukuran langsung kinerja pahat pada formasi, dan
memberikan indikasi interaksi antara pahat dan batuan, jika dibandingkan dengan
laju penembusan tidak begitu sensitif pada perubahan harga WN, sehingga SE
merupakan metoda yang praktis dalam pemilihan pahat.
3. Suatu data pemboran dari dua sumur yang menggunakan 2 buah bit yang berbeda.
Bit 1 berharga $700, Bit 2 berharga $1500, sedangkan round trip time disamakan
untuk semua kondisi sebesar 14 jam. Sewa rig $1500/day, BHA assembly
$500/day, LWD $500/day. Record untuk kedua bit tersebut adalah sebagai berikut:
Tentukan kombinasi pahat mana yang diinginkan bila diinginkan pemboran dengan
cumulatif footage sebagai berikut:a. 1000 ftb. 1500 ftc. 2000 ftd. 3000 ft
4. Suatu data pemboran yang telah dilakukan dengan menggunakan Bit PDC
berdiameter 12,25 inch dengan harga $3250 pada suatu rig yang disewa beserta
pipa dan perlengkapannya dengan biaya $3200/day, dimana perlengkapan
tambahan yang dibutuhkan berupa BHA $500/day. Geosteering System
$1000/day.Biaya lainnya yang diperlukan adalah sewa lumpur Lum-sump $300000
sampai selesai, Casing & Cementing $500/feet, Biaya drilling $5000/day.Pada saat
mau melakukan pemboran dengan kedalaman 6000 feet yang bersebelahan
dengan sumur sebelumnya, kita diminta untuk menghitung biaya total yang harus
dikeluarkan dari permulaan sampai selesai 6000 feet.Round trip untuk penggantian
pahat dianggap sama selama 12 jam untuk setiap pahat yang diganti.Sedangkan
data operasi pemborannya tercantum dibawah ini dipakai sebagai acuan dalam
penggantian pahat dan waktu pemboran.
Bab VI
Lumpur Pemboran
6.1. Pendahuluan
Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih
pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran, lumpur mulai
digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia ditambahkan dan
akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap
bertahan. Dalam bab ini tak akan dibahas fluida pemboran yang berupa udara dan
gas.
Secara umum lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen
atau fasa :
a. Fasa cair.
Ini dapat berupa minyak atau air. Air dapat pula dibagi dua, tawar dan asin. Tujuh
puluh lima persen lumpur pemboran menggunakan air. Sedang pada air dapat pula
dibagi menjadi air asin tak jenuh dan jenuh. Istilah oil-base digunakan bila
minyaknya lebih dari 95% . Invert emulsions mempunyai komposisi minyak 50 -70%
(sebagai fasa kontinu) dan air 30 - 50% (sebagai fasa terdispersi).
b. Reactive solids.
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini
clay air tawar seperti bentonite menghisap (absorp) air tawar dan membentuk
lumpur. Istilah "yield" digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat
dihasilkan dari satu ton clay agar viskositas lumpurnya 15 cp.
Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite mengabsorp
air tawar pada permukaan partikel-partikelnya, hingga kenaikan volumenya sampai
10 kali atau lebih, yang disebut "swelling" atau "hidrasi".
Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik diair tawar atau di air
asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan "salt water muds". Baik
bentonite ataupun attapulgite akan memberi kenaikan viskositas pada lumpur.
Untuk oil base mud, viskositas dinaikkan dengan penaikan kadar air dan
penggunaan asphalt.
d. Fasa kimia.
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat-sifat
lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarnya paritkel-partikel clay) atau
flocculation (berkumpulnya partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada
peng"koloid"an clay yang bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan
untuk menurunkan viskositas, mengurangi water loss, dan mengontrol fasa koloid
(disebut surface active agent). Zat-zat kimia yang mendispersi (thinner =
menurunkan viskositas/mengencerkan), misalnya :
Quebracho (dispersant)
Phosphate
Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
Lignosulfonates (bermacam-macam kayu pulp)
Lignites
Surfactant (surface active agents)
Sedang zat-zat kimia untuk menaikkan viskositas misalnya adalah :
C.M.C
Starch
Beberapa senyawa polimer
Zat-zat kimia bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur tersebut
misalnya dengan menetralisir muatan-muatan listrik clay, menyebabkan dispersion
dan lain-lain.
Tekanan yang diakibatkan oleh kolom lumpur pada kedalaman tertentu (D, ft)
dapat dihitung menggunakan rumus :
Pm 0.052d m D
P Ph Ploss
dimana
Pm = Tekanan statik lumpur, psi
P = P dinamis
d m = Densitas lumpur, ppg
Ph = P hidrostatik
D = Kedalaman, ft.
Ploss = Kehilangan tekanan selama sirkulasi
Perlu diketahui, bahwa tekanan fluida dinamis (pada saat mengalir) kepada
formasi adalah tekanan statik (menggunakan rumus diatas) ditambah pressure
loss yg terjadi di sepanjang jalur sirkulasi.
5. Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi
lumpur dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting di permukaan
Kemampuan lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan terutama
tergantung dari gel – strength. Pada saat fluida pemboran menjadi gel, tahanan
terhadap gerakan cutting ke bawah dapat dipertinggi. Cutting perlu ditahan agar
tidak turun kebawah, karena dapat menyebabkan akumulasi cutting pada
annulus dan pipa akan terjepit (pipe sticking). Selain itu, pengendapan cutting di
annulus akan memperberat beban torsi pada saat rotasi permulaan dan juga
memperberat kerja pompa pada saat memulai sirkulasi kembali. Akan tetapi gel
– strength yang terlalu besar juga tidak diinginkan karena akan mempersulit
proses pembuangan cutting di permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat
seperti desander atau shale shaker dapat membantu proses pemisahan
cutting/pasir dari lumpur dipermukaan. Sebagai tambahan, pasir harus dibuang
dari aliran lumpur karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pada pompa,
fitting (sambungan- sambungan) dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir
maksimal yang boleh adalah 2%.
7. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing (Bouyancy effect).
8. Mengurangi efek negatif pada formasi.
9. Mendapatkan informasi (mud log, sample log).
Dalam pemboran, kadang – kadang lumpur dianalisa untuk mengetahui apakah
lumpur mengandung hidrokarbon atau tidak (mud log). Selain itu dilakukan pula
sample log, yaitu proses analisa cutting yang naik kepermukaan, untuk
menentukan formasi yang sedang dibor.
10. Media logging
Untuk penentuan adanya zona minyak atau gas serta juga zone – zone air dan
juga untuk korelasi dan maksud – maksud lain, diadakan logging (pemasukan
sejenis alat antara lain alat listrik atau gamma ray / neutron) seperti misalnya
electric logging, yang mana memerlukan lumpur sebagai media penghantar arus
listrik di lubang bor.
Densitas Lumpur
Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut,
seperti densitas, viskositas, gel strength, atau filtration loss.
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting,
karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai
pengimbang tekanan formasi. Lumpur dengan densitas yang terlalu besar akan
menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedang densitas yang
terlalu kecil akan menyebabkan "kick". Maka densitas lumpur harus disesuaikan
dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur bor
dalam psi/ft. Tetapi di lapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per gallon)
yang diukur dengan menggunakan alat yag disebut dengan mud balance
(Gambar 6.1).
Dalam perhitungan harga ddensitas, asumsi-asumsi yang digunakan :
1. Volume setiap material adalah additive :
Vs Vml Vmb ....................................................... (6-1)
% Berat solid :
s Vs ml
100 s mb 100 ..................... ( 6-6 )
mb Vmb mb s ml
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG = 4.3 ,
untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat ml ke lumpur baru
sebesar mb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak:
mb ml
Ws 684 ......................................... ( 6-7 )
35.8 mb
Keterangan :
Ws = Berat solid/zat pemberat, kg barite/bbl lumpur.
Sand Content
Tercampurnya serpihan – serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur pemboran
akan dapat membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan – serpihan
pemboran yang biasanya berupa pasir dapat mempengaruhi karakteristik lumpur
yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang telah
mengalami sirkulasi. Bertambahnya densitas lumpur yang tersirkulasi ke
permukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu
setelah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi.
Alat - alat ini, yang biasanya disebut “Conditioning Equipment", adalah:
Shale Saker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang
berukuran besar.
Degasser
Untuk membersihkan lumpur dari gas yang masuk.
Desander
Untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang berukuran kecil
yang bisa lolos dari shale shaker.
Desilter
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter dapat membersihkan lumpur
dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil.
Sand content dari lumpur pemboran adalah adalah persen volume dari partikel-
partikel dengan diameternya lebih besar dari 74 mikron. Pengukuran sand
content dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan saringan tertentu.
Rumus untuk menentukan kandungan pasir (sand content) pada lumpur
pemboran adalah :
V
n s 100 ............................................................. ( 6-9 )
Vm
di mana :
n = Kandungan pasir, %
Vs = Volume pasir dalam lumpur, bbl
Vm = Volume lumpur, bbl
Berikut ini adalah beberapa istilah yang selalu diperhatikan dalam penentuan
rheology suatu lumpur pemboran :
Viskositas plastik (plastic viscosity) seringkali digambarkan sebagai bagian dari
resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.
Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik – menarik ini disebabkan oleh muatan-
muatan pada permukaan partikel yang di dispersi dalam fasa fluida.
Gel strength dan yield point keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik
menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya, gel strength merupakan ukuran
gaya tarik – menarik pada saat statik sedangkan yield point merupakan ukuran
gaya tarik-menarik yang dinamik.
Penentuan harga shear stress dan shear rate didapatkan dari penyimpangan
skala penunjuk (dial reading) dan kecepatan rotasi (RPM) dari Fann VG
Viscometer yang diolah menjadi harga shear stress (dyne/cm 2) dan shear rate
(sec-1). Dari harga shear rate dan shear stress tersebut maka akan didapatkan
harga apparent viscosity dalam satuan cp (centipoise).
a 100
................................................................ (6-12)
a
300 C
N ............................................................. (6-13)
Untuk menentukan plastic viscosity ( p ) dan yield point (Yp) dalam field unit
digunakan persamaan Bingham Plastic (Gambar 6.6) berikut :
600 300
p
600 300 ............................................................ (6-14)
Dengan memasukkan persaman (6-10) dan (6-11) ke dalam persamaan (6-14)
didapat:
p C600 C300
............................................................ (6-15)
Yb C300 p
.............................................................. (6-16)
dimana :
p
= Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point Bingham, lb/100 ft2
C 600
= Dial reading pada 600 RPM, derajat
C300
= Dial reading pada 300 RPM, derajat
Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari pengukuran
dengan alat Fann VG. Simpangan skala penunjuk akibat digerakkannya rotor pada
kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10
menit dalam 100 lb/ft2.
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu maupun kejadiannya maupun
sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara
bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:
0.5
t
Q2 Q1 2 ........................................................... (6-18)
t1
dimana :
Q1 = Fluid loss pada waktu t , cm3 1
Q2 = Fluid loss pada waktu t2, cm3
t = waktu filtrasi, min
Sifat filtration loss lumpur, dinyatakan dalam API water loss, yaitu volume filtrat
yang dikumpulkan selama 30 menit pada kondisi standar test. Untuk pengukuran
water loss dengan menggunakan HPHT filter press, maka :
APIwaterlo ss 2 V30
dimana :
V30 2V7.5 Vsp Vsp
V30 = volume filtrat yang dihasilkan selama 30 menit, cm 3
V7.5 = volume filtrat yang dihasilkan selama 7.5 menit, cm3
Vsp = volume spurt loss, cm3
Selain sifat water loss dari lumpur, percobaan ini juga mempelajari pengaruh
temperatur terhadap sifat rheology lumpur. Pada umumnya kenaikan temperatur
menyebabkan lumpur menjadi lebih encer, tetapi hal ini tergantung dari tipe dan
total solid di dalam lumpur tersebut. Hal ini mengakibatkan plastic viscositas
lumpur akan berkurang. Jika dibandingkan dengan fasa liquidnya, dalam hal ini
adalah air, maka penurunan PV tersebut menunjukan trend yang sama sampai
harga temperatur tertentu. Di atas harga tersebut, PV tidak mengalami penurunan
terhadap naiknya temperatur. Keadaan ini diakibatkan oleh meningkatnya efek
friksi/gesekan dari fasa solid jika dibandingkan dengan kecepatan pengenceran
dari fasa liquidnya.
Selain dari ketiga kontaminasi di atas, bentuk kontaminasi lain yang dapat terjadi
selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi "hard water", atau kontaminasi oleh air yang mengandung ion
kalsium dan magnesium cukup tinggi.
b. Kontaminasi Karbon Dioksida
c. Kontaminasi Hidrogen Sulfida
d. Kontaminasi Oksigen.
side wall sticking, menurunkan efek drillpipe torque (momen puntir) dan drillpipe
drag (seretan).
Dengan berkembangnya teknologi di bidang pemboran maka sifat pelumasan
lumpur semakin penting artinya. Pada pemboran bersudut / miring, torque dan
drag dari drillstring serta keausan (wear) casing sangat tinggi. Hal ini
menyebabkan timbulnya masalah-masalah operasional yang tidak diperkirakan
sebelumnya dan akan meningkatkan biaya pemboran.
Masalah yang sama juga dijumpai pada pemboran sumur - sumur horizontal.
Lumpur yang biasa dipakai pada pemboran vertikal perlu diperbaiki untuk
menghasilkan sifat pelumasan yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk
keperluan pemboran sumur horizontal.
Prinsip untuk melakukan pengujian terhadap sifat pelumasan lumpur
pemboran, digunakan alat Extreme Pressure Lubricity Tester (Gambar 6.9) yang
prosedurnya telah dimodifikasi. Dengan menganggap bahwa dasar yang dipakai
untuk membuat modifikasi fungsi dasar alat tersebut, sebagaimana tidak lepas
dari pengaruh pelumas di antara dua bidang yang saling bergesekan, maka
secara tidak langsung dengan prosedur yang dibuat kemudian, pengujian dapat
dilakukan untuk mengetahui sifat pelumasan lumpur secara relatif.
Pada prinsipnya Extreme Pressure Lubricity Tester terdiri atas sebuah ring
baja berputar yang disentuhkan pada sebuah blok yang dapat ditekan pada
berbagai besar harga beban dengan menggunakan pengatur torsi. Ring, dan blok
dibenamkan dalam lumpur pada saar pengujian dan gaya gesek yang terjadi
antara dua benda tersebut dapat diukur / dibaca pada skala. Dalam pengukuran
yang sebenarnya, harga gaya gesek yang diperoleh (pada beban dan RPM
tertentu) dapat dikorelasikan dengan menggunakan grafik untuk mengetahui
koefisien gesek yang terjadi pada suatu jenis fluida pemboran.
Dengan pengujian ini, dapat diketahui sifat pelumasan lumpur, relatif terhadap
lumpur lainnya dan kecenderungan perubahan sifat pelumasan lumpur yang
terjadi akibat perubahan harga beban dan jumlah zat aditif. Pada setiap jenis
lumpur dilakukan pengukuran pada berbagai harga beban torsi dan kemudian
direpresentasikan dalam bentuk grafik antara gaya friksi dengan beban torsi.
Gambaran yang dapat dilihat secara tidak langsung adalah bahwa terjadinya gaya
friksi yang lebih besar diakibatkan oleh sifat pelumasan lumpur yang rendah.
Partikel clay ini bisa terdiri dari satu macam lapisan atau sampai tak terhingga,
yang saling tumpuk menyerupai sebuah deck kartu-kartu yang diikat bersama-
sama dalam suatu gaya residual. Ketika tersuspensi dalam air, clay akan
memperlihatkan bermacam-macam derajat swelling-nya. Molekul bentonite terdiri
dari tiga layer yaitu : sebuah layer alumina dan layer silika yang berada di atas dan
di bawah layer alumina.
Plate (lempengan) bentonite bermuatan negatif dan mempunyai kation-kation
yang berlawanan dan bergabung dengannya. Jika kation-kation ini adalah sodium
(Na), maka clay tersebut disebut sodium Montmorillonite, jika kalsium (Ca) maka
disebut Calcium Montmorillonite.
Bila suspensi clay dan air dari hasil pengadukan yang sempurna, maka akan
terdapat tiga model ikatan lempeng yaitu :
Tepi terhadap tepi (edge to egde)
Tepi terhadap muka (edge to face)
Muka terhadap muka (face to face)
Mata rantai dari partikel-partikel ini akan terbentuk secara serentak atau hanya
terdapat satu jenis mata rantai yang akan menguasai proses tersebut.
6.4.1. Dispersi
Lempengan-lempengan yang tersuspensi di dalam larutan dalam keadaan
tersebar merata dan tidak terdapat ikatan antara permukaan maupun tepi dari
lempengan-lempengan.
Karena jumlah dari partikel yang tersuspensi besar, maka akan menghasilkan
kenaikan pada viskositas dan gel strength. Biasanya lempengan-lempengan clay
teraggregasi sebelum terhidrasi dan setelah terjadi hidrasi dan diaduk, keadaan ini
berubah menjadi terdispersi.
Derajat terdispersinya tergantung pada kandungan elektrolit dalam fasa cair,
waktu, temperatur, ion-ion yang dapat saling dipertukarkan serta konsentrasi clay.
6.4.2. Flokulasi
Bila lempengan-lempengan clay bergabung satu dengan yang lainnya dimana
didalam sistem akan terdapat ikatan muka dengan tepi lempeng, tepi dengan tepi
lempeng yang tidak tersebar secara merata di dalam fasa cairnya. Flokulasi akan
menghasilkan clay yang menggumpal sehingga akan menghasilkan gel yang
berlebihan.
6.4.3. Aggregasi
Aggregasi terjadi bila muka antar muka atau tepi dengan tepi lempeng clay
saling berikatan satu sama lainnya dan tersebar di dalam fasa cairnya.
6.4.4. Deflokulasi
Deflokulasi terjadi bila dalam larutan yang terflokulasi terjadi pemutusan ikatan
antara tepi dengan muka, yaitu dengan penambahan thinner ke dalam sistem,
sehingga sistem kembali ke dalam fasa terdispersi.
dengan excess lime bervariasi antar 1 - 2 lb/bbl. Sifat kimia lumpur dan
filtrat memberikan suatu tahanan terhadap hidrasi/swelling shale dan clay
formation. Pada temperatur tinggi (yang cukup lama waktunya) lumpur ini
tidak sesuai untuk ditempatkan pada casing tubing annulus waktu
completion (dimana lumpur ini akan memadat). Resistivitas listriknya yang
umumnya rendah (0.5 - 1.0 ohm-meter) merugikan SP-logging, sebaliknya
toleransinya pada kontaminan memberi kemungkinan untuk penambahan
garam agar resistivitasnya sesuai untuk laterolog dan focused electrode
log.
Calcium salt
Selain hydrated lime dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas. Juda
zat-zat kimia yang memberi supply cation multivalent untuk base exchange
clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba(OH)2 telah digunakan.
C. Sodium-Silicate Muds.
Fasa cair Na-silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na-sillicate
dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan bagi
Contoh 1:
Given:
Mud Weight = 10 ppg
Solid content = 3.9 %
Volume of mud in mud pit = 100 bbls
Determine:
a. Number of sacks barite will be required and volume (bbl) of mud must be
reduced to increase mug weight to 13 ppg if volume of muf in mud pit is
constant
b. Number of sacks barite will be required and increase of mud (bbl) in mud pit
if density of mud change to 12 ppg.
c. Number of sacks barite will be required, volume (bbl) of mud must be
reduced and volume (bbl) of water must be added to increase mud weight
to 13 ppg and reduce solid content 3.5%
d. Volume of water must be added to decrease density of mud to 9.5 ppg.
Depth(feet) Pressure(Psi)
5000 2340
5100 2390
5200 2435
5300 2480
5400 2660
5500 2775
5600 2850
5700 2970
5800 3320
5900 3375
6000 3200
6100 3015
6200 3120
Contoh 3:
Untuk menaikkan densitas 700 bbl lumpur dari 13 ppg menjadi 15 ppg diperlukan
penambahan barite (SG=4.20). Agar kekentalan lumpur tetap terjaga, maka tiap
penambahan 100 lbm barite akan ditambah 1 galon air. Jika volume akhir tidak
terbatas, hitung jumlah air dan barite yang diperlukan.
Contoh 4:
Untuk menaikkan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg menjadi 13 ppg
diperlukan penambahan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga 1000
bbl, hitung jumlah lumpur lama yang harus dibuang dan barite (SG=4.20) yang
harus ditambahkan.
Contoh 5:
Untuk menaikkan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg dengan kadar
solid 6% menjadi 13 ppg dengan kadar solid 3.5% diperlukan penambahan air
dan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga 1000 bbl, hitung jumlah
lumpur lama yang harus dibuang serta air dan barite (SG=4.20) yang harus
ditambahkan.
Secara umum, filtrat loss dalam formasi permeabel adalah tergantung pada
distribusi ukuran partikel dan kandungan koloid yang relatif tinggi dalam range
60% kandungan padatan lumpur dalam ukuran diameter 0 - 1 mikron. Sebagai
contoh, dispersi lumpur bentonite pada suatu sumur akan mempengaruhi filtrate
loss lebih rendah karena konsentrasinya lebih besar dari ukuran partikel-partikel
koloid dibanding dengan lumpur kaolinite atau attapulgite clay. Akan tetapi, clay
tidak dapat digunakan semata-mata untuk mengontrol fluid loss karena merusak
lumpur, dimana viskositas flluida akan naik dengan naiknya kandungan clay.
Ada beberapa aditif lumpur yang digunakan untuk mengontrol fluid loss.
Pada umumnya aditif ini digunakan bersama-sama dengan bentonite, sementara
sebagian kecil dapat digunakan secara terpisah pada setiap kandungan clay
dalam lumpur. Pada umumnya aditif-aditif tersebut mempunyai beberapa
keuntungan dan kerugian.
Sifat-Sifat Fisik
Appearance powder
Warna Coklat Tua
Moisture 6%
Kelarutan Air 99 %
pH, kandungan 10 % 8.5
Rekomendasi penggunaan:
Additive pengontrol filtrasi pada temperatur tinggi
Penstabil rheologi
Dapat Digunakan pada setiap lumpur berdasarkan air dengan pH system
mendekati netral
Dapat digunakan pada lumpur dengan densitas tinggi
Keuntungan Utama:
Dapat mengontrol sampai dengan temperatur 400 oF (205 oC)
Relatif stabil dengan kehadiran kontaminasi dari kalsium, magnesium, solids
dan chloride.
Compatible dengan berbagai type fluida pemboran yang lain larut sempurna
dalam air.
Harga relatif Murah
Mempunyai sifat racun yang rendah
a. Wyoming Bentonite
Keuntungan:
1. Merupakan aditif multiguna yang membantu dalam mengontrol fluid loss,
suspensi barite, dan viskositas untuk kemampuan pembersihan lubang
bor.
2. Dalam penambahan yang sedikit, pada range 6% berat cocok untuk
mengurangi fluid loss sampai 10 - 12 cc.
Kerugian:
1. Bentonite tidak cocok digunakan pada konsentrasi ion sodium, kalsium,
atau potassium yang tinggi tanpa prehidrasi.
2. Bentonite rentan terhadap kontaminasi pada saat pemboran formasi-
formasi, seperti garam atau anhydrite (CaSO4)
3. Lumpur clay rentan terhadap panas dalam bentuk flokulasi clay yang
meningkatkan fluid loss
b. Starch (Pregelantized)
Keuntungan:
1. Strarch dapat berfungsi dengan baik sebagai fluid loss control agent
dengan hadirnya ion kalsium atau sodium. Oleh karena itu, aditif ini cocok
digunakan untuk lumpur saltwater atau lumpur lime.
2. Jika digunakan pre-treated non-fermenting starch, maka tidak perlu
digunakan bactericide
Kerugian:
1. Kenaikan viskositas sering terjadi jika menggunakan starch
2. Harus digunakan bactericide untuk mencegah degradasi jika starch bukan
pre-treated
3. Starch rentan terhadap panas diatas 250oF
d. Acrylonitrite (Cypan)
Keuntungan :
Cypan stabil pada temperatur sampai 400oF.
Kerugian :
Cypan sangat sensitif terhadap kontaminasi ion kalsium.
e. X-C Polymer
Bacterially produced polysaccaride gum. Stabil terhadap kehadiran larutan
garam.
1. Membangun viskositas
2. Struktur gel
3. Viskositas rendah pada shear rate yang tinggi
f. Ben-Ex
Suatu rantai panjang polimer yang dirancang penggunaannya untuk low solid
muds. Ben-Ex mengikat partikel clay bersama-sama pada shear rate rendah.
Kerugian :
Lignins rentan terhadap kontaminasi ion kalsium dan berikutnya terjadi
flokulasi. Lignins cenderung menangkap ion kalsium yang dapat mengurangi
keefektifan lignite sebagai fluid loss agent.
h. Diesel Oil
Telah sering digunakan untuk mengurangi API filter loss lumpur pemboran.
Akan tetapi, diesel oil ini telah terbukti bahwa meskipun prinsipnya dapat
mengurangi water loss, tetapi pada temperatur dan tekanan tinggi water loss
tidak terpengaruh oleh minyak.
i. Thermex
Thermex syntetic resin additive digunakan secara luas untuk menstabilkan
rheologi dan filtrasi dari lumpur pemboran berdasar air pada berbagai elevate
temperatur. Thermex merupakan chrome bebas, non viscosifying solution
polymer yang mengurangi fluida loss dan mengontrol kestabilan lumpur
tanpa menambah viskositas dari fasa air serta relatif stabil pada temperatur
di atas 400 oF (204 oC). Thermex dapat digunakan pada semua jenis lumpur
berdasar air.
Type Sifat-Sifat Fisik Additive :
Appearance : Burgundy Liquid
Specific gravity : 1.13 @ o F (21 o C)
Kelarutan dalam air tawar : 100 %
Flash Joint : > 200oF (93oC) PMCC
pH : 10.7
pour point : 25 oF ( -4 oC)
Applikasi
Thermex merupakan non viscosifying, high temperatur rheology stabilizer
dan additive pengontrol fluid loss yang digunakan untuk lumpur jenis fresh
water, sea water, salt water atau calsium based muds.
Thermex merupakan komponen essensial dalam high temperatur chrome
free fluida pemboran yang didesain untuk kondisi yang merugikan di area
yang di lingkungan yang sensitif. Dengan catatan effektif pada densitas yang
tinggi untuk mengontrol terjadinya gel pada temperatur tinggi dimana fluid
loss dapat diterima tanpa menambah viskositasnya. Karakter tidak
memviscous merupakan kelebihan dibandingkan additive lain.
Normal treatment yang disarankan berkisar 4-12 lbm/bbl (11.4 - 34.2 kg/m3)
tergantung kebutuhan untuk mengurangi fluid loss lumpur, fasa kimia lumpur
serta aplikasi pada lingkungan sekitarnya. Thermex compatible untuk
berbagai jenis lumpur anionic dan non anionic.
Keuntungan:
Thermex mengurangi terjadinya penggumpalan lumpur dan pembentukan
gel akibat beban temperatur.
Mengurangi fluid loss tanpa menambah viskositas dari fasa cairan.
Membentuk filter cake serta mengurangi permeabilitasnya.
menjaga fluid loss lumpur pada temperatur di atas 400 oF (204 oC)
Relatif solid untuk kondisi yang sensitif.
Mengurangi filtrat fluida di bawah kondisi yang tidak menguntungkan.
Merupakan Chrome free (Material logam berat tidak digunakan dalam
produk ini.
Limitasi Penggunaan:
Konsentrasi elektrolit tinggi (>dari 100000 mg/l) memerlukan penambahan
konsentrasi additive ini.
Konsentrasi yang optimum disarankan untuk pemakaian produk ini.
j. Resinex
Resinex merupakan non viscosifying fluid loss dan mengontrol rheology yang
effektif untuk temperatur tinggi serta kompatible dengan adanya konsentrasi
tinggi dari elektrolit. Diaplikasikan secara luas pada berbagai type dari water
base muds. Pada aplikasi di lapangan hasil yang excelent untuk lebih fresh
water, brackish water, sea water, salty water, lime, gyp, lignosulfonate,
polymer, non dispersed dan berbagai sistem lain. Relatif stabil pada
temperatur di atas 400oF. Non viscousifying dari resinex dipromosikan untuk
menambah keuntukan dari operasi pengeboran terutama pada lumpur
dengan densitas yang tinggi dimana penambahan viskositas akan berakibat
merugikan.
Aplikasi
Minimum pemakaian sekitar 2 lbs/bbl. Penambahan konsentrasi dilakukan
tergantung dari sifat-sifat lumpur yang diinginkan. Konsentrasi optimum
sekitar 1-6 lbs/bbl.
Konsentrasi calsium sekitar 200 ppm atau lebih diperlukan resinex untuk
mengontrol fluid loss dan rheologi dari lumpur.
Keuntungan
Non viscousifying. Penambahan viskositas air hanya sebanding dengan
kandungan lignosulfonat. Penggunaan normal dilakukan dalam
konsentrasi kecil dari pada lignosulfonate.
Mengurangi permeabilitas filter cake. Kebanyakan dari additive
pengontrolan fluid loss mengentalkan air atau menyebabkan bentonit
mempunyai daya kontrol yang lebih baik dengan jalan deflokulasi atau
dengan meremove kandungan kesadahan dari air.
Resinex secara independen mengurangi permeabilitas dari filter cake,
mengeliminir high solid, meninggikan viskositas filtrat serta mengontrol
sifat kimia air.
Mengurangi pembentukan gel akibat beban temperatur. Menstabilkan
sifat rheologi dari lumpur berdasar air.
Stabil pada temperatur tinggi. Relatif mempunyai filtrat yang stabil diatas
temperatur 400oF.
Resistan terhadap salinitas garam. Dalam lumpur dengan kadar chloride
diatas 110000 ppm mengurangi permeabilitas dari filter cake dan mendekati
jenis fresh water muds.
Resistant terhadap calsium dan magnesium. Karakteristik dari pengontrolan
fluid loss secara aktual meningkat dengan kandungan konsentrasi calsium
atau magnesium di atas 2000 ppm. Menyimpulkan bahwa resinex relatif
kompatible dengan sea water muds, gyp muds, serta lime muds.
Lebih ekonomis, dibanding lignite, lignosulfonate, dan sea water muds.
Secara general dengan bertambahnya salinity, kesadahan serta temperatur
yang semakin tinggi, pemakaian resinex sangat dipertimbangkan.
Aplikasi
Didesain terutama untuk aplikasi lumpur yang mengandung konsentrasi
garam yang tinggi untuk jenis low solids drilling fluids. Drispac memberikan
sifat viscositas dan fluid loss untuk mengontrol lumpur jenis fresh dan salt.
Drisprac yang diperlukan dalam konsentrasi kecil.
Drisprac efektif untuk meningkatkan serta memelihara low solids muds (jenis
attapulgite clay).
l. Baranex
Baranex merupakan modifikasi dari lignin polymer berfungsi sebagai additive
pengontrol filtrat dari lumpur berdasar air. Sifat powder polymernya effektif
untuk mengurangi fluid loss yang terjadi akibat pembebanan temperatur di
atas 400oF (205 oC) dalam berbagai jenis fluida. Penambahan Baranex tidak
mengakibatkan terjadinya kenaikan viscositas lumpur dan secara aktual
menstabilkan rheologi lumpur.
Dalam fungsinya sebagai pengontrol laju filtrasi pada temperatur tinggi,
Baranex merupakan anionic polymer yang mempunyai reaksi hubungan
sulfonat yang radikal yang merupakan bagian dari polymer, selain itu dapat
menghandel kontaminasi yang terjadi terutama Calsium chloride. Baranex
tidak memerlukan penambahan caustic untuk solubilize, lumpur dapat
dipelihara mendekati pH netral, dapat digunakan untuk lumpur berdasar air
serta lumpur dengan densitas yang tinggi.
Aplikasi
Variasi yang dipakai dari 1 - 10 lbs/bbl (2.9 - 28.6 kb/m3. Baranex merupakan
polymer yang compatible dengan lignosulfonate dan lignit. Kandungan
additive ini mempunyai mineral besi yang rendah serta mempunyai kadar
racun yang rendah.
a. Thinner (dispersant)
Adalah merupakan senyawa (agent) yang menurunkan viskositas fluida
pemboran. Viskositas, seperti yang dibahas dimuka, dapat dihubungkan
dengan semua konsentrasi padatan atau interaksi antar partikel padatan.
Setiap senyawa yang efektif dapat mengurangi viskositas fluida.
b. Air
Telah lama digunakan sebagai pengencer yang efektif pada lumpur
pemboran. Efek pengenceran diperoleh dengan mengurangi total konsentrasi
padatan lumpur pemboran. Karena penambahan drilled solid pada sistem
lumpur sudah menjadi sifat yang umum, maka diperlukan pencairan dengan
air atau mengambil padatan-padatan tersebut secara mekanis.
Perlu dicatat bahwa air biasanya ditambahkan pada lumpur water-base untuk
menggantikan air yang hilang kedalam formasi. Jika air yang hilang tersebut
tidak digantikan dengan penambahan air, maka akan menaikan viskositas
karena konsentrasi padatan bertambah dan treatment kimia akan
membuktikan tidak efektifannya menurunkan viskositas dalam situasi ini.
c. Phosphates
Phosphate bekerja dengan pengabsorbsian pada valensi tepi partikel clay
yang terputus, sehingga menghasilkan keseimbangan listrik dan
memungkinkan partikel-partikel mengambang dengan bebas dalam larutan.
Pengaruh pendispersian phosphate ini adalah karena muatan negatif plat-
plat clay, yang memungkinkan plat-plat menolak satu dengan yang lain
setelah semua valensi tepi putus. Phosphate penggunaannya terbatas dalam
lingkungan kontaminasi ion. Jika terdapat ion kalsium atau magnesium,
bentuk kompleks polyphosphate atau terbentuk suatu ion metal
orthophosphate yang tidak larut.
Phosphate yang umum digunakan dalam aplikasi praktis pada lumpur
pemboran ditunjukkan pada Tabel berikut :
Nama Kimia Nama Umum pH Aditif Batasan temperatur
o
Sodium Acid Pyrophosphat SAAP 4.8 130 F
Keuntungan :
1. Phosphate sangat berguna karena merupakan thinner yang efektif untuk
gel mud pada pemboran dangkal.
2. Sedikit saja thinner sudah efektif.
Kerugian :
1. SAPP mempunyai pH 4.8. Oleh karena itu, perlu ditambahkan caustic
soda,NaOh, atau beberapa aditif hidroksil untuk menjaga pH lumpur
diatas 7.0
2. Pada umumnya Phosphate hanya dapat stabil pada temperatur rendah
3. Phosphate tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol fluid loss,
seperti halnya thinner yang lain
d. Lignins
Merupakan thinner dan fluid loss control agent yang efektif. Produk Lignin
dapat diperoleh dari humic acid extract, tetapi biasanya berbentuk kepingan
lignite coal.
Keuntugan :
1. Lignite stabil pada temperatur 4000F, dan dapat stabil pada temperatur
4500F dengan menggunakan aditif-aditif khusus.
2. Lignites (lignins) berfungsi sebagai dispersant dengan memenuhi valensi
tepi yang terputus dan sebagai fluid loss control agent karena struktur
koloidal-nya.
3. Walaupun lignins mempunyai pH asam, produk pre-causticized dapat
diperoleh yang mempunyai 1 - 6, caustic-lignin ratio, yang dapat
digunakan tanpa pH adjuster.
Kerugian :
Lignin tidak cocok untuk fluida dengan kandungan garam yang tinggi karena
lignite tidak larut dalam garam.
e. Tannin
Diperoleh dari ekstrak tumbuhan. Tannin yang paling banyak dijumpai adalah
quebracho, yang diperoleh dari pohon quebracho di Argentina.
Keuntungan :
1. Tannin merupakan bahan dengan fungsi ganda sebagai dispersant dan
fluid loss control agent.
2. Tannins, terutama quebracho efektif untuk pengencer lumpur lime dan
lumpur yang terkontaminasi semen.
f. Lignosulfonates
Adalah campuran lignin sulfonate yang diperoleh dari sulfite liquor. Berbagai
macam jenis dan sejumlah ion-ion metal ditambahkan dalam campuran
tersebut untuk meningkatkan kemampuannya dalam menetralisir valensi tepi
yang terputus. Ion-ion yang ditambahkan adalah kalsium, besi, dan chrome.
Keuntungan :
1. Calsium lignosulfonate adalah thinner yang efektif untuk lumpur lime.
2. Ferrochrome lignosulfonate, dengan berbagai jumlah besi dan chrome,
merupakan thinner yang efektif untuk tujuan umum karena adanya ion-ion
metal berat.
3. Lignosulfonates mempunyai stabilitas sampai temperatur 400 oF.
4. Lignosulfonate merupakan aditif fungsi ganda baik sebagai dispersant
maupun fluid loss control agent.
Kerugian :
Ada beberapa spekulasi bahwa dibawah kondisi temperatur tekanan yang
sangat tinggi, lignosulfonate dapat terdegradasi dan mengembangkan racun
gas H2S.
g. XP-20/Spersence System
Jenis Calsium treated muds mempunyai limitasi pemakaian, terutama pada
temperatur di atas 275 oF. Jenis Calcium tretated muds tidak selalu membuat
lubang bor yang stabil sama seperti pada temperatur rendah. Jenis lumpur
surfactan dibuat untuk menanggulangi limitasi dari calsium muds pada
temperatur tinggi. Jenis surfaktan mud baik kelemahan dikarenakan cost
yang tinggi sifat kimia yang kompleks serta filtrat lossnya.
Jenis lignosulfonate (XP-20/Spersence) system menanggulangi banyak
limitasi yang terdapat pada system calsium treated muds serta surfaktan
muds. Demonstrasi dari lignosulfonate muds mempunyai sifat yang lain yang
tidak terdapat pada jenis calsium treated muds. Inhibition merupakan mud
yang mempunyai sifat kimia simple, stabil terhadap pembebanan temperatur,
exelent flitrat loss, resistance terhadap kontaminasi. Pada masa sekarang
jenis lignosulfonate muds dipergunakan secara luas pada inhibitive water
based muds, dan dapat menggantikan jenis calsium treated muds dan jenis
surfaktan muds.
h. XP-20
XP-20 mempunyai pH 10, merupakan prereacted chrome lignit yang
digunakan terutama dengan Spersene (Chrome Lignosulfonate). Selain
sebagai penstabil dan pengemulsi, juga menurunkan fluid loss dan
mengkontribusi sifat inhibitive lumpur. Pada penggunaannya tidak hanya
terbatas pada system XP-20/Spersene tetapi dapat juga digunakan untuk
lumpur berdasar air dengan pH rendah.
i. Spersene
Spersene merupakan deflokulasi dan protektive koloid
Aplikasi
Konsentrasi minimum yang dipakai untuk system XP-20/Spersene sekitar 12
lbs/bbl dengan ratio pemakaian 1-2 lbs/bbl. XP-20/Spersene dapat digunakan
Limitasi
Jenis material lignit tidak efektif untuk kandungan konsentrasi garam calsium
tinggi dan relatif moderat untuk kandungan salt tinggi.
j. CC-16
CC-16 merupakan dispersant jenis garam sodium larut dari material asam.
Effisient untuk mengontrol viskositas dan gel strength lumpur. CC-16 exelent
untuk mengemulsi oil dalam lumpur pemboran.
Sifat Fisik
Wet screen analysis (325 mesh) 10 - 20 %
Bulk Density (lb/ft3), Compacted/Uncompacted 62/52
Appearance Blck Powder
pH, 10% dalam air 9 - 10
Treatment yang Direkomendasikan
CC-16 dispersant dapat ditambahkan langsung ke dalam lumpur, dan relatif
larut dengan cepat dalam air.
Berfungsi Sebagai
Mengurangi viskositas dan gel dari banyak lumpur berat
Mengurangi laju filtrasi dari lumpur pada kondisi tekanan dan temperatur
tinggi dengan membentuk mud cake yang tipis dan liat.
Mengurangi effek kontaminasi yang terjadi pada lumpur dengan jalan
deflokulasi
Mengentalkan dan mengemulsi minyak yang terdapat pada lumpur
berdasar air
Memelihara karakteristik lumpur akibat kondisi HTHP
Aplikasi
CC-16 dispersant dapat digunakan untuk mentreatment lumpur dari pH
normal sampai pH tinggi termasuk lime muds. CC-16 dispersant dapat
emnghandel kontaminasi akibat garam dan cement.
Keuntungan Utama
Larut cepat dalam air
Harga relatif murah (penggunaan dalam jumlah kecil)
Tidak memerlukan pengemulsi tambahan serta relatif bagus untuk
mengemulsi minyak dalam lumpur
Mempunyai total mud cost yang rendah, effektif dalam menghandel
berbagai kontaminan
Overtreatment tidak mempengaruhi kondisi lumpur
b. Galena
Galena mempunyai specific gravity 3.8 dan digunakan dalam pengontrolan
problem-problem sumur khusus. Galena mampu menaikkan densitas lumpur
sampai 32 ppb. Galena umumnya tidak cocok dalam operasi pemboran
karena adanya problem suspensi.
c. Calsium Carbonate
Adalah merupakan aditif yang digunakan dalam fluida workover dan packer
fluids utuk menaikkan densitas fluida. Calsium carbonate mempunyai specific
gravity 2.7 dan dapat menghasilkan densitas lumpur 12.0 ppg.
Keuntungan :
1. Calcium carbonate lebih ekonomis dari pada agent-agent lainnya.
2. Lebih mudah tersuspensi daripada barite.
3. Calcium carbonate lebih mudah diambil dari formasi untuk mengurangi
kerusakan formasi.
Kerugian :
Densitas maksimum yanng diperoleh hanya 12.0 ppg.
d. Brine Solution
Diperoleh dengan menggunakan berbagai macam garam. Tabel berikut
menyajikan densitas maksimum yang dapat dicapai dari setiap jenis garam :
Densitas
Garam
Maksimum (ppg)
Keuntungan :
1. Sodium Chloride dapat digunakan secara ekonomis karena densitas
agent tanpa perlu penambahan bentonite untuk kemampuan
suspensinya. Lumpur ini efektif digunakan pada pemboran atau packer
fluid.
2. Calcium Chloride umumnya digunakan sebagai density material dalam
packer fluids.
Kerugian :
1. Larutan sodium chloride jenuh pada 10.8 ppg.
2. Calcium chloride menndatangkan problem ketika digunakan sebagai
lumpur pemboran karena laju korosinya cukup menyolok jika
berhubungan dengan udara.
3. Zinc Chloride mahal
4. Zinc chloride sangat korosif terhadap tubing dan casing.
Keuntungan :
1. Ketiga macam aditif tersebut dapat menaikan pH.
2. Sodium Hydroxide, karena tingginya tingkat aktivitas ion sodium, cenderung
menyebabkan jumlah terkecil clay inhibition.
Kerugian :
1. Semuanya dapat menyebabkan kulit terbakar.
2. Semuanya sangat korosif terhadap peralatan.
3. Potassium Hydroxide dan Calcium Hydroxide mempunyai karakteristik
ihibitive (menghalangi) yang kuat karena adanya ion-ion potassium dan
calcium. Kedua produk ini biasanya digunakan dalam lumpur untuk clay
hidration inhibition.
Problem lost circulation secara umum dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
Pertama, adalah problem hilang lumpur kedalam rongga-rongga, seperti
zona porous, vuggy limestone, shell reefs, gravel beds, atau gua-gua alami.
Kedua, adalah lost circulation yang terjadi karena terlampauinya compressive
strength formasi. Kemungkinan penanganan untuk kategori pertama akan
tidak menyelesaikan problem rekah formasi. Maka, aditif lumpur harus dibagi
menjadi kelompok-kelompok yang dapat diterapkan pada setiap jenis lost
circulation tersebut.
Secara umum, tidak ada aditif lumpur yang dapat diaplikasikan dalam rongga-
rongga yang besar seperti gua-gua dibawah tanah. Drilling ©blindª dan setting
casing string sering digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Akan
tetapi, dalam rongga-rongga yang kecil, material penyumbat dapat secara efektif
menutup zona-zona tersebut.
Fibrous Materials - seperti ground leather atau ground sugar dari batang rotan
paling efektif pada rongga-rongga yang besar karena serat kasar tersebut dapat
memberikan kemampuan membungkus dengan baik. Problem lain yang
mungkin terjadi adalah penyumbatan bit jet dengan material ini.
Walnut Shells dan Ground Mica - dapat diperoleh dalam ukuran yang halus,
medium dan kasar dan biasanya cocok untuk menutup zona porous.
Cellophane Flakes - juga bekerja dalam cara yang sama dalam zona-zona
porous. Barite dan Bentonite - biasanya sangat efektif untuk penutupan formasi
yang porous.
Squeeze Techniques - mungkin efektif untuk menyelesaikan problem-problem
lost circulation ini. Squeeze adalah setiap material yang didesak masuk kedalam
formasi sebagai usaha untuk menutup formasi dari dalam. Setiap bahan yang
disebutkan diatas dapat digunakan dalam squeeze dan biasanya dalam jumlah
yang cukup banyak per barrel-nya.
Squeeze khusus menggunakan diesel-oil sebagai carrying agent yang dicampur
dengan bentonite atau semen sangat efektif. Semen atau bentonite tidak
bereaksi dengan minyak, tetapi akan bereaksi dengan lumpur atau air formasi.
Spotting Fluids - Fluida harus mempunyai sifat basah minyak (oil wetting). Hal
ini akan merusak water base filter cake.
Bahan-bahan :
Minyak - biasanya diesel oil
Surfactant - oil wetting purposes
Suspension material to support barite.
(a).Oil Base
1. Biasanya berupa diesel oil
2. Dapat juga menggunakan minyak mentah (crude oil)
(c). Emulsifiers
1. Heavy molecular weight soap
(f). Clays-organophillic
Gambar 6.13. Pengaruh Temperatur Pada Viskositas Plastik dari Water Base Mud
pada 320oF dan 50 cp pada 220oF
Temperatur mempunyai akibat yang kuat pada sifat-sifat aliran dari lumpur bor.
Tabel (6.1) dapat digunakan untuk memperkirakan pengaruh temperatur pada
kekentalan lumpur bor jika tidak terjadi flokulasi pada lumpur bor. Data dari Tabel
(6.1) didasarkan secara lengkap pada pengaruh temperatur pada keenceran air
yang ditunjukkan pada Gambar (6.13).
Temperatur akan mempengaruhi besarnya viskositas lumpur pemboran.
Besarnya temperatur mempengaruhi jarak intermolekul. Untuk cairan, jarak antara
molekul-molekul naik dengan naiknya temperatur, yang akan menurunkan
gayagaya kohesi sehingga viskositas fluida akan turun.
Untuk gas, temperatur naik menyebabkan gaya-gaya getaran dari molekul-
molekul naik dan gaya kohesi turun. Pada prakteknya gaya-gaya vibrasi (getaran)
dari gas melampaui gaya kohesi, sehingga menghasilkan kenaikkan viskositas
dengan naiknya temperatur.
a. Volume liquid (air atau diesel oil) V2 dalam bbl yang dibutuhkan :
( 3 1)
V 2 V1 ........................................... (6-27)
( 2 3)
dimana :
V1 = Volume lumpur awal, bbl
V3 = Volume lumpur akhir, bbl
1 = densitas lumpur awal
2 = densitas dari penambahan liquid
3 = densitas akhir campuran
( 3 1)
V1 V 3 ........................................... (6-28)
( 2 3)
( 1 3)
V2 V3 ........................................... (6-29)
( 1 2)
b. Densitas akhir lumpur
V2
3 1 ( 1 2)
V3 ................................... (6-30)
V2
3 ( 1 2)
V1 V 2 ................................... (6-31)
Contoh 2.
Hitung pertambahan volume, ketika menaikan densitas dari 12.0 ppg (W1)
menjadi 14.0 ppg (W2) dengan menambahkan barite (SG=4.2).
100(W 2 W 1
Pertambahan volume/100 bbl =
35 W 2
Contoh 3.
Hitung volume awal (bbl) dari 12 ppg (W1) lumpur, apabila diketahui 100 bbl
(VF), 14.0 ppg (W2) lumpur dengan barite (SG=4.2).
Rumus :
VF (35 W 2)
Volume awal, bbl =
35 W 1
Menurunkan Densitas
Contoh 1.
Hitung Jumlah air yang diperlukan (bbl), untuk menurunkan 100 bbl (V1) lumpur
dari 14.0 ppg (W1) menjadi 12.0 ppg (W2) diketahui densitas air 8.33 ppg (DW).
Rumus :
V 1(W 1 W 2)
Air, bbl =
W 2 DW
Contoh 2.
Hitung jumlah diesel yang diperlukan untuk mengurangi densitas 100 bbl (V1),
14.0 ppg (W1) lumpur menjadi 12.0 ppg (W2), diketahui densitas diesel 7.0 ppg
(DW).
Rumus :
V 1(W 1 W 2)
Diesel, bbl =
W 2 DW
Contoh 2.
Tentukan jumlah barite yang dibutuhkan untuk mengubah densitas dari 12.53
ppg ke 13.7 ppg. Hitung peningkatan volume di pit yang disebabkan karena
penambahan barite untuk menaikan densitas tersebut. Volume lumpur awal
diketahui 63 bbl.
Contoh 3.
Tentukan densitas lumpur dasar air (water base mud) yang mengandung 5 %
berat bentonite. Densitas bentonite adalah 20.8 ppg.
Contoh 4.
Dibutuhkan fluida untuk mengurangi densitas dari 25.1 ppg ke 22.6 ppg agar
mengurangi permasalahan loss sirkulasi. Hitung volume air dan oil yang
dibutuhkan untuk membawa densitas lumpur turun sesuai dengan yang
diinginkan.
Apabila oil yang digunakan, berapa persenkah oil di dalam lumpur jika volume
lumpur awal adalah 629 bbl. Densitas adalah 3.87 ppg.
Menaikan Densitas
Contoh 5.
Hitung densitas suatu lumpur yang diperoleh dengan menambahkan 40 lbm
bentonite (SG=2.60) dan barite (SG=4.20) ke dalam 1 bbl air.
Contoh 6.
Untuk menaikan densitas 700 bbl lumpur dari 13 ppg menjadi 15 ppg diperlukan
penambahan barite (SG=4.20). Agar kekentalan lumpur tetap terjaga, maka tiap
penambahan 100 lbm barite akan ditambah 1 galon air. Jika volume akhir tidak
terbatas, hitung jumlah air dan barite yang diperlukan.
Contoh 7.
Untuk menaikan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg menjadi 13 ppg
diperlukan penambahan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga 1000
bbl, hitung jumlah lumpur lama yang harus dibuang dan barite (SG=4.20) yang
harus ditambahkan.
Volume lumpur lama yang diperlukan
(4.20 x8.33) 13
1000 x 880
4.20 x8.33) 10
Volume lumpur lama yang harus dibuang = 1000 - 880 = 120 bbl
Massa barite yang diperlukan = (4.20 x 8.33) x (42 x 120 ) = 176400 lbm
Contoh 8.
Untuk menaikan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg dengan kadar
solid 6% menjadi 13 ppg dengan kadar solid 3.5% diperlukan penambahan air
dan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga 1000 bbl, hitung jumlah
lumpur lama yang harus dibuang serta air dan barite (SG=4.20) yang harus
ditambahkan.
Volume lumpur yang diperlukan
Volume lumpur lama yang harus dibuang = 1000 - 583 = 417 bbl
Jumlah air yang ditambahkan
(4.20 x8.33) 13) x1000 left (4.20 x8.33) 10x583
(4.20 x8.33) 8.33
Massa barite yang diperlukan = (4.20 x8.33) x [42 x (1000 - 583 - 278)]
= 204330 lbm
6.8.1. Pendahuluan
Pemboran aerasi adalah pemboran yang menggunakan lumpur aerasi sebagai
fluida pemboran. Pemboran aerasi merupakan salah satu metoda pemboran
underbalanced dengan tujuan utama mencegah masalah hilang sirkulasi. Metoda
ini pertama kali dilakukan oleh Philip Petroleum Company pada tahun 1953 di
Emory County, Utah8).
6.8.3.1. Udara
Udara di alam terbentuk dari campuran gas-gas dengan komposisi tertentu,
yaitu 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% gas-gas lain seperti argon, neon, dan
lain-lain. Karena udara tersedia di bumi dalam jumlah banyak, maka biaya
penyediaan udara sangat murah. Udara juga tidak beracun sehingga setelah
digunakan sebagai campuran lumpur aerasi dapat dibuang langsung ke alam
tanpa merusak lingkungan.
Keuntungan menggunakan udara sebagai fluida sirkulasi dalam pemboran
antara lain:
meningkatkan laju penetrasi karena udara mengurangi tekanan hidrostatis
pada formasi yang sedang dibor, sehingga batuan lebih mudah terlepas
untuk menyeimbangkan perbedaan tekanan. Laju penetrasi di kebanyakan
formasi dapat meningkat 100% dibandingkan menggunakan fluida pemboran
yang lain.
tidak menyebabkan kerusakan formasi, karena udara memiliki berat yang
sangat ringan dibandingkan fluida pemboran lain.
fluida formasi dapat diketahui seketika karena udara membentuk sistem
underbalanced di depan formasi sehingga fluida formasi masuk ke dalam
sumur.
udara dapat digunakan untuk pemboran formasi batuan kering atau formasi
batuan basah. Penginjeksian udara ke dalam lumpur bertujuan mengimbangi
tekanan formasi sehingga tidak terjadi masalah hilang sirkulasi atau masalah
kick.
Masalah korosi yang terjadi pada pemboran lumpur aerasi merupakan masalah
korosi paling besar dalam pemboran underbalanced, karena adanya udara dan
cairan dalam lumpur aerasi.
Dengan penanganan yang memadai seperti pemilihan dan penggunaan air,
pengaturan pH > 8, dan penggunaan korosi inhibitor maka masalah korosi dapat
dikurangi, sehingga pemboran dengan menggunakan lumpur aerasi dapat
dijadikan alternatif pemilihan teknik pemboran yang baik.
Masalah keselamatan juga perlu menjadi perhatian karena penggunaan udara
yang mengandung oksigen jika bertemu dengan hidrokarbon dan panas yang
cukup akan mengakibatkan bahaya kebakaran dan ledakan, walaupun masalah ini
lebih kecil daripada pemboran udara/gas karena adanya lumpur biasa.
Pemboran aerasi membutuhkan peralatan tambahan seperti kompresor
penginjeksi udara, penyekat drillstring, pipa udara, dan separator udara-lumpur.
Tetapi biaya pengadaan peralatan tambahan ini bisa ditekan karena penggunaan
udara dan ketersediannya di alam, membuat lumpur aerasi lebih ekonomis
dibandingkan jika penggunaan gas-gas pada pemboran udara/gas.
Pemboran aerasi tidak menjamin proses penyemenan biasa berjalan lancar
tanpa terjadi hilang semen. Hal ini karena lumpur aerasi tidak membentuk
penyekat pada zona loss. Penggunaan Lost Circulating Material (LCM),
penyemenan dengan foam cement, dan mengatur densitas lumpur aerasi agar
lebih tinggi dari tekanan formasi tanpa menyebabkan hilang sirkulasi akan
mengatasi masalah ini.
Distribusi gelembung dalam lumpur aerasi terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Ketika lumpur aerasi bersirkulasi
2. Ketika lumpur aerasi tidak bersirkulasi
a. Di dalam drillstring.
Distribusi gelembung dalam drillstring terjadi ketika udara pertama kali
diinjeksikan ke dalam lumpur di permukaan hingga ke dasar sumur.
Gelembung udara cenderung bergerak ke atas karena densitas yang lebih
kecil daripada densitas lumpur. Kecepatan slip gelembung udara dalam pipa
adalah selisih kecepatan lumpur menuju ke dasar sumur terhadap kecepatan
gelembung untuk bergerak ke permukaan. Perubahan tekanan dan
temperatur yang semakin tinggi ke arah bawah, menyebabkan volume
gelembung akan semakin kecil, sehingga kecepatan slip masing-masing
gelembung akan berbeda. Kecepatan slip harus lebih besar dari nol pada
gelembung berukuran paling besar, sehingga gelembung akan mengikuti
aliran lumpur ke bawah.
b. Di anulus
Ketika lumpur aerasi keluar dari bit, terjadi penurunan tekanan yang besar
sehingga menimbulkan efek pengembangan gelembung udara yang
terkompresi. Setelah mengembang, gelembung udara akan terkompresi
kembali menjadi gelembung udara berukuran kecil dan bergerak ke
permukaan bersama dengan aliran lumpur dan cutting.
Gelembung udara bergerak menuju ke permukaan bersama dengan aliran
lumpur sehingga kecepatan gelembung bergerak ke atas merupakan
penjumlahan dari kecepatan slip gelembung terhadap aliran lumpur dan
kecepatan aliran lumpur. Kecepatan gelembung ini akan makin besar bila
ukuran gelembung makin besar. Jika pola aliran slug terbentuk, maka
kecepatan gelembung udara akan makin besar dan memberikan efek piston
terhadap lumpur di atasnya sehingga dapat membahayakan keselamatan
disamping terbatasnya kemampuan BOP dalam menahan tekanan dari dasar
sumur.
Cutting bergerak ke bawah dengan kecepatan terminalnya melawan arus
pergerakan gelembung udara dan aliran lumpur. Kecepatan aliran lumpur
aerasi harus lebih besar dari kecepatan slip dan terminal cutting.
a. Di dalam drillstring
Lumpur tidak bersirkulasi ketika pemboran sedang melakukan penyambu-
ngan atau pelepasan drillstring (proses tripping). Gelembung udara yang
berdensitas ringan cenderung bergerak ke atas dan menimbulkan
pergerakan permukaan lumpur ke bawah sementara gelembung udara terus
keluar dari lumpur.
Keluarnya gelembung udara dari lumpur tidak diinginkan, karena
menyebabkan densitas lumpur di bagian bawah makin berat dan tekanan
udara yang besar dari gelembung yang keluar dapat membahayakan proses
tripping tersebut.
Untuk mengetahui pola aliran yang terjadi dalam pipa, dapat menggunakan
bilangan Froude sebagai berikut :
Qa Qm
Fr .......................................................... (6-33)
Aa
g c xd av
dimana :
Fr = bilangan Froude (tak berdimensi)
Aa = luas anulus (sq ft)
gc = percepatan gravitasi = 32,174 ft/sec2 = 115826,4 ft/min2
dav = diameter rata-rata = (D1 + D2)/2 , ft
Bilangan Froude dan fraksi udara kemudian diplotkan pada Gambar 6.17. di
bawah ini untuk mengetahui pola alirannya.
Gambar 6.17. Chart Froude Untuk Pola Aliran Dua Fasa dalam
Pipa Vertikal
6.8.7.1. Densitas
Densitas lumpur aerasi tergantung dari densitas lumpur awal, volume lumpur,
densitas udara, volume udara, tekanan, dan temperatur. Densitas terendah
dicapai ketika lumpur aerasi terbentuk pertama kali di permukaan, ketika
bersirkulasi ke bawah, densitas lumpur akan semakin besar. Hal ini disebabkan
distribusi gelembung yang tidak merata dalam lumpur aerasi. Karena gelembung
udara berdensitas lebih kecil dari densitas lumpur, maka gelembung cenderung
bergerak ke atas.
Berdasarkan persamaan White15) jika Qa, Qm, dan densitas lumpur awal
tetap, maka terdapat hubungan antara densitas lumpur aerasi terhadap
kedalaman, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.18.
6.8.7.2. Viskositas
Viskositas lumpur aerasi didefinisikan sebagai ketahanan lumpur aerasi
terhadap aliran, dengan menggunakan satuan centipoise. Adanya gelembung
udara dalam lumpur mempengaruhi viskositas lumpur aerasi. Hal ini karena
gelembung udara akan memperkecil gesekan. Besarnya perubahan viskositas
ini tergantung pada fraksi udara dalam lumpur aerasi. Asumsi yang digunakan
adalah viskositas udara dan lumpur biasa bersifat konstan.
Karena fraksi udara aliran lumpur aerasi berbeda-beda tergantung ke
dalamannya, maka viskositas lumpur aerasi memiliki sifat yang sama dengan
sifat densitas lumpur aerasi, dimana semakin dalam letak satu bagian lumpur
aerasi, maka viskositas lumpur akan semakin mendekati viskositas lumpur
biasa, dan viskositas terkecil terjadi ketika lumpur aerasi berada di permukaan.
f X udaraxudara (1 X udara) xlumpurbiasa ..................... (6-36)
dimana :
f = viskositas lumpur aerasi (cp)
Xudara = fraksi udara dalam lumpur aerasi
udara = viskositas udara (cp)
lumpur biasa = viskositas lumpur awal (cp)
Sifat gel strength lumpur adalah suatu kemampuan lumpur untuk tetap
menahan cutting ketika sirkulasi dihentikan. Kestabilan gelembung dan
kecepatan lumpur aerasi membentuk gel, tergantung pada gel strength lumpur
awal. Gel strength lumpur aerasi tidak mengalami perubahan berarti
dibandingkan gel strength lumpur awal, karena ketika berhenti sirkulasi dan
gelembung bergerak ke atas, maka komponen lumpur awal lebih mendominasi
sifat-sifat gel strength lumpur aerasi ini.
6.8.8. Kapasitas Pengangkatan Cutting
Kapasitas pengangkatan cutting tergantung dari laju alir fasa cair/lumpur.
Penurunan jumlah cairan dalam aliran lumpur akan meningkatkan kecepatan slip
cairan terhadap aliran udara. Karena cairan merupakan media pembawa cutting,
penurunan laju injeksi cairan akan berpengaruh pada kemampuan
pengangkatan cutting oleh lumpur aerasi.
Ketika bersirkulasi aliran lumpur di anulus berfungsi membawa cutting,
sehingga diperlukan perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan untuk
membawa cutting ke permukaan. Kecepatan slip adalah kecepatan cutting
melawan aliran lumpur ke arah dasar sumur.
Perhitungan kecepatan slip dapat menggunakan persamaan Rittenger12)
dimana drag koefisien diasumsikan = 0,94 , yaitu :
Dc( c f )
Vs 7.3x ............................................. (6-37)
f
dimana :
Vs = kecepatan slip (ft/s)
Dc = ekivalen diameter cutting (ft)
c = densitas cutting (pcf)
f = densitas lumpur campuran (pcf).
Selain persamaan Rittenger di atas, kecepatan slip bisa dihitung berdasarkan
persamaan Stoke (1), dengan kondisi ekstrim dan memperhitungkan pengaruh
viskositas lumpur pemboran.
Ukuran maksimum cutting dapat diketahui dari laju penetrasi (ft/jam), dan
kecepatan putaran (RPM), sehingga 10):
ROPP
Dc .......................................................... (6-38)
RPMx 60
Qm
Qa Qc
vf 7.48 .................................................. (6-41)
Aa
dimana :
vf = kecepatan lumpur (ft/s)
M = laju alir massa lumpur (lb/s)
Qa = laju volume udara (cfpm)
Qm = laju volume lumpur (gpm)
Qc = laju volume cutting (cfpm)
Aa = luas anulus (ft2).
Cutting akan terbawa ke permukaan, jika kecepatan lumpur di anulus lebih
besar dari kecepatan slip ditambah kecepatan cutting atau vf > vs + vt.
Kecepatan aliran lumpur di anulus ini harus pula didukung dengan viskositas
lumpur yang tinggi. Dengan meningkatnya viskositas lumpur maka efek
pembersihan lubang sumur dapat lebih baik. Menurut Williams18), rotasi
drillstring dapat memperbesar efek pembersihan cutting.
Kecepatan lumpur di anulus harus dibatasi agar tidak membentuk pola aliran
turbulen. Aliran turbulen di anulus dapat mengikis mud-cake pada dinding sumur
yang belum diberi casing. Pencegahan aliran turbulen dapat diindikasikan
dengan bilangan Reynolds dengan tidak lebih dari 2000. Batas ini dijadikan
pegangan untuk menentukan kecepatan maksimum aliran lumpur di anulus yang
disebut kecepatan kritik18).
8000 xf
Vca ............................................. (6-42)
fxx(dh 2 dp 2 )
dimana :
vca = kecepatan kritik (ft/s)
mf = viskositas lumpur (cp)
dh = diameter lubang (ft)
dp = diameter luar drillpipe (ft)
Dari densitas lumpur aerasi ini, dapat ditentukan gradien perubahan densitas,
sehingga bisa diketahui tekanan hidrostatik pada kedalaman tertentu, seperti
ditunjukkan pada persamaan:
f (i 1)
Pf i Pf (i 1) Di Di 1 ................. (6-49)
144
dimana :
Di = kedalaman i (feet).
Laju alir ini bersifat konstan dan berlaku dalam penentuan densitas udara di
setiap kedalaman.
Kecepatan lumpur aerasi di anulus ditentukan berdasarkan persamaan berikut.
Qm
Qa
Vta 7.48
..................................................... (6-52)
Aa
dimana :
vfa = kecepatan lumpur aerasi di anulus (ft/min)
Qm = laju alir lumpur biasa (gpm)
Qa = laju alir udara (cuft)
Aa = luas anulus (sqft).
Untuk sumur yang dalam (10000 feet atau lebih) memerlukan dua atau lebih
subs, tergantung berapa tekanan dasar sumur yang diinginkan.
untuk orifice berbentuk bulat C = 0,95 sedangkan jika berbentuk sudut tajam
(sharp edge) C = 0,65 . P1 = tekanan alat ukur (psig) + 14,7 psia. Harga W
dikonversi menjadi satuan cu. ft per menit dengan menggunakan densitas
udara kering pada kondisi standar (14,7 psi dan 70oF) = 0,07494 lbs/cu. ft.
Sehingga keluaran dari kompresor adalah :
axCxP1
Qak 424.58 x .......................................... (6-57)
T1
Volume udara yang dihasilkan kompresor berdasarkan batas keluaran pada
kondisi ideal di permukaan laut, sehingga volume udara yang keluar dari
kompresor perlu dikoreksi karena adanya efek dari temperatur, tekanan, dan
kelembaban udara.
Tekanan, temperatur dan kelembaban udara di lapangan tergantung pada
ketinggian tempat dari permukaan laut, dan iklim. Ketika menghitung volume
udara maksimum yang dihasilkan kompresor, tekanan, temperatur, dan
kelembaban udara ditentukan pada harga maksimum yang ada di lapangan.
Penentuan koreksi :
1. Koreksi tekanan, Pkor = (Pudara - 0,1) : 14,7 psia (6-48)
tekanan udara di lapangan dapat diketahui dengan menggunakan barometer.
2. Koreksi temperatur,
Tkor = (460o + 60o) : (460o + Tudara, oF) ........... (6-58)
3. Koreksi kelembaban,
Kkor = (Pudara - Kudara x 0, 5068) / Pudara .(6-59)
e. Blooie LineBlooie line adalah pipa yang terletak di bawah rotating head
berfungsi menyalurkan lumpur aerasi yang keluar dari anulus menuju
separator udara-lumpur atau langsung menuju kolam lumpur jika lumpur
aerasi yang keluar tidak dibutuhkan lagi. Panjang blooie line harus cukup
jauh dari sumur, mencegah bahaya kebakaran yang disebabkan kandungan
hidrokarbon dalam lumpur.
f. Separator Udara-Lumpur berfungsi memisahkan udara dan lumpur dari
lumpur aerasi yang keluar dari anulus. Peralatan ini menggunakan prinsip
gaya sentrifugal yang memisahkan udara dan lumpur berdasarkan
6.8.13. Operator
Keberhasilan pemboran aerasi ditentukan dari kerjasama tiga pihak yaitu
operator pemboran, operator unit aerasi, dan operator lumpur. Operator
pemboran bertindak melakukan pemboran, dan memerlukan bantuan dari
operator lumpur untuk kebutuhan sirkulasi lumpur seperti laju volume lumpur
(GPM) dan tekanan pompa lumpur. Operator pemboran juga membutuhkan
bantuan operator unit aerasi, ketika proses pelepasan dan penyambungan pipa
sedang dilakukan, dimana operator unit aerasi harus menghentikan injeksi
udara, dan ketika pemboran berlangsung, operator unit aerasi harus mengatur
jumlah udara injeksi yang dibutuhkan.
