Anda di halaman 1dari 102

PENDAHULUAN

BAB 1
Manusia dalam menjalani aktifitasnya sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan akan
energi, baik itu untuk menggerakkan tubuh manusia ataupun untuk menggerakkan peralatan-
peralatan yang membantu manusia dalam menjalani kehidupannya. Sehingga pengetahuan
tentang energi baik itu mengenai sumber-sumber energi maupun teknologi pengkonversian
energi sangatlah diperlukan. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh perlu kiranya kita
memahami mengenai konsep energi. Seringkali kita terjadi kerancuan dalam memahami
konsep daya dan energi, Energi didefinisikan sebagai properties dari suatu zat yang dapat
dikonversikan menjadi kerja, panas dan radiasi sedangkan daya adalah laju pemanfaatan
energi ataupun laju produksi energi. Peralatan yang mengkonversi energi dari suatu bentuk
kebentuk energi yang dapat dimanfaatkan manusia disebut Mesin Konversi Energi. Proses
pengkonversian energi ini dibatasi oleh postulat kedua termodinamika sehingga tidak semua
energi yang dikonversikan dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagian lagi energi terbuang ke
lingkungan.

1.1 Klasifikasi Energi


Energi diklasifikasikan berdasarkan sumber-sumber dan bentuknya. Adapun
klasifikasi energi berdasarkan sumber-sumbernya terbagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Energi celestial atau income energy yaitu sumber energi yang diperoleh bumi dari
angkasa luar, umumnya sumber energi dalam kelompok ini bersifat terbaharukan
(renewable energy) dan bebas polusi. energi surya dan bulan merupakan sumber
utama Energi celestial.
2. Energi modal atau capital energy yaitu sumber energi yang telah ada dipermukaan
atau didalam bumi. sumber energi dalam kelompok ini ada yang bersifat terbaharukan
(renewable energy) seperti energi pasang surut, energi gelombang , otec, angin dan
bebas polusi, namun ada juga yang bersifat tidak terbaharukan (unrenewable energy)
seperti energi yang berasal dari hidrokarbon (minyak, batubara dan gas, energi nuklir
dan umumnya dalam penggunaannya menimbulkan polusi bagi manusia.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 1.1 Roadmap klasifikasi energi

Sedangkan klasifikasi energi berdasarkan bentuk energi terbagi menjadi enam


kelompok yaitu:
1. Energi mekanik adalah suatu energi yang dapat digunakan untuk menggerakkan
benda. Energi mekanik ini terbagi menjadi dua yaitu energi potensial dan energi
kinetik. Energi potensial didefinisikan sebagai energi yang diperoleh suatu benda
sebagai akibat dari posisinya dalam medan gaya, sedangkan energi didefinisikan
sebagai energi yang berkaitan dengan massa suatu benda akibat dari gesekan
relatifnya terhdap benda lain.
2. Energi listrik adalah suatu energi yang berkaitan dengan arus dan akumulasi electron.
3. Energi elektromagnetik didefinisikan sebagai energi yang terkait dengan radiasi
elektromagnetik, energi ini tidak terkait dengan massa benda.
4. Energi kimia didefinisikan sebagai energi yang keluar sebagai hasil interaksi antar
electron dimana dua atom atau lebih berkombinasi membentuk senyawa kimia yang
stabil.
5. Energi nuklir adalah energi yang keluar akibat interaksi antar partikel didalam inti
atom.
6. Energi thermal didefinisikan sebagai energi yang dihasilkan dari getaran atomic dan
molecular. Energi thermal merupakan bentuk energi dasar maksudnya semua bentuk
energi pada point 1 samapai dengan 5 dapat dokonversikan kebentuk energi thermal.
Namun sebaliknya pengkonversian energi thermal ke bentuk enegti lainnya dibatasi
oleh postulat kedua termodinamika.

1.2 Satuan energi


Untuk menyatakan kebutuhan energi perlu dilakukan kuantifikasi energi sehingga
memerlukan suatu skala, didunia internasional menggunakan beberapa skala yaitu British unit
thermal (BTU) yang diartikan sebagai kebutuhan energi yang diperlukan untuk menaikkan
temperatur 1 lb air sebesar 10F sama dengan 1 BTU. Sedangkan untuk standard internasional

Indra Herlamba Siregar ST,MT


satuan energi adalah joule yang didefinisikan sebagai kebutuhan energi yang diperlukan untuk
menaikkan temperatur 1 kg air sebesar 10C sama dengan 1 Joule. Notasi satuan Joule berasal
dari penghargaan terhadap James Joule, dimana hubungan kedua satuan ini adalah :

1 Btu = 1055 joules

Namun selain kedua satuan tersebut diatas ada satuan energi lain seperti terlihat pada
tabel 1.1.

Tabel 1.1 Konversi satuan energi kesatuan standard internasional

m2
1 joule = 1 J = 1 kg
s
= 1Ws
= 6,242 x 1018 eV
= 107 ergs
= 0,2388 cal
= 9,478 x 10-4 Btu
= 2,78 x 10-7 kWh
= 0,735 ft lb
= 9,48 x 10-9 therms
= 2,381 x 10-10 tons of TNT

Untuk satuan energi dalam skala besar dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini :
Tabel 1.2. Konversi satuan energi dalam skala besar kesatuan standard internasional

1 TJ = 10 12 J
1 Mtoe
= 4,54 x 1016 J
(1 Million Ton oil Equivalent)
1 sbm
= 6,3 x 109 J
(1 setara barel minyak)
1 MBtu = 1,055 x 109 J
1 sbm = 10 lb batubara
1 sbm = 150 ft3 LNG

Contoh 1. Trinitrotoluene (TNT) adalah suatu zat yang explosive, ketika meledak akan
melepas energi dalam bentuk panas. Berapa joule energi yang dilepas oleh 1 kg TNT ketika
meledak ?
Solution. menggunakan tabel diatas dimana Energy dalam 1 kg TNT

 1J  1ton 
 1 kg TNT  10
 
 2,381 x 10 ton TNT  1000 kg 
 4,2 x 10 6 J

Indra Herlamba Siregar ST,MT


1.3. Konsumsi Energi
1.3.1 Konsumsi Energi Dunia
Konsumsi energi dunia mengalami eskalasi yang cukup tajam setelah ditemukannya
mesin uap oleh James Watt. Penemuan mesin uap ini mengakibatkan suatu perubahan yang
cepat atau revolusi. Konsumsi energi dunia saat ini didominasi dari energi fossil baik berupa
minyak, batu bara maupun gas alam dengan persentase pemakaian berkisar 86% dari total
konsumsi energi dunia sebesar 421 x 1015 Btu atau 421 Quadrillion Btu pada tahun 2003 lihat
gambar 2 dan 3.

50
40
30
%

20 39
10 24 24
6 8
0
le

as
lir

il
l
oa

O
ab
uc

C
ew
N

al
ur
en

at
R

Gambar 1.2 Persentase Konsumsi Energi dunia berdasarkan sumber energi, ref [2].

Gambar 1.3 Konsumsi Energi dunia, ref [2].

Contoh 2. Berdasarkan gambar 3 dimana konsumsi energi dunia pada tahun 2003
sebesar 421 Quadrillion Btu, tentukanlah konsumsi energi tersebut dalam Joule ?
Diketahui 1 Btu = 1055 J
421 Quadrillion Btu = 421 1015 Btu

Indra Herlamba Siregar ST,MT


1055 J
Maka 421 x1015 Btu x  4,44155 x 10 20 J
Btu

1.3.2 Konsumsi Energi Indonesia


Konsumsi energi Indonesia selama kurun waktu 1995 – 2004 mengalami
pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 4,5 % dapat dilihat pada gambar 4.

Ribu Sbm
900000
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0

95 96 97 98 99 00 01 02 03 04
19 19 19 19 19 20 20 20 20 20

Gambar 1.4 Konsumsi Energi Indonesia kurun waktu 1995-2004, ref [1].

Dari total energi yang dikonsumsi energi dari bahan bakar fossil mendominasi
sebesar 61.86 % dari total konsumsi energi Indonesia pada tahun 2003 lihat gambar 5.

50 43.36
40 30.84
30
%

20 13.11
5.39 7.3
10
0
le
M
ra

s
as

as

ab
BB
ba

om

ew
tu
Ba

Bi

en
R

Gambar 1.5 Persentase pemakaian energi berdasarkan sumbernya, ref [1].

Biomass yang menjadi sumber energi pada gambar 4 diatas adalah kayu bakar,
dimana kontribusinya mencapai 30,84 % dari total energi yang dikonsumsi Indonesia pada
tahun 2003. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi lingkungan hidup karena pemakaian

Indra Herlamba Siregar ST,MT


kayu sebagai bahan bakar tentu akan mengakibatkan penebangan hutan yang tidak terkendali
yang mengakibatkan kesimbangan alam terganggu, selain itu proses pemanfaatan kayu
sebagai sumber energi akan menimbulkan polusi CO2 yang menyebabkan effet rumah kaca
yang akhirnya akan menaikkan suhu permukaan bumi.

1.3.3 Energi per kapita


Energi per kapita adalah tingkat konsumsi energi per kapita dari suatu Negara,
umumnya tingkat energi perkapita ini dapat juga dijadikan indicator kemakmuran dari suatu
bangsa. Pada negara yang makmur terlihat dari gambar 6 tingkat konsumsi energi per
kapitanya juga tinggi. Energi perkapita diperoleh dari persamaan berikut :

Total konsumsi energi suatu negara


Konsumsi Energi / kapita 
jumlah penduduk

12000
Energy percapita (kgoe)

10000 Indonesia
UEA USA
8000 China
Inggris
6000 Saudi Arabia

4000 Argentina
Jerman
Jepang
2000 Brazil
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Income percapita (US $)

Gambar 1.6 Korelasi konsumsi energi perkapita terhadap income perkapita

Tingkat konsumsi energi perkapita sangat bermanfaat bagi pemerintah yang


bersangkutan untuk merencanakan pembangunan pembangkit listrik baru, penyediaan energi
dan langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi dampak negatip terhadap lingkungan
akibat dari pemakaian energi.

1.4. Daya (Power)


Seringkali kita kebingungan untuk membedakan antara energi dan daya, untuk itu kita
perlu mengetahui definisi daya yang benar. Daya adalah laju konsumsi atau laju produksi
energi dengan satuannya dalah Watt (W), nama satuan ini diambil dari James Watt sebagai
penghargaan terhadapnya dengan penemuannya berupa mesin uap yang mengubah dunia

Indra Herlamba Siregar ST,MT


menjadi lebih konsumtif terhadap energi. Dari definisi daya dapat diformulasikan sebagai
berikut dalam satuan SI:

Energi 1 J
Daya    J s 1
waktu 1s

Sedangkan dalam satuan british daya adalah horsepower (hp) ataupun BTU/h.
Faktor konversi antara Watt dengan hp ataupun BTU/hr adalah sebagai berikut :

1 Watt  1 W  3,412 Btu / h


 0,001341 hp

Contoh 3. Suatu mesin berkekuatan 2 hp, tentukan daya mesin dalam watt dan Btu/h ?
Solusi :
Dalam satuan Watt diketahui 1 W  0,001341 hp

1W
2 hp  x 2 hp
0,001341 hp
 1491,7 W
Btu
Dalam satuan Btu/h diketahui 1 W  3,412
h

Btu
3,412
1491,4 W  h x 1491,4 Watt
1 Watt
Btu
 5088,7
h

Contoh 4. Sebuah lampu dengan daya 100 W hidup Selama 8 jam pada malam hari. Tentukan
harga energi yang harus dibayar jika harga per kWhnya adalah Rp. 522,48 ?.
Solusi :
Energi yang dikonsumsi = Daya x waktu pemakaian
E = 100 W x 8 h = 800 Wh= 0,8 kWh
Harga energi yang harus dibayar = energi yang dikonsumsi x harga energi
Rp 522,48
= 0,8 kWh x  Rp 418
kWh

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Summary
Dari uraian diatas kita dapat membedakan antara energi dan daya. Begitupula telah
diperkenalkan satuan-satuan energi dan daya, kemudian klasifikasi energi baik ditinjau dari
sumber-sumbernya maupun bentuk-bentuknya, Pada bab ini juga telah diperlihatkan bahwa
energi yang berasal dari energi fossil masih mendominasi sebagai sumber energi dunia
maupun Indonesia.

Daftar Pustaka
1. Anonim, Handbook_Statistik_Ekonomi_Energi_Indonesia_2005,
http://www.esdm.go.id/esdm2/files/publikasi/buku/ diakses 13 April 2007.
2. Anonim, World Energy and Economic Outlook, www.eia.doe.gov/oiaf/ieo/index.html
diakses 5 April 2007.
3. Anonim, Energy and Resources, www.earthtrends.wri.org/text/energy-
resources/variable-351.html diakses 16 April 2007.
4. Anonim, Global income per capita published 2006 ,
www.finfacts.com/biz10/globalworldincomepercapita.htm diakses 16 April 2007

Soal Latihan
1. Pilih dan pilahlah mana yang satuan energi dan daya dari satua-satuan beikut ini: (a)
calorie, (b) (BTU) (seconds), (c) (kilowatt) (day), (d) BTU/hour, (e) megawatt/hour,
(f) joule/minute, (g) calorie/minute, (h) gigawatt, (i) watt/second.
2. Tentukan Berdasarkan tabel 1 buktikan bahwa 1 kWh sama dengan 3412 BTU dan 1
BTU sama dengan 1055 J.
3. Berdasarkan gambar 3 bahwa proyeksi konsumsi energi dunia sebesar 510
Quadrillion Btu, konversikanlah satuan ini ke bentuk kWh.
4. Pada name plate pada pompa rumah tangga Merk National tertera konsumsi dayanya
40 W. Jika pompa ini digunakan selama 2 jam sehari untuk mengisi tandon air dan
harga energi per kWhnya Rp. 522,48. Tentukan Jumlah rupiah yang harus
dikeluarkan selama satu bulan (30 hari).
5. Jika suatu rumah yang memiliki 10 buah lampu hemat energy 11 W dan 5 buah
lampu hemat energi berdaya 20 W yang hidup selama 8 jam /hari. Sebuah TV
berdaya 75 W yang hidup selama 10 Jam/hari. Magic com yang berdaya 300 W untuk
memasak selama 2 jam/ hari serta pada kondisi keep warm (15 W) selama selama 12
Jam/ hari. Kulkas berdaya 150 W yang hidup 24 jam/hari. Airconditioner berdaya
0,75 hp hidup selama 18 jam/hari serta setrika berdaya 50 W hidup selama 3 jam/hari.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Jika harga energi per kWhnya Rp. 522,48, tentukan harga energi listrik yang
digunakana selama 30 hari.
6. Sebuah hair drier berdaya 1600 W digunakan selama 15 menit. Jika harga energi
listrik sebesar $0.15 per kWh. Buktikan bahwa biaya selama 15 menit penggunaan
hair drier sebesar 6 cents ingat $ 1 = 100 cents.
7. Tentukan harga energi listrik nyata dengan cara memfotocopy rekening listrik untuk
tipe pelanggan 450 W, 900 W dan 2200 W.
8. Pergilah kesitus http://www.eia.doe.gov/emeu/international/contents.html download
data produksi minyak, gas dan batubara dunia pada tahun 2004 konversikanlah ke
satuan Terra Joule (TJ).
9. Dari hasil percobaan lapangan Mobil hybrid EV 1 produksi General motor didapatkan
kJ
daya maksimum mobil 104 kW. Jika diketahui nilai kalor bensin = 46.517 .
kg
Tentukan besarnya konsumsi bahan bakar Mobil hybrid EV 1 jika dipacu pada daya
maksimum selama 10 menit?.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


BAHAN BAKAR UNTUK PROSES
KONVERSI ENERGI
BAB 2
2.1 PENDAHULUAN
Bahan bakar didefinisikan sebagai bahan mudah melakukan reaksi exotermis (proses
pembakaran) artinya bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran
tersebut dengan sendirinya disertai dengan pengeluaran kalor. Bahan bakar dibakar dengan
tujuan untuk memperoleh kalor tersebut, untuk digunakan baik secara langsung maupun tak
langsung. Sebagai contoh penggunan kalor dari proses pembakaran secara langsung adalah:
- untuk memasak di dapur rumah tangga
- untuk instalasi pemanas.
Sedang contoh penggunaan kalor secara tidak langsung adalah:
- kalor diubah menjadi energi mekanik, misalnya pada motor bakar,
- kalor diubah menjadi energi listrik, misalnya pada pembangkit listrik tenaga diesel,
tenaga gas dan tenaga uap.
Bahan bakar untuk proses konversi energi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
1. Bahan bakar hidrokarbon yang terdiri dari bahan bakar konvensional atau
bahan bakar fossil dan bahan bakar alternatip. Bahan bakar fossil saat ini
dominan digunakan dalam proses konversi energi, namun bahan bakar ini tidak
ramah terhadap lingkungan serta sifatnya tidak terbaharukan. Sebaliknya bahan
bakar alternatip umumnya ramah terhadap lingkungan serta sifatnya
terbaharukan.
2. Bahan bakar nuklir adalah bahan bakar yang digunakan untuk reaksi inti.

BAHAN BAKAR HIDROKARBON


2.2.1 Bahan bakar fossil
Bahan bakar fossil adalah bahan bakar yang saat ini dominan digunakan sebagai
bahan bakar pada proses konversi energi yang terdiri dari 3 yaitu :
1. Bahan bakar cair atau minyak bumi yang terdiri dari bensin, solar dan kerosene.
2. Bahan bakar padat yaitu batubara.
3. Bahan bakar gas.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


2.2.1.1 Minyak Bumi
Minyak bumi berasal dari penguraian lemak dari hewan yang mengalami
metamorfosis dalam rentang waktu yang sangat panjang akibat tekanan dan temperatur yang
tinggi. Minyak bersifat fluid sehingga dapat mengalir dari satu tempat ketempat yang lain.
Minyak bumi secara ekonomis layak untuk ditambang memerlukan oil pool dan oil trap. Oil
pool adalah tetesan minyak dari lapisan batuan yang berpori sedangkan oil trap adalah daerah
cekungan pada lapisan batuan yang tidak berpori yang mengumpulkan minyak dari oil pool
dalam jumlah yang besar.

