TAMBAT SELAMAT
ii
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f) Varietas Soloman di
Sukamakmur Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Tambat Selamat
NIM A14130030
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait.
iii
iv
ABSTRAK
Varietas jati unggul semakin banyak dikembangkan yaitu jati yang memiliki
umur pendek namun tetap dengan kualitas yang baik, antara lain dengan rekayasa
genetika. Salah satu hasil pengembangan dengan cara tersebut antara lain adalah
Jati Solomon atau yang biasa disebut masyarakat Jati Jumbo. Diperlukan
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pertumbuhan tanaman dengan
karakteristik tanah yang dibutuhkan untuk pengusahaan tanaman jati, agar
pertumbuhan dapat lebih optimal dan menguntungkan secara ekonomi. Tujuan
utama penelitian ini adalah menganalisis hubungan sifat tanah dengan pertumbuhan
tanaman jati di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Untuk mencapai
tujuan utama tersebut dibutuhkan beberapa sub tujuan yaitu : menganalisis bentuk
wilayah mikro melalui pembuatan peta kontur; menganalisis sifat morfologi, sifat
fisik, dan sifat kimia tanah; mempelajari hubungan sifat-sifat tanah yang terbentuk
terhadap pertumbuhan tanaman jati Solomon; dan mengklasifikasikan tanah sampai
kategori family. Pembuatan profil tanah dimulai dengan survei lapang untuk melihat
gambaran umum lokasi penelitian. Kemudian dilakukan pembuatan peta kontur
sebagai acuan lokasi pembuatan profil tanah. Profil dibuat pada lereng atas, tengah,
dan bawah. Sampel tanah yang diperoleh di lapangan kemudian dianalisis di
laboratorium. Sampel tanaman dari masing-masing profil pewakil diukur
morfologinya sebanyak 40 sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat
tanah yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah pH dan
Kejenuhan Basa (KB). Kondisi pH netral dan kejenuhan basa yang lebih tinggi
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jati. Hal ini disebabkan posisi P-3
terletak pada lereng bawah yang mendapatkan suplai dari lereng di atasnya.
Berdasarkan pengukuran morfologi tanaman jati dengan variabel tinggi total,
tanaman pada P-3 memiliki nilai yang paling tinggi, baik untuk 5 pohon terbaik
maupun 5 pohon terburuk. Sistem klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah sistem klasifikasi taksonomi tanah menurut Soil Survey Staff (2014) sampai
pada kategori family. Bahan induk di lokasi penelitian yaitu batu napal. Ketiga
profil tergolong kelas tekstur halus sampai sangat halus, dengan kandungan klei
>50%, sehingga menghasilkan nama tanah yang sama sampai pada kategori
greatgroup yaitu Hapludalfs. Nama tanah yang teridentifikasi sampai pada kategori
family untuk P-1 adalah Typic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik, P-2 yaitu Inceptic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik. Sedangkan, P-3 yaitu Typic Hapludalfs, halus, campuran,
semiaktif, isohipertermik.
Kata kunci : jati solomon, klasifikasi tanah, sifat fisik dan kimia tanah.
iv
v
ABSTRACT
Keywords: physical and chemical soil properties, soil classification, solomon teak
v
vii
TAMBAT SELAMAT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
vii
viii
x
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jati
(Tectona Grandis L.f) Varietas Solomon di Sukamakmur, Kabupaten Bogor” dapat
selesai pada waktu yang tepat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
Ir. Widiatmaka, DAA dan Ir. Hermanu Widjaja, M.Sc atas kesediaan dan
kesabarannya membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih
sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman yang
telah memberi semangat dan dukungan sehingga proposal ini dapat terselesaikan.
Semoga penelitian ini bermanfaat dan terima kasih atas semua saran,
dukungan serta nasehat-nasehatnya.
Tambat Selamat
NIM : A14130030
xi
xii
xiii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Faktor Pembentuk Tanah 2
Hubungan Lereng dengan Sifat-Sifat Tanah 3
Tanaman Jati Solomon 4
Hubungan Sifat Tanah dengan Tanaman Jati 5
BAHAN DAN METODE 6
Tempat dan Waktu 6
Bahan 6
Pelaksanaan Penelitian 6
Analisis Bentuk Wilayah Mikro 6
Analisis Sifat Morfologi, Fisik, dan Kimia Tanah 6
Hubungan Sifat Tanah dan Pertumbuhan Jati 7
Klasifikasi Tanah 7
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 8
Letak Geografis 8
Geologi 8
Iklim 8
Tanah 8
Vegetasi 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Bentuk Wilayah Mikro 9
Sifat Morfologi, Fisik, dan Kimia Tanah 9
Karakteristik Morfologi Tanah 9
Sifat Fisik Tanah 11
Sifat Kimia Tanah 15
Hubungan Sifat-Sifat Tanah dengan Pertumbuhan Tanaman Jati 21
Klasifikasi Tanah 25
Epipedon, Horizon Diagnostik Bawah, dan Ordo Tanah 25
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
xv
xvi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
2
Jati. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
pertumbuhan tanaman dengan karakteristik tanah yang dibutuhkan tanaman jati
agar bisa tumbuh secara optimal dan menguntungkan secara ekonomi.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini yaitu
menganalisis hubungan sifat tanah dengan pertumbuhan tanaman Jati Solomon di
Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Untuk mencapai
tujuan utama tersebut dibutuhkan beberapa sub tujuan yaitu:
1. Menganalisis bentuk wilayah mikro melalui pembuatan peta kontur di
lokasi penelitian pertanaman jati
2. Menganalisis sifat morfologi, sifat fisik, dan sifat kimia tanah di lokasi
penelitian
3. Mempelajari hubungan sifat-sifat tanah yang terbentuk dengan
pertumbuhan tanaman Jati Solomon
4. Mengklasifikasikan tanah di lokasi penelitian sampai kategori family
TINJAUAN PUSTAKA
hujan tinggi dan lereng yang curam meningkatkan resiko terjadinya erosi dan
sedimentasi. Hasil dari proses erosi tersebut akan dideposisikan ditempat yang lebih
landai. Oleh karena itu tanah pada ketinggian yang berbeda dalam suatu lereng
memiliki order tanah yang berbeda (Soepardi, 1983).
Topografi atau relief menggambarkan perbedaan ketinggian pada suatu
tempat. Lereng yang lebih curam kemungkinan erosinya lebih tinggi, dimana hal
tersebut dipengaruhi curah hujan dan kekuatan tanah menahan pukulan air hujan.
Semakin besar kemiringan lereng maka tanah dan batuan yang ada pada tempat
tersebut akan lebih mudah bergerak (Ikqra, 2012). Oleh karena itu, dalam
pengelolaan suatu lahan harus memperhatikan aspek topografi.
