Anda di halaman 1dari 28

MENYUNTING KAYRA ILMIAH

(MAKALAH)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Bahasa Indonesia

Tutor: Pondra Muliawan, M.Pd

Disusun oleh:
Muhammad Dafa Saputra
Divadila Biharufi
Yuliana Sari

PROGRAM PENDIDIKAN AKUNTANSI


UNIVERSITAS TERBUKA
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah


SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan selesai secara tepat waktu.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk


memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan tambahan
wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi
para pembaca.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk


mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Pondra Muliawan selaku dosen pengampu.
Tidak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain
yang telah mendukung penyusunan makalah
ini kami juga mengucapkan terima kasih.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini


masih belum sepenuhnya sempurna. Maka
dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran
yang bisa membangun kemampuan kami, agar
pada tugas berikutnya bisa menulis makalah
dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………............………..I
KATA PENGANTAR…..............……...….II
DAFTAR ISI……………….............
…........III

BAB 1.............................................................1

PENDAHULUAN..........................................1

a) Latar Belakang Masalah.................1

b) Rumusan
Masalah...........................1

c) Tujuan.............................................1

BAB 2.............................................................2

PEMBAHASAN.............................................2

a) Kaidah Penyuntingan.....................2

b) Kegiatan Penyuntingan..................4

BAB 3...........................................................14

KESIMPULAN.............................................14

DAFTAR PUSTAKA...................................15
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses penyuntingan sangat penting di


lakukan dalam penulisan karya tulis
ilmiah. Penyuntingan merupakan aktivitas
menyiapkan naskah dan sebagainya
untuk diedarkan atau diterbitkan
dalam bentuk cetakan dengan
memperhatikan tata penyajiannya.
Penyuntingan dalam karya tulis ilmiah
dilakukan pada isi, paragraf,ragangan atau
outline, dan kebahasaan. Karya tulis
ilmiah dikatakan baik jikaisi tulisan
tersebut dapat dipahami oleh
pembacanya. Oleh karena itu, karya
tulis ilmiah yang baik harus di
tunjang dengan isi yang berbobot
serta mengandung paragraf yang
efektif.

Proses penyuntingan ini harus
memperhatikan aturan-aturan yang
telah ditentukan. Misalnya, dalam
penyuntingan paragraf perlu
memperhatikan susunan kata dan
dalam penyuntingan ragangan perlu
diperhatikan kesempurnaan dsri
gagasan dan lain sebagainya . D a p a t
dikatakan bahwa baik atau
tidaknya suatu karya tulis
harus mampu lolos dari
proses penyuntingan.

B. Rumusan Masalah

1) Mengapa penyuntingan karya


tulis ilmiah perlu dilakukan?

2) Hal-hal apa saja yang perlu


diperhatikan dalam penyuntingan
karya tulis ilmiah?

3) Bagaimana cara menyunting


karya tulis ilmiah?

C. Tujuan

1) Untuk mengetahui pentingnya


menyunting suatu karya tulis
ilmiah.

2) Untuk mengetahui hal-hal yang


perlu di perhatikan dalam
penyuntingan karya tulis ilmiah.

3) Untuk mengetahui cara


menyunting karya tulis ilmiah.
BAB 2

ISI

A. HAKIKAT MENYUTING

Kegiatan menyuting tulisan merupakan


sebuah tahap dalam proses menulis. Tahap
ini terkadang dilupakan oleh seorang
penulis. Akibatnya, tulisan yang
dihasilkan masih belum dapat dikatakan
sempurna. Kesempurnaan tulisan ditandai
dengan paragraf-paragraf yang dihasilkan
memiliki tingkat koherensi yang tinggi
karena setiap kalimat penjelas yang
mendukung kalimat utama memiliki
peranti kohesi yang tepat. Disamping itu,
tulisan yang dihasilkan tidak memiliki
kesalahan tata tulis, baik yang berkaitan
dengan penulisan kata, penggunaan tanda
baca, maupun pemilihan kata(diksi).
Dengan demikian, kegiatan menyuting
dapat dikatakan kegiatan yang "cukup"
Melelahkan karena seorang penyutingan
harus memiliki kepekaan bahasa dan
kecermatan. Berdasarkan pengertian
tersebut terdapat tiga hal yang harus
mendapat perhatian seorang penyuting,
yakni sistematika penyajian, isi dan
bahasa.

