Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ICH (INTRACEREBRAL HEMATOMA)

OLEH
VIVIAN YESSICA (1601460015)
KELOMPOK 7

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
Februari 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan dilakukan responsi dengan pembimbing institusi dan
pembimbing klinik.

Hari, tanggal :

Tempat :

Judul :

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(_____________________) (_____________________)
KONSEP DASAR CVA ICH

A. PENGERTIAN
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.
Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat
melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis
ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi (Paula, 2009).

B. ETIOLOGI
Sedangkan etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011)
adalah :
1) Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2) Fraktur depresi tulang tengkorak
3) Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4) Cedera penetrasi peluru
5) Jatuh
6) Kecelakaan kendaraan bermotor
7) Hipertensi
8) Malformasi Arteri Venosa
9) Aneurisma
10) Distrasia darah
11) Obat
12) Merokok

C. MANIFESTASI KLINIS
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dugaan gejala
terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan
pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak
bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang.
Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi
tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran
adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin
(2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra cranium.

D. PATOFISIOLOGI
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang
keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan
vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh
hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan
lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah.
Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan
aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir
ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi
18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada
neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen
sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir
tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran
darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi
otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi
(ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan
intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga
dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit,
jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)
E. PATHWAY
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan


intracranial)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan : Darah membentuk Penekanan pada


Kraniotomi massa atau hematoma jaringan otak

Luka insisi Port de


Gangguan aliran Peningkatan
pembedahan entry
darah dan Tekanan
oksigen ke otak Intracranial
Sel melepaskan
Resiko
mediator nyeri :
Infeksi
prostaglandin,
sitokinin

Metabolisme Fungsi
Ketidakefektifan
Impuls ke pusat anaerob otak
Perfusi Jaringan
nyeri di otak menurun
(thalamus)
Vasodilatasi
Impuls ke pusat pembuluh Kerusakan Refleks
nyeri di otak neuromotorik menelan
darah menurun
Somasensori
korteks otak : Anoreksia
nyeri Kelemahan
dipersepsikan otot progresif

Nyeri Ketidak
seimbangan
ADL dibantu
Kerusakan kebutuhan
mobilitas nutrisi
fisik
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
ADL
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2006) adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG

G. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang
yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang
bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan
waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang
hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah
yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan
di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah
bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan
yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan
pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan
yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara
bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian
diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium
lainnya yang menunjang.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat
dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya
retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada,
merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan napas)
yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan kontrol servikal,
pasang servikal kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada
cedera servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing,
darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan
intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai
90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada
yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail
chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita
dan harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang
mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah
atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan
atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan
tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan
yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan
adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-
tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut
tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi
tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama
pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling
dengan harus menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ;
ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak,
kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut,
massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea),
mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu
dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat
bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat
dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada
dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi,
dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui
sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan
udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada
rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga
pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti
struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan
tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung
jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto
torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom)
sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang
menyertai cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
b. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO.

C. INTERVENSI
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Perfusi jaringan cerebral 1. Monitor Vital Sign. 1. Identifikasi hipertensi.
efektif setelah dilakukan 2. Monitor tingkat 2. Mengetahui
tindakan keperawatan kesadaran. perkembangan
selama 3x24 jam dengan 3. Monitor GCS. 3. Mengetahui
KH: perkembangan
- Vital Sign normal. 4. Tentukan faktor 4. Acuan intervensi yang
- Tidak ada tanda-tanda penyebab penurunan tepat.
peningkatan TIK perfusi cerebral.
(takikardi, Tekanan 5. Pertahankan posisi tirah 5. Meningkatakan tekanan
darah turun pelan2) baring atau head up to arteri dan sirkulasi atau
- GCS E4M5V6 30°. perfusi cerebral.
6. Pertahankan 6. Membuat klien lebih
lingkungan yang tenang.
nyaman.
7. Kolaborasi dengan tim 7. Pemberian oksigen
kesehatan. Pemberian berfungsi untuk
terapi oksigen memenuhi kebutuhan
oksigen yang berkurang
2. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui respon
keperawatan selama 3x24 umum dan tanda-tanda autonom tubuh
jam diharapkan nyeri vital
terkontrol atau berkurang 2. Lakukan pengkajian 2. Menentukan
dengan kriteria hasil : nyeri secara penanganan nyeri
- Ekspresi wajah rileks komprehensif secara tepat
- Skala nyeri berkurang 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui tingkah
- Tanda-tanda vital dalam abnormal dan laku ekspresi dalam
batas normal ketidaknyamanan merespon nyeri
4. Control lingkungan 4. Meminimalkan factor
yang dapat eksternal yang dapat
mempengaruhi nyeri mempengaruhi nyeri
5. Pertahankan tirah 5. Meningkatkan kualitas
baring tidur dan istirahat
6. Ajarkan tindakan non 6. Terapi dalam
farmakologi dalam penanganan nyeri tanpa
penanganan nyeri obat
7. Kolaborasi pemberian 7. Terapi penanganan
analgesic sesuai nyeri secara
program farmakologi

3. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


anoreksia
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Kebutuhan nutrisi 1. Kaji kebiasaan makan- 1. Menentukan intervensi
terpenuhi setelah makanan yang disukai dan yang tepat.
dilakukan tindakan tidak disukai.
keperawatan selama 3x24 2. Anjurkan klien makan 2. Mengurangi rasa bosan
jam dengan KH: sedikit tapi sering. sehingga makanan habis.
- Asupan nutrisi adekuat. 3. Agar kebutuhan nutrisi
- BB meningkat. 3. Berikan makanan sesuai terpenuhi.
- Porsi makan yang diet RS. 4. Mulut bersih
disediakan habis. 4. Pertahankan kebersihan meningkatkan nafsu
- Konjungtiva tidak oral. makan.
ananemis. 5. Kolaborasi dengan ahli 5. Menentukan diet yang
gizi. sesuai.
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Mobilitas meningkat 1. Kaji tingkat mobilisasi 1. Menentukan intervensi.
setelah dilakukan tindakan fisik klien.
keperawatan selama 3 x 24 2. Ubah posisi secara 2. Meningkatkan
jam dengan KH: periodik. kanyamanan, cegah
- Klien mampu melakukan dikobitas.
aktifitas dbn. 3. Lakukan ROM 3. Melancarkan sirkulasi.
- Kekuatan otot aktif/pasif.
meningkat. 4. Dukung ekstremitas pada 4. Mencegah kontaktur.
- Tidak terjadi kontraktur. posisi fungsional.
5. Kolaborasi dengan ahli 5. Menentukan program
fisio terapi. yang tepat.

5. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.


TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Pemenuhan kebutuhan 1. Kaji kemampuan ADL. 1. Mengetahui
ADL terpenuhi setelah kemampuan ADL.
dilakukan tindakan 2. Dekatkan barang- 2. Mempermudah
keperawatan selama 3 x 24 barang yang pemenuhan ADL.
jam dengan KH: dibutuhkan klien.
- Mampu memenuhi 3. Motivasi klien untuk 3. Meningkatkan
kebutuhan secara melakukan aktivitasa kemandirian klien.
mandiri. secara bertahap.
- Klien dapat beraktivitas 4. Dorong dan dukung 4. Meningkatkan
secara bertahap. aktivitas perawatan kemandirian klien dan
- Nadi normal. diri. meningkatkan
menyamanan.
5. Menganjurkan 5. Pemenuhan kebutuhan
keluarga untuk klien dapat terpenuhi.
membantu klien
memenuhi kebutuhan
klien.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
- Mempertahankan 1. Berikan perawatan 1. Cara pertama untuk menghidari
nonmotermia, aseptik dan antiseptic. infeksi nosokomial.
bebas tanda-tanda 2. pertahankan teknik cuci 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
infeksi tangan yang baik.
- Mencapai 3. catat karakteristik dari 3. memungkinkan untuk melakukan
penyembuhan drainase dan adanya tindakan dengan segera dan
luka (craniotomi) inflamasi. pencegahan terhadap komplikasi
tepat pada selanjutnya
waktunya. 4. Pantau suhu tubuh secara 4. Dapat mengindikasikan
teratur. Catat adanya perkembangan sepsis yang
demam, menggigil, selanjutnya memerlukan evaluasi
diaforesis dan perubahan atau tindakan dengan segera.
fungsi mental (penurunan
kesadaran).
5. Batasi pengunjung yang 5. Menurunkan pemajanan terhadap
dapat menularkan infeksi “pembawa kuman penyebab infeksi”.
atau cegah pengunjung
yang mengalami infeksi
saluran napas bagian atas.
6. Berikan antibiotik sesuai 6. Terapi profilaktik dapat digunakan
indikasi. pada pasien yang mengalami trauma
(luka, kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risiko terjasdinya
infeksi nasokomial).
7. Ambil bahan 7. Kultur/sensivitas. Pewarnaan Gram
pemeriksaan (spesimen) dapat dilakukan untuk memastikan
sesuai indikasi adanya infeksi dan mengidentifikasi
organisme penyebab dan untuk
menentukan obat pilihan yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, M. 2012. Diagnosa Stroke. Scientifc Jurnal UMM. I: 193-197


Batticaca, F. B. 2008. Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan sistem persyarafan.
Jakarta: Salemba medika.
Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification
(NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi ed 3. Jakarta: EGC.
Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Gofir. 2009. Manajemen Stroke Evidance Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press
Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and
Classifications 2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.
Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.
Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sisitem
persyrafan. Jakarta: Salemba medika.
Setyopranoto, I. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. (Online) (tersedia di
http://journal.rskariadi.co.id) diakses 15 Agustus 2018.
Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis Comp.
Wijaya, A.K. 2013. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragis Akibat Trombus. (Online).
(tersedia di http://ojs.unud.ac.id) diakses 15 Agustus 2018.
Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia:
Davis Comp.
LAPORAN PENDAHULUAN
INTRUMENTASI TEHNIK TREPANASI/KRANIOTOMY

A. Pengertian
Trepanasi / kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitive. Cranioplasty adalah
memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastik / metal
plate.

B. Indikasi
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah, perdarahan, peradangan otak.
d. Trauma kepala.

C. Persiapan
a. Persiapan pasien
1. Pasien dipersiapkan dalam kondisi bersih dan mengenakan pakaian khusus
masuk kamar operasi.
2. Persetujuan tindakan operasi dan kelengkapan identitas.
3. Pasien mampu diposisikan pada posisi supine di meja operasi yang akan
dilakukan tindakan pembiusan dengan GA.
4. Pastikan area operasi bersih.

b. Persiapan lingkungan
1. Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, mesin couter
(mono&bipolar), lampu operasi, viewer, perfarator dan kraniotom.
2. Menyiapkan tempat sampah, meja mayo, meja instrumen.
3. Mempersiapkan set waskom, set instrumen steril (trepanasi) dan set linen
umum.

c. Persiapan alat
- Instrument operasi
a. Instrument Meja Mayo
 Desinfeksi klem : 1
 Bengkok : 2
 Cucing : 2
 Duk klem : 4
 Pinset cirurgis : 2
 Dissecting forceps (pinset anatomis) : 2
 Dissecting forceps kecil (pinset anatomis bebek) : 1
 Scalp blade & handle (handvat mess) no. 4 & 3 : 1/1
 Delicate hemostatic forcep (musquito klem) : 2
 Metzembaum scissor (gunting metzembaum) : 1
 Surgical scissor lurus (gunting kasar lurus) : 1
 Gunting benang : 1
 Dendi : 5
 