Organisme dalam tanah membuat lubang sebagai sarangnya. Dalam proses
tersebut, organisme membawa bahan organik dari lapisan paling atas yang relatif
lebih subur. Lubang-lubang tersebut juga memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu
memperbaiki permeabilitas dan drainase tanah. Selain itu, pergerakan dari
organisme tersebut akan membawa hara-hara yang dibutuhkan tanaman (Suwardi
dan Rachim, 2003).
Keempat faktor diatas sangat bergantung waktu. Semakin lambat faktor-
faktor di atas bekerja, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan suatu tanah untuk
berkembang (Wibisono, 2011). Tingkat perkembangan tanah berkaitan dengan
perubahan sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Tanah yang berkembang lebih lanjut
mengalami pemiskinan unsur hara karena proses pencucian dan pengangkutan ke
tempat lain. Tanah yang belum berkembang struktur tanahnya belum terbentuk.
Sifat biologi tanah mempengaruhi sifat kimia dan fisik tanah.
3
4
5
6
Bahan
Alat yang digunakan di lapangan meliputi cangkul, pisau lapang, meteran,
plastik transparan, label, karet gelang, kartu deskripsi, Munsell Soil Colour Chart,
Abney level, Kompas, GPS, kertas pH, ring sampler, cutter, isolasi dan kertas
alumunium foil. Alat-alat yang digunakan di laboratorium meliputi pH meter,
centrifuge, alat destilasi, buret, spectrophotometer, Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS), Pressure Plate Apparatus, Pressure Membrane
Apparatus, timbangan digital dan timbangan konvensional. Bahan-bahan yang
digunakan meliputi contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu dan bahan-bahan
kimia untuk analisis laboratorium.
Pelaksanaan Penelitian
Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah berpedoman pada buku soil taksonomi tanah yang
dikeluarkan oleh Soil Survey Staff tahun 2014. Setiap profil dideskripsikan nama
tanahnya sampai kategori family.
7
8
Letak Geografis
Lokasi penelitian berada di desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur,
Kabupaten Bogor. Berdasarkan peta administrasi yang dikeluarkan pemerintah
daerah kabupaten Bogor, kecamatan Sukamakmur terletak antara 06o30’50” -
06o40’10” LS dan 106o56’00” - 107o05’20” BT dengan elevasi antara 173 - 1745
meter diatas permukaan laut. Kondisi geografis yang merupakan pegunungan dan
perbukitan dengan kemiringan cukup curam. Kecamatan Sukamakmur terletak
bagian Timur wilayah Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sekitar 16.699,11 ha.
Geologi
Berdasarkan peta geologi bersistem lembar Cianjur skala 1:100.000, lokasi
penelitian berada di perbatasan antara formasi Jatiluhur (Mdm) dan formasi Qos.
Dimana formasi Mdm tersusun atas napal abu-abu tua, batu klei napalan, dan serpih
klei dengan sisipan batupasir kuarsa, kuarsit, dan batu gamping napalan.
Sedangkan, formasi Qos tersusun atas batupasir dan konglomerat yang berasal dari
endapan lahar gunung api tua. Namun setelah dilakukan pengecekan langsung
dilapang ternyata tanah pada lokasi penelitian berbahan induk batu napal.
Iklim
Komponen iklim yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan tanah
adalah curah hujan dan suhu udara. Berdasarkan peta iklim yang dikeluarkan Badan
Meteorologi dan Geofisika (2007) dalam Anggarani (2012), kecamatan
Sukamakmur memiliki curah hujan tahunan rata-rata terendah yaitu 3500-4000
mm/tahun, sedangkan curah hujan rata-rata tertinggi yaitu 4000-4500 mm/tahun.
Suhu udara rata-rata di lokasi penelitian sekitar 32 oC-34 oC.
Tanah
Berdasarkan peta tanah skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat (1966) dalam Anggarani (2012), beberapa jenis
tanah yang ditemukan di Kecamatan Sukamakmur adalah Latosol, Podzolik, dan
Grumusol menurut sistem klasifikasi PPT, dimana dalam sistem klasifikasi Soil
Taksonomy biasa disebut tanah Inceptisols, Ultisols, Alfisols, dan Vertisols.
Vegetasi
Daerah di sekitar lokasi penelitian merupakan daerah yang dijadikan warga
untuk menanam tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Vegetasi dominan
yang ada di sekitar profil yang dibuat adalah tanaman jati unggul varietas Solomon
yang berusia 15 bulan. Selain ditanami jati, daerah disekitar lokasi penelitian juga
ditanami kopi, singkong, cengkeh, pisang, acacia, dan sebagian lain ditumbuhi
semak belukar.
9
Kondisi relief secara detil diawal studi dipelajari dengan membuat peta
kontur. Peta kontur dibuat dengan menandai titik-titik tertentu pada lokasi
penelitian pada ketinggian yang berbeda dengan bantuan GPS. Kelemahan alat GPS
ini adalah ketelitiannya relatif rendah jika dibandingkan alat yang mempunyai
ketelitian tinggi yaitu Theodolit. GPS dipakai karena alatnya lebih mudah untuk
dibawa serta cenderung lebih mudah mendapatkannya. Secara umum awal studi
mempunyai bentuk lahan bergelombang dengan lereng landai hingga curam. Lokasi
profil tanah berada pada sekuen lereng, dari lereng atas (P-1), lereng tengah (P-2),
dan lereng bawah (P-3). Letak P-1, P-2, P-3 secara berturut-turut berada pada
koordinat 06035’9,98” LS - 107002’19,45” BT; 06035’11,28” LS - 107002’20,47”
BT; 06o35’12,59” LS - 107o02’21,46” BT. Kemiringan lereng pada P-1 (35%) dan
P-2 (28%) tergolong kategori sangat curam, sedangkan kemiringan lereng pada P-
3 (8%) tergolong kategori landai. Peta kontur disajikan pada Gambar 1.
di
9
10
11
12
antar partikel tanah. Semakin tinggi bobot isi maka tanahnya semakin padat,
sehingga air susah untuk masuk dan akar sulit menembus tanah (Supriatna, 2011).
Bobot isi pada ketiga profil berkisar antara 0,97 g/cm3 hingga 1,19 g/cm3.
Berdasarkan kriteria penilaian sifat fisik tanah bobot isi pada ketiga profil tergolong
kelas rendah (<1 g/cm3) dan kelas sedang (1-1,5 g/cm3). Bobot isi pada lapisan 0-
20 cm lebih rendah dibanding lapisan 20-40 cm pada ketiga profil. Hal ini
mengindikasikan tidak adanya pemadatan tanah (Supriatna, 2011).
Porositas berbanding terbalik dengan bobot isi, semakin rendah bobot isi
maka semakin tinggi porositasnya. Porositas merupakan bagian tanah yang tidak
terisi bahan padat, melainkan diisi oleh bahan cair dan gas. Porositas tanah pada
ketiga profil lebih besar pada lapisan 0-20 cm dibandingkan lapisan 20-40 cm.
Keadaan ini memungkinkan bagi air masuk kedalam tanah dengan lebih mudah.
Selain itu, akar tanaman dapat menyerap air pada lapisan bawah. Tanah dengan
tekstur klei mempunyai lebih banyak pori mikro sehingga air bisa ditahan. Porositas
dipengaruhi oleh bahan organik, struktur dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 2003).
Berdasarkan hasil laboratorium porositas tanah antar profil bevariasi
walaupun dengan nilai yang tidak berbeda jauh. Pengaruh bobot isi berkaitan
langsung dengan porositas. Sebagai contoh, pada P-1 kedalaman 0-20 cm dengan
bobot isi sebesar 0,99 g/cm3 porositasnya sebesar 63%. Sedangkan pada kedalaman
20-40 cm, dengan bobot isi sebesar 1,19 g/cm3 porositasnya sebesar 55%. Menurut
Haridjaja et al. (2010), bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin
padat tanah maka semakin tinggi bobot isinya, yang berarti semakin sulit tanah
meneruskan air dan akar tanaman sulit menembusnya. Perbandingan antara bobot
isi dengan porositas disajikan pada Gambar 2.
3 0%
10%
20%
Bobot isi (g/cm3)
Tekstur tanah merupakan sifat yang paling yang berpengaruh terhadap sifat
tanah lain terutama sifat fisik. Konsistensi dan struktur adalah sifat yang sangat
penting berkaitan dengan tekstur tanah. Secara harfiah, tekstur tanah dapat diartikan
sebagai perbandingan relatif antara butir-butir primer pasir, debu, dan klei, atau
proporsi berat dari pasir, debu, dan klei yang dinyatakan dalam persen pada massa
13
tanah (Suwardi dan Rachim, 2003). Kelas tekstur pada ketiga profil didominasi oleh
klei, hanya pada P-2 horison AB yaitu Klei Berdebu dan P-3 horison BC yaitu Klei
Berpasir. Hal ini disebabkan bahan induk yang berasal dari batu napal.
Ketiga profil teridentifikasi adanya horizon argilik, P-1 pada kedalaman 26-
33 cm, P-2 pada kedalaman 35-63 cm, dan P-3 pada kedalaman 18-34 cm. Horizon
argilik merupakan horizon penimbunan klei, apabila horizon eluviasi memiliki
kandungan klei total 40% atau lebih maka horizon argilik harus mengandung
minimal 8% klei lebih banyak (Soil Survey Staff, 2014). Kandungan klei pada
ketiga profil disajikan pada Gambar 3.
30 50 70 90 30 50 70 90 30 50 70 90
0 0 0
20 20 20
Kedalaman (cm)
40 40 40
60 60 60
80 80 80
100 100 100
120 120 120
140 140 140
Gambar 3 Kandungan klei pada ketiga profil
13
14
Partikel tanah yang berukuran kecil mengisi ruang antar partikel yang berukuran
besar menjadikan tanah semakin padat dan permeabilitasnya menjadi kecil (Hillel,
1997).
Data permeabilitas menunjukkan P-2 memiliki rata-rata yang lebih rendah
dibanding P-1 dan P-3. Penyebabnya adalah pada P-2 fragmen kasar tidak
ditemukan pada kedalaman 0-40 cm. Sedangkan fragmen kasar pada P-1 dan P-3
terbilang cukup banyak, sehingga permeabilitas yang terukur lebih tinggi.
Permeabilitas pada ketiga profil disajikan pada Gambar 4.
Permeabilitas (cm/jam)
55,86
35,94
20,61 24,50
16,36
0,15
0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40
P1 P2 P3
Kadar air tanah ditentukan oleh pasokan air yang berasal dari curah hujan
atau berasal dari aliran di sekitarnya. Air bersifat mudah menguap serta bentuknya
menyesuaikan dengan apa yang dia tempati. Tanaman sangat membutuhkan air
untuk melanjutkan proses hidupnya. Ketersediaan air dalam tanah tergantung dari
sifat tanah itu sendiri. Sifat tanah yang dimaksud adalah tekstur, struktur, distribusi
ruang pori, bahan organik, dan lain sebagainya. Tanah yang bertekstur kasar lebih
sulit menahan air. Tanah yang bertekstur halus lebih banyak menampung air karena
luas permukaannya tinggi, sehingga air dapat ditahan diantara ruang pori tanah.
Tekstur tanah di lokasi penelitian tergolong tekstur halus, namun fragmen kasar
juga tergolong cukup tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai PDSC terbesar terdapat pada P-1
kedalaman 20-40 cm sebesar 17,07%V, sedangkan nilai terkecil pada P-3
kedalaman 20-40 cm sebesar 0,45%V. Nilai PDC terbesar terdapat pada P-3
kedalaman 20-40 cm yaitu sebesar 3,99%V, sedangkan nilai terkecil 1,39%V yaitu
pada P-3 kedalaman 0-20 cm. Nilai PDL terbesar yaitu 6,00%V terdapat pada P-3
kedalaman 20-40 cm, nilai terkecil pada P-1 kedalaman 0-20 cm sebesar 0,17%V.
Nilai pori drainase diperoleh dari jumlah PDSC, PDC, dan PDL. Nilai pori drainase
terbesar terdapat pada P-1 kedalaman 20-40 cm yaitu sebesar 22,27%V. Sedangkan
pori drainase terkecil yaitu 4,8%V terdapat pada P-1 kedalaman 0-20 cm. Sifat
retensi air tanah disajikan pada Tabel 2. Sedangkan untuk data ringkasan sifat fisik
tanah secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
15
Kadar air kapasitas lapang dianggap setara dengan nilai tekanan 1/3 atm
atau pF 2,54. Kadar air titik layu permanen dianggap sebagai kandungan air tanah
yang ditahan oleh tanah dengan kekuatan 15 atm atau pF 4,2. Tekanan pada pF 4,2
adalah kekuatan tertinggi akar mampu mengambil air dari pori tanah. Selisih kadar
air pada pF 2,54 dengan pF 4,2 merupakan total air yang tersedia di dalam tanah
yang bisa diserap akar tanaman, atau biasa disebut air tersedia. Menurut BBSDLP
(2006), air tersedia pada ketiga profil tergolong tinggi. Jumlah air didalam tanah
sangat berkaitan dengan tekstur tanahnya, semakin halus tekstur maka kemampuan
tanah dalam memegang air lebih kuat (Herlina, 2003). Kurva pF disajikan pada
Gambar 5.