B. KAIDAH MENYUTING

Kegiatan menyuting naskah (tulisan


ilmiah) dapat dilakukan oleh penulisanya
atau dilakukan oleh ahli(pakar) dalam
bidang penyutingan. Penulis dapat
melakukan penyutingan karena dia telah
melahirkan semua gagasan dalam
tulisannya sehingga dialah yang
mengetahui secara pasti segala hal yang
ditulisnya. "Menyuting yang baik
bergantung pada latihan memutuskan
dengan baik. Sebagai alasan, menyuting
itu seni bukan sains. Dalam beberapa
aspek penyutingan-keakuratan/ketepatan,
tata bahasa, dan tata ejaan, misalnya ada
jawaban yang benar dan salah dalam sains.
Penyutingan juga termasuk diskreasi:
pengetahuan kapan menggunakan kata,
kapan mengubah satu atau dua kata agar
jelas, dan kapan menghilangkan bagian
yang tidak diperlukan.
1. Memahami kohesi dan koherensi
paragraf

Sebuah teks (baik lisan maupun tulis)


mengandung untaian gagasan yang
diwujudkan dalam kalimat - kalimat.
Untaian gagasan itu terpilah-pilah
kedalam beberapa kumpulan
gagasan(paragraf). Sebuah paragraf
yang baik harus memiliki kesatuan
dan kepaduan gagan sehingga
sehingga para pembaca dapat
mengikuti alur berpikirnya. Halliday
dan Hasan(dalam Brown dan Yule,
1996:190) menyatakan bahwa
sekelompok kalimat merupakan teks
atau tidak tergantung kepada
hubungan-hubungan yang ada di
dalam dan diantara kalimat-kalimat
itu, yang menciptakan jaringan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa sebuah paragraf yang baik
harus memiliki kesatuan dan
kepaduan gagasan yang ditandai, baik
adanya peranti kohesi yang tepat
maupun tidak dapat peranti kohesi,
tetapi kalimatkalimat yang ada dalam
paragraf memiliki kepaduan gagasan.
Koherensi adalah hubungan yang
mengikat makna ujaran dalam wacana
atau terhadap kalimat dalam suatu
teks(Richards, et al., 1987:45).Dengan
kata lain, koherensi merupakan
hubungan semantis yang mendasari
wacana (Alwi, dkk.,1998:433).
Kohesi adalah keserasian hubungan
antarunsur dalam wacana sehingga
tercipta pengertian yang apik. Dengan
demikian, kohesi merujuk pada
pergaulan bentuk. Uraian ngenai
keempat tipe peranti kohesi: a.
Referen Referen merupakan salah satu
peranti kohesi yang dapat berfungsi
dalam wacana Referen berfungsi
menghubungkan kata atau istilah
dengan kata atau istilah lain sebaga
referen (acuan)nya yang ada di dalam
teks. Referen dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu anaforik dan
kataforik. Anaforik merupakan peranti
kohesi yang menghubungkan kata
atau istilah yang diacu dengan
pengacunya yang berada di depan
kata atau istilah tersebut, sedangkan
kataforik merupakan peranti kohesi
yang menghubungkan kata atau istilah
yang diacu mendahului pengacunya.