Operator unit aerasi memerlukan informasi tekanan lumpur dari operator
lumpur, selama pemboran berlangsung. Informasi tekanan lumpur ini penting
karena pengaturan jumlah udara yang perlu diinjeksikan bergantung pada
tekanan udara yang harus diberikan agar valve standpipe (check valve) terbuka
dan udara dapat masuk ke dalam lumpur. Ketika proses triping hendak
berlangsung, operator unit aerasi harus menghentikan aliran udara injeksi.
ra(surf) = densitas udara di permukaan (pcf)
6.9.Lumpur Inhibitif
6.9.1. Pendahuluan
Untuk pengelompokan lumpur, pembagian garis antara lumpur freshwater dan
saltwater ditentukan oleh kadar garam. Jika konsentrasi garam sebesar 10.000
ppm atau kurang, maka lumpur tersebut disebut sistem freshwater, sedangkan
diatas 10.000 ppm sistem lumpur tersebut diformulasikan dan dirawat sebagai salt
mud (lumpur garam). Ada beberapa jenis salt mud, yaitu : brackish-water mud
dengan konsentrasi garam dari 10.000 sampai 20.000 ppm; seawater mud
mengandung garam 20.000 sampai 40.000 ppm; cut-brine mud dibuat dari oilfield
brines dan berbagai konsentrasi garam dari 40.000 ppm sampai mendekati batas
saturasi (jenuh); saturated salt muds dengan kadar garam maksimum 315.000
ppm. Lumpur pemboran yang mengandung garam lebih dari 10.000 ppm biasanya
diklasifikasikan secara salah sebagai freshwater mud. Sebagai contoh, lime mud
yang mengandung garam 40.000 ppm masih disebut sebagai lime mud, atau gyp
mud yang mempunyai kadar garam 50.000 ppm tetapi disebut gyp mud, bukan
sebagai gyp-salt mud. Tetapi pada kenyataannya, berdasarkan klasifikasi diatas
lumpur tersebut adalah merupakan salt mud.
Salt mud digunakan jika memperbaiki air yang mengadung konsentrasi garam
tinggi, jika aliran air garam menghambat penggunaan freshwater system, jika
menembus salt stringer atau formasi garam masif, dan untuk menghambat hidrasi
formasi yang sensitif terhadap air. Beberapa atau semua faktor diatas terlibat
dalam pemilihan salt mud yang dapat digunakan pada pemboran ditempat
tertentu.
Chapter ini akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis-
jenis salt mud, penggunaan salt mud secara efektif untuk pemboran pada
lingkungan tertentu, dan perawatan salt mud secara umum.
6.9.3.2 Perawatan
1. Jika viskositas terlalu rendah, tambahkan prehydrated bentonite, polyanionic
cellulose, atau CMC.
2. Jika viskositas naik diatas range yang diinginkan, encerkan dengan air laut
dan tambahkan lignosulfonate
3. Menjaga kadar padatan tetap rendah (total low-density solids content, lb/bbl
bentonite-eqivalent content, MBT) dengan pemrosesan lumpur melalui
peralatan pemisahan padatan
4. Menjaga total hardness level (Ca++ dan Mg++) dibawah 200 ppm
5. Menaikkan densitas lumpur dengan barite jika diperlukan.
6.9.4.2 Perawatan
Tambahkan air laut kedalam sistem untuk menjaga volume, gunakan high-
speed shaker dengan ukuran saringan yang halus, desander, dan desilter untuk
membersihkan sistem lumpur dari padatan yang terikut.
Menjaga total hardness (Ca++ dan Mg++) kurang dari 100 ppm dengan soda
ash dan caustic soda
Jika sifat aliran tidak dapat dikontrol dengan pengenceran, flokulasi, atau
secara mekanis, tambahkan 2 sampai 4 lb/bbl lignosulfonate
Untuk menaikkan densitas, tambahkan barite
yang diperoleh dari lokasi setempat. Tabel 6.3 menunjukkan banyaknya garam
dalam pound per barrel (lb/bbl) yang diperlukan untuk densitas sampai 9,97 lb/gal.
Air tawar memerlukan 123 lb.bbl garam untuk mencapai saturasi, yang setara
dengan 311.300 ppm garam. Ada beberapa kerancuan dalam laporan kadar
garam terlarut dibandingkan dengan larutan jenuh. Pada konsentrasi rendah -
10.000 ppm sebagai contoh, dengan 1 wt%, tetapi larutan jenuh garam dilaporkan
sebagai 311.300 ppm bukan 31,13 wt%, yang kenyataannya 31,13 Ã 1,1972 (sp
gr) atau 26 wt%.
Ada banyak jenis lumpur jenuh garam yang digunakan secara rutin. Dalam
pembahasan ini hanya dibatasi untuk jenis sistem lumpur paling baru yang
ditekankan pada konsep low-solid. Lumpur lama, yaitu lumpur attapulgite-starch
saturated-salt telah digunakan lebih dari 50 tahun. Formulasi dan perawatannya
telah banyak ditulis dalam berbagai literatur tidak akan diulang disini.
6.9.5.2. Perawatan
1. Untuk menaikkan viskositas, tambahkan prehydrated bentonite
2. Tambahkan hanya dengan saturated brine kedalam sistem untuk menjaga
volume
3. Menjaga total hardness kurang dari 100 ppm dengan menggunakan caustic
soda dan soda ash
4. Gunakan selective flocculant, desander, dan desilter untuk menjaga kadar
padatan minimum
5. Menjaga fluid loss dalam range yang diinginkan dengan menambahkan
prehydrated bentonite dan polyanionic cellulose
6. Jika viskositas naik sampai diatas batas yang ditentukan akibat
terakumulasinya padatan, maka tambahkan lignosulfonate barite untuk
menaikkan densitas.
6.9.6.2. Perawatan
1. Air jenuh garam digunakan untuk menjaga volume sistem lumpur
2. Karena kunci keefektifan kinerja lumpur ini adalah solids control, maka rig
harus dilengkapi dengan high-speed shale shaker, desander, dan desilter.
Tambahkan selective flocculant dalam flowline untuk mempermudah
pemisahan padatan yang terikut dalam lumpur
3. Jika viskositas yang dihasilkan dari akumulasi padatan tidak dapat dirawat
dalam range yang diinginkan dengan peralatan pemisah padatan dan bahan
kimia flokulan, maka tambahkan lignosulfonate antara 2 sampai 4 lb/bbl
4. Menjaga total hardness (Ca++ dan Mg++) kurang dari 100 ppm dengan soda
ash dan caustic soda
5. Untuk menaikkan densitas, tambahkan barite.
6.9.7.3. Perawatan
Penambahan harian bahan-bahan xanthan gum, KCl, FL-1, dan gilsonite
berdasarkan kedalaman lubang bor karena bahan-bahan tersebut mengisap
atau menempel pada cutting dan menutupi formasi. Oleh karena itu, penting
sekali adanya pemantauan kandungan ion potassium seperti metoda yang
distandarkan dalam API-RP-13.
a). Sedimentasi
Ukuran butir clay yang kecil (fraksi halus) menyebabkan ia ditransport
tersuspensi dalam media air, sehingga membentuk koloid mengstabil yang
sangat tergantung dari muatan listrik partikel, sehingga diperlukan elektrolit untuk
menstabilkannya, tetapi bila konsentrasi elektrolit tidak berlebihan maka koloid
yang tadi akan diendapkan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap sedimentasi
clay adalah reaksi kimia dan kuat lemahnya arus transport. Arus yang terlalu
kecil akan mengakibatkan terendapkannya koloid tadi sedangkan untuk
beberapa koloid misalnya koloid humus hanya stabil oleh adanya zat-zat kimia.
b). Sementasi
Ukuran butir clay yang halus dan kemampuannya membentuk koloid
menyebabkan ia bertindak sebagai semen pada batuan sedimen. Proses ini
terjadi dimana koloid, fragmen batuan dalam air setelah ditrasport lalu
diendapkan dan diakumulasi pada suatu tempat dan terkompaksi sehingga air
terperas keluar. Pengaruh dan penyesuaian dengan lingkungan, membentuk diri
sebagai bahan perekat fragmen-fragmen batuan sedimen.
c). Kompaksi
Proses kompaksi ini menyebabkan air terperas keluar, makin besar tekanan
overburder kompaksi akan semakin kuat sehingga porositas dari batuan yang
terbentuk akan makin berkurang demikian pula permeabilitasnya. Kecepatan
sedimentasi yang tinggi akan menyebabkan air terjebak didalam material clay
sehingga seolah-olah butiran-butirannya terapung di dalam air (air formasi).
Proses kompaksi juga mungkin akan menyebabkan perubahan mineralogi clay.
Dari proses kompaksi ini dapat diketahui terjadinya tekanan abnormal pada
formasi shale yaitu dengan melihat bahwa tekanan geostatik sebagian besar
didukung oleh air formasi (formasi shale), sedangkan air tersebut sebagian
terjebak di dalam material clay sehingga perhitungan tekanan formasi
berdasarkan tekanan hidrostatik akan lebih kecil dari tekanan yang sebenarnya.
Ketiga bentuk distribusi diatas ditunjukan oleh Gambar 6.28 dibawah ini.
Kaolinite memiliki kristal dan sudut sisi yang baik (Gambar 6.31), namun ada
juga yang berbentuk kristal tidak sempurna dengan tepi yang bergigi.
Mineral dickite berbentuk hexagonal yang memanjang pada arah tertentu.
Morfologi mineral lainnya dapat dilihat pada Gambar berikutnya.
Unit yang kledua adalah silika tetrahedron, dimana atom silika terletak dipusat
struktur dengan jarak yang sama terhadap keempat atom oksigen atau gugus
hidroksil sehingga struktur ini seimbang. Group silika tetrahedral ini membentuk
jaringan hexsagonal serta membentuk mineral dengan komposisi Si 4O6(OH)4
seperti terlihat pada Gambar 6.41 dibawah ini.
(1). Mineral Allophane. Struktur mineral allophane amorp seperti gelas, sehingga sulit
untuk mengetahui kehadiran dan jumlah kandungannya di dalam materail clay.
Pada deskripsi komposisi material clay, bila tidak 100 % kristalin, maka sisanya
dianggap mineral allophane. Struktur kristalnya terdiri dari silica pada struktur
tetrahedral dan metalic ion pada struktur octahedral, misalnya pada phosphate
tetrahedron.
(2). Mineral Kaolinite. Strukturnya merpakan gabungan dari satu sheat silica tetrahedral
dan satu sheet alumina octahedral dalam satu unit sehingga ujung dari sheet
tetrahedral dan octahedral membentuk struktur seperti yang terlihat pada Gambar
6.43.
Formula dari struktur ini adalah Al2S12O5(OH)4 dan dari perhitungan teoritis
struktur ini memiliki komposisi 43.54 % SiO2, 39,50 % Al2O3 dan 26,96 % H2O.
Sedangkan ketebal;annya adalah kira-kira 7 Angstrom.Dikarenakan adanya superposisi
dari atom-atom oxigen dengan gugus hidroksil pada batas unit, maka masing- masing
unit akan saling berikatan, sedangkan atom hidrogen berada diantara laipsan-lapisan,
dengan ini mineral tersebut tidak cepat larut dalam air.Anggota dari group kaolinite ini
antara lain adalah dickite dan nacrite. Keduanya memiliki bentuk dan struktur kristak
yang mirip dengan struktur kristal yang diterangkan di atas. Perbedaannya terletak
pada posisi dan aturan unit silicate. Kedua mineral tersebut di atas (dickite dan nacrite)
jarang atau sukar sekali ditemukan didalam material clay. Electron micrograph mineral
kaolinite (Gambar 4) menunjukan unit-unit pelapisan yang agak memanjang dan
berbentuk baik. Sering pula ditemukan sisi-sisi yang agak melengkung. Dimensi
memanjang tadi besarnya kira-kira 0,35 micron dengan tebal 0,5-2 micron.
(3). Mineral Halloysite. Struktur dari mineral ini menyerupai kaolinite, hanya
perbedaannya pada mineral halloysite terdapat kelebihan air. Kelebihan ini
disebabkan ikatan pada tiap-tiap lapisan mineral halloysite lebih lemah
dibandingkan ikatan pada kaolinite. Dengan demikian struktur dari mineral halloysite
terbentuk dari urutan-urutan lapisan yang disisipi lapisan air. Diagram strukturnya
dapat kita lihat pada Gambar 6.44.
(6). Mineral Chlorite.Mineral ini tidak kompak dan memiliki butiran-butiran yang halus,
akibatnya bentuk kristalnya sukar diamati. Kebanyakan mineral clay chlorite
memiliki struktur kristal trioctahedral,tetapi ada juga yang mempunyai struktur
dioctahedral. Secara keseluruhan mirip struktur kristal (trioctahedral) mica dengan
komposisi umumnya (OH)4(SiAl)8(MgFe) 6020, dan untuk yang berstruktur mirip
brucite mempunyai komposisi umum (MgAl)6(OH)12. Diagram struktur mineral
chlorite tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.47.
(7). Mineral Velmiculite.Mineral ini mempunyai struktur yang dibentuk oleh selang-
seling lapisan air dengan struktur mica dengan jarak 4.98A. (tebal dua molekul air),
dimana struktur mika tadi berupa lapisan-lapisan trioctahedral. Mineral vermiculite
dengan komposisi (OH)4 (MgAl)x(Si5-xALx) (Mg.Fe)6020.yH2O dengan x=1 sampai
1.4 dan y=8, mempunyai kapasitas pergantian kation yang cukup besar. Diagram
dari struktur kristalnya dapat dilihat pada Gambar 6.48.
Mineral sepiolite mempunyai struktur kristal yang memiliki sifat-sifat umum yang
sama dengan struktur attapulgite. Perbedaannya terutama pada jumlah
pergantian atom-atom magnesium atau silica yang lebih kecil, tetapi mempunyai
ukuran bentuk bijih yang lebih besar dari pada attapulgite. Hal ini berlaku pula
untuk mineral palygorskite. Hal ini berlaku pula untuk mineral palygorskite yang
tercampur dengan mineral-mineral clay lainnya.
air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun oleh plat clay, dan
molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri,
sehingga keseluruhan clay akan mengembang.
Masalah lain dari pergantian kation ini adalah pengaruhnya terhadap
permeabilitas clay, sebagaimana dapat ditunjukan sebagai contoh pada Gambar
24 dibawah ini. Jumlah kation yang diabsorbsi tergantung pada jenis mineral
clay, konsentrasi air, jenis kation dan konsentrasi relatif dari kation. Namun
menurut Marshal sebagian dari kation yang diabsorbsi mengalami ionisasi.
b). Anion Exchange (pergantian anion)
Reaksi pergantian anion sangat sulit diselidiki dikarenakan adanya kemungkinan
mineral clay akan mengurai salama reaksi berlangsung. Kasus ini ditemukan
pada absorbsi phospate olek kaolinite, dimana terjadi pengrusakan struktur
kaolinite yang disebabkan bereaksinya ion phosphate dengan alumina pada
struktur kristalnya disamping pergantian gugusan hidroksil dephosphate. Berikut
adalah beberapa kemungkinan penyebab terjadinya pergantian anioan.
1. Adanya rantai ikatan yang putusditepi partikel mineral clay. Rantai yang
putus tadi diperkirakan akanmenyediakan tempat (muatan) negatif sebanyak
tempat (muatan) positif sekeliling sisi mineral clay, sehingga diharapkan
kapasitas pergantian anion sama dengan kapasitas pergantian kation.
2. Perpindahan ion hidroksil pada permukaan partikel mineral clay.
3. Geometri dari anion-anion dalam hubungannya dengan geometri struktur
mineral clay. Anion-anion seperti phosphate, arsenate, borate yang
mempunyai ukuran dan geomerti yang sama seperti pada silica dengan
struktur tetrahedral, mungkin terserap secara sempurna pada pinggir silica
tersebut.
Suatu bentuk konfigurasi molekul-molekul air yang diserap oleh mineral clay
dikemukan oleh Hendricks dan Jefferson (1938) yang didasarkan pada orientasi
srtuktur dan konfigurasi molekul yang mengikat oksigen atau gugusan hidroksil
pada permukaan lapisan basalt dalam satuan cell mineral clay. Konfigurasi
molekul air tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.52 dan Gambar 6.53. Pada
Gambar 6.52 ditunjukan bahwa lapisan air tersusun atas molekul air yang
berhubungan dengan jaringan struktur hexagonal. Struktur ini sebagian adalah
akibat dari distribusi muatan dari molekul air yang berbentuk tetrahedral, dimana
dua sudut dari struktur ini diisi oleh kelebihan electron.
Gambar 6.52. Susunan Oksigen dan Hidrogen pada jaringan molekul air.
Tiap sisi dari jaringan hexagonal harus dihubungkan dengan ikatan dari
molekul air yang langsung menuju muatan negatif dari molekul disampingnya.
Gambar 6.53. Konfigurasi jaringan molekul air yang terikat pada permukaan
mineral clay.
Gambar 6.53 menunjukan bahwa pengikatan terjadi karena gaya tarik antar
atom-atom hidrogen yang tidak termasuk dalam jaringan ikatan molekul air dan
permukaan lapisan oksigen dari mineral clay. Disini dianggap bahwa atom- atom
oksigen terletak sebidang, dan konfigurasi ini relatif terbuka pada molekul-
molekul air. Kemantapan dari bidang lapisan molekul air dapat dilihat dari
hubungan geometris dari atom-atom oksigen atau gugusan hidroksil terhadap
kerangka silica.
Air yang diserap oleh mineral clay tersebut akan bertahan pada temperatur
yang relatif rendah, karena dengan pemanasan pada temperatur 100o sampai
150o air tersebut akan dilepaskan. Kondisi air yang terikat ini dibagi tiga kategori,
yaitu :
1). Air yang berada dipori-pori, dipermukaan dan disekeliling partikel-partikel
mineral clay.
2). Air yang berupa sisipan-sisipan diantara bidang pelapisan unit silicate yang
dapat menyebabkan pengembangannya (swelling) mineral clay tersebut. Hal
tersebut terjadi pada mineral montmorillonite, Vermiculite dan halloysite.
3). Air terdapat dalam tabung-tabung terbuka diantara perpanjangan unit-unit
strukturnya, yang mana hal ini terjadi pada mineral sepolite dan attapulgite.
Energi untuk pemindahan air pada kategori 1sangat kecil dan temperatur
peneringannya sedikit diatas temperatur ruangan. Sedangkan air pada
kategori 2 dan 3 memerlukan energi tertentu untuk memindahkannya yang
sempurna.
Kecepatan pemindahan lapisan-lapisan air bertambah sebanding dengan
naiknya temperatur. Untuk halloysite reaksi tidak reversible, dan mineral yang
mengalami hidrasi biasanya tidak dapat mengembalikan sifat semulanya.
Vermiculite dan montmorillonite akan mengalami hidrasi kembali dengan susah-
payah, apabila proses dehidrasinya berlangsung dengan sempurna, tetapi ini
akan mudah apabila masih ada bekas-bekas air yng tinggal diantara unit-unit
pelapisan mineral tersebut.
invasi yang terjadi (dengan permeabilitas yang kecil) serta untuk mencegah
terjadinya keguguran formasi.
Rate dari filtration loss tergantung dari komposisi lumpur pemboran yang
digunakan, temperatur, dan tekanan differensial. Pengukuran filtration loss di
laboratorium dilakukan dengan menggunakan standard filter pressure, dimana
lumpur ditempatkan pada sebuah silinder yang pada dasarnya dipasang kertas
filter, sedangkan diatasnya dikenakan tekanan udara atau gas. Hasil dari
percobaan ini adalah dapat dilaporkan volume filtrate dan tebal mud cake
yanmg terbentuk. API filtration rate (statik) adalah cc filtrate/30 menit pada
tekanan differensial 100 psig. Sedangkan mud cake diukur tebalnya dalam
satuan per tigapuluh dua inchi. Pengukuran tersebut mempunyai sifat kondisi
yang statik yaitu bila pemboran berhenti, yang sudah tentu akan berbeda bila
dalam kondisi dinamik yaitu bila terjadi sirkulasi dan penghancuran mud cake
atau filter cake yang terbentuk oleh bit.
a. Filtrasi Statik
Fluida loss melalui filter cake dapat dirumuskan sebagai berikut :
2 LP1b t
V ......................................................... (6-63)
b ro W
V Konst. t ........................................................... (6-64)
Persamaan di atas menyatakan bahwa volume filtrate sebanding dengan akar
pangkat dua dari waktu filtrasinya.
Diamna :
L = konsentrasi yang sebanding dengan filtration area
P = Tekanan pendorong (driving pressure)
= viskositas liquid filtrate
ro = konstanta yang dipengaruhi oleh tahanan pengaliran
filtrate per-unit berat solid dalam filter cake
b = Konstanta kompressible
t = waktu filtrasi
w = berat dari bahan padat per-unit volume dari filtrasi yang dihasilkan
V = volume dari filtrate yang dihasilkan
Rumus diatas berlaku bila spurt atau semprotanf filtrate sebelum terbentuk
mud cake tidak diperhitungkan, dan temperatur kedua test sama. Bila
temperatur kedus test tidak sama, maka perlu koreksi sebagai berikut :
1
V2 V1
2
dimana :
2 ,1 = viscositas cairan pada temperatur T1 dan T2.
Hubungan antara volume filtrate dengan waktu filtrasinya dapat dilihat pada
Gambar 6.55, sedangkan Gambar 6.54 menunjukkan hubungan antara fluid
loss dengan tekanan filtrasinya.
Pada filtrasi statik dimana filtrasi berlangsung sewaktu tidak ada sirkulasi
lumpur pemboran dan rotasi drill string, mud cake terbentuk secara sempurna
sehingga invasi mud filtrate-nya kecil, dengan perkataan lain volume filtratenya
kecil, dengan perkataan lain volume filtratenya akan lebih kecil dibandingkan
volume filtrate dinamik. Faktor-faktor yang mempengaruhi filtrasi statik lain
adalah
Jenis lumpur pemboran yang digunakan
Tekanan Filtrasi
Viscositas dan Temperatur
Gambar 6.55. Hubungan volume Filtrat dengan Waktu Filtrasi (metoda standar
API water loss).
b. Filtrasi Dinamik
Filtrasi dinamik adalah filtrasi yang berlangsung sewaktu adanya sirkulasi
lumpur dan rotasi drill string. Filtrasi dinamik merupakan hasil yang paling
besar, yang mana akan tercapai sewaktu adanya aktivitas pemboran. Pada
saat itu terjadi penggabungan filtrasi dinamik dan filtrasi di bawah bit.
Suatu persamaan mengenai filtrasi dinamik sehubungan dengan lossfluida
setelah mud cake mencapai ketebalan tertentu (keseimbangan ketebalan)
telah diturunkan oleh Outman's sebagai berikut :
dimana :
V = Rate aliran fluida
kf = permeabilitas filter cake (diukur dari statik filtration loss).
b = viskositas filtrate cairan)
f = koefisien internal friction antara partikel padat dengan filter
cake, empiris.
d = ketebalan lapisan permukaan filter cake setelah tercapai
keseimbangan dengan erosi yang dideritanya, empiris.
-v+1 = Compaction coeficient, angka yang menunjukkan kesen
sitifan tekanan pada kompresibilitas filter cake (antara
0.10 - 0.15)
F = shear force; Harga ini dapat diperoleh dengan rumus :
Dimana :
D = diameter saluran
Y = Yield point, lb/100 ft2
Pada filtrasi dinamis mud cake yang terbentuk sangat mungkin untuk rusak
akibat gesekan denganm drill string, atau kena erosi oleh fluida pemboran. Hal
tersebut akan menambah filtrate yang masuk ke dalam filtrasi yang masuk ke
dalam formasi. Apabila pemboran menembus formasi shale dimana di
dalamnya terdistribusi mineral clay yang swelling maka akan terjadi hidrasi
mud filtrate tadi oleh clay sehingga terjadi pembengkakan lempung (clay
swelling) di dalam formasi, dan ini tidak dikehendaki, karena dapat
menyebabkan tidak stabilnya formasi (sumur pemboran) tersebut. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi filtrasi dinamik antara lain adalah:
kecepatan sirkulasi lumpur pemboran
jenis lumpur pemboran yang digunakan
tekanan filtrasi
Viskositas dan temperatur
Hubungan antara rate filtrasi dinamik dengan waktu filtrasi untuk beberapa
jenis lumpur pemboran dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
Sebagai contoh data experimen untuk perbandingan invasi mud filtrate dapat
dilihat pada Gambar 6.61, sedangkan pada Gambar 6.62 ditunjukkan
hubungan antara volume filtrasi dengan waktu untuk beberapa jenis lumpur.
Gambar 6.61. Invasi mud filtrate karena filtrasi dari bawah bit.
Gambar 6.62. Filtrasi dari bawah bit dari jenis lumpur yang berbeda.
a. Clay Swelling
Clay yang dapat mengembang ini (expandable clays) terdiri dari
kelompok mineral smectites (monmorillonite) dan mineral vermiculite.
1. Mineral-mineral smectites terdiri dari :
Montmorrilonite
Saponite
orite
Beidellite
2. Mineral Vermiculite
Mengingat muatan listrik yang sama akan saling tolak menolak dan
sebaliknya, dan dengan ikatan oleh ion Na+, maka ikatan antar platnya
akan lemah, sehingga bila dimasukan ke dalam air, ia akan mengurangi
dan air akan terhisap ke permukaan clay sebagai proses hidrasi, sehingga
akan menyebabkan mineral tersebut membengkak (swelling).
b. Clay Non-Swelling
Clay non-swelling (unexpandable clays), pada pokoknya ia menyerap air
hanya saja dalam jumlah yang sangat kecil. Kelompok mineral ini terdiri
dari:
mineral Illite
mineral Chlorite
mineral Kaolinite
Sebagai contoh jenis mineral yang sering dijumpai dalam operasi
pemboran adalah mineral kaolinite. Struktut mineral ini terdiri dari satu
perlapisan silica octahedral dan diagramnya (sengle kaolinite plate) dapat
dilihat pada Gambar 6.65.
bila terjadi kontak antara clay dengan fluida pemboran yang fasa utamanya
adalah air (water base drilling fluids).
Agregasi adalah bertambahnya daya ikat antar plat pada permukaan
clay yang menyebakan clay bersangkutan memiliki kecenderungan untuk
lebih menyatu. Agregasi (Aggregation) merupakan kebalikan dari sifat
dispesi yang dimiliki oleh clay yang swelling (Expandable clays). Pada
Gambar 6.68 ditunjukan sifat dispersi dan agregasi dari bentonite dalam air.
Sifat lain dari clay yang swelling dalam air adalah flokulasi dan deflokulasi
(flocculation dan deflocculation). Floculation berarti bertambahnya sifat
mengikat antar tepi dari plate-plate clay. Gambar 6.68 juga dapat
menunjukkan sifat-ifat tersebut.
Dalam dunia perminyakan khususnya dalam teknik pemboran, jenis clay
yang dapat mengembang atau menghidrat (swelling clay) yang paling
umum ditemui adalah montmorrilonite, sehingga seringkali nama
montmorrilonite digunakan untuk mewakili semua jenis clay yang
mengembang (swelling). Semakin dalam penguburan batu serpih(siltstone),
semakin sedikit jumlah mineral clay yang montmorrilonite di dalamnya,
sebalinya akan bertambah clay yang kaolitik. Karena kedalaman
berhubungan dengan usia geologi, maka jumlah fraksi clay dalam batu
serpih (formasi shale) juga bervariasi terhadap perioda geologi, seperti
ditunjukan oleh Gambar 3.69. Pada Gambar tersebut ditunjukan bahwa
pada perioda Tersier mineral montmorrilonite mempunyai distribusi
terbesar, sedangkan pada periode pre-Upper Mississippian jumlah terbesar
dimiliki oleh gabungan (mix-layer) mineral montmorrilonite-Illite.
Gambar 6.69. Distribusi relatif dari empat jenis mineral clay dalam formasi-
formasi shale pada perioda geologi.
6.10.3. Prinsip Pengukuran
Ada dua macam yang biasa dipakai untuk mengukur swelling clay
dilaboratorium yaitu Geonor swelling atest dan CBR Test. Pada prinsipnya
pengukuran swelling dengan dua alat tersebut adalah sama, dimana
pengembangan sample (clay) setelah terjadi hidrasi (clay mengabsorbsi air)
menimbulkan menyimpangan "dial swell" sedangkan besarnya tekanan swelling
dari suatu sample adalah tekanan yang dihasilkan dari gaya persatuan lias plate
untuk mengembalikan sample ke keadaan/ketinggian awal (elevasi awal, dial
swell = ho) dan ini diwakili oleh gaya yang maximum, yaitu ketika swelling
mencapai maximum pada akhir percobaan.
Gaya untuk mengembalikan sample evaluasi awal pada Geonor Swelling
Test dimobilisasikan dengan kedua alat tersebut adalah harga "dial swell" yang
menunjukkan besarnya swelling sample dan tekanan swelling yaitu tekanan
untuk melawan agar sample tidak mengembang (swelling).
a. Dial Swell
Dial swell dalam posisi awal adalah ketika sample mempunyai ketinggia ho, yang
diperoleh melalui proses kompaksi dan expansi berdasarkan prinsip sedimentasi.
Dial swell akan bekerja beberapa saat setelah sample kontak dengan air
(mengabsorbsi air) skala yang terbaca pada dial swell ini adalah besarnya
swelling sample yang perbandingannya terhadap ho memberikan persentase
swelling sample.
b. Tekanan Swelling
Tekanan swelling adalah besarnya tekanan untuk menjaga agar sample tidak
mengembang (swelling).
Pada prakteknya tekanan swelling merupakan gaya persatuan luas plate (diatas
sampl untuk mengembalikan sample ke evaluasi awal yaitu ho. Jadi tekanan
swelling disini adalah gaya persatuan luas untuk melawan pengembangan atau
desakan swelling. Gaya ini dimobilisasikan melalui alat yang disebut "warm gear"
dan besarnya terbaca pada "dial swell" tekanan swelling yang representatif untuk
suatu sample adalah tekanan swelling maximum yaitu pada akhir percobaan.
c. Waktu
Pengukuran kedua parameter di atas dilakukan untuk interval waktu yang umum
yaitu pada tiap :
(15,30) detik, (1,2,4,8,15 dan 30 ) menit, (1,2,4 dan 24) jam untuk tiap sample.
6.10.3.2. Peralatan
Gambar alat Geonor Swelling Test dapat dilihat pada Gambar 6.69. Bagian-
bagian terpentingnya adalah :
1. Lucite Cylinder yang di dalamnya terdiri dari:
silinder sample
filter paper
filter keramik
filter stone
2. Dial Swell
3. Dial Gouge
4. Warm Gear
5. Pengontrol Dial Reading
2. Preconsolidation, yaitu :
Mengatur dial gouge dan mengenakan gaya sebesar 200 t/m2
melalui "warm gear" untuk konsolidasi sample. Keseimbangan pada
sample akan dicapai selama 4 sampai 10 jam.
Lepaskan gaya (dial gouge = 0) dan biarkan mengembang sampai
pada ketinggian konstan (ho). Pengembangan akan berkisar antara
0.5 sampai 1 mm untuk montmorrilonite dan berlangsung selama 8
sampai 16 jam. Catat ho = h silinder - h comp + hexpansi
3. Absorbsi, yaitu :
Air yang telah disaring dimasukan ke dalam lucite cylinder setinggi
sample. Absorbsi akan berlangsung melalui filter. Waktu mulai
dicatat.
4. Tekanan Swelling
Pengembangan (swelling) akan terjadi setelah sample kontak
dengan air (absorbsi). Dial swell serempak bekerja.
Gaya akan bekerja melalui warm gear untuk mengembalikan ke
evaluasi awal ho. Gaya ini yang terbaca pada dial gouge dan
menggambarkan 1.10 tekanan swelling sample.
5. Pengukuran :
Pembacaan dilakukan setelah :
Sesuai dengan waktu pengukuran yang dibaca, diperoleh hasil
secara tabulasi sebagai berikut
Tabel 6.7. Hasil pengukuran Swelling dengan Alat Geonor Swelling Test
Waktu Dial Dial Swell Tekanan Swelling
Gauge Swelling (%)
Hubungan antara tekanan swelling sample dengan waktu dapat dilihat pada
Gambar 6.71. Sedangkan untuk hubungan antara swelling sample dengan waktu
dapat dilihat pada Gambar 6.70. Secara keselurhan prinsip pengukuran swelling
sample dengan menggunakan alat Geonor Swelling Test, dapat digambarkan
secara grafis pada Gambar 6.71.
Gambar 6.73 Prinsip Pengukuran Swelling Dengan alat Geonor Swelling Test.
6.10.4.2. Peralatan
Bagian-bagian penting alat dapat dilihat pada Gambar 3.74- 3.75. Bagian-
bagian tersebut yaitu :
1. Silinder
2. Ring logam
3. Batu porous
4. Plat logam (besi atau kuningan)
5. Beban kerja/rencana
3. Dial-swell
Gambar 6.75 Swelling Sample Terhadap Waktu Untuk Satu Jenis Sample Pada
Tiap beban Kerja.
Tekanan swelling sample (Pss) diperoleh dari beban kerja maksimum (Bms),
yaitu dimana pada beban kerja tersebut sample tidak mengembang lagi.
B
Pss ms
As
dimana
As = Luas permukaan plat di atas sample
Dial Swell H
Swelling SampleS s
Tinggi Awal Tinggi mold
dimana
Ho = Tinggi awal sample (tinggi mold CBR).
H
Ss x 100%
Ho
Ada tiga istilah yang sering muncul dalam literatur lumpur pemboran, yaitu :
oil-emulsion mud, oil-base mud, dan invert emulsion mud. Istilah ©oil-emulsion
mudª hanya digunakan untuk oil-in-water system. Oil-base mud biasanya
mengandung 3 - 5% air yang teremulsi dalam minyak sebagai fasa kontinyu.
Invert-emulsion mud dapat mengandung sampai 80% air (walaupun secara
umum sekitar 50%) teremulsi dalam minyak. Sedangkan dua yang terakhir
adalah water-in-oil emulsion.
Jenis emulsi yang terbentuk ketika dua macam cairan yang tidak tercampur
secara mekanis terpotong akibat penambahan bahan kimia emulsifier. Gambar
6.77 menunjukkan bentuk struktur dari emulsifier strearic acid. Polar head dari
molekul ini larut dalam air, sementara non polar tail larut dalam media organik,
seperti diesel oil. Jika strearic acid terlarut, hidrogen menjadi terpisah dari
kelompok hidroksil pada polar head. Jika kation sodium bebas (Na+) hadir, maka
terbentuk oil-in-water emulsion. Jika kation divalen seperti kalsium (Ca++)
hadir, akan menghasilkan suatu struktur yang bercabang dua. Hal ini
cenderung membentuk suatu permukaan minyak yang cembung yang
membentuk water-in-oil emulsion.
Pemotongan mekanis dari campuran diesel oil, air, dan emulsifier dengan
struktur yang bercabang dua memecah air menjadi butir-butir yang lebih kecil
dari gabungan dengan suatu film molekuler pada setiap butiran tersebut. Film
tersebut adalah merupakan bidang kontak antar permukaan antara minyak dan
air dimana emulsifying agent terkonsentrasi. Fungsi dari emulsifier adalah untuk
mengurangi tegangan antar permukaan, yang secara alamiah butir-butir air
cenderung akan bergabung. Dengan mengkonsentrasikan emulsifier pada
bidang antar permukaan molekuler antara butir-butir minyak dan air, maka
tegangan permukaan akan berkurang. Butir-butir air yang telah berkurang
menjadi kecil oleh adanya energi mekanis, maka tidak akan membentuk kembali
menjadi butir-butir yang lebih besar jika emulsifier yang digunakan sudah
mencukupi.
Ukuran butir-butir air adalah merupakan kunci stabilitas emulsi dan
menentukan sifat-sifat viskositas dan gel strength. Butir-butir ini karena
ukurannya menjadi kecil, dan seragam ukurannya akibat pemotongan mekanis
dan distabilkan dengan emulsifier, maka ukurannya mendekati koloid yang
memberikan kekuatan struktur untuk mengangkat cutting dari dasar lubang bor
dan menahan cutting tersebut ketika lumpur dalam keadaan diam.
Tiga kriteria dasar untuk pembuatan emulsi, yaitu pemotongan mekanis
(mechanical shearing) yang cukup untuk memperkecil butir-butir air dengan
ukuran yang seragam; emulsifying agent dalam jumlah yang memadai untuk
memisahkan butir-butir air dan mencegahnya agar tidak bersatu lagi; dan minyak
yang viskositasnya rendah sebagai fasa eksternal. Jumlah energi atau kerja
yang diperlukan untuk mendispersikan air ke dalam minyak berhubungan
langsung dengan viskositas cairan fasa kontinyu. Mobilitas (berapa kecepatan
emulsifier sampai ke bidang antar permukaan molekular) juga tergantung dari
viskositas fasa eksternal. Kriteria-kriteria atau faktor-faktor tersebut harus
dipertimbangkan pada saat mencampur oil-base mud, terutama invert emulsion,
pada lokasi pemboran (rig site).
perilakunya sangat berbeda dengan naiknya tekanan. Viskositas air tetap tidak
berubah dengan naiknya tekanan, tetapi viskositas diesel oil, sebagai contoh,
naik secara tajam dengan bertambahnya tekanan.
Gambar 6.78 menunjukkan apparent viscosity diesel oil vs. tekanan pada
temperatur 100oF, 200oF, 300oF, dan 350oF. Dari Gambar tersebut secara
mudah dapat disimpulkan bahwa pada berbagai kombinasi temperatur dan
tekanan di dasar lubang bor apparent viscosity akan bertambah besar. Pada
kasus lain, apparent viscosity berkurang. Hal ini merupakan masalah pokok,
mengapa engineer tidak dapat menggantungkan pengukuran di permukaan
ketika memperkirakan kehilangan tekanan, bit hydraulics, kapasitas
pengangkatan cutting. Beberapa mud company telah mengembangkan metoda
dan faktor koreksi untuk memperkirakan harga apparent viscosity sistem oil-
base, sehingga engineer dapat mentreatment dan melakukan perhitungan
hidrolika. Chart-chart dan Tabel-Tabel yang dikembangkan oleh mud company
berdasarkan pada asumsi bahwa lumpur minyak akan dipengaruhi oleh
temperatur dan tekanan dengan cara yang sama seperti diesel oil.
(1) base oil (diesel, mineral oil, dsb.) menggantikan air atau larutan sabun dalam
pembersihan sampel dan peralatan, dan (2) total %volume padatan yang
dilaporkan meliputi kadar garam, bahan pemberat, cutting, dan kadar
bentonit komersial. Menurut
(2), hal ini sangat penting untuk mengetahui low specific gravity kadar padatan
sebenarnya untuk menganalisa problem yang ada dalam lumpur. Low gravity
solid disebut LGS dihitung dari data retort seperti ditunjukkan pada Tabel 6.8.
Tabel 6.9 memberikan densitas larutan dan faktor koreksi volume baik untuk
sodium chloride maupun calcium chloride.
Gambar 6.79 dan 6.80 menunjukkan kadar padatan terkoreksi vs. densitas
untuk lumpur minyak yang diperberat dengan hematite atau barite. Gambar-
Gambar tersebut telah dikoreksi untuk water-soluble solids, yaitu : sodium
chloride, calcium chloride, atau campuran dalam oil-base mud. Grafik-grafik
tersebut sangat berguna baik di kantor maupun di lokasi pemboran untuk
menentukan keefektifan teknik solid-control yang digunakan dalam menjaga
konsentrasi low specific-gravity solids pada batas yang ditentukan. Tiga garis
diplot pada setiap grafik. Garis di dasar adalah hematite atau barite, minyak, dan
10%, 20%, atau 20% air. Garis kedua pada semua grafik diberi label ©poor
solids aboveª. Garis ketiga dari dasar diberi label ©maximum allowable solidsª.
Engineer mempertahankan oil-base mud total jumlah padatan yang tidak terlarut
tetap berada diantara dasar (bottom) dan garis kedua, tetapi tidak melebihi
maksimum ©allowable solids lineª.
terhadap air sama dengan gaya kompaksi. Afinitas ini sering disebut sebagai
gaya hidrasi permukaan, yaitu sama dengan tekanan overburden dikurangi
tekanan formasi. Gaya kompaksi adalah sama seperti formation matrix stress
dan dapat diperkirakan sebagai berikut :
OB = PP + MS
MS = OB - PP
dimana ;
OB = tekanan overburden, psi/ft.
PP = tekanan formasi, psi/ft.
MS = matrix stress, psi/ft.
Biasanya, tekanan overburden besarnya 1 psi/ft, sedangkan tekanan formasi
dan matrix stress masing-masing sebesar 0,465 psi/ft dan 0,535 psi/ft. Dapat
dilihat dengan mudah bahwa tekanan formasi lebih tinggi, matrix stress lebih
rendah dan gaya hidrasi permukaan lebih rendah.
Perkembangan gaya hidrasi permukaan dalam shale adalah merupakan
alasan utama mengapa shale menjadi tidak stabil jika berhubungan dengan air
tawar. Penelitian telah dilakukan baik menggunakan pendekatan fisik maupun
kimia untuk mencegah hidrasi shale dalam sistem air tawar. Mekanisme kedua
adalah osmotic swelling merupakan prinsip ketidak-stabilan shale ketika
pemboran menggunakan oil-base mud.
Dengan mendefinisikan bahwa osmosis adalah aliran pelarut dari larutan
yang konsentrasinya kurang kedalam larutan yang kosentrasinya lebih tinggi
melalui selaput (membrane) semipermeable. Hal ini dijelaskan dengan Gambar
6.81. Dalam oil-base mud, interfacial film disekitar setiap butir-butir air teremulsi
beraski sebagai film semipermeable. Jika fluida yang terdiri dari fasa air
(internal) dalam fasa minyak (eksternal) mengandung salinitas lebih tinggi dari
fluida formasi, maka akan terjadi transfer fluida dari shale, dan akibatnya akan
terjadi dehidrasi pada shale. Sebaliknya jika air bersatu dengan shale yang
mempunyai kadar garam lebih tinggi dari air dalam fasa internal lumpur
pemboran, maka akan terjadi transfer fluida ke dalam shale, sehingga dapat
menaikkan gaya hidrasi. Pada saat ini umumnya oil-base mud mempunyai
konsentrasi calcium chloride sebesar 400.000 ppm. Konsentrasi ini dapat
menghasilkan tekanan osmotik sebesar 13.100 psi, merupakan gaya yang cukup
untuk memªdesorbª air dari clay yang mengandung montmorilonite dengan
konsentrasi tinggi. Dalam beberapa kasus, tekanan osmotik turun secara drastis
antara 5.000 dan 10.000 psi. Tekanan tersebut dapat dihasilkan oleh 220.000
sampai 310.000 ppm CaCl2. Larutan jenuh sodium chloride akan
menembangkan tekanan osmotik sebesar 5.800 psi. Maka, dapat terbukti bahwa
mengapa pada umumnya oil-base mud mengandung calcium chloride.
Gambar 6.81. Pengaruh tekanan osmotik, gerakan air berkadar garam rendah
menuju ke kadar garam tinggi
Berikut adalah petunjuk praktis yang dapat membantu dalam penyiapan dan
perawatan oil-base mud menstabilkan lubang bor yang bermasalah :
1. Shale biasanya mengandung clay yang dapat menghidrat dengan naiknya
kompaksi karena bertambahnya kedalaman, yang berarti bahwa gaya hidrasi
permukaan berkurang.
2. Pada umumnya salinitas yang lebih tinggi diperlukan dengan bertambahnya
kedalaman untuk memerangi pengaruh tekanan osmotik.
3. Pada umumnya shale dapat dikontrol dengan aktivitas antara 0,52 dan 0,53,
yang dihasilkan dari 300.000 sampai 350.000 ppm CaCl2.
4. Dengan naiknya temperatur aktivitas lumpur juga bertambah, tetapi aktivitas
formasi berkurang.
Hal-hal penting yang harus diingat untuk logging pada oil-base mud meliputi:
1. Resistivitas formasi dapat ditentukan dengan log induksi
2. Log radiasi dapat dikombinasikan dengan log lain untuk tujuan korelasi
3. Porositas ditunjukkan melalui sonic, densitas, atau log neutron, baik secara
terpisah maupun kombinasi
4. Sidewall core dan wireline formation test dapat dilakukan pada oil-base mud
dengan menggunakan gamma ray tool.
6.13 menyajikan problem-problem yang biasanya terjadi pada oil-base mud dan
ditunjukkan bagaimana cara mengenali problem dan mengontrolnya.
Teknologi formulasi dan perawatan oil-base mud sangat berbeda dengan
water-base mud. Biasanya lumpur ini dicampur pada lokasi tertentu dan
dikapalkan ke lokasi pemboran dalam kondisi siap untuk didorong (displaced)
kedalam lubang bor. Jika persiapan dilakukan di lokasi pemboran, maka
diperlukan peralatan penyimpanan, dan pembersihan yang memadai.
Contoh 1 :
Jika Oil Water (O/W) rasio adalah 75/25 (75% oil, V1, dan 25%, V2), hitung densitas
lumpur tersebut.
Diketahui :
Densitas diesel oil, D1 = 7,0 ppg
Densitas air, D2 = 8,33 ppg
Rumus :
(V1) (D1) + (V2) (D2) = (V1 + V2 ) DF
Contoh 2.
Menghitung volume awal dari oil plus water dengan mengetahui densitas akhir dan
volume dari lumpur.
Diketahui :
W1 = 7,33 ppg (o/w ratio -75/25)
W2 = 16,0 ppg
Dv = 100 bbl
DAFTAR PUSTAKA
Bab VII
Hole Problem
Terjadinya invasi mud filtrat ke dalam formasi produktif yang mengandung clay
(formasi shale atau formasi dirty sands dengan kandungan claynya lebih tinggi)
akan mengakibatkan terjadinya hidrasi air filtrat oleh clay sehingga terjadi
pembengkakan (swelling) dari partikel-partikel clay tersebut. Keadaan tersebut
mengakibatkan well bore damage (formation damage), yaitu pengurangan
permeabilitas dari formasi produktif disebabkan berubahnya sifat-sifat fisik batuan
reservoir karena swelling tadi di daerah formasi produktif.
Persentase air yang terikat tadi sebesar dari ruang pori-pori sehingga bila
dijumlahkan dengan Swi (ireducible water saturation) mula-mula menjadi total
non movable water saturation (Swnm) sebesar:
S wnm S wi h clean sand
Gambar 7.4. Hidrasi air oleh partikel clay pada formasi shaly sands
Tabel 7.1. Efek invasi filtrat terhadap permeabilitas minyak pada lapangan
Paloma USA
Kedalaman invasi mud filtrat ke dalam formasi telah dibicarakan dalam bab
sebelumnya (mengenai filtration dinamik), tetapi selain itu jarak invasi mud filtrat
dapat diketahui secara kualitatif dari porositas formasi. Porositas yang kecil pada
suatu tempat menunjukkan jarak invasi mud filtrat ke dalam formasi tersebut.
Gambar 7.5 menunjukan distribusi fluida secara kualitatif setelah terjadi invasi
mud filtrat di sekitar lubang bor.
Gambar 7.5. Distribusi Radial Fluida Di Sekitar Lubang Bor Sesudah Invasi Mud
Filtrat (kualitatif)
Luas daerah invasi mud filtrat di sekitar lubang bor tergantung dari
karakteristik filtrasi lumpur, tekanan differensial antara formasi dengan lubang
bor (tekanan hidrostatik), lama kontak lumpur pemboran dengan dinding lubang
bor serta karakteristik batuan dalam formasi. Gambar 7.6 menunjukan kondisi di
sekitar lubang bor sesudah terjadinya invasi mud filtrat ke dalam formasi.
dimana :
P1 jam = Tekanan setelah satu jam test, psi
m = Kemiringan kurva build up test
= Porositas, fraksi
k = Permeabilitas, md
= Viscositas, cp
C = Compressibilitas batuan, psi-1
rw = Jari-jari lubang sumur, ft
Dari persamaan itu juga dapat kita mengetahui, bila harga:
S > 0 berarti ada kerusakan Ka < Ke
S = 0 berarti tidak ada kerusakan Ka = Ke
S < 0 berarti ada perbaikan Ka > Ke
Kurva pressure build up test menetukan P skin dapat kita lihat pada (Gambar
7.8) sedangkan (Gambar 7.9) menunjukan pola aliran radial fliuda dalam reservoir.
Gambar 7.8. Kurva dari PBU test untuk menentukan harga skin
Gambar 7.10. Distribusi tekanan dalam resevoir setelah terjadinya skin effect.17)
Turunnya harga productivity indeks ini dapat pula dihitung dengan persamaan:
PI k o / o Bo
........................................................ (7-9)
PI mulamula ln re / ra k e / k a ln ra / rw
b. Breksiasi
Breksiasi terjadi karena adanya earth stress yang menghasilkan rekahan.
Rekahan yang terjadi dapat menyebabkan lost circulation. Gambar 7.12
menunjukkan rekahan yang ditimbulkan oleh breksiasi.
Selain itu, lost circulation dapat terjadi pada depleted zone. Depleted sand
sangat potensial untuk terjadinya lost. Formasi produksi dalam lapangan yang sama
dapat menyebabkan tekanan subnormal akibat produksi dari fluida formasi. Dalam
kasus ini, berat lumpur yang diperlukan untuk mengontrol tekanan formasi yang
lebih dangkal, mungkin terlalu tinggi untuk lapisan sand dibawahnya. Akibatnya
lapisan sand menjadi rekah dan akan dimasuki lumpur. Kasus seperti ini sering
dijumpai pada pemboran sumur pengembangan, dimana tekanan formasi telah
turun akibat sumur-sumur yang telah ada sudah lama berproduksi (Gambar 7.15).
dimana :
Q = Laju Volume, bbl/dt
h = Tinggi lapisan, ft
k = Permeabilitas, md
Pw = Tekanan lubang bor, psi
Pf = Tekanan radius efektif, psi
Rw = Radius lubang bor, pft
R f = Radius efektif lubang bor
= Viskositas fluida, cp
Menurut CHILINGARIAN, 1983, tipe granular adalah jenis LCM yang sangat
baik digunakan. Namun demikian, untuk lebar rekahan yang lebih dari 0,22 inch
material ini tidak berguna lagi. Penggunaan bahan plug yang dapat terhidrasi
dengan cepat jika bercampur dengan air atau water base mud, seperti bentonit +
diesel oil (BDO) akan memberikan efektivitas penyumbatan yang baik.
Bentonit Diesel Oil (BDO) termasuk penyumbatan jenis lunak dan biasanya
digunakan untuk mengatasi hilangnya lumpur yang disebabkan rusaknya formasi
akibat fluida pemboran. Lumpur (water base mud) + BDO dicampur dengan
perbandingan 1:3 sebelum dipompakan dalam zone hilang lumpur melalui
rangkaian pipa bor.
Gambar 7.16 menunjukkan pengaruh jumlah lumpur (persen volume) yang
digunakan terhadap yield strength mempunyai harga yang maksimum.
Polymer plug digunakan baik untuk menyumbat zona lumpur pada rekahan
yang disebabkan operasi pemboran maupun rekahan alami. Campuran polymer
bentonit 10:90 dapat mengembang, baik menggunakan air tawar maupun air
asin, membentuk suatu jaringan yang dapat menyumbat zona hilang lumpur.
Gambar 7.16. Pengaruh persentase lumpur pada M+BDO terhadap Yield strength
a. Accelerator
Thickening time bubur semen (cement slurry) portland tergantung pada
temperatur dan tekanan, sesuai dengan kekuatan tekanan (compressive
strength) dari semen tersebut, yang juga tergantung pada temperatur dan
tekanan. Suatu saat additive accelerator dapat ditambahkan untuk mempercepat
tercapainya thickening time sehingga semen mempunyai kekuatan tekan yang
mampu menahan beban uji sebesar 500 psi.
Mekanisme acceleration didalam bubur semen sehingga saat ini belum dipahami
secara seluruhnya. Akan tetapi suatu studi telah menemukan pengaruh dari
CaCl2 terhadap laju hidrasi dan pengembangan kekuatan tekan yang lebih dini.
Kesimpulan umum dari studi ini adalah bahwa acceleration seperti CaCl 2 tidak
menyatu dengan produk hidrasi baru tetapi hanya mempengaruhi laju hidrasi
dimana semen tersebut ditempatkan. Dengan kata lain CaCl2 mempercepat
pembentukan Ca(OH)6. Kondo et all, telah menemukan mekanisme tersebut
berdasarkan laju difusi dari Alkalikhlorida melalui selaput tipis semen portland ke
dalam larutan kalsium hidroksida. Hasil studi menunjukkan bahwa laju difusi ion-
ion Cl- adalah empat kali lebih cepat daripada kation alkali. Hal ini berarti bahwa
pada dasarnya penetralan elektrik dijaga oleh difusi ion OH- dari larutan Ca(OH)6.
b. Retarder
Retarder adalah zat kimia yang digunakan untuk memperlambat setting semen
(kebalikan dari accelerator), yang diperlukan untuk mendapatkan waktu yang
cukup dalam penempatan semen. Retarder yang tersedia dipasaran antar lain :
salt (D44), lignosulfonate dan turunannya (D13, D81, D800, dan D801, turunan
sellulosa (D8), dan polyhydroxy organik acid dan sugar additive (D25, D109).
c. Dispersant
Dispersant biasanya digunakan untuk mengontrol rheologi bubur semen agar
pada pemompaan yang rendah menghasilkan aliran turbulen. Hal ini diperlukan
untuk mengangkat sisa-sisa lumpur yang masih terdapat dalam kolom annulus.
Selain itu dispersant juga dapat menurunkan kadar air dalam semen, sehingga
akan menaikkan kekuatan semen tersebut.
d. Extenders
Extenders digunakan untuk menurunkan densitas bubur semen, sehingga
tekanan hidrostatik dasar sumur relatif lebih kecil selama penyemenan. Selain
itu, extanders dapat menaikkan yield bubur semen. Material yang termasuk
extenders antara lain bentonit, D-75, silicates, litepi D-124 dan lain-lain.
e. Zat Pemberat
Zat pemberat digunakan untuk menjaga tekanan hidrostatik, agar tekanan pori
yang tinggi dapat diimbangi. Pada kondisi demikian biasanya berat lumpur yang
digunakan berkisar antara 18 - 18,5 lb/gal. Material yang termasuk zat pemberat
antara lain ilmenite, hematite, dan barite.
Gambar 7.17. Skema Kedudukan Penyemenan Multi Stage Untuk Mengatasi Lost
Circulation.
jika bercampur dengan lumpur, yang diperlukan untuk menutup daerah hilang
lumpur. Dalam keadaan statik, kekuatan tekan akan berkembang sangat cepat.
Berdasarkan hal ini, ditentukan suatu komposisi bentonit dan semen yang
optimum, yaitu pada perbandingan 1:6.
Gambar 7.20 menunjukkan pengaruh persentase lumpur yang digunakan
terhadap shear strength maksimum yang dapat dicapai akan lebih besar.
Sedangkan penambahan Q-Broxin pada BDOC akan menurunkan viskositas
campuran yang mengakibatkan kecilnya shear strength maksimum yang dapat
dicapai.
Metoda ini dilakukan dengan memompa campuran air dan udara kedalam
lubang. Jumlah air yang dipompa ke dalam lubang dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan. Setelah daerah vugular dilewati, pipa dapat diset atau aerated
water drilling dapat diteruskan.
ROP
log
e
d 60 x k x RPM
.............................................................................. (7-14)
12 x WOB
log 6
10 x D
Dari data laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung besarnya
d-exponent pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan (3). Dengan
memasukkan data densitas lumpur yang digunakan, diasumsikan bahwa
densitas lumpur normal (rmn) adalah 9 ppg, dilakukan perhitungan d-exponent
terkoreksi menggunakan persamaan 4. Hasil perhitungan d-exponent terkoreksi
kemudian diplot terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 7.26.
Pada Gambar 7.22 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier
hingga kedalaman 10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari
kenyataan tersebut, dapat ditarik suatu garis lurus yang melewati titik-titik dcorr
sebelum kedalaman 10500 ft dan garis tersebut dinamakan garis d-exponent
normal (dnormal) dengan kemiringan garis adalah 0,000038, sehingga garis
tersebut mempunyai persamaan garis sebagai berikut:
dnormal = 0.000038 x depth + 1.23
Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar
23.
Dari Gambar 7.24 dapat dilihat pada kedalaman 2100 m nilai d'eksponen mulai
menyimpang ke arah kiri, yang menandakan adanya formasi bertekanan abnormal.
Hal ini juga dapat dilihat pada plot EMW, yaitu pada kedalaman 2111 m EMW mulai
bertambah. Namun kemudian terlihat bahwa tekanan ekuivalen formasi terus naik
hingga mencapai puncaknya pada kedalaman 2350 m, yaitu sekitar 35 ppg. Hal ini
tidak realistis, sebab seharusnya tekanan abnormal formasi tidak mencapai harga
ini. Biasanya tekanan abnormal hanya berkisar antara 11 hingga 17 ppg. Selain itu
dapat dilihat juga bahwa lumpur yang digunakan saat pemboran tidak pernah
mencapai nilai EMW dari d'eksponen tadi. Berat lumpur maksimum hanya mencapai
16.2 ppg pada kedalaman 2500 m.
Kejadian yang menarik di sini ialah pada interval kedalaman zona abnormal
(kurang lebih 2200 hingga 2700 meter) pemboran menggunakan bit jenis PDC,
berbeda dengan zona di atasnya, yaitu bit jenis three cone bit. Seperti kita ketahui,
pemboran dengan menggunakan PDC bit akan mempunyai laju penetrasi yang
sangat tinggi, bisa mencapai 6 hingga 30 kali pemboran dengan three cone bit
untuk kondisi yang sama.2) Dengan demikian, perkiraan tekanan formasi dengan
menggunakan d'eksponen koreksi ini akan mengalami kesalahan karena perbedaan
sifat-sifat dari bit yang digunakan. Laju penetrasi yang tinggi akibat penggunaan
PDC Bit ini akan mengakibatkan nilai d'eksponen koreksi bergeser lebih ke kiri
(semakin kecil) (Gambar 7.24) walaupun seandainya tidak terdapat perubahan
tekanan formasi, sesuai persamaan (3). Pergeseran akibat penggunaan PDC bit ini
dapat dilihat dengan jelas pada plot EMW terhadap kedalaman (Gambar 7.25), yaitu
pada kedalaman 2215 m terdapat pergeseran/peningkatan EMW secara drastis,
dari sekitar 15 ppg menjadi sekitar 25 ppg.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada operasi pemboran yang
menggunakan dua jenis bit, yaitu three cone bit dan PDC bit, perhitungan
d'eksponen pada interval kedalaman yang menggunakan PDC Bit harus dikoreksi,
yaitu koreksi terhadap harga d'eksponen terkoreksi. Untuk melakukan ini penulis
menggunakan data dari dua buah sumur pada reservoar yang sama, di mana pada
zona abnormal masing-masing sumur menggunakan bit PDC. Penulis berusaha
menyelaraskan perkiraan tekanan pori formasi (EMW) dengan berat lumpur yang
dipakai pada saat itu dan juga dengan membandingkannya dengan hasil perkiraan
tekanan pori batuan di lapangan, sehingga dapat ditentukan suatu koreksi terhadap
harga d'eksponen terkoreksi.
Hal lain yang patut dicermati ialah pada interval kedalaman di bawah zona
tekanan abnormal (di bawah 2760 m), terdapat juga kesalahan perhitungan EMW
formasi, di mana EMW formasi pada zona ini lebih besar dari berat lumpur yang
digunakan pada kedalaman tersebut (Gambar 7.25), suatu hal yang tidak mungkin,
karena pemboran pada sumur ini bukan merupakan pemboran under balanced.
Kesimpulan yang dapat ditarik di sini ialah akibat perubahan ukuran bit (pada
interval ini ukuran bit ialah 8.5", sedangkan ukuran bit pada interval di atas formasi
bertekanan normal ialah 17.5"). Jadi pada interval kedalaman di bawah formasi
tekanan abnormal tadi juga perlu dilakukan koreksi terhadap d'eksponen terkoreksi
akibat perubahan ukuran bit.
Setelah melakukan beberapa set perhitungan trial and error maka diperoleh dua
konstanta koreksi, yaitu masing-masing konstanta koreksi terhadap penggunaan bit
PDC dan koreksi terhadap perubahan ukuran bit (dari 17.5" menjadi 16.5").
Ternyata konstanta koreksi terhadap bit PDC ialah sebesar 0.226. Artinya, pada
interval kedalaman yang menggunakan bit PDC, nilai d'eksponen terkoreksi perlu
ditambahkan dengan 0.226. Angka ini ternyata berlaku juga untuk sumur kedua,
walaupun keduanya menggunakan bit PDC dengan seri yang berbeda.
Sehingga persamaaan Dcorr yang telah dikoreksi terhadap penggunaan PDC
menjadi:
9
D' corr x d 0.225 .................................................................................. (7-17)
MW
Hal yang sama juga dilakukan terhadap d'eksponen normal pada kedalaman di
bawah zona bertekanan abnormal (seksi 8.5"), yaitu dengan menambahkan faktor
koreksi sebesar 0.35 pada d'eksponen terkoreksi, akibat perubahan ukuran bit dari
17.5" menjadi 8.5". Selain itu, pada kedalaman bit PDC juga perlu ditambahkan
faktor koreksi (sebesar 0.2) karena pada kedalaman ini juga terjadi perubahan
ukuran bit (17.5" menjadi 16.5"). Angka koreksi ini ternyata juga berlaku untuk
sumur kedua. Untuk penggunaan yang lebih umum dibuat persamaan yang dapat
mendekati hubungan antara besarnya faktor koreksi terhadap perubahan diameter
bit, dengan asumsi hubungan antara faktor koreksi dan perubahan diameter bit ialah
linier.
f c 0.04 x d1 d 2 ........................................................................................... .(7-18)
Sehingga persamaan Dcorr pada kedalaman yang mengalami perubahan
ukuran bit menjadi:
x d v0.04 x d1 d 2 .................................................................... (7-19)
9
D' corr
MW
Bila terdapat suatu interval kedalaman yang mengalami perubahan ukuran bit
dan juga menggunakan PDC maka kedua koreksi di atas harus dilakukan. Plot
d'eksponen koreksi yang telah dikoreksi terhadap perubahan tipe dan ukuran bit
dapat dilihat pada Gambar 7.26.
Gambar 7.26. Plot d-exponen terkoreksi yang telah dikoreksi terhadap type bit
PDC dan ukuran Bit
Gambar 7.27. Plot EMW dan berat lumpur yang telah dikoreksi terhadap tipe Bit
PDC dan ukuran bit.
Gambar 7.27a. Plot EMW dan berat lumpur yang telah dikoreksi terhadap tipe Bit
PDC dan ukuran bit.
Secara praktis dalam penentuan gradien tekanan overburden ini selain dari
analisa log juga dapat ditentukan sbb: (lihat Gambar 29)
l i, i
Gob i 1
....................................................................................... (7-23)
Dn
dimana:
Gob = gradien tekanan overburden, psi/ft
Ii = ketebalan ke-i, ft
ri = berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc
Dn = kedalaman, ft
P P
K a 3,2 ob 2,224 jika ob 0,94 ....................................................... (7-31)
D D
atau dari grafik pada Gambar 12, sehingga kita mendapatkan rumus akhir :
P P P
Fr ob K a .............................................................................. (7-32)
D D
Gambar 7.34. Contoh Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien Rekah Terhadap
Kedalaman
Latihan 1
DAFTAR PUSTAKA
BAB VIII
Pressure Losses
(Kehilangan Tekanan)
8.1. Pendahuluan
Gambar 8.1, menunjukkan skema bagian peralatan sistem sirkulasi yang terdiri
dari drill string, bit dan peralatan permukaan. Pada bagian-bagian tersebut, fluida
akan mengalami gaya gesek (friksi) sehingga sistem sirkulasi akan kehilangan
energi ketika fluida dipompakan mulai dari titik (1) sampai titik (2) dan kembali ke
titik (3) di mud tank.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang perhitungan kehilangan tekanan (pressure
loss) akibat gaya friksi di setiap bagian dari sistem sirkulasi. Perhitungan
kehilangan tekanan tersebut dibagi kedalam 3 bagian yaitu:
i. Surface Connection Losses (Kehilangan Tekanan pada sambungan
permukaan)
ii. Pipe and Annular Losses (Kehilangan Tekanan di dalam pipa dan
annulus)
iii. Pressure drop across bit (Kehilangan tekanan di bit)
atau
dimana :
= Densitas lumpur (lbm/gal atau kg/l)
Q = Flow rate (gpm atau l/min)
E = Konstanta, tergantung dari tipe peralatan permukaan
yang digunakan
PV = Plastic viscosity (cP)
Terdapat empat tipe peralatan permukaan, dimana tiap tipe menunjukkan
dimensi dari standpipe, kelly, rotary hose dan swivel (Tabel 8.1).Nilai konstanta E
ditunjukkan pada Tabel 8.2.
8.2.2. Pipe and Annular Losses (Kehilangan Tekanan di dalam pipa dan annulus)
Kehilangan tekanan sepanjang pipa dapat terjadi di drillpipe dan drillcollar
yang ditunjukkan pada Gambar 1 (P2 dan P3). Kehilangan tekanan di annulus
ditunjukkan oleh P4 dan P5 ada Gambar 1. Besarnya kehilangan tekanan di P2,
P3, P4 dan P5 tergantung pada:
a. Dimensi dari drillpipe atau drillcollar (ID, OD, dan panjang DP atau DC)
b. Rheologi lumpur pemboran (densitas, plastic viscosity dan yield point)
c. Jenis aliran (turbulent, laminar atau plug)
Beberapa hal khusus yang menyebabkan naiknya kehilangan tekanan di
annulus adalah:
1. Surge pressure ketika menurunkan kembali pipa, setelah round trip.
2. Tekanan udara yang terjebak di dalam lumpur setelah terbentuk gel
strength.
3. Tekanan yang disebabkan oleh impact force ketika sirkulasi dihentikan.
4. Flokulasi lumpur yang disebabkan oleh kontaminasi kimia pada saat
treatment lumpur.
5. Bertambahnya densitas lumpur karena perbandingan.
Ldc
Ploss k l . k r m .....................................................................................(8.5)
10
dimana :
Ldc = Panjang Drill-collar, ft
c. Anulus Drill Collar
Untuk menghitung anulus drill collar seperti halnya drill collar menggunakan 8.7
rumus yang dipakai sama dengan drillcollar.
d. Drill Pipe dan Anulusnya
Perhitungan drill pipe dengan anulus drill pipe dihitung bersama-sama
sekaligus, tidak seperti drill collar dipisahkan. Persamaan yang dipakai adalah
8.5 dan yang dipakai untuk menentukan koefisien lossnya adalah Tabel 8.8
8.4. Penentuan Kehilangan Tekanan Dengan Slow Pump Rate Test (SPRT)
Harga kehilangan tekanan (pressure loss) dapat dicari dengan pembacaan Slow
Pump Rate Test (SPRT). Pertama dari pembacaan SPRT, dapat diketahui
normal rate dan slow rate dari pompa. Selain itu juga, dapat diketahui pressure
pump pada saat pemompaan normal rate dan pada saat pemompaan slow rate.
Dari SPRT dapat diperoleh data-data:
1. Normal rate (Q1)
2. Slow Rate (Q2)
3. Pump pressure pada normal rate (P1 @ Q1)
4. Pump pressure pada slow rate (P2 @ Q2)
5. Luas nozzle (An)
6. Kehilangan tekanan di bit (Pb)
7. Mud Weight
Setelah itu, dilakukan perhitungan untuk menentukan luas nozzle, yaitu:
Q
An 0,32 ................................................................................................. (8.6)
V
atau
ukuran nozzle
2
An 3 x .......................................................................... (8.7)
4 32
dimana :
An = Luas nozzle, in2
Q = Laju alir, gpm
V = Kecepatan lumpur di bit, ft/s
Kemudian ditentukan tekanan parasitik (Pp) pada saat normal rate dan slow rate
dengan rumus:
Q2
Pp Pm An 2 .................................................................................... (8.8)
10858
dimana :
Pp = Tekanan parasitik, psi
Pm = Tekanan maksimum pompa, psi
= Densitas lumpur, ppg
Q = Laju alir, gpm
An = Luas nozzle, in2
Latihan 1 :
Data dari suatu sistem pemboran diketahui sebagai berikut :
Drillstring : 4-1/2 in
OD : 3.826 in
ID : 12600 ft
Drillcollar : 7 in
OD : 3 in
ID : 900 ft
Kedalaman sumur : 13500 ft
Sifat-sifat lumpur : 15 ppg
: 38 cp
: 10 lb/100 ft2
Laju alir : 7.5 bbl/min
Casing : 10500 ft
: 8.755 in ID
Open hole : 8.5 in
Bit size : 8.5 in
Kombinasi nozzle : 12-12-12
Surface loss : 52 psi
Berdasarkan data tersebut di atas :
Buatlah sketsa geometri lubang dan rangkaian pipa pemboran sesuai dengan
kondisi tersebut di atas.
Tentukanlah berapa tekanan minimum pompa yang harus disediakan di
permukaan dengan menggunakan metoda Bingham dan Power Law
Bandingkan hasil perhitungan antara kedua metoda tersebut di atas,
bagaimana komentar saudara.
Latihan 2 :
Diketahui :
Kedalaman : 15000 ft
Diameter bit : 7-7/8 in
Drill pipe : 4-1/2" OD ; 3.82" ID, 14500 ft
Drill colar : 6" OD, 500 ft
600 100.0
300 44.0
200 22.0
100 11.0
6 3.5
3 3.0
DAFTAR PUSTAKA
Bab 9
Dasar Dasar Pengangkatan Cutting
9.1. Pendahuluan
Dalam proses pemboran langsung, bit yang dipakai selalu menggerus batuan
formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam pemboran
berlangsung semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak
menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah pipe sticking maka
cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyaknya
cutting yang terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan.
Dalam proses rotary drilling lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan keluar ke
permukaan lewat anulus sambil mengangkat cutting, seperti terlihat pada Gambar
9.1 sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan untuk mengangkat
cutting ke permukaan dilakukan di anulus.
Cutting yang tidak dapat terangkat dengan baik akan mengendap kembali ke
dasar sumur dan mengakibatkan beberapa masalah dalam pemboran,
diantaranya :
1. Akan terjadi penurunan laju penetrasi dikarenakan penggerusan kembali
cutting yang tidak terangkat (regrinding).
2. Meningkatnya beban drag dan torque karena daya yang diperlukan untuk
memutar drill string semakin berat.
3. Kemungkinan terjadinya pipe sticking, yaitu terjepitnya pipa pemboran
dikarenakan tumpukan cutting yang mengendap.
Secara umum hubungan antara kecepatan slip, kecepatan cutting, dan kecepatan
minimum adalah sebagai berikut :
Dimana :
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
PV = Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft2
m = Densitas lumpur
dp = Diameter drillpipe, in
dh = Diameter lubang,
n
1
K dh dp
1 n 2
a n .............................. (9-14)
144 Vmin 0,0208
dimana :
a = Apparent viscosity , cP
510 300
K = Indeks konsistensi =
511n
600
n = Indeks kelakuan aliran = 3,32 log
300
dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
Vmin = Kecepatan minimum , ft/s
600 = Dial reading pada 600 rpm
300 = Dial reading pada 300 rpm
Gambar 9.4. Grafik antara Particle Reynold Number terhadap Friction Factor
Gambar 9.4 ini secara matematis memiliki persamaan:
Untuk NRe > 300 , aliran di sekitar partikel adalah fully turbulent dan friction
factor nya = 1.5
Untuk NRe < 3 ,aliran laminar dan friction factor-nya :
40
f ............................................................. (9-16)
N Re
Untuk 3 < NRe < 300 maka aliran transisi dan friction factor-nya:
22
f .......................................................... (9-17)
N Re
faktor friksi ini kemudian dapat digunakan untuk menentukan Vsl pada
persamaan.
ROP
Vcut .............................................. (9-19)
A pipe
36 1 C conc
Ahole
dimana :
Apipe = Luas penampang pipa, in2
Ahole = Luas penampang lubang, in2
Jika V cutting dinyatakan dalam ft/menit, maka persamaan (9-18) dapat ditulis:
ROP
Vcut ........................................... (9-20)
d p 2
60 1 C conc
d h
dimana:
Vcut = Kecepatan cutting. ft/min
Secara keseluruhan prosedur penentuan Vmin, Vcut dan Vslip pada sumur
vertikal dapat dilihat pada Gambar 9.5 berikut.
Gambar 9.5. Flowchart Penentuan V cut, V min, dan V slip untuk Sumur Vertikal
Prosedur penentuan transportasi cutting dengan metode Rudi dan Sindhu ini
dijelaskan pada Gambar 9.12.
s = 19,16 ppg
PV = 40 cP
YP = 17 lb/100 ft2
a = 145,7 cP
dh = 6 in
dp = 3,38 in
Dcut = 0,7283 in
ROP = 54 ft/hr
RPM =0
Cconc = 1.5 %
Kec. Pengangkatan Cutting:
....................................................... (9-38)
Asumsi Vslip :
Asumsi Slip Velocity = 0.1 ft/s
Vminiawal = 0,1 + 1,5578 = 1,6578 ft/s
5 Yp . ( Dhole D pipe )
a p
Vcrit ................................................... (9-26)
5 x 17 x (6 3,38)
a 40 174,32 cP
1,6578
Dengan melakukan iterasi sampai | Vsl2 - Vsl1 | < 0,01, didapatkan Vsl = 3,9758 ft/s
Perhitungan Koreksi Vslip
# Koreksi Angle Inclination :
Cang = 0,0342 (ang) - 0,000233 (ang)2 - 0,213 .................. (9-27)
Cang = 0,0342 (61,3526) - 0,0002338 (61,3526 )2 - 0,213 = 1,0052
Data :
= 61,352 o
m = 15 ppg
s = 19,16 ppg
PV = 40 cP
YP = 17 lb/100 ft2
a = 145,7 cP
dh = 6 in
dp = 3,38 in
Dcut = 0,7283 in
ROP = 54 ft/hr
RPM = 0
Cconc = 1,5 %
Kecepatan Cutting:
Dengan menggunakan konsentrasi cutting dan ROP yang sama dengan data diatas,
maka Vcut dengan persamaan (8) adalah :
ROP
Vcut ................................................... ................................ (9-18)
D pipe 2
36 1 C cone
Dhole
54
Vcut 1,4648 ft / s
3,38 2
36 1 1,5
6
Asumsi Vslip
Vsl1 = 0.1 ft/s
a = Apparent viscosity, cP
s = Densitas cutting, ppg
m = Densitas lumpur, ppg
f = Densitas fluida, ppg
600 = Dial reading pada 600 rpm
300 = Dial reading pada 300 rpm
Apipe = luas penampang pipa, in2
Ahole = luas penampang lubang, in2
Cconc = Konsentrasi cutting, %
dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
dcut = Diameter cutting, in
f = Friction factor
K = Indeks konsistensi
n = Indeks kelakuan aliran
NRe = Particle Reynold Number
PV = Plastic viscosity, cp
Vsl = Kecepatan slip, ft/menit
Vm = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vcut = Kecepatan cutting, ft/menit, ft/det
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
Vmin = Kecepatan minimum , ft/s
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft2
ROP = Rate Of Penetration, ft/hr
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam T. Bourgoyne Jr., Keith K. Millhelm, Martin E. Chenevert, F.S. Young Jr.,
SPE Textbook Series Vol. 2, "Applied Drilling Engineering",
First Printing Society of Petroleum Engineers, Richardson TX,
1986.
2. Beyer, A.H., et. al, "Flow Behaviour of Foam as Well Circulating Fluid", SPE
Reprint Series 6A, Drilling, SPE of AIME, Dallas, Texas, 1973.
3. Craft, B.C., et.al., "Well Design, Drilling & Production", Prentice Hall Inc., New
Jersey, 1962.
4. Dodge, D.G. and Metzner, A.B. , " Turbulent Flow of Non Newtonian System ",
AIChE J., 1959.
5. Gatlin, Carl., "Petroleum Engineering : Drilling and Well Completions", Prentice
Hall Inc., 1960.
6. J.M. Peden, J.T. Ford, and M.B. Oyenenin, Heriot-Watt U., SPE Paper, "
Comprehensive Experimental Investigation of Drilled Cuttings
Transport in Inclined Wells Including the Effects of Rotation
and Eccentricity", Oktober 1990, SPE No. 20925.
7. Lord, D.L., "Mathematical Analysis of Dynamic & Static Foam Behaviour", SPE
Symposium on Low Gas Permeability Reservoir, Dencer,
Colorado, 1979.
8. Lucky., Shindu, " Persamaan Baru Penentuan Kecepatan Minimum Lumpur
Untuk Mengangkat Cutting Sumur Vertikal, Miring dan
Horizontal", Tugas Akhir, Jurusan Teknik Perminyakan,
FIKTM, 1999.
9. Marsden, S.S., et.al., "The flow of Foam Through Short Porous Media &
Apparent Viscosity Measurements", Trans AIME, 1966.
Bab 10
Analisa Surge, Swab dan Slip
D p2
V k 2 V ……………………………………………….(10-2)
D D 2 p
h p
Vm = 1,5 . V ……………………………………………………….(10-3)
b. Untuk open pipe :
D p2 Di2
V K 2 V ……………………………………….(10-4)
D D 2
D 2 p
h p i
c. Untuk aliran laminer :
n
2,4 Vm 2 N 1 LK
Ps ……………………….(10-5)
3N 300 D D
Dh D p
h p
Ps
7,7 105 d m Q1,8 PV L
0 ,8 0, 2
……………………………………….(10-6)
Dh Dp 3 Dh Dp 1,8
dimana :
P = tekanan gel surge, psi
L = kedalaman sumur, ft
T = gel strength lumpur, lb/100 ft2
Dh = diameter lubang, in
Dp = diameter luar drill pipe, in
V = kecepatan fluida, ft/min
Vp = kecepatan pipa, ft/min
Di = diameter dalam pipa, in
PV = viskositas plastik, cp
Vm = kecepatan fluida maksimum, ft/min
Y = yield point, lbf/100 ft2
D p p f
0,5
175 D p p f
0 , 667
Vs 2
f 0,333 0,333
........................................................... (10-8)
Rh 600
N 3,32 log ............................................................................. (10-9)
Rh 300
Rh 300
K .......................................................................................... (10-10)
511N
dimana :
Vs = kecepatan slip partikel, ft/det
Dp = diameter partikel,inch
ρp = densitas partikel, ppg
ρf = densitas fluida pemboran, ppg
Cd = drag koefisien, dimensionless
μ = viskositas lumpur, cp
V = kecepatan annular, ft/det
N = indeks kelakuan aliran, dimensionless
K = indeks konsistensi aliran, dimensionless
Rh 300 = pembacaan rheometer pada 300 RPM
h 600 = pembacaan rheometer pada 600 RPM
Kecepatan slip aktual adalah ekivalen dengan harga yang lebih kecil antara
Vs1 atau Vs2.
DAFTAR PUSTAKA
Bab 11.
Hidrolika Fluida Pemboran
gc = convertion constant
a. Bingham Plastic
Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam hal ini
sebelum terjadi aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi suatu
harga minimum , yang disebut "yield point". Setelah yield point dilampaui,
maka penambahan shear stress lebih lanjut akan menghasilkan shear rate
yang sebanding, disebut juga "plastic viscosity". Bingham plastic dinyatakan
sebagai:
y p dVr ........................................... (11-3)
g c dr
Selain viscositas plastik ini, didefinisikan pula apparent viscosity (viskositas
semu) untuk Bingham plastic fluids, yaitu perbandingan antara shear stress
dan shear rate, yang tidak konstan melainkan bervariasi terhadap shear
stress. Gambar 11.1 menunjukan skema dari grafik aliran fluida Newtonian
dan Bingham plastic.
Gambar 11.1. Grafik Shear Stres vs Shear Rate Fluida Newtonian dan Bingham
Pada kondisi pemboran yang normal, aliran di anulus laminer seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 11.4.
Pada kondisi seperti itu dinding lubang yang belum tercasing mempunyai
selaput tipis sebagai pelindung yang disebut mud-cake, agar selaput yang
berguna tersebut tidak terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap
laminer. Untuk mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan
bilangan Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran akan
tetap laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk menentukan
kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.
1
1.08PV 1.08 9.3dh dp Yb 2 m 2
Vca ...................... (11-10)
mdh dp
dimana :
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
PV = Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point Bingham, lb/100 ft2
Jadi kecepatan lumpur di anulus harus diantara kecepatan slip dan kecepatan
kritik. Bentuk aliran di dalam pipa dapat dilihat pada Gambar 11.5.
1 4 2 40 2 – 1/4 19
2 5 2– ½ 40 3 – 1/4 7
3 5 2-1/2 40 3 – 1/4 4
4 6 3 40 4 3
Kerja aliran/pancaran lumpur keluar dari bit menuju batuan formasi merupakan
pokok pembicaraan dalam Bit Hydraulics, dengan kerja yang optimum maka
diharapkan laju penembusan (Penetration Rate) dapat ditingkatkan serta
3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax). Jika tidak
terpenuhi maka, Qopt = Qmax, sehingga
Pb Pm Kp.Qopt
Z
............................................. (11-21)
4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin).
Jika tidak terpenuhi, maka Qopt = Qmin, sehingga
Pb Pm Kp.Qopt
Z
............................................. (11-20)
c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :
1714.HPm
Qopt ............................................. (11-26)
Pm
3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmak).Jika tidak
terpenuhi, Qopt = Qmak
Pb = Pm-Kp.Qzopt ........................................... (11-31)
4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin).
Jika tidak terpenuhi, Qopt = Qmin
Pb = Pm - Kp.Qzopt .......................................... (11-32)
6. Perhatikan apakah HPs lebih kecil dari Daya pompa maksimum (HPm).
Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi yang lain.
4. Periksa Qopt tidak lebih besar dari Qmaks. Jika tidak terpenuhi maka: Qopt
= Qmaks
Z 1 1714 Hpm
Pb ..................................... (11-38)
Z 2 Qmak
5. Periksa Qopt tidak lebih kecil dari Qmin. Jika tidak terpenuhi maka: Qopt =
Qmin
Z 1 1714 HPm
Pb ..................................... (11-39)
Z 2 Q min
6. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari Pm.Jika tidak terpenuhi, coba
dengan kondisi pertengahan.
c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum dengan persamaan :
1714.HPm
Qopt .............................................. (11-40)
Pm
2. Hitung kehilangan tekanan di bit, dengan persamaan
Z
HPm.1714
Pb Pm Kp ............................... (11-41)
Pm
3. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :
1
m.Qopt 2 2
A
10858.Pb
11.5.4. Konsep JV
Langkah-langkah untuk menentukan optimasi dalam konsep Jet Velocity hanya
dibagi dua bagian.
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Tentukan rate optimum dengan persamaan: Qopt = Qmin
4. Perbaikan apakah HPs tidak lebih besar dari daya pompa maksimum
(HPm). Jika tidak terpenuhi, coba dengan kondisi daya maksimum.
HPm.1714
Ps ................................................ (11-45)
Q min
a. Konsep BHHP
Evaluasi dapat dilakukan melalui Horse Power per Square Inches (HSI) di bit.
Pb.Qopt
HSI ....................................................... (11-48)
1714. A
Pb.Qopt
HSI ....................................................... (11-49)
1346.d 2
b. Konsep BHI.
Dalam mengevaluasi hasil optimasi pada konsep BHI, dilakukan dengan
menghitung bit Impact (BIF).
BIF Ki.Q.Pb 0.5 ..................................................... (11-50)
c. Konsep JV
Dalam konsep ini evaluasi bisa dilakukan melalui kecepatan aliran di bit (Vb).
Vb Kv.Pb 0.5 .......................................................... (11-52)
Hasil evaluasi yang didapat hanya dapat dipakai untuk membandingkan satu
kasus yang sama yang dikerjakan dengan metoda/konsep yang sama antara
kondisi lapangan yang sedang dipakai dengan perhitungan optimasi yang didapat,
sedangkan untuk membandingkan tiap konsep dengan konsep lainnya tidak dapat
dilakukan, karena satu sama lain seperti telah dijelaskan sebelumnya mempunyai
kelebihan-kelebihan pada konsep masing-masing.
Contoh 1.
Kedalaman = 6000 ft
Rate minimum = 444 gpm
Rate maksimum = 762 gpm
Daya maksimum = 1388
Tekanan permukaan maksimum = 2145 psi
Densitas lumpur = 9.2 ppg
Dari Slow Pump Rate Test diperoleh:
Pp1 = 560 psi Q1 = 432 gpm
Pp2 = 155 psi Q2 = 211 gpm
Berdasarkan optimasi dengan konsep BHHP, BHI, dan JV dari data-data di atas,
tentukan:
1. Rate optimum
2. Tekanan permukaan yang digunakan
3. Kehilangan tekanan di bit
4. Kombinasi ukuran nozzle optimum
2. Desain Hidrolika
Hole Geometry:
Kedalaman sumur = 10000 feet
Intermediate Casing = 9,625 inch OD, 9,0 inch ID, 7000 feet Depth
String Configuration:
Drill Pipe = 4,0 inch OD, 3,25 inch
IDDrill Collar = 4,0 inch OD, 2,75 ID, 400 feet
DepthBit Size = 8,5 inch, with Nozzle 15-15-15
Lumpur :
Densitas = 8,9 ppg
Viskositas Plastik = 50 cp
Yield Point = 25 lb/100 ft2
Pump Data :
Maximum HP = 1500
Maximum Pressure = 3500 psia
Maximum Rate = 900 gpm
Minimum Rate = 230 gpm
Low Pump Rate Test:
Normal Rate = 500 gpm,
Pressure = 1100 psia
Slow Rate = 250 gpm,
Pressure = 310 psia
Drilling Parameter :
Weight on Bit = 30000 lbs
Rate of Penetration = 150 fph
Cutting Diameter = 0,65 inch
Cutting SG = 2.635
Pertanyaan :
Dalam Optimisasi hidrolika, dimana diameter nozzle tidak mungkin diubah
(tetap), berapa rate pemompaan optimum yang harus dilakukan?
3. Hidrolika Bit
Sebelum mengganti bit pada lubang 12 1/4 in, diketahui tekanan standpipe sbb:
DAFTAR PUSTAKA
Bab 12
Teori Umum Semen dan Penyemenan
12.1.2.2. Re-cementing
Dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan untuk
memperluas perlindungan casing di atas top semen.
berpengaruh dalam setting time semen, akan tetapi sangat menentukan dalam
kekuatan semen lanjut. Kadar C2S dalam semen tidak lebih dari 20%.
c. TRICALCIUM ALUMINATE
Tricalcium aluminate (3CaO.Al2O3) dinotasikan sebagai C3A, yang terbentuk dari
reaksi antara CaO dengan Al2O3.Walaupun kadarnya lebih kecil dari komponen
silikat (sekitar 15% untuk high-early strength cement dan sekitar 3% untuk semen
yang tahan terhadap sulfat), namun berpengaruh pada rheologi suspensi semen
dan membantu proses pengerasan awal pada semen.
d. TETRACALCIUM ALUMINOFERRITE
Tetracalcium aluminoferrite (12CaO.Al2O3.Fe2O3) dinotasikan sebagai C4AF,
yang terbentuk dari reaksi CaO, Al2O3, dan Fe2O3. Komponen ini hanya sedikit
pengaruhnya pada strength semen. API menjelaskan bahwa kadar C 4AF ditambah
dengan dua kali kadar C3A tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan
terhadap kandungan sulfat yang tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan
akan menaikan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A, dan berfungsi menurunkan
panas hasil reaksi/hidrasi C3S dan C2S.
b. Material ARGILLACEOUS
Material ini berisi clay atau mineral clay
Clay adalah bahan yang bersifat plastis bila basah dan keras bila
dipanaskan. Terdiri dari sebagian besar aluminium silikat dan mineral
lainnya.
Shale adalah batuan fosil yang terbentuk dari gabungan clay, lumpur dan silt
(endapan lumpur).
Slate adalah batu tulis adalah batuan yang padat dan berbutir baik, yang
dihasilkan dari pemampatan clay, shale dan batuan lainnya.
Ash adalah abu merupakan produk pembakaran batu bara.
b. Proses Pembakaran
c. Proses Pendinginan
d. Proses Penggilingan
a. Dry Process
Pada awal proses ini, mineral clay dan limestone sama-sama dihancurkan, lalu
dikeringkan di rotary dries. Hasilnya dibawa ke tempat penggilingan untuk
dileburkan. Kemudian hasil leburan ini masuk ke tempat penyaringan, dan partikel-
partikel yang kasar dibuang dengan sistem sentrifugal. Hasil saringan ini
ditempatkan di beberapa silo (tempat berbentuk tabung yang tertutup) dan setelah
didapat komposisi kimia yang diinginkan, kemudian akan melalui proses
pembakaran di Kiln. Susunan peralatannya dapat dilihat pada (gambar 12.2).
b. Wet Process
Material-material mentah dicampur dengan air, lalu dimasukkan ke tempat
penggilingan (Grinding Mill). Campuran ini kemudian dipompa melalui 'vibrating
screen'. Material-material yang kasar dikembalikan ke penggilingan, sementara
campuran yang lolos yang berupa suspensi ini ditampung pada suatu tempat
berbentuk kolom-kolom. Di tempat ini, suspensi mengalami proses rotasi dan
pemampatan sehingga didapat campuran yang homogen. Di tempat ini pula,
komposisi kimia suspensi diubah-ubah untuk didapatkan komposisi yang diinginkan
sebelum dibawa ke Kiln. Susunan peralatannya dapat dilihat pada (gambar 12.3).
kemudian berubah menjadi clinker (Gambar 12.4). Ada 6 tahap temperatur yang
harus dilalui campuran di Kiln, yaitu :
Tahap 1 (sampai 200oC) Pada tahap ini mengalami proses penguapan air bebas.
Tahap 2 (200 – 800oC) Pada tahap ini mengalami proses pra-pemanasan, dimana partikel-
partikel clay mengalami dehidroksidasi (pembebasan unsur-unsur hidroksida).
Tahap 3 (800 – 1100oC) dan Tahap 4 (1100 – 1300oC) Pada tahap ini mengalami proses
pembebasan unsur karbon (dekarbonisasi). Dehidroksidasi mineral-mineral clay
disempurnakan dan didapat hasil yang berbentuk kristal. Kalsium karbonat
membebaskan sejumlah besar karbondioksida. Produk bermacam-macam kalsium
aluminat dan ferit mulai terjadi.
Tahap 5 (1300 - 1500 – 1300oC).Pada tahap ini, sebagian campuran reaksi mencair. Dan suhu
1500oC (Clinkering temperature), C2S dan C3S terbentuk. Sementara itu lime,
alumina dan oksida besi tetap dalam fasa cair.
Tahap 6 (1300 – 1000oC)Pada tahap ini, C3A dan C4AF berubah dari fasa liquid menjadi padat
dan berbentuk kristal.
Saat laju pendinginan lambat 4 – 5oC, C3A dan C4AF dengan cepat meng-kristal,
kristal C3S dan C2S menjadi lebih teratur dan MgO bebas juga meng-kristal (Mineral
ini disebut Periclase). Pada kondisi ini, aktivitas hidrolik kecil. Compressive Strength
awal tinggi, namun strength lanjutnya rendah.
Saat laju pendinginan cepat, fasa liquid (yang terjadi pada tahap 5) memadat
seperti gelas. C3A dan C2S menurun. MgO bebas tetap dalam fasa gelas, sehingga
menjadi kurang aktif dan dapat menyebabkan semen menjadi kurang kokoh. Pada
kondisi ini, compressive strength awal rendah, namun strength lanjutnya tinggi.
Gel C-S-H ini terdapat sekitar 70% dalam hidrat semen Portland keseluruhannya dan
merupakan bahan pengikat pada semen yang mengeras. Sedang kalsium hidroksida dalam
bentuk kristal yang berbentuk heksagonal, konsentrasinya dalam semen sekitar 15-20 %.
Pada awal proses hidrasi berlangsung singkat, fasa silikat mengalami perioda reaktivitas
yang lambat yang disebut 'Induction Period'. Namun perioda ini tidak terlalu mempengaruhi
rheologi suspensi semen. Hidrasi yang besar terjadi (lihat gambar 12.7 dan gambar 12.8)
saat laju hidrasi C3S melalui laju hidrasi C2S. Karena kelebihan laju hidrasi C3S ini dan
banyaknya gel C-S-H , hidrasi C3S sangat berpengaruh pada saat proses pengerasan semen
dan pengembangan awal strength semen. Sedangkan hidrasi C2S berpengaruh pada final
strength semen.
Pada hidrasi C3S terdapat 5 periode hidrasi (lihat gambar 12.9), yaitu :
I. Pre-induction period
II. Induction Period
III. Acceleration Period
IV. Decceleration Period
V. Diffusion Period
1. Preinduction Period
Lamanya periode ini hanya beberapa menit saja. Reaksi eksotermal yang
besar pada periode ini diakibatkan oleh pembasahan bubuk semen dan
kecepatan hidrasi awal. lapisan awal gel C-S-H terbentuk di sekeliling
permukaan C3S yang anhydrous.
Saat komponen C3S kontak dengan air, ion-ion O2- dan SiO4- berubah
menjadi ion-ion OH- dan H3 SiO4-.
Reaksi ini berlangsung cepat dan diikuti dengan terputusnya permukaan
berproton, yang sesuai dengan reaksi berikut :
2Ca3SiO5 + 8H2O 6Ca2+ + 10OH- + 2H3SiO4-
Kemudian larutan yang terjadi menjadi supersaturated (lewat jenuh) dan
terjadi endapan gel C-S-H.
2Ca2+ + 2OH- + 2H3SiO4- Ca2 (OH)2H4Si2O7 + H2O
2. Induction Period
Pada periode ini, laju pembebasan panas turun. Penambahan gel C-S-H
lambat, konsentrasi Ca2+ dan OH- terus bertambah. Ketika kondisi
supersaturated tercapai, pengkristalan kalsium hidroksida mulai terjadi. Pada
temperatur lingkungan, lamanya periode ini berlangsung beberapa jam.
4. Diffusion Period
Pada periode ini, hidrasi berlangsung dalam keadaan lambat dan
porositas sistem berkurang. Jaringan produk hidrat menjadi lebih tebal dan
strength bertambah besar. Kristal portlandite terus berkembang dan
memakan butiran C3S yang berakibat hidrasi total tidak pernah tercapai.
klorida, sodium klorida, gipsum, sodium silikat, air laut dan aditif yang tergolong
dalam dispersant. Gambar 12.12 adalah hubungan antara pumpability time dan
temperature.
Perencanaan besarnya thickening time bergantung kepada kedalaman sumur
dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen. Di laboratorium,
pengukuran thickening time menggunakan alat High Pressure High Temperature
Consistometer (HPHT), disimulasikan pada kondisi temperatur dan tekanan
sirkulasi. Thickening time suspensi semen dibaca bila pada alat diatas telah
menunjukkan 100 Bc untuk standar API, namun ada perusahaan lain yang
menggunakan angka 70 Bc (seperti pada Hudbay) dengan pertimbangan faktor
keselamatan, kemudian diekstrapolasi ke 100 UC.
12.5.6. Permeabilitas
Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras, dan bermakna sama
dengan permeabilitas pada batuan formasi yang berarti kemampuan untuk
mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen maka semakin banyak
fluida yang dapat melalui semen tersebut, dan begitu pula untuk keadaan yang
sebaliknya.
Dalam hasil penyemenan, permeabilitas semen yang diinginkan adalah tidak
ada atau sekecil mungkin. Karena bila permeabilitas semen besar akan
menyebabkan terjadinya kontak fluida antara formasi dengan annulus dan
strength semen berkurang, sehingga fungsi semen tidak akan seperti yang
diinginkan, yaitu menyekat casing dengan fluida formasi yang korosif.
Bertambahnya permeabilitas semen dapat disebabkan karena air pencampur
terlalu banyak, karena kelebihan aditif atau temperatur formasi yang terlalu tinggi.
Perhitungan permeabilitas semen di laboratorium dapat dilakukan dengan
menggunakan 'Cement Permeameter'. Dengan menggunakan sampel semen,
permeabilitas diukur dengan mengukur laju alir air yang melalui luas permukaan
sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut. Perhitungan
permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Darcy berikut :
QL
k ..........................................................................................................(12-4)
AP
dimana :
k = Permeabilitas, D
q = Laju alir, ml/s
= Viscositas air, cp
L = Panjang sampel, cm
A = Luas permukaan sampel, cm2
P = Perbedaan tekanan, atm
harga 8 - 10 kali lebih dari harga shear strength. Pengujian compressive strength
di laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat Curing Chamber dan
Hydraulic Mortar.
Curing Chamber dapat mensimulasikan kondisi lingkungan semen untuk
temperatur dan tekanan tinggi sesuai dengan temperatur dan tekanan formasi.
Hydraulic Mortar merupakan mesin pemecah semen yang sudah mengeras dalam
Curing Chamber. Strength minimum yang direkomendasikan oleh API untuk dapat
melanjutkan operasi pemboran adalah 6, 7 MPa (1.000 psi)
Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan, maka strength semen
harus:
Melindungi dan menyokong casing
Menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa terjadinya perekahan.
Menahan goncangan selama operasi pemboran dan perforasi.
Menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif.
Menyekat antar lapisan yang permeabel.
Gambar 12.16. Kondisi Bubur Semen Yang Mempunyai Berbagai Kandungan Air
(WCR)
12.6.1. Accelerator.
Accelerator adalah aditif yang dapat mempercepat proses pengerasan
suspensi semen. Selain itu dapat juga mempercepat naiknya strength semen dan
mengimbangi aditif lain (seperti dispersant dan fluida loss control agent), agar
tidak tertunda proses pengerasan suspensi semennya.
Sumur-sumur yang dangkal seringkali menggunakan accelerator, karena selain
temperatur dan tekanan yang umumnya rendah, juga karena jarak untuk
mencapai target tidak terlalu panjang.
Contoh-contoh aditif yang berlaku sebagai accelerator adalah kalsium klorida ,
sodium klorida, gipsum, sodium silikat dan air laut.
Kalsium Klorida
Umumnya penambahan kalsium klorida antara 2 - 4% saja kedalam suspensi
semen. Pengaruhnya dapat mempercepat thickening time dan menaikkan
compressive strength .
Sodium Klorida
Sodium klorida atau Narium klorida dengan kadar sampai 10% BWOMW (by
weight on mix water) berlaku sebagai accelarator. Pengaruhnya terhadap
thickening time dan compressive strength semen dapat dilihat pada gambar 12.19.
Gambar 12.19. Efek Sodium Klorida pada Thickening Time dan Compressive
Strength
12.6.2. Retarder
Retarder adalah aditif yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi
semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai
kedalaman target yang diinginkan.
Retarder sering digunakan dalam menyemen casing pada sumur-sumur yang
dalam, sumur-sumur yang bertemperatur tinggi atau untuk kolom penyemenan
yang panjang.
Aditif yang berlaku sebagai retarder antara lain lignosulfonat, senyawa-
senyawa asam organik dan CMHEC.
Lignosulfonat
Lignosufonat merupakan polymer yang terbuat dari pulp. Umumnya dengan kadar 0,1
- 1,5% BWOC (by weight on cement) efektif dicampur ke dalam suspensi semen
untuk berfungsi sebagai retarder. Pada gambar 12.20 dapat dilihat fungsi lignosulfonat
hingga temperatur 62oC (144oF), namun tetap efektif sampai temperatur 121oC
(250oF). Dan bila ditambah dengan sodium borate dapat bertahan sebagai retarder
hingga temperatur 315oC (600oF).
12.6.3. Extender
Extender adalah aditif yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi
semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen
tersebut. Pada umumnya penambahan extender ke dalam suspensi semen diikuti
dengan penambahan air.
Adapun yang termasuk extender antara lain bentonite, attapulgite, sodium
silikat, pozzolan, perlite dan gilsonite.
Bentonite
Bentonite bersifat banyak mengisap air, sehingga volume suspensi semen bisa menjadi
10 kalinya. API merekomendasikan bahwa setiap penambahan 1% bentonite
ditambahkan pula 5,3 % air (BWOC), yang berlaku untuk seluruh kelas semen.
Pengaruh lain dari penambahan bentonite adalah yield semen naik, kualitas perforasi
lebih baik, compressive strength menurun, permeabilitas naik, viskositas naik dan
biaya lebih murah. Untuk temperatur di atas 110oC (230oF), penambahan bentonite
akan menyebabkan turunnya compressive strength secara drastis.
Sodium Silikat
Sodium silikat dengan kadar 0,2 - 3% BWOC dapat menurunkan densitas suspensi
semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan umumnya dengan bertambahnya kadar
sodium silikat tersebut, maka compressive strength semen menurun.
Pozzolan
Pozzolan terbentuk dari material-material seperti aluminium dan silika yang bereaksi
dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis pozzolan, yaitu pozzolan alam seperti
diatomaceous earth dan pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth sebagai
extender tidak memperbesar viscositas suspensi semen dan harganya cukup mahal.
Sedangkan fly ashes dapat mempercepat naiknya compressive strength serta harganya
sangat murah.
Expanded Perlite
Perlite merupakan extender yang berasal dari batuan vulkanik. Penambahan Perlite
biasanya diikuti dengan penambahan bentonite sekitar 2 - 4% untuk mencegah
terjadinya pemisahan dengan slurry.
Gilsonite
Gilsonite terjadi pada mineral aspal, yang mula-mula ditemukan di Colorado dan
Utah. Dengan spesific gravity 1,07 dan cukup dengan jumlah air yang sedikit (sekitar
2 gal/ft3) akan didapat densitas suspensi semen yang rendah. Kadar gilsonite sampai
50 lb yang dicampur dengan 1 sak semen Portland dapat menghasilkan densitas
suspensi semen sekitar 12 ppg.
Barite
Barite merupakan aditif yang paling umum digunakan sebagai weighting agent, baik
itu untuk suspensi semen maupun dalam lumpur pemboran. Penambahan barite harus
disertai pula dengan penambahan air untuk membasahi permukaan partikel barite yang
besar. Dengan spesific gravity 4,23, maka barite dapat menaikkan densitas suspensi
semen sampai sekitar 19 ppg.
Pasir
Pasir yang digunakan sebagai weighting agent adalah pasir Ottawa. Dengan spesific
gravity 2,63, maka densitas suspensi semen yang mengandung pasir Ottawa ini dapat
mencapai 18 ppg. Penggunaan pasir Ottawa ini biasanya digunakan untuk menyemen
lubang sebagai tempat pemasangan whipstock dan untuk plug job.
12.6.5. Dispersant
Dispersant adalah aditif yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen.
Pengurangan vikositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai kelakuan
sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi
encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulen walaupun dipompa dengan
rate yang rendah.
Aditif-aditif yang tergolong dispersant adalah senyawa-senyawa sulfonat.
Polymelamine Sulfonate. Polymelamine sulfonate (PMS) dengan kandungan
0,4% BWOC sering dicampur dengan suspensi semen sebagai dispersant.
Sampai temperatur 85oC (185oF), PMS tetap efektif karena unsur-unsur kimianya
masih stabil.
pada tekanan 1.000 psi. Sedang pada squeeze cementing, fluid- loss yang
diijinkan sekitar 55-65 cc selama 30 menit dengan menggunakan saringan ukuran
325 mesh dan pada tekanan 1.000 psi.
Aditif-aditif yang termasuk ke dalam fluid-loss control agents diantaranya
polymer, CMHEC dan latex.
Mud Kill
Mud Kill berfungsi sebagai aditif yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat
kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kil adalah 'paraformaldehyde'. Mud kill
juga memberi keuntungan, seperti memperkuat ikatan semen dan memperbesar
strength semen.
Radioactive Tracers
Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya memudahkan
operasi logging dalam menentukan posisi semen dan mengetahui kualitas ikatan
semen.
Antifoam Agents.
Adanya foam dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya tekanan
pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agent. Polypropylene
Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan, karena selain efektif juga
harganya murah.
Sedangkan volume absolute dan bulk untuk berbagai material additive semen
biasanya diberikan oleh masing-masing pabrik pembuatnya. Tabel 12.7
memperlihatkan informasi berbagai volume absolute dan SG beberapa jenis aditif.
Contoh :
Semen kelas G (abs vol. = 0.0382) + 35 % Silica Flour (abs. vol. = 0.0454) + 1 %
solid cellulosic fluid loss additive ( abs. vol. = 0.0932) + 0.2 gal/sk cairan PNS
Disepersant (abs. vol. = 0.1014) + 44 % air (abs. vol. = 0.1202). Tentukan : Densitas
dan Yield Suspensi
b. Cement Program
LEAD cement = 2000 ft
Class G (0,0382 gal/lb ) + 50% water (0,12 gal/lb) + 4% bentonite (0,0454 gal/lb)
TAIL cement = 1000 feet
Class G (0,0382 gal/lb) + 35 % silika (0,0454 gal/lb) + 45% water (0,12 gal/lb)
Excess Volume = 50%
c. Tentukan :
1. Density dan Yield dari LEAD Cement
2. Density dan Yield dari TAIL Cement
3. Jumlah Sak semen yang diperlukan untuk LEAD Cement
4. Jumlah Sak semen yang diperlukan untuk TAIL Cement
5. Barrel lumpur yang diperlukan untuk mendorong top plug ke bottom plug
6. Stroke dan waktu (menit) pompa untuk mendorong top plug ke bottom plug
7. Tekanan hidrostatis di dasar annulus (psi)
8. Tekanan hidrostatis di dasar dalam casing (psi)
9. Tekanan maksimum pompa yang diperlukan
10. Apakah terjadi loss circulation di bagian formasi yang terlemah
penghentian shear, struktur gel terbentuk kembali dan suspensi kembali menjadi
self-supporting (lihat gambar 12.24). Jenis kelakuan reologi ini bersifat reversibel
(dapat dibalik).
keadaan tersebut, celah yang kecil atau mikro annulus sering terdapat pada antar
muka semen/casing pada anatarmuka semen/formasi.
Sistem semen yang sedikit mengembang setelah setting dapat menyumbat
mikroanuli dan memperbaiki hasil primary cementing. Ikatan yang lebih baik
berasal dari tahanan mekanik atau pengetatan semen terhadap pipa dan formasi.
Ikatan yang lebih baik dapat diperoleh bahkan bila lumpur tertinggal di casing atau
permukaan formasi.
Pembuat semen Portland membatasi jumlah pengotoran alkalin tertentu untuk
mencegah pengembangan semen. Pada suatu lingkungan yang tidak terbatasi,
seperti jalan atau bangunan, pengembangan semen dapat menyebabkan
keretakan dan kegagalan. Pada lingkungan lubang sumur, semen dibatasi oleh
casing dan formasi, karena itu bila semen telah mengembang dengan mengurangi
ruang kosong, pengembangan yang terjadi kemudian merupakan pengurangan
porositas internal semen. Gambar 12.25 memperlihatkan perbandingan
pengembangan antara semen standard dengan expansion cement.
lapisan es tebal (di offshore) yang memerlukan desain khusus, mobilitas, dan
pertimbangan lingkungan.
Semen - semen arktik harus dijaga dari beku sampai reaksi setting sempurna.
Untuk mencegah pembekuan sebelum setting dapat dilakukan:
mempertahankan lingkungan yang hangat
menurunkan titik beku
menggunakan semen fast-setting (yang menset dalam waktu singkat) dan
memiliki panas hidrasi tinggi untuk menopang reaksi.
partikel-partikel latex akan bergabung untuk membentuk suatu film plastik yang
akan mengelilingi dan menyelimuti gel C-S-H itu. Karena elastisitas dan ikatan
strength yang kuat, latex akan mengisi rekahan-rekahan dan menahan
perambatannya, akibatnya kekuatan tensile semen meningkat dan
permeabilitasnya menurun.
kemungkinan berhasil kecil dan secara kontinu akan melemahkan casing. Untuk
formasi lemah seperti itu, perlu digunakan suspensi semen ringan.
Bila menggunakan suspensi semen ringan, dapat dilakukan penyemenan pada
zone-zone lemah dengan kemungkinan terjadi perekahan kecil. Pemakaian
suspensi semen ringan juga mengurangi jumlah tingkat penyemenan yang terlibat.
Bila hilang sirkulasi terjadi karena rekahan vertikal alami atau formasi bergua,
suspensi semen ringan digunakan untuk menghindari hilangnya suspensi ke
dalam formasi yang kosong atau menambah rekahan-rekahan yang telah ada.
Extender yang normal cocok untuk suspensi dengan densitas 11,5 - 12 lb/gal,
bila kurang dari itu air yang terpisah tidak akan hanya mempengaruhi sifat-sifat
suspensi, tetapi juga kontinuitas kolom semen.
berada pada kondisi transisi.Hal ini dapat menyebabkan masuknya gas formasi
dan aliran gas pada kolom semen yang menghidrat. Sifat mengembang semen
berbusa memberikan jalan keluar dengan melawan penurunan volume air
interstisial, sehingga membatasi masuknya gas atau fluida formasi lain.
Insulasi PanasInsulasi panas penting pada injeksi uap, panas bumi dan sumur-
sumur. Semen berbusa dapat menurunkan konduktivitas panas karena
gelembung nitrogen tetah memasuki matriks.
Sampai saat itu belum terjadi gas channeling karena seluruh tekanan
hidrostatik terperangkap di pori semen yang terisi air (gambar 12.28). Gas tidak
dapat memasuki matrik selama tekanan pori semen tetap lebih besar dari pada
tekanan formasi gas. Bila terjadi sedikit penurunan volume air pori (air mempunyai
kompresibilitas sangat rendah), akan terjadi penurunan tekanan pori semen yang
besar.
Sebenarnya, selalu terjadi penurunan volume air pori karena adanya dua
mekanisme yang terjadi selama hidrasi semen, yaitu :
1. Pengurangan volume air karena hidrasi semen
2. Pengurangan volume air karena hilangnya air kedalam formasi yang porous.
Penurunan volume air selama hidrasi berasal dari air yang digunakan pada
reaksi kimia yang diperlukan semen. Penurunan ini, ditambah dengan penurunan
volume karena hilangnya air ke dalam formasi, sangat menurunkan tekanan pori
semen. Pada saat tekanan pori menurun, semen masih sangat permeabel untuk
gas karena strukturnya masih lemah. Hal tersebut merupakan saat di mana
matriks semen mudah mengalami gas channeling. Tekanan pori semen telah
turun menjadi di bawah tekanan formasi, tetapi semen belum memiliki
compressive strength yang cukup untuk menghambat gas channeling (gambar
12.29).
Bila gas memasuki matriks semen dan channel yang dibuat bertambah dan
membesar, makin membesar pula biaya remedial. Masalah itu diperburuk oleh
penyusutan kimia yang disebabkan oleh hidrasi, yang menyebabkan ikatan yang
lemah antara semen dan formasi dan antara semen dengan casing. Masalah yang
disebabkan gas channeling dapat menyebabkan perlu dilakukannya remedial atau
squeeze cementing yang mahal, sampai sembur liar dan sumur harus
ditinggalkan.
Gambar 12.29. Terjadi Masukan Gas Dari Formasi Yang Bertekanan Tinggi
Tabel 12.13. Analisa Kimia Untuk Semen Kelas-H Yang Dicampur Silika, dan
Hydrothermal Cement
Tabel 12.14. Sifat Semen Kelas-H Yang Dicampur Silika dan Hydrothermal
Cement
2. Spesifikasi Sementara
Semen Kelas J Tahun 1972.Karena semen HTS dirancang sebagai formulasi yang
tergantung pada suhu, sangat penting untuk diketahui bahwa semen tersebut hanya
digunakan pada sumur-sumur dengan suhu statik dasar sumur sebesar 260oF (127oC)
atau lebih. Pada sumur-sumur minyak, gas atau panas bumi, suhu tinggi dari bumi
membuat terjadinya reaksi lime-silika pada semen HTS. Karena itu tidak diajurkan
menggunakan semen HTS pada suhu dibawah 260oF (127oC), walaupun strength yang
cukup (640 psi) terjadi pada 2309oF (110oC) setelah 24 jam, dan 2.650 psi setelah 3
hari. Semen HTS dibuat tanpa retarder atau kalsium sulfat, tetapi memerlukan air dan
kondisi batas hidrotermal untuk mengembangkan strength. Semen HTS dapat
digunakan sebagai semen dasar untuk kedalaman 12,000 sampai 16.000 ft, dimana
suhu pada kedalaman tersebut berkisar antara 260o sampai 320oF (127 sampai
160oC).Tabel 12.15 menunjukkan data perbandingan semen HTS dengan spesifikasi
sementara kelas J. Terlihat bahwa semen HTS mempunyai thickening time dan
compressive strength yang diperlukan lebih baik dengan batas keamanan yang
memadai bila suspensi semen memiliki air 43,5% dari berat semen (12,91 gal/sak).
Tabel 12.15. Sifat Semen Kelas-J, dan Hydrothermal Cement
3. Karakteristik Fisika
Telah diketahui bahwa gipsum anhydrous pada semen Portland dapat mempunyai efek
yang menurunkan unjuk kerja suspensi semen Portland. Keadaan anhydrous biasanya
berwujud gel semen. Bila sifat gel tersebut terjadi diawal, hal itu akan menyebabkan
masalah pada saat semen dicampur dengan air dipermukaan. Pembentukan Gel semen
juga dapat terjadi di bawah, selama pemompaan, karena shoutdown atau break
down.Dengan semen HTS, akan diperoleh pencampuran dan pemompaan suspensi
dengan baik, karena tidak diperlukan gipsum pada formulasinya.Pada tabel 12.16 dan
12.16, dapat dilihat bahwa semen HTS dapat digunakan pada sumur dengan
kedalaman 12.000 sampai 16.000 ft, bila dicampur dengan 43,5 air.
tawar dan mengkorosi bagian luar casing. Untuk memastikan perawatan zone
isolasi selama sumur digunakan, semen dan peralatan tubular yang digunakan
didalam sumur harus tahan secara kimia terhadap fluida buangan.
Casing yang tahan bahan kimia yang digunakan pada sumur itu termasuk
poliester modifikasi, dan epoxy fibercast, atau campuran logam seperti Carpenter
20, incoly 825, dan Hastalloy G.
Sistem semen dipilih menurut bahan buangan yang diinjeksikan. Semen
Portland modifikasi biasanya tepat digunakan untuk sumur buangan dengan asam
organik lemah, air kotor atau larutan yang mempunyai pH 6 atau lebih. Daya tahan
semen ditingkatkan dengan menambahkan pozzolan, menaikan `densitas dengan
menambahkan dispersant, atau menambahkan latices cair pada susppensi.
Metoda-metoda itu banyak sekali menurunkan permeabilitas semen.
Sistem semen Portland tidak cocok dengan asam organik kuat seperti sulfur,
hidroklorik, dan nitrit. Untuk lingkungan itu, harus digunakan semen polimer
organik, biasanya epoxy-base, untuk menghasilkan ketahanan yang cukup
terhadap bahan kimia. Sistem itu disebut sebagai semen sintetis.
Semen epoxy dibuat dengan mencampur resin epoxy seperti bisphenol-A
dengan bahan pengeras. Tergantung pada sifat yang diinginkan, bahan pengeras
yang digunakan bisa anhidrit, aliphatic amine atau polyamide. Suatu filler atau
pengisi padat seperti bubuk silika sering digunakan untuk menambah densitas,
dan sebagai heat sink untuk eksoterm yang terjadi selama cure. Tergantung pada
suhu sumur statik dan sirkulasi, berbagai katalis dan akselerator dapat
ditambahkan untuk mengontrol penempatan dan waktu setting.
Sistem semen epoxy resin mempunyai ketahanan terhadap korosi,
compressive strength dan shear bond strength tinggi. Sistem itu cocok dengan
asam kuat dan basa (sampai 37% HCl, 60% H2SO4 dan 50% NaOH) pada suhu
sampai 200oF (93oC) selama periode eksposure. Epoxy juga tahan terhadap
hidrokarbon dan alkohol, tapi tidak tahan terhadap chlorinated organik atau
aseton. Compressive strength antara 4.000 - 10.000 psi (56 - 70 MPa), dan shear
bond strengthnya dapat mencapai sembilan kali lebih tinggi daripada semen
Portland.
Spacer non-aqueous digunakan untuk semua pekerjaan semen epoxy. Oil
bergel, diesel atau alkohol menyingkirkan lumpur dan air dari pipa dan formasi,
seperti juga pada semua permukaan oil-wet.
Mixer
Alat ini pada prinsipnya adalah mempertemukan cement slurry dan air dengan
kecepatan yang sangat tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi sehingga timbul aliran
turbulensi yang menjadikan proses pencampuran menjadi sempurna.(gambar 12.30)
Gambar 12.30. Jet-Mixer Untuk Mencampur Semen dan Air Menjadi Suspensi
Semen
Pompa Semen
Pompa semen dipakai untuk pemompaan bubur semen ke dalam sumur. Pompa yang
biasa dipakai adalah pompa duplex double acting piston atau single acting triplex pluner
pump. Plunger pump adalah biasa dipakai karena rate slurry yang keluar lebih seragam
dengan tekanan yang cukup besar. Kadang-kadang pumping dengan recirculating mixer
dijadikan satu dalam satu kesatuan tempat yang mudah dipindah-pindahkan. Ini disebut
sebagai mobile cementing equipment. (gambar 12.31)
Plug container sebagai tempat top dan bottom cementing plug yang diletakkan di atas
dan di bawah cement slurry. (gambar 12.32)
Gambar 12.32. Cementing Head Untuk Menyimpan Cement Waper Plug Sebelum
Dilepas
Gambar 12.34. Berbagai Float-Shod dan Float Collar Untuk Mencegah Aliran Balik
Wiper Plug
Wiper plug adalah plug yang dipakai untuk membersihkan dinding dalam casing dari
lumpur pemboran. Plug ini dibagi menjadi dua yaitu top plug dan bottom plug. (gambar
12.35)
Bottom plug berfungsi mendorong lumpur dalam casing sedangkan top plug dipakai
untuk mendesak kolom semen dalam casing agar semen dapat ke tempat lokasi
penyemenan.
Gambar 12.35. Wiper Plug Untuk Menyekat Tercampurnya Semen dan Lumpur
Scratchers
Adalah peralatan pembersih dinding lubang sumur dari mud cake sehingga semen
dapat melekat langsung pada dinding formasi dan dapat menghindarkan channeling
(lubang saluran diantara semen dan formasi). Cara pemakaian alat ini ada beberapa macam
yaitu dengan cara diputar (rotating) atau dengan menarik turunkan (reciprocating). (gambar
12.36)
Centralizer
Centralizer adalah alat untuk menempatkan casing tepat di tengah-tengah lubang sumur
agar diperoleh jarak yang sama antara dinding casing dengan dinding lubang sumur.
Pemasangan alat ini pada casing biasanya dengan cara dilas (welding).(gambar 12.37)
Penempatan casing dalam lubang sumur sedapat mungkin terletak di tengah-tengah
untuk menghindari terjadinya channeling.
Landing collar.
Berfungsi untuk menyekat dan menangkap liner wiper plug, mencegahnya naik
kembali ke atas lubang, menyekat tekanan dari bawah dan mencegahnya berputar sewaktu
pemboran keluar (drill-out). (gambar 12.38)
Cementing Basket
Cementing basket digunakan bersama-sama dengan casing atau lier pada titik dimana
terdapat formasi yang porous atau lemah. Guna alat ini adalah agar cement slurry tidak
bercampur dengan batuan formasi yang gugur. (gambar 12.39)
Liner Hanger
Digunakan untuk menggantung liner dan dipasang pada bagian atas liner. (gambar
12.40)
Liner Packer
Dipasang pada bagian atas liner sebagai penyekat antara liner dan selubung selama atau
setelah penempatan semen.(gambar 12.41)
Gambar 12.39. Cement Basket Untuk Mencegah Suspensi Semen Melorot Jatuh
Kebawah
Pack-off Bushing
Biasa dimasukkan diantara setting tool dan bagian atas liner hanger sebagai penyekat
antara setting tool dengan liner. Pack-off bushing ada yang drillable dan yang retrievable.
Jenis drillable harus dibor kembali dengan bit atau mill. Retrievable biasa dipakai pada
pemboran dalam, dapat merupakan bagian dari setting tool dan diambli kembali pada
waktu setting tool dipindahkan dari liner, sehingga dapat menghemat waktu pemboran ke
luar. (gambar 12.43)
Ditempatkan pada bagian bawah setting tool. Pump down plug akan mengikuti semen
sambil membersihkan semen pada liner wiper plug yang kemudian lepas dari setting tool
karena tekanan pompa. Kedua pug ini lalu turun mengikuti semen smbil membersihkan
liner sampai akhirnya tersangkut dan menempel pada landing collar. (gambar 12.45)
Liner Swivel
Merupakan alat yang digunakan untuk liner yang tersangkut dalam lubang terbuka atau
dalam lubang yang tidak lurus dimana hanger barrel sukar berputar. Dengan memakai alat
ini liner tidak akan ikut berputar, hanya liner hanger dan setting tool saja yang berputar.
(gambar 12.47)
Data Temperatur
Peralatan bottom hole circulating temperatur (BHCT) dan Bottom hole static
temperature (BHST) diperlukan untuk memperkirakan perbedaan serta distribusi
temperatur di sepanjang lubang bor.
Thickening Time
Tickening time adalah waktu yang diperlukan agar slurry mempunyai konsistensi 100
poise. Seratus poise ini adalah batas dimana slurry masih bisa dipompakan oleh sebab itu
disebut pumpability. Dengan mengetahui pump ability suatu cement slurry maka
kemungkinan terjadinya pengerasan semen dalam perjalanan dapat dihindari. Penambahan
tekanan menyebabkan penurunan tichening time lebih cepat. (tabel 12.19)
2850 5 – 20%
7100 25 – 40%
11500 . – 50%
Compressive strength
Strength semen harus memenuhi syarat-syarat teknis antara lain :
mampu menahan casing di lubang sumur/
mengisolasi zona permeabel
tidak pecah karena perforasi
tidak berubah karena terkontaminasi dengan lumpur pemboran.
Bila kandungan air kurang dari 37%, maka semen dalam keadaan tidak dapat
dipompakan (not pumpable) tetapi akan memberikan strength yang maksimum. Bila
kandungan air lebih dari 37% maka semen akan berubah sifat dari not pumpable menjadi
pumpable tetapi dengan compressive strength yang menurun. (gambar 12.49)
Densitas Semen
Densitas semen dipengaruhi oleh kandungan air dan jumlah additive yang dipakai.
Densitas semen selalu dibuat lebih besar dari densitas lumpur pemboran agar semen dapat
mendorong lumpur dan juga mencegah terjadinya kontaminasinya semen oleh lumpur.
Permeabilitas Semen
Permeabilitas semen harus dibuat sekecil mungkin sebab semen dipakai juga sebagai
penyekat (isolasi) zona-zona dibelakang casing agar tidak terjadi hubungan langsung antar
zona. Air yang berlebihan pada campuran semen akan menyebabkan kantong-kantong air
dalam campuran sehingga permeabilitas meningkat.
Filtration Control
Pada sumur dalam kemungkinan dijumpainya zone permeable lebih besar daripada
sumur dangkal sehingga kemungkinan kehilangan filtratnya adalah lebih besar. Beberapa
faktor yang mempengaruhi besarnya filtration loss antara lain: tekanan, waktu dan
permeabilitas.
12.10.3.5. Simulator
Algoritma telah dikembangkan untuk membuat simulasi secara akurat dari
kegiatan sementing seperti kecepatan fluida di annular, tekanan yang aman dan
kondisi lainnya. Manipulasi numerik diperlukan agar dimulasi secara akurat dari
Conductor Casing
Conductor casing adalah casing yang pertama kali dipasang pada operasi
pemboran. Ukuran casing berkisar antara 16" sampai 30" dengan letak kedalaman
maksimum sekitar 150 ft.
Fungsi conductor casing antara lain:
a. Untuk melindungi lubang dari gugurnya formasi yang lunak di dekat permukaan
karena akan tererosi oleh lumpur, jika tanah disekitar cukup kuat dan keras
maka tidak perlu dipasang.
b. Untuk melindungi drill pipe dari air laut yang korosive dan sebagai tempat
sirkulasi lumpur bor pada pemboran di lepas pantai.
Surface Casing
Surface casing adalah casing yang dipasang setelah conductor casing dan
disemen hingga ke permukaan.
Fungsi dari surface casing adalah :
a. Mencegah kontaminasi air tanah oleh lumpur pemboran.
b. Sebagai tempat pegangan (fondasi) bagi BOP.
c. Menahan berat casing string yang berikutnya.
Intermediate Casing
Suatu sumur bisa mempunyai lebih dari satu intermediate casing tergantung dari
kondisi geologis dan kedalamnnya. Pemasangan intermediate casing bertujuan
untuk menutupi zona-zona yang mengganggu selama berlangsungnya operasi
pemboran, seperti sloughing shale, lost circulation, abnormal pressure,
kontaminasi dan sebagainya.
Production Casing
Production casing adalah casing terakhir yang dipasang pada formasi produktif.
Kadang-kadang production casing tidak dipasang sampai ke permukaan karena
alasan biaya agar lebih murah. Hal ini menggunakan liner production casing.
Fungsi dari production casing adalah :
a. Memisahkan zona gas, zona minyak dan zona air, pada formasi produktif.
b. Memelihara agar lubang tetap bersih.
c. Melindungi alat-alat produksi di bawah permukaan misalnya pompa, packer
dan lain-lain.
Stage Cementing
Stage cementing atau penyemenan bertingkat adalah penyemenan yang
dilakukan dalam dua atau tiga bagian. Teknik ini terutama dilakukan pada
production casing dari sumur-sumur yang dalam atau dilakukan bila formasinya
lemah sehingga dikhawatirkan tidak mampu menahan tekanan kolom semen,
sehingga terjadinya lost circulation dapat dihindari.
Pada stage cementing ini dipakai peralatan tambahan yang disebut "float
collar" (gambar 12.53), yaitu alat yang bisa membuka pada saat semen slurry
pertama ditempatkan di dalam sumur dan menutup pada saat semen slurry
kedua akan ditempatkan di atas slurry pertama. Mekanisme pendesakan dapat
dilihat pada gambar 12.54.
dan lubang sumur. Cara ini biasa dilakukan pada conductor casing atau
surface casing. Kadang-kadang annulus cementing ini dipakai juga untuk
pekerjaan perbaikan casing yang rusak. Casing akan mengalami kerusakan
bila gas tekanan tinggi bersama-sama pasir dari lingkungan di sekitarnya
bersentuhan langsung dengan selubung sehingga selubung harus diperbaiki
dengan penyem,enan melalui annulus.
Metode ini bisa juga dipakai untuk mencegah lost circulation (kehilangan
semen) lebih lanjut ke dalam formasi yang lemah. Metode ini dilakukan bila
penyemenan pada zona lemah telah selesai dan ditunggu sampai mengeras
setelah itu baru melakukan operasi penyemenan melalui annulus di
atasnya.(gambar 12.56).
12.10.4.3. Liner
Untuk mengurangi biaya pada oprasi pemboran dalam, maka dipakai liner
untuk mengganti rangkaian selubung penuh. Liner ini sendiri sama seperti
selubung akan tetapi pendek dan digantung pada selubung atau liner
diatasnya. Sebagaimana selubung, liner ini juga harus disemen. Kesulitan
pada penyemenan ini terutama karena kecilnya annulus disekitar liner,
sehingga perpindahan lumpur pemboran menjadi kurang baik. Untuk
memperbaikinya digunakan beberapa metode menggerakkan liner, seperti
menggerakkan naik turun (reciprocating) dan memutar (rotation) liner pada
waktu menyemen.(gambar 12.58)
Prosedur penurunan dan penyemenan liner secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Sebelum diturunkan ke dalam sumur, batang-batang liner terlebih dahulu
disambung di meja putar.
2. Liner hanger dipasang di atas liner.
3. Liner diturunkan ke dalam sumur dengan memakai pipa bor yang diikat
dengan liner.
4. Batang-batang pipa bor ditambah di permukaan dan liner yang lengkap
diturunkan ke dalam sumur. Kecepatan penurunan liner bila berada di
dalam selubung dapat dilakukan sekitar 1 - 2 menit per batang dan 2 - 3
menit per batang bila berada di dalam lubang terbuka.
5. Kalau liner sudah berada pada kedalaman yang diinginkan, tetapi sebelum
penggantung diset, terlebih dahulu lumpur pemboran disirkulasikan untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya sirkulasi sebelum liner digantung.
6. Penggantung diset kalau operasi penyemenan telah memungkinkan.
7. Semen dipompakan ke dalam sumur.
8. Penurunan pada indikator berat permukaan akan menunjukkan bahwa
operasi penyemenan telah selesai.
9. Pipa bor dicabut 4-10 batang atau di atas semen, dan untuk mencegah
migrasi gas maka tekanan di atas semen ditahan sampai semen mengeras.
10. Pipa bor dikeluarkan dari sumur.
11. Setelah waiting on Cement telah tercapai kemudian semen yang berlebih
dibor keluar.
Perhitungan
Volume dari lubang bor harus diketahui dengan pasti, yang hal ini bisa
diketahui dengan menggunakan caliper log. Jika tidak tersedia data caliper log
maka volume semen yang dipersiapkan adalah leih besar dari 50-100% dari
volume lubang sumur yang telah diketahui sebelumnya. Jika data volume
didapatkan dari caliper log maka volume semen yang disiapkan lebih kecil
daripada jika tnpa menggunakan caliper log (15-25% lebih besar dari volume
lubang sumur).
Kondisi Lubang
Keadaan dari lubang sumur seperti lost circulation, hole washouts harus
diketahui agar bisa didesain semen yang sesuai dengan kondisi lubang
tersebut. Lumpur pembortan harus didesain agar kegiatan sementing bisa
berjalan dengan baik.
Temperatur
Mengetahui Bottomhole Circulating Temperature (BHCT) adalah sangat vital.
Waktu pemompaan cement slurry adalah fungsi dari temperatur lubang
sumur.Temperatur juga bisa merubah sifat rheology semen dan lumpur, seperti
rejim aliran, efek tabung U, dan juga tekanan gesekannya. Temperatur bisa
diketahui dengan logging, circulating temperature probes atau dengan simulasi
matematika dari sirkulasi temperatur.
Tekanan
Perlu diketahuinya tekanan dasar sumur adalah untuk kontrol sumur dan juga
suksesnya kegiatan penyemenan awal. Densitas dari slurry ditentukan untuk
mengontrol sumur dan juga menset kekuatan semen. Densitas yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan formasi menjadi retak dan juga akan terjadi lost
circulation.
Quality Control
Program quality control dilakukan dengan cara melakukan pengetasan
material-material yang akan digunakan dalam kegiatan sementing. Kegiatan ini
bisa dilakukan di laboratorium dengan kondisi-kondisi yang sama dengan
sumur yang akan disemen.
Pergerakan Casing
Pergerakan casing seperti reciprocating (naik turun), rotation (memutar), atau
keduanya akan meningkatkan kualitas dari proses sementing. Pergerakan
casing akan memecahkan daerah kosong di lumpur yang akan mengakibatkan
timbulnya cement channeling.
Metode ini dipakai secara luas pada squeezing sumur- sumur dangkal,
untuk penyumbatan sumur dan kadang-kadang dipakai pula dalam
menutup zona lost circulation selama operasi pemboran.
4. Squeeze Tool Placement Technique. Teknik ini dibagi dalam dua bagian
yaitu metode retriaveble squeeze packer dan drillable cement retainer.
Pada metode retriaveble squeeze packer, digunakan packer yang bisa
diangkat kembali, sedangkan pada driiable cement retainer digunakan
packer yang tetap. Packer ini dipasang pada tubing sedikit diatas puncak
zone yang akan disqueeze. Metode ini lebih baik daripada metode
bradenhead karena metode ini membatasi tekanan pada suatu titik tertentu
dari sumur.
5. Running Squeeze Pumping Methods. Selama dilakukannya running
squeeze, cement slurry dipompakan secara kontinyu sampai tercapai
tekanan squeeze yang diinginkan (bisa dibawah atau diatas tekanan rekah)
tercapai. Sesudah pemopaan dihentikan, tekanan dimonitor, jika tekanan
masih dibawah yang dikehendaki maka perlu dipompakan lagi cement
slurry untuk menaikkan tekanan.
6. Hesitation Methods. Metode ini mencakup penempatan semen dalam
tahapan tunggal, tetapi membagi-bagi penempatan semen alternatif
pemompaan/periode menunggu bergantian. Keuntungan memakai metode
hesitasi adalah bahwa cara ini cenderung meningkatkan pengontrolan
pengumpulan padatan semen terhadap formasi. Kecepatan pengumpulan
ini diperoleh sebagai aturan umum untuk segera menyelesaikan pekerjaan
squeeze secara menyeluruh dengan berhasil.(gambar 12.61)
Gambar 12.61
Volume Slurry. Volume dari cement slurry tergantung dari panjang interval
yang akan disemen dan juga teknik penyemenan yang akan digunakan.Pada
low pressure squeeze hanya diperlukan slurry untuk membentuk filter cake
semen pada setiap saluran perforasi.
Untuk high pressure squeeze, yang dilakukan pada formasi yang rekah
diperlukan volume slurry yang lebih besar. Smith menyebutkan beberapa rule
of thumb :
Volume tidak boleh melebihi kapasitas running string
Dua sacks semen digunakan untuk interval perforasi sepanjang satu feet.
Minimum volume adalah 100 sacks jika rate injeksi adalah 2 bbl/min yang
dapat dicapai sesudah break down, sebaliknya harus 50 sacks.
Spacers dan Washes. Ada dua faktor yang akan membuat berhasilnya
proses cementing yaitu :
Pembersihan dari perforasi dan ruang disekitarnya dari padatan yang
dibawa oleh fluida atau lumpur pemboran.
Menghindari kontaminasi pada cement slurry, yang akan mengakibatkan
berubahnya sifat slurry seperti fluid loss, tickening time dan juga
viskositasnya.
Biasanya kontaminasi cement slurry dihindari dengan cara memompakan
spacer air diatas dan dibawah semen. Bisa juga dengan menggunakan
chemical wash atau larutan asam lemah yang diletakkan diatas slurry, dimana
dipisahkan oleh fluida yang kompatibel.
Radioactive Tracers
Material radioaktif ditambahkan ke dalam cement slurry dan dengan survey
tracer (penjejak) bisa diindikasikan apakah semen berada di tempat yang
diinginkan.
Kekerasan Semen
Suman dan Ellis(1977) menyatakan bahwa didalam kegiatan squeeze dimana
semen dibor, merupakan indikasi berhasil atau tidaknya penyemenan dengan
mengamati cutting semen tersebut. Jika cutting semen tersebut keras maka
menandakan bahwa hasil squeeze baik, jika tidak keras atau ada ruangan
maka mengindikasikan bahwa squeeze gagal.
Profile Temperatur
Goolsby(1969) mengevaluasi hasil squeeze pada sumur injektor air dengan
cara membandingkan antara profile temperatur sebelum dan sesudah
dilakukannya squeeze.
Plugged Perforations
Adanya mud cake, debris, scale paraffin, pasir formasi dan lain sebagainya
dapat terakumulasi di lubang perforasi sehingga menyebabkan lubang
perforasi tertutup. Goodwin (1984) menyatakan bahwa pada sumur produksi,
perforasi pada bagian atas selalu terbuka sedangkan pada bagian bawah
tertutup. Squeezing dengan kondisi seperti itu akan mengakibatkan kegagalan,
karena fluida formasi masih tetap mengalir melalui formasi yang tertutup tadi
(plugged perforations).
Tekanan akhir yang tinggi tidak akan menaikkan tingkat keberhasilan; akan
tetapi sebaliknya akan meningkatkan kemungkinan merekahnya formasi, dan
hal ini akan menghilangkan kontrol pada waktu penempatan semen.
Two Plug Method pada metode ini top dan bottom tubing plugs dirun untuk
mengisolasi cement slurry dari fluida sumur dan juga fluida pendorong. Bridge
plug biasanya di run pada kedalaman cement plugging. Sebuah baffle tool di
run diatas dasar string dan ditempatkan pada kedalaman tertentu untuk dasar
dari cement plug. Peralatan ini memungkinkan bottom tubing plug masuk dan
keluar dari tubing atau drillpipe. Semen kemudian dipompakan keluar dari
string pada kedalaman plugginbg dan mulai mengisi annulus. (gambar 12.64)
Ada dua jenis gelombang acoustic, compressional wave dan shear wave.
Apabila proses perambatan gelombang terjadi searah dengan arah
perambatan gelombang, gelombang tersebut disebut dengan gelombang
kompressional (compressional wave). Dan apabila gerakan di atas tegak lurus
dengan arah perambatan gelombang disebut gelombang shear (shear wave).
Ditinjau dari jumlah frekuensi yang dipancarkan, gelombang acoustic dibagi
menjadi 3, infrasonic (frekuensi kurang dari 20 kHz), gelombang suara
(frekuensi antara 20 sampai 20.000 kHz) serta utrasonic (frekuensi di atas 20
kHz).
Kedua receiver ditempatkan pada jarak 3 ft dan 5 ft dari transmitter. Peralatan CBL
tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah centralizer yang berfungsi agar
transmitter dan receiver tetap terpusat di dalam pipa. Menurut BIGELOW,
sedikitnya dipasang dua atau tiga centralizer pada CBL untuk mempertahankan
peralatan berada pada pusat casing.
Prinsip pengukuran CBL adalah merekam harga transit time dan
amplitudo/attenuation dari gelombang acoustic 20 kHz yang dipancarkan oleh
transmitter setelah merambat melalui dinding casing dan fluida lubang bor. Gambar
12.69 berikut melukiskan jalur beberapa gelombang tersebut.
B. Interpretasi CBL
Dua informasi utama yang diperoleh dari CBL adalah amplitudo yang
datang dari sinyal pipa dan penampilan rangkaian gelombang akustik
secara lengkap. Sebagai tambahan ditampilkan pula transit time gelombang
pipa yang datang pertama kali.
Amplitudo log adalah ukuran amplitudo acoustic pipa yang datang pertama
kali dan diukur dengan detector/receiver yang lebih dekat terhadap
transmitter (3 ft dari transmitter). Harga ini merupakan ukuran keras suara
sinyal acoustic yang diterima. Pipa yang tidak terikat semen bebas
bergetar, mengirimkan banyak energi acoustik dari sinyal yang diterima dari
transmitter. Sedang dalam pipa yang terikat semen, sinyal acoustic
dilemahkan dengan sangat. Dengan demikian amplitudo suara yang
dikirimkan melalui casing merupakan ukuran ikatan semen terhadap pipa.
Gambar 12.71 melukiskan karakteristik kualitatif amplitudo log.
Dengan membandingkan transit time yang diukur dengan transit time yang
diperkirakan, dapat digambarkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Transit time lebih pendek, merupakan indikasi terjadinya sentralisasi
yang jelek dari peralatan tersebut atau indikasi adanya fast formation di
dalam lapisan. Disamping transit time lebih pendek, jeleknya sentralisasi
alat ditandai juga dengan rendahnya harga amplitudo dan
bergelombangnya sinyal casing. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
interferensi sinyal akibat perbedaan jarak yang ditempuhnya, seperti
terlihat pada gambar 12.74. Sedangkan bila terjadi fast formation,
disamping transit time berkurang, namun harga amplitudo bisa sangat
tinggi. Munculnya fast formation merupakan indikasi terjadinya Cement
Bond yang baik akibat shear coupling yang baik antara casing, semen
dan formasi.
Bond Log dipresentasikan dengan format log standar yang terdiri dari
tiga track dengan track kedalaman berada diantara track 1 dan 2.
Track 1 menggambarkan ukuran transit time dan kurva koreksi seperti
GR atau neutron. Skala yang dipakai untuk transit time 3 ft adalah 200 -
400 mS.
Track 2 menggambarkan kurva amplitudo dan atau attenuation rate.
Kurva rate atenuasi dipresentasikan dalam skala 20 - 0 dB/ft.
Sedangkan kurva amplitudo umumnya dalam skala 0 - 100 atau 0 - 50
mV dengan kurva penguat antara 0 - 20 atau 0 - 10 mV. Skala ganda
sangat penting karena pembacaan pada free pipe dapat mencapai 100
mV bahkan lebih, sedangkan ikatan yang baik bisa mencapai 1 mV atau
kurang.
2. Formasi dan Casing Terikat Baik. Apabila formasi dan casing terikat
baik, harga amplitudo rendah. CBL - VDL (gambar 12. 78) akan
menampilkan sinyal casing yang lemah atau bahkan tidak ada dan
menampilkan sinyal fornasi kuat kecuali bila atenuasi formasi tinggi,
seperti formasi gas-sand, shale yang lunak atau formasi lain yang
memiliki kecepatan rendah.
3. Ikatan Casing Baik, Ikatan Formasi Jelek. Kondisi ini dapat diakibatkan
karena pembentukan mud cake yang tidak dapat dipindahkan oleh
bubur semen. Situasi ini ditandai oleh lemahnya sinyal casing yang
datang yang diindikasikan oleh lemahnya amplitudo dan kurang jelasnya
perbedaan waktu datangnya sinyal casing pada VDL serta lemahnya
sinyal formasi yang ditunjukkan pada tampilan rangkaian gelombang
seluruhnya (gambar 12.79). Namun kondisi seperti di atas dapat
diakibatkan oleh faktor-faktor lain, seperti karena besarnya atenuasi
acoustic formasi dan karena pengaruh tool eccentricity.
B. Interpretasi CBT
Seperti juga pada CBL, Bond Log pada CBT dipresentasikan dalam 3 track.
Track 1 berisi informasi tentang transit time yang diukur baik oleh receiver
2.4 ft (TT1), maupun oleh receiver 3.4 ft (TT2). Ditambah dengan informasi
GR dan CCLU. Track 2 berisi kurva amplitudo SA2N (mV) sebagai output
dari receiver 2.4 ft dan kurva attenuation rate dalam dB/ft (CATT dan
BATT). Dan track 3 berisi display rangkaian gelombang baik dengan x - y
presentation maupun VDL. Gambar 12.85 melukiskan satu contoh CBT.
B. Interpretasi
CET Respon tool yang telah dinormalkan akan dipengaruhi oleh perubahan
impedansi akustik di belakang casing. Pada free pipe, dengan impedansi
akustik rendah (fresh water = 1.5) menghasilkan koefisien refleksi yang
cukup tinggi. Kehilangan resonansinya berlangsung secara eksponensial
dengan nilai W2 dan W3 sama dengan satu. Sedangkan bila casing
disemen, dengan impedansi akustik semen yang tinggi menghasilkan
koefisien refleksi yang rendah. Dan jika kehilangan resonansi (resonance
decay) akan berlangsung secara eksponensial dan nilai W2 dan W3 relatif
kecil. Hal ini dapat dilihat pada gambar 12.88.
Gambar 12.89. Contoh Semen yang Baik dan Jelek Hasil CET
4. Fast Formation. CET log tidak dipengaruhi oleh fast formation, kecuali
bila lapisan semen sangat tipis. Pada gambar 12.94 berikut CET
menampilkan pengaruh fast formation pada daerah interval perforasi (50
ft) dengan munculnya pengaruh ikatan semen yang baik disertai
bayangan putih seperti pada channel dan diiringi dengan bendera pada
track kanan.
lain. Dalam bab ini akan dijelaskan lima macam dari perhitungan yang biasa
dilakukan, yaitu :
Cement Slurry Properties
Primary Cement Job Design
Squeeze Cement Job Design
Cement Plug Design
Tabel 12.23. Absolute Volume dan Bulk Volume dari Berbagai Semen
Material Sack Weght Bulk Volume Absolute Volume
(lb) (ft3/sk) Gal/lb) (m3/T)
API Classes
A through H 94 1.0 0.0382 0.317
Class J 94 1.0 0.0409 0.341
Trinity Lite Wate 75 1.0 0.0409 0.375
TXI Lightweight 75 1.0 0.0425 0.355
Ciment fondu 87.5 1.0 0.0373 0.312
Lumnite 94 1.0 0.0380 0.317
Volume absolute dan bulk untuk berbagai material untuk semen additive,
biasanya diberikan oleh masing pabrik pembuatnya. Tabel 12.24
memperlihatkan informasi mengenai volume absolute dan spesific gravity
beberapa jenis additive yang sering digunakan.
Tabel 12.24. Volume Absolute dan Spesific Gravity Beberapa Jenis Additive
Material Absolute Volume Specific
(gal/lb) (m3/T) Gravity
Barite 0.0278 0.231 4.33
Bentonite 0.0454 0.377 2.65
Coal (ground) 0.0925 0.769 1.30
Gilsonite 0.1123 0.202 1.06
Hermatite 0.0244 0.935 4.95
Ilmenite 0.0270 0.225 4.44
Silica Sand 0.0454 0.377 2.65
NaCl (above 0.0556 0.463 2.15
saturation)
Fresh Water 0.1202 1.000 1.00
Yield semen adalah volume yang mencakup satu unit semen ditambah
semua additive dan air pencampur. Untuk semen sering dinyatakan dalam
sack, yield dinyatakan dalam cuft/sk. Kemudian harga ini untuk menghitung
jumlah sack semen yang diperlukan untuk mencapai keperluan di annulus.
Hampir semua perhitungan densitas berdasarkan harga satu sack semen (94
lb).
Untuk additive yang jumlahnya kurang dari 1 % biasanya dalam
perhitungan diabaikan.
Contoh 1 :
Semen klas G (volume absolute = 0.0382) + 35 % sillica flour (volume absolute
= 0.0454) + 1 % solid cellulosic fluid-loss additive (volume absolute = 0.0932) +
0.2 gal/sk cairan PNS dispersant (volume absolute = 0.1014) + 44 % air
(volume absolute = 0.1202). Tentukan :
a. Densitas suspensi
b. Yield suspensi
Vs
Yield ................................................................................................ (12-5)
7.48
Dimana:
Yield = volume yang mencakup satu unit semen ditambah
semua additive dan air pencampur, ft3/sak
Vs = volume suspensi semen, gallon
Vs (ft3) = yield x sak semen
Dimana:
Van = volume annulus , ft3
dh = diameter lubang bor, in
odc = diameter luar casing, in
H = tinggi annulus yang akan disemen, ft
Bila terdapat berbagai macam fluida dalam lubang bor, maka perhitungan
dilakukan untuk masing-masing jenis dan ketinggian fluida tersebut. Maka
tekanan total hidrostatik adalah jumlah dari tekanan masing-masing fluida.
Contoh
Bila volume semen = 43,34 cuft, faktor volume tambahan = 1.10, sehingga
volume total = 47,7 cuft. Bila diketahui yield semen 1.18 cuft/sk, maka semen
yang dibutuhkan sekitar 47.7 / 1.18 = 40.4 sk.
Tentukan :
a. Volume semen
b. Volume displacement
c. Tekanan pompa untuk mendudukan plug
d. Tekanan hidrostatik pada formasi
semen harus sama dengan semen, dan ketinggian masing-masing fluida juga
harus sama. Untuk menyakinkan top dari semen berada pada posisi yang telah
diset atau ditentukan, volume yang diinjeksikan harus tepat dengan volume yang
diperlukan ditambah faktor keamanan. Bila terjadi kelebihan semen, maka
semen yang berlebihan tersebut disedot secara reserved sampai mencapai
ketinggian yang diinginkan.
Perhitungan yang dilakukan pada plug balancing ini antara lain:
Volume suspensi Semen, didefinisikan :
Vcmt = L x Ch ............................................................................................... (12-
12)
Dimana:
Vcmt = volume suspensi semen, ft3
L = panjang kolom semen di open hole, ft
Ch = kapasitas open hole, ft3/ft
Tekanan eksternal
Pe = Psq + (0.052 x D1 x rs) - (0.052 x D2 x rc) ....................................(12-
20)
Dimana:
Pe = tekanan eksternal, psi
Psq = tekanan squeeze, psi
D1 = kedalaman packer, ft
D2 = selisih kedalaman perforasi dengan kedalaman packer ft
rs = densitas semen, ppg
rc = densitas fluida pendorong, ppg
Aliran plug
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ......................................................................................... (12-
idc 2
22)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
idc = diameter dalam casing, in
Kecepatan kritik
Dengan reynold number 100 maka dapat mencari kecepatan kritik yang
merupakan batas aliran plug. Apabila kecepatan rata-rata lebih kecil dari
kecepatan kritik plug maka aliran yang terjadi aliran plug.
Vc 100
3.23 p 3.23 p 2 247.37 idc 2 y 0.5
.....................................(12-
idc
24)
Dimana:
Vc(100) = kecepatan kritik plug, ft/min
mp = viskositas plastik, cp
r = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
ty = yield point, lb/100 ft2
Aliran laminer:
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ...................................................................................... (12-27)
idc 2
Dimana:
Kecepatan kritik
Dengan reynold number 2000 maka dapat mencari kecepatan kritiknya
yang merupakan batas aliran laminer. Apabila kecepatan rata-rata lebih
besar dari kecepatan kritik plug ( Vc (100)) dan lebih kecil dari kecepatan
kritik laminer (Vc(2000)) maka aliran yang terjadi aliran laminer.
Vc 2000
65 p 65 p 2 12.3 idc 2 y
0.5
........................................ (12-29)
idc
Dimana:
Vc (2000) = kecepatan kritik laminer, ft/min
mp = viskositas plastik, cp
r = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
ty = yield point, lb/100 ft2
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ....................................................................................... (12-32)
idc 2
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
idc = diameter dalam casing, in
Dimana:
NRe = Reynold number
ρ = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
v = kecepatan rata-rata, ft/min
μa = viskositas apparent (=mp + 400 ty (idc/v)), cp
Kecepatan kritik
Dengan reynold number 3000 maka dapat mencari kecepatan kritiknya
yang merupakan batas aliran laminer. Apabila kecepatan rata-rata lebih
besar dari kecepatan kritik turbulen ( Vc (3000) ) maka aliran yang terjadi
aliran turbulen.
Vc 3000
97 p 97 p 2 8.2 idc 2 y 0.5
......................................... (12-35)
idc
Dimana:
Vc(3000) = kecepatan kritik turbulen, ft/min
μp = viskositas plastik, cp
ρ = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
y = yield point, lb/100 ft2
Aliran plug
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2
.............................................................................. (12-38)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Kecepatan kritik
Vc 100
3.23 p 3.23 p 2 185.52 dh odc y
2
0.5
......................... (12-40)
dh odc
Dimana:
Vc(100) = kecepatan kritik plug, ft/min
μp = viskositas plastik, cp
dh = diameter open hole, in
idc = diameter dalam casing, in
ρ = densitas semen, ppg
y = yield point, lb/100 ft2
Aliran laminer:
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2
.............................................................................. (12-43)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Kecepatan kritik
Vc 2000
65 p 65 2 9.2 dh odc y
2
2
.................................... (12-45)
dh odc
Dimana:
Vc (2000)= kecepatan kritik plug, ft/min
μp = viskositas plastik, cp
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
ρ = densitas semen, ppg
y = yield point, lb/100 ft2
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2
.............................................................................. (12-8)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Kecepatan kritik
Vc 3000
97 p 97 p 2 6.2 dh odc y
2
2
..................................... (12-50)
dh odc
Dimana:
Vc(3000) = kecepatan kritik plug, ft/min
mp = viskositas plastik, cp
dh = diameter open hole, ino
dc = diameter luar casing, in
r = densitas semen, ppg
ty = yield point, lb/100 ft2
Aliran laminer
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ...................................................................................... (12-53)
idc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ....................................................................................... (12-57)
idc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
idc = diameter dalam casing (in)
Reynold Number > 2100
15.46 V idc
N re .......................................................................... (12-58)
Dimana:
Nre = reynold number
V = kecepatan rata-rata, ft/min
μ = viskositas, cp
ρ = densitas (ppg)
idc = diameter dalam casing (in)
Aliran laminer
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V 2 ................................................................................ (12-61)
dh odc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2
............................................................................... (12-65)
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Volume factor nitrogen dapat diketahui dari Field Data Handbook Dowell
Schlumberger untuk tiap tekanan dan temperatur.
DAFTAR PUSTAKA
31. Smith D.K., "Worldwide Cementing Practices", First Edition, American Petroleum
Institute (API), Johston Printing Company, 1991.
32. nn., "Cementing Tables", Halliburton Servives, 1981.
33. Paxson J., "Casing and cementing", Second Edition, Petroleum Extension Service,
Texas, 1982.
34. Smith D.K., "Cementing", SPE of AIME, New York, 1976.
35. nn., "Cementing Technology", Dowel Schlumberger, London, 1984.
36. Wischers, G., "Zement Taschenbuch", 44. Ausgabe, Verein Deutscher
Zementwerke e.V. (VDZ), Bauverlag Gmbh., Duellesdorf, Germany, 1984
37. Nelson E.B., "Well Cementing", Schlumberger Educational Series, Houston-Texas,
1990.
38. Smith D.K., "Worldwide Cementing Practices", First Edition, American Petroleum
Institute (API), Johston Printing Company, 1991.
39. nn., "Cementing Tables", Halliburton Servives, 1981.
40. Paxson J., "Casing and cementing", Second Edition, Petroleum Extension Service,
Texas, 1982.
41. Smith D.K., "Cementing", SPE of AIME, New York, 1976.
42. nn., "Cementing Technology", Dowel Schlumberger, London, 1984.
Bab 13
Vertical Well Drill String Design
13.1. Pendahuluan
Drill string memberikan suatu hubungan antara rig dan pahat. Masalah-masalah yang
berhubungan dengan desain drill string yang tidak tepat diantaranya adalah wash out, twist
off, dan collapse failure. Komponen-komponen utama suatu drill string ialah :
1. Kelly
2. Drillpipe
3. Drill collar
4. Bit
Juga termasuk dalam rangkaian adalah aksesoris seperti heavy-weight drill pipe, jar,
stabilizer, reamer, shock sub, dan bit sub. Suatu contoh dari rangkaian drill string adalah
terlihat pada Gambar 13.1.
Drill string memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Sebagai saluran fluida dari rig ke pahat
2. Mentransmisikan gerakan rotasi ke pahat
3. Memberikan beban yang dibutuhkan ke pahat
4. Menurunkan dan menaikkan pahat di dalam sumur
Di samping itu drill string juga mempunyai beberapa fungsi tambahan yang khusus, yaitu
:
1. Memberikan kestabilan rangkaian di dalam lubang sumur dengan tujuan untuk
meminimumkan vibrasi dan bit jumping
2. Memungkinkan diadakan tes tekanan dan fluida formasi melalui drill string
3. Memungkinkan diadakan evaluasi formasi melalui pipa ketika peralatan logging
tidak dapat dijalankan pada open hole.
Distribusi stress pada berbagai variasi kasus dihitung dengan bentuk persamaan-
persamaan berikut :
Pipa tergantung bebas tanpa adanya fluida
xWa
a .................................................................................................(13-5)
As
13.3.1 Tension
Berat total yang ditanggung top joint drill pipe adalah :
P Ldp Wdp Ldc Wdc BF ...................................................................(13-10)
dimana :
m
BF 1
65.5
1 2 3 4 5 6 7 8 10
Siz Non Torsional Data* Tensile Data Based on
e Wei Torsional Yield Strength, Minimum Values**
OD ght ft-lg Load at the Minimum Yield
Thd Strength,lb
s&
Cou
pling
In lb E 95 105 135 E 95 105 135
2 4.85 476 6033 666 857 9781 1239 1369 1760
3/8 3 8 4 7 02 55 71
6.65 625 7917 875 112 1382 1750 1935 2487
0 1 51 14 72 00 86
2 6.85 808 1023 113 145 1359 1721 1902 2446
7/8 3 8 16 49 02 43 63 24
10.4 115 1463 161 207 2143 2715 3000 3858
0 54 5 76 98 44 03 82 20
3 13.5 141 1791 198 254 1942 2460 2719 3496
½ 0 46 8 05 63 64 68 70 76
13.3 185 2349 259 333 2715 3439 3801 4888
0 51 8 72 92 69 88 97 25
15.5 210 2670 295 379 3227 4088 4516 5809
0 86 8 20 54 75 48 85 95
4 11.8 194 2466 272 350 2307 2922 3230 4153
5 74 8 64 54 55 90 57 60
14.0 232 2949 326 419 2853 3614 3995 5136
0 88 8 03 18 59 54 02 46
15.7 258 3269 361 464 3241 4105 4537 5834
0 10 2 34 58 18 50 65 13
4 13.7 259 3281 362 466 2700 3420 3780 4860
½ 5 07 6 70 33 34 43 47 61
16.6 308 3902 431 554 3305 4187 4627 5950
0 07 2 30 53 58 07 81 04
20.0 369 4674 516 664 4123 5223 5773 7422
0 01 1 61 21 58 20 01 44
22.8 409 5182 572 736 4712 5969 6597 9482
2 12 1 76 41 39 03 35 30
5 16.2 350 4438 490 630 3280 4155 4593 5905
5 44 9 62 79 73 59 02 31
113. 411 5214 576 741 3955 5010 5538 7120
50 67 4 33 00 95 87 33 70
25.6 522 6619 731 940 5301 6715 7422 9542
0 57 2 59 62 44 15 01 49
5 113. 440 5582 617 793 3721 4714 5210 6699
½ 20 74 6 03 32 81 29 53 25
21.9 507 6423 709 912 4371 5536 6119 7868
0 10 3 94 78 16 81 63 09
24.7 565 7166 792 101 4972 6298 6961 8949
0 74 0 04 833 22 14 11 99
6 25.2 705 8940 988 127 4894 6199 6852 8810
5/8 0 80 2 12 044 64 88 50 35
* Based on the shear strength equal to 57.7% of minimum yield
System of Units
strength and nominal wall thickness 583
Minimum torsional yield strength calculated from Equation (8.54)
** Minimum tensile strength = (minimum unit tensile yield strength)
(cross section area, in2)
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009
Tabel 13.2. Data collapse dan tekanan internal drill pipe baru
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Size Non Collapse Pressure Based on Internal Pressure at Minimum
OD Weight Minimum Values, psi Yield Strength, psi.
Thds &
Coupling
In lb E 95 105 135 E 95 105 135
2 4.85 11040 13984 15456 19035 10500 13300 14700 18900
3/8
6.65 15599 19759 21839 28079 15474 19600 21663 27853
2 6.85 10467 12940 14020 17034 9907 12548 13869 17832
7/8
10.40 16509 20911 23112 29716 16526 20933 23137 29747
3½ 13.50 10001 12077 13055 15748 9525 12065 13335 17145
13.30 14113 17877 19758 25404 13800 17480 19320 24840
15.50 16774 21247 23484 30194 16838 21328 23573 30308
4 11.85 8381 9978 10708 12618 8597 10889 12036 15474
14.00 11354 14382 15896 20141 10828 13716 15159 19491
15.70 12896 16335 18055 23213 12469 15794 17456 22444
4½ 13.75 7173 8412 8956 10283 7904 10012 11066 14228
16.60 10392 12765 13825 16773 9829 12450 13761 17693
20.00 12964 16421 18149 23335 12542 15886 17558 22575
22.82 14815 18765 20741 26667 14583 18472 20417 26250
5 16.25 6938 8108 8616 9831 7770 9842 10878 13986
113.50 9962 12026 12999 15672 9503 12037 13304 17105
25.60 13500 17100 18900 24300 13125 16625 18375 23625
5½ 113.20 6039 6942 7313 8093 7255 9189 10156 13058
21.90 8413 10019 10753 12679 8615 10912 12061 15507
24.70 10464 12933 14013 17023 9903 12544 13865 17826
6 25.20 4788 5321 5500 6036 6538 8281 9153 11768
5/8
NOTE: Calculations are based on formulas in API Bul 5C3
Tabel 13.3. Data torsional dan tensile drill pipe lama - API Premium Class
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1,2 2
Size Non Torsional Yield Strength Tensile Data Based on Uniform
OD Weight Based on Uniform Wear, ft-lb Wear
Thds & Load at the Minimum Yield
Coupling Strength,lb
In lb E 95 105 135 E 95 105 135
2 4.85 3725 4719 5215 6705 76893 97398 107650 138407
3/8
6.65 4811 6093 6735 8659 107616 136313 150662 193709
2 6.85 6332 8020 8865 11397 106946 135465 149725 192503
7/8
10.40 8858 11220 12401 15945 166535 210945 233149 299764
3½ 13.50 11094 14052 15531 19968 152979 193774 214171 275363
13.30 14361 18191 20106 25850 212150 268723 297010 381870
15.50 16146 20452 22605 29063 250620 317452 350868 451115
4 11.85 15310 19392 21433 27557 182016 230554 254823 327630
14.00 18196 23048 25474 32752 224182 283963 313854 403527
15.70 20067 25418 28094 36120 253851 321544 355391 456931
4½ 13.75 20403 25844 28564 36725 213258 270127 298561 383864
16.60 24139 30576 33795 43450 260165 329542 364231 468297
20.00 28683 36332 40157 51630 322916 409026 452082 581248
22.82 31587 40010 44222 56856 367566 465584 514593 661620
5 16.25 27607 34969 38650 49693 259155 328263 362817 466479
113.50 32285 40895 45199 58113 311535 394612 436150 560764
25.60 40544 51356 56762 72979 414690 525274 580566 746443
5 ½ 113.20 34764 44035 48670 62575 294260 372730 411965 620604
21.90 39863 50494 55809 71754 344780 436721 482692 529669
24.70 44320 56139 62048 79776 391285 495627 547799 704313
6 25.20 55766 70637 78072 100379 387466 490790 542452 697438
5/8
1 Based on the shear strength equal to 57.7% of minimum yield strength
2 Torsional data based on 20% uniform wear on outside diameter and tensile
data based on 20% uniform wear on outside diameter
Tabel 13.4. Data collapse dan tekanan internal drill pipe lama - API Premium
Class
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1
Size Non Collapse Pressure Based on Minimum Internal Yield
OD Weight Minimum Values,psi Pressure At minimum Yield
Thds & Strength, psi.
Coupling
In lb E 95 105 135 E 95 105 135
2 4.85 8522 10161 10912 12891 9600 12160 13440 17280
3/8
6.65 13378 16945 18729 24080 14147 17920 19806 25465
2 6.85 7640 9017 9633 11186 9057 11473 12680 16303
7/8
10.40 14223 18016 19912 25602 15110 19139 21153 27197
3½ 13.50 7074 8284 8813 10093 8709 11031 12192 15675
13.30 12015 15218 16820 21626 12617 15982 17664 22711
15.50 14472 18331 20260 26049 15394 19499 21552 27710
4 11.85 5704 6508 6827 7445 7860 9956 11004 14148
14.00 9012 10795 11622 13836 9900 12540 13860 17820
15.70 10914 13825 15190 18593 11400 14440 15960 20520
4½ 13.75 4686 5190 5352 5908 7227 9154 10117 13008
16.60 7525 8868 9467 10964 8987 11383 12581 16176
20.00 10975 13901 15350 18806 11467 14524 16053 20640
22.82 12655 16030 17718 22780 13333 16889 18667 24000
5 16.25 4490 4935 5067 5661 7104 8998 9946 12787
113.50 7041 8241 8765 10029 8688 11005 12163 15638
25.60 11458 14514 16042 20510 12000 15200 16800 21600
5½ 113.20 3736 4130 4336 4714 6633 8401 9286 11939
21.90 5730 6542 6865 7496 7876 9977 11027 14177
24.70 7635 9011 9626 11177 9055 11469 12676 16298
6 25.20 2931 3252 3353 3429 5977 7571 8368 10759
5/8
1 Data are Based on minimum wall of 80% nominal wall. Collapse pressure
are based based on uniform OD wear. Internal pressures are based on
uniform wear and nominal OD
Note : Calculation for Premium Class drill pipe are based of formulas in API
Bul 5C3
Tabel 13.5. Data torsional dan tensile drill pipe lama - API Class 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1,2 2
Size Non Torsional Yield Strength Tensile Data Based on Uniform
OD Weight Based on Uniform Wear, ft-lb Wear
Thds & Load at the Minimum Yield
Coupling Strength,lb
In lb E 95 105 135 E 95 105 135
2 4.85 3224 4083 4513 5802 66686 84469 93360 120035
3/8
6.65 4130 5232 5782 7434 92871 117636 130019 167167
2 6.85 5484 6946 7677 9871 92801 117549 129922 167043
7/8
10.40 7591 9615 10627 13663 143557 181839 200980 258403
3½ 13.50 9612 12176 13457 17302 132793 168204 185910 239027
13.30 12365 15663 17312 22258 183398 232304 256757 330116
15.50 13828 17515 19359 24890 215967 273558 302354 388741
4 11.85 13281 16823 18594 23907 158132 200301 221385 284638
14.00 15738 19935 22034 28329 194363 246193 272108 349852
15.70 17315 21932 24241 31166 219738 278335 307633 395528
4½ 13.75 177715 22439 24801 31887 185389 234827 259545 333701
16.60 20908 26483 29271 37634 225771 285977 316080 406388
20.00 24747 31346 34645 44544 279502 354035 391302 503103
22.82 27161 34404 38026 48890 317497 402163 444496 571495
5 16.25 23974 30368 33564 43154 225316 285400 315442 405568
113.50 27976 35436 39166 50356 270432 342548 387605 486778
25.60 34947 44267 48926 62905 358731 454392 502223 645715
5½ 113.20 30208 38263 42291 54374 255954 324208 358335 460717
21.90 34582 43804 48414 62247 299533 379409 419346 539160
24.70 38383 48619 53737 69090 339533 430076 475347 611160
6 25.20 48497 61430 67896 87295 337236 427166 472131 607026
5/8
1 Based on the shear strength equal 57.7% of minimum yield strength
2 Tensional data based on 30 % uniform wear on outside diameter and tensile
data based on 30% uniform wear on outside diameter
Tabel 13.6. Data collapse dan tekanan internal drill pipe lama - API Class 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
Size Non Collapse Pressure Based on Minimum Internal Yield
OD Weight Minimum Values, psi Pressure At Minimum Yield
Thds & Strength, psi.
Coupling
In lb E 95 105 135 E 95 105 135
2 4.85 6852 7996 8491 9664 8400 10640 11760 15120
3/8
6.65 12138 15375 16993 21849 12379 15680 17331 22282
2 6.85 6055 6963 7335 8123 7925 10039 11095 14365
7/8
10.40 12938 16388 18113 23288 13221 16746 18059 23798
3½ 13.50 5544 6301 6596 7137 7620 9652 10668 13716
13.30 10858 13753 15042 18396 11040 13984 15456 19872
15.50 13174 16686 18443 23712 13470 17062 18858 24246
4 11.85 4311 4702 4876 5436 6878 8712 9629 12380
14.00 7295 8570 9134 10520 8663 10973 12128 15593
15.70 9531 11468 12374 14840 9975 12635 13965 17955
4½ 13.75 3397 3845 4016 4287 6323 8010 8853 11382
16.60 5951 6828 7185 7923 7863 9960 11009 14154
20.00 9631 11598 12520 15033 10033 12709 14047 18060
22.82 11458 14514 16042 20510 11667 14779 16333 21000
5 16.25 3275 3696 3850 4065 6216 7874 8702 11189
113.50 5514 6262 6552 7079 7602 9629 10643 13684
25.60 10338 12640 13685 16587 10500 13300 14700 18900
5½ 113.20 2835 3128 3215 3265 5804 7351 8125 10447
21.90 4334 4733 4899 5465 6892 8730 9649 12405
24.70 6050 6957 7329 8115 7923 10035 11092 14261
6 25.20 2227 2343 2346 2346 5230 6625 7322 9414
5/8
1 Data are Based on minimum wall of 70% nominal wall. Collapse pressure
are based based on uniform OD wear. Internal pressures are based on
uniform wear and nominal OD
Note : Calculation for Premium Class drill pipe are based of formulas in API
Bul 5C3
Tabel 13.7. Data torsional dan tensile drill pipe lama - API Class 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1,2
Siz Non Torsional Yield Strength 2 Tensile data Based on
e Weigh Based on Ecentic Wear, ft-lb Uniform Wear Load At Minimu
OD t Thds Yield Strength, lb
&
Coupli
ng
In lb D E 95 105 135 D E 95 105 135
2 4.85 1970 269 340 376 483 591 749 828 1064
3/8 0 0 0 0 40 10 00 60
6.65 2600 354 448 496 637 601 820 103 114 1476
0 0 0 0 70 50 930 870 90
2 6.85 3340 455 577 638 820 825 104 115 1486
7/8 0 0 0 0 80 600 610 40
10.40 4800 655 829 917 117 928 126 160 177 2278
0 0 0 80 40 600 360 240 80
3 ½ 13.50 5840 797 100 111 143 118 149 165 2124
0 90 50 40 050 530 270 90
13.30 7700 104 132 146 188 118 165 205 227 2920
90 90 90 90 965 270 480 120 00
15.50 8760 119 151 167 215 139 190 241 266 3429
50 40 30 10 700 500 300 700 00
4 11.85 8030 109 138 153 197 140 178 196 2531
50 80 40 20 630 130 880 30
14.00 9630 131 166 183 236 126 172 218 241 3106
40 40 90 50 555 580 600 600 40
15.70 1069 145 184 204 262 143 195 247 273 3451
0 80 70 20 50 000 000 000 000 000
4 ½ 13.75 1068 145 184 203 262 164 208 230 2957
0 60 40 80 10 330 150 060 90
16.60 1273 173 219 243 312 146 200 253 280 3603
0 60 90 00 40 800 180 560 240 20
20.00 1529 208 264 291 375 181 247 313 346 4459
0 5 10 90 30 665 720 780 820 00
16.25 1444 196 249 275 354 200 253 280 3603
0 90 40 70 40 180 560 250 20
5 113.5 1700 231 293 324 417 176 240 304 336 4325
0 0 80 70 60 30 220 300 380 420 40
25.60 2167 295 374 413 531 232 317 402 444 5715
0 50 20 60 80 870 550 230 570 90
5 ½ 21.90 2092 285 361 399 513 266 337 373 4796
0 30 30 40 50 480 540 070 60
24.70 2338 318 403 446 573 221 301 381 422 5425
0 80 80 30 80 050 420 800 000 60
1 The torsional yield strength is based on a shear strength of 57.7% of the
minimum yield strength. (following the maximum shear strain evergy
theory of yielding.
2. Torsional data based on 45% eccentric wear on outside diameter.
Tabel 13.8. Data collapse dan tekanan internal drill pipe lama - API Class 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Siz Non 1 Collapse Pressure Based on 1
Internal Pressure At
e Weig Minimum Values, psi Minimum Yield Strength, psi.
O ht
D Thds
&
Coup
ling
In lb D E 95 105 135 D E 95 105 135
2 4.85 362 426 459 481 535 660 836 924 118
3/8 0 0 0 0 0 0 0 0 80
6.65 740 100 120 130 157 713 973 123 136 175
0 30 50 40 60 0 0 20 20 10
2 6.85 314 360 401 419 453 623 789 872 112
7/8 0 0 0 0 0 0 0 0 10
10.40 792 108 136 148 182 762 103 131 145 187
0 00 80 80 30 0 90 60 40 00
3 13.50 284 323 365 379 400 599 758 838 107
½ 0 0 0 0 0 0 0 0 80
13.30 632 804 948 101 110 636 867 109 121 156
0 0 0 60 30 0 0 90 40 10
15.50 807 110 139 154 189 776 105 134 148 190
0 10 50 10 60 0 80 10 20 50
4 11.85 221 257 289 284 285 540 684 756 972
0 0 0 0 0 0 0 0 0
14.00 388 463 507 523 581 499 681 862 953 122
0 0 0 0 0 0 0 0 0 50
15.70 522 649 748 792 894 575 784 993 109 141
0 0 0 0 0 0 0 0 70 10
4 13.75 185 209 217 217 217 497 629 696 894
½ 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16.60 308 352 293 411 442 452 618 783 865 111
0 0 0 0 0 0 0 0 0 20
20.00 528 658 759 804 910 578 788 999 110 141
0 0 0 0 0 0 0 0 40 90
5 16.25 178 199 205 205 205 488 619 684 879
0 0 0 0 0 0 0 0 0
113.5 282 321 363 377 396 438 597 757 836 107
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50
25.60 576 725 846 902 104 605 825 104 115 148
0 0 0 0 10 0 0 50 50 50
5 113.2 152 164 164 164 164 510 646 714 918
½ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21.90 222 258 281 286 287 397 542 686 758 975
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24.70 314 360 400 419 452 457 623 789 872 112
0 0 0 0 0 0 0 0 0 10
6 25.20 116 117 117 117 117 301 411 521 575 740
5/8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 Data area based on minimum wall of 55% nominal wall. Collapse
pressures are based on uniform OD wear. Internal Pressures are based
on uniform wear and nominal OD
Pa 0.9 Pt ...............................................................................................(13-11)
dimana:
Pa = Yield strength teoritik, lbft
Pt = Yield strength drill pipe, lbft.
Perbedaan antara Pa dan P merupakan margin of overpull (MOP). Nilai MOP bervariasi
antara 50000 sampai 100000 lb.
MOP Pa P .......................................................................................... (13-12)
atau
Pt 0.9 MOP Wdc
Ldp Ldc ............................................................... (8-15)
Wdp BF Wdp
Suatu tapered string pertama kali didesain dengan menggunakan drill pipe dengan
grade paling kecil yang tersedia dan selanjutnya menentukan panjang maksimumnya yang
dapat digunakan pada bagian terbawah. Kemudian digunakan drill pipe dengan grade lebih
besar dan ditentukan panjang maksimumnya yang dapat digunakan.
13.3.2 Collapse
Collapse pressure didefinisikan sebagai tekanan eksternal yang diperlukan untuk
menyebabkan yielding pada drill pipe atau casing. Collapse pressure terjadi karena adanya
perbedaan tekanan di dalam dan luar drill pipe. Suatu contoh khusus adalah ketika drill
pipe tidak penuh berisi fluida selama dilakukan drill stem testing (DST) dengan tujuan
untuk mengurangi tekanan hidrostatik terhadap formasi. Berbagai macam differential
pressure yang dapat menyebabkan collapse pada berbagai kondisi.
Pada drill pipe ketika membuka DST tool :
L1 L Y 2 ......................................................................... (13-16)
P
19.251 19.251
Ketika densitas fluida di dalam dan luar casing sama, yaitu r1 = r2 = r, maka :
Y P
P ............................................................................................. (13-18)
19.251
dimana
Y = Tinggi kolom fluida di dalam drill pipe, ft
L = Kedalam total sumur, ft
Gambar 13.2. Kurva ellips yield stress biaksial atau diagram maksimum shear-
strain energy
13.3.4 Torsi
Dua persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung maksimum torsi yang dapat
diberikan sebelum yield strength torsional minimum dari drill pipe terlampaui.
Yield strength torsional jika hanya terdapat torsi:
0.096167 J Yn
Q ............................................................................. (13-22)
do
dimana:
Q =Yield Strength torsional minimum(lb-ft)
Y =Satuan yield strength minimum(lb-ft)
do =Diameter luar drill pipe (in)
J =Momen inersia polar = / 32 d o d i 4 4
di =Diameter dalam drill pipe(in)
Selama operasi pemboran yang normal, drill pipe dikenai baik oleh torsi dan tension.
Maka Persamaan (13-22) menjadi:
0.096167 P2
Q J Ym 2 2 .................................................................... (13-23)
do A
dimana :
Q = Yield strength torsional minimum dalam kondisi tension (lb-ft),
P = Total beban tension (lb),
A = Luas penampang dinding casing (in2)
Vibrasi sekunder dan vibrasi harmonik yang lebih tinggi terjadi pada kecepatan putar
yang besarnya 4, 9, 16, 25, 36, ..... kali lipat dari persamaan di atas
N
4760000 2
I2
d o d i
1
2 2
....................................................................................... (13-28)
dimana
l = Panjang satu joint drill pipe (in),
d o = Diameter luar drill pipe (in),
d i = Diameter dalam drill pipe (in)
3.7570476B )( D d ) ( D d )
1
(D 2 d 2
2 3 3 3
C w2 f ............................................ (13-30)
Dimana:
C w1 = WOB yang diperlukan untuk membuat buckling tahap pertama
C w 2 = WOB yang diperlukan untuk membuat bucklingtahap kedua
B f = Bouyancy factor, dimensionless
D = Diameter luar drill collar, in
d = Diameter dalam drill collar, in
N cr
84240
i ...................................................................................... (13-31)
L
dimana :
N cr = Kecepatan putar, rpm
L = Panjang total BHA termasuk HWDP, ft
i = Mode vibrasi alam (pertama, kedua dan seterusnya)
SF
A 10 OH 5000M 2 FL BHA 800 ..............................(13-32)
w
2 0.5
1 1011
dimana :
SF = Faktor stickiness drill string, dimensionless
A = Kemiringan maksimum lubang, derajat
OH = Panjang lubang sumur, ft
Mw = Densitas lumpur, ppg
FL = API fluid loss, cc/30 min
BHA = Panjang BHA, ft
Dw 2.67 Do Di .............................................................................(13-34)
2 2
....................................................................(13-35)
Bw Dw 1 w
M
65450
I w Bw cos A .......................................................................................(13-36)
dimana :
Do = Diameter luar anggota drill string, in
Di = Diameter dalam anggota drill string, in
Mw = Densitas lumpur, ppg
A = Kemiringan rata-rata lubang, derajat
Dw = Berat drill string, lb
Bw = Berat apung drill string, lb
Iw = Berat drill string dengan inklinasi, lb
2. Lubang 13500 ft akan dibor dengan menggunakan rig yang menggunakan pipa
premium 4 inch Grade E (14 lb/ft), pipa baru X95 (14 lb/ft), pipa X105 (15,7
lb/ft).Berat lumpur pada kedalaman tersebut adalah 10 ppg.Bila panjang Drill
Collar 900 ft dengan berat diudara 56 lb/ft, Margin of Overpull (MOP) dipakai
75000 lb dan safety factor 80%.Keterangan:
1. Pipa dengan grade yang lebih tinggi dipasang pada bagian atas dan yang lebih
rendah Grade-nya dipasang di bagian bawah, persis di atas drill collar.
2. MOP tidak boleh terlampaui Berapakah panjang masing-masing drill pipe yang
dapat dipakai dan paling ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
1. McAllister E.W., "Pipe Line Rules of Thumb Handbook: A Manual of Quick, accurate
solutions to to everyday pipe line problems", Third Edition, Gulf Publishing Company,
Houston, 1993.
2. nn., "Pipe Characteristics Handbook", Williams Natural Gas Company Engineering Group,
PennWell Publishing Company, Tulsa-Oklahoma, 1996.
3. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.
4. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, Second Edition,
Tulsa-Oklahoma, 1986.
5. nn, "Drill Stem Design and Inspection", First Edition, T.H. Hill Asociates, 1992.
Bab 14
Metode Inspeksi Drillstring
Pemeriksaaan terhadap permukaan bagian luar slip dan upset dari drill pipe
yang telah terpakai untuk mengetahui ketidaksempurnaan secara transverse dan 3-D,
dengan menggunakan teknik dry magnetic dengan medan AC aktif. Pemeriksaan ini
meliputi 36 inch pertama dari pin tool joint shoulder dan 48 inch pertama dari box
shoulder.
Bagian tersebut harus diperiksa menggunakan medan longitudinal AC-aktif dan
bubuk besi kering. Medan listrik tersebut harus dialirkan secara kontinu pada saat
melakukan pemeriksaan. Daerah yang memberikan indikasi meragukan harus
dibersihkan dan diperiksa ulang. Ketidaksempurnaan pada drill pipe ( seperti: retak )
harus tidak melebihi batasan spesifikasi yang diberikan pada Tabel 14.1 dan Tabel
14.2.
Tabel 14.1.Klasifikasi Drill Pipe Tubes Dan Tool Joint Yang Telah Terpakai
Tabel 14.2.Kriteria Dimensi Yang Dapat Diterima Untuk Drill Pipe Yang Telah
Terpakai
14.1.5. Ut Slip/upset
Penggunaan shear wave ultrasonic untuk memeriksa daerah slip dan upset pada
drill pipe dan HWDP yang telah digunakan. Metode ini digunakan untuk mendeteksi
ketidaksempurnaan secara transverse dan 3 dimensi pada bagian dalam dan luar pipa.
Pemeriksaan ini meliputi tool joint tapers ke 36 inch dari pin tool joint shoulder dan 48 in
dari box shoulder.
14.1.6. Visual Connection
Pemeriksaan secara visual terhadap sambungan, shoulders dan tool joint untuk
pemeriksaan profil dari thread dan pengukuran box swell.
Hal yang dievaluasi pada pemeriksaan dengan metode ini adalah penanganan
kerusakan, indikasi kerusakan torsional, galling, washout, korosi, penandaan
berat/grade pada tool joint dan pin flat.
14.1.7. Dimensional 1
Pemeriksaan dengan metode ini meliputi pengukuran OD, ID tool joint, lebar box
shoulder, tong space dan box swell. Peralatan yang digunakan adalah sejenis mistar
baja 12-inch yang dilengkapi dengan metal straightedge serta ID dan OD caliper.
Hal yang dievaluasi pada pemeriksaan metode ini adalah kapasitas torsional pin
dan box, torsional matching tool joint dan tube, shoulder yang sesuai untuk mendukung
make-up stresses.
14.1.8. Dimensional 2
Pemeriksaan dengan metode ini meliputi bagian yang sama dengan
'dimensional 1' , dan ditambah dengan pengukuran kedalaman counterbore, pin lead,
diameter bevel, lebar box seal dan kedataran shoulder. Bagian-bagian tersebut
digambarkan pada Gambar 14.1.
Hal-hal yang akan dievaluasi dalam pemeriksaan ini adalah sama dengan
'dimensional 1' ditambah bukti kerusakan torsioanl, ikatan potensial box thread dengan
pin flat, lebar shoulder yang berlebihan, daerah seal yang cukup untuk menghindari
galling, dan shoulder yang tidak datar.
14.1.9. Dimensional 3
Merupakan pemeriksaan dimensi yang meliputi, rotary shouldered connections
yang telah digunakan pada drill collars, komponen BHA dan HWDP. Juga termasuk
pengukuran sambungan OD dan ID, pin lead, box counterbore, diameter bevel, tong
space, bentuk relief stress, dan diameter tengah upset pada HWDP, pemeriksaan profil
thread (ulir), kondisi shoulder, dan pemeriksaan visual crakcks dan box swell. Dimensi-
dimensi tersebut digambarkan pada Gambar 14.1, 14.2, dan 14.3.
Hal yang akan dievaluasi pada pemeriksaan dengan metode ini adalah
kapasitas torsional HWDP pin dan box, bukti kerusakan torsional, lebar shoulder yang
berlebihan, dimensi yang sesuai untuk bentuk profil stress untuk mengurangi tekanan
lekuk pada sambungan, keausan pada HWDP center upset.
Tabel 14.4. Rekomendasi Program Inspeksi Untuk Drill Collar dan HWDP
Tabel.14. 6. Sambungan
Tabel 14.7.Sambungan
DAFTAR PUSTAKA
1. McAllister E.W., "Pipe Line Rules of Thumb Handbook: A Manual of Quick, accurate
solutions to to everyday pipe line problems", Third Edition, Gulf Publishing Company,
Houston, 1993.
2. nn., "Pipe Characteristics Handbook", Williams Natural Gas Company Engineering
Group, PennWell Publishing Company, Tulsa-Oklahoma, 1996.
3. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.
4. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, Second
Edition, Tulsa-Oklahoma, 1986.
5. nn, "Drill Stem Design and Inspection", First Edition, T.H. Hill Asociates, 1992.
BAB 15
Komplesi, Workover dan Stimulasi
15.1. Komplesi
Sesudah sumur dibor maka langkah selanjutnya adalah melakukan
penyempurnaan sumur (komplesi) agar fluida dari dasar sumur dapat mengalir ke
permukaan.
Jenis komplesi sumur ini bermacam-macam pilihannya tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya adalah :
□ biaya
□ diperlukannya well stimulation
□ beberapa masalah produksi khusus, seperti sand control atau artificial lift
□ jenis pendorong reservoir
□ Lokasi batas gas-minyak dan air-minyak
□ kemungkinan dilaksanakannya secondary recovery dimasa yang akan datang
Metoda well completion terbagi atas dua bagian utama yaitu bottom hole
completion dan tubing completion. Bottom hole completion dapat dilakukan secara
uncased hole completion (tanpa penahan) atau secara cased hole completion
(dengan penahan) yang diperforasi. Pada tubing completion diusahakan agar
mampu mengangkat fluida yang telah berada dalam lubang sumur ke permukaan
dengan semaksimal mungkin.
15.1.1. Bottom Hole Completion
Pada metoda ini terbagi atas dua macam yaitu open hole completion dan
perforated casing completion. Open hole completion merupakan metoda yang
paling sederhana, dimana casing hanya dipasang sampai puncak formasi
produktif, sehingga formasi produktif tidak tertutup secara mekanis.
Metoda ini hanya cocok untuk formasi yang kompak (tidak mudah gugur). Pada
metoda perforated casing completion, casing produksi dipasang menembus
formasi produktif dan disemen yang selanjutnya diperforasi pada interval-interval
yang diinginkan. Dengan adanya casing produksi tersebut maka formasi yang
mudah gugur dapat ditahan, Gambar 15.1.
1. Single Completion
Dalam metoda single completion digunakan satu production string, dimana
sumur hanya memiliki satu lapisan/zone produktif atau banyak lapisan tetapi
diproduksi secara bergantian masing-masing zona. Single completion dapat
dilakukan secara open hole bila formasinya cukup kompak, dan dilakukan
secara perforated jika formasinya kurang kompak dan diselingi lapisan-
lapisan tipis dari air atau gas, Gambar 15.2.
Keuntungan :
□ formation damage selama pemboran yang melewati zone produktif dapat
dikurangi karena tidak dilakukan penyemenan
□ intepretasi log tidak kritis
yang terlepas menjadi tersemen. Bahan kimia yang sering digunakan adalah
epoxy resin, phenolic resin atau furan resin.
Metoda lain merupakan kombinasi antara gravel packing dengan konsolidasi
adalah gravel packing tersemen. Dalam hal ini gravel dicampur dengan material
plastik kemudian diinjeksi ke dalam lubang perforasi di depan formasi.
15.2. Workover
Well service operation adalah pekerjaan rutin yang harus dilakukan selama
sumur berproduksi, yang berfungsi untuk memperbaiki atau meningkatkan
produktivitas sumur, sedangkan workover adalah pekerjaan perbaikan yang
dikatagorikan cukup berat.
15.2.1. Perawatan Perbaikan Produksi Sumur
Terdapat beberapa perbaikan sumur yang mendasar, yang biasanya
dilakukan oleh service company, yang bertujuan untuk memperbaiki atau
memperbaharui serta memperpanjang umur sumur berproduksi, dapat
dibedakan menjadi :
□ Operasi Swabbing
□ Sand Control dan Sand Clean Out
□ Corrosion, Scale dan Paraffin Removal
□ Penggantian Zone Produktif
□ Pendeteksian Kebocoran dan Isolasi
15.2.2. Swabbing
Swabbing adalah proses pengeluaran fluida yang terakumulasi di dasar
sumur yang disebabkan oleh sumur berhenti mengalir secara alami. Kejadian ini
terjadi disebabkan bila tekanan formasi tidak cukup untuk mengangkat kolom
fluida yang terakumulasi di dasar sumur ke permukaan.
Swabbing dilaksanakan dengan menurunkan peralatan khusus ke lubang
sumur menggunakan wireline. Peralatan swabbing dilengkapi dengan “swabbing
cup” yang berfungsi untuk mengangkat fluida ke permukaan, yang selanjutnya
dialirkan melalui flowline yang berhubungan dengan wellhead ke tanki atau
kolam penampung. Pada saat fluida dikeluarkan, tekanan hidrostatik di lubang
bor menjadi rendah. Pada saat tekanan turun dibawah tekanan formasi, sumur
akan mengalir secara alami kembali.
Ada beberapa sumur di-swab melalui casing, tetapi sebagian besar sumur di-
swab melalui tubing. Operasi swabbing dapat dikerjakan dengan menggunakan
unit peralatan seperti berikut ini.
□ Truck Mounted Swabbing Unit
Sejumlah sumur di-swabbing dengan menggunakan “pole mast production
rig. Telescopic pole mast dapat diperpanjang di atas well head sehingga
tersedia ruang yang cukup untuk mengatur dan mempersiapkan peralatan.
□ Well Service Unit
Swabbing juga dapat dikerjakan dengan regular production rig. Pada kasus
ini wireline unit sering disebut dengan “sand line” dihubungkan dengan
peralatan pengangkat (hoisting drum). Pemilihan penggunaan unit peralatan
ini disebabkan sumur yang akan diswabbing biasanya cukup dalam.
□ Peralatan Swabbing
Telescopic Portable Mast, dapat diangkat dengan posisi vertikal dengan
bantuan wireline, tetapi umumnya dengan hidrolik ram, serta dapat
dipertinggi sampai batas maksimum dalam beberapa menit. Biasanya,
operasi swabbing tidak menggunakan unit yang didukung wireline untuk
menegakkannya, tetapi dengan jenis screwtype atau hydraulicjack untuk
memperoleh kestabilan diatas wellhead.
□ Swabbing Line, terbuat dari fiber core dan anyaman kawat baja berkwalitas.
Kekuatannya bervariasi tergantung dari diameternya. Jenis yang digunakan
tergantung dari type fluida yang akan diswab serta beban gesekan yang akan
diderita oleh line tersebut.
□ Hoisting Drum, tempat penyimpanan, penarikan serta menahan beban yang
diderita oleh wireline. Hoisting drum mempunyai kapasitas dari 10.000
sampai 000 wireline.
□ Oil Saver, adalah peralatan hidrolik yang terletak di atas lubricator. Oil saver
memperkecil bocornya fluida di sekitar wireline, memperkecil kemungkinan
tersemburnya fluida ke sekitar lingkungan sumur.
□ Lubricator, tabung kontainer yang ditempatkan di atas master valve, atau
shut-off valve pada wellhead. Peralatan ini juga berfungsi sebagai pengatur
tekanan pada saat operasi swabbing berlangsung.
□ Level Winder, alat untuk mengatur gulungan kawat (wireline), guna
mencegah kemungkinan gulungan kawat menjadi kusut.
□ Swabbing Assembly, peralatan swabbing yang diturunkan ke dasar sumur
terdiri dari empat komponen, yaitu :
□ Wire Rope Socket, alat yang digunakan untuk menyambung antara peralatan
swabbing dengan wireline
□ Sinker Bar, biasanya 1 1/2" diameter heavy metal bar dengan panjang sekitar
20’. Peralatan ini diletakkan di atas unit swabbing sebagai pemberat,
sehingga wireline mudah diturunkan dan tidak akan kusut selama berada di
dalam sumur
□ Set of Jar, tabung kosong yang bekerja secara hidrolis guna menghadapi
bahaya stuck
□ Swabbing Unit, piston-like object yang terdiri dari cup dan valve yang
tersusun dalam mandrel. Pada saat diturunkan ke dalam fluid valve akan
terbuka, sehingga swabbing unit dapat mencapai dasar sumur. Pada saat
ditarik valve akan tertutup, sehingga fluida yang terdapat pada cup akan
terperangkap dan terangkat ke permukaan.
15.2.3. Sand Control
Penurunan produktivitas sumur dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
□ kondisi reservoir
□ kondisi produksi
□ proses penyumbatan pada tubing
□ lubang bor dan perforasinya
□ kerusakan mekanis
Plugging/penyumbatan pada tubing, lubang bor dan perforasinya dapat
disebabkan oleh :
□ pasir
□ partikel-partikel formasi termasuk batuannya
□ partikel-partikel lumpur
□ endapan parafin
□ aspalt scale
□ collapse pada tubing/casing.
Terproduksinya pasir dalam sumur dapat menimbulkan bermacam-macam
masalah, diantaranya yaitu :
□ Kerusakan peralatan dan fasilitas produksi
□ Peyumbatan aliran fluida produksi dalam pipa alir
□ Masalah-masalah lain yang sangat mengganggu produktivitas sumur
2. Sand Consolidation
Sand consolidation dengan menggunakan material plastik. Pemilihan metoda
ini cocok untuk zone produksi yang pendek. Cara pelaksanaannya adalah
sebagai berikut :
a. Clean fluid secara uniform
b. Menginjeksikan material plastik ke zone produktif
c. Membersihkan pasir yang kotor dengan HF acid-mutual solvent Merupakan
teknik dengan menginjeksikan resin ke dalam formasi, dimana resin tersebut
diharapkan mengikat butir pasir, sehingga berfungsi sebagai material
penyemen.
a. Tekanan
b. Temperatur
c. Tekanan Parsial CO2
d. TDS (Total Dissoleved Salt)
Perubahan keempat faktor tersebut dapat terjadi di dalam sumur, mulai dari
dasar sumur sampai ke permukaan, ataupun sepanjang pipa salur. Dengan
demikian endapan atau scale sering sekali diketemukan di lubang perforasi
sumur, sepanjang tubing ataupun sepanjang pipa salur yang dapat menyumbat
aliran fluida sehingga akan menurunkan produktivitas sumur.
Jenis scale yang sering ditemui adalah : kalsium karbonat, kalsium sulfat,
barium sulfat, stronsium sulfat, dan senyawa-senyawa besi.
Pencegahan scale dapat dilakukan dengan memasukkan bahan kimia
tertentu (scale inhibitor) ke dalam sistem aliran. Pencegahan scale tersebut
adalah sebagai berikut :
□ Pada awal pembentukkan scale, yaitu merupakan kristal yang sangat kecil.
Scale inhibitor tersebut akan melapisi kristal dan mencegah pertumbuhan
kristal lebih lanjut.
□ Scale inhibitor mencegah kristal scale mengendap di dinding tubing, pipa
salur, perforasi dan sebagainya.
Berdasarkan mekanisme pencegahan scale tersebut, maka dua hal pokok
yang harus dilakukan, yaitu :
1. Scale inhibitor harus ditempatkan di daerah “up-stream” dari sistem aliran
2. Scale inhibitor harus berada di dalam fluida sumur secara terus menerus. Hal
ini dapat dilakukan dengan menginjeksikan secara kontinyu atau ditempatkan
di dalam fluida produksi sumur.
15.2.4.3. Paraffin Removal
Secara umum metoda untuk membersihkan endapan paraffin dapat
dikategorikan sebagai berikut, :
a. Secara Mekanik
b. Secara Kimia (Pelarutan Paraffin)
c. Secara Panas (Pelelehan Paraffin)
Secara Mekanik
Metoda mekanik seperti scrapper, pisau, hook: yang dikombinasikan dengan
peralatan lain yang digunakan untuk membersihkan endapan paraffin,
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dalam pembersihan paraffin
disekitar lubang bor.
Secara Kimia
Penggunaan larutan kimia untuk membersihkan paraffin mejadi sangat
terkenal. Tetapi beberapa larutan tidak dapat digunakan di Indonesia.
Carbon Disulfides (CS2), adalah pelarut paraffin yang baik, akan tetapi
mempunyai titik nyala yang sangat rendah dan uapnya sangat beracun,
sehingga sangat berbahaya dilakukan di lapangan.
Carbon Tetraclorida (CCl4), adalah salah satu pelarut parafin yang baik,
namun adanya organik-klorida dalam larutan dalam ppm (part permillion) sangat
merusak refinery catalist. Biasanya minyak mentah akan ditolak jika terdeteksi
mengandung organic klorida.
Secara Pemanasan
Salah satu teknik pembersihan endapan paraffin yang terkenal adalah
dengan melelehkan parafin dengan minyak panas (hot oil).
Metoda ini sangat sederhana yaitu dengan mengalirkan minyak mentah
melalui alat penukar panas dan memompakannya ke dalam sumur dengan
temperatur lebih dari 150oC (300oF). Biasanya sudah cukup untuk melelehkan
paraffin di dalam tubing, yang kemudian diproduksikan kembali bersama de-
ngan minyak. Kelemahannya adalah selama minyak panas disirkulasikan, fluida
tersebut mengandung kandungan paraffin dengan konsentrasi yang tinggi,
mungkin ada yang bocor dan masuk ke zone produktif dan mendingin
membentuk endapan paraffin di formasi.
Apabila kejadian tersebut terjadi, hal ini memerlukan proses perendaman
menggunakan pelarut paraffin yang baik untuk membersihakn paraffin dan
mendorong keluar dari batuan formasi.
Penggunaan uap sangat sukses dalam menghadapi masalah paraffin
disejumlah lapangan. Berbagai metoda telah dikembangkan untuk menghadapi
beberapa kondisi yang ditemui di lapangan. Semua metoda pada dasarnya
mentransmisikan panas ke minyak dan paraffin di dalam tubing sehingga
melelehkan paraffin yang kemudian dialirkan bersama minyak.
Pemanasan dengan uap digunakan untuk memanaskan formasi dan
membersihkan paraffin dari muka formasi (sand face). Tetapi kegagalannya,
dapat menutup zone produksi sama seperti yang dialami jika menggunakan
minyak panas.
15.2.5. Perubahan Zone Produksi
Dengan berjalannya waktu produksi sumur maka formasi/reservoir akan
mengalami penurunan produksi. Penurunan produksi ini dapat disebabkan oleh
karena tidak tepatnya desain peralatan atau formasi tersebut cadangannya
sudah habis.
Apabila cadangan suatu formasi sudah berkurang, maka perlu melakukan
perubahan zone produksi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metoda,
1. Plugging Back
Plugging back adalah prosedur umum yang dilakukan untuk menutup zone
produksi yang paling terbawah, sehingga tidak terjadi proses aliran antar zone
atau merupakan persiapan untuk melakukan side tracking, Gambar 15.6.
2. Drilling Deeper
Drilling deeper adalah prosedur workover yang biasa dilakukan untuk
membor formasi yang mungkin mengandung minyak yang berada dibawah zone
produksi terbawah sumur tersebut. Prosedurnya biasa memerlukan operasi
squeezing dari lubang perforasi yang ada. Operasi pemboran dilakukan untuk
mencapai zone berikutnya dan selanjutnya pemasangan peralatan komplesi
yang baru, Gambar 15.7.
15.2.7. Isolasi
Penutupan (plugging back) sumur merupakan prosedur yang umum
dilakukan untuk menyekat atau mengisolasi zone produksi terbawah Gambar
15.11. Mengapa dilakukan plugging back ?.
15.3. Stimulasi
Stimulasi adalah proses perbaikan formasi disekitar lubang sumur untuk
meningkatkan kemampuan produksi suatu sumur. Stimulasi dapat berupa :
1. Acidizing
2. Acidizing-Fracturing
3. Hydraulic Fracturing
Tujuan dari stimulasi adalah untuk meningkatkan productivity dengan
meningkatkan permeabilitas sumur, baik dengan menghilangkan scale disekitar
rekah-rekahan atau memperpanjang rekahan disekitar lubang bor.
15.3.1. Acidizing
Asam yang sering digunakan dalam proses acidizing adalah :
1. HCl
Terutama untuk formasi karbonat, konsentrasi asam yang digunakan
biasanya adalah 15 % berat larutan HCl dalam air. Keburukan HCl adalah
sangat korosif. Korosi yang tinggi dan sulit untuk dikontrol pada temperatur
250oF. Juga lempengan aluminium atau chromium sering ditemukan dan
merusak pompa.
2. HCl - HF
Campuran asam ini digunakan untuk formasi sand stone. Dalam industri
kimia, HF merupakan bahan murni dalam bentuk anhydrat dengan konsentrasi
40-70 % larutan. Karakteristik korosi dari campuran asam ini dapat dibandingkan
dengan asam yang hanya terdiri dari asam HCl, tetapi pada campuran asam
ditemukan penghambat korosi yang lebih baik.
3. Asam Acetic
Kebaikan dari asam organik secara umum adalah korosi yang lebih rendah
dan lebih sedikit hambatan pada temperatur tinggi. Umumnya asam acetic
digunakan pada konsentrasi 10 % berat larutan dalam air.
4. Asam Formic
Asam formic lebih kecil berat melekulnya, lebih mudah daya larut batuannya
dan lebih kuat asamnya dibandingkan dengan asam acetic. Dapat digunakan
pada temperatur tinggi sekitar 400oF. Keburukan dari asam ini yaitu sulit
mencegah korosinya. Walaupun lebih korosif dari asam acetic, tetapi lebih
rendah derajat korosinya dibandingkan dengan HCl.
5. Acetic-HCl dan Formic-HCl
Digunakan untuk formasi karbonat, dirancang untuk menghasilkan “dissolving
power” yang ekonomis dari HCl pada saat mencapai korosi yang paling rendah
(terutama pada temperatur tinggi) dari asam organik. Oleh karena itu,
aplikasinya pada temperatur formasi yang tinggi, dimana biaya pencegahan
korosi cenderung melebihi biaya seluruh treatment.
15.3.2. Acidizing Fracturing
Acidizing fracturing hampir sama dengan acidizing tetapi diinjeksikan di
bawah kondisi bertekanan sehingga dapat meretakkan formasi yang akan
diacidizing.
15.3.3. Hydraulic Fracturing
Proses peretakan formasi dengan menginjeksikan fluida (cair) ke formasi
dibawah kondisi bertekanan sehingga dapat meretakan formasi disekitar lubang
bor.
DAFTAR PUSTAKA