P-1 70
P-2 P-3
70 70
60 60
60
50 50 50
KA (%)
40 40 40
30 30 30
20 20 20
0-20 cm 0-20 cm 0-20 cm
10 10 10
20-40 cm 20-40 cm 20-40 cm
0 0 0
0,5 2,5 4,5 0,5 2,5 4,5 0,5 2,5 4,5
pF pF pF
Gambar 5 Kurva pF pada ketiga profil
15
16
pelepasan ion H+ yang berasal dari senyawa H2CO3. Sebagian CO2 dalam udara
akan larut dalam air hujan membentuk asam lemah H2CO3. Asam ini berdisosiasi
menjadi H+ dan HCO3-. Ion H+ ini menggantikan posisi basa-basa dalam tanah,
sehingga basa-basa tercuci dan menjadi miskin hara. Selain itu unsur yang
mempunyai afinitas tinggi seperti Al dan Fe tertinggal dan terjadi pengkayaan
unsur-unsur tersebut (Anwar dan Sudadi, 2013).
Berdasarkan kandungan ion H+, pH dibagi menjadi pH aktual (H2O) yang
berada pada larutan tanah dan pH potensial (KCl) yang berada pada jerapan.
Apabila ion H+ pada larutan berkurang maka ion H+ pada jerapan akan keluar dari
jerapan ke larutan tanah. Kondisi ini disebut juga disosiasi H+ jerapan.
Data menunjukkan bahwa pH aktual > pH potensial. Hal ini menunjukkan
dominasi muatan negatif dan tanah berada dalam kondisi masam-netral (Anwar dan
Sudadi, 2013). Berdasarkan kriteria PPT (1983), pH pada P-1 dan P-2 tergolong
masam (pH 4,5-5,5), sedangkan pada P-3 tergolong netral (pH 6,6-7,5).
Sebaran pH pada ketiga profil dapat dilihat pada Gambar 6.
50 50 50
Penyebab kemasaman tanah yang paling utama adalah alumunium (Al) dan
Hidrogen (H). Itulah sebabnya dilakukan pengukuran Al-dd dan H-dd. Al dalam
larutan dan Al dapat ditukar merupakan penyebab utama rendahnya pH tanah.
Sebaran Al-dd dan H-dd dapat dilihat pada Gambar 7.
50 50
50
100 100
100
150 150
150 Al-dd H-dd Al-dd H-dd Al-dd H-dd
Gambar 7 Kandungan Al-dd dan H-dd pada ketiga profil
17
Proporsi Al dalam tanah dari KTK efektif dinyatakan dengan kejenuhan Al.
KTK efektif merupakan jumlah dari ion Ca, Mg, Na, K, Al-dd, dan H-dd terukur.
Data yang diperoleh menunjukkan kejenuhan Al rata-rata pada lapisan atas (
kedalaman <40), pada P-1 sebesar 13,59%, P-2 sebesar 14,30%, dan P-3 sebesar
1,20%. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh PPT (1983) kejenuhan
Al pada ketiga profil (kedalaman <40cm) tergolong sangat rendah. Namun
demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara P-1 dan P-2 dengan P-3,
sehingga untuk P-1 dan P-2 perlu dilakukan sedikit pengapuran. Kejenuhan Al pada
ketiga profil dapat dilihat pada Gambar 8.
50 50 50
Ion-ion dapat ditukar merupakan gugusan ion yang berada dalam lapisan
ganda baur di sekeliling lapisan klei. Sedangkan ion terlarut adalah ion-ion yang
berada pada larutan tanah. Koloid pada umumnya bermuatan negatif, oleh sebab itu
ion dapat ditukar bermuatan positif (kation). Banyaknya kation yang dapat diserap
oleh tanah persatuan berat tanah dinamakan kapasitas tukar kation (KTK).
Kapasitas tukar kation tergantung pada tipe jumlah mineral klei, kandungan bahan
organik, dan pH tanah. Berdasarkan data yang diperoleh nilai rata-rata KTK pada
P-1, P-2 dan P-3 secara berturut-turut adalah 34,63; 30,57; dan 28,55 dalam satuan
me/100g. Berdasarkan kriteria PPT (1983), ketiga profil tergolong kelas KTK
tinggi. KTK pada ketiga profil tidak berbeda secara signifikan. Menurut
(Hardjowigeno, 2003), nilai KTK tanah beragam dan tergantung pada sifat dan ciri
tanah itu sendiri.
Kejenuhan basa merupakan perbandingan jumlah kation basa dengan
jumlah kation yang dapat dipertukarkan yang dinyatakan dalam persen. Menurut
PPT (1983), kejenuhan basa pada P-1 dan P-2 tergolong kategori sedang, sedangkan
untuk P-3 tergolong sangat tinggi. Akan tetapi ada kejenuhan basa sama namun
nilai pH berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H + yang
diserap pada permukaan koloid. Kejenuhan basa pada setiap profil dapat dilihat
pada Gambar 9.
17
18
50 50 50
P-1
pH
6
P-2
P-3
5 Rata-rata P-1
Rata-rata P-2
Rata-rata P-3
4
40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
KB
Gambar 10 Hubungan pH dengan kejenuhan basa pada ketiga profil
40 40 40
60 60 60
80 80 80
100 100 100
120 120 120
140 140 140
Gambar 11 Sebaran bahan organik pada masing-masing profil
19
20
horizon dibawahnya pada semua profil. Perbedaan yang signifikan paling terlihat
pada P-1 dan P-3. Pada P-1 horizon A kadar bahan organik tanah sebesar 7,37%,
sedangkan pada horizon AB sebesar 2,17%. Pada P-3 kadar bahan organik horizon
A sebesar 4,11%, sedangkan horizon AB sebesar 1,45%. Bahan organik memiliki
korelasi dengan nilai KTK tanah. Hal ini dapat dilihat pada P-1, dimana bahan
organik pada horizon 1 sampai horizon 3 mengalami penurunan sedangkan pada
horizon 4 sedikit meningkat, kondisi yang sama terjadi untuk nilai KTK.
Nisbah C/N merupakan perbandingan massa karbon terhadap massa
nitrogen di dalam tanah. Lapisan atas merupakan zona yang mengandung bahan
organik tinggi. Nisbah C/N menunjukkan hasil yang sejalan, yaitu tinggi pada
lapisan atas. Data yang berbeda signifikan dapat terlihat pada P-2 dan P-3. Pada P-
2 horizon A nisbah C/N-nya sebesar 8,41%, sedangkan horizon AB sebesar 5,86%.
Pada P-3 nisbah C/N horizon A sebesar 11,78%, sedangkan horizon AB sebesar
4,42%. Hal ini disebabkan tekstur klei pada lapisan bawah yang membuat tanah
cenderung lebih padat, sehingga bahan organik terkonsentrasi pada lapisan atas.
Sebaran nisbah C/N dapat dilihat pada Gambar 12.
50 50 50
Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman. Namun, secara umum ketersediaannya sangatlah kecil di
dalam tanah. P-tersedia merupakan jenis fosfor dalam bentuk bisa diserap oleh
tanaman. Sumber utama fosfor berasal dari hasil disintegrasi dan dekomposisi
batuan yang mengandung mineral apatit.
Fosfor dalam tanah dikategorikan menjadi fosfor organik dan fosfor
inorganik. Fosfor organik terdapat dalam sisa tanaman, hewan, dan jasad renik,
sedangkan fosfor inorganik terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Al dan Fe,
dan terjerap dalam partikel klei. Kelarutan senyawa P organik maupun P inorganik
di dalam tanah pada umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P yang
berada pada larutan tanah (Munawar, 2011).
Kondisi tersebut sama dengan data yang diperoleh dari pengamatan di
laboratorium. Dimana pada ketiga profil didominasi oleh P-tersedia pada kelas
sangat rendah, serta sebagian rendah dan sedang. Menurut Supriatna (2011),
kandungan fosfor di dalam tanah berkaitan dengan kondisi pH, pada tanah-tanah
21
masam umumnya memiliki kandungan fosfor yang rendah sampai sangat rendah.
Nilai P-tersedia yang terukur berkisar antara 4,12 ppm sampai 24,86 ppm dengan
rata-rata 9 ppm. Lapisan tanah atas cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi
daripada lapisan tengah. Hal ini disebabkan kandungan bahan organik yang lebih
tinggi pada lapisan atas.
Menurut Afandi et al. (2015), adanya bahan organik yang tinggi akan
meningkatkan aktivitas mikrob, sehingga meningkatkan kelarutan unsur seperti
fosfor dan fiksasi nitrogen. Namun pada lapisan tanah paling bawah, kandungan P-
tersedia cenderung meningkat kembali. Hal tersebut dikarenakan lapisan terbawah
disuplai oleh bahan induk dan ditambah hasil akumulasi pencucian dari lapisan atas.
Kandungan P-tersedia pada ketiga profil dapat dilihat pada Gambar 13. Untuk
ringkasan sifat kimia tanah secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Sedangkan
kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh PPT (1983) disajikan pada Lampiran 4.
50 50 50
21
22
semakin buruk. Berdasarkan hasil pengamatan, kedalaman solum tanah pada P-3
dengan kedalaman 140 cm, P-1 64 cm, dan P-2 100 cm. Selain itu, tanaman jati
tumbuh optimum pada kondisi drainase baik dan pada tekstur lom; klei; klei
berpasir; dan klei berdebu. Semakin tinggi kandungan klei, akan mempengaruhi
kemampuan akar untuk menembus tanah. Berdasarkan data tekstur kandungan klei
terendah pada P-3 diikuti P-2 dan P-1.
Pengukuran sampel tanaman jati varietas solomon ini dilakukan di sekitar
profil tanah. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat terlalu banyak perbedaan
karakteristik tanah. Setiap tanaman yang diukur memiliki pengelolaan atau
perlakuan yang sama, seperti pemberian pupuk, pemangkasan gulma, dan lain-lain.
Parameter tanaman yang diukur adalah diameter dan keliling batang setinggi mata
kaki, diameter dan keliling batang setinggi dada dan tinggi total tanaman.
Syarat agar pertumbuhan tanaman bisa dibandingkan antara lokasi satu
dengan lokasi lainnya adalah umur tanaman sama. Umur tanaman pada saat
dilakukan pengukuran adalah 15 bulan. Sedangkan jarak tanam antar tegakan
sekitar 3 meter x 3 meter. Pengukuran rata-rata morfologi tanaman dan hasil uji T-
student disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
18
600
16
Keliling Setinggi Dada (cm)
500 14
Tinggi Total (cm)
400 12
10 P-1
300 P-1
8 P-2
P-2
200 6
P-3
P-3 4
100
2
0 0
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pohon ke- Pohon ke-
(a)
(b)
Gambar 14 Perbandingan 5 pohon terbaik pada ketiga profil dengan variabel (a)
tinggi total dan (b) keliling setinggi dada
250
7
Keliling Setinggi Dada (cm)
200 6
Tinggi Total (cm)
5
150
P-1 4 P-1
100 P-2 3 P-2
50 P-3 2
P-3
1
0
0
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Pohon ke-
Pohon ke-
(a) (b)
Gambar 15 Perbandingan 5 pohon terburuk pada ketiga profil dengan variabel (a)
tinggi total dan (b) keliling setinggi dada
23
24
Berdasarkan Gambar 14, bahwa tinggi total maupun keliling setinggi dada
pada P-3 memiliki nilai yang paling tinggi untuk kategori 5 pohon terbaik diikuti
P-2 dan P-1. Keadaan yang sama terlihat pada Gambar 15, dimana tinggi total
maupun keliling setinggi dada pada P-3 memiliki nilai yang paling tinggi untuk
kategori 5 pohon terburuk diikuti P-2 dan P-1.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi banyak faktor diantaranya kesuburan
tanah, iklim, suhu, ketersediaan air, dan lain sebagainya. Selain itu, faktor yang
tidak kalah penting adalah daya tumbuh dari tanaman itu sendiri. Berbagai upaya
dilakukan ilmuwan untuk meningkatkan kemampuan tumbuh tanaman jati.
Hasil rata-rata morfologi tanaman disajikan pada Tabel 3. Rata-rata tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran morfologi tanaman jati dilapangan yang disajikan
pada Lampiran 5. Nilai rataan seluruh parameter morfologi tanaman pada P-3
menunjukkan nilai yang paling tinggi diikuti P-2 dan P-1.
Data hasil pengukuran di atas berkaitan dengan sifat kimia tanah yaitu pH
dan kejenuhan basa (KB). Dimana pada P-1 dan P-2, pH tanah masam dan
kejenuhan basa tergolong kelas sedang. Sedangkan pada P-3 pH tanah netral dan
kejenuhan basa tergolong sangat tinggi. Berdasarkan data pengukuran rataan
morfologi tanaman diatas, P-3 memiliki rataan yang paling tinggi untuk seluruh
parameter. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Mediranto (2013),
bahwa pH dan KB merupakan sifat kimia tanah yang paling berpengaruh dalam
pertumbuhan tanaman jati. Selain itu, Supriatna (2011) mengatakan bahwa pH yang
paling optimal untuk pertumbuhan tanaman jati adalah pada pH 6,5 - 7 (netral).
Kejenuhan basa pada P-3 tergolong sangat tinggi, sedangkan pada P-1 dan
P-2 tergolong sedang. Pertumbuhan tanaman jati paling baik berada pada lereng
bawah (P-3). Hal ini mengindikasikan bahwa pH netral dan kejenuhan basa yang
lebih tinggi mampu menopang pertumbuhan tanaman jati yang lebih baik.