Gambar 2.1 Struktur geologi dari sebuah oil trap

Ilustrasi pemrosesan minyak bumi menjadi bahan bakar yang berguna bagi proses
konversi energi dapat dilihat pada gambar 2.2, dimana jumlah dan prosentase produk yang
dihasilkan tergantung dari jenis minyak mentah dan kondisi kerja dari refinery. Kunci dari
proses pembentukan bahan bakar dari minyak mentah adalah proses destilasi. Destilasi adalah
proses memisahkan material berdasarkan perbedaan volatility (yang diindikasikan oleh titik
didihnya). Proses ini dilakukan pada sebuah distillation tower (or column) yang diillustrasikan
pada gambar 2.3. Uap dari minyak mentah yang dipanaskan naik dan mengalami kondensasi
secari kontinu dalam kolom. Substansi yang memiliki titik didih yang lebih rendah berkumpul
pada bagian atas dari kolom sedangkan substansi yang memiliki titik didih yang lebih tinggi
berkumpul pada bagian bawah dari kolom.
Pada setiap lokasi dari kolom terdiri dari campuran uap dan cairan dari subtansi dan
volatility. Uap ini dikondensasikan untuk mendapatkan produk dalam bentuk liquid. Namun
produk ini masih campuran dari berbagai komponen yang memiliki kesamaan titik didih.
Proses pemisahan secara destilasi adalah proses secara pisik yang berdasarkan dengan fakta
bahwa senyawa kimia yang berbeda akan memiliki titik didih yang berbeda pula. Sebagai
contoh pentana dengan rumus kimia C5H12 memiliki titik didih 36 °C sementara nonana C9H20
memiliki titik didih 128 °C. Dikarenakan proses destilasi hanya berdasarkan proses pisik

Indra Herlamba Siregar ST,MT


sehingga tidak ada rantai kimia yang dipecah selama proses destilasi dan juga tidak ada reaksi
kimia pada tahapan ini skema proses destilasi dan produknya dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.2 Skema dari proses refining dari minyak bumi

Produk dari minyak bumi hasil dari destilasi umumnya terdiri dari 5 jenis bahan bakar
seperti pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penggunaan bahan bakar produk dari minyak bumi


Produk Penggunaan
Gas Rumah tangga dan industri
bensin Spark ignition engine
solar Compression ignotion engine
kerosene Rumah tangga, pesawat terbang, turbin
Miyak bakar Industri dan rumah tangga

Gambar 2.3 Skema dari proses destilasi dari minyak bumi

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gas yang berasal dari proses refining minyak mentah yang dikenal dengan nama
(LPG) dengan komposisi terdiri dari propane C3H8 dan butana C4H10.
Bensin yang merupakan produk langsung dari destilasi umumnya sebesar 20% dari
total minyak mentah yang didestilasi untuk jenis minyak mentah yang baik titik didihnya
berkisar 25-1500C, namun untuk memenuhi kebutuhan bensin yang besar maka diperukan
suatu proses untuk memecah rantai karbon minyak mentah untuk memenuhi properties dari
bensin yang panjang rantai kabonnya sekitar 5 sampai sembilan melalui proses thermal
cracking.
Bensin adalah bahan bakar untuk spark engine yang karekteristiknya ditentukan oleh
kecenderungan untuk mengalami ketukan (knocking) pada proses penekanan, satuannya
adalah angka oktan. Struktur kimia karbon paraffin dengan rantai karbon lurus C7H16
(Heptana) memiliki angka oktan = 0 sedangkan trimethyl pentana (C8H18), rantai karbon ini
juga dikenal dengan sebutan iso-oktana yang memiliki angka oktan = 100.
Untuk menentukan suatu angka oktan dari bensin diperoleh dari unjuk kerja
pembakaran bensin pada test engine dengan berbagai variasi campuran heptana dan iso-
oktana. Umumnya angka oktan sebanding dengan persentase iso=oktana dengan persentasi
hepatan missal suatu bensin dangan angka oktan= 87 menunjukkan bahwa persentase iso-
oktana 87% seangakan heptana 13%.
Kerosene terdiri dari rantai karbon 10 sampai 12 dengan titik didih berkisar 170-300
°C. Minyak kerosene digunakan untuk bahan bakar pesawat terbang dan turbin gas. Kerosene
diindonesia biasa digunakan untuk lampu petromax dan kompor.
Minyak solar memiliki titik didih yang overlap dengan minyak bakar yaitu antara
190-380°C. Pada engine yang menggunakan solar sebagai bahan bakar tidak memiliki busi
sebagai pencetus pembakaran bakar, namun solar terbakar akibat kompressi pada ruang
abakar yang sangat tinggi berkisar 13:1 sampai 20:1 dibandingkan sengan kompressi rasio
pada mesin bensin untuk unjuk kerja yang tinggi yaitu 9,5:1 sedangkan kompressi secara
ekonomis digunakan 8:1. Parameter yang digunakan untuk mengukur unjuk kerja minyak
solar adalah angka cetane. Angka cetane diperoleh dari campuran hexadecane (C16H34) yang
memiliki angka cetane=100 dan methylnaphthalene (C11H10) memiliki angka cetane=0. Untuk
keperluan komersial angka cetane pada minyak solar dalam rentang 30-60. Untuk mobil dan
truk berkapasitas sedang angkat centane 52-54 sudah mencukupi.
Minyak bakar memiliki titik didih diatas 3000C dan terdiri dari 12 ataupun lebih
rantai karbon. Penggunaan minyak bakar sangat luas mulai dari burner untuk pemanas
ruangan, pembangkit listrik, industri dan kapal laut.
Minyak pelumas adalah produk terbawah pada kolom destilasi. Minyak pelumas
berpengaruh terhadap effisiensi unjuk kerja engine. Produk minyak pelumas umumnya

Indra Herlamba Siregar ST,MT


berkisar 2% dari total minyak mentah yang diolah. Minyak pelumas merupakan produk yang
paling diinginkan karena tingginya keuntungan dari penjualan minyak pelumas daripada
minyak yang lain. Kareteristik minyak pelumasan yang baik adalah memiliki viscositas yang
rendah pada temperatur rendah sehingga minyak dapat mengalir kebagian mesin yang
bergerak pada hari yang dingin. Volatiliti yang rendah pada temperatur tinggi sehingga
minyak pelumas tidak gampang menguap keluar dari engine pada putaran tinggi dan tahan
terhadap dekomposisi pada temperatur tinggi. Unjuk kerja dari minyak pelumas dilihat dari
angka SAE nya. Untuk daerah yang sangat dingin diperlukan minyak dengan titik beku lebih
rendah dari temperatur lingkungan dan dan memiliki viskositas yang rendah pada temperatur
rendah umumnya digunakan minyak pelumas dengan harga SAE 5W-20 atau 5W-30.
Properties dari minyak pelumas yang umum digunakan terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Properties dari minyak pelumas engine yang umum digunakan
SAE Number Pour Point (°C) Viscosity*
5W - 3,8
10W -28 4,1
15W - 5,6
20W -24 5,6
20 - 5,6
30 -20 9,3
40 -16 12,5
50 -10 16,3
* in mm2/s, at 100 °C
NB: Untuk minyak pelumas mesin adalah campuran dari salah satu minyak pada tabel
diatas.Residu dari proses destilasi adalah aspal yang digunakan untuk pengerasan jalan,
namun aspal juga dapat diproses untuk menghasilkan lilin.

2.2.1.2 Gas Alam


Gas alam yang merupakan salah satu bahan bakar yang banyak digunakan didominasi
oleh gas metan yang terbentuk dari degradasi bakteri ataupun organic lainnya. Seiring dengan
dipanasinya minyak mentah pada temperatur tinggi dalam bumi beberapa molekul terpisah
membentuk gas metane dan molekul yang lebih kecil dari hidrokarbon. Pada kedalam yang
lebih dalam terjadi cracking akibat temperatur tinggi sehingga menghasilkan rantai karboin
yang lebih pendek antara 1 sampai 4 rantai karbon yang kemudian rantai karbon ini
mengalami gasifikasi akibat temperatur yang tinggi. Oleh karena itu ketika penambangan
minyak ditemui pada bagian atasnya gas alam seperti pada gambar 2.4, namun untuk posisi
yang lebih dalam lagi semua hidrokarbon mengalami gasifikasi. Kebanyakan deposit gas
untuk penambangan komersial terbentuk dengan cara demikian. Komposisi gas alam yang
berasal dari sumur Block Kangean dapat dilihat pada tabel 2.3.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar.2.4 Cekungan Gas dan minyak bumi ref [8].

Tabel 2.3 Komposisi gas alam dari Sumur Block Kangean ref [15].
Komponen Rumus Molekul Volume ( % )
Metana CH4 89,675
Etana C2H6 4,985
Propana C3H8 1,008
i-Butana i- C4H10 0,300
n-Butana n- C4H10 0,300
Neo Pentana 0,069
i-Pentana i- C4H12 0,083
n-Pentana n- C4H12 0,092
Karbon dioksida CO2 0,995
Nitrogen N2 2,446
Hexan + C6 + 0,047

2.2.1.3 Batu bara


Bahan bakar fossil berikutnya adalah batu bara yang merupakan organik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan purbakala yang membatu akibat proses tekanan dan temperature yang
tinggi dalam rentang waktu yang panjang. Batu bara didominasi oleh karbon dan hydrogen.
Batu bara diklasifikasikan berdasarkan umurnya menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Lignit adalah batu bara muda yang sifat kekerasannya lebih rendah dari semua
kelompok batu bara serta memiliki nilai kalor yang terendah berkisara 7000 Btu/lb
hal ini disebabkan lignit masih mengandung air dan kandungan karbonnya berkisar
65-75 %.
2. Subbituminous adalah jenis batubara yang lebih keras dan tua daripada lignit dengan
kandungan karbonnya berkisar 72-76 % sehingga nilai kalornya lebih tinggi daripada
batubara lignit dengan nilai kalor berkisar 10000 Btu/lb.
3. Bituminous sering juga disebut dengan soft coal, namun memiliki kekerasan yang
lebih tinggi dari kedua jenis batu bara sebelumnya. Batubara ini berwarna hitam

Indra Herlamba Siregar ST,MT


cerah, namun banyak mengandung sulfur. Kandungan karbonnya berkisar 76-90 %
serta nilai kalor berkisar 12000-15000 Btu/lb.
4. Antracites adalah batubara keras yang berwarna hitam atau biru kehitaman. Batubara
jenis ini memiliki nilai kalor yang tertinggi berkisar 15000 Btu/lb dengan kandungan
karbonnya berkisar 90-95 %.

Batubara diperoleh dari penambang, dimana ada dua metoda penambangan yaitu
penambangan permukaan yang biasa disebut strip mining dan penambangan dibawah
permukaan. Produktifitas penambangan dipermukaan lebih tinggi daripada penambangan
dibawah permukaan namun penambangan dipermukaan merupakan aktivitas yang
controversial, hal ini disebabkan pada proses penambangan batubara dipermukaan tabah
permukaan yang biasanya banyak menadung unsur-unsur yang bermanfaat bagi tumbuhan
dirusak sehingga setalah proses penambangan walaupun bekas penambangan direklamasi
maka tidak ada lagi tanaman yang tumbuh dibekas area penambangan. Namun dengan proses
recovery yang insentif, hal ini dapat diatasi dengan mengganti tanah permukaan yang diambil
dari tempat lain disertai pengairan, pemupukan penanaman bibit tanaman.
Penambangan batubara dibawah permukaan terdiri dari tiga metoda lihat gambar 2.6.
Metoda penambangan tersebut adalah Shaft, drift dan slope mining. Penambangan dengan
metoda shaft adalah penambangan batubara yang jauh dari permukaan dimana metoda ini
sangat beresiko besar terhadap keselamatan penambang. Untuk metoda drift mining,
penambangan dilakukan menyamping, terakhir metoda slope mining penambang dilakukan
dengan membuat lubang penambangan yang berupa sudut. Pada penambangan dibawah
permukaan jumlah batubara yang dapat ditambang maksimal 60 % dari kandungan batubara
di area penambangan tersebut. Hal ini dilakukan agar lapisan batubara yang dibiarkan
berfungsi sebagai penyangga batuan diatasnya sehingga tidak terjadi longsoran yang akan
menimbun pekerja tambang.

Gambar 2.5 Kerusakan lingkungan akibat penambangan batubara pada permukaan ref [4]
.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 2.6 Metoda penambangan batubara dibawah permukaan ref [13].

Kandungan batu bara dapat diperoleh dengan menggunakan analisa pendekatan dan
analisa tuntas. Analisa pendekatan dimulai dengan menimbang contoh batubara kemudian
dipanasi pada temperatur yang tinggi untuk mengeluarkan air yang dikandung oleh batubara,
setelah itu conoh batubara tersebut ditimbang kembali. Berat terakhir batubara dibagi dengan
berat awal batubara adalah persentase kandungan moisuture dari batubara (M). Batubara
kemudian dipanasi pada temperatur yang lebih tinggi dengan waktu yang cukup lama tanpa
melibatkan oksigen, hal ini dilakukan untuk mengeluarkan gas-gas yang dikandung oleh
batubara. Kehilangan berat pada batubara adalah fraksi berat dari volatile matter (VM).
Kemudian batubara yang tersisa dibakar di udara sampai yang tersisa hanyalah abu.
Kehilangan berat dari proses ini disebut dengan fixed carbon (FC) dan yang tersisa adalah abu
(A). Analisa pendekatan memaparkan empat kuantitas dalam bentuk fraksi yaitu moisture
(M), ash (A), volatile matter (VM) dan fixed carbon (FC) seperti yang tertera pada tabel 2.4.
Metoda kedua adalah analisa tuntas adalah analisa kimia yang memaparkan jumlah
kandungan komponen-komponen kimia yang membentuk batubara seperti karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen dan sulfur biasanya dalam berdasarkan bebas abu dan kondisi kering. Data
kandungan abu dan nilai kalor dari batubara biasanya juga di ikutkan. Data dari basis abu
kering dapat dikonversi ke basis lainnya dengan faktor pengkalibrasinya adalah 1-A-M,
sehingga untuk kondisi basah dan volatile matter pada analisa pendekatan dapat ditentukan
dari kondisi kering dan bebas abu dengan menggunakan persamaan berikut ini :
VM as  fired  Massa bahan bakar / Massa total VM dry, ash free

 1  A  M VM dry, ash free (2.1)

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Tabel 2.4 Klasifikasi Batubara Amerika berdasarkan ASTM ref [11]

2.2.2 Bahan bakar alternatif


Bahan bakar alternatip umumnya diklasifikasikan sebagai bahan bakar yang
terbaharukan dan ramah terhadap lingkungan. Bahan bakar alternatip yang akan dibahas disini
berasal dari biomass. Biomass sebagai sumber energi dapat menghasilkan berbagai jenis
bahan bakar, baik berupa cair, gas dan padatan seperti terlihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Overview Route konversi bahan bakar bio ref [1].

Indra Herlamba Siregar ST,MT


2.2.2.1 Cair
Bahan bakar alternatip yang termasuk dalam kategori cair yang sekarang sedang
menjadi trend adalah biodiesel dan bioetanol. Biodiesel adalah bahan bakar yang digunakan
pada mesin yang berkerja berdasarkan prinsip diesel. Biodiesel berasal dari minyak nabati
seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak jarak dan lemak. Biodiesel dari minyak jarak
sangat potensial dikembangkan diindonesia dikarenakan minyak jarak pagar bukan termasuk
bahan pangan seperti minyak kelapa dan sawit.

Gambar 2.8 Buah jarak pagar ref [12].

Jarak pagar lihat gambar 2.8 dapat tumbuh dilahan kritis yang banyak terdapat
didaerah-daerah Indonesia. Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang tidak atau kurang
produktif lagi dari segi pertanian karena pengelolaannya dan penggunaannya kurang atau
tidak memperhatikan persyaratan konservasi tanah (Ditjen Tanaman Pangan, 1991).

Gambar 2.9 Contoh lahan kritis ref [12].

Total lahan kritis di Indonesia kurang lebih seluas 17.470.000 Ha yang tersebar
hampir diseluruh propinsi dengan rincian dapat dilihat pada tabel 2.5.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Tabel 2.5 Rincian luasan lahan kritis di Indonesia ref [12]
Propinsi Luas (Ha) Propinsi Luas (Ha)
DI Aceh 326.000 NTB 224.000
Sumut 242.000 NTT 953.000
Sumbar 112.000 Kalbar 1.811.000
Riau 255.000 Kalteng 1.708.000
Jambi 544.000 Kaltim 825.000
Sumsel 2.280.000 Kalsel 222.000
Bengkulu 500.000 Sulsel 452.000
Lampung 2.280.000 Sulut 319.000
Jabar 363.000 Sulteng 188.000
Jateng 396.000 Maluku 515.000
Jatim 953.000 Papua 1.720.000
Bali 24.000

Potensi produksi biodiesel dari jarak pagar di Indonesia cukup besar karena dari hasil
penelitian diperoleh data bahwa dalam 1 tahun per hektarnya dari biji jarak dapat
menghasilkan biodiesel kurang lebih 2400 kg.

Gambar 2.10 Diagram alir produksi biodiesel.

Proses pembuatan biodiesel dari buah jarak pagar dimulai dari pengeringan buah
jarak, kemudian biji tersebut dipres untuk menghasilkan minyak. Minyak yang dihasilkan dari
pengepresan dimurnikan setelah itu barulah minyak jarak dimasukkan ke reaktor untuk
mengubahnya menjadi biodiesel dengan langkah-langkah yang dapat dilihat pada gambar
2.10 .
Bahan bakar alternatip lain yang berupa cairan adalah bioetanol. Kebalikan dengan
biodiesel, bioetanol digunakan pada mesin yang bekerja dengan prinsip Otto atau mesin
bensin. Jenis buah yang dapat dikonversi menjadi bioetanol adalah tanaman yang banyak
mengandung pati dan glukosa seperti beras, jagung, tebu dan singkong. Dari sumber yang ada
adalah menarik menggunakan singkong sebagai biomass yang akan dikonversikan sebagai

Indra Herlamba Siregar ST,MT


bioetanol untuk menaikkan nilai tambah dari singkong itu sendiri dibandingkan bahan
lainnya. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi
glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan
Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan glukoamilase yang
berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, baru
difermentasi menjadi etanol. Secara garis besar pembuatan etanol dari singkong dapat dilihat
pada gambar 2.11.
Singkong sebelum di masak sebaiknya dihancurkan dahulu dan dikeringkan hingga
kadar airnya mencapai air maksimal 16%, singkong dalam kondisi ini dikenal sebagai gaplek.
Setelah itu dimasak hingga 100"C, kemudian dipertahankan selama 0,5 jam. Aduk rebusan
gaplek sampai menjadi bubur dan mengental. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke
dalam tangki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa.

Gambar 2.11 Diagram alir produksi bioetanol.

Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi
glukosa. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula.
Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi.
Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18 %. Itu adalah
kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai
gula menjadi etanol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang
diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula
maksimum. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces
bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak

Indra Herlamba Siregar ST,MT


membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-32"C dan pH 4,5-5,5.
Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan
protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi ini yang mengandung 6-12% etanol.
Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol
pada suhu 78"C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap
ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air
sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair. Hasil penyulingan berupa 95%
etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau
disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan
100"C. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam
pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga
diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin.

2.2.2.2 Gas
Bahan bakar alternatip yang termasuk dalam bentuk gas seperti yang telah diuraikan
dalam gambar 2.7 adalah syngas dan biogas. Syngas adalah gas yang diperoleh dari proses
gasifikasi biomass dimana pada awalnya biomass kering diumpankan reaktor gasifikasi. Pada
reaktor gasifikasi biomass uap dialirkan diantara biomass proses ini disebut hydrogasification
. Kemudian gas yang bercampur dengan serpihan biomass dibersihkan menggunakan cyclone
gas yang sudah bersih dari serpihan dikurangi kandungan tarnya. Kemudian gas dipanasi
untuk memisahkan dengan kandungan uap pada unit heat recovery dan scrubber sehinga
dihasilkan syngas yang bersih siap untuk digunakan. Sebagai bahan bakar gas. Skema proses
pembuatan syngas dapat dilihat pada gambar berikut ini. pada proses yari biomas

Gambar 2.12 Diagram alir produksi syngas ref [2].