b. Konjungsi Konjungsi merupakan


peranti kohesi yang berfungsi
menghubungkan antarklausa dalam
kalimat, antarkalimat dalam paragraf, dan
antarparagraf dalam teks. Bentuk
konjungsi dapat berupa kata tunggal
(seperti tetapi, dan, atau, karena, bahkan,
jadi) dan dapat berupa gabungan kata
(seperti oleh sebab itu, meskipun
demikian, selain itu, maka dari itu).
C. Elipsi Elipsi adalah penghilangan kata
atau bagian kalimat (Renkema, 1993: 38)
Penghilangan ini dilakukan biasanya
karena pembaca atau pendengar telah
mengetahu bagian yang dihilangkan.
Nunan (1993: 25) menyatakan bahwa
elipsi terjadi ketika beberapa unsur
penting dihilangkan dari suatu kalimat
atau klausa dan hanya dapat diperoleh
melalui pengacuan unsur pada teks
sebelumnya. Dalam tataran fungsi
sintaksis penghilangan dapat dilakukan,
baik pada fungsi subjek, predikat, objek.
d. Kohesi Leksikal Kohesi leksikal
merupakan peranti kohesi berupa bentuk
leksikal (kata). Perant kohesi ini
mencakup repetisi (pengulangan),
sinonimi (persamaan kata), hiponimi (ata
kata yang menduduki posisi sebagai
bagian yang lebih bawah atau subordinat)
dan hipernimi (kata-kata yang menduduki
posisi di atas atau superordinat), serta
antonimi (pertentangan kata).

2. Memahami Kalimat Efektif Dalam


penulisan naskah pikiran yang kita
ungkapkan diwujudkan dalam bentuk
kalimat. Dengan kata lain, setiap kalimat
mewakili sats pikiran. Agar pikiran
penulis ierpapar pada naskah tulisannya,
setiap kalimat yang dibuat harus
memenuhi persyaratan keefektifan
kalimat. Rahayu (2007: 79) menyatakan
bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang
menimbulkan daya khayal pada pembaca,
minimal mendekati apa yang dipikirkan
penulis. Batasan tersebut mengisyaratkan
kepada kita bahwa makna yang dipikirkan
penulis mampu ditangkap dengan baik
oleh pembaca. Dengan demikian, apabila
penulis tidak cermat dalam membuat
kalimat, pembaca tidak akan mampu
menangkap makna kalimat dengan baik.
Kalimat efektif memiliki ciri kesepadanan
keparalelan, ketegasan, kehematan,
kecermatan, kepaduan, dan kelogisan.
Ketujuh ciri kalimat efektif tersebut dapat
dijelaskan melalui kalimat-kalimat berikut
ini

(1) Bagi semua mahasiswa perguruan


tinggi ini harus membayar uang kuliah.

(2) Kegiatannya meliputi pembelian


buku, membuat katalog, dan mengatur
peminjaman buku.

(3)Saudara yang bertanggung jawab.

(4) Karena ia tidak diundang, dia tidak


datang pada acara itu.

(5) Mahasiswa perguruan tinggi yang


terkenal itu menerima hadiah.

(6) Saran yang diucapkannya kami akan


pertimbangkan.

(7) Bab I membicarakan bagian


pendahuluan.
Jika kurang cermat membaca kalimat (1)
sd kalimat (7), kita tidak akan menemukan
kesalahan pada setiap kalimatnya. Namun,
jika kita cermati semua kalimat tersebut,
terasa ada kejanggalan-kejanggalan pada
setiap kalimatnya. Dengan kata lain,
kalimat (1) sd kalimat (1) termasuk ke
dalam kalimat tidak efektif
Ketidakefektifan kalimat-kalimat tersebut
tampak pada penjelasan berikut ini
Kalimat (1) termasuk kalimat yang tidak
memiliki subjek. Hal ini dapat dibuktikan
dengan pertanyaan. Siapa yang harus
membayar uang kuliah? Jawabannya
adalah "bagi semua mahasiswa perguruan
tinggi ini". Jawaban ini tidak tepat karena
subjek menuntut jenis (kelas) kata nomina,
sedangkan kata "bagi" termasuk preposisi
dengan kata lain, kalimat (1) termasuk
kalimat tidak efektif karena tidak memiliki
kesepadanan. Dengan demikian, kalimat
itu akan efektif jika diubah menjadi
kalimat berikut ini Semua mahasiswa
perguruan tinggi ini harus membayar uang
kuliah.

Kalimat (2) tidak termasuk kalimat efektif


karena unsur yang ada di dalamnya tidak
paralel. Jika diperlukan penyajiaan
beberapa unsur, unsur-unsur yang
disajikan harus paralel, jika diawali
dengan nomina, semua unsurnya harus
nomina. Dalam kalimat (2) ada beberapa
unsur yang disajikan, yaitu: pembelian
buku, membuat katalog, dan mengatur
peminjamanbuku. Setiap nomina diawali
dengan kata yang berkelas berbeda- beda.
Kata "pembelian" (nomina), "membuat"
(verba), dan "mengatur" (verba). Agar
kalimat (2) efektif, seharusnya berbentuk
sebagaimana kalimat (9a) atau kalimat
(96) berikut ini. (9a) Kegiatannya meliputi
pembelian buku, pembuatan katalog, dan
pengaturan peminjamanbuku. (96)
Kegiatannya meliputi membeli buku,
membuat katalog. dan mengatur
peminjamanbuku. Kalimat (3) termasuk
kalimat tidak efektif. Salah satu ciri
kalimat efektif adalah ketegasan. Agar
kalimat (3) efektif, sebaiknya
menggunakan penegas -lah sehingga
kalimat efektifnya menjadi sebagai
berikut. (10) Saudaralah yang bertanggung
jawab! Kalimat (14) tergolong kalimat
yang tidak efektif. Ketidakefektifannya
disebabkan adanya kata mubazir, yaitu
"ia". Kata "ia" dan "dia" memiliki rujukan
yang sama. Dengan kata lain, subjek
klausanya sama. Jika sebuah kalimat
majemuk yang klausa-klausanya memiliki
subjek yang sama, subjek yang ada pada
klausa terikat lepkan Kalimat (4) kan
efektif jika berbon wag kal Karena tidak
diundang, dis tidak datang pads scars i
(Hb) Dia tidak datang pada acara itu
karena sidek dound Kalimat (5) termasuk
kalimat odak efektif karena berisi ketak
(kg Jika ditanyakan siapa yang terkenal tur
jewabannya bisa mshairws porganis tinggi
itu atau perguruan tinggi " Untuk itu,
kalimat (5) akan tergolong efektif jika
berbentuk sebagaimana kalimat (124) stau
kalimat (126) berikut ini (12a) Mahasiswa
dari perguruan tinggi yang terkenal is
menerima hadiah (126) Mahasiswa yang
terkenal dari perguruan tinggi is menerima
hadiah Kalimat (6) termasuk kalimat tidak
efektif Ketidak efektifannya disebabkan
pola yang digunakan untuk menyejajarkan
pronomina dengan verba yang disertai
aspek (akan, sedang, telah) tidak tepat
Seharusnya, setelah pronomina diikuti
aspek falu maka bentuk verba harus
lengkap (berprefiks/berawalan) atau
sebelum pronomina diberi aspek, verba
yang mengikutinya akan kehilangan
prefiks. Bentuk efektif untuk kalimat (6)
adalah kalimat (13a) atau kalimat (13b)
berikut ini (13a) Saran yang diucapkannya
kami akan mempertimbangkannya. (13b)
Saran yang diucapkannya akan kami
pertimbangkan Kalimat (7) termasuk
kalimat tidak efektif disebabkan adanya
ketidaklogisan Kalimat (7) memiliki
subjek "Bab 1 dan predikat
"membicarakan Jika berfokus pada verba
"membicarakan", seharusnya subjek
bersifat "insani. Sebaliknya, jika berfokus
pada subjek "Bab I", predikat yang tepat
adalah "berisi". Jadi, kalimat (7) akan
efektif apabila berbentuk sebagaimana
kalimat (14a) atau kalimat (146) berikut
ini. (14a) Penulis Bab I membicarakan
bagian pendahuluan. (146) Bab I berisi
bagian pendahuluan. Seorang penyunting
yang andal seharusnya memiliki
pengetahuan dan pemahaman kalimat
yang baik. Kalimat yang baik adalah
kalimat yang efektif karena kefektifan
kalimat dapat mencerminkan proses
berpikir penulisnya. Jika seorang penulis
melahirkan berbagai kalimat tidak efektif,
pembaca dapat mengetahui
ketidakcermatan berpikir penulisnya
karena kalimat efektif harus tersusun
secara logis dan sistematis.terhadap diksi.
Jika seorang penyunting menguasai diksi,
tulisan yang disuntingnya akan menjadi
tulisan yang berkualitas Keraf (1984: 24)
menyimpulkan perihal diksi menyangkut
tiga hal berikut ini. Pertama, pilihan kata
atau diksi mencakup pengertian kata-kata
mana yang dipakai untuk menyampaikan
suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan kata-kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan-ungkapan yang
tepat, dan gaya mana yang paling baik
digunakan dalam suatu situasi. Kedua,
pilihan kata atau diksi adalah kemampuan
membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin
disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok)
dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar. Ketiga,
pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah
besar kosakata atau perbendaharaan kata
bahasa itu. Simpulan yang dikemukakan
Keraf tersebut dapat dikatakan bahwa
diksi berkenaan dengan kata yang
digunakan, makna, dan kosakata. Rahayu
(2007: 67) menyatakan bahwa pilihan kata
berkenaan dengan kaidah sintaksis, kaidah
makna, dan kaidah sosial. Lebih lanjut
Rahayu memberikan untuk pilihan kata
dalam kaidah sintaksis memiliki
persyaratan tepat, saksama, dan lazim.
Misalnya, kata besar, agung, dan raya
memiliki makna yang sama. Namun,
dalam penggunaannya ketiga kata tersebut
ditempatkan pada kalimat yang berbeda.
Perhatikan kalimat (15), kalimat (16), dan
kalimat (17) berikut ini. (15) Hari raya
(besar/agung) umat Islam adalah Iduladha
dan idulfitri. (16) Pohon yang besar itu
akan ditebang. (17) Kita kedatangan tamu
agung dari negara tetangga. 3.Memilih
Kata yang Tepat (Diksi) Kata yang tepat
sangat diperlukan dalam kegiatan menulis.
Seorang penulis dapat menyajikan tulisan
yang tepat seandainya kata-kata yang
dipilihnya tepat. Dengan kata lain, seorang
penulis harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman terhadap pilihan kata (diksi).
Begitu pula seorang penyunting harus
memiliki pengetahuan dan pemahaman
terhadap dika seorse peryming menguasai
diksi, tulisan yang dime akan menjadi din
yang berkualitas Kear(1984 24)
menyimpulkan penthal diksi menyangkut
tiga hal beriksi Perma pilihan kats atau
diksi mencakup pengertian kata-kata m
dipakai untuk menyampaikan suatu
gagasan, bagaimana membentuk pengem
kata-kata yang tepat atau menggunakan
angkapan ungkapan yang tepat, dan y
yang paling baik digunakan dalam sustu
situasi Kedad, pilihan kata atau diksi
kemampuan membedakan secara tepat
nuansa nuansa makna dari gagasan yang
disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok
deng situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar Ketiga,
pilihan k yang tepat dan sesuai hanya
dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah
besar kok atau perbendaharaan kata
bahasa itu. Simpulan yang dikemukakan
Keraf tersebut dapat dikatakan bahwa d
berkenaan dengan kata yang digunakan,
makna, dan kosakata Rahayu (2006)
menyatakan bahwa pilihan kata berkenaan
dengan kaidah sintaksis, kaidah y dan
kaidah sosial. Lebih lanjut Rahayu
memberikan untuk pilihan kata dalam kad
sintaksis memiliki persyaratan tepat,
saksama, dan lazim. Misalnya, kata besar
o dan rau memiliki makna yang sama.
Namun, dalam penggunaannya ketiga k
tersebut ditempatkan pada kalimat yang
berbeda. Perhatikan kalimat (15), kalimat
(16) dan kalimat (17) berikut ini maka
(15) Hari raya (besar/agung) umat Islam
adalah Iduladha dan idulfitri (16) Pohon
yang besar itu akan ditebang (17) Kita
kedatangan tamu agung dari negara
tetangga. Selain itu dalam kaidah
sintaksis, pilihan kata harus memiliki
kedayagunaan dan keberterimaan secara
logis. Misalnya frasa terdiri atas bukan
terdiri dari; antara dan bukan antara
dengan disebabkan oleh bukan disebabkan
karena Perihal pilihan kata dalam kaidah
makna terdapat sinonim. homofons, dan
homograf. Misalnya, kata muka, paras,
dan wajah harus digunakan dalam kalimat
yang tepat meskipun dari segi makna
ketiganya memiliki makna yang sama.
Kata buku dapat digunakan untuk yang
berarti "kitab' dan 'ruas. Kata teras dapat
digunakan untuk y berarti 'inti (e dibaca
keras) dan yang berarti 'beranda rumah' (e
dibaca lemah). yang Selain itu ada makna
denotatif dan makna asosiatif. Makna
denotatif merujuk pada makna yang
sebenarnya/sewajarnya/objektif/konseptua
l. Makna asosiatif termasuk makna yang
tidak sebenarnya. Makna yang termasuk
ke dalam makna asosiatif ini adalah
makna konotatif (kata wanita dan
perempuan memiliki makna asosiatif yang
berbeda), makna stilistik (kata rumah
digunakan secara umum, sedangkan
pondok bernuansa puitis), makna afektif
(ungkapan tutup mulut untuk menyatakan
diam), makna reflektif (kata kemaluan
bukan berarti 'mendapatkan malu), makna
kolokatif (kata tampan digunakan untuk
paras laki-laki dan cantik digunakan untuk
parasperempuan, dan makna interpretatif
(kats si yang diartikan berbeda untuk ku
sta daerah yang berbeda). Hal lain yang
masih termasuk ke dalam pilihan kata
dalam kaidah maks adalah perubahan
makna dan jargon/slang. Perubahan makna
dapat dikelompokkan ke dalam makna
meluas dan makna menyempit Kata
melahirkan semula hanya untuk
menunjukkan arti 'wanita yang telah
melalui persalinan, saat ini kata tersebut
dapat juga diartikan 'menghasilkan
sesuatu, misalnya, melahirkan gagasan
berarti menghasilkan gagasan Kata
pendeta semula berarti 'orang yang
berilmu, saat ini pendeta diartikan
pemimpin agama Hindu atau Protestan
4.Menguasai Sistem Ejaan (Tata Tulis)
Kegiatan menyunting tulisan tidak lepas
dari kecermatan penyunting p penggunaan
tata tulis, terutama dalam hal penggunaan
ejaan. Dalam Pedoman U Ejaan Bahasa
Indonesia (Permendikbud Nomor 50
Tahun 2015) dijelaskan sds ( pemakaian
huruf, (2) penulisan kata, (3) pemakaian
tanda baca, dan (4) pemal unsur serapan.
Keempat pokok tersebut harus dikuasai
oleh seorang penyunting Untuk
mendapatkan gambaran dari setiap pokok
tersebut, berikut ini disajikan beberapa
com yang biasa ditemukan dalam
penyuntingan. a.Pemakaian Huruf.
Pemakaian huruf merupakan pokok awal
dalam hal sistem ejaan. Dalam PUEBL
pemakaian huruf dipaparkan (a) huruf
abjad, (b) huruf vokal, (c) huruf konsonan,
(4) huruf diftong. (e) gabungan huruf
konsonan, (f) huruf kapital, (g) huruf
miring, dan (h) huruf tebal. Mungkin
untuk beberapa alasan, penulis
mengabaikan pentingnya penulisan huruf
karena dianggap kesalahan penulisan
huruf tidak mengubah makna Pendapat
tersebut tidak terlalu salah. b. Penulisan
Kata Setiap kata dalam bahasa pun
memiliki kaidah pemilisannya. Begitupun
dalam bahasa Indonesia. Kaidah penulisan
kata dalam bahasa Indonesia diatur
melalui PUEBI. Dalam PUEBI penulisan
kata bahasa Indonesia diatur untuk (a) kata
dasar, (b) kata berimbuhan, (c) bentuk
ulang. (d) gabungan kata, (e) pemenggalan
kata, (1) kata depan, (g) pertikel, (h)
singkatan dan akronim, (1) angka dan
bilangan, () kata ganti kus kau-, -ku, -mu,
dan-nya, dan (k) kata sandang si dan sang.
Setiap kaidah tersebut harus dikuasai dan
dipahami oleh pengguna bahasa Indonesia.
Dengan adanya kaidah ini para pemakai
bahasa Indonesia dituntut untuk memiliki
kesadaran dan kecermatan sehingga
bahasa Indonesia yang digunakan
mencerminkan kecendekiaannya. Dalam
kaidah penulisan kata depan, PUEBI
menetapkan bahwa kata depan. di, ke, dan
dari, ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya. Misalnya: Di dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari. Dia
ikut terjun ke tengah seperti kancah
perjuangan. Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana mencarinya. la mana
berasal dari Pulau Penyengat. Cincin itu
terbuat dari emas. Pada contoh tersebut
terdapat bentuk dimaknai. Bentuk di pada
kata dimaknai merupakan bentuk imbuhan
bukan bentuk kata depan. Dengan
demikian penulisannya harus disatukan,
yakni "dimaknai". Selain itu, bentuk
menghubunghubungkan merupakan
bentuk ulang. Dalam PUEBI dijelaskan
bahwa bentuk ulang ditulis dengan
menggunakan tanda hubung (-) di antara
unsur-unsurnya. Misalnya: anakanak, biri-
biri, lauk-pauk, berjalan-jalan, buku-buku,
cumi-cumi, mondar-mandir, mencari-cari,
hati-hati, kupu-kupu, ramah-tamah, terus-
menerus, kuda-kuda, kura-kura, sayur-
mayur, porak-poranda, matamata, ubun-
ubun, serba-serbi, tunggang-langgang. C.
Pemakaian Tanda Baca Pemakaian tanda
baca merupakan bentuk kaidah yang
sering tidak mendapat perhatian pemakai
bahasa Indonesia tulis. Padahal, dalam
beberapa hal kesalahan menggunakan
tanda baca dapat menyebabkan kesalahan
menafsirkan makna tulisan.Untuk
mendapatkan gambaran mengenai kaidah
pemakaian tanda baca, berikut ini
disajikan kaidah pemakaian tanda titik ()
dan tanda koma () menurut PUEBL
A. Tanda Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat


pernyataan. Misalnya: Mereka duduk di
sana. akan datang pada pertemuan itu. Dia
Tanda titik dipakai di belakang angka atau
huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar. Misalnya: a. I. Kondisi Kebahasaan
di Indonesia

A. Bahasa Indonesia

1. Kedudukan

2. Fungsi

B. Bahasa Daerah

1. Kedudukan

2. Fungsi

C. Bahasa Asing

1. Kedudukan

2. Fungsi b.

1. Patokan Umum

1.1 Isi Karangan

1.2 Ilustrasi

1.2.1 Gambar Tangan

1.2.2 Tabel

1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus ...

Catatan:

1) Tanda titik tidak dipakai pada angka


atau huruf yang sudah bertanda kurung
dalam suatu perincian.

d. Penulisan Unsur Serapan Untuk


menuangkan maksud tertentu, terkadang
sebuah bahasa tidak memilik kosakatanya.
Agar yang dimaksud tersampaikan,
seorang pemakai bahasa meminjam
kosakata bahasa lain. Karena kosakata
pinjaman ini berterima dan banyak
digunakan masyarakat, kosakata tersebut
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
bahasa tersebut. Dengan kata lain, untuk
mengembangkan kedinamisan bahasa,
suatu bahasa (bahasa daerah, bahasa
nasional, atau bahasa asing) dapat
menyerapkan kosakata bahasa lainnya.
Agar ada ketertiban dalam penyerapan,
bahasa Indonesia mengatur kaidah
penyerapan melalui PUEBI sebagai
berikut.

IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN


Dalam perkembangannya bahasa
Indonesia menyerap unsur dari berbagai
ba- hasa, baik dari bahasa daerah, seperti
bahasa Jawa, Sunda, dan Bali, maupun
dari bahasa asing, seperti bahasa
Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina,
dan Inggris. Berdasarkan taraf
integrasinya, unsur serapan dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar. Pertama, unsur asing
yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia, seperti force majeur, de
facto, de jure, dan l'exploitation de
l'homme par l'homme. Unsur-unsur itu
dipakai dalam konteks bahasa Indone- sia,
tetapi cara pengucapan dan penulisannya
masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur
asing yang penulisan dan pengucapannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal ini, penyerapan
diusahakan agar ejaannya diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya
masih dapat dibandingkan dengan bentuk
asalnya. Kaidah ejaan berlaku bagi unsur
serapan itu adalah sebagai berikut.

a (Arab, bunyi pendek atau bunyi


panjang) menjadi a (bukan o)

mazhab mazhab

qadr

kadar sahabat

sahabat

hakikat

umrah

haqiqat 'umrah
*ain (Arab) pada awal suku kata menjadi
a, i, u ajaib

'aja'ib

sa'adah

*ilm

Saadah

Ilmu

qa'idah

kaidah

uzur

uzr

maunah

ma unah

'ain (Arab) di akhir suku kata menjadi k

i tiqad

iktikad

mu'jizat

mukjizat

nikmat

ni'mat

rukü
simā

rukuk

simak

bergairah.

5. Mengenal Tanda Koreksi Kegiatan


menyunting merupakan kegiatan yang
memerlukan ketelitian den Lecermatan
pada semua aspek bentuk bahasa, baik
mengenai penulisan huruf, kata, istilah,
ungkapan, kalimat, striuktur kalimat,
maupun pengorganisasian gagasan
Penyunting yang teliti dan cermat akan
akan membaca dan melihat setiap kata
teks sasaran Meskipun ketelitian dan
kecermatan menjadi tugas seorang
penyunting. alangkah baiknya jika penulis
teks memiliki ketelitian dan kecermatan
sehingga teks dihasilkan tidak memiliki
kesalahan (sangat rendah tingkat
kesalahannya). Ketika dihadapkan dengan
sebuah teks sasaran, seorang penyunting
memulai pekerjaannya yang dengan
membaca sekilas isi teks sasaran. Setelah
itu, ia menggunakan tanda-tanda koreksi
agar penulis teks dapat memperbaikinya.
Tanda-tanda koreksi tersebut harus
dikenali juga oleh penulis teks. Pada
umumnya, tanda-tanda koreksi terdiri atas
koreksi untuk (a) membuang huruf, (b)
membuang atau menghilangkan kata atau
kalimat. (c) memisahkan kata atau jarak
antarkata, (d) menggabungkan huruf atau
kata, (e) memindahkan huruf atau kata,
dan (f) menambah huruf atau kata.

Anda mungkin juga menyukai