Sedangkan sifat kimia tanah yang lain seperti KTK, P-tersedia, N-total, C-organik
memiliki rata-rata yang hampir sama pada ketiga profil. Sehingga tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman jati.
Kation basa yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jati
adalah Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Dimana Ca pada P-1 tergolong kelas
tinggi, P-2 termasuk kelas rendah, dan P-3 tergolong kelas tinggi sampai sangat
tinggi. Kandungan Mg pada ketiga profil termasuk kelas tinggi. Kapasitas tukar
kation pada ketiga profil termasuk kelas tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan, semakin tinggi pH dan KB maka tinggi total
tanaman semakin tinggi. Grafik hubungan antara pH dan KB dengan rata-rata tinggi
total tanaman serta nilai maksimal dan minimal dapat dilihat pada Gambar 16.
25
0 0
4 5 6 7 8 40 60 80 100
pH Kejenuhan Basa
(a) (b)
Gambar 16 Hubungan pH (a) dan kejenuhan basa (b) dengan rata-rata tinggi total
serta nilai maksimal dan minimal
Klasifikasi Tanah
Tanah berbeda dari suatu tempat ke tempat lain, bahkan pada jarak beberapa
meter. Untuk membedakannya dilakukan klasifikasi tanah. Sistem klasifikasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah sistem klasifikasi taksonomi tanah sampai
pada kategori Family. Berikut adalah penjabaran klasifikasi tanah berdasarkan buku
taksonomi tanah (Soil Survey Staff, 2014).
25
26
Kategori Family
Komponen-komponen yang menjadi acuan dalam penentuan kategori
family tanah yaitu kelas ukuran butir, kelas mineralogi (apabila campuran, maka
dimasukkan pula kelas aktivitas pertukaran kation), dan rejim temperatur. P-1 dan
P-2 termasuk kelas ukuran butir sangat halus karena kandungan klei mencapai 60%
atau lebih. Sedangkan, P-3 termasuk kelas ukuran butir halus karena kandungan
klei kurang dari 60%. Kelas mineralogi dapat diduga dari nilai KTK klei. KTK klei
horizon Bt pada P-1 sebesar 47,56 me/100g, P-2 sebesar 42,14 me/100g, dan P-3
sebesar 39,20 me/100g. Berdasarkan nilai tersebut kelas mineralogi pada ketiga
profil merupakan campuran. Apabila suatu tanah dikategorikan kelas mineralogi
campuran, maka lebih lanjut digunakan kelas aktivitas pertukaran kation.
Kelas aktivitas pertukaran kation dapat diperoleh dari perbandingan %klei
dengan nilai KTK tanah. Penampang kontrol yang digunakan untuk kelas
pertukaran kation adalah sama seperti yang digunakan untuk menentukan kelas
mineralogi. Nilai aktivitas pertukaran kation pada horizon Bt secara berturut-turut
dari P-1, P-2, dan P-3 adalah 0,48; 0,42; 0,39. Berdasarkan nilai tersebut kelas
aktivitas pertukaran kation pada P-1 dan P-2 tergolong aktif, sedangkan P-3
tergolong semiaktif. Kelas suhu tanah pada ketiga profil termasuk isohipertermik
karena suhu rata-rata tahunan >22oC. Dengan demikian, klasifikasi tanah sampai
kategori family untuk P-1 yaitu Typic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik. P-2 yaitu Inceptic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik. Sedangkan, P-3 yaitu Typic Hapludalfs, halus, campuran,
semiaktif, isohipertermik.
27
Simpulan
Saran
Perlu dilakukan analisis tanah dan pengamatan morfologi tanaman jati pada
lokasi yang berbeda. Diharapkan terdapat variasi jenis tanah dan kondisi
lingkungan yang berbeda. Sehingga pertumbuhan tanaman jati pada kedua lokasi
yang berbeda tersebut dapat dibandingkan.
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Adekunle V A J, Alo AA, Adekayode FO. 2011. Yields and nutrient pools in soils
cultivated with Tectona grandis and Gmelina arborea in Nigerianrainforest
ecosystem. Journal of the Saudi Society of Agricultural Sciences(10) : 127–135.
Afandi F N, Siswanto B, Nuraini Y. 2015. Pengaruh pemberian berbagai jenis bahan
organik terhadap sifat kimia tanah pada pertumbuhan dan produksi tanaman ubi
jalar di Entisol Ngrangkah Pawon, Kediri. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan
2 (2) : 237-244.
Ananda A. 2007. Studi kompetisi tajuk dan riyap diameter berbagai family pada uji
keturunan jati (Tectona grandis L.f) di KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Anggarani A. 2012. Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian dan Luas Lahan Kritis (Studi Kasus Kecamatan
Sukaraja dan Sukamakmur). [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Anwar S, Sudadi U. 2013. Kimia Tanah. Bogor (ID): IPB Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Efansyah M N, Bintoro M H, Limbong W H. 2012. Prospek usaha bagi hasil
penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus pada Koperasi Perumahan
Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor). Jurnal MPI 7 (1) : 64-73
Eliyani, Handoko, Koesmaryono Y. 2005. Water deficit effect on growth of young fast
growing teak (Tectona grandis L.f).Jurnal Agromet 19 (1) : Hal 11-20.
Haridjaja O, Hidayat Y, Maryamah L S. 2010. Pengaruh bobot isi tanah terhadap sifat
fisik tanah dan perkecambahan benih kacang tanah dan kedelai. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia 15 (3) : 147-152.
Hardjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademi Pressindo.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Herlina E S. 2003. Hubungan antara tingkat kepadatan tanah dengan pf dan
permeabilitas pada Tanah Latosol Dramaga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ikqra, Thahjono B, Sunarti E. 2012. Studi geomorfologi Pulau Ternate dan penilaian
bahaya longsor. Jurnal Tanah dan Lingkungan 14 (1) : 1-6
Istomo. 2002. Kandungan fosfor dan kalsium serta penyebarannya pada tanah dan
tumbuhan hutan rawa gambut (Studi Kasus di Wilayah Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau). [Disertasi]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mediranto A. 2014. Klasifikasi tanah pada transek lereng dan kaitannya dengan
pertumbuhan tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis L.F.) di
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Muhran. 2013. Kualitas pertumbuhan dan karakteristik kayu jati (Tectona grandis L.F.)
hasil budidaya. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
29
Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press
Ounban W, Puangchit L, Diloksumpun S. 2016. Development of general biomass
allometric equations for Tectona grandis Linn f. and Eucalyptus camaldulensis
Dehnh. plantations in Thailand. Journal Agriculture and Natural Resources (50)
: 48-53.
[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Term of Reference type A. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah.
Sadono R, Trisnomo M D, Askar. 2009. Model lengkung batang (taper curve) pohon
jati (Tectona grandis Linn f). Jurnal Ilmu Kehutanan 3 (1) : 37-42
Sadono R, Silalahi M L. 2010. Penentuan tingkat kompetisi tajuk tegakan jati hasil uji
keturunan umur 11 tahun di KPH Ngawi. Jurnal Ilmu Kehutanan 4 (2).
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB Press
Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy: A Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Surveys. Washington (USA): U S Department of
Agriculture
Soil Survey Staff. 2014. Soil Taxonomy: A Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Surveys. Washington (USA): U S Department of
Agriculture
Sukartaatmadja S, Sato Y, Yamaji E, Ishikawa M. 2003. The effect of rainfall intensity
on soil erosion and run off for Latosol Soil in Indonesia. Buletin Agronomi 31
(2) : 71- 79.
Sumarna Y. 2004. Budidaya Jati. Depok (ID): Penebar Swadaya.
Supriatna A H. 2011. Pertumbuhan tanaman pokok jati (tectona grandis l f) pada hutan
rakyat di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Bogor (ID) :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suwardi, Rachim D A. 2003. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor (ID): IPB Press
Syakur A. 2010. Keragaman tanah pada berbagai satuan lahan di Desa Setu, Kecamatan
Jasinga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Thompson L M and Troeh W. 1975. Soil and Soil Fertility. Ed. McGeaw Hill New
Delhi (3): 495
Wahyudi I, Priadi T, Rahayu I S. 2014. Karakteristik dan sifat-sifat dasar kayu jati
unggul umur 4 dan 5 tahun asal Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 19
(1) : 50-56.
Wibisono M G. 2011. Kajian keterkaitan antara karakteristik dan klasifikasi tanah
dengan landform sebagai evaluasi terhadap pemetaan tanah di Indonesia.
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Widiatmaka, Mediranto A, Widjaja H. 2015. Karakteristik, klasifikasi tanah, dan
pertumbuhan tanaman jati (Tectona grandis Linn f.) var. Unggul Nusantara di
Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan 5 (1): 87-97.
29
30
LAMPIRAN
Simbol Kedalaman
Uraian
horizon (cm)
A 0 – 10 Coklat gelap-Coklat (10 YR 4/3); klei, gumpal membulat,
sedang, lemah; gembur, lekat, agak plastis; pH masam (5);
perakaran halus banyak, perakaran kasar banyak; batas lapisan
jelas dan lurus.
AB 10 – 26 Coklat kekuningan gelap (10 YR 4/4); klei; gumpal bersudut,
sedang, sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran
halus sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur
dan lurus.
Bt1 26 – 33 Coklat kekuningan (10 YR 5/4); klei; gumpal bersudut, sedang,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan
lurus.
Bt2 33 – 64 Coklat kekuningan (10 YR 5/4); klei; gumpal bersudut, sedang,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan
lurus.
BC 64 – 120 Coklat kekuningan (10 YR 5/6); klei; gumpal bersudut, sedang,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan
lurus.
31
Profil : P-2
Lokasi : Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur
Koordinat : 6035’11,28” LS, 10702’20,47” BT
Lereng : 28%
Ketinggian : 576 mdpl
Vegetasi : Jati Solomon umur 15 bulan
Simbol Kedalaman
Uraian
horizon (cm)
A 0 – 14 Merah kekuningan (7.5 YR 4/6); klei, gumpal membulat,
sedang, sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran
halus banyak, perakaran kasar banyak; batas lapisan baur dan
lurus.
AB 14 – 35 Coklat (7.5 YR 5/4); klei berdebu; gumpal membulat, kasar,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur dan lurus.
Bt 35 – 63 Coklat (7.5 YR 5/3); klei; gumpal membulat, kasar, sedang;
teguh, agak lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas dan lurus.
BC 63 – 100 Abu-abu kemerah-merahan (7.5 YR 7/2); klei; gumpal
membulat, kasar, sedang; teguh, agak lekat, agak plastis; pH
masam (5); perakaran halus sedikit, perakaran kasar sedikit;
batas lapisan jelas dan lurus.
C > 100 Kuning kemerahan (7.5 YR 7/6); klei berdebu; gumpal
membulat, kasar, sedang; teguh, agak lekat, agak plastis; pH
masam (5); perakaran halus sedikit, perakaran kasar sedikit;
batas lapisan jelas dan lurus.
31
32
Profil : P-3
Lokasi : Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur
Koordinat : 6035’12,59” LS, 10702’21,46” BT
Lereng : 8%
Ketinggian : 555 mdpl
Vegetasi : Jati Solomon umur 15 bulan
Simbol Kedalaman
Uraian
horizon (cm)
A 0–3 Coklat gelap-Coklat (10 YR 4/3); klei; gumpal membulat, halus,
sedang; teguh, agak lekat, agak plastis; pH 6; perakaran halus
banyak, perakaran kasar banyak; batas lapisan jelas dan
bergelombang.
AB 3 – 18 Coklat (10 YR 5/3); klei; gumpal bersudut, kasar, kuat; sangat teguh,
sangat lekat, sangat plastis; pH netral(6); perakaran halus sedikit,
perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan lurus.
Bt1 18 – 34 Coklat muda (10 YR 6/3); klei; gumpal bersudut, kasar, kuat; sangat
teguh, sangat lekat, sangat plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur dan lurus.
Bt2 34 – 52 Coklat (10 YR 5/3); klei; gumpal bersudut, kasar, kuat; sangat teguh,
lekat, plastis; pH netral (6); perakaran halus sedikit, perakaran kasar
sedikit; batas lapisan baur dan lurus.
Bt3 52 – 77 Coklat kekuningan terang (10 YR 6/4); klei; gumpal bersudut, kasar,
kuat; sangat teguh, lekat, plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur dan
bergelombang.
