Anda di halaman 1dari 6

NAMA : FALIAN SUMITRA

NIM : 17234043
MATA KULIAH : PENULISAN KARYA ILMIAH
SESI : 9.40-12.20

PERSOALAN KEBAHASAAN DAN NON KEBAHASAAN, TEKNIK


MEREVISI, DAN KRITERIA PENILAIAN KARYA ILMIAH

Karya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuan


(yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperolehnya melalui
kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan
orang lain sebelumnya[ CITATION Dwi05 \l 1057 ].
Hal pokok yang perlu diperhatikan dari penulisan karya ilmiah adalah aspek
kebahasaan [ CITATION Wib16 \l 1057 ]. Pada penulisan karya tulis ilmiah terdiri dari
tiga tahap, yaitu tahap: (1) persiapan aau prapenulisan, (2) penulisan, dan (3)
pascapenulisan atau perbaikan. Tahap pascapenulisan atau perbaikan atau tahap
perbaikan atau perevisian merupakan tahap terakhir dari tiga rangkaian tahapan
tersebut. Pada tahap terakhir ini, meliputi beberapa hal, diantaranya adalah sebagai
berikut.

A. Kebahasaan

Bahasa dalam karya tulis ilmiah memiliki fungsi yang sangat besar dan
penting. Hal itu disebabkan karena bahasa merupakan sarana atau media pengungkap
gagasan penulis. Sesuai dengan ranah penggunaannya, bahasa Indonesia yang
digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah, yaitu: bahasa
Indonesia baku.
Ragam bahasa ilmiah adalah ragam bahasa keilmuan. Ragam bahasa ilmiah
menurut Basuki, dkk (1995) memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
 Cendekia
Bahasa cendekia adalah bahasa yang mampu mengungkapkan secara
tepat hasil berpikir logis. Bahasa yang cendekia mampu membentuk
pernyataan yang tepat dan seksama sehingga gagasan disampaikan penulis
dapat diterima oleh pembaca.
 Lugas
Bahasa tulis ilmiah digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah
secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan hendaknya diungkapkan
secara langsung sehingga makna yang ditimbulkan oleh pengungkapan itu
adalah makna lugas.
 Jelas
Karya ilmiah ditulis untuk mengkomunikasikan gagasan kepada
pembaca. Gagasan akan mudah dipahami apabila dituangkan dengan bahasa
yang jelas. Dalam penulisan karya ilmiah disarankan menggunakan kalimat-
kalimat sederhana atau tunggal agar penulisan kalimat, bahasa, hubungan
antar gagasan jelas.
 Formal
Tingkat keformalan bahasa dalam karya tulis ilmiah dapat dilihat dari
lapis kosa kata, bentukan kata, dan kalimat. Diperlukan kecermatan untuk
menghindari kata informal.
 Objektif
Upaya yang dapat ditempuh adalah menempatkan gagasan sebagai
pangkal tolak pengembangan kalimat dan menggunakan kata dan struktur
kalimat yang mampu menyampaikan gagasan secara objektif.
 Ringkas dan padat
Ciri ringkas dalam bahasa tulis ilmiah direalisasikan dengan tidak
dipakainya unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan.
 Konsisten
Unsur bahasa yang digunakan harus konsisten, tidak bolak balik. Hal
ini ditujukan agar pembaca dengan mudah menangkap apa maksud dari isi
karya ilmiah penulis.
 Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah digunakan berdasarkan orientasi gagasan. Hal ini
berarti, bahwa penonjolan pengungkapan selalu diarahkan pada gagasan atau
hal-hal yang hendak disampaikan. Hindari penonjolan pengungkapan kepada
diri penulis. Dalam konteks ini, yang cocok digunakan adalah kalimat pasif.
 Dinamis
Bahasa yang dinamis adalah bahas yang memiliki kemantapan kaidah.
Kemantapan kaidah tersebut ditandai tidak mudahnya digoyahkan aturan-
aturan standar pada bahasa tersebut, misalnya aturan tentang ejaan, kata,
peristilahan, tatabahasa, dan lain-lain. Bahasa yang dinamis adalah bahasa
yang baku, tetapi tidak beku [ CITATION Eri13 \l 1033 ].

B. Non- Kebahasaan
Persoalan nonkebahasaan, pada hematnya berkaitan dengan beberapa perihal
tata tulis sebagai berikut, misalnya:
 materi tulisan
 penataan paragraf
 penulisan kutipan dan rujukan
 penulisan daftar kepustakaan
 ketepatan uraian materi
 pengaturan jarak spasi
 penomoran
 penulisan lampiran
 penulisan ilustrasi (tabel, grafik, gambar, foto, diagram, dan lain-lain).
Pada persoalan non-kebahasaan pertanyaan-pertanyaan dasar berikut ini dapat
untuk kegiatan merevisis.
 Bagaimanakah penulisan masing-masing komponen karya tulis ilmiah?
Adakah uraian yang dijelaskan pada masing-masing komponen tersebut sesuai
dengan hakikat komponen tersebut?
 Sudah rapikah draf karya tulis ilmiah?
 Dapatkah draf karya tulis ilmiah dibuat dengan lebih menarik dan informatif?
 Apakah perpindahan-perpindahan masalah dari suatu persoalan ke persoalan
berikutnya memudahkan pembaca memahami keseluruhan draf karya tulis
ilmiah?
 Bagaimanakah penulisan kutipan dan rujukan?
 Mudahkah pembaca melihat dengan jelas hubungan antara bagian-bagian
yang membangun draf karya tulis ilmiah?[ CITATION Eri13 \l 1057 ].

C. Teknik Merevisi
Pada dasarnya, pekerjaan revisi berkaitan dengan beberapa hal sebagai
berikut.
 Menambah

Seorang reviewer atau perevisi (bisa penulis sendiri atau orang lain
yang diminta) harus menyadari bahwa draf tulisan yang direvisinya belumlah
sempurna. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Salah satu perbaikan
tersebut dilakukan dengan cara menambahkan hal-hal yang seharusnya ada.
Melalui aneka penambahan terhadap terhadap berbagai hal tersebut
diharapkan draf tulisan yang direvisi bisa menjadi lebih lengkap dan utuh.

 Mengurangi atau menghilangkan

Cara ini merupakan kebalikan dari cara pertama, berarti ini merupakan
menghilangkan atau mengurangi kata-kata yang berlebihan.

 Mengganti

Perevisian mengganti ini berlaku untuk hal-hal seperti kata, kalimat,


paragraf, ide, dan gagasan.

 Mengubah Letak

Dalam penulisan karya tulis ilmiah, haruslah meletakkan sesuatu pada


tempatnya, misalnya uraian teori diletakkan pada bab teori tersebut.

 Merapatkan atau Merenggangkan

Perapatan yang tidak pada tempatnya harus direnggangkan, segingga


dapat dicermati dengan jelas kata demi kata yang membangun karya tulis
ilmiah tersebut. Sebaliknya, juga sering ditemui kata yang berharak begitu
besar. Kalau berjarak, perbaikilah dengan cara merapatkannya [ CITATION
Eri13 \l 1057 ].

D. Kriteria Penilaian Karya Ilmiah

Pada umumnya tulisan yang dinilai adalah tulisan yang telah dikoreksi oleh
dosen pembimbing ataupun orang yang ahli dalam bidang tersebut. Artinya karya
tulis yang dinilai yaitu karya tulis yang benar-benar telah baik dan selesai dikoreksi.
Selama ini, titik berat terhadap aspek yang dinilai dari suatu karya tulis ilmiah adalah
aspek isi. Aspek yang sering terabaikan. Prosedur penilaian yang seperti itu kuranglah
tapat, karena seluruh aspek yang ada pada karya ilmiah harus dinilai secara
proporsional. Setiap komponen hendaklah dinilai sesuai dengan bobot dan perannnya
masing-masing. Komponen yang lebih berperan tentu saja bobotnya lebih banyak
dibandingkan dengan komponen yang kurang berperan. Penetapan bobot berdasarkan
fungsinya ini tentu saja lebih baik dan lebih bijak. Perihal aspek yang dinilai dan
bobot penilaian dari sebuah karya tulis ilmiah sangat ditentukan oleh kebijakan-
kebijakan yang berlaku pada suatu instansi. Hal itu lebih dikenal dengan kebijakan
selingkung[ CITATION Eri13 \l 1057 ].
DAFTAR PUSTAKA

Dwiloka, B., & Riana, R. (2005). Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gani, E. (2013). Menulis Karya Ilmiah Teori dan Terapan. Padang: UNP Press.
Wibowo, R, Z., Paramu, H., & Rato, D. (2016). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Jember: UPT Penerbitan Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai