Anda di halaman 1dari 57

SIFAT TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JATI

(Tectona Grandis L.f) VARIETAS SOLOMON DI SUKAMAKMUR


KABUPATEN BOGOR

TAMBAT SELAMAT

BAGIAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA FISIK LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
ii

ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f) Varietas Soloman di
Sukamakmur Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2018

Tambat Selamat

NIM A14130030

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait.

iii
iv

ABSTRAK

TAMBAT SELAMAT. Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona


grandis L.f) Varietas Soloman di Sukamakmur Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
WIDIATMAKA dan HERMANU WIDJAJA.

Varietas jati unggul semakin banyak dikembangkan yaitu jati yang memiliki
umur pendek namun tetap dengan kualitas yang baik, antara lain dengan rekayasa
genetika. Salah satu hasil pengembangan dengan cara tersebut antara lain adalah
Jati Solomon atau yang biasa disebut masyarakat Jati Jumbo. Diperlukan
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pertumbuhan tanaman dengan
karakteristik tanah yang dibutuhkan untuk pengusahaan tanaman jati, agar
pertumbuhan dapat lebih optimal dan menguntungkan secara ekonomi. Tujuan
utama penelitian ini adalah menganalisis hubungan sifat tanah dengan pertumbuhan
tanaman jati di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Untuk mencapai
tujuan utama tersebut dibutuhkan beberapa sub tujuan yaitu : menganalisis bentuk
wilayah mikro melalui pembuatan peta kontur; menganalisis sifat morfologi, sifat
fisik, dan sifat kimia tanah; mempelajari hubungan sifat-sifat tanah yang terbentuk
terhadap pertumbuhan tanaman jati Solomon; dan mengklasifikasikan tanah sampai
kategori family. Pembuatan profil tanah dimulai dengan survei lapang untuk melihat
gambaran umum lokasi penelitian. Kemudian dilakukan pembuatan peta kontur
sebagai acuan lokasi pembuatan profil tanah. Profil dibuat pada lereng atas, tengah,
dan bawah. Sampel tanah yang diperoleh di lapangan kemudian dianalisis di
laboratorium. Sampel tanaman dari masing-masing profil pewakil diukur
morfologinya sebanyak 40 sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat
tanah yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman adalah pH dan
Kejenuhan Basa (KB). Kondisi pH netral dan kejenuhan basa yang lebih tinggi
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jati. Hal ini disebabkan posisi P-3
terletak pada lereng bawah yang mendapatkan suplai dari lereng di atasnya.
Berdasarkan pengukuran morfologi tanaman jati dengan variabel tinggi total,
tanaman pada P-3 memiliki nilai yang paling tinggi, baik untuk 5 pohon terbaik
maupun 5 pohon terburuk. Sistem klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah sistem klasifikasi taksonomi tanah menurut Soil Survey Staff (2014) sampai
pada kategori family. Bahan induk di lokasi penelitian yaitu batu napal. Ketiga
profil tergolong kelas tekstur halus sampai sangat halus, dengan kandungan klei
>50%, sehingga menghasilkan nama tanah yang sama sampai pada kategori
greatgroup yaitu Hapludalfs. Nama tanah yang teridentifikasi sampai pada kategori
family untuk P-1 adalah Typic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik, P-2 yaitu Inceptic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik. Sedangkan, P-3 yaitu Typic Hapludalfs, halus, campuran,
semiaktif, isohipertermik.

Kata kunci : jati solomon, klasifikasi tanah, sifat fisik dan kimia tanah.

iv
v

ABSTRACT

TAMBAT SELAMAT. Soil Properties and Solomon Variety Teak (Tectona


grandis L.f) Growth in Sukamakmur Bogor Regency. Supervised by
WIDIATMAKA and HERMANU WIDJAJA.

Teak high-yielding varieties was developed recently with short growing


period and good quality through genetic modification. One of genetically modified
development product is Solomon Teak or people usually called Jumbo Teak.
Deeper knowledge about plant growth with required soil characteristics is needed
for teak utilization in order to achieve more optimal growth and economically
profitable. The main objective of this research was analyze correlation between soil
properties and Solomon Variety Teak in Sukamakmur, Bogor Regency. This main
objective conducted through more specific objectives, such as micro area analysis
through contour map creation; morphology, physical and chemical soil analysis;
correlate soil formation characteristics with Solomon teak growth; and classify the
soil into family category. The field survey to overview research location in general
was done to determine representative soil profile sites. After that, contour map was
made for soil profile creation references. Profile were made on upper, middle, and
lower slope. Laboratory analysis of obtained soil sample. Morphology of plant
sample from each representative profile were measured as much as 40 sample. The
results showed that pH and base saturation were the most significant soil properties
affected to plant growth. Neutral pH and higher base saturation could increase teak
growth. Those condition occured because P-3 located in lower slope which received
supply from upper slope. Based on teak total height measurement, P-3 had highest
value for five best trees and five worst trees. Soil classification system that used in
this research was Soil Taxonomy according to Soil Survey Staff (2014) until family
category. Parent material in research location was napal stone. Those three profiles
classified as fine to very fine tecture class with clay contents >50%, thus created
soil name until Hapludalfs greatgroup category. Soil name which identified until
family category for P-1 was Typic Hapludalfs, very fine, mixed, active,
isohyperthermic. While P-2 was Inceptic Hapludalfs, very fine, mixed, active,
isohyperthermic. Family category for P-3 was Typic Hapludalfs, fine, mixed,
semiactive, isohyperthermic.

Keywords: physical and chemical soil properties, soil classification, solomon teak

v
vii

SIFAT TANAH DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JATI


(Tectona Grandis L.f) VARIETAS SOLOMON DI SUKAMAKMUR
KABUPATEN BOGOR

TAMBAT SELAMAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

BAGIAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA FISIK LAHAN


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018

vii
viii
x
xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jati
(Tectona Grandis L.f) Varietas Solomon di Sukamakmur, Kabupaten Bogor” dapat
selesai pada waktu yang tepat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
Ir. Widiatmaka, DAA dan Ir. Hermanu Widjaja, M.Sc atas kesediaan dan
kesabarannya membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih
sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman yang
telah memberi semangat dan dukungan sehingga proposal ini dapat terselesaikan.
Semoga penelitian ini bermanfaat dan terima kasih atas semua saran,
dukungan serta nasehat-nasehatnya.

Bogor, Januari 2018

Tambat Selamat
NIM : A14130030

xi
xii
xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Faktor Pembentuk Tanah 2
Hubungan Lereng dengan Sifat-Sifat Tanah 3
Tanaman Jati Solomon 4
Hubungan Sifat Tanah dengan Tanaman Jati 5
BAHAN DAN METODE 6
Tempat dan Waktu 6
Bahan 6
Pelaksanaan Penelitian 6
Analisis Bentuk Wilayah Mikro 6
Analisis Sifat Morfologi, Fisik, dan Kimia Tanah 6
Hubungan Sifat Tanah dan Pertumbuhan Jati 7
Klasifikasi Tanah 7
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 8
Letak Geografis 8
Geologi 8
Iklim 8
Tanah 8
Vegetasi 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Bentuk Wilayah Mikro 9
Sifat Morfologi, Fisik, dan Kimia Tanah 9
Karakteristik Morfologi Tanah 9
Sifat Fisik Tanah 11
Sifat Kimia Tanah 15
Hubungan Sifat-Sifat Tanah dengan Pertumbuhan Tanaman Jati 21
Klasifikasi Tanah 25
Epipedon, Horizon Diagnostik Bawah, dan Ordo Tanah 25

xiii
xiv

Kategori Subordo, Greatgroup, dan Subgroup 26


Kategori Family 26
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 30
RIWAYAT HIDUP 41
xv

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Metode Analisis Tanah 7


2 Sifat retensi air tanah 15
3 Pengukuran rata-rata morfologi tanaman pada ketiga profil 22
4 Hasil uji T-student morfologi tanaman pada ketiga profil 22

DAFTAR GAMBAR

1 Peta kontur pada lokasi penelitian 9


2 Perbandingan antara bobot isi dan porositas 12
3 Kandungan klei pada ketiga profil 13
4 Permeabilitas pada ketiga profil 14
5 Kurva pF pada ketiga profil 15
6 Sebaran pH pada ketiga profil 16
7 Kandungan Al-dd dan H-dd pada ketiga profil 16
8 Sebaran kejenuhan Al pada ketiga profil 17
9 Kandungan kejenuhan basa pada ketiga profil 18
10 Hubungan pH dengan kejenuhan basa pada ketiga profil 19
11 Sebaran bahan organik pada masing-masing profil 19
12 Sebaran nisbah C/N pada ketiga profil 20
13 Kandungan P-tersedia pada ketiga profil 21
14 Perbandingan 5 pohon terbaik pada ketiga profil dengan
variabel (a) tinggi total dan (b) keliling setinggi dada 23
15 Perbandingan 5 pohon terburuk pada ketiga profil dengan
variabel (a) tinggi total dan (b) keliling setinggi dada 23
16 Hubungan pH (a) dan kejenuhan basa (b) dengan rata-rata
tinggi total serta nilai maksimal dan minimal 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi profil tanah 30


2 Ringkasan sifat fisik tanah 33
3 Ringkasan sifat kimia tanah 34
4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah 36
5 Pengukuran morfologi tanaman jati 37
6 Ringkasan sifat morfologi tanaman jati 39
7 Tabel ANOVA morfologi tanaman jati 40

xv
xvi
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembentukan tanah dipengaruhi beberapa faktor diantaranya bahan induk,


iklim, topografi, organisme, dan waktu (Soepardi, 1983). Tanah sangat dibutuhkan
manusia baik sebagai tempat mendirikan bangunan tempat tinggal dan beraktivitas
guna melangsungkan kehidupannya, maupun sebagai tempat untuk menanam
tanaman tertentu untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang ataupun papan.
Tanah beragam dari suatu tempat ke tempat lain. Perbedaan ini dapat dilihat secara
vertikal maupun horizontal. Pembuatan profil tanah merupakan cara mengamati
karakteristik tanah secara vertikal (Suwardi dan Rachim, 2003).
Jati merupakan salah satu kayu terbaik di dunia. Kayu ini berasal dari India,
Laos, Myanmar dan Thailand (Adekunle et al., 2011). Beberapa dekade terakhir,
Thailand sedang mengembangkan tanaman kayu khususnya Eucalyptus dan Jati.
Hal ini dikarenakan permintaan akan kayu yang semakin meningkat (Ounban et al.,
2015). Pertumbuhan penduduk disertai perkembangan teknologi membawa banyak
konsekuensi. Salah satunya adalah berkurangnya luasan lahan untuk memenuhi
kebutuhan hunian, sumber pangan, ataupun bahan baku industri.
Pembangunan suatu hunian membutuhkan berbagai material seperti pasir,
semen, kayu dan lain-lain. Kayu Jati (Tectona Grandis L.f.) masih menjadi idola
masyarakat dalam pembuatan ornamen bangunan seperti perkakas karena memiliki
kekuatan, keindahan dan memiliki tingkat keawetan yang lebih lama. Karakteristik
dan keistimewaan kayu jati untuk berbagai penggunaan menjadikan kayu ini salah
satu jenis kayu yang paling diminati di dunia (Widiatmaka et al., 2015).
Varietas jati unggul semakin banyak dikembangkan yaitu yang memiliki
umur pendek, namun kualitasnya tetap dipertahankan. Salah satu hasil
pengembangan tersebut yaitu Jati Solomon atau yang biasa disebut masyarakat Jati
Jumbo. Keistimewaannya yaitu jati varietas ini memiliki bentuk daun yang tidak
terlalu lebar, kontur batang pohonnya lebih baik, dan tidak memiliki banyak
cabang. Oleh karena itu, jati jenis ini akan lebih mudah untuk digunakan sebagai
bahan baku berbagai macam peralatan rumah tangga (Widiatmaka et al., 2015).
Kabupaten Bogor secara geografis terletak diantara 6o18’0” – 6o47’10”
Lintang Selatan dan 106o23’45” – 107o13’30” Bujur Timur dengan luas wilayah
sekitar 298.838,31 ha. Tipe morfologi wilayah bervariasi, mulai dari dataran yang
relatif rendah dibagian utara hingga dataran tinggi dibagian selatan dan sedikit di
bagian timur. Dataran rendah sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15-100 mdpl,
dataran bergelombang sekitar 43,62% berada pada ketinggian 100-500 mdpl,
dataran pegunungan sekitar 19,53% berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, dan
8,65% berupa pegunungan tinggi yang berada pada ketinggian 1000-2500 mdpl.
Selain berpotensi di bidang pertanian khususnya tanaman pangan,
kabupaten Bogor juga berpotensi dalam bidang perkebunan salah satunya tanaman

1
2

Jati. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
pertumbuhan tanaman dengan karakteristik tanah yang dibutuhkan tanaman jati
agar bisa tumbuh secara optimal dan menguntungkan secara ekonomi.

Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini yaitu
menganalisis hubungan sifat tanah dengan pertumbuhan tanaman Jati Solomon di
Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Untuk mencapai
tujuan utama tersebut dibutuhkan beberapa sub tujuan yaitu:
1. Menganalisis bentuk wilayah mikro melalui pembuatan peta kontur di
lokasi penelitian pertanaman jati
2. Menganalisis sifat morfologi, sifat fisik, dan sifat kimia tanah di lokasi
penelitian
3. Mempelajari hubungan sifat-sifat tanah yang terbentuk dengan
pertumbuhan tanaman Jati Solomon
4. Mengklasifikasikan tanah di lokasi penelitian sampai kategori family

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Pembentuk Tanah


Beberapa ahli tanah mendefinisikan tanah berbeda-beda tergantung cara
pandang dan penekanannya. Tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan
bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya,
yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Di
bagian atas dibatasi oleh udara atau air yang dangkal, ke samping dapat dibatasi
oleh air yang dalam atau bahkan hamparan es atau batuan, sedangkan bagian bawah
dibatasi oleh suatu materi yang tidak dapat disebut tanah karena sulit didefinisikan,
ukuran terkecilnya 1-10 m2 tergantung pada keragaman horisonnya (Soil Survey
Staff, 1975).
Setiap faktor pembentuk tanah memiliki peranan berbeda-beda, utamanya
dalam mempengaruhi proses terbentuknya suatu tanah. Bahan induk menentukan
sifat kimia tanah. Dimana kandungan hara-hara yang terkandung dalam tanah
sebagian disuplai dari bahan induk sehingga menentukan tingkat kesuburan tanah.
Umur bahan induk berkaitan erat dengan tingkat perkembangannya, dimana hal
tersebut dipengaruhi oleh tingkat erosi dan sedimentasi. Semakin tua umur,
kemungkinan tanahnya telah mengalami proses perkembangan yang lebih lanjut
(Suwardi dan Rachim, 2003).
Iklim sangat berperan dalam pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan
yang tinggi akan mempercepat proses kimia di dalam tanah sehingga proses
pelapukan berjalan lebih cepat. Selain itu asosiasi antara iklim dan kemiringan
lereng akan mempercepat proses erosi dan sedimentasi (Wibisono, 2011). Curah
3

hujan tinggi dan lereng yang curam meningkatkan resiko terjadinya erosi dan
sedimentasi. Hasil dari proses erosi tersebut akan dideposisikan ditempat yang lebih
landai. Oleh karena itu tanah pada ketinggian yang berbeda dalam suatu lereng
memiliki order tanah yang berbeda (Soepardi, 1983).
Topografi atau relief menggambarkan perbedaan ketinggian pada suatu
tempat. Lereng yang lebih curam kemungkinan erosinya lebih tinggi, dimana hal
tersebut dipengaruhi curah hujan dan kekuatan tanah menahan pukulan air hujan.
Semakin besar kemiringan lereng maka tanah dan batuan yang ada pada tempat
tersebut akan lebih mudah bergerak (Ikqra, 2012). Oleh karena itu, dalam
pengelolaan suatu lahan harus memperhatikan aspek topografi.
Organisme dalam tanah membuat lubang sebagai sarangnya. Dalam proses
tersebut, organisme membawa bahan organik dari lapisan paling atas yang relatif
lebih subur. Lubang-lubang tersebut juga memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu
memperbaiki permeabilitas dan drainase tanah. Selain itu, pergerakan dari
organisme tersebut akan membawa hara-hara yang dibutuhkan tanaman (Suwardi
dan Rachim, 2003).
Keempat faktor diatas sangat bergantung waktu. Semakin lambat faktor-
faktor di atas bekerja, semakin lama pula waktu yang dibutuhkan suatu tanah untuk
berkembang (Wibisono, 2011). Tingkat perkembangan tanah berkaitan dengan
perubahan sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Tanah yang berkembang lebih lanjut
mengalami pemiskinan unsur hara karena proses pencucian dan pengangkutan ke
tempat lain. Tanah yang belum berkembang struktur tanahnya belum terbentuk.
Sifat biologi tanah mempengaruhi sifat kimia dan fisik tanah.

Hubungan Lereng dengan Sifat-Sifat Tanah


Morfologi dan klasifikasi tanah yang terbentuk pada setiap lereng berbeda-
beda. Bahkan, pada lereng yang sama terjadi keragaman sifat-sifat tanah (Syakur,
2010). Sifat-sifat tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk tanah, salah
satunya kemiringan lereng. Lereng yang curam pada kondisi curah hujan yang
tinggi menyebabkan tanah di lereng atas tererosi dan mengendap di lereng bagian
bawah. Menurut Sukartaatmadja (2003) aliran permukaan dan erosi tanah
meningkat seiring dengan peningkatan intensitas hujan. Tanah yang terangkut
tersebut membawa material yang lebih subur karena berasal dari lapisan tanah atas.
Tanah pada lapisan atas lebih subur karena mengandung humus (Munawar, 2011).
Proses pemindahan bahan tanah mengubah sifat-sifat tanah pada kedua tempat.
Selain itu solum pada lereng atas menjadi tipis dan solum pada lereng bawah
menjadi lebih tebal.
Pengangkutan material dari atas ke bawah memang menyebabkan lapisan
atas terkelupas dan solumnya menjadi lebih tipis (Arsyad, 2010). Di sisi lain, basa-
basa pada lapisan bawah kemungkinan akan lebih tinggi. Hal ini dikarenakan suplai
dari lereng di atasnya melalui proses erosi dan deposisi. Proses tersebut menjadikan
basa-basa pada lereng bawah menjadi lebih tinggi.

3
4

Tanaman Jati Solomon


Tanaman jati (Tectona Grandis L. f) ditanam di Indonesia sejak abad ke-14
dimana ditemukan pertama kali di pulau Jawa, pulau Muna, dan Sulawesi
Tenggara. Beberapa tahun setelahnya baru dikenalkan di pulau Sumatera dan Papua
(Eliyani et al, 2005). Tanaman ini tumbuh baik pada kondisi drainase yang baik
sertapada tanah yang memiliki solum yang dalam. Jenis tanah yang paling cocok
untuk tanaman ini yaitu tanah Aluvial.
Ketinggian atau elevasi di bawah 1000 m (<1000 m) adalah ketinggian
optimum yang dibutuhkan tanaman jati. Curah hujan antara 1250-3750 mm, dimana
suhu minimum 13-17 oC dan suhu maksimum 39-43 oC (Adekunle et al., 2011).
Namun demikian, pada curah hujan <750 mm/tahun dan 3750 mm/tahun tanaman
ini masih bisa berproduksi baik. Curah hujan tinggi mempengaruhi serapan air oleh
akar tanaman. Menyebabkan kandungan air dalam tanaman melimpah dan
kerapatan jenis kayu berkurang, sehingga kayu menjadi tidak keras (Sumarna,
2004).
Jati solomon atau juga dikenal dengan nama jati jumbo adalah jati yang
dikembangkan di kepulauan Solomon yang berada di sebelah timur Papua Nugini.
Karakteristik tanaman ini yaitu memiliki daun yang tidak terlalu lebar, tetapi tebal
dan kuat. Memiliki pasangan daun serasi yang berwarna hijau kebiruan, batangnya
tegak lurus. Menurut Sadono (2009) bentuk batang setiap pohon berbeda-beda
tergantung posisinya dengan pohon lain, tapak, pemupukan, kepadatan tanah,
perawatan dan faktor genetik. Percabangan relatif sedikit, tumbuh sangat cepat,
lebih tahan terhadap penyakit.
Keunggulannya jati ini memiliki pucuk kuat dan jarang patah akibat hama
ataupun angin kencang, sehingga tanaman tetap tumbuh lurus. Sedangkan jati jenis
lain sering mengalami patah pucuk, sehingga tumbuhnya bercabang-cabang. Jati
solomon cocok ditanam di daerah tropis bercurah hujan sekitar 1000-2000
mm/tahun dengan suhu antara 24-35 oC, tanah berkapur dengan ketinggian dibawah
700 mdpl. Selain jati Solomon, ada beberapa jenis kayu jati yang ditanam di
Indonesia yaitu Jati Emas Plus, Jati Plus Perhutani, Jati Super Gama, Jati Utama,
Jati Biotropika, dan lain sebagainya.
Jati ini menyukai penyinaran matahari secara penuh. Oleh karena itu, jarak
ideal tanaman ini 3-3,5 m. Semakin tinggi pohon, tegakan akan semakin rapat
menyebabkan kompetisi dalam memperoleh tangkapan cahaya matahari (Sadono,
2010). Selain itu, Ananda (2007) mengatakan bahwa jarak antar pohon yang
semakin dekat akan meningkatkan kompetisi antar pohon. Kelemahan dari kayu
dengan umur panen yang lebih pendek adalah kualitas kayu yang dihasilkan jauh
lebih rendah dibanding kayu konvensional (Wahyudi, 2014).
5

Hubungan Sifat Tanah dengan Tanaman Jati


Tanaman membutuhkan lingkungan dan syarat tertentu agar dapat tumbuh
secara optimal. Salah satu syarat tumbuh suatu tanaman adalah kondisi tanah baik
secara fisik, kimia dan biologinya. Tanah yang subur memasok unsur-unsur
esensial dalam keadaaan berimbang agar tanaman bisa tumbuh, berkembang dan
berproduksi sesuai potensinya. Kesuburan tanah dapat meningkat atau bahkan
dapat berkurang, tergantung keadaan alam dan pengusahaan manusia. Penurunan
kesuburan tanah secara alami lebih disebabkan erosi oleh air hujan. Sedangkan
penurunan kesuburan oleh aktivitas manusia disebabkan pemanenan unsur hara
akibat sisa tanaman tidak dikembalikan ke tanah. Peningkatan kesuburan secara
alami disebabkan penambahan dari erupsi gunung. Peningkatan kesuburan juga
dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk (Munawar, 2011).
Tanaman jati menghendaki tanah dengan solum tebal sebagai tempat akar
untuk berjangkar. Sebagaimana yang dinyatakan Sumarna (2004), bahwa tanaman
jati tumbuh baik pada tanah dengan tekstur klei, lempung, lempung berpasir, dan
klei berpasir, pH agak masam sampai netral, solum tanah dalam dan drainase baik.
Siregar (2005) menambahkan bahwa tanaman jati akan tumbuh lebih baik pada
lahan dengan kondisi proporsi lempung, lempung berpasir, atau pada tanah liat
berpasir. Namun, jati tidak terlalu terikat pada syarat seperti yang disebutkan di
atas. Jati bisa ditanam pada tanah-tanah masam dengan curah hujan yang relatif
tinggi (Mediranto, 2014). Idealnya tanah untuk jati adalah aluvial yang banyak
mengandung Kalsium dan Fosfor. Kalsium berperan dalam perpanjangan akar dan
pucuk tanaman, sedangkan Fosfor berfungsi dalam pertumbuhan diameter batang
(Istomo, 2002).
Semakin pesatnya perkembangan industri yang menggunakan kayu jati
sebagai bahan baku, menyebabkan permintaan akan kayu ini semakin meningkat.
Hal tersebut mendorong minat masyarakat untuk menanam kayu jati. Kebutuhan
akan spesies jati yang cepat tumbuh dengan waktu panen yang relatif pendek belum
terpenuhi. Bagi suatu keluarga yang memiliki anak yang sedang sekolah, investasi
jati sangat prospektif untuk mempersiapkannya kejenjang sekolah yang lebih
tinggi. Selain itu, menanam tanaman jenis ini dapat membantu melestarikan
lingkungan sekitar. Jati sangat menguntungkan bagi masyarakat baik dari segi
ekonomi maupun dari segi lingkungan (Efansyah, 2012).

5
6

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di kebun jati seluas 5 hektar di kecamatan
Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari
sampai bulan Agustus 2017. Pembuatan peta kontur, pengamatan profil dan
pengukuran morfologi tanaman dilakukan di kebun. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Alat yang digunakan di lapangan meliputi cangkul, pisau lapang, meteran,
plastik transparan, label, karet gelang, kartu deskripsi, Munsell Soil Colour Chart,
Abney level, Kompas, GPS, kertas pH, ring sampler, cutter, isolasi dan kertas
alumunium foil. Alat-alat yang digunakan di laboratorium meliputi pH meter,
centrifuge, alat destilasi, buret, spectrophotometer, Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS), Pressure Plate Apparatus, Pressure Membrane
Apparatus, timbangan digital dan timbangan konvensional. Bahan-bahan yang
digunakan meliputi contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu dan bahan-bahan
kimia untuk analisis laboratorium.

Pelaksanaan Penelitian

Analisis Bentuk Wilayah Mikro


Survei lapangan dilakukan untuk melihat gambaran umum lokasi penelitian,
menentukan transek lereng, dan menentukan titik pembuatan profil. Transek lereng
dibuat dari bagian atas lereng ke bagian bawah lereng yang lebih landai. Langkah
selanjutnya yaitu dengan menandai titik-titik tertentu pada lokasi penelitian dengan
menggunakan GPS. Proses menandai ini bertujuan untuk mengetahui ketinggian.
Dalam penelitian ini, sebanyak 356 titik diukur dengan GPS. Hasil dari lapang ini
kemudian diolah menggunakan ArcGIS yang outputnya berupa peta kontur. Peta
ini menjadi acuan untuk menentukan titik pembuatan profil yang akan diamati di
lapang.

Analisis Sifat Morfologi, Fisik, dan Kimia Tanah


Pembuatan profil dilakukan pada tiga titik yang terletak di lereng atas,
lereng tengah, dan lereng bawah. Profil tanah dibuat dengan menggali tanah
sedalam 1 meter atau sampai bertemu bahan induk, dengan panjang 2 meter dan
lebar 1 meter. Profil dideskripsi, kemudian diambil contoh tanah utuh dan contoh
tanah terganggu. Contoh tanah utuh diambil pada dua horizon teratas pada setiap
profil menggunakan ring sampler. Contoh tanah terganggu diambil dari setiap
horizon pada setiap profil 1 kg, ditempatkan pada plastik transparan.
7

Tanah yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis di laboratorium


sumberdaya fisik lahan dan laboratorium kesuburan tanah. Unsur hara yang
terdapat di dalam sampel tanah diteliti dan dicatat. Berikut sifat fisik dan kimia yang
diamati pada sampel tanah:

Tabel 1 Jenis dan Metode Analisis Tanah

Jenis Analisis Metode Analisis

Sifat Fisik Tanah


Bobot Isi Tabung Silinder
Tekstur (Pasir, Debu, Klei) Pipet
Kadar Air (KA) Gravimetri
Permeabilitas Permeabilitas dalam
Keadaan Jenuh
pF Pressure Plate Apparatus
dan Pressure Membrane
Apparatus

Sifat Kimia Tanah


pH H2O dan pH KCl pH Meter
C-Organik Walkley and Black
N-Total Kjeldahl
P-Tersedia Bray-1
Kemasaman dapat dipertukarkan (Al-dd dan H-dd) Titrasi HCl dan NaOH
Kapasitas Tukar Kation (KTK) ekstraksi N NH4OAC pH 7
Basa-basa (K, Na, Ca, dan Mg) ekstraksi N NH4OAC pH 7
(Spektrofotometer dan
AAS)
Kejenuhan Basa (KB) Σ Basa-dd / KTK

Hubungan Sifat Tanah dan Pertumbuhan Jati


Data tanaman diukur secara langsung di lapangan, meliputi diameter batang
setinggi mata kaki, keliling batang setinggi mata kaki, diameter batang setinggi
dada, keliling batang setinggi dada, dan tinggi total tanaman dari permukaan tanah
sampai pucuk tanaman. Sebanyak 40 sampel tanaman diukur dari sekitar setiap
profil. Kemudian dilakukan analisis statistik uji T-student dengan menggunakan
software Minitab.

Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah berpedoman pada buku soil taksonomi tanah yang
dikeluarkan oleh Soil Survey Staff tahun 2014. Setiap profil dideskripsikan nama
tanahnya sampai kategori family.

7
8

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis
Lokasi penelitian berada di desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur,
Kabupaten Bogor. Berdasarkan peta administrasi yang dikeluarkan pemerintah
daerah kabupaten Bogor, kecamatan Sukamakmur terletak antara 06o30’50” -
06o40’10” LS dan 106o56’00” - 107o05’20” BT dengan elevasi antara 173 - 1745
meter diatas permukaan laut. Kondisi geografis yang merupakan pegunungan dan
perbukitan dengan kemiringan cukup curam. Kecamatan Sukamakmur terletak
bagian Timur wilayah Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sekitar 16.699,11 ha.

Geologi
Berdasarkan peta geologi bersistem lembar Cianjur skala 1:100.000, lokasi
penelitian berada di perbatasan antara formasi Jatiluhur (Mdm) dan formasi Qos.
Dimana formasi Mdm tersusun atas napal abu-abu tua, batu klei napalan, dan serpih
klei dengan sisipan batupasir kuarsa, kuarsit, dan batu gamping napalan.
Sedangkan, formasi Qos tersusun atas batupasir dan konglomerat yang berasal dari
endapan lahar gunung api tua. Namun setelah dilakukan pengecekan langsung
dilapang ternyata tanah pada lokasi penelitian berbahan induk batu napal.

Iklim
Komponen iklim yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan tanah
adalah curah hujan dan suhu udara. Berdasarkan peta iklim yang dikeluarkan Badan
Meteorologi dan Geofisika (2007) dalam Anggarani (2012), kecamatan
Sukamakmur memiliki curah hujan tahunan rata-rata terendah yaitu 3500-4000
mm/tahun, sedangkan curah hujan rata-rata tertinggi yaitu 4000-4500 mm/tahun.
Suhu udara rata-rata di lokasi penelitian sekitar 32 oC-34 oC.

Tanah
Berdasarkan peta tanah skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat (1966) dalam Anggarani (2012), beberapa jenis
tanah yang ditemukan di Kecamatan Sukamakmur adalah Latosol, Podzolik, dan
Grumusol menurut sistem klasifikasi PPT, dimana dalam sistem klasifikasi Soil
Taksonomy biasa disebut tanah Inceptisols, Ultisols, Alfisols, dan Vertisols.

Vegetasi
Daerah di sekitar lokasi penelitian merupakan daerah yang dijadikan warga
untuk menanam tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Vegetasi dominan
yang ada di sekitar profil yang dibuat adalah tanaman jati unggul varietas Solomon
yang berusia 15 bulan. Selain ditanami jati, daerah disekitar lokasi penelitian juga
ditanami kopi, singkong, cengkeh, pisang, acacia, dan sebagian lain ditumbuhi
semak belukar.
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Wilayah Mikro

Kondisi relief secara detil diawal studi dipelajari dengan membuat peta
kontur. Peta kontur dibuat dengan menandai titik-titik tertentu pada lokasi
penelitian pada ketinggian yang berbeda dengan bantuan GPS. Kelemahan alat GPS
ini adalah ketelitiannya relatif rendah jika dibandingkan alat yang mempunyai
ketelitian tinggi yaitu Theodolit. GPS dipakai karena alatnya lebih mudah untuk
dibawa serta cenderung lebih mudah mendapatkannya. Secara umum awal studi
mempunyai bentuk lahan bergelombang dengan lereng landai hingga curam. Lokasi
profil tanah berada pada sekuen lereng, dari lereng atas (P-1), lereng tengah (P-2),
dan lereng bawah (P-3). Letak P-1, P-2, P-3 secara berturut-turut berada pada
koordinat 06035’9,98” LS - 107002’19,45” BT; 06035’11,28” LS - 107002’20,47”
BT; 06o35’12,59” LS - 107o02’21,46” BT. Kemiringan lereng pada P-1 (35%) dan
P-2 (28%) tergolong kategori sangat curam, sedangkan kemiringan lereng pada P-
3 (8%) tergolong kategori landai. Peta kontur disajikan pada Gambar 1.

di

Gambar 1 Peta kontur pada lokasi penelitian

Sifat Morfologi, Fisik, dan Kimia Tanah

Karakteristik Morfologi Tanah


Sifat-sifat morfologi tanah dipelajari melalui penampang vertikal tanah atau
penampang tegak tanah secara langsung di lapang. Penampang tanah yang dibuat
representatif atau mewakili keseluruhan lokasi yang diamati agar data yang
diperoleh bisa dipertanggungjawabkan. Pengamatan secara menyeluruh terhadap

9
10

lokasi penelitian sangat diperlukan untuk mendapatkan profil pewakil yang


representatif. Pembuatan penampang tegak tanah dibuat berdasarkan perbedaan
ketinggian. Parameter yang diamati pada setiap profil meliputi batas horizon,
warna, tekstur, struktur, konsistensi, pH lapang, dan kondisi perakaran. Hasil
deskripsi lapang sifat morfologi tanah dan lingkungannya disajikan di lampiran 1.
Warna merupakan sifat morfologi tanah yang paling mudah untuk
diidentifikasi. Hasil pengamatan di lapang, warna tidak menunjukkan perbedaan
yang cukup dominan kecuali untuk horizon A dan AB. Perbedaan yang paling
mencolok terdapat pada P-3, horizon A berwarna coklat gelap sedangkan horizon
AB berwarna coklat. Pada P-2 horizon A berwarna merah kekuningan sedangkan
horizon AB berwarna coklat. Pada P-1 horizon A berwarna coklat tua sedangkan
horizon AB berwarna coklat kekuningan. Sifat-sifat tanah yang berhubungan
dengan warna antara lain kandungan bahan organik, keadaan drainase, aerasi,
temperatur tanah, bahan induk, mineralogi tanah, dan lain-lain. Drainase terbilang
dalam kondisi baik, karena menurut Suwardi dan Rachim (2003) tanah berdrainase
baik dicirikan dengan warna tanah pada permukaan yang tidak terlalu gelap. Warna
tanah gelap di permukaan tanah disebabkan akumulasi bahan organik. Selain itu,
iklim yang dingin menyebabkan humus susah terdekomposisi sehingga warna tanah
lebih gelap.
Kelas tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei, hanya pada P-2
horison AB yaitu Klei Berdebu dan P-3 horison BC yaitu Klei Berpasir. Ketiga
profil termasuk kedalam tanah muda hingga dewasa. Hal ini ditandai dengan masih
banyaknya fragmen kasar yang berupa kerikil yang terdapat di lapisan tanah.
Menurut Suwardi dan Rachim (2003) kerikil adalah tanah yang mempunyai
fragmen bundar dan bersudut, tidak rata secara dominan serta berdiameter sampai
3 inci. Persen bahan kasar bisa mencapai >25% pada horizon tertentu. Semakin
banyak fragmen kasar maka kemampuan tanah untuk memegang air semakin kecil,
sehingga air mudah masuk ke dalam tanah. Selain itu, unsur hara yang terdapat pada
lapisan tanah atas lebih mudah tercuci ke lapisan di bawahnya.
Struktur tanah merupakan kumpulan individual butir tanah yang terikat satu
sama lain membentuk agregat hasil dari proses pedogenesis yang terbentuk secara
alami (Thompson dan Troeh, 1975). Struktur pada ketiga profil berkisar antara
gumpal membulat atau gumpal bersudut. Struktur ini lebih dipengaruhi oleh
tingginya kandungan klei pada tanah. Kandungan klei yang tinggi menyebabkan
tanah terikat kuat satu sama lain, sehingga terjadi penggumpalan. Pada tanah yang
mengandung sedikit sekali klei atau bahkan tidak mengandung klei, biasanya tidak
terbentuk struktur (Suwardi dan Rachim, 2003). Pada P-1 dan P-3 struktur tanah
didominasi oleh angular blocky atau gumpal bersudut kecuali pada P-1 horizon A
dan P-3 horison A yaitu subangular blocky atau gumpal membulat.
Perbedaan struktur pada lapisan atas dibanding lapisan-lapisan dibawahnya
selain dipengaruhi oleh kandungan klei, juga dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik tanah. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi mengindikasikan
11

banyaknya keberadaan agen mikrob. Mikrob menghasilkan getah yang dapat


mengikat butir-butir tanah. Menurut Suwardi dan Rachim (2003), berdasarkan
tingkat kepentingannya agen penyumbang agregasi tanah secara berturut-turut
adalah kandungan getah mikrob, besi oksida, bahan organik dan kandungan klei.
Selain itu, struktur gumpal membulat memang biasa ditemui pada horison A atau
B, sedangkan struktur gumpal bersudut biasa ditemui pada horison Bt.
Konsistensi tanah dapat diartikan ketahanan tanah terhadap perubahan
bentuk dalam hal ini ketahanan terhadap tekanan, penetrasi ataupun kekuatan
tarikan. Konsistensi pada P-1 lapisan atas adalah gembur, lekat, agak plastis.
Lapisan bawah meningkat menjadi teguh, lekat, dan plastis. Pada P-2 konsistensi
lapisan atasnya adalah teguh, lekat, dan plastis, sedangkan lapisan bawah menurun
menjadi teguh, agak lekat, dan agak plastis. Penurunan tersebut disebabkan
pengaruh fragmen kasar. Semakin dekat dengan dengan fragmen kasar konsistensi
cenderung menurun. Konsistensi pada P-3 lapisan paling atas adalah teguh, agak
lekat, dan agak plastis. Meningkat ke lapisan dibawahnya menjadi sangat teguh,
sangat lekat, dan sangat plastis. Kemudian menurun pada lapisan terbawah menjadi
sangat teguh, lekat, dan plastis. Hal tersebut disebabkan lapisan terbawah
dipengaruhi bahan induk (Suwardi dan Rachim, 2003).
P-1 dan P-3 ditemukan adanya karat Fe yang berwarna kuning. Warna karat
kuning ini disebabkan terhidrasinya besi oksida, karena proses hidrasi bersifat
mengurangi warna merah. Selain itu hal ini menjadi acuan bahwa tanah memang
dalam kondisi drainase baik. Gejala pedologi khusus lain seperti konkresi dan
nodul, plintit, pan dan lain-lain, tidak ditemukan pada lokasi pengamatan. Kondisi
perakaran pada ketiga profil terbilang kurang baik, sangat sedikit rambut-rambut
akar yang bisa menembus lapisan tanah bawah. Terutama pada P-1, kondisi
perakaran sangat sulit untuk berkembang. Keadaan ini dapat terlihat pada kondisi
tegakan yang kurang baik pada P-1. Tanaman cenderung pendek-pendek dibanding
tanaman pada P-2 dan P-3.
Hasil pengamatan pada P-3 sudah terlihat lapisan bahan induk, yang
teridentifikasi pada kedalaman 140 cm. Bahan induk yang teridentifikasi
merupakan batu napal yang berwarna pucat, sehingga mengindikasikan bahwa
bahan induk bersifat basa. Berdasarkan penjabaran di atas membuktikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara sifat morfologi tanah dengan aspek kelerengan.
Walaupun ketiga profil ditemukan dari bahan induk yang sama namun sifat
morfologinya berbeda.

Sifat Fisik Tanah


Bobot isi tanah adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan
volume tanah termasuk volume pori tanah. Sedangkan berat jenis partikel adalah
perbandingan bobot kering tanah dengan volumenya, tetapi tidak termasuk pori

11
12

antar partikel tanah. Semakin tinggi bobot isi maka tanahnya semakin padat,
sehingga air susah untuk masuk dan akar sulit menembus tanah (Supriatna, 2011).
Bobot isi pada ketiga profil berkisar antara 0,97 g/cm3 hingga 1,19 g/cm3.
Berdasarkan kriteria penilaian sifat fisik tanah bobot isi pada ketiga profil tergolong
kelas rendah (<1 g/cm3) dan kelas sedang (1-1,5 g/cm3). Bobot isi pada lapisan 0-
20 cm lebih rendah dibanding lapisan 20-40 cm pada ketiga profil. Hal ini
mengindikasikan tidak adanya pemadatan tanah (Supriatna, 2011).
Porositas berbanding terbalik dengan bobot isi, semakin rendah bobot isi
maka semakin tinggi porositasnya. Porositas merupakan bagian tanah yang tidak
terisi bahan padat, melainkan diisi oleh bahan cair dan gas. Porositas tanah pada
ketiga profil lebih besar pada lapisan 0-20 cm dibandingkan lapisan 20-40 cm.
Keadaan ini memungkinkan bagi air masuk kedalam tanah dengan lebih mudah.
Selain itu, akar tanaman dapat menyerap air pada lapisan bawah. Tanah dengan
tekstur klei mempunyai lebih banyak pori mikro sehingga air bisa ditahan. Porositas
dipengaruhi oleh bahan organik, struktur dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 2003).
Berdasarkan hasil laboratorium porositas tanah antar profil bevariasi
walaupun dengan nilai yang tidak berbeda jauh. Pengaruh bobot isi berkaitan
langsung dengan porositas. Sebagai contoh, pada P-1 kedalaman 0-20 cm dengan
bobot isi sebesar 0,99 g/cm3 porositasnya sebesar 63%. Sedangkan pada kedalaman
20-40 cm, dengan bobot isi sebesar 1,19 g/cm3 porositasnya sebesar 55%. Menurut
Haridjaja et al. (2010), bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin
padat tanah maka semakin tinggi bobot isinya, yang berarti semakin sulit tanah
meneruskan air dan akar tanaman sulit menembusnya. Perbandingan antara bobot
isi dengan porositas disajikan pada Gambar 2.

3 0%
10%
20%
Bobot isi (g/cm3)

55% 59% 58% 30%


Porositas (%)

2 63% 64% 61%


40%
50%
60%
1 70%
1,19 1,07 1,04 1,12 80%
0,99 0,97
90%
0 100%
0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40
P1 P2 P3 Bobot isi (g/cm3)
Porositas (%)

Gambar 2 Perbandingan antara bobot isi dan porositas

Tekstur tanah merupakan sifat yang paling yang berpengaruh terhadap sifat
tanah lain terutama sifat fisik. Konsistensi dan struktur adalah sifat yang sangat
penting berkaitan dengan tekstur tanah. Secara harfiah, tekstur tanah dapat diartikan
sebagai perbandingan relatif antara butir-butir primer pasir, debu, dan klei, atau
proporsi berat dari pasir, debu, dan klei yang dinyatakan dalam persen pada massa
13

tanah (Suwardi dan Rachim, 2003). Kelas tekstur pada ketiga profil didominasi oleh
klei, hanya pada P-2 horison AB yaitu Klei Berdebu dan P-3 horison BC yaitu Klei
Berpasir. Hal ini disebabkan bahan induk yang berasal dari batu napal.
Ketiga profil teridentifikasi adanya horizon argilik, P-1 pada kedalaman 26-
33 cm, P-2 pada kedalaman 35-63 cm, dan P-3 pada kedalaman 18-34 cm. Horizon
argilik merupakan horizon penimbunan klei, apabila horizon eluviasi memiliki
kandungan klei total 40% atau lebih maka horizon argilik harus mengandung
minimal 8% klei lebih banyak (Soil Survey Staff, 2014). Kandungan klei pada
ketiga profil disajikan pada Gambar 3.

P-1 Klei (%) P-2 Klei (%) P-3 Klei (%)

30 50 70 90 30 50 70 90 30 50 70 90
0 0 0
20 20 20
Kedalaman (cm)

40 40 40
60 60 60
80 80 80
100 100 100
120 120 120
140 140 140
Gambar 3 Kandungan klei pada ketiga profil

Berdasarkan Gambar 3 di atas, pada P-1 kandungan klei meningkat setelah


horizon argilik. Sedangkan pada P-2 dan P-3 mengalami penurunan setelah horizon
argilik dengan kandungan klei maksimum. Penurunan paling signifikan dapat
dilihat pada P-3 horizon ke-7 dimana kandungan kleinya sebesar 39,57%,
sedangkan lapisan di atasnya berkisar 60% klei. Hal ini dimungkinkan lapisan ini
semakin dekat dengan bahan induk. Bahan induk dicirikan dengan material yang
lebih kasar dengan kandungan klei yang sedikit karena belum terlapuk lanjut
(Suwardi dan Rachim, 2003).
Permeabilitas dipengaruhi oleh tekstur, porositas, distribusi ruang pori, dan
kandungan bahan organik tanah. Tekstur tanah memang didominasi oleh klei,
namun fragmen kasar (kerikil) juga terhitung banyak yaitu >25%. Hal ini
menyebabkan air mengalir diantara celah-celah kerikil, sehingga permeabilitas
yang terukur menjadi besar. Selain itu, vegetasi jati memiliki akar-akar yang banyak
yang menjadi agen bagi air untuk mengalir ke lapisan bawah (Hardjowigeno, 2003).
Nilai permeabilitas pada P-1 dan P-2 lebih tinggi pada kedalaman 0-20 cm
dibandingkan lapisan 20-40 cm. Kondisi ini lebih dipengaruhi kandungan bahan
organik lebih tinggi pada lapisan atas yang menyebabkan struktur tanah lebih
gembur, sehingga air lebih mudah masuk. Sedangkan nilai permeabilitas pada P-3
lebih tinggi pada kedalaman 20-40 cm dibandingkan kedalaman 0-20 cm. Hal ini
lebih disebabkan P-3 berada pada daerah yang lebih landai, sehingga menyebabkan
ruang pori terisi oleh bahan-bahan padat dari lereng atas hasil dari proses erosi.

13
14

Partikel tanah yang berukuran kecil mengisi ruang antar partikel yang berukuran
besar menjadikan tanah semakin padat dan permeabilitasnya menjadi kecil (Hillel,
1997).
Data permeabilitas menunjukkan P-2 memiliki rata-rata yang lebih rendah
dibanding P-1 dan P-3. Penyebabnya adalah pada P-2 fragmen kasar tidak
ditemukan pada kedalaman 0-40 cm. Sedangkan fragmen kasar pada P-1 dan P-3
terbilang cukup banyak, sehingga permeabilitas yang terukur lebih tinggi.
Permeabilitas pada ketiga profil disajikan pada Gambar 4.
Permeabilitas (cm/jam)

55,86
35,94
20,61 24,50
16,36
0,15
0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40
P1 P2 P3

Gambar 4 Permeabilitas pada ketiga profil

Kadar air tanah ditentukan oleh pasokan air yang berasal dari curah hujan
atau berasal dari aliran di sekitarnya. Air bersifat mudah menguap serta bentuknya
menyesuaikan dengan apa yang dia tempati. Tanaman sangat membutuhkan air
untuk melanjutkan proses hidupnya. Ketersediaan air dalam tanah tergantung dari
sifat tanah itu sendiri. Sifat tanah yang dimaksud adalah tekstur, struktur, distribusi
ruang pori, bahan organik, dan lain sebagainya. Tanah yang bertekstur kasar lebih
sulit menahan air. Tanah yang bertekstur halus lebih banyak menampung air karena
luas permukaannya tinggi, sehingga air dapat ditahan diantara ruang pori tanah.
Tekstur tanah di lokasi penelitian tergolong tekstur halus, namun fragmen kasar
juga tergolong cukup tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai PDSC terbesar terdapat pada P-1
kedalaman 20-40 cm sebesar 17,07%V, sedangkan nilai terkecil pada P-3
kedalaman 20-40 cm sebesar 0,45%V. Nilai PDC terbesar terdapat pada P-3
kedalaman 20-40 cm yaitu sebesar 3,99%V, sedangkan nilai terkecil 1,39%V yaitu
pada P-3 kedalaman 0-20 cm. Nilai PDL terbesar yaitu 6,00%V terdapat pada P-3
kedalaman 20-40 cm, nilai terkecil pada P-1 kedalaman 0-20 cm sebesar 0,17%V.
Nilai pori drainase diperoleh dari jumlah PDSC, PDC, dan PDL. Nilai pori drainase
terbesar terdapat pada P-1 kedalaman 20-40 cm yaitu sebesar 22,27%V. Sedangkan
pori drainase terkecil yaitu 4,8%V terdapat pada P-1 kedalaman 0-20 cm. Sifat
retensi air tanah disajikan pada Tabel 2. Sedangkan untuk data ringkasan sifat fisik
tanah secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.
15

Tabel 2 Sifat retensi air tanah


Distribusi Ruang Pori
PT PD KAKL KATLP AT
Profil Kedalaman PDSC PDC PDL
(%) ----------------------------(%V)----------------------------
0-20 62,52 2,89 1,75 0,17 4,80 57,72 21,28 36,44
P1
20-40 55,03 17,07 3,10 2,09 22,27 32,77 18,50 14,26
0-20 63,53 1,15 1,94 3,82 6,92 56,61 22,37 34,24
P2
20-40 59,48 0,76 3,77 2,50 7,02 52,45 21,34 31,12
0-20 60,60 14,96 1,39 2,56 18,91 41,69 19,18 22,51
P3
20-40 57,62 0,45 3,99 6,00 10,44 47,18 20,46 26,73
Keterangan : PT=porositas total; PDSC=pori drainase sangat cepat; PDC=pori drainase cepat;
PDL=pori drainase lambat; PD=pori drainase total; KAKL=kadar air kapasitas lapang;
KATLP=kadar air titik layu permanen; AT=air tersedia

Kadar air kapasitas lapang dianggap setara dengan nilai tekanan 1/3 atm
atau pF 2,54. Kadar air titik layu permanen dianggap sebagai kandungan air tanah
yang ditahan oleh tanah dengan kekuatan 15 atm atau pF 4,2. Tekanan pada pF 4,2
adalah kekuatan tertinggi akar mampu mengambil air dari pori tanah. Selisih kadar
air pada pF 2,54 dengan pF 4,2 merupakan total air yang tersedia di dalam tanah
yang bisa diserap akar tanaman, atau biasa disebut air tersedia. Menurut BBSDLP
(2006), air tersedia pada ketiga profil tergolong tinggi. Jumlah air didalam tanah
sangat berkaitan dengan tekstur tanahnya, semakin halus tekstur maka kemampuan
tanah dalam memegang air lebih kuat (Herlina, 2003). Kurva pF disajikan pada
Gambar 5.

P-1 70
P-2 P-3
70 70
60 60
60
50 50 50
KA (%)

40 40 40
30 30 30
20 20 20
0-20 cm 0-20 cm 0-20 cm
10 10 10
20-40 cm 20-40 cm 20-40 cm
0 0 0
0,5 2,5 4,5 0,5 2,5 4,5 0,5 2,5 4,5
pF pF pF
Gambar 5 Kurva pF pada ketiga profil

Sifat Kimia Tanah


Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman dan alkalinitas tanah. Berbagai
proses kimia yang terjadi di dalam tanah dipengaruhi reaksi tanah. Reaksi tanah
berperan dalam dekomposisi unsur mineral maupun organik, pembentukan mineral
klei, penyediaan unsur hara bagi tanaman, serta perubahan sifat kimia koloid tanah.
Tanah masam dicirikan dengan kandungan ion H+ yang tinggi, sedangkan
pada tanah basa ion OH- yang tinggi. Proses pemasaman tanah terjadi karena

15
16

pelepasan ion H+ yang berasal dari senyawa H2CO3. Sebagian CO2 dalam udara
akan larut dalam air hujan membentuk asam lemah H2CO3. Asam ini berdisosiasi
menjadi H+ dan HCO3-. Ion H+ ini menggantikan posisi basa-basa dalam tanah,
sehingga basa-basa tercuci dan menjadi miskin hara. Selain itu unsur yang
mempunyai afinitas tinggi seperti Al dan Fe tertinggal dan terjadi pengkayaan
unsur-unsur tersebut (Anwar dan Sudadi, 2013).
Berdasarkan kandungan ion H+, pH dibagi menjadi pH aktual (H2O) yang
berada pada larutan tanah dan pH potensial (KCl) yang berada pada jerapan.
Apabila ion H+ pada larutan berkurang maka ion H+ pada jerapan akan keluar dari
jerapan ke larutan tanah. Kondisi ini disebut juga disosiasi H+ jerapan.
Data menunjukkan bahwa pH aktual > pH potensial. Hal ini menunjukkan
dominasi muatan negatif dan tanah berada dalam kondisi masam-netral (Anwar dan
Sudadi, 2013). Berdasarkan kriteria PPT (1983), pH pada P-1 dan P-2 tergolong
masam (pH 4,5-5,5), sedangkan pada P-3 tergolong netral (pH 6,6-7,5).
Sebaran pH pada ketiga profil dapat dilihat pada Gambar 6.

P-1 pH P-2 pH P-3 pH


3 4 5 6 7 8 3 4 5 6 7 8 3 4 5 6 7 8
0 0 0
Kedalaman (cm)

50 50 50

100 100 100

150 150 150


H2O KCl H2O KCl H2O KCl
Gambar 6 Sebaran pH pada ketiga profil

Penyebab kemasaman tanah yang paling utama adalah alumunium (Al) dan
Hidrogen (H). Itulah sebabnya dilakukan pengukuran Al-dd dan H-dd. Al dalam
larutan dan Al dapat ditukar merupakan penyebab utama rendahnya pH tanah.
Sebaran Al-dd dan H-dd dapat dilihat pada Gambar 7.

P-1 Al dan H (me/100g) P-2 Al dan H (me/100g) P-3 Al dan H (me/100g)


0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6
0 1 2 3 4 5 6
0 0
0
Kedalaman (cm)

50 50
50

100 100
100

150 150
150 Al-dd H-dd Al-dd H-dd Al-dd H-dd
Gambar 7 Kandungan Al-dd dan H-dd pada ketiga profil
17

Proporsi Al dalam tanah dari KTK efektif dinyatakan dengan kejenuhan Al.
KTK efektif merupakan jumlah dari ion Ca, Mg, Na, K, Al-dd, dan H-dd terukur.
Data yang diperoleh menunjukkan kejenuhan Al rata-rata pada lapisan atas (
kedalaman <40), pada P-1 sebesar 13,59%, P-2 sebesar 14,30%, dan P-3 sebesar
1,20%. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh PPT (1983) kejenuhan
Al pada ketiga profil (kedalaman <40cm) tergolong sangat rendah. Namun
demikian, terdapat perbedaan yang signifikan antara P-1 dan P-2 dengan P-3,
sehingga untuk P-1 dan P-2 perlu dilakukan sedikit pengapuran. Kejenuhan Al pada
ketiga profil dapat dilihat pada Gambar 8.

P-1 P-2 P-3


Kejenuhan Al (%) Kejenuhan Al (%) Kejenuhan Al (%)
0 10 20 0 10 20 0 10 20
0 0 0
Kedalaman (cm)

50 50 50

100 100 100

150 150 150


Gambar 8 Sebaran kejenuhan Al pada ketiga profil

Ion-ion dapat ditukar merupakan gugusan ion yang berada dalam lapisan
ganda baur di sekeliling lapisan klei. Sedangkan ion terlarut adalah ion-ion yang
berada pada larutan tanah. Koloid pada umumnya bermuatan negatif, oleh sebab itu
ion dapat ditukar bermuatan positif (kation). Banyaknya kation yang dapat diserap
oleh tanah persatuan berat tanah dinamakan kapasitas tukar kation (KTK).
Kapasitas tukar kation tergantung pada tipe jumlah mineral klei, kandungan bahan
organik, dan pH tanah. Berdasarkan data yang diperoleh nilai rata-rata KTK pada
P-1, P-2 dan P-3 secara berturut-turut adalah 34,63; 30,57; dan 28,55 dalam satuan
me/100g. Berdasarkan kriteria PPT (1983), ketiga profil tergolong kelas KTK
tinggi. KTK pada ketiga profil tidak berbeda secara signifikan. Menurut
(Hardjowigeno, 2003), nilai KTK tanah beragam dan tergantung pada sifat dan ciri
tanah itu sendiri.
Kejenuhan basa merupakan perbandingan jumlah kation basa dengan
jumlah kation yang dapat dipertukarkan yang dinyatakan dalam persen. Menurut
PPT (1983), kejenuhan basa pada P-1 dan P-2 tergolong kategori sedang, sedangkan
untuk P-3 tergolong sangat tinggi. Akan tetapi ada kejenuhan basa sama namun
nilai pH berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H + yang
diserap pada permukaan koloid. Kejenuhan basa pada setiap profil dapat dilihat
pada Gambar 9.

17
18

P-1 P-2 P-3


Kejenuhan basa (%) Kejenuhan basa (%) Kejenuhan basa (%)
40 60 80 100 40 60 80 100 40 60 80 100
0 0 0
Kedalaman (cm)

50 50 50

100 100 100

150 150 150


Gambar 9 Kandungan kejenuhan basa pada ketiga profil

Kalsium (Ca) merupakan unsur yang berpengaruh bagi produktivitas


tanaman. Konsentrasi kalsium dalam tanah berkaitan dengan pH. Hal ini dapat
dilihat pada P-3 yang rata-rata Ca2+nya paling tinggi dari ketiga profil. Kondisi ini
disebabkan pH aktual pada P-3 pada kondisi netral. Sesuai pernyataan (Anwar dan
Sudadi, 2013), bahwa konsentrasi Ca2+ tinggi menunjukkan pH pada tanah tersebut
pada kondisi netral yang paling baik bagi kebanyakan tanaman dan mikrob tanah.
Menurut kriteria penilaian PPT (1983), kandungan Ca2+ pada P-3 tergolong tinggi
sampai sangat tinggi, sedangkan P-1 tergolong tinggi, dan P-2 tergolong rendah.
Magnesium (Mg) merupakan kation terbanyak setelah Ca. Namun, studi
tentang Mg relatif sedikit. Defisiensi atau toksisitas unsur Mg jarang dijumpai.
Berdasarkan data yang diperoleh pada ketiga profil kandungan Mg2+ tergolong
tinggi (2,1-8,0) pada setiap horizon tanah. Nilai Mg2+ pada ketiga profil berkisar
antara 2,74 me/100g sampai 4,42 me/100g. Menurut (Munawar, 2011) ketersediaan
Mg2+ di dalam tanah dipengaruhi oleh jumlah pasokan Mg, pH, derajat kejenuhan
Mg, sifat-sifat ion, dan tipe liat tanah.
Kalium (K) merupakan unsur pupuk utama ketiga setelah N dan P. Tidak
seperti N dan P, semua kalium didalam tanah merupakan K inorganik (mineral),
dan merupakan unsur yang tidak menjadi bagian struktur senyawa-senyawa
organik. Sebagian besar K+ tanah terikat dalam bentuk mineral, sehingga tidak
tersedia bagi tanaman (Munawar, 2011). Data menunjukkan bahwa kandungan K+
pada lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang yaitu berkisar antara 0,2
me/100g sampai 0,3 me/100g. Lapisan atas mengandung lebih tinggi kalium
dibanding lapisan bawah. Kation-kation lain seperti Ca2+ dan Mg2+ dapat menekan
serapan K dalam tanah (Munawar, 2011).
Natrium (Na) akan menimbulkan masalah apabila jumlahnya berlebih.
Natrium dapat toksik bagi tanaman pada konsentrasi yang tinggi. Na+ tidak
dibutuhkan tanaman, tetapi dapat menggantikan sebagian kebutuhan K+ pada
beberapa spesies. Data menunjukkan bahwa kandungan Na + pada ketiga profil
tergolong rendah sampai sedang, nilainya berkisar antara 0,2 me/100g sampai 0,3
me/100g. Hal ini disebabkan pengaruh dari pH tanah. Menurut (Anwar dan Sudadi,
2013), konsentrasi Na+ berkorelasi dengan pH, semakin rendah pH maka
kandungan Na+ pun semakin rendah.
19

Terdapat hubungan antara kejenuhan basa dengan pH. Semakin tinggi pH


maka semakin tinggi pula kejenuhan basa. Hal ini dapat dilihat pada horizon A pada
ketiga profil. pH pada ketiga profil berturut-turut adalah 5,12; 5,29; 7,05, sedangkan
kejenuhan basa berturut-turut sebesar 40,41; 45,46; 90,29. Hubungan antara
kejenuhan basa dan pH dapat dilihat pada Gambar 10.
8

P-1
pH

6
P-2
P-3
5 Rata-rata P-1
Rata-rata P-2
Rata-rata P-3
4
40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
KB
Gambar 10 Hubungan pH dengan kejenuhan basa pada ketiga profil

Komponen organik tanah mencakup organisme hidup maupun residu


tanaman dan hewan mati, dan merupakan bagian tanah yang secara kimia paling
aktif. Sumber utama komponen organik adalah tanaman. Komponen organik
merupakan tempat penyimpanan berbagai unsur esensial, bersifat memperbaiki
struktur tanah, sumber muatan pertukaran kation, dan tempat penyimpanan karbon.
Komponen organik secara morfologi dapat dibedakan menjadi bahan organik kasar
dimana anatomi tanamannya masih terlihat, dan bahan organik halus dimana
struktur tanaman sudah tidak dapat dikenali lagi atau sudah terdekomposisi
sempurna. Humus merupakan produk akhir dekomposisi bahan organik yang relatif
sudah stabil dan merupakan hasil dekomposisi serta resintesis mikrob. Sebaran
bahan organik dapat dilihat pada Gambar 11.

P-1 BO (%) P-2 BO (%) P-3 BO (%)


0 3 6 9 0 3 6 9 0 3 6 9
0 0 0
20 20 20
Kedalaman (cm)

40 40 40
60 60 60
80 80 80
100 100 100
120 120 120
140 140 140
Gambar 11 Sebaran bahan organik pada masing-masing profil

Berdasarkan data yang diperoleh, kandungan bahan organik pada ketiga


profil memiliki kecenderungan penurunan dari lapisan atas ke lapisan bawah.
Horizon A selalu memiliki kadar bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan

19
20

horizon dibawahnya pada semua profil. Perbedaan yang signifikan paling terlihat
pada P-1 dan P-3. Pada P-1 horizon A kadar bahan organik tanah sebesar 7,37%,
sedangkan pada horizon AB sebesar 2,17%. Pada P-3 kadar bahan organik horizon
A sebesar 4,11%, sedangkan horizon AB sebesar 1,45%. Bahan organik memiliki
korelasi dengan nilai KTK tanah. Hal ini dapat dilihat pada P-1, dimana bahan
organik pada horizon 1 sampai horizon 3 mengalami penurunan sedangkan pada
horizon 4 sedikit meningkat, kondisi yang sama terjadi untuk nilai KTK.
Nisbah C/N merupakan perbandingan massa karbon terhadap massa
nitrogen di dalam tanah. Lapisan atas merupakan zona yang mengandung bahan
organik tinggi. Nisbah C/N menunjukkan hasil yang sejalan, yaitu tinggi pada
lapisan atas. Data yang berbeda signifikan dapat terlihat pada P-2 dan P-3. Pada P-
2 horizon A nisbah C/N-nya sebesar 8,41%, sedangkan horizon AB sebesar 5,86%.
Pada P-3 nisbah C/N horizon A sebesar 11,78%, sedangkan horizon AB sebesar
4,42%. Hal ini disebabkan tekstur klei pada lapisan bawah yang membuat tanah
cenderung lebih padat, sehingga bahan organik terkonsentrasi pada lapisan atas.
Sebaran nisbah C/N dapat dilihat pada Gambar 12.

P-1 C/N rasio P-2 C/N rasio P-3 C/N rasio


3 8 13 3 8 13 3 8 13
0 0 0
Kedalaman (cm)

50 50 50

100 100 100

150 150 150


Gambar 12 Sebaran nisbah C/N pada ketiga profil

Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting bagi
pertumbuhan tanaman. Namun, secara umum ketersediaannya sangatlah kecil di
dalam tanah. P-tersedia merupakan jenis fosfor dalam bentuk bisa diserap oleh
tanaman. Sumber utama fosfor berasal dari hasil disintegrasi dan dekomposisi
batuan yang mengandung mineral apatit.
Fosfor dalam tanah dikategorikan menjadi fosfor organik dan fosfor
inorganik. Fosfor organik terdapat dalam sisa tanaman, hewan, dan jasad renik,
sedangkan fosfor inorganik terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Al dan Fe,
dan terjerap dalam partikel klei. Kelarutan senyawa P organik maupun P inorganik
di dalam tanah pada umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P yang
berada pada larutan tanah (Munawar, 2011).
Kondisi tersebut sama dengan data yang diperoleh dari pengamatan di
laboratorium. Dimana pada ketiga profil didominasi oleh P-tersedia pada kelas
sangat rendah, serta sebagian rendah dan sedang. Menurut Supriatna (2011),
kandungan fosfor di dalam tanah berkaitan dengan kondisi pH, pada tanah-tanah
21

masam umumnya memiliki kandungan fosfor yang rendah sampai sangat rendah.
Nilai P-tersedia yang terukur berkisar antara 4,12 ppm sampai 24,86 ppm dengan
rata-rata 9 ppm. Lapisan tanah atas cenderung memiliki nilai yang lebih tinggi
daripada lapisan tengah. Hal ini disebabkan kandungan bahan organik yang lebih
tinggi pada lapisan atas.
Menurut Afandi et al. (2015), adanya bahan organik yang tinggi akan
meningkatkan aktivitas mikrob, sehingga meningkatkan kelarutan unsur seperti
fosfor dan fiksasi nitrogen. Namun pada lapisan tanah paling bawah, kandungan P-
tersedia cenderung meningkat kembali. Hal tersebut dikarenakan lapisan terbawah
disuplai oleh bahan induk dan ditambah hasil akumulasi pencucian dari lapisan atas.
Kandungan P-tersedia pada ketiga profil dapat dilihat pada Gambar 13. Untuk
ringkasan sifat kimia tanah secara lengkap disajikan pada Lampiran 3. Sedangkan
kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh PPT (1983) disajikan pada Lampiran 4.

P-1 P-Tersedia (ppm) P-2 P-Tersedia (ppm) P-3 P-Tersedia (ppm)


0 10 20 30 0 10 20 30 0 10 20 30
0 0 0
Kedalaman (cm)

50 50 50

100 100 100

150 150 150


Gambar 13 Kandungan P-tersedia pada ketiga profil

Hubungan Sifat-Sifat Tanah dengan Pertumbuhan Tanaman Jati

Berdasarkan kondisi sifat fisik tanah yang telah dijelaskan di atas,


menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi lereng, kedalaman solum, dan
ketersedian air sebagai faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan jati.
Berdasarkan data yang diperoleh, pertumbuhan tanaman paling baik berada pada
lereng bawah. Hal ini karena solum pada lereng bawah lebih tebal yang diakibatkan
proses erosi dari lereng diatasnya (Hardjowigeno, 2003). Hasil erosi tersebut
kemudian terdeposisi pada lereng bawah. Solum yang tebal menjadikan kondisi
perakaran yang baik bagi tegakan jati. Selain itu, solum yang tebal berfungsi
menampung air sehingga air dalam tanah tersedia dalam jumlah yang banyak
(Arsyad, 2010). Hal ini menujukkan bahwa posisi tanaman pada lereng
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan jati.
Berdasarkan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) tanaman jati paling
sesuai tumbuh pada lereng < 8%. Hal ini sesuai dengan data bahwa lereng pada P-
3 8%, P-1 35%, dan P-2 28%. Kedalaman efektif yang paling sesuai yaitu pada
kedalaman 150 cm. Semakin dangkal kedalaman efektif, pertumbuhan tanaman jadi

21
22

semakin buruk. Berdasarkan hasil pengamatan, kedalaman solum tanah pada P-3
dengan kedalaman 140 cm, P-1 64 cm, dan P-2 100 cm. Selain itu, tanaman jati
tumbuh optimum pada kondisi drainase baik dan pada tekstur lom; klei; klei
berpasir; dan klei berdebu. Semakin tinggi kandungan klei, akan mempengaruhi
kemampuan akar untuk menembus tanah. Berdasarkan data tekstur kandungan klei
terendah pada P-3 diikuti P-2 dan P-1.
Pengukuran sampel tanaman jati varietas solomon ini dilakukan di sekitar
profil tanah. Hal ini dilakukan agar tidak terdapat terlalu banyak perbedaan
karakteristik tanah. Setiap tanaman yang diukur memiliki pengelolaan atau
perlakuan yang sama, seperti pemberian pupuk, pemangkasan gulma, dan lain-lain.
Parameter tanaman yang diukur adalah diameter dan keliling batang setinggi mata
kaki, diameter dan keliling batang setinggi dada dan tinggi total tanaman.
Syarat agar pertumbuhan tanaman bisa dibandingkan antara lokasi satu
dengan lokasi lainnya adalah umur tanaman sama. Umur tanaman pada saat
dilakukan pengukuran adalah 15 bulan. Sedangkan jarak tanam antar tegakan
sekitar 3 meter x 3 meter. Pengukuran rata-rata morfologi tanaman dan hasil uji T-
student disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Pengukuran rata-rata morfologi tanaman pada ketiga profil


Morfologi Profil
Tanaman P-1 (cm) P-2 (cm) P-3 (cm)
KDmk 7,80 15,41 18,05
Dmk 2,95 5,52 6,78
KDd 0,88 5,44 8,76
Dd 0,44 2,21 3,76
T-total 80,63 192,93 293,18
Keterangan : KDmk = Keliling setinggi mata kaki, Dmk = Diameter setinggi mata kaki, KDd =
Keliling setinggi dada, Dd = Diameter setinggi dada, T-total = Tinggi total tanaman

Tabel 4 Hasil uji T-student morfologi tanaman pada ketiga profil

Uji-t KDmk Dmk KDd Dd T-total

P1-P2 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000**

P1-P3 0,000** 0,000** 0,000** 0,000** 0,000**

P2-P3 0,041* 0,008** 0,000** 0,000** 0,000**


Keterangan : KDmk = Keliling setinggi mata kaki, Dmk = Diameter setinggi mata kaki, KDd =
Keliling setinggi dada, Dd = Diameter setinggi dada, T-total = Tinggi total tanaman, ** = berbeda
sangat nyata pada taraf 5%, * = berbeda nyata pada taraf 5%
23

Berdasarkan uji T-student pada selang kepercayaan 95% untuk keliling


setinggi mata kaki (KDmk) antara P1-P2 dan P1-P3 berbeda sangat nyata, tetapi
hanya berbeda nyata antara P2-P3. Untuk diameter setinggi mata kaki (Dmk)
berbeda sangat nyata antara P1-P2, P1-P-3, dan P2-P3. Untuk keliling setinggi dada
(KDd) berbeda sangat nyata antara P1-P2, P1-P3, dan P2-P3. Untuk diameter
setinggi dada (Dd) berbeda sangat nyata antara P1-P2, P1-P3, dan P2-P3. Untuk
tinggi total (T-total) berbeda sangat nyata antara P1-P2, P1-P3, dan P2-P3.
Perbedaan pertumbuhan tanaman pada ketiga profil ini mengindikasikan adanya
pengaruh lingkungan terhadap lokasi tumbuh tanaman salah satunya sifat-sifat
tanah (Muhran, 2013).
Penilaian baik dan buruknya tanaman jati dapat dilihat berdasarkan tinggi
total dan keliling batang setinggi dada. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan 5
pohon terbaik dan terburuk dari 40 pohon yang diukur pada masing-masing profil.
Perbandingan tinggi total dan diameter setinggi dada 5 pohon terbaik dan 5 pohon
terburuk pada ketiga profil disajikan pada gambar berikut.

18
600
16
Keliling Setinggi Dada (cm)

500 14
Tinggi Total (cm)

400 12
10 P-1
300 P-1
8 P-2
P-2
200 6
P-3
P-3 4
100
2
0 0
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Pohon ke- Pohon ke-
(a)
(b)
Gambar 14 Perbandingan 5 pohon terbaik pada ketiga profil dengan variabel (a)
tinggi total dan (b) keliling setinggi dada
250
7
Keliling Setinggi Dada (cm)

200 6
Tinggi Total (cm)

5
150
P-1 4 P-1
100 P-2 3 P-2
50 P-3 2
P-3
1
0
0
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Pohon ke-
Pohon ke-
(a) (b)
Gambar 15 Perbandingan 5 pohon terburuk pada ketiga profil dengan variabel (a)
tinggi total dan (b) keliling setinggi dada

23
24

Berdasarkan Gambar 14, bahwa tinggi total maupun keliling setinggi dada
pada P-3 memiliki nilai yang paling tinggi untuk kategori 5 pohon terbaik diikuti
P-2 dan P-1. Keadaan yang sama terlihat pada Gambar 15, dimana tinggi total
maupun keliling setinggi dada pada P-3 memiliki nilai yang paling tinggi untuk
kategori 5 pohon terburuk diikuti P-2 dan P-1.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi banyak faktor diantaranya kesuburan
tanah, iklim, suhu, ketersediaan air, dan lain sebagainya. Selain itu, faktor yang
tidak kalah penting adalah daya tumbuh dari tanaman itu sendiri. Berbagai upaya
dilakukan ilmuwan untuk meningkatkan kemampuan tumbuh tanaman jati.
Hasil rata-rata morfologi tanaman disajikan pada Tabel 3. Rata-rata tersebut
diperoleh dari hasil pengukuran morfologi tanaman jati dilapangan yang disajikan
pada Lampiran 5. Nilai rataan seluruh parameter morfologi tanaman pada P-3
menunjukkan nilai yang paling tinggi diikuti P-2 dan P-1.
Data hasil pengukuran di atas berkaitan dengan sifat kimia tanah yaitu pH
dan kejenuhan basa (KB). Dimana pada P-1 dan P-2, pH tanah masam dan
kejenuhan basa tergolong kelas sedang. Sedangkan pada P-3 pH tanah netral dan
kejenuhan basa tergolong sangat tinggi. Berdasarkan data pengukuran rataan
morfologi tanaman diatas, P-3 memiliki rataan yang paling tinggi untuk seluruh
parameter. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Mediranto (2013),
bahwa pH dan KB merupakan sifat kimia tanah yang paling berpengaruh dalam
pertumbuhan tanaman jati. Selain itu, Supriatna (2011) mengatakan bahwa pH yang
paling optimal untuk pertumbuhan tanaman jati adalah pada pH 6,5 - 7 (netral).
Kejenuhan basa pada P-3 tergolong sangat tinggi, sedangkan pada P-1 dan
P-2 tergolong sedang. Pertumbuhan tanaman jati paling baik berada pada lereng
bawah (P-3). Hal ini mengindikasikan bahwa pH netral dan kejenuhan basa yang
lebih tinggi mampu menopang pertumbuhan tanaman jati yang lebih baik.
Sedangkan sifat kimia tanah yang lain seperti KTK, P-tersedia, N-total, C-organik
memiliki rata-rata yang hampir sama pada ketiga profil. Sehingga tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman jati.
Kation basa yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jati
adalah Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Dimana Ca pada P-1 tergolong kelas
tinggi, P-2 termasuk kelas rendah, dan P-3 tergolong kelas tinggi sampai sangat
tinggi. Kandungan Mg pada ketiga profil termasuk kelas tinggi. Kapasitas tukar
kation pada ketiga profil termasuk kelas tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan, semakin tinggi pH dan KB maka tinggi total
tanaman semakin tinggi. Grafik hubungan antara pH dan KB dengan rata-rata tinggi
total tanaman serta nilai maksimal dan minimal dapat dilihat pada Gambar 16.
25

Rata-rata P-1 600 Rata-rata P-1


600 Rata-rata P-2
Rata-rata P-2
500 Rata-rata P-3
500 Rata-rata P-3
Tinggi Total (cm)

Tinggi Total (cm)


400
400
300
300
200
200
100 100

0 0
4 5 6 7 8 40 60 80 100
pH Kejenuhan Basa
(a) (b)
Gambar 16 Hubungan pH (a) dan kejenuhan basa (b) dengan rata-rata tinggi total
serta nilai maksimal dan minimal

Klasifikasi Tanah

Tanah berbeda dari suatu tempat ke tempat lain, bahkan pada jarak beberapa
meter. Untuk membedakannya dilakukan klasifikasi tanah. Sistem klasifikasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah sistem klasifikasi taksonomi tanah sampai
pada kategori Family. Berikut adalah penjabaran klasifikasi tanah berdasarkan buku
taksonomi tanah (Soil Survey Staff, 2014).

Epipedon, Horizon Diagnostik Bawah, dan Ordo Tanah


Epipedon dapat diartikan suatu horizon yang terbentuk pada atau dekat
dengan permukaan tanah, dimana sebagian besar struktur batuannya telah melapuk.
Menurut Soil Survey Staff (2014), epipedon tidak sama dengan horizon A. Epipedon
dapat pula mencakup sebagian atau seluruh horizon B iluvial apabila pengaruh
warna gelap dari bahan organik berlanjut dari permukaan ke bawah, ke dalam atau
mengenai seluruh horizon B. Epipedon pada ketiga profil termasuk epipedon okrik,
karena tidak memenuhi kriteria tujuh epipedon lain dan terlalu tipis untuk
dimasukkan ke epipedon lain. Pada umumnya ciri yang melekat pada epipedon ini
adalah memiliki hue dan chroma berkisar 4 atau lebih pada kondisi lembab.
Horizon diagnostik bawah atau horizon penciri bawah merupakan horizon
yang terbentuk di bawah permukaan tanah. Horizon penciri bawah pada ketiga
profil adalah horizon argilik. Dikarenakan memenuhi syarat yaitu apabila
kandungan klei pada horizon eluviasi lebih dari 40%, maka horizon argilik harus
mengandung minimal 8% klei lebih banyak. Nilai kejenuhan basa dibawah batas
atas horizon argilik pada ketiga profil lebih dari 35%, maka ketiga tanah termasuk
ordo Alfisols.

25
26

Kategori Subordo, Greatgroup, dan Subgroup


Ketiga profil termasuk subordo Udalf, karena memiliki rejim kelembaban
udik. Greatgroup pada ketiga profil tergolong Hapludalfs karena tidak memenuhi
kriteria di atasnya. Pada kategori subgroup P-2 tergolong Inceptic Hapludalfs
karena ketebalan horizon argiliknya 35 cm atau kurang, dan tidak mempunyai
kontak litik, densik, atau paralitik di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral.
Sedangkan, P-1 dan P-3 termasuk Typic Hapludalfs karena tidak memenuhi kriteria
di atasnya.

Kategori Family
Komponen-komponen yang menjadi acuan dalam penentuan kategori
family tanah yaitu kelas ukuran butir, kelas mineralogi (apabila campuran, maka
dimasukkan pula kelas aktivitas pertukaran kation), dan rejim temperatur. P-1 dan
P-2 termasuk kelas ukuran butir sangat halus karena kandungan klei mencapai 60%
atau lebih. Sedangkan, P-3 termasuk kelas ukuran butir halus karena kandungan
klei kurang dari 60%. Kelas mineralogi dapat diduga dari nilai KTK klei. KTK klei
horizon Bt pada P-1 sebesar 47,56 me/100g, P-2 sebesar 42,14 me/100g, dan P-3
sebesar 39,20 me/100g. Berdasarkan nilai tersebut kelas mineralogi pada ketiga
profil merupakan campuran. Apabila suatu tanah dikategorikan kelas mineralogi
campuran, maka lebih lanjut digunakan kelas aktivitas pertukaran kation.
Kelas aktivitas pertukaran kation dapat diperoleh dari perbandingan %klei
dengan nilai KTK tanah. Penampang kontrol yang digunakan untuk kelas
pertukaran kation adalah sama seperti yang digunakan untuk menentukan kelas
mineralogi. Nilai aktivitas pertukaran kation pada horizon Bt secara berturut-turut
dari P-1, P-2, dan P-3 adalah 0,48; 0,42; 0,39. Berdasarkan nilai tersebut kelas
aktivitas pertukaran kation pada P-1 dan P-2 tergolong aktif, sedangkan P-3
tergolong semiaktif. Kelas suhu tanah pada ketiga profil termasuk isohipertermik
karena suhu rata-rata tahunan >22oC. Dengan demikian, klasifikasi tanah sampai
kategori family untuk P-1 yaitu Typic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik. P-2 yaitu Inceptic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif,
isohipertermik. Sedangkan, P-3 yaitu Typic Hapludalfs, halus, campuran,
semiaktif, isohipertermik.
27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas diatas, maka dapat


disimpulkan bahwa :

1. Penelitian ini telah menghasilkan peta kontur di lokasi pengambilan sampel.


Kemiringan lereng P-1 dan P-2 tergolong kategori curam, sedangkan
kemiringan lereng pada P-3 tergolong kategori landai.
2. Kedalaman solum pada P-3 lebih tebal dibanding P-2 dan P-1, sehingga
kondisi perakarannya jauh lebih baik. Kelas tekstur pada ketiga profil
didominasi klei, karena berasal dari bahan induk batu napal. pH pada P-3
netral, sedangkan P-2 dan P-1 masam. Kejenuhan basa pada P-3 sangat
tinggi dibandingkan P-2 dan P-1. KTK pada ketiga profil tergolong tinggi.
3. Nilai rata-rata untuk seluruh parameter morfologi tanaman pada P-3 yang
berada pada lereng bawah, selalu lebih tinggi diikuti P-2 dan P-1. Hal ini
disebabkan posisi tanaman pada lereng. Solum yang tebal menjadikan
kondisi perakaran yang baik, serta meningkatkan ketersediaan air dan hara
bagi tegakan jati. Kondisi pH netral dan kejenuhan basa yang lebih tinggi
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jati.
4. Nama tanah yang teridentifikasi sampai pada kategori family untuk P-1
Typic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif, isohipertermik, P-2 yaitu
Inceptic Hapludalfs, sangat halus, campuran, aktif, isohipertermik.
Sedangkan, P-3 yaitu Typic Hapludalfs, halus, campuran, semiaktif,
isohipertermik.

Saran

Perlu dilakukan analisis tanah dan pengamatan morfologi tanaman jati pada
lokasi yang berbeda. Diharapkan terdapat variasi jenis tanah dan kondisi
lingkungan yang berbeda. Sehingga pertumbuhan tanaman jati pada kedua lokasi
yang berbeda tersebut dapat dibandingkan.

27
28

DAFTAR PUSTAKA

Adekunle V A J, Alo AA, Adekayode FO. 2011. Yields and nutrient pools in soils
cultivated with Tectona grandis and Gmelina arborea in Nigerianrainforest
ecosystem. Journal of the Saudi Society of Agricultural Sciences(10) : 127–135.
Afandi F N, Siswanto B, Nuraini Y. 2015. Pengaruh pemberian berbagai jenis bahan
organik terhadap sifat kimia tanah pada pertumbuhan dan produksi tanaman ubi
jalar di Entisol Ngrangkah Pawon, Kediri. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan
2 (2) : 237-244.
Ananda A. 2007. Studi kompetisi tajuk dan riyap diameter berbagai family pada uji
keturunan jati (Tectona grandis L.f) di KPH Ngawi Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Anggarani A. 2012. Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan
Penggunaan Lahan Pertanian dan Luas Lahan Kritis (Studi Kasus Kecamatan
Sukaraja dan Sukamakmur). [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Anwar S, Sudadi U. 2013. Kimia Tanah. Bogor (ID): IPB Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Efansyah M N, Bintoro M H, Limbong W H. 2012. Prospek usaha bagi hasil
penanaman Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus pada Koperasi Perumahan
Wanabhakti Nusantara di Kabupaten Bogor). Jurnal MPI 7 (1) : 64-73
Eliyani, Handoko, Koesmaryono Y. 2005. Water deficit effect on growth of young fast
growing teak (Tectona grandis L.f).Jurnal Agromet 19 (1) : Hal 11-20.
Haridjaja O, Hidayat Y, Maryamah L S. 2010. Pengaruh bobot isi tanah terhadap sifat
fisik tanah dan perkecambahan benih kacang tanah dan kedelai. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia 15 (3) : 147-152.
Hardjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademi Pressindo.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Herlina E S. 2003. Hubungan antara tingkat kepadatan tanah dengan pf dan
permeabilitas pada Tanah Latosol Dramaga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ikqra, Thahjono B, Sunarti E. 2012. Studi geomorfologi Pulau Ternate dan penilaian
bahaya longsor. Jurnal Tanah dan Lingkungan 14 (1) : 1-6
Istomo. 2002. Kandungan fosfor dan kalsium serta penyebarannya pada tanah dan
tumbuhan hutan rawa gambut (Studi Kasus di Wilayah Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan Bagan, Kabupaten Rokan Hilir, Riau). [Disertasi]. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mediranto A. 2014. Klasifikasi tanah pada transek lereng dan kaitannya dengan
pertumbuhan tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis L.F.) di
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Muhran. 2013. Kualitas pertumbuhan dan karakteristik kayu jati (Tectona grandis L.F.)
hasil budidaya. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
29

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press
Ounban W, Puangchit L, Diloksumpun S. 2016. Development of general biomass
allometric equations for Tectona grandis Linn f. and Eucalyptus camaldulensis
Dehnh. plantations in Thailand. Journal Agriculture and Natural Resources (50)
: 48-53.
[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Term of Reference type A. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah.
Sadono R, Trisnomo M D, Askar. 2009. Model lengkung batang (taper curve) pohon
jati (Tectona grandis Linn f). Jurnal Ilmu Kehutanan 3 (1) : 37-42
Sadono R, Silalahi M L. 2010. Penentuan tingkat kompetisi tajuk tegakan jati hasil uji
keturunan umur 11 tahun di KPH Ngawi. Jurnal Ilmu Kehutanan 4 (2).
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB Press
Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy: A Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Surveys. Washington (USA): U S Department of
Agriculture
Soil Survey Staff. 2014. Soil Taxonomy: A Basic System of Soil Classification for
Making and Interpreting Soil Surveys. Washington (USA): U S Department of
Agriculture
Sukartaatmadja S, Sato Y, Yamaji E, Ishikawa M. 2003. The effect of rainfall intensity
on soil erosion and run off for Latosol Soil in Indonesia. Buletin Agronomi 31
(2) : 71- 79.
Sumarna Y. 2004. Budidaya Jati. Depok (ID): Penebar Swadaya.
Supriatna A H. 2011. Pertumbuhan tanaman pokok jati (tectona grandis l f) pada hutan
rakyat di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. [Skripsi]. Bogor (ID) :
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suwardi, Rachim D A. 2003. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Bogor (ID): IPB Press
Syakur A. 2010. Keragaman tanah pada berbagai satuan lahan di Desa Setu, Kecamatan
Jasinga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Thompson L M and Troeh W. 1975. Soil and Soil Fertility. Ed. McGeaw Hill New
Delhi (3): 495
Wahyudi I, Priadi T, Rahayu I S. 2014. Karakteristik dan sifat-sifat dasar kayu jati
unggul umur 4 dan 5 tahun asal Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 19
(1) : 50-56.
Wibisono M G. 2011. Kajian keterkaitan antara karakteristik dan klasifikasi tanah
dengan landform sebagai evaluasi terhadap pemetaan tanah di Indonesia.
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Widiatmaka, Mediranto A, Widjaja H. 2015. Karakteristik, klasifikasi tanah, dan
pertumbuhan tanaman jati (Tectona grandis Linn f.) var. Unggul Nusantara di
Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan 5 (1): 87-97.

29
30

LAMPIRAN

Lampiran 1 Deskripsi profil tanah


Profil : P-1
Lokasi : Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur
Koordinat : 6035’9,98” LS, 10702’19,45” BT
Lereng : 35%
Ketinggian : 595 mdpl
Vegetasi : Jati Solomon umur 15 bulan

Simbol Kedalaman
Uraian
horizon (cm)
A 0 – 10 Coklat gelap-Coklat (10 YR 4/3); klei, gumpal membulat,
sedang, lemah; gembur, lekat, agak plastis; pH masam (5);
perakaran halus banyak, perakaran kasar banyak; batas lapisan
jelas dan lurus.
AB 10 – 26 Coklat kekuningan gelap (10 YR 4/4); klei; gumpal bersudut,
sedang, sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran
halus sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur
dan lurus.
Bt1 26 – 33 Coklat kekuningan (10 YR 5/4); klei; gumpal bersudut, sedang,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan
lurus.
Bt2 33 – 64 Coklat kekuningan (10 YR 5/4); klei; gumpal bersudut, sedang,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan
lurus.
BC 64 – 120 Coklat kekuningan (10 YR 5/6); klei; gumpal bersudut, sedang,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan
lurus.
31

Lampiran 1 Deskripsi profil tanah (lanjutan)

Profil : P-2
Lokasi : Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur
Koordinat : 6035’11,28” LS, 10702’20,47” BT
Lereng : 28%
Ketinggian : 576 mdpl
Vegetasi : Jati Solomon umur 15 bulan

Simbol Kedalaman
Uraian
horizon (cm)
A 0 – 14 Merah kekuningan (7.5 YR 4/6); klei, gumpal membulat,
sedang, sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran
halus banyak, perakaran kasar banyak; batas lapisan baur dan
lurus.
AB 14 – 35 Coklat (7.5 YR 5/4); klei berdebu; gumpal membulat, kasar,
sedang; teguh, lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur dan lurus.
Bt 35 – 63 Coklat (7.5 YR 5/3); klei; gumpal membulat, kasar, sedang;
teguh, agak lekat, plastis; pH masam (5); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas dan lurus.
BC 63 – 100 Abu-abu kemerah-merahan (7.5 YR 7/2); klei; gumpal
membulat, kasar, sedang; teguh, agak lekat, agak plastis; pH
masam (5); perakaran halus sedikit, perakaran kasar sedikit;
batas lapisan jelas dan lurus.
C > 100 Kuning kemerahan (7.5 YR 7/6); klei berdebu; gumpal
membulat, kasar, sedang; teguh, agak lekat, agak plastis; pH
masam (5); perakaran halus sedikit, perakaran kasar sedikit;
batas lapisan jelas dan lurus.

31
32

Lampiran 1 Deskripsi profil tanah (lanjutan)

Profil : P-3
Lokasi : Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur
Koordinat : 6035’12,59” LS, 10702’21,46” BT
Lereng : 8%
Ketinggian : 555 mdpl
Vegetasi : Jati Solomon umur 15 bulan

Simbol Kedalaman
Uraian
horizon (cm)
A 0–3 Coklat gelap-Coklat (10 YR 4/3); klei; gumpal membulat, halus,
sedang; teguh, agak lekat, agak plastis; pH 6; perakaran halus
banyak, perakaran kasar banyak; batas lapisan jelas dan
bergelombang.
AB 3 – 18 Coklat (10 YR 5/3); klei; gumpal bersudut, kasar, kuat; sangat teguh,
sangat lekat, sangat plastis; pH netral(6); perakaran halus sedikit,
perakaran kasar sedikit; batas lapisan berangsur dan lurus.
Bt1 18 – 34 Coklat muda (10 YR 6/3); klei; gumpal bersudut, kasar, kuat; sangat
teguh, sangat lekat, sangat plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur dan lurus.
Bt2 34 – 52 Coklat (10 YR 5/3); klei; gumpal bersudut, kasar, kuat; sangat teguh,
lekat, plastis; pH netral (6); perakaran halus sedikit, perakaran kasar
sedikit; batas lapisan baur dan lurus.
Bt3 52 – 77 Coklat kekuningan terang (10 YR 6/4); klei; gumpal bersudut, kasar,
kuat; sangat teguh, lekat, plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan baur dan
bergelombang.
Bt4 77 – 96 Coklat kekuningan terang (10 YR 6/4); klei; gumpal bersudut, kasar,
kuat; sangat teguh, lekat, plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas dan tidak teratur
BC 96 – 140 Kuning kecoklatan (10 YR 6/6); klei berpasir; gumpal bersudut,
kasar, kuat; sangat teguh, lekat, plastis; pH netral(6); perakaran halus
sedikit, perakaran kasar sedikit; batas lapisan jelas dan tidak teratur
33

Lampiran 2 Ringkasan sifat fisik tanah

Kadar Bobot
Kedalaman Porositas Permeabilitas pF 1 pF 2 pF 2,54 pF 4,2
Profil Air Isi
cm %V g/cm3 % cm/jam -----------------%V------------------
0-20 64,35 0,99 62,52 55,86 59,64 57,89 57,72 21,28
P1
20-40 41,12 1,19 55,03 16,36 37,96 34,86 32,77 18,50

0-20 64,78 0,97 63,53 20,61 62,37 60,43 56,61 22,37


P2
20-40 61,53 1,07 59,48 0,15 58,72 54,96 52,45 21,34

0-20 48,64 1,04 60,60 24,50 45,64 44,25 41,69 19,18


P3
20-40 64,17 1,12 57,62 35,94 57,17 53,18 47,18 20,46
33

33
34 34

Lampiran 3 Ringkasan sifat kimia tanah

Kedalaman Tekstur Kelas pH Al-dd H-dd Basa-Basa (me/100g)


Profil 2+
cm % Pasir % Debu % Klei Tekstur H2O KCl me/100g me/100g Ca Mg2+ K+ Na+
0-10 16,12 23,23 60,65 C 5,12 3,93 1,71 3,49 11,47 3,83 1,15 0,69
10-26 10,70 31,66 57,64 C 5,11 3,75 4,35 4,74 10,82 2,74 0,24 0,27
P1
26-33 7,28 27,44 65,28 C 5,41 3,70 3,61 4,20 11,52 2,88 0,33 0,32
33-64 9,18 21,86 68,96 C 5,50 3,67 2,80 3,53 12,68 3,58 0,25 0,27
0-14 4,75 29,61 65,64 C 5,29 3,79 1,42 2,01 9,52 4,09 0,32 0,37
14-35 3,84 43,82 52,34 SiC 5,00 3,74 3,56 4,02 9,39 3,97 0,30 0,32
P2
35-63 3,67 26,14 70,19 C 5,23 3,71 3,26 5,18 8,01 4,01 0,24 0,27
63-100 5,18 26,46 68,36 C 5,39 3,72 3,28 1,74 9,10 4,42 0,26 0,34
0-3 7,44 37,83 54,72 C 7,05 6,10 0,15 0,46 20,19 3,94 0,62 0,39
3-18 6,97 34,13 58,90 C 7,23 5,70 0,17 0,69 20,10 3,95 0,29 0,25
18-34 5,32 24,85 69,84 C 6,68 5,27 0,42 0,31 18,28 3,63 0,24 0,27
P3 34-52 4,96 36,29 58,75 C 6,78 5,19 0,23 0,14 17,49 3,26 0,23 0,24
52-77 4,82 34,47 60,71 C 7,02 5,13 0,34 0,26 15,77 3,08 0,27 0,28
77-96 7,94 34,22 57,84 C 7,00 5,18 0,34 0,14 17,71 3,48 0,23 0,27
96-140 55,77 4,66 39,57 SC 7,01 5,39 0,24 0,02 20,03 4,05 0,23 0,30
Keterangan : C=klei, SiC=klei berdebu, SC=klei berpasir
35

Lampiran 3 (Lanjutan)

KTK Kejenuhan KTK N- P-


Kedalaman KTK KB C-Org BO
efektif Al Klei Aktivitas Total C/N Tersedia
Profil
me/100g Kation Rasio
cm me/100g % me/100g -----------------%----------------- ppm
klei
0-10 22,34 7,65 42,00 69,24 0,69 40,81 4,27 7,37 0,54 7,98 24,86
10-26 23,15 18,78 32,20 55,87 0,56 43,66 1,26 2,17 0,18 7,13 4,62
P1
26-33 22,85 15,80 31,05 47,56 0,48 48,42 0,58 1,00 0,15 3,89 7,22
33-64 23,10 12,10 33,29 48,27 0,48 50,39 0,63 1,09 0,14 4,57 8,77
0-14 17,71 7,99 31,43 47,89 0,48 45,46 2,50 4,32 0,30 8,41 11,64
14-35 21,55 16,53 30,75 58,75 0,59 45,44 1,80 3,11 0,31 5,86 8,24
P2
35-63 20,96 15,53 29,58 42,14 0,42 42,33 1,31 2,26 0,24 5,53 4,12
63-100 19,13 17,14 30,52 44,65 0,45 46,21 1,10 1,89 0,14 7,68 9,74
0-3 25,74 0,59 27,83 50,86 0,51 90,29 2,38 4,11 0,20 11,78 11,42
3-18 25,43 0,68 29,73 50,47 0,50 82,66 0,84 1,45 0,19 4,42 7,50
18-34 23,16 1,82 27,38 39,20 0,39 81,90 1,65 2,84 0,17 9,75 4,67
P3 34-52 21,58 1,06 28,25 48,09 0,48 75,07 0,83 1,43 0,20 4,07 5,97
52-77 20,00 1,71 25,11 41,36 0,41 77,23 0,70 1,21 0,10 6,85 5,56
77-96 22,17 1,56 29,98 51,83 0,52 72,31 0,97 1,67 0,14 7,11 8,42
96-140 24,86 0,95 31,60 79,84 0,80 77,88 0,37 0,63 0,09 4,27 17,14
35

35
36 36

Lampiran 4 Kriteria penilaian sifat kimia tanah


Kejenuhan
Kedalaman pH Basa-Basa (me/100g) KB C-Org N-Total C/N Rasio P-Tersedia KTK
Profil Al
cm H2O % Ca2+ Mg2+ K+ Na+ -----------------------%---------------------- ppm me/100g
0-10 ++ * **** **** ***** **** *** **** *** ** *** ****
10-26 ++ ** **** **** ** ** *** ** ** ** * ****
P1
26-33 ++ ** **** **** *** ** *** * ** * * ****
33-64 ++ ** **** **** ** ** *** * ** * * ****
0-14 ++ * ** **** *** *** *** *** *** ** ** ****
14-35 ++ ** ** **** *** ** *** ** *** ** * ****
P2
35-63 ++ ** ** **** ** ** *** ** *** ** * ****
63-100 ++ ** ** **** ** ** *** ** ** ** * ****
0-3 ++++ * ***** **** **** *** ***** *** ** *** ** ****
3-18 ++++ * ***** **** *** ** ***** * ** * * ****
18-34 ++++ * **** **** ** ** ***** ** ** ** * ****
P3 34-52 ++++ * **** **** ** ** ***** * ** * * ****
52-77 ++++ * **** **** *** ** ***** * ** ** * ****
77-96 ++++ * **** **** ** ** ***** * ** ** * ****
96-140 ++++ * ***** **** ** ** ***** * * * *** ****
Keterangan: ++++ Netral ••••• Sangat Tinggi •• Rendah
++ Masam •••• Tinggi • Sangat Rendah
••• Sedang
37

Lampiran 5 Pengukuran morfologi tanaman jati

Keliling Diameter
Keliling Diameter
setinggi Setinggi
setinggi Setinggi Tinggi
Profil Kode mata Mata
dada Dada Total
kaki Kaki
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
P1-1 6 2 0 0 41
P1-2 4 1 0 0 33
P1-3 16 7 8 4 200
P1-4 13 5 0 0 117
P1-5 5 2 0 0 47
P1-6 9 4 0 0 79
P1-7 5 1,5 0 0 37
P1-8 8 3 0 0 77
P1-9 5 2 0 0 47
P1-10 5 2 0 0 61
P1-11 10 3,5 0 0 125
P1-12 8 2,5 0 0 73
P1-13 11 3,5 0 0 124
P1-14 12 4 0 0 82
P1-15 17 6 6 3 176
P1-16 10 3,5 0 0 95
P1-17 8 3 0 0 66
P1-18 5 2 0 0 38
P1-19 9 3 0 0 56
P1-20 7 2,5 0 0 84
P1
P1-21 11 4 0 0 100
P1-22 4 1,5 0 0 44
P1-23 6 2,5 0 0 39
P1-24 15 7 8 4 218
P1-25 6 2 0 0 57
P1-26 5 2 0 0 52
P1-27 12 4,5 6 2,5 191
P1-28 14 5,5 7 4 226
P1-29 7 3 0 0 81
P1-30 7 3 0 0 60
P1-31 8 3 0 0 78
P1-32 6 2,5 0 0 49
P1-33 3 1 0 0 37
P1-34 4 1,5 0 0 29
P1-35 4 1,5 0 0 22
P1-36 10 4 0 0 122
P1-37 4 1,5 0 0 35
P1-38 4 1,5 0 0 52
P1-39 5 2 0 0 29
P1-40 4 1,5 0 0 46

37
38

Lampiran 5 (Lanjutan)
Keliling Diameter Keliling Diameter
setinggi Setinggi setinggi Setinggi Tinggi
Profil Kode
mata kaki Mata Kaki dada Dada Total
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
P2-1 22,0 8,5 11,8 5,8 367
P2-2 8,8 2,2 0 0 60
P2-3 3,2 1,8 0 0 38
P2-4 6,0 1,9 0 0 52
P2-5 19,5 7,6 8,2 2,8 236
P2-6 17,5 6 8,7 3 272
P2-7 13,5 5,3 0 0 103
P2-8 13,4 4,8 0 0 107
P2-9 14,6 5 6,8 2,8 185
P2-10 25,0 9 13,2 5,3 420
P2-11 20,0 6,3 10,8 4 348
P2-12 18,3 7 8,4 3,8 261
P2-13 15,3 5,2 6,1 2,5 202
P2-14 13,0 4 0 0 104
P2-15 19,5 8 9,7 4 305
P2-16 7,0 2 0 0 52
P2-17 7,4 2 0 0 53
P2-18 23,8 8 11,5 4,4 352
P2-19 16,4 6,2 7,2 3,3 199
P2-20 14,5 5 6,5 3,2 211
P2
P2-21 11,8 4 0 0 98
P2-22 5,5 1,8 0 0 43
P2-23 16,6 5,5 6,3 2,5 209
P2-24 26,0 10 13,3 5,5 435
P2-25 15,2 5,3 6 2,7 162
P2-26 16,8 6 6 2,2 175
P2-27 22,0 8 11,6 4,5 317
P2-28 20,0 8 10,4 4,3 326
P2-29 17,8 6 7,3 3,2 205
P2-30 20,3 7,5 8,4 3 245
P2-31 6,0 2 0 0 42
P2-32 16,5 5,7 7 2,5 189
P2-33 11,0 3,8 0 0 90
P2-34 9,6 3,5 0 0 103
P2-35 14,5 5 0 0 130
P2-36 12,2 4 0 0 131
P2-37 16,5 7,5 7 3 147
P2-38 15,0 4,5 6,5 2,6 188
P2-39 20,0 7,5 8,5 3,8 261
P2-40 24,2 9,5 10,3 3,6 294
39

Lampiran 5 (Lanjutan)
Keliling Diameter Keliling Diameter
setinggi Setinggi setinggi Setinggi Tinggi
Profil Kode
mata kaki Mata Kaki dada Dada Total
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
P3-1 19 8 10 4 340
P3-2 16 6 8 3,5 265
P3-3 27 10 14 7 442
P3-4 22 8 12 5 410
P3-5 22 7,5 11 5 375
P3-6 18 6 9 4 245
P3-7 28 10 16 7 486
P3-8 22 9 12 5 381
P3-9 11 4 0 0 139
P3-10 15 6 7 3 194
P3-11 15 3 7 2 269
P3-12 21 7 10 4,5 344
P3-13 23 8,5 11 2,5 332
P3-14 14 5 6 3 214
P3-15 19 7,5 9 4 309
P3-16 20 7 10 1 299
P3-17 12 4,5 0 0 130
P3-18 20 7 9 4 318
P3-19 20 8 9 4 277
P3-20 13 5 5 2,5 207
P3
P3-21 18 7 9 4,5 277
P3-22 22 7 12 5 415
P3-23 27 9 14 6 516
P3-24 13 5 7 3 203
P3-25 25 9 13 5,5 390
P3-26 22 8 10 4 286
P3-27 19 7 9 4 314
P3-28 18 7 9 4 297
P3-29 23 9 10 4,5 260
P3-30 22 8 10 4,5 317
P3-31 15 6 7 3 196
P3-32 18 7 7 3,5 234
P3-33 19 7 9 4 315
P3-34 19 7 8 3,5 296
P3-35 18 6,5 7 3,5 253
P3-36 20 7 9 2,8 295
P3-37 14 2,3 6 2 225
P3-38 4 6 8,5 3 303
P3-39 5 5,5 6 7,6 194
P3-40 4 4 5 1,4 165
*satuan untuk seluruh parameter pada Lampiran 5 adalah sentimeter (cm)

39
40

Lampiran 6 Ringkasan sifat morfologi tanaman jati


Keliling Diameter Keliling Diameter
setinggi Setinggi setinggi Setinggi
Tinggi
Profil Nilai mata kaki Mata Kaki dada Dada
Total
(KDmk) (Dmk) (KDd) (Dd)
-----------------------------(cm)------------------------------
Rata-rata 7,8 2,95 0,875 0,4375 80,625
P1 Nilai Minimal 3 1 0 0 22
Nilai Maksimal 17 7 8 4 226
Rata-rata 15,405 5,5225 5,4375 2,2075 192,925
P2 Nilai Minimal 3,2 1,8 0 0 38
Nilai Maksimal 26 10 13,3 5,8 435
Rata-rata 18,05 6,7825 8,7625 3,7575 293,175
P3 Nilai Minimal 4 2,3 0 0 130
Nilai Maksimal 28 10 16 7,6 516

Lampiran 7 Tabel ANOVA morfologi tanaman jati


sk db JK KT F-hitung
1. Keliling Setinggi Mata Kaki
Perlakuan 2 2265,2607 1132,6303 43,2756
Galat 117 3062,1790 26,1725
Total 119 5327,4397
2. Diameter Setinggi Mata Kaki
Perlakuan 2 305,2455 152,6228 42,5480
Galat 117 419,6875 3,5871
Total 119 724,9330
3. Keliling Setinggi Dada
Perlakuan 2 1254,4625 627,2313 50,3354
Galat 117 1457,9425 12,4610
Total 119 2712,4050
4. Diameter Setinggi Dada
Perlakuan 2 220,7707 110,3853 42,5063
Galat 117 303,8393 2,5969
Total 119 524,6099
5. Tinggi Total
Perlakuan 2 904518,0667 452259,0333 59,2595
Galat 117 892925,9250 7631,8455
Total 119 1797443,9917
41

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 24 April 1995 di Krui, Kabupaten Pesisir Barat,
Provinsi Lampung, dari pasangan Mat Hasan dan Zaina Lia yang merupakan anak
keempat dari empat bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SDN Penggawa
V Ulu. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMPN 1 Pesisir Tengah. Pendidikan
SMA penulis yang telah ditempuh di SMAN 1 Pesisir Tengah tahun 2010-2013.
Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan masuk
dalam mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan pada
tingkat departemen dan fakultas baik sebagai peserta maupun panitia
penyelenggara. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Survei dan Evaluasi
Sumberdaya Lahan serta mata kuliah Biologi Tanah pada tahun ajaran 2017/2018.
Penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah
(HMIT).
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Sifat
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jati (Tectona grandis L.f) Varietas Solomon di
Sukamakmur, Kabupaten Bogor” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Widiatmaka,
DAA dan Ir. Hermanu Widjaja, M.Sc.

41

Anda mungkin juga menyukai