Bt4 77 – 96 Coklat kekuningan terang (10 YR 6/4); klei; gumpal bersudut, kasar,
kuat; sangat teguh, lekat, plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas dan tidak teratur
BC 96 – 140 Kuning kecoklatan (10 YR 6/6); klei berpasir; gumpal bersudut,
kasar, kuat; sangat teguh, lekat, plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas dan tidak teratur
33
Kadar Bobot
Kedalaman Porositas Permeabilitas pF 1 pF 2 pF 2,54 pF 4,2
Profil Air Isi
cm %V g/cm3 % cm/jam -----------------%V------------------
0-20 64,35 0,99 62,52 55,86 59,64 57,89 57,72 21,28
P1
20-40 41,12 1,19 55,03 16,36 37,96 34,86 32,77 18,50
33
34 34
Lampiran 3 (Lanjutan)
35
36 36
Keliling Diameter
Keliling Diameter
setinggi Setinggi
setinggi Setinggi Tinggi
Profil Kode mata Mata
dada Dada Total
kaki Kaki
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
P1-1 6 2 0 0 41
P1-2 4 1 0 0 33
P1-3 16 7 8 4 200
P1-4 13 5 0 0 117
P1-5 5 2 0 0 47
P1-6 9 4 0 0 79
P1-7 5 1,5 0 0 37
P1-8 8 3 0 0 77
P1-9 5 2 0 0 47
P1-10 5 2 0 0 61
P1-11 10 3,5 0 0 125
P1-12 8 2,5 0 0 73
P1-13 11 3,5 0 0 124
P1-14 12 4 0 0 82
P1-15 17 6 6 3 176
P1-16 10 3,5 0 0 95
P1-17 8 3 0 0 66
P1-18 5 2 0 0 38
P1-19 9 3 0 0 56
P1-20 7 2,5 0 0 84
P1
P1-21 11 4 0 0 100
P1-22 4 1,5 0 0 44
P1-23 6 2,5 0 0 39
P1-24 15 7 8 4 218
P1-25 6 2 0 0 57
P1-26 5 2 0 0 52
P1-27 12 4,5 6 2,5 191
P1-28 14 5,5 7 4 226
P1-29 7 3 0 0 81
P1-30 7 3 0 0 60
P1-31 8 3 0 0 78
P1-32 6 2,5 0 0 49
P1-33 3 1 0 0 37
P1-34 4 1,5 0 0 29
P1-35 4 1,5 0 0 22
P1-36 10 4 0 0 122
P1-37 4 1,5 0 0 35
P1-38 4 1,5 0 0 52
P1-39 5 2 0 0 29
P1-40 4 1,5 0 0 46
37
38
Lampiran 5 (Lanjutan)
Keliling Diameter Keliling Diameter
setinggi Setinggi setinggi Setinggi Tinggi
Profil Kode
mata kaki Mata Kaki dada Dada Total
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
P2-1 22,0 8,5 11,8 5,8 367
P2-2 8,8 2,2 0 0 60
P2-3 3,2 1,8 0 0 38
P2-4 6,0 1,9 0 0 52
P2-5 19,5 7,6 8,2 2,8 236
P2-6 17,5 6 8,7 3 272
P2-7 13,5 5,3 0 0 103
P2-8 13,4 4,8 0 0 107
P2-9 14,6 5 6,8 2,8 185
P2-10 25,0 9 13,2 5,3 420
P2-11 20,0 6,3 10,8 4 348
P2-12 18,3 7 8,4 3,8 261
P2-13 15,3 5,2 6,1 2,5 202
P2-14 13,0 4 0 0 104
P2-15 19,5 8 9,7 4 305
P2-16 7,0 2 0 0 52
P2-17 7,4 2 0 0 53
P2-18 23,8 8 11,5 4,4 352
P2-19 16,4 6,2 7,2 3,3 199
P2-20 14,5 5 6,5 3,2 211
P2
P2-21 11,8 4 0 0 98
P2-22 5,5 1,8 0 0 43
P2-23 16,6 5,5 6,3 2,5 209
P2-24 26,0 10 13,3 5,5 435
P2-25 15,2 5,3 6 2,7 162
P2-26 16,8 6 6 2,2 175
P2-27 22,0 8 11,6 4,5 317
P2-28 20,0 8 10,4 4,3 326
P2-29 17,8 6 7,3 3,2 205
P2-30 20,3 7,5 8,4 3 245
P2-31 6,0 2 0 0 42
P2-32 16,5 5,7 7 2,5 189
P2-33 11,0 3,8 0 0 90
P2-34 9,6 3,5 0 0 103
P2-35 14,5 5 0 0 130
P2-36 12,2 4 0 0 131
P2-37 16,5 7,5 7 3 147
P2-38 15,0 4,5 6,5 2,6 188
P2-39 20,0 7,5 8,5 3,8 261
P2-40 24,2 9,5 10,3 3,6 294
39
Lampiran 5 (Lanjutan)
Keliling Diameter Keliling Diameter
setinggi Setinggi setinggi Setinggi Tinggi
Profil Kode
mata kaki Mata Kaki dada Dada Total
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
P3-1 19 8 10 4 340
P3-2 16 6 8 3,5 265
P3-3 27 10 14 7 442
P3-4 22 8 12 5 410
P3-5 22 7,5 11 5 375
P3-6 18 6 9 4 245
P3-7 28 10 16 7 486
P3-8 22 9 12 5 381
P3-9 11 4 0 0 139
P3-10 15 6 7 3 194
P3-11 15 3 7 2 269
P3-12 21 7 10 4,5 344
P3-13 23 8,5 11 2,5 332
P3-14 14 5 6 3 214
P3-15 19 7,5 9 4 309
P3-16 20 7 10 1 299
P3-17 12 4,5 0 0 130
P3-18 20 7 9 4 318
P3-19 20 8 9 4 277
P3-20 13 5 5 2,5 207
P3
P3-21 18 7 9 4,5 277
P3-22 22 7 12 5 415
P3-23 27 9 14 6 516
P3-24 13 5 7 3 203
P3-25 25 9 13 5,5 390
P3-26 22 8 10 4 286
P3-27 19 7 9 4 314
P3-28 18 7 9 4 297
P3-29 23 9 10 4,5 260
P3-30 22 8 10 4,5 317
P3-31 15 6 7 3 196
P3-32 18 7 7 3,5 234
P3-33 19 7 9 4 315
P3-34 19 7 8 3,5 296
P3-35 18 6,5 7 3,5 253
P3-36 20 7 9 2,8 295
P3-37 14 2,3 6 2 225
P3-38 4 6 8,5 3 303
P3-39 5 5,5 6 7,6 194
P3-40 4 4 5 1,4 165
*satuan untuk seluruh parameter pada Lampiran 5 adalah sentimeter (cm)
39
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 24 April 1995 di Krui, Kabupaten Pesisir Barat,
Provinsi Lampung, dari pasangan Mat Hasan dan Zaina Lia yang merupakan anak
keempat dari empat bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SDN Penggawa
V Ulu. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMPN 1 Pesisir Tengah. Pendidikan
SMA penulis yang telah ditempuh di SMAN 1 Pesisir Tengah tahun 2010-2013.
Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan masuk
dalam mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan pada
tingkat departemen dan fakultas baik sebagai peserta maupun panitia
penyelenggara. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Survei dan Evaluasi
Sumberdaya Lahan serta mata kuliah Biologi Tanah pada tahun ajaran 2017/2018.
Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah
(HMIT).
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Sifat
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f) Varietas Solomon di
Sukamakmur, Kabupaten Bogor” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Widiatmaka,
DAA dan Ir. Hermanu Widjaja, M.Sc.
41