Biogas adalah campuran gas metane dan karbon dioksida yang berasal dari proses
anaerobic biomass. Proses pembentukan biogas dimulai dari pemasukan adonan biomass

Indra Herlamba Siregar ST,MT


dengan air ke digester. Digester adalah tempat proses terbentuknya biogas. Proses ini terdiri
dari tiga tahapan yaitu: hidrolisis, asidifikasi (pengasaman) dan pembentukan gas metana.

Gambar 2.13 Diagram alir produksi biogas [3].

1. Tahap Hidrolisis
Pada tahap hidrolisis, bahan organik dienzimatik secara eksternal oleh enzim
ekstraselular (selulose, amilase, protease dan lipase) mikroorganisme. Bakteri
memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan lipida menjadi senyawa
rantai pendek. Sebagai contoh polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan
protein diubah menjadi peptida dan asam amino.
2. Tahap Asidifikasi (Pengasaman)
Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek
hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan
karbondioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh
dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri
tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut
dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk
pembentuk gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu
bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol,
asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S, dan sedikit gas metana.
3. Tahap Pembentukan Gas Metana
Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat
molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh
bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana
dan CO2. Bakteri penghasil asam dan gas metana bekerjasama secara simbiosis.
Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri

Indra Herlamba Siregar ST,MT


penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam
yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan
menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam.

Biogas yang terjadi didigester memiliki komposisi gas metane berkisar antara 60-70
%. Gas metane inilah yang digunakan sebagai bahan bakar baik untuk penerangan ataupun
untuk memasak. Sedangkan adonan biomass dan air yang sudah tidak produktif lagi dapat
digunakan sabagai pupuk kompos.

2.2.2.2 Padat
Bahan bakar padat alternatip berasal dari biomass yang mengandung serat kayu
seperti kayu, sekam, baggase, kulit sawit, batang padi, batang jagung serbuk gergaji ataupun
bioarang. Kayu merupakan bahan bakar padat yang dominan dengan rumus kimia CH1.38 O
0.59. Komposisi kayu terdiri dari serat kayu (40%–50%) dan hemicellulose (15%–25%) yang
keduanya diikat bersama-sama oleh lignin (15%–30%).

Gambar 2.14 Kayu sebagai bahan bakar biomass yang dominan

Hasil analisa ultimasi dari kayu dan beberapa bahan bakar padat lainnya dapat dilihat
pada table 2.6.

Tabel 2.6 Hasil analisa ultimasi dari kayu bakar ref [14]
Komponen kayu Batang padi Baggase
Ash 0,74 % 11,4 % 1,43 %
Carbon 51,94 % 41,77 % 21,33 %
Hydrogen 5,99 % 5,43 % 3,06 %
Sulfur 0,18 % 0,1 % 0,03 %
Nitrogen 0,48 % 0,63 % 0,12 %
Oxygen 40,67 % 38,15 % 23,29 %

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Bioarang adalah bahan bakar padat yang berasal dari batang-batang tanaman seperti
padi, jagung ataupun dari daun-daunan. Pertama kali dilakukan proses karbonisasi dengan
memasukkan biomass ke reaktor kemudian dipanasi sampai 600 0C. Setelah itu ditumbuk
kemudian dibuat briket dengan mencampurkannya hasil karbonisasi dengan bahan pengikat
dari tetste tebu ataupun kanji yang telah diadon dengan air panas. Kemudian adonan biomass
hasil karbonisasi dengan bahan pengikat dicetak pada cetakan sperti terlihat pada gambar
2.15. Langkah terakhir adalah mengeringkan hasil cetakan.

Gambar 2.15 Cetakan Briket dan hasilnya ref [5]

2.2.3 Spesifikasi dasar bahan bakar hidrokarbon dan alternatip


Bahan bakar fossil dan alternatip memiliki spesifikasi khusus antara lain :
1. Nilai Kalor atau “Heating Value” atau
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna 1 kilogram
atau satu satuan berat bahan bakar padat atau cair atau 1 meter kubik atau 1 satuan
volume bahan bakar gas, pada keadaan baku. Nilai kalor atas atau “gross heating
value” atau “higher heating value” adalah kalor yang dihasilkan oleh pembakaran
sempurna satu satuan berat bahan bakar padat atau cair, atau satu satuan volume
bahan bakar gas, pada tekanan tetap, suhu 25 0C, apabila semua air yang mula - mula
berwujud cair setelah pembakaran mengembun menjadi cair kembali.
Nilai kalor bawah atau “net heating value” atau “lower heating value” adalah
kalor yang besarnya sama dengan nilai kalor atas dikurangi kalor yang diperlukan
oleh air yang terkandung dalam bahan bakar dan air yang terbentuk dari pembakaran
bahan bakar untuk menguap pada 25 0C dan tekanan tetap. Air dalam sistem, setelah
pembakaran berwujud uap air pada 25 0 C.
Nilai kalor untuk bahan bakar padat mengikuti rumus Dulong :
NKA  14490 C  61000 H  5550 S , Btu / lb (2.1)
C, H, dan S adalah fraksi berat karbon, sulfur dan hydrogen bebas.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Nilai kalor untuk minyak
1. Untuk pembakaran pada volume tetap;
Nilai kalor atas = 22320 – [3780 x (Sg)2] Btu/lb (2.2)
2. Untuk pembakaran pada tekanan tetap;
Nilai kalor bawah = 19960 – [3780 x (Sg)2] + (1362 x Sg) Btu/lb (2.3)
Sg adalah specific gravity dari minyak.

2. Kandungan Air di dalam Bahan Bakar


Air yang terkandung dalam bahan bakar padat terdiri dari:
- kandungan air internal atau air kristal, yaitu air yang terikat secara kimiawi.
- kandungan air eksternal atau air mekanikal, yaitu air yang menempel pada
permukaan bahan dan terikat secara fisis atau mekanis.
Air dalam bahan bakar cair merupakan air eksternal, berperan sebagai pengganggu.
Sedangkan air dalam bahan bakar gas merupakan uap air yang bercampur dengan
bahan bakar tersebut. Keberadaan air yang terkandung dalam bahan bakar
menyebabkan penurunan mutu bahan bakar karena:
- menurunkan nilai kalor dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan,
- menurunkan titik nyala,
- memperlambat proses pembakaran, dan menambah volume gas buang.
3. Kandungan Abu
Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tak dapat
terbakar (non-BDT) yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan-
perubahan atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu berperan menurunkan
mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor. Di dalam dapuratau dalam
generator gas, abu dapat meleleh pada suhu tinggi, menghasilkan massa yang disebut
“slag”. Sifat kandungan abu dapat ditandai oleh perubahan-perubahan yang terjadi
bila suhunya naik. Kalau suhu diberi lambang t, maka:
t1 = suhu pada saat abu mulai deformasi,
t2 = suhu pada saat abu mulai lunak,
t3 = suhu pada saat abu mulai mencair.

Abu dikatakan memiliki titik leleh rendah jika meleleh pada suhu t3 < 13000C, jika
abu meleleh pada suhu 1300 0C < t3 < 1425 0 C abu dikatakan bertitik leleh sedang.
Sedangkan jika abu meleleh pada suhu t3 > 1425 0 C, abu bertitik leleh tinggi.
Slag dapat menutup aliran udara yang masuk di antara batang-batang rooster (kisi-
kisi) dalam ruang pembakaran, menutupi timbunan bahan bakar dan merusak dapur,
serta abu yang terbawa oleh gas asap mengikis bidang pemanasan ketel.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


4. Kandungan Belerang
Apabila bahan bakar yang mengandung belerang dibakar, belerang akan terbakar
membentuk gas belerang dioksida (SO2) dan belerang trioksida (SO3). Gas-gas ini
bersifat sangat korosif terhadap logam dan meracuni udara sekeliling.
5. Berat Jenis (Spesific Gravity)
Berat jenis dinyatakan dalam gram per ml, dalam derajat API, dalam lb per galon,
atau lb per cuft, dan derajat Baume. Berat jenis disingkat sp.gr. atau Sg.
Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan berat bahan bakar terhadap berat air,
diukur pada 60 0F, yang pada suhu tersebut berat air = 62.4 lb/ft3.
Sg bahan bakar cair berubah oleh suhu, karena adanya ekspansi, terlebih-lebih Sg
bahan bakar gas.
Ada beberapa satuan sg seperti antara lain:
141,5
 Sg 60 / 60 o F  0
, dimana 0API diukur pada 600F.
API  131,5
140
 Sg 60 / 60 o F  0
, dimana 0Be diukur pada 600F.
Be  130
Banyak hubungan antara Sg dengan sifat-sifat penting bahan bakar minyak, yaitu:
1. Persen hidrogen = 26 – (15 x Sg) % (2.4)

2. Kalor spesifik 

0,388  0,00045x t o F   , Btu/lb F
0
(2.5)
Sg

3. Kalor laten penguapan 


  
110,9  0.09 x t 0 F
(2.6)
Sg
Persamaan 2.4 dan 2.5 sebenarnya hanya berlaku untuk bahan bakar
hidrokarbon murni tanpa adanya ikutan, namun karena biasanya bahan ikutan
jumlahnya kecil sekali, maka kedua rumus tersebut masih aman untuk digunakan.
7. Viskositas atau Kekentalan
Viskositas adalah kebalikan fluiditas atau daya alir. Makin tinggi viskositas
makin sukar mengalir. Mengingat kecepatan mengalir juga tergantung pada berat
jenis, maka pengukuran viskositas demikian dinyatakan sebagai “viskositas
kinematik”.
Viskositas absolut = viskositas kinematik x Sg. (2.7)

Satuan viskositas antara lain: poise, gr/cm detik, atau dengan skala Saybolt
Universal diukur dalam detik.
Catatan: Agar minyak dapat dipompa harus mempunyai viskositas ≤ 10000 detik SU
(Saybolt Universal), dan agar dapat dikabutkan dengan tekanan udara

Indra Herlamba Siregar ST,MT


≥ 1 psi harus mempunyai viskositas ≤ 100 detik SU. Pengaruh viskositas pada
pengabutan sangat menentukan dalam mencapai pembakaran sempurna dan bersih.
Jika pengabutan berlangsung dengan viskositas > 100 detik SU dan tekanan udara < 1
psi, maka butiran-butiran kabut minyak terlalu besar hingga susah bercampur dengan
udara sekunder. Akibatnya akan terbentuk gumpalan karbon yang mengganggu
burner dan dapur. Bagi minyak berat, pemanasan pendahuluan harus dilakukan
sebelum pengabutan. Pemanasan pendahuluan ini gunanya untuk menurunkan
viskositas sampai di bawah 100 detik SU.
8. Flash Point
Flash point adalah suhu dimana bahan bakar terbakar dengan sendirinya oleh
udara sekelilingnya disertai kilatan cahaya.Untuk menentukan kapan minyak terbakar
sendiri, Pensky-Martens memakai sistem “closed cup”, sedang Cleveland memakai
“open cup”. Uji dengan open cup menunjukkan angka 20-300F lebih tinggi daripada
dengan closed cup.
9. Titik Bakar atau Ignition Point
Titik bakar adalah suhu dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada keadaan
baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik.
10. Faktor Karakterisasi dan Titik Didih
Faktor karakterisasi ini memberi petunjuk tentang watak dan sifat-sifat termal
fraksi minyak bumi. Di samping itu, juga menyatakan perbedaan sifat parafinitas
hidrokarbon secara kuantitatif atau indeks parafinitas minyak bumi mentah. Faktor
karakterisasi UOP (Universal Oil Products Company) dinyatakan dalam K.
3 TB
K (2.8)
Sg
dimana
TB = titik didih rata-rata pada 1 atmosfer dalam 0 Rankine.

Contoh 2.1 Tentukan Nilai kalor atas bensin yang memiliki Sg 0,75 dan kayu?.
Solusi : Berdasarkan persamaan 2.2 maka nilai kalor atas bensin (HHV) adalah


HHV  22320  3780 x 0,75 2 
 20193,75 Btu / lb
Berdasarkan tabel 2.6 dan persamaan 2.1 maka nilai kalor atas dari kayu adalah
HHV  14490 C  61000 H  5550 S
 14490 0,5194  610000,0599  5550 0,0018
 11190 Btu / lb

Indra Herlamba Siregar ST,MT


2.2.4 Perhitungan pembakaran bahan bakar
Bahan bakar hidrokarbon merupakan salah satu bentuk energi kimia, agar dapat
dimanfaatkan oleh manusia maka energi ini harus dikonversi menjadi energi yang dibutuhkan
manusia seperti energi panas dan energi mekanik. Proses konversi ini disebut dengan
pembakaran Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat dari bahan bakar dengan oksigen
dengan melepaskan panas dan cahaya. Pada proses pembakaran perhitungan kebutuhan
jumlah oksigen yang tepat sangatlah dibutuhkan karena menentukan sempuna atau tidaknya
proses pembakaran.
Oksigen persentasenya dalam udara sebesar 23,19 % dan perbandingannya dengan
nitrogen sebagai gas yang dominan diudara adalah 3,76. Perhitungan kebutuhan udara untuk
bahan bakar hidrokarbon adalah sebagai berikut :

C x H y  aO2  3,76 N 2   xCO2   y  H 2O  3,76 a N 2 (2.9)


 2
Sedangkan perhitungan kebutuhan udara untuk bahan bakar alternatif etanol adalah sebagai
berikut :

C x H y O z  a O2  3,76 N 2   xCO2   y  H 2 O  3,76 a N 2 (2.10)


 2
Perbandingan udara dan bahan bakar stoichiometri atau Air fuel ratio diperoleh dari
persamaan berikut :

A F stoic   mmudara  


4,76 a MWudara
1 MW fuel
(2.11)
 fuel  stoic
Dimana
y
a  x untuk bahan bakar hidrokarbon
4
y 1
a  x  untuk bahan bakar etanol
4 2
mudara = massa udara
mfuel = massa bahan bakar
MWudara = Berat Molekul udara = 28,85
MWfuel = Berat Molekul bahan bakar

Contoh 2.2 Tentukan kebutuhan udara yang digunakan untuk memberikan reaksi pembakaran
yang sempurna 0,02 m3 gas metana (CH4) ?.
Solusi :
CH 4  aO2  3,76 N 2   CO2  2H 2O  3,76 a N 2

Indra Herlamba Siregar ST,MT


a  1 4  2
4
MWCH 4  1x12  4  x 1  16

 mudara  4,76 a MWudara


  
 m fuel  1 MW fuel
  stoic
4,76 2 28,85
mudara  0,02 m 3
1 16
 0,3433 m 3

Contoh 2.3 Tentukan kebutuhan udara yang digunakan untuk memberikan reaksi pembakaran
yang sempurna 0,02 m3 etanol (C2H6O) ?.
Solusi :
C2 H 6O  aO2  3,76 N 2   2CO2  3H 2O  3,76 a N 2
6 1
a  2  3
4 2
MWC 2 H 5 O  2x12  5 x 1  116  45

 mudara  4,76 a MWudara


  
 m fuel  1 MW fuel
  stoic
4,76 3 28,85
mudara  0,02 m 3
1 45
 0,1831m 3

Agar proses pembakaran sempurna maka kebutuhan udara terhadap bahan bakar
minimal sama dengan perbandingan udara dan bahan bakar stoichiometri, namun agar proses
pembakaran itu bebar-benar sempurna umumnya peralatan-peralatan pembakaran didesain
bekerja pada udara lebih yang besarnya mengikuti persamaan berikut:
 A  A
   
 F  aktual  F  stoic
% excess air  x100 % (2.12)
 A
 
 F  stoic

Tabel 2.7 memperlihatkan contoh dari rentang udara lebih (excess air) yang
digunakan pada bahan bakar dan peralatan pembakaran tertentu.
Pada sistem perhitungan di Eropa digunakan perbandingan yang terbalik dengan
sistem perhitungan di Amerika, dimana perbandingan dinyatakan dengan perbandingan bahan

Indra Herlamba Siregar ST,MT


bakar udara atau F/A sehingga agar term yang digunakan universal maka digunakanlah term
perbandingan ekivalen (Ф) dimana
 A F stoic F Aaktual
  (2.13)
 A F aktual F Astoic

Dari definisi diatas campuran bahan bakar dengan udara dikatakan campuran miskin
Ф<1 dan sebaliknya jika Ф>1 maka campuran bahan bakar dengan udara dikatakan campuran
kaya. Untuk Ф=1 maka campuran bahan bakar udara dalam kondisi stoichiometri.

Tabel 2.7 Persentase Excess air yang umum untuk berbagai jenis burner ref [11]

Pada bahan bakar padat adalah sangat penting menghitung abu dan kandungan air
(mositure) dalam bahan bakar untuk menentukan perbandingan bahan bakar udara dan
komposisi gas buang. Analisa berikut ini semua elemen dari reaktan dalam bahan bakar dan
udara diasumsikan terdapat pada hasil gas buang kecuali abu diasumsikan jatuh sebagai
padatan atau mengalir sebagai molten slag menuju bagaian bawah dari ruang bakar.
Keberadaan Nitrogen dan oksigen pada bahan bakar padat sepereti batubara harus
diperhitungkan dalam memperkirakan komposisi gas buang. Sementara karbon monoksida
dan oksigen mungkin terdapat dalam produk pembakaran pada saat yang sama disebabkan
tidak sempurnanya pencampuran bahanbakar dan oksigen. Kita asumsikan pada saat

Indra Herlamba Siregar ST,MT


memperkirakan komposisi gas buang pencampuran yang terjadi adalah sempurna sehingga
tidak ada karbon monoksida ketika udara berlebih disuplaikan.

Contoh 2.4 Komposisi suatu batubara pada kondisi kering dan bebas abu sebagai berikut :
0.87 C, 0.09 H2, 0.02 S, and 0.02 O2 dibakar dengan udara lebih 25 %. Abu ketika dibakar
dan kandungan Moisure berturut-turut 6% dan 4 %.
(a) Berapa perbandingan udara bahan bakar stoichiometric dan aktual ?.
(b) Bagaimana komposisi gas buangnya ?.
Sebelum perhitungan pembakaran dilakukan adalah perlu untuk mengkonversi data
komposisi batubara ke basis ketika dibakar. Perbandingan ketika dibakar dengan massa bebas
abu seperti persamaan 2.1 adalah 1- A- M = 1- 0,06- 0,04 = 0,9. Komposisi ketika dibakar dan
kebutuhan oksigennya adalah :
C  O2  CO2
12 kg C + 32 kg O2  44 kg CO2

O2
 2,667 kg O2 kg C
C
CO2
 3,667 kg CO2 kg C
C

H 2  1 2 O2  H 2O
2 kg H + 16 kg O2  18 kg H2O

O2
 8 kg O2 kg H 2
H2
H 2O
 9 kg H 2 O kg H 2
H2

S  O2  SO2
32 kg S + 32 kg O2  64 kg CO2

O2
 1 kg O2 kg S
S
SO2
 2 kg SO2 kg S
S

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Komponen i kg i / kg batubara kg O2 / kg i kg O2 / kg batubara
C 0,87 x 0,9 = 0,783 2,667 2.087
H2 0,09 x 0,9 = 0,081 8 0,648
S 0,02 x 0,9 = 0,018 1 0,018
O2 0,02 x 0,9 = 0,018 -1 -0,018
Abu 0,06
Moisture 0,04
Total 1 2,735

Kebutuhan oksigen masing-masing unsur yang dapat terbakar ditentukan secara


independen dan dijumlahkan secara total kebutuhan oksigen dari batubara. Catatan
keberadaan oksigen sebagai ikutan dalam bahan bakar adalah sebagai pengurang bagi
kebutuhan oksigen di udara segar.
Perbandingan udara bahan bakar teoritis (Stociometri) diperoleh dari pembagian
kebutuhan oksigen dengan fraksi oksigen dalam udara.
2,735 kg O2 kg batubara
 11,79 kg udara / kg batubara
0,2319 kg O2 kg udara
Dan perbandingan udara bahan bakar adalah
1,25 x 11,79 = 14,74 kg udara/ kg batubara
Analisa komposisi gas buang pada kondisi aktual adalah
Kandungan O2 = 0,2319 x 14,74 kg udara/ kg batubara
= 3,418 kg O2 / kg batubara
Kandungan N2 = 0,7681 x 14,74 kg udara/ kg batubara
= 11,321 kg N2 / kg batubara
Kelebihan O2 = Suplai Oksigen – kebutuhan bersih oksigen
= (3,418 – 2,735) kg O2 / kg batubara
= 0,683 kg O2 / kg batubara

CO2
x C  3,667 kg CO2 kg C x 0,783 kg C
Karbon dioksida : C
 2,871 kg CO2 kg batubara
H 2O
x H 2  9 x 0,081
Uap air dari bahan bakar : H 2
 0,729 kg H 2 O kg batubara

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Dari hasil analisa diatas maka diperolehlah analisa flue gas sebagai berikut :
Fraksi volume (%)
Gas BM Mass (kg) Mol
Wet gas Dry gas
CO2 44 2,871 0,06525 12,28 13,29
O2 32 0,683 0,02134 4,02 4,35
N2 28 11,321 0,40432 76,08 82,36
H2O 18 0,729 0,04050 7,62
Total 15,064 0,53141 100,00 100,00

2.3 BAHAN BAKAR NUKLIR


Reaksi nuklir adalah reaksi inti yang menghasilkan energi terdiri dari reaksi fisi dan
fusi. Reaksi fisi adalah reaksi dimana kelebihan energi pengikatan akan dikeluarkan dalam
setiap reaksi nuklir yang menyebabkan inti bermassa berat pecah menjadi inti bermassa
sedang reaksi ini juga dikenal dengan reaksi rantai lihat gambar berikut ini.

Gambar 2.16 Proses reaksi rantai fisi.

Sedangkan reaksi fusi adalah kelebihan energi pengikatan akan dikeluarkan dalam
setiap reaksi nuklir yang menyebabkan dua inti bermassa ringan bergabung membentuk
sebuah inti bermassa berat.

Gambar 2.17 Proses reaksi fusi.

Umumnya pada pembangkit listrik tenaga nuklir yang digunakan sekarang ini adalah
reaksi fisi. Pada reaksi fisi bahan bakarnya umumnya adalah uranium yang diperkaya U-235,

Indra Herlamba Siregar ST,MT


secara alami uranium diperoleh dari hasil penambangan uranium oksida U3O8 yang banyak
terdapat di amerika, Canada, Australia, Gabon dan Afrika selatan dengan harga $50/lb pada
tahun 1979 dengan cadangan sebesar 2.9 milliar ton didunia dan 0.9 milliar ton di amerika.
Harganya sekarang turun menjadi $10/lb. Umumnya dalam satu ton biji besi terdapat 2-4
pounds uranium oxide (U3O8). Uranium oxide merupakan senyawa uranium yang terdiri dari
99.3% uranium yang tidak dapat berfisi U-238 dan 0.7% uranium U-235. Proses pengayaan
diperlukan untuk menaikkan persentase U-235 dalam uranium oxide (U3O8) menjadi 3-4 %.
Bahan bakar nuklir berupa U-235 dalam senyawa Uranium Dioksida (UO2) dibentuk
menjadi pellet (gambar 2.18) yang dimasukkan dalam batangan bahan bakar (fuel rod) yang
dibungkus oleh Zircaloy, kemudian batangan-batangan bahan bakar disusun membentuk kisi-
kisi bujursangkar lihat gambar 2.19.

Gambar 2.18 Pallet Uranium dioksida ref [7]

Gambar 2.19 Susunan batang bahan bakar nuklir ukuran 15 x 15 ref [6]

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Proses reaksi rantai fisi analog dengan proses pembakaran pada bahan bakar
hidrokarbon. Reaksi fisi yang terjadi di reaktor nuklir merupakan aktifitas yang dilakukan
untuk melepaskasn energi ikatan dari atom U-235. Reaksi fisi terjadi ketika sebuah netron
ditembakkan ke inti yang menyebabkan ketidak stabilan inti, kemudian inti tersebut pecah
seperti terlihat pada gambar 2.16. Persamaan kimia dari reaksi inti terl;ihat dibawah ini :
235
U  01n  Az11X  Az22X  v 01n  Q
92

Jumlah neutron yang dipancarkan dari hasil reaksi fisi sebanyak 2-3 neutron cukup membuat
reaksi fisi berlanjut. Jumlah Atom (X) pecahan hasil reaksi fisi sebanyak 2-3 atom, dimana
setiap reaksi fisi energi yang dilepaskan mendekati 200 MeV, dengan menggunakan harga ini
kita dapat menghitung jumlah atom dari U-235 yang berfisi perdetiknya untuk menghasilkan
daya satu watt.

 1W  J  1 MeV  fisi
    23
  3,12 x 1010 (2.14)
 200 MeV / fisi  W .s  1,6022 x10 J  sec ond

Karena masing-masing reaksi fisi berhubungan pemecahan 1 atom U-235, maka untuk
melepaskan energi sebesar 1 joule maka diperlukan 3,12 x 1010 atom yang berfisi. Hal ini
setara dengan massa U-235 yang berfisi sebesar :

3,12 x10 


10 235 gr / gr  mole 
23
  1,22 x10 11 gr (2.15)
 6,022 x 10 / gr  mole 

Contoh 2.5 Tentukan berapa banyak U-235 yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi
panas sebesar 1 MW selama 24 jam (MWd).
Solusi :
Langkah pertama kita tentukan besaran energi 1MWd
6
 J  3600 s  24 hr 
1MWd  10     8,64 x 1010 J
 MW s  hr  day 
Dengan menggunakan persamaan 2.15 kita dapatkan massa U-235 yang diperlukan untuk
menghasilkan 1MWd adalah

 1,22 x10 11 gr  8,64 x 1010 J 


    1,05 gr
 J  1 MWd 
Jadi 1 gr U-235 kira-kira dapat menghasilkan energi panas sebesar 1 MW dalam 24 jam.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Summary
Bahan bakar untuk proses konversi energi terdiri dari bahan bakar fossil yang sifatnya
tidak terbaharukan, kemudian bahan bakar alternatip yang berasal dari biomass yang bersifat
terbaharukan serta yang terakhir bahan bakar nuklir. Pada uraian diatas dibahas mengenai
sifat-sifat bahan bakar hidrokarbon serta perhitungan kebutuhan udara dan prediksi gas buang
yang merupakan produk pembakaran. Serta memprediksi kebutuhan massa uranium untuk
satu hari dengan kapsitas pembangkitan daya sebesar 1 MW.

Daftar Pustaka
1. Agarwal A. K., Biofuels (alcohols and biodiesel) applications as fuels for internal
combustion engines, 33, 233-271, (2007).
2. Anonim, Combined cycle biomass gasification,
http://www1.eere.energy.gov/industry/forest/pdfs/biomass_gasification.pdf
diakses 26 juni 2007.
3. Anonim, Managing Manure with Biogas Recovery Systems Improved Performance at
Competitive Costs, www.epa.gov/agstar, 15 Mei 2007.
4. Anonim,
http://interactive.usask.ca/skinteractive/modules/search/mineral_types/energy/coal.ht
ml diakses 14 April 2007.
5. Anonim, The Beehive Charcoal Briquette Stove in the Khumbu Region, Nepal,
http://bioenergylists.org/en/node/172 diakses 28 Juni 2007.
6. Anonim, http://www.ocrwm.doe.gov/, diakses 14 Maret 2007
7. Anonim, www.ngi.org diakses 11 Mei 2007.
8. Enger., Smith., Environmental Science, A Study of Interrelationship, 6th ed, McGraw-
Hill Companies Inc.,1998.
9. Ericson P., A., Energy Resource and Avaibility,
http://mae.ucdavis.edu/faculty/erickson/Energy Conversion
diakses 19 Juni 2006.
10. Kammen D, Energy and Society, http://socrates.berkeley.edu/~kammen/er100/
diakses 19 Juni 2006.
11. Kenneth C. Weston, 1992, Energy Conversion, www.personal.utulsa.edu/~kenneth-
weston/ diakses 25 Juni 2007.
12. Nurcholis M., Sutoto S.B., Sumarsih S., 2006, Budidaya Jarak Pagar, Makalah
Seminar Seminar dan pelatihan pengembangan jarak pagar dan industri biodiesel di
Jawa Timur, ITS Surabaya.
13. Raven, 1995, Environment, Saunders Publishing.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


14. Sugiyono A., Proses hydrocarb untuk biomassa dan bahan bakar fosil , Proseding
Prospek Pemanfaatan Biomasa Sebagai Energi di Indonesia, hal. 83-90, September
1995.

Soal Latihan
1. Diketahui Spesific grafity biodiesel dari jarak pagar 0,84-0,88, tentukan nilai kalor
atasnya.
2. Jika bahan bakar biodesel pada No. 1 di campurkan ke bahan bakar solar dengan
Spesific gravity 0,83-0,87 dengan perbandingan biodiesel dengan solar 1: 9. Tentukan
nilai kalor campuran tersebut.
3. Diketahui Spesific grafity dari etanol adalah 0,796, tentukan nilai kalor atasnya.
4. Jika Etanol pada No. 3 di campurkan ke bahan bakar bensin dengan Spesific gravity
0,72-0,78 dengan perbandingan biodiesel dengan solar 1: 9. Tentukan nilai kalor
campuran tersebut.
5. Tentukan kebutuhan udara yang digunakan untuk memberikan reaksi pembakaran
yang sempurna 0,02 m3 metanol (CH4O).
6. Berapakah perbandingan udara bahan bakar actual untuk methanol dengan
pembakaran dengan menggunakan udara lebih sebesar 15 % ?.
7. Komposisi suatu batubara pada kondisi kering dan bebas abu sebagai berikut : 0.85 C,
0.1 H2, 0.02 S, and 0.03 O2 dibakar dengan udara lebih 25 %. Abu ketika dibakar dan
kandungan Moisure berturut-turut 10 % dan 3 %.
a. Berapa perbandingan udara bahan bakar stoichiometric dan aktual ?.
b. Bagaimana komposisi gas buangnya ?.
8. Suatu batubara dengan kandungan abu 8% dan moisture 4 % serta hasil analisa flue
gas diperolehlah :
Fraksi volume (%)
Gas BM Mass (kg) Mol
Wet gas Dry gas
CO2 44 2,79 0,0634 11,93 12,93
O2 32 0,73 0,0228 4,29 4,65
N2 28 11,43 0,4043 76,09 82,42
H2O 18 0,89 0,0408 7,69
Total 15,84 0,5313 100,00 100,00

Tentukanlah komposisi batubara tersebut .


1. Suatu pembangkit listrik tenaga nuklir berkapasitas 1000 MW mempunyai effisiensi
sebesar 35 %. Tentukan kebutuhan U-235 selama 365 hari.
2. Seperti soal No. 9 tentukan berapa biaya yang diperlukan untuk pembelian bahan
bakar uranium tersebut ?.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


MOTOR PEMBAKARAN DALAM
BAB 3
Motor pembakaran dalam adalah mesin konversi energi yang paling banyak
digunakan oleh manusia seperti pada moda transportasi, pembangkit listrik stationer, mesin
pemotong rumput dsb. Proses pengkonversian energi pada motor pembakaran dalam dimulai
dari sumber energi yang berasal dari energi kimia (bahan bakar) dikonversikan kebentuk
energi yang akan dimanfaatkan oleh manusia berupa energi mekanik, bagan pengkonversian
energinya dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Skema pengkonversian energi pada motor pembakaran dalam

Motor pembakaran dalam terbagi menjadi dua yaitu motor yang bekerja berdasarkan
prinsip Niklaus Otto atau yang dikenal dengan mesin bensin dan Rudolf Diesel. Atau yang
dikenal dengan mesin diesel. Mesin bensin banyak digunakan untuk transportasi pribadi dan
penggerak yang bertenaga kecil sedangkan mesin diesel biasanya digunakan untuk
transportasi massal seperti bus, kapal ataupun penggerak yang bertenaga besar seperti
pembangkit listrik tenaga diesel.

Gambar 3.2. Pembangkit listrik tenaga diesel ref [2].

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Perbedaan mendasar dari mesin bensin dan diesel adalah pada proses pembakaran
bahan bakar, pada mesin bensin proses pembakaran campuran bahan bakar dibantu oleh
pematik yang disebut busi sedangkan pada mesin diesel proses pembakaran terjadi akibat
tekanan dalam ruang bakar yang sangat tinggi, hal inilah yang membuat mesin diesel kurang
nyaman digunakan pada mobil pribadi karena akan mengakibatkan getaran yang kuat. Akibat
dari perbedaan mendasar inilah maka bahan bakar pada kedua jenis motor pembakaran dalam
ini juga berbeda, untuk mesin bensin bahan bakarnya adalah bensin sedangkan mesin diesel
adalah solar.
Prinsip kerja untuk manghasilkan tenaga, baik pada mesin motor bensin ataupun
mesin diesel sama yaitu mesin dua langkah dan mesin empat langkah. Pada bab ini akan
diuraikan prinsip kerja slider dari motor pembakaran dalam reciprocating, tinjauan
thermodinamika, cara pengujian dan proses konversi energi pada motor pembakaran dalam
reciprocating baik itu mesin bensin maupun mesin diesel .

3.1. Mekanisme Crank-Slider


Pada umumnya reciprocating engine merupakan aplikasi dari mekanisme Crank-
Slider yang merupakan mekanisme transformasi gerakan berputar (rotasi) menjadi gerakan
linier maju-mundur (reciprocating) ataupun sebaliknya dengan piston sebagai slider yang
bergerak didalam silinder. Skema mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3. Mekanisme Crank-Slider

Volume dari silinder piston dapat ditentukan sebagai fungsi crank angle dari
Perbandingan kompressi, panjang langkah (stroke), diameter dan panjang connecting rod.
Parameter geometric dari silinder piston di representasikan pada gambar 3.4.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 3.4. Silinder piston.

Dimana dari gambar 3.4. notasi b adalah diameter silinder, s adalah stroke, l adalah
panjang connecting rod, a adalah crank radius (= ½ s),  adalah sudut crank, TDC adalah top
dead center dan BDC adalah bottom dead center .
Sudut crank 00 merupakan posisi TDC atau juga dikenal dengan volume sisa, Vc.
Pada posisi BDC sudut crank adalah 180 o. Pada posisi ini volume dari silinder adalah
maksimum, V1. Perbedaan antara volume maksimum dan minimum disebut dengan volume
langkah, Vd.
Vd  V1  Vc 
 2
 b s (3.1)
4
Volume total silindere :

Vi  Vc  b2s (3.2)
4

Gambar 3.5 Geometri silinder piston

Dengan menggunakan gambar 3.5, maka hubungan geometi untuk x dapat dibangun.

 1 

 
x  a  l   l 2  a 2 sin 2  2  a cos 

(3.3)

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 3.6 Solusi geometri untuk x

Perbandingan kompressi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume


maksimum dan minimum
V
r 1 (3.4)
Vc
Untuk mesin bensin r = 10 sedangkan untuk mesin diesel Perbandingan kompressi
bervariasi antara 12 sampai 24. Bagilah persamaan 3.2 dengan volume sisi diperoleh.
V1 Vc Vd
  (3.5)
Vc Vc Vc
Dengan mensubtitusikan persamaan 3.4 ke 3.5 diperolehlah
V
r 1 d (3.6)
Vc
Sedangkan untuk mendapatkan volume sisa dari persamaan 3.6 diubah menjadi
Vd
Vc  (3.7)
r 1
Jika persamaan 3.3 dan 3.7 disubstitusikan ke persamaan 3.2 diperoleh hasil untuk hubungan
parameter geometri silinder piston dengan volume silinder volume silinder sebagai :

 1 
V 
Vd V
 d
r 1 2
2 2
1  R  cos   R  sin 

2


(3.8)

dimana R  1
a

3.2. Tinjauan Thermodinamika


3.2.1 Siklus Udara Standar Otto
Siklus ideal dari Otto terdiri dari empat proses seperti berikut ini:

Indra Herlamba Siregar ST,MT


1. Campuran bahan bakar dan udara ditekan secara reversible dan adiabatic atau disebut
proses kompressi isentropis, dimana pada proses ini kerja ditransfer dari connecting
rod ke piston dan tidak terjadi perpindahan panas seperti terlihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7. Langkah kompressi

Kerja yang dilakukan pada proses ini diformulasikan sebagai berikut :


P2V2  P1V1 m R T2  T1 
W1 2   (3.9)
1 k 1 k
dimana :
W1-2 : kerja isentropis dari titik mati atas (1) ke titik mati bawah (2)
P1, P2 : tekanan di titik 1 dan titik 2
V1, V2 : volume total silinder ( titik 1 ) dan volume sisa ( titik 2 )
m : massa udara dalam silinder
T1, T2 : temperature di titik 1 dan titik 2
R : konstanta gas ideal
K : konstanta gas adiabatic bernilai 1,4

Untuk tekanan P1 dan P2 diperoleh dari persamaan berikut :


k
P2  V1 
  (3.10)
P1  V2 

V1
dimana  CR  Compressi Ratio
V2
Compressi ratio ini dapat divusialisaikan seperti terlihat pada gambar 3.4
Temperatur pada titik 2 dicari dengan persamaan berikut :
k 1
T2  V1 
   CR k 1
T1  V2 
1, 4 1
V 
T2  T1  1   T1CR 0, 4 (3.11)
 V2 

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 3.8. Visualisasi rasio kompressi

2. Setelah mencapai titik mati atas campuran bahan bakar dan udara yang telah ditekan
tadi dicetus oleh loncatan bunga api dari busi seperti terlihat pada gambar 3.4.

(3)

Gambar 3.9 Langkah Pembakaran

Pada langkah ini ada panas yang masuk pada volume tetap dengan
persamaan berikut ini :
Q23  m Cv T3  T2  (3.12)

dimana :
Q2→3 : Panas yang diberikan ke sistem
Cv : Konstanta panas pada volume tetap
m : massa udara dalam silinder
T3, T2 : temperature di titik 3 dan titik 2

Indra Herlamba Siregar ST,MT


3. Akibat campuran bahan bakar dan udara yang terbakar maka gas yang terbakar akan
menekan piston kebawah sehingga terjadi proses ekspansi, langkah ini menghasilkan
tenaga lihat gambar 3.5.

Gambar 3.10 Langkah Kerja

Kerja siklus yang dihasilkan mengikuti formula sebagai berikut :


wcycle  Qin  Qout
 m Cv (T3  T2 )  m Cv (T4  T1 )
 m Cv (T3  T2 )  (T4  T1 ) (3.13)

4. Setelah langkah kerja gas dalam silinder didinginkan pada volume tetap seperti yang
terlihat pada gambar 3.6

Gambar 3.11 Langkah Buang

Panas yang dibuang pada langkah ini mengikuti formula sebagai berikut
Q41  m Cv T4  T1  (3.14)

Effisiensi thermal dari siklus Otto adalah sebagai berikut:

Indra Herlamba Siregar ST,MT


wcycle mCv T3  T2   T4  T1 
 
Q23 mCv T3  T2 
T1
1  (3.15)
T2
Berdasarkan persamaan 3.11 maka persamaan 3.15 menjadi :
1
  1  1  CR 0, 4 (3.19)
CR 0, 4

Dari persamaan 3.9 ini terlihat bahwa effisiensi thermal dari siklus Otto dipengaruhi
oleh compressi ratio dimana semakin tinggi compressi ratio maka effisiensi
thermalnya juga meningkat lihat gambar 3.12

Gambar 3.12 Effisiensi thermal siklus Otto ideal

Contoh 3.1
Udara pada tekanan 100kPa dan temperature 200 C ditekan secara isentropic
dengan kompressi ratio 8 pada siklus Otto. Kemudian udara dipanasi pada hingga
mencapai temperatur 15000 C. Kemudian udara yang telah dipanasi berekspansi
secara isentropic pada kondisi awal. Hitunglah berikut ini:
a. Effissiensi thermal
b. Panas input per kg udara
c. Kerja siklus per kg udara
d. Tekanan Maksimum proses

Jika diketahui Cv = 718 J/kg dan R = 287 J/kg K


Jawab :

Indra Herlamba Siregar ST,MT


a. Effissiensi thermal diperoleh dari persamaan 3.19

  1  CR 0, 4
1  8 0 , 4
 0,565
b. Panas input per kg campuran udara dan bahan bakar diperoleh dari persamaan 3.12
Q2  3
 Cv T3  T2 
m
Catatan temperature selalu dalam skala absolute, maka
T1 = 20 + 273 = 293 K
T3 = 1500 + 273 = 1773 K
T2 dicari dengan persamaan 3.11

T2  T1CR 0, 4
0, 4
 293 8
 673,1 K
Maka
Q23
 7181773  673,1 j / kg
m
 789,7 kJ / kg
c. Kerja siklus per kg campuran udara dan bahan bakar diperoleh dari persamaan 3.15
wcycle

Q23
wcycle   Q23
 0,565  789,7 kJ / kg 
 446,6 kJ / kg
d. Tekanan Maksimum proses
Berdasarkan persamaan gas ideal
V1 V
P1  P3 3
T1 T3
T3V1
P3  P1
T1V3

V1
Catatan  CR , maka
V3

1773
 100 8 kPa
293
 4840 kPa

Indra Herlamba Siregar ST,MT


3.2.2 Siklus Udara standar Diesel
Siklus ideal dari Diesel mengasumsikan bahwa panas ditambahkan terjadi pada
proses tekanan konstan pada saat piston diposisi Titik Mati Atas. Siklus udara standar Diesel
terlihat pada gambar 3.13
Pada proses kompressi 1→2 terjadi secara isentropis, kemudian udara dipanasi pada
tekanan konstan (proses 2→3) dengan persamaan sebagai berikut:
Q2  3  m C p T3  T2  (3.20)

dimana Cp = Konstanta panas pada tekanan konstan.


T3 diperoleh melalui persamaan gas ideal pada tekanan konstan
V3
T3  T2 (3.21)
V2

Gambar 3.13 p-v diagram dari siklus ideal Diesel

V3
Dimana disebut juga dengan Cut Off Ratio (COR) sehingga persamaan 3.21
V2
menjadi :
T3  COR T2 (3.22)

Udara yang dipanasi akan berekspansi (proses 3→4). Setelah itu udara didinginkan (proses
4→1).
Kerja siklus pada siklus diesel ideal ini adalah :
wcycle  Qin  Qout

 m C p (T3  T2 )  m Cv (T4  T1 ) (3.23)

Sedangkan effisiensi thermal dari sikulus ideal Diesel adalah sebagai berikut :

Indra Herlamba Siregar ST,MT



wcycle


m C p T3  T2   C v T4  T1  
Q 2 3 mC p T3  T2 

C v T4  T1 
 1  (3.24)
C p T3  T2 

Cv 1
dimana  (3.25)
Cp k

T4 diperoleh dari persamaan berikut :


k 1 k 1 k 1
T4  V3  V V   COR 
    3 x 2    (3.26)
T3  V4   V2 V 4   CR 
Dengan memperhatikan persamaan 3.25 dan 3.26 maka persamaan 3.24 dapat disusun
kembali menjadi

1  CORk  1
 1 (3.27)
CR k 1  k CR  1 

Contoh 3.2
Suatu mesin diesel dengan kompressi ratio 20 dan Cut Off Ratio 2 dan temperature awal
kompressi 150 C dengan tekanan 1 bar, tentukanlah:
a. Effissiensi thermal
b. Temperatur maksimum siklus diesel
c. Panas input per kg campuran udara dan bahan bakar
d. Kerja siklus per kg campuran udara dan bahan bakar

Jika diketahui Cp = 1005 J/kg Cv = 718 J/kg dan R = 287 J/kg K dan k = 1,4
a. Effissiensi thermal diperoleh dari persamaan 3.27

1  COR k  1 
  1
CR k 1  k COR  1 

1  21, 4  1 
1 1,42  1
200, 4  
 0,647
b. Temperatur maksimum siklus diesel (T3)
T3 diperoleh dengan persamaan 3.22
T3  COR T2
Sedangkan T2 diperoleh berdasarkan persamaan 3.14

Indra Herlamba Siregar ST,MT


T2  T1CR 0, 4
 (15  273) 20 0, 4
 954,5 K
Sehingga T3  2 954,5 K 

 1909 K
c. Panas input per kg campuran udara dan bahan bakar diperoleh berdasarkan
persamaan 3.20
Q23  m C p T3  T2 
Q 2 3
 C p T3  T2 
m
 1005 1909  954,5 J / Kg
 959300 J / Kg
d. Kerja siklus per kg udara
wcycle   Q23

 0,647 959300  J / kg
 620600 J / kg

3.3. Tinjauan Kondisi Nyata


3.3.1 Mesin Bensin (Otto)
Mesin bensin dalam kondisi nyata mneghasilkan kerja dengan dua cara yaitu mesin
bensin dua langkah dan mesin bensin empat langkah. Mesin bensin dua langkah adalah mesin
yang menghasilkan kerja setelah torak berputar 2 langkah atau satu putaran penuh dari poros
engkol (3600), cara kerjanya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 3.14 Konsep kerja mesin dua langkah
Dari gambar 3.14 terlihat pada gambar 1 poros engkol melakukan putaran 900
pertama dimana pada sisi crankcase terjadi proses masuknya campuran bahan bakar dan udara
sedangkan pada sisi silinder terjadi proses kompressi kemudian pada putaran 900 berikutnya
terjadi proses pembakaran dan langkah kerja (lihat gambar 2). Setelah langkah kerja
berikutnya langkah pembuangan (gambar 3) dan putaran 900 terakhir adalah langkah
pemasukan bahan bakar dan pembilasan. Komponen-komponen dasar mesin bensin dua
langkah dapat dilihat pada gambar potongan dari mesin bensin dua langkah pada gambar
3.15.

Gambar 3.15 Komponen dasar mesin dua langkah

Mesin bensin dua langkah menghasilkan daya keluaran yang lebih besar
dibandingkan mesin bensin empat langkah untuk ukuran silinder yang sama Hal ini
disebabkan untuk menghasilkan daya, poros engkol cukup berputar satu putaran sedangkan
pada mesin bensin empat langkah membutuhkan poros engkol berputar dua putaran.

Gambar 3.16 Konsep kerja mesin bensin empat langkah

Konsep dari mesin bensin empat langkah dapat dilihat pada gambar 3.16. dimana
langkah pertama adalah pemasukan campuran udara dan bensin keruang baker. Setelah itu
langkah kedua campuran udara dan bensin ditekan beberapa saat sebelum titik mati atas

Indra Herlamba Siregar ST,MT


percikan api dari busi membakar campuran udara dan bensin sehingga terjadi ledakan
mengakibatkan piston terdorong ke bawah menghasilkan langkah kerja dan yang terakhir
langkah empat adalah langkah pembuangan dimana
gas hasil pembakaran dibuang ke exhaust manifold. Diagram P-V dari mesin bensin pada
konsisi nyata dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 3.17 p-v diagram mesin besin kondisi nyata


3.3.2 Mesin Diesel
Pada dasarnya konsep kerja mesin diesel dan mesin bensin baik pada mesin dua
langkah maupun mesin empat langkah hampir sama, namun ada beberapa perbedaan prinsip
yaitu pada proses pemasukan bahan bakar dan proses pematikan (ignition). Pada mesin diesel
proses isap hanya udara saja yang masuk ke ruang bakar kemudian proses ignition terjadi
disebabkan tingkat kompressi udara di ruang bakar yang tinggi akibatnya udara memiliki
tekanan dan temperature yang tinggi, kemudian bahan bakar diinjeksikan keruang bakar
sehingga terjadi ledakan. Akibat ledakan ini piston terdorong kebawah menghasilkan langkah
kerja. Konsep kerja mesin diesel dua dan empat langkah dapat dilihat pada dua gambar
berikut ini:

Gambar 3.18. Konsep mesin diesel dua langkah

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 3.19. Konsep mesin diesel empat langkah

3.4. Karekteristik Mesin Bensin dan Diesel


Karekteristik mesin bensin dan mesin diesel diperoleh dari pengujian mesin dengan
dynometer engine test bed. Adapun data yang perlu diambil seperti yang terlihat pada skema
pengujian mesin dengan dynamometer gambar 3.20, yaitu :
1. Putaran Mesin (n), rpm
2. Laju pemakaian bahan bakar m
  , lbm/jam
3. Beban yang ditrtanfer oeh dynamometer (W), lbf
4. Jari-jari lengan dynamometer R  , ft

Gambar 3.20. Skema engine dynamometer

Data-data yang diperoleh dari engine dynamometer digunakan untuk mendapatkan


karekteristik mesin berupa:
a. Daya keluaran engine (Brake horse power)

Indra Herlamba Siregar ST,MT


2 WRn 2  T n
Bhp   (3.28)
33000 33000
dimana W = Skala yang terbaca pada timbangan, lbf
R = Panjang lengan dynamometer, ft
T = W x R = Torsi, lbf ft
b. Keluaran Tekanan effektif rata-rata dari silinder (Brake mean effective
pressure )
Bhp Bhp
Bmep   (3.29)
Al ni V ni
dimana A = Luasan alas silinder, ft2
l = Panjang Langkah, ft
i = Jumlah silinder
V = Volume silinder, ft3

c. Bsfc adalah konsumsi bahan bakar nyata yang merupakan indicator iritnya
pemakaian bahan bakar oleh suatu engine satuannya lbm/ hp.jam.
.
m
Bsfc  (3.30)
Bhp
d. Effisiensi Thermis th  adalah parameter yang menggambarkan tingkat

keefektivan engine mengkonversikan energi kimia yang dikandung oleh


bahan bakar.
2545
 th  (3.31)
Bsfc . LHV

Dimana LHV adalah nilai kalor bawah dari bahan bakar

Contoh 3.3
Suatu mesin bensin Toyota 4K dengan data sebagai berikut:
 Jumlah silinder 4
 Diameter dan panjang stroke adalah 75 mm dan 62 mm
 LHV = 18500 Btu/lb
 Kompressi Ratio 9,5 : 1
Mesin ini diuji pada engine dynamometer diperoleh hasil pada putaran 1000 rpm sebagai
berikut : untuk menghabiskan 25 gr bahan bakar diperlukan waktu 18,305 detik dengan torsi
yang dihasilkan 9 kgf m. Tentukan Bhp, Bmep, Bsfc dan th  engine Toyota 4K ini.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 3.21. Engine dynamometer ref [1]

Solusi :
Konsumsi bahan bakar m

25 gr kg 3600 s 2,2046 lbm
m  x x x
18,305 s 1000 gr jam kg
10,8393 lbm
jam

Volume silinder

 d 2l
V 
4
 0,0752 0,062 

4
 2,73910  4 m 3

 2,73910  4 m 3 x
3,28083 ft 3
m3
 0,00967 ft 3

Torsi
9,8 N 3,208 ft lbf
T  9 kgf m x x x
kgf m 4,45 N
 63,583 lbf ft

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Data-data dimasukkan kepersamaan 3.17 sampai dengan 3.20 diperoleh
2 T n
Bhp 
33000
2 63,5831000 
. 
33000
 12,106 hp
Bhp
Bmep 
V ni
12,106

0,00967 1000 4
hp min
 0,313
ft 3
hp min 33000 lbf ft
 0,313
ft 3 hp min

lbf 0,0069 psi ft 2


 10328,283 x
ft 2 lbf
 71,265 psi
.
m
Bsfc 
Bhp
10,8393

12,106
lbm
 0,895
hp jam
2545
 th  x 100 %
Bsfc . LHV
2545
 x100 %
0,895 18500 
 15,37 %

Summary
Motor pembakaran dalam yang banyak dipergunakan sekarang secara prinsip bekerja
berdasarkan siklus Otto dan Diesel. Motor pembakaran dalam yang bekeja berdasarkan
prinsip siklus Otto dikenal dengan mesin bensin sedangkan Motor pembakaran dalam yang
bekerja berdasarkan sikulus Diesel disebut Mesin Diesel. Mesin bensin dan Diesel ini
berdasarkan metoda menghasilkan kerja dikelompokkan menjadi dua yaitu mesin dua lagnkah
dan mesin empat langkah. Secara prinsip mesin bensin dan Diesel berbeda dalam hal cara
masuk fluida ke ruang bakar pada langkah isap. Untuk mesin bensin fluida yang masuk

Indra Herlamba Siregar ST,MT


keruang bakar berupa campuran bahan bakar dan udara sedangkan pada mesin Diesel yang
masuk keruang bakar berupa udara saja. Selain itu bahan baker kedua mesin ini juga berbeda
untuk mesin bensin bahan bakarnya adalah bensin sedangakn mesin diesel adalah Solar.
Karekteristik mesin bensin dan mesin Diesel dapat diperoleh dengan melakukan
pengujian dengan engine dynamometer. Karekteristik mesin bensin dan Diesel terdiri dari
daya kuda yang dihasilkan oleh engine, tekanan effective rata-rata di ruang baker, konsumsi
bahan baker per daya kuda yang dihaslkan serta effisiensi mesin.
Daftar Pustaka
15. Anonim, http://www.hankookbep.co.kr diakses 5 Mei 2007.
16. Anonim, www.power-technology.com diakses 3 Mei 2007.
17. Michael J. Moran., Howard N. Sapiro., 1988, Fundamental of Engineering of
thermodynamics, 2nd edition, John Wiley and sons, Canada.
18. Kenneth C. Weston, 1992, Energy Conversion, www.personal.utulsa.edu/~kenneth-
weston/ diakses 25 Juni 2007

Soal Latihan
3. Plotkanlah posisi crank-slider terhadap sudut crank. Gunakan program spread sheet
Excel.
4. Udara pada tekanan 98 kPa dan temperature 270 C ditekan secara isentropic dengan
kompressi ratio 9,1 pada siklus Otto. Kemudian udara dipanasi pada hingga mencapai
temperatur 14500 C. Kemudian udara yang telah dipanasi berekspansi secara
isentropic pada kondisi awal. Hitunglah berikut ini:
a. Effissiensi thermal
b. Panas input per kg udara
c. Kerja siklus per kg udara
d. Tekanan Maksimum proses

5.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Suatu mesin yang bekerja berdasarkan siklus Otto datanya tercatat pada digram p-v
diatas dengan temperature masuk ke karburator dan pembakaran berturut-turut 32 0C
1550 0C maka tentukanlah :
a. Effissiensi thermal
b. Panas input per kg udara
c. Kerja siklus per kg udara
d. Tekanan Maksimum proses
4. Suatu mesin diesel dengan kompressi ratio 18 dan Cut Off Ratio 3 dan temperature
awal kompressi 250 C dengan tekanan 1 bar, tentukanlah:
a. Effissiensi thermal
b. Temperatur maksimum siklus diesel
c. Panas input per kg udara
d. Kerja siklus per kg udara

5.

6. Suatu mesin diesel dengan data seperti diagram p-v diatas dengan temperature awal
kompressi 150 C dengan tekanan 1 bar, tentukanlah:
a. Effissiensi thermal
b. Temperatur maksimum siklus diesel
c. Panas input per kg udara
d. Kerja siklus per kg udara
7. Mesin bensin 4 tak dengan jumlah silinder 4 beroperasi pada putaran 3500 rpm
memiliki bmep 80 psi dan volume silinde 800 cc. Kondisi atmosperik 1 atm dan 27 0
C.
a. Jika panjang langkah 10 cm berpakah diameter silinder
b. Berapa Bhp nya?.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


c. Jika laju konsumsi bahan baker 12 lb/jam berpakah Bsfc nya ?.
d. Jika LHV = 18500 Btu/lb, berapakah effisiensi thermis dari engine tersebut ?.
8. Mesin 4 tak dengan jumlah silinder 8 dengan diameter dan panjang langkah berturut-
turut 3 in dan 4 in, beroperasi pada putaran 3000 rpm, daya pengereman sebesar 325
hp dan laju konsumsi bahan baker 20 lb/jam.
a. Tentukan Bmep
b. Hitunglah effisiensi thermis , jika LHV = 18500 Btu/lb.
9. Suatu mesin bensin Toyota 4K dengan data sebagai berikut:
 Jumlah silinder 6
 Diameter dan panjang stroke adalah 75 mm dan 62 mm
 LHV = 18500 Btu/lb
 Kompressi Ratio 9,5 : 1
Mesin ini diuji pada engine dynamometer diperoleh hasil pada putaran 1500 rpm
sebagai berikut : untuk menghabiskan 35 gr bahan bakar diperlukan waktu 20 detik
dengan torsi yang dihasilkan 12 kgf m. Tentukan Bhp, Bmep, Bsfc dan th  engine

Toyota 4K ini.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


POMPA
BAB 4
4.1. PENDAHULUAN
Secara alamiah aliran fluida akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang
rendah mengikuti gravitasi bumi. Untuk aliran sebaliknya maka dibutuhkan suatu peralatan
yang dikenal dengan pompa. Secara umum pompa adalah peralatan yang berfungsi
menaikkan energi, mentransportasikan dan menekan cairan. Pompa menkonversikan energi
kimia atau energi listrik menjadi energi gambar berikut

Gambar 4.1 Skema pengkonversian energi pada pompa.

Pompa dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu kinetik pump dan
positive displacement pump lihat gambar 4.2. Prinsip kerja pompa perpindahan positip adalah
pompa mentransfer energi yang diperoleh dari penggerak secara periodik oleh gerakkan
bolak-balik piston ataupun gerakan squeezing dari gear, lobe, screw ataupun diapragma yang
menghasilkan kenaikkan tekanan pada media yang dipompakan. Beberapa gambar pompa
perpindahan positip dapat dilihat pada gambar 4.3.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Vane

Lobe
Rotary
Pumps

Gear

Positive
Displacement Screw

Reciprocating
Pumps

Pumps

Radial

Centrifugal Mix
Pumps

Axial

Kinetics

Regeneratif
Turbine

Gambar 4.2 Klasifikasi pompa.

(a) (b) (c)


Gambar 4.3. a. Pompa reciprocating
b. Pompa gear
c. Pompa lobe

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Sedangkan prinsip kerja dari pompa dinamik adalah mentransfer energi yang
diperoleh dari motor penggerak ke media yang dipompakan oleh elemen yang berputar yang
dikenal dengan impeller secara kontinu untuk meningkatkan kecepatan media yang
dipompakan dalam mesin Kemudian disisi discharge energi kinetik ini ditransformasi menjadi
energi potensial yang berfungsi untuk menaikkan tekanan media yang dipompakan.

Gambar 4.4 Prinsip Kerja Sentrifugal.

Pada pompa sentrifugal pemilihan bentuk impeler ditentukan oleh suatu bilangan
tanpa dimensi yaitu kecepatan spesifik yang dipaparkan dibawah ini

rpm Q
NS  (4.1)
H 1/ 3

Ns < 2000 bentuk implernya radial


2000< Ns< 3500 bentuk impelernya adalah mixed
Ns > 3500 bentuk implernya axial

Bentuk-bentuk impeler dapat dilihat pada gambar 4.5

Gambar 4.5 Jenis-jenis impeller radial, mixed dan axial

Indra Herlamba Siregar ST,MT


4.2 SIFAT PHISIK DARI FLUIDA
Solusi dari berbagai permasalahan yang berkenaan dengan aliran membutuhkan
pengetahuan sifat phisik dari fluida antara lain : viscositas, spesifik gravity.
Terminologi spesific gravity (s.g) mengacu pada perbandingan densitas suatu cairan
relatip terhadap densitas air pada temperatur 600 F. Spesific gravity merupakan bilangan tanpa
dimensi yang diekspresikan sebagai berikut

s.g  (4.2)
Water

Air didesain memiliki nilai spesifik gravitynya adalah 1. Sedangkan fluida memiliki
nilai spesifik gravitynya bisa lebih ataupun kurang dari nilai spesifk gravity dari air. Spesifik
gravity berkaitan erat dengan tekanan atau head yang nantinya berpengaruh pada konsumsi
daya penggerak pompa (lihat gambar 4.6).

Gambar 4.6. Pengaruh spesifik gravity pada static head yang sama pada tekanan
dan daya poros

Berikutnya sifat phisik dari fluida adalah viskositas. Viskositas didefinisikan sebagai
sifat yang menunjukkan ukuran tahanan fluida untuk mengalir. Hal ini menggambarkan
adanya gesekan internal dalam fluida yang bergerak. Suatu fluida dengan viskositas yang
besar sulit untuk bergerak karena molekul-molekul fluida tersebut memberikan gesekan
internal yang besar. Sebaliknya jika viskositas suatu fluida rendah mengalir dengan mudah
dikarenakan gesekan internal antar molekulnya sangat kecil.
. Untuk beberapa aplikasi viskositas kinematik lebih berguna daripada viskositas
absolute, dimana viskositas kinematik dapat diformulasikan sebagai berikut:

v (4.3)

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Tekanan
Tekanan adalah parameter yang memberitahukan kita seberapa besar gaya yang
dibutuhkan oleh elemen pemompa untuk mengatasi resistensi hidrolis pada area tertentu yang
dapat diekspresikan seperti berikut ini :
F
P (4.4)
A

Tekanan dapat dibagi menjadi tekanan atmosfir, tekanan absolute, tekanan terukur.
Tekanan atmosfir adalah tekanan udara bebas yang besarnya 14,7 psia. Untuk tekanan terukur
adalah tekanan yang terbaca pada alat ukur. Sedangkan tekanan absolute adalah jumlah
tekanan terukur dan tekanan atmosfir dimana hubungan ini dapat diformulasikan sebagai
berikut:
PTot  Pg  Patm (4.5)

Head Pompa
Head adalah suatu kuantitas yang mengekspresikan kandungan energi per unit berat
suatu cairan yang ditinjau dari datum tertentu dengan satuan tinggi kolom cairan ft atau m.
Head pompa atau head total pompa adalah tinggi tekan yang harus diatasi oleh pompa untuk
mengalirkan suatu fluida yang merupakan jumlah dari perbedaan pressure head dari sisi
discharge dan suction dengan head losses yang terjadi ditambah perbedaan statik head
ditambah dengan velocity head, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoully
sebagai berikut :
2 2
P2  P1 V2  V1
H   Z 2  Z1   H LT (4.6)
 2g
Dimana :
H : Head pompa (m or ft )

P1
: Pressure head pipa isap (m or ft )

P2
: Pressure head pipa tekan (m or ft )

2
V2
: Velocity head pada pipa tekan (m or ft ).
2g
2
V1
: Velocity head pada pipa hisap (m or ft ).
2g
HLT : Head loss total yang terjadi disepanjang

Indra Herlamba Siregar ST,MT


sistem pemipaan (m or ft )
Z2 - Z1 : Perbedaan ketinggian antara permukaan
sumber pada sisi discharge dan suction
(m or ft ) atau static head.

Pada pompa sentrifugal head yang dibentuk oleh dimensi impeller diperoleh dengan
menggunakan persamaan berikut:

V2
H (4.7)
2g
dimana
V : Kecepatan pada tip impeller (ft/sec)
g : gravitasi bumi (32,2 ft/sec2)

Sedangkan kecepatan di tip impeller diekspresikan sebagai berikut:


nxD
V  (4.8)
229

dimana
n : putaran poros, rpm
D : diameter impeller, in

Gambar 4.7. Kecepatan fluida pada tip impeller pompa sentrifugal

Dengan mensubstitusikan persamaan 4.7 ke persamaan 4.6 maka head yang


dihasilkan oleh sebuah impeller pompa sentrifugal menjadi

H 
n x D 2 (4.9)
3,375 x 10 6

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Persamaan 4.8 menunjukkan bahwa head yang tercipta oleh pompa sentrifugal
merupakan fungsi putaran dan diameter impeller dan bukan fungsi specifik gravity dari fluida
yang dipompakan.

Static Head

Static head adalah total perubahan ketinggian dari cairan yang dipompakan yang
diukur dari permukaan cairan dalam tandon pasok ke tandon penampung. Terminologi suction
lift diberikan jika ketinggian dari permukaan tandon pasok dibawah centerline pompa,
sebaliknya jika permukaan tandon pasok lebih tinggi daripada centerline pompa disebut
dengan Static suction head. Static discharge head adalah terminologi perbedaan ketinggian
antara centerline pompa dengan permukaan tandon penampung lihat gambar 4.8.

Gambar 4.8. Static suction lift, static discharge head dan total static head

3.4. Daya dan Effisiensi


Daya merupakan bentuk konsumsi energi yang harus dipasok oleh penggerak ke
pompa agar pompa dapat beroperasi. Pemahaman bagaimana cara menghitung daya dan
bagaimana cara membaca dan menginterpretasikannya ke grafik unjuk kerja pompa sangat
diperlukan untuk memilih ukuran yang tepat dari penggerak. Daya terbagi menjadi daya
pompa dan daya motor, daya pompa ataupun water horsepower (WHP) adalah kebutuhan
energi pompa untuk menangani cairan yang dipompakan dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut ini:
Q x H x s.g
WHP  (4.10)
3960

Indra Herlamba Siregar ST,MT


dimana
Q : kapasitas aliran, gpm
H : total hed pompa, ft

Sedangkan daya motor juga dikenal dengan Brake horsepower (BHP) adalah daya
aktual yang diperlukan untuk menggerakkan pompa pada kapasitas dan total head tertentu.
Besarnya BHP dihitung dengan persamaan berikut ini:
Q x H x s.g WHP
BHP   (4.11)
3960 x  
 : effisiensi Pompa
Daftar Pustaka
1. Bachus., Larry , “Know and understand centrifugal pumps “, Elsevier, 2003.
2. Johann Friedrich Gülich., “Centrifugal Pumps“,Springer, Heidelberg, 2008.
3. Igor J.,K at. All, “Pump Handbook”, Mc Graw-Hill, 2001.

Soal Latihan
1. Tentukan BHP pompa dengan effisiensi 70% yang mendistribusikan bahan baker
solar dengan nilai S.G = 0,8 dengan total head 29 ft dan debit aliran 300 gpm ?
2. Tentukan jenis impeller untuk pompa pada soal no. 1
3. Tentukan)

Indra Herlamba Siregar ST,MT


MESIN KONVERSI ENERGI
TANPA BAHAN BAKAR
BAB 5
5.1 Pembangkit Listrik Tenaga Air
5.1.1 Pendahuluan
Hydro-electric power adalah pembangkit listrik yang digerakkan oleh air dari sungai
ataupun danau. Gravitasi menyebabkan air mengalir ke bawah, pada saat mengalir kebawah
ini air memiliki energi kinetik yang dapat dikonversikan menjadi energi mekanik setelah itu
dari energi mekanik dikonversikan menjadi energi listrik di stasiun hydro-elektrik power.
Hydro-electric power adalah pembangkit listrik yang digerakkan oleh air dari sungai
ataupun danau. Gravitasi menyebabkan air mengalir ke bawah, pada saat mengalir kebawah
ini air memiliki energi kinetik yang dapat dikonversikan menjadi energi mekanik setelah itu
dari energi mekanik dikonversikan menjadi energi listrik di stasiun hydro-electric power.
Konversi energi kinetik ke energi mekanik bukanlah hal baru, jauh sebelum itu
hidropower sudah digunakan sebagai kincir air yang mengubah energi kinetic ke energi
mekanik. Berdasarkan refrensi peninggalan yunani kuno.Namun demikian, pada tahun 1882
di Amerika Serikat telah dibangun pembangkit listrik tenaga air yang pertama. Pembangkit
ini dibuat dengan memanfaatkan aliran sungai sebagai sumber tenaga. Beberapa tahun
kemudian dibuat bendungan untuk menampung air dan juga sebagi pengontrol laju aliran air
ke turbin penggerak generator. Tidak seperti pembangkit listrik konvensional yang
menggunakan batubara dimana memerlukan waktu beberapa jam untuk start up, hydro-
electric power stations dapat membangkitkan listrik dengan cepat, hal inilah yang membuat
pembangkit listrik tenaga air sangat berguna untuk merespon beban puncak yang tiba-tiba
oleh pelanggan.
Pusat pembangkit hanya memerlukan jumlah staff yang sedikit untuk
mengoperasikan dan memperbaiki pusat pembangkit, dan tidak ada bahan bakar yang
diperlukan sehingga tidak terpengaruh dengan kenaikkan harga bahan bakar serta tidak ada
polusi yang dihasilkan. Namun demikian konstruksi bendungan dari pembangkit listrik
tenaga air menyebabkan kerusakan alam yang cukup signifikan.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


5.1.2 Cara Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Air
Sejumlah energi listrik dapat dibangkitkan dari sumber air tergantung dari dua hal
yaitu :
1. Jumlah debit aliran air (Q)
2. Ketinggian air jatuh (H)

Pembangkit listrik tenaga air memanfaatkan situasi ini dengan menaruh pipa menuju
turbin pada bagian bawah dari bendungan sehingga diperoleh laju aliran air yang besar serta
ketinggian air yang jatuh yang besar pula lihat gambar 5.1.

Gambar 5.1 Skema dari pembangkit listrik tenaga air

Secara umum komponen pembangkit listrik tenaga air terdiri dari :


1. Dam yang berfungsi untuk mengumpulkan air dan menyimpannya dengan posisi
diatas pusat pembangkit untuk digunakan saat diperlukan.
2. Penstock yaitu pipa yang berfungsi mengalirkan air untuk menggerakkan turbin.
3. Turbin yang berfungsi mengekstrak energi kinetic dari air menjadi energi mekanik.
4. Generator yang berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi lsitrik.
5. Transformer yang berfungsi unstuck mendistribusikan energi listrik yang
dibangkitkan oleh generator ke user.
6. Tailraces berfungsi mengalirkan air yang telah digunakan menggerakkan turbin
kembali ke badan sungai.

Prinsip kerja dari pembangkit listrik tenaga air yaitu mengubah energi mekanik
menjadi enegi listrik. Energi potensial yang dikandung oleh air pada ketinggian tertentu
diubah menjadi energi kinetic ketika air mengalir kepipa menuju turbin, kemudian energi

Indra Herlamba Siregar ST,MT


kinetic yang dikandung oleh air yang mengalir dengan kecepatan tertentu diubah menjadi
energi mekanik oleh turbin. Setelah itu turbin menggerakkan generator. Generator inilah yang
mengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Skema prinsip kerja ini dapat dilihat pada
gambar 5.2.

  

Energi Potensial Energi Kinetik Energi Mekanik Energi Listrik

Gambar 6.2 Prinsip konversi energi pada pembangkit listrik energi air

Adapun air yang telah menggerakkan poros kemudian dibuang ke pipa drainase yang
disebut dengan tailrace ke sungai untuk keperluan lainnya seperti suplai air bersih ataupun
irigasi.

5.1.3 Jenis Turbin Air dan Konstruksinya


Bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air dapat berasal dari ketinggian alami
(pegunungan) atau pada sungai didataran rendah. Sumber air yang bervariasi itu
menyebabkan desain turbin yang menggerakkan generator berbeda. Perancangan turbin ini
ditentukan oleh kondisi ketinggian air jatuh dan volume aliran air dimana bendungan itu
didirikan.
Ada tiga desain turbin air yaitu Pelton, turbin Francis dan turbin Kaplan or turbin
propeller (penamaan Kaplan sesuai dengan penemunya). Jenis-jenis turbin ini dapat dilihat
pada gambar 5.3.

(a) (b) (c)


Gambar 3. Jenis-jenis turbin air (a) Turbin Pelton, (b) Turbin Francis, (c) Turbin Kaplan

Pemilihan jenis turbin yang cocok suatu konstruksi bendungan seperti yang telah
disebutkan diatas tergantung pada ketinggian air jatuh dan debit aliran air, untuk

Indra Herlamba Siregar ST,MT


memudahkannya diberikan suatu parameter tanpa dimensi yang disebut kecepatan spesifik
yang diformulasikan sebagai berikut:
Dari kecepatan spesifik yang diperoleh diplotkan pada gambar 5.4 untuk menentukan
jenis turbin yang digunakan

Gambar 5.4 Daerah penggunaan jenis turbin berdasarkan perhitungan nqr

Dari gambar 5.4 terlihat bahwa turbin pelton digunakan untuk debit aliran yang kecil
dengan ketinggian jatuh yang besar. Turbin Pelton terdiri dari mangkok-mangkok yang
dipasakkan disekeliling wheel (roda). Air dari bendungan dialirankan melalui nozzles pada
kecepatan yang tinggi memukul mangkok sehingga mendorong roda untuk berputar.
Konstruksi turbin pelton dalam pembangkit listrik tenaga air dapat dilihat pada gambar 5.5.

Gambar 5.5. Konstruksi turbin pelton dalam pembangkit listrik tenaga air

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Kecepatan spesifik (nqr) dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

Q 0,5
n qr  n (5.1)
H 0.75
dimana
H = tinggi jatuh air, m
Q = kapasitas aliran, m3/s
n = putaran turbin, rpm

Contoh 5.1 Tentukan jenis turbin yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air dengan
kapasitas 12 m3/s dengan tinggi jatuh 60 m dan turbin dirancang berputar dengan kecepatan
150 rpm?.
Solusi:
Berdasarkan persamaan 6.1 dan gambar 6.4

120,5
nqr  150 0.75
60
 80

Jadi jenis turbin untuk permasalahn pada contoh 6.1 adalah turbin Francis

Turbin Francis turbine digunakan dimana debit aliran cukup besar dan tinggi jatuh air
yang cukup tinggi. Turbin Francis hampir sama dengan kincir air yang terdiri dari roda
berputar dengan bilah yang tetap diatar kedua rimnya. Roda ini disebut dengan runner. Suatu
bilah penuntun diberikan disekeliling runner untuk mengontrol aliran air dan jumlah air yang
diumpankan untuk menggerakan turbin. Konstruksi turbin Francis dalam pembangkit listrik
tenaga air dapat dilihat pada gambar 5.6.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 5.6 Konstruksi turbin Francis dalam pembangkit listrik tenaga air

Jenis turbin berikutnya adalah turbin Propeller atau yang dikenal dengan turbin Kaplan.
Penggunaan turbin ini untuk kondisi kerja debit aliran yang besar dan tinggi jatuh air yang
rendah. Prinsip kerja dari turbin Kaplan hampir sama dengan propeller dari kapal namun yang
membedakannya adalah bilah dari turbin Kaplan dapat diatur sesuai dengan debit aliran yang
mengalir melintasi bilah turbin Kaplan sehingga hal ini menyebabkan turbin Kapla
Kaplan selalu
beroperasi secara effisien walupun tinggi jatuh air bervariasi akibat perubahan musim pada
daerah reservoir.

Gambar 5.7 Konstruksi Turbin Kaplan pada pembangkit listrik tenaga air

Pembangkit listrik tenaga air berdasarkan kapasitasnya diklasifikasikan menjadi :


1. Skala besar dengan kapasitas > 30 MW
2. Skala kecil dengan kapasitas antara 0,1 MW  30 MW
3. Skala mikro dengan kapasitas antara <0,1 MW

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Sedangkan berdasarkan operasinya pembangkit listrik tenaga air juga diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu:
1. Dengan menggunakan bendungan, pembangkit listrik tenaga air jenis ini untuk skala
besar
2. Dengan menggunakan aliran sungai biasa pembangkit listrik tenaga air jenis ini untuk
skala kecil.
3. Dengan menggunakan pompa untuk menyimpan air direservoir, pembangkit listrik
tenaga air jenis ini juga menggunakan bendungan juga dimana cara kerjanya adalah
menampung air yang telah digunakan untuk menggerakkan turbin dalam reservoir
bawah kemudian memaanfaatkannya kembali dengan memompakan air dari reservoir
bawah ke reservoir atas pada system tertutup. Saat memompakan kembali generator
berfungsi sebagai motor listrik untuk menggerakan turbin yang berubah fungsi
menjadi pompa, aktivitas ini dilakukan saat beban tidak puncak sehingga ada surplus
energi listrik dari pembangkit konvensional untuk menggerakan turbin oleh generator.

5.1.4 Kondisi Pembangkit Lsitrik Tenaga Air diseluruh dunia


Pada tahun 1994, produksi energi dari pembangkit listrik tenaga air memenuhi
kebutuhan energi dunia sebesar 2% . Kapasitas daya terpasang pembangkit listrik tenaga air
pada tahun 1998 di seluruh dunia kira-kira 700GW yang membangkitkan energi listrik
sebesar 2,600TWh (2.6 x 1012 kWh) per tahun atau 19% dari produksi energi listrik dunia.
Negara-negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga air dalam skala besar dapat dilihat
pada table berikut:

Tabel 5.1 Nama bendungan dan Negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga air skala besar

Rated capacity Year of


(MW) initial
Name of dam Location Present Ultimate operation
Itaipu Brazil/Paraguay 12,600 14,000 1983
Guri Venezuela 10,000 10,000 1986
Grand Coulee Washington 6,494 6,494 1942
Sayano-Shushensk Russia 6,400 6,400 1989
Krasnoyarsk Russia 6,000 6,000 1968
Churchill Falls Canada 5,428 6,528 1971
La Grande 2 Canada 5,328 5,328 1979
Bratsk Russia 4,500 4,500 1961
Moxoto Brazil 4,328 4,328 n.a.
Ust-Ilim Russia 4,320 4,320 1977
Tucurui Brazil 4,245 8,370 1984

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Contoh 5.2. Suatu aliran sungai dengan debit rata-rata 10 m3/s , ketinggian jatuh air sebesar
20 m , tentukan jenis turbin jika putaran turbin dirancang sebesar 500 rpm dan daya yang
dapat dibangkitkan oleh instalasi PLTA ?
Solusi :
Diketahui : Debit aliran (Q = 10 m3/s ), H = 20 m , n = 500 rpm
nq = 500 x (10 0,5 / 20 0,75 ) = 167,185
dari gambar 6.4. dipilih jenis turbinnya adalah Turbin Kaplan
Jika effisiensi turbin sebesar (T = 0,85) maka daya yang dapat dibangkitkan oleh PLTA
adalah
P =  Q g HT
= 998 kg/m3 x 10 m3/s x 9,8 m/s2 x 20 m x 0,85
= 1662668 watt
= 1,662 MW
Kemudian berapa besar energi listrik yang dibangkitkan setiap tahunnya
Electric Energy Generation = (1,662 MW) x (24 h/hari) x (365 hari/tahun)
= 14.559 MWh/tahun
Jika kebutuhan rata-rata tiap-tiap orang sebesar 2000 kWh/ tahun, tentukan berapa jumlah
orang tangga yang dapat disuplai energi listriknya oleh PTLA tersebut ?
Jumlah Orang Yang dilayani = Electric Energy Generation / need/orang
need/orang = 2000 kWh/ tahun = 2 MWh/tahun
maka = (14.559 MWh/tahun)/( 2 MWh/tahun)
= 7280 orang

5.2 Pembangkit Listrik Tenaga Angin


5.2.1 Pendahuluan
Energi angin adalah energi yang berasal dari pergerakan udara (energi kinetic).
Energi kinetic yang dikandung oleh atmosfir berkisar antara 8.2 and 13.6 x1022 J. Sedangkan
kebutuhan energi listrik di dunia pada tahun 1990 hanya dapat dicover sebesar 0,04 persen
oleh energi angin. Total sumber energi onshore tidak mencakup Antartica dan Greenland
diestimasikan sebesar 53,000 TWh dengan distribusi sebagai berikut:

 Eropa barat 4,800 TWh


 Eropa Timur dan Soviet 10,600 TWh,
 Asia 4.600 TWh,
 America Latin 5,400 TWh
 America utara 14,000 TWh
 Australia 3,000 TWh
 Africa 10,500 TWh.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Sejarah pemanfaatan energi angin oleh manusia pertama kalinya adalah dengan
menempatkan kain pada perahu sebagai layar untuk menangkap energi angin sehingga perahu
dapat bergerak, dengan ditemukannya layar ini maka dunia baru banyak ditemukan. Energi
angin dimanfaatkan manusia untuk menggerakkan perahu sampai ditemukannnya mesin uap
oleh James Watt pada abad ke-18.
Di daratan pemanfaatan energi angin oleh manusia tercatat dilakukan oleh Raja
Babylonian Hammurabi yang merencanakan penggunaan turbin angin untuk irrigasi pada
abad ke-17 Sebelum Masehi. Bangsa Persia telah menggunakan turbin angin secara extensive
pada pertengan abad ke-7 setelah masehi yang terdiri dari sejumlah mesin vertika axis yang
dipasangi layer. Pada mulanya mesin pengkonversi angin tersebut tidak effisien dan kacau
desainnya namun mesin tersebut telah mampu melayani kepentingan manusia dengan baik
dibanyak Negara.
Pemanfaatan energi angin di Inggris tercatat pertama kalinya pada tahun 1191. Di
Belanda pada tahun 1439 dibangun pertama kalinya turbin angin untuk menggiling jagung
sampai tahun 1600 kebanyak turbin angin dibelanda merupakan Tower mill yang diacu pada
pengoperasian turbin angin untuk menggiling, sehingga selanjutnya disebut windmills
walaupun kenyataan turbin tersebut digunakan untuk memompakan air.

Gambar 5.8 Jenis Kincir angin yang digunakan di Belanda

Turbin angin dibagi menjadi dua kategori yaitu :


1. Horizontal axis

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Horizontal axis adalah arah angin sejajar dengan poros pada kategori ini adalah
contoh dari horizontal axiz wind turbine (HAWT) adalah turbin angin propeller
seperti gambar dibawah ini :

Gambar 5.9 Jenis Kincir angin horizontal

2. Vertikal axis
Vertikal axis adalah arah angin tegak lurus dengan poros pada kategori ini adalah
turbin angin terdiri dari :
 Turbin angin yang berkerja berdasarkan gaya drag contoh turbin angin
sovanius

Gambar 5.10 Turbin angin Sovanius

 Turbin angin yang berkerja berdasarkan gaya lift contoh turbin angin
Darrieus seperti gambar dibawah ini :

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 5.11 Turbin angin Darrieus

5.2.2 WIND POWER


Jika suatu angin bergerak melintasi suatu turbin angin (WEC) maka timbul
pertanyaan berapa besar daya yang dapat diekstrak oleh WEC ( Wind energy Converter) dari
angin tersebut. Daya dapat diekstrak secara maksimum oleh WEC jika berada diantara dua
kondisi ekstrim, yang pertama kondisi dimana angin tidak mengalami perlambatan ketika
melintasi WEC tentu saja kondisi ini menyebabkan daya yang diekstrak sama dengan nol.
Kondisi ke-2 , jika udara yang mangalir diberhentikan di rotor saja sehingga udara tidak dapat
melewati rotor namun hanya berputar disekitarnya kondisi ini menghasilkan WEC
mengekstrak semua energi dari angin tetapi kondisi ini tidk mungkin. Diantara ke-2 kondisi
inilah daya angin yang dapat dikonversikan oleh WEC. Agar estimasi daya maksimum yang
dapat diekstrak oleh WEC valid maka diasumsikan pertama bahwa aliran udara
incompressible dengan kecepatannya 100 m/sec kedua tidak ada kehilngan secara mekanik
ataupun aerodinamik pada rotor.

Gambar 5.12 Skema kecepatan aliran yang melintasi turbin angin

Buatlah indek 1 untuk udara yang mangalir didepan WEC, indek 2 di converter (rotor) dan
indek 3 didownstream dari WEC, energi yang dapat diekstrak adalah :

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Pextr  P1  P3 
1
2

 A1v13  A3v33 
(5.2)
dimana
Pextr = Daya yang dapat diekstrak oleh turbin angin dari udara yang bergerak, W
 = Densitas udara = 1,2 kg/m3
A1, A3 = Luasan penampang lintasan turbin angin diposisi 1 dan 3, m2
v1, v3 = Kecepatan angin diposisi 1 dan 3

berdasarkan persamaan kontinuitas untuk aliran incompressible


A1v1  A2v2  A3v3 (5.3)

dengan melakukan substitusi persamaan 5.3 ke 5.2 diperoleh

Pextr 
1
2

A1v1 v12  v32  (5.4)

A1 tidak diketahui karena hanya permukaan dari rotor yang diketahui sehingga dengan
melakukan pendekatan bahwa daya yang diektrak oleh turbin sama dengan gaya yang
berkerja pada rotor sehingga :
Pextr  S1v2 (5.5)

.
dengan S  mv1  v3   A1v1v1  v3  (5.6)

dengan mensubstitusikan persamaan 5.4 ke 5.6 maka diperoleh


1
v2  v1  v3  (5.7)
2
dengan menggunakan therema Froude-Rankine’ persamaan 5.4 menjadi

Pextr 
1
4

A2 v1  v3  v12  v32  (5.8)

1
Jika persamaan 5.8 dibagi dengan P  A2v13
2
maka keefektifan WEC mengekstrak energi angin yang biasanya disebut power Coefficient
(Cp), adalah
P 1

C p  extr  1  x 2 1  x 
P 2
 (5.10)

Indra Herlamba Siregar ST,MT


dengan x = v3/v1 , maka untuk menentukan harga maksimum dari power coefficient (Cp,
max) dengan menurunkan Cp terhadap x diset = 0 (persamaan 5.10) maka diperoleh

dan

sehingga daya ideal yang dapat diekstrak oleh WEC (Pideal) adalah
1
Pideal  C p , max A2 v13 (6.11)
2
dimana P = Daya Keluaran, Watt
Cp = power coefficient
 = Densitas udara,1.225 kg / m3 tergantung dari suhu udara
A = Luasan rotor

=  r 2 r = jari-jari rotor untuk tipe propeller


= tinggi x diameter rotor untuk vertical axis
v1 = Kecepatan angin , m/s2

sedangkan daya output dari turbin dengan memperhatikan loses-loses maka


Pm  C p Pideal (5.12)

Power coefficient dari beberapa turbin angin dengan memperhatikan rasio kecepatan
turbin dan kecepatan angin dapa dilihat pada gambar berikut :

Propeller

Darrieus

Sovanius

Gambar 5.13 Power coefficient fungsi tip rasio dari beberapa jenis turbin angin

Indra Herlamba Siregar ST,MT


5.2.3 Effisiensi transmisi dan generator
Hasil ekstrak dari turbin tidak langsung digunakan untuk membangkitkan energi
listrik tetapi dikope dengan beban melalui system transmisi ataupun gear box. Beban dapat
berupa pompa, compressor, penggiling ataupun pembangkit listrik. Untuk itu sebagi contoh
beban yang digunakan adalah pembangkit listrik. Kita mulai dari daya angin ideal (Pideal)
setelah energi diekstrak oleh turbin angin diperolehlah daya mekanis (Pm) dengan kecepatan
putar poros ( m ) dimana daya ini disupplai ke transmisi. Daya transimisi (Pt) dihasilkan dari

daya mekanis dengan effisiensi transmisi (  m )

Pt  m Pm (5.13)

Sama dengan sebelumnya daya output dari generator (Pe) dihasilkan dari daya transmisi
dengan effisiensi generator (  g )

Pe   g Pt (5.14)

Jika kita substitusikan mulai dari persamaan 5.12, 5.13 ke persamaan 5.14 maka diperolehlah
hubungan daya keluaran listrik dari daya angin
Pe  C p g m Pideal (5.15)

Proses konversi energi angin menjadi energi lsitrik dapat dilihat pada bagan energi berikut ini:

Gambar 5.14 Skema pengkonversian energi pembangkit listrik tenaga angin

Daftar Pustaka

1. Anonim, Small Hydropower Systems, www.eren.doe.gov diakses 26 September


2006.
2. Anonim, Wind Electricity Generation, http://www.windpower.dk diakses 24
September 2006.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


3. Anonim, Hydro-electricity fact sheet number 10, Western Power Corporation,
1986.
4. Johnson Gary L., Wind Energy Systems, 2nd ed, Prentice-Hall, 1994.
5. Kenneth C. Weston, 1992, Energy Conversion,
www.personal.utulsa.edu/~kenneth-weston/ diakses 25 Juni 2007.
6. Penche C., de Minas I., Lyman Handbook on How to develop a Small Hydro Site,
http://europa.eu.int/en/comm/dg17/dg17home.htm diakses 21 September 2006.

Soal Latihan
1. Tentukan jenis turbin yang digunakan untuk pembangkit listrik tenaga air dengan
kapasitas 15 m3/s dengan tinggi jatuh 20 m dan turbin dirancang berputar dengan
kecepatan 500 rpm?.
2. Jika konsumsi energi perkapita suatu daerah 3500 kWh/tahun dan effisiensi turbin
0,9. Tentukan berapa orangkah yang dapat dipenuhi kebutuhan energinya dengan data
seperti soal No.1 ?.
3. Rancanglah turbin angin tipe darrieus dengan tip speed ratio 4 untuk daya keluaran
listrik 600 W, kecepatan angin rata-rata 7,5 m/s , effisiensi mekanis = 0,89 ; effisiensi
generator = 0,9
4. Buatlah grafik Daya keluaran listrik (sumbu y) dengan kecepatan angin (sumbu x)
untuk turbin angin tipe propeller dengan tip speed ratio 5 diameter propeller 20 m
data kecepatan angin 5 m/s, 7,5 m/s, 10 m/s, 12,5 m/s dan 15 m/s
5. diketahui effisiensi mekanis = 0,89 ; effisiensi generator = 0,9
6. seperti No.1 Jenis turbin sovanius tip speed ratio 1
7. seperti No.2 Jenis turbin angin Darrieus dengan tinggi 20 m diameter 6 m

Indra Herlamba Siregar ST,MT


SISTEM PENDINGIN

BAB 6
6.1. Pendahuluan
Sampai saat ini kita telah membahas heat engine yang membawa kita sebuah jawaban
dari pertanyaan thermodinamika bagaimana energi kimia pada bahan bakar fossil
dikonversikan menjadi kerja dan penggerak. Sekarang kita alihkan perhatian pada pertanyaan
selanjutnya, bagaimana energi thermal dapat dipindahkan dari daerah dingin ke daerah panas
?.
Clausius pada hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa tidak mungkin
membangun suatu peralatan yang beroperasi secara siklus untuk memindahkan panas dari
daerah dingin ke daerah panas tanpa bantuan peralatan dari luar. Peralatan ini dikenal dengan
unit pendingin. Pernyataan Clausius ini dapat diskemakan seperti pada gambar 6.1

Wsiklus

Gambar 6.1. Skema pernyataan Clausius pada batasan hukum kedua termodinamika

Aplikasi sistem pendingin pada industri meliputi pemrosesan, pengawetan makanan,


penyerapan kalor dari bahan bahan kimia, perminyakan dan industri petrokimia
Proses pengkonversian energi pada sistem pendingin dan pengkodisian udara dimulai
dari sumber energi pada kedua sistem ini umumnya berasal dari energi listrik yang nantiknya
dikonversikan kebentuk energi yang akan dimanfaatkan oleh manusia berupa kalor, bagan
pengkonversian energinya dapat dilihat pada gambar 6.2.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 6.2. Skema pengkonversian energi sistem pendingin

6.2 Komponen-komponen Dasar Sistem Pendingin


Siklus yang mendasari sistem pendingin adalah siklus kompresi uap yang terdiri dari :
1. Evaporator yang merupakan peralatan perpindahan panas, dimana pada peralatan ini
refrigerant ( fluida kerja ) yang masuk dalam kondisi campuran gas diubah menjadi
seluruhnya dalam kondisi gas sebelum masuk ke kompresor dengan cara menyerap
kalor dari ruangan yang akan didinginkan lihat gambar 6.3.

Gambar 6.3. Evaporator jenis ekspansi langsung

2. Kompressor yang berfungsi menekan refrigerant ( fluida kerja ) menuju kondisi kerja
dari kondensor. Kompressor juga berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran pada
siklus kompressi uap. Umumnya jenis kompressor yang digunakan pada sistem
pendingin yaitu jenis screw compressor, reciprocating compressor dan rotary
compressor.

Gambar 6.4. Penampang lengkap kompressor screw

Indra Herlamba Siregar ST,MT


3. Kondensor merupakan peralatan perpindahan panas namun fungsinya berbeda dengan
evaporator. Pada kondensor kondisi refrigerant yang masuk dalam kondisi super
panas dan diubah menjadi seluruhnya dalam kondisi cair dengan cara membuang
kalor ke lingkungan. Jenis kondensor yang digunakan dalam sistem pendingin ada
tiga yaitu kondensor berpendingin air, kondensor berpendingin udara dan evaporative
kondensor.

Gambar 6.5. Kondensor berpendingin udara

4. Komponen terakhir dalam siklus kompresi uap adalah katup ekspansi. Alat ini
berfungsi meneurunkan tekanan refrigeran yang keluar dari kondensor dan mengatur
jumlah massa refirgerant yang mengalir ke evaporator.

Gambar 6.6. Katup ekspansi termostatik

Salah satu bentuk susunan mesin pendingin yang yang utuh dapat dilihat pada gambar
6.7.

6.3 Refrigeran
Refrigeran adalah fluida kerja pada sistem pendingin yang digunakan untuk menyerap
dan melepaskan panas. Refrigeran menyerap panas pada tekanan dan temperatur rendah

Indra Herlamba Siregar ST,MT


sebaliknya pada tekanan dan temperatur tinggi refrigeran melepas panas. Pada umumnya
refrigerant mengalami perubahan phase ketika menyerap dan melepas panas. Pada sistem
pendingin refrigeran yang banyak digunakan adalah:

Gambar 6.7. Mesin pendingin dengan kompressor torak ref [1]

1. Senyawa halokarbon adalah senyawa yang mempunyai satu atau lebih atom –atom
halogen (Klorin, Flourin dan Bromin). Ketentuan bilangan, nama kimia dan rumus
kimia dari sejumlah anggota kelompok ini yang ditemukan dalam perdagangan adalah
sebagai berikut : untuk penomoran angka pertama dari kanan adalah jumlah atom
fluorin dlam ikatan, angka kedua ddari akanan adalah jumlah atom hidrogen ditambah
angka satu dan angka ketiga dari akan adalah jumlah atom karbon dikurangi satu. Jika
bilangan ketiga berharga nol diperbolehkan. Senyawa halokarbon yang umunya
ditemui dipasaran dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1. Refrigeran halokarbon yang umumnya ditemui dipasaran ref [3]
Penomoran Nama Kimia Rumus kimia
11 Trikloromonofluorometana CCl3F
12 Diklorodifluorometana CCl2F2
13 Monoklorotrifluorometana CClF3
22 Monoklorodifluorometana CHClF2
40 Metil klorida CH3Cl
113 Triklorotriofluoroetana CCl2FCClF2
114 Diklorotetrafluoroetana CClF2CClF2

2. Senyawa anorganik adalah refrigran yang pertama sekali digunakan sebelum


ditemukannya refrigeran dari kelompok halokarbon. Refrigeran yang sampai saat ini
masih dipergunakan ditabulasikan pada tabel berikut ini:

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Tabel 6.2. Refrigeran anorganik ref [3]
Penomoran Nama Kimia Rumus kimia
717 Amonia NH3
718 Air H2O
729 Udara
744 Karbon dioksida CO2
764 Sulfur dioksida SO2

3. Senyawa hidrokarbon adalah refrigeran yang dicocok digunakan sebagai refrigeran


untukindustri perminyakan dan petrokimia. Beberapa refrigeran dari kelompok ini
dimuat pada tabel 6.3, dengan ketentuan penomoran sama dengan senyawa
halokarbon.

Tabel 6.3. Refrigeran hidrokarbon ref [3]


Penomoran Nama Kimia Rumus kimia
50 Metana CH4
170 Etana C2H6
290 Propana C3H6

4. Senyawa Azeotrop adalah refrigeran campuran dua refrigeran secra distilasi dan tidak
dapat dipisahkan contohnya refrigeran 502 yang merupakan campuran dari 48,8 %
refrigran 22 dan 51,2 5 refrigeran 115.

6.4 Siklus ideal kompressi uap satu tingkat .


Siklus kompressi uap satu tingkat adalah siklus dasar pada sistem pendingin yang
terlihat pada gambar 5.8, dimana kompressi terjadi pada siklus ini di daerah panas lanjut.
Peralatan pencekik digunakan tergantung dari beban. Satu tingkat maksudnya adalah pada
sistem terdapat hanya satu tingkat kompressi. Pada sistem yang ideal ini proses kompressi
terjadi pada kondisi isentropik dan kehilnagan tekanan di saluran perpipaan, katup dan
komponen lainnya diabaikan. Semua siklus pendingin yang akan dijelaskan pada sub bab ini
adalah siklus ideal. Kompressi uap maksudnya refrigerant ditekan pada tekanan yang lebih
tinggi kemudian cairan yang telah dikondensasikan dicekik ke kondisi tekanan yang lebih
rendah menjadi cair untuk menghasilkan effek pendinginan dengan mengevaporasikan cairan
refrigerant. Gambar 5.8 b dan c memperlihatkan diagram proses p-h dan T-s dari siklus
pendinginan kompressi uap satu tingkat. Refrigerant diuapkan seluruhnya dievaporator untuk
mendapatkan effek pendinginan. Kemudian ditekan dari titik 1 ke titik 2 pada kondisi
isentropik. Setelah itu uap kondensasikan dikondensor dan panas latent dari hasil kondensasi
dibuang ke lingkungan. Pada kondisi 3 refigerant cair melintasi katup ekspansi yang

Indra Herlamba Siregar ST,MT


berfungsi menurunkan tekenan carian refrigerant menjadi tekanan evaporasi. Pada kondisi
ideal proses pencekikan pada katup ekspansi irreversible, biasanya ditunjukkan dengan garis
putus-putus. Sebagian cairan refrigerant menguap dan masuk ke evaporator pada kondisi 4,
sedangkan sisa cairan refrigerant menguap dievaporator untuk menghasilkan effek
pendinginan sehingga siklus kompressi uap sempurna.
Analisa pada sistem pendingin menggunakan kombinasi analisa thermodinamis dan
bantuan grapik dari refrigeran yang digunakan pda sistem pendingin yang akan dianalisa
seperti terlihat pada gambar 6.8.

Gambar 6.8. Siklus kompressi uap satu tingkat (a) skema sistem; (b) diagram p-h
(c) diagram T-s

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Proses kompresi dari 1 ke 2 adalah kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan
kompressor :
.
Wcomp  m h2  h1  (5.1)

Dimana
Wcomp = Kerja kompressor, kW atau hp
.
m = Laju aliran refrigeran, kg/s atau lb/s
h2 = Entalphi titik 2 (keluar kompressor), kJ/kg atau Btu/lb
h1 = Entalphi titik 1 (masuk kompressor), kJ/kg atau Btu/lb

Proses kondensasi dari 2 ke 3 adalah proses perubahan phase refrigeran dari gas
menjadi cair. Pada proses ini refrigeran melepas panas sebesar :
.
QCond  m h2  h3  (5.2)

Dimana
QCond = Panas yang dilepas oleh kondensor, kW atau hp

h3 = Entalphi titik 3 (keluar kondensor), kJ/kg atau Btu/lb

Proses pencekikan dari 3 ke 4 adalah proses yang bertujuan untuk menurunkan


tekanan dan temperatur refrigeran pada proses ini berlangsung pada entalphi konstan sehingga
h3  h4 .
Proses evaporasi dari 4 ke 1 adalah proses perubahan phase refrigeran dari cair
menjadi gas. Pada proses ini refrigeran menyerap panas (pendinginan) sebesar :
.
Q Evap  m h1  h4  (5.3)

Dimana
Q Evap = Panas yang dilepas oleh kondensor, kW atau hp

h4 = Entalphi titik 4 sama dengan entalphi titik 3, kJ/kg atau Btu/lb

Perbedaan entalphi 1 dan 4 h1  h4  disebut dengan dampak refrigerasi


Unjuk kerja dari sistem pendingin adalah COP yang bernilai:
Laju pendinginan h1  h4 
COP   (5.4)
Kerja Kompressor h2  h1 

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Contoh 6.1. Sistem kompressi uap berkapasitas 500 ton refrigerasi menggunakan R-22
sebagai refrigeran. Uap jenuh dari R-22 masuk ke kompressor pada -10 0C dan suhu
kondensasi pada 30 0C. Tentukan
1. Dampak refrigerasi
2. Laju aliran refrigeran
3. Kerja kompressor
4. COP

Solusi : Problem diatas jika diplotkan di grapik R-22 terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 6.9. Plot problem 5.1 pada grapik R-22

Dari gambar 6.9 diperoleh


h1  402 kJ / kg ; h2  433 kJ / kg ; h3  h4  237 kJ / kg
1. Dampak refrigerasi
h1  h4   402  237 kJ / kg
 165 kJ / kg
2. Laju aliran refrigeran
Diketahui 1 ton refrigerasi = 3,516 kW sehingga 500 ton = 1758 kW
. Q Evap 1758 kJ / s
m   10,6545 kg / s
h1  h4  165 kJ / kg

Indra Herlamba Siregar ST,MT


3. Kerja kompressor
.
Wcomp  m h2  h1   10,6545 433  402 kW
 330,29 kW
4. COP
Laju pendinginan 1758 kW
COP    5,32
Kerja Kompressor 330,29 kW

6.5 Siklus kompressi uap satu tingkat dengan penukar kalor.


Siklus ini merupakan modifikasi dari siklus ideal kompressi uap satu tingkat dengan
penambahan alat penukar kalor pada sistem seperti terlihat pada gambar 5.10.

Gambar 6.10. Siklus kompressi uap satu tingkat dengan alat penukar kalor
(a) skema sistem; (b) diagram p-h
Pada sistem ini panas yang dikandung oleh refrigeran setelah keluar dari kondensor
diserap oleh refrigeran yang keluar dari evaporator sehingga refrigeran disisi kondensor
mengalami pendinginan lanjut sedangkan disisi evaporator refrigeran mengalami penguapan
lanjut, besar kenaikan temperatur refrigeran disisi evaporator sama dengan besarnya
penurunan temperatur disisi kondensor.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Contoh 6.2. Problem sama dengan contoh 6.1 dengan penambahan penukar kalor sehingga
refrigeran mengalami pendinginan lanjut menjadi 25 0C. Tentukan
1. Dampak refrigerasi
2. Laju aliran refrigeran
3. Kerja kompressor
4. COP
5. Bandingkan kerja kompressor hasil diatas dengan solusi pada contoh 5.1.
Solusi : Problem diatas jika diplotkan di grapik R-22 terlihat pada gambar 5.11. Dimana
refrigeran disisi evaporator mengalami penguapan lanjut mencapai -5 0C.

Gambar 6.11. Plot problem 5.2 pada grapik R-22

Dari gambar 6.11 diperoleh data-data sebagai berikut :


h1  405 kJ / kg ; h2  437 kJ / kg ; h3  h4  230 kJ / kg
1. Dampak refrigerasi
h1  h4   405  230 kJ / kg
 175 kJ / kg

2. Laju aliran refrigeran


Diketahui 1 ton refrigerasi = 3,516 kW sehingga 500 ton = 1758 kW
. Q Evap 1758 kJ / s
m   10,046 kg / s
h1  h4  175 kJ / kg

3. Kerja kompressor

Indra Herlamba Siregar ST,MT


.
Wcomp  m h2  h1   10,0463437  405 kW
 321,46 kW
4. COP
Laju pendingina n 1758 kW
COP    5,47
Kerja Kompressor 321,46 kW
5. Komparasi kerja kompressor terjadi penghematan sebesar
330,29  321,46
% saving  x100%
330,29
 2,67 %

6.6 Siklus regfrigerasi absorpsi.


6.6.1 Daur regfrigerasi absorpsi.
Siklus refrigerasi absorpsi ditemukan oleh Fredinand Carre seorang ilmuwan Francis.
Sistem ini hampir sama dengan siklus kompressi uap dengan perbedaan pada sistem ini
perubahan tekanan dari refrigeran tidak mengggunakan kompressor melainkan dengan
pompa. Skema dasar dari siklus ini dapat terlihat pada gambar 6.12.
Seperti yang dijelaskan pada alinea sebelumnya kerja kompressi yang dilakukan oleh
sistem regfrigerasi absorpsi dilakukan oleh sistem yang terletak pada paruh kiri skema pada
gambar 6.12. Uap tekanan rendah diserap oleh cairan larutan (liquid solution) dalam absorber.
Jika absorpsi dilakukan secara adiabatik, temperatur larutan akan naik dan akhirnya absorpsi
uap akan berhenti. Agar proses absorpsi dapat dilakukan secara terus menerus maka
absorber perlu didinginkan oleh udara atau air

Gambar 6.12. Skema dasar regfrigerasi absorpsi.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


yang kemudian melepaskan kalor yang diserap ke lingkungan. Pompa menekan cairan
bertekanan rendah dari absorber dan mendistribusikannya ke generator. Cairan yang berada
dalam generator menyerap kalor sehingga sebagian menguap, bagian cair dikembalikan ke
absorber dengan menurunkan tekanannya menuju tekanan absorber melalui katup trotel.
Sedangkan bagian uapnya menuju kondensor kemudian didinginkan dengan melepaskan
kalor ke lingkungan. Untuk memperoleh tekanan cairan-uap yang keluar dari kondensor sama
dengan tekanan evaporator maka cairan-uap dilalui katup ekspansi. Carian-uap yang masuk
ke evaporator menyerap panas sehingga cairan-uap berubah semuanya menjadi uap
bertekanan rendah proses penyerapan panas ini menghasilkan efek pendinginan. Demikianlah
cara kerja dari daur regfrigerasi absorpsi.

6.6.2 Sifat-sifat Temperatur- tekanan Konsentrasi Larutan LiBr-air


Litium Bromida (LiBr) adalah kristal garam padat dengan adanya uap air
menyebabkan LiBr menyerap uap tersebut dan menjadi larutan cair. Larutan cair
menimbulkan tekanan uap air yang merupakan fungsi temperatur dan konsentrasi larutan. Jika
dua bejana dihubungkan seperti gambar 6.13. Satu bejana berisi larutan LiBr dan bejana yang
lain berisi air murni, maka tiap cairan akan menimbulkan tekanan uap air. Pada kondisi
seimbang seperti gambar 6.13 tekanan uap air yang ditimbulkan oleh kedua cairan pada kedua
bejana tersebut adalah sama.

Gambar 6.13. Keseimbangan tekanan uap air

Contoh dari sebuah keseimbangan yang diperlihatkan pada gambar 5.13 jika suhu air
murni 40 0C tekanan uapnya 7,38 kPa. Tekanan uap yang sama akan ditimbulkan oleh larutan
LiBr-air pada temperatur 80 0C dan konsentrasi x = 59 % dari massa LiBr. Selain itu banyak
lagi kombinasi temperatur dan konsentrasi larutan LiBr yang juga memberikan tekanan uap
7,38 kPa.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 6.14 adalah diagram temperatur-tekanan-konsentrasi larutan LiBr-air.
Konsentrasi adalah absis grafik dan tekanan uap air bisa sebagai ordinat yang ditunjukkan
pada skala vertikal pada sebelah kanan. Untuk mudahnya temperatur jenuh air murni yang
sesuai dengan tekanan sebelah kanan dinyatakan sebagai ordinat pada sebelah kiri. Grafik
dipergunakan dalam kondisi jenuh dimana larutan berada dalam keadaan seimbang.
Tekanan, temperatur dan konsentrasi yang dipilih sebagai contoh kondisi pada
gambar 6.13 kini dapat diteliti. Jika suhu air murni 40 0C tekanan uapnya 7,38 kPa hal ini
dapat ditentukan pada skala vertikal sebelah kiri gambar 6.14. Larutan LiBr dengan
temperatur 80 0C dan konsentrasi x = 59 % juga menimbulkan tekanan 7,38 kPa. Begitupula
pada konsentrasi LiBr x = 54 % dan temperatur 70 0C tekanannya juga 7,38 kPa.

5.6.3 Entalpi Larutan LiBr


Entalpi larutan Litium Bromida (LiBr) sangat diperlukan untuk proses perhitungan
termal dari siklus regfrigerasi absorpsi. Entalpi dari LiBr merupakan
fungsi temperatur dan konsentrasi larutan. Gambar 6.15 menunjukkan data entalpi untukm
larutan LiBr-air. Data tersebut dapat dipergunakan untuk larutan-larutan jenuh dan subcooled
dan didasari pada harga entalpi nol air dalam larutan sama seperti pada tabel-tabel
konvensional sifat-sifat air, tabel-tabel ini dapat digunakan bersama dengan gambar 6.15.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Indra Herlamba Siregar ST,MT
Gambar 6.15. entalpi larutan LiBr-air ref [3]

Contoh 5.3 Hitunglah laju aliran refrigeran (air) yang melalui kondensor dan evaporator pada
siklus refrigerasi absorpsi LiBr seperti pada gambar 5.16, jika pompa memberikan laju aliran
sebesar 0,6 kg/s dan temperatur berikut konstan yaitu generator 100 0C, kondensor 40 0C,
evaporator 10 0C dan absorber 30 0C.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Gambar 6.16. Skema siklus contoh 5.3

Solusi: Perhitungan laju aliran massa menyangkut kesimbangan bahan dengan


menggunakan konsentrasi tertentu LiBr dalam larutan. Sistem regfrigerasi absorpsi
memiliki dua tekanan yang berbeda yaitu tekanan tinggi pada generator dan kondensor
sedangkan tekanan rendah terdapat pada evaporator dan absorber. Kondisi air jenuh yang
terdapat pada kondensor akibat percampuran cairan dan uap, maka suhu kondensasi 40 0C
menentukan tekanan kondensor dan generator yaitu sebesar 7,38 kPa. Dengan cara yang
sama tekanan pada evaporator dan absorber berdasarkan temperatur evaporator 10 0C
adalah 1,23 kPa.

Gambar 6.17. Tingkat keadaan larutan LiBr contoh 5.3

Gambar 6.17 menunjukkan keangka diagram p-x-t yang diambil dari gambar 5.15 untuk
memperlihatkan titik-titik keadaaan larutan LiBr. Larutan yang meninggalkan suatu
komponen merupakan wakil dari larutan dalam komponen itu, sehingga keadaan larutan
pada titik 2 yang meninggalkan generator jika dicari pada gambar 6.17 adalah
perpotongan antara suhu larutan 100 0C dn tekanan 7,38 kPa. Konsentrasinya yaitu
x2  0,664 . Sedangkan larutan yang meninggalkan absorber evaporatopada suhu 30 0C
dan tekanan 1,23 kPa maka x1  0,5 .

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Keseimbangan massa pada generator dapat ditulis sebagai berikut:

. . .
m1  m 2  m3

Kesimbangan LiBr

. .
m1 x1  m 2 x2
.
. m1 x1
m2 
x2
. 0,6 0,5
m2  kg / s  0,452 kg / s
0,664
. . .
m 3  m1  m 2
  0,6  0,452  kg / s  0,148 kg / s

Contoh 5.4 Seperti problem 5.3 hitunglah QGen, QCond, QEvap, QAbs dan COP sistem.
Solusi :
Dari contoh 5.3 diperoleh data sebagai berikut:
. . . . .
m1  0,6 kg / s ; m 2  0,452 kg / s ; m 3  m 4  m 5  0,148 kg / s .
x1  0,5 ; x2  0,664 .

Entalpi-entalpi larutan LiBr dapat dibaca pada gambar 5.15.


h1  h 30 0 C , 50%  168 kJ / kg
h2  h100 0 C , 66,4 %   52 kJ / kg

Entalpi-entalpi Air murni pada tingkat keadaan cair dan uap jenuh dapat dilihat pada lampiran
A-1.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


 
h3  h g 100 0 C  2676 kJ / kg

h4  h f 40 0 C   167,5 kJ / kg

h5  h g 10 0 C   2520 kJ / kg

Analisa keseimbangan energi pada masing-masing komponen refrigerasi absorpsi diperlukan


untuk memperoleh laju perpindahan panas masing-masing komponen.
Pada generator :
. . .
m1 h1  QGen  m 2 h2  m 3 h3
. . .
QGen  m 2 h2  m 3 h3  m1 h1

QGen  0,452 52  0,1482676  0,6 168 kJ / s


 473,3 kW

Pada Kondensor :
. .
m 3 h3  QCond  m 4 h4
. .
QCond  m 3 h3  m 4 h4

QCond  0,148 2676  167,5 kJ / s


 371,2 kW

Pada Evapotor :
. .
m 5 h5  m 4 h4  Q Evap

. .
Q Evap  m 5 h5  m 4 h4

QEvap  0,148 2520  167,5 kJ / s


 348,2 kW

Pada Absorber:
. . .
m1 h1  Q Abs  m 2 h2  m 5 h5
. . .
Q Abs  m 2 h2  m 5 h5  m1 h1

Indra Herlamba Siregar ST,MT


Q Abs  0,452 52  0,1482520  0,6 168kJ / s
 450,3 kW

QEvap 348,2
COP    0,736
QGen 473,3

Daftar Pustaka
1. Anonim, http://www.hill.com.au/images/photos/Photo20Refrigeration.jpg
a. diakses 20 juni 2007.
2. Shan K Wang., Handbook of Air Conditioning and , 2th ed, McGraw-Hill Companies
Inc.,2001.
3. Stoecker, W. F., J. W. Jones., Refrigeration and Air Conditioning, 2th ed, McGraw-
Hill Companies Inc.,1982.

Soal Latihan
1. Sistem kompressi uap berkapasitas 1500 ton refrigerasi menggunakan R-22 sebagai
refrigeran. Uap jenuh dari R-22 masuk ke kompressor pada -10 0C dan suhu
kondensasi pada 40 0C. Tentukan.
a. Dampak refrigerasi
b. Laju aliran refrigeran
c. Kerja kompressor
d. COP
2. Sistem kompressi uap si menggunakan R-22 sebagai refrigeran. Evaporator menyerap
panas pada -5 0C, dan suhu kondensasi pada 30 0C. Tentukan.
a. Dampak refrigerasi, kJ/kg
b. Laju aliran refrigeran, kJ/kg
c. Kerja kompressor, kJ/kg
d. COP
3. Sistem kompressi uap si menggunakan R-22 sebagai refrigeran menggunakan
penukar kalor jalur cair ke uap. Penukar kalor tersebut menghangatkan uap jenuh
yang berasal dari Evaporator dari suhu -10 0C menjadi 5 0C dengan cairan yang
datang dari kondensor 30 0C. Tentukan.
a. COP sistem tanpa penukar kalor
b. COP sistem dengan penukar kalor
c. Jika laju aliran 12 liter/detik berapakah kapasitas pendinginan tanpa penukar
kalor.

Indra Herlamba Siregar ST,MT


d. Dengan kondisi sama dengan soal c tetapi dengan penukar kalor carilah
kapasitas pendinginannya.
4. Suatu system kompressi uap dengan skema sebagai berikut

Tentukan.
a. Dampak refrigerasi
b. Laju aliran refrigeran
c. Kerja kompressor
d. COP
5. Hitunglah laju aliran refrigeran (air) yang melalui kondensor dan evaporator pada
siklus refrigerasi absorpsi LiBr seperti pada gambar berikut ini, jika pompa
memberikan laju aliran sebesar 0,6 kg/s dan temperatur berikut konstan yaitu
generator 105 0C, kondensor 35 0C, evaporator 5 0C dan absorber 30 0C.

10. Seperti problem 5 hitunglah QGen, QCond, QEvap, QAbs dan COP sistem.
11. Seperti problem 5 dengan laju aliran sebesar 0,4 kg/s dan temperatur berikut konstan
yaitu generator 105 0C, kondensor 40 0C, evaporator 10 0C dan absorber 35 0C.
Htiunglah laju aliran refrigeran (air) yang melalui kondensor dan evaporator pada
siklus serta QGen, QCond, QEvap, QAbs dan COP sistem.

Indra Herlamba Siregar ST,MT

Anda mungkin juga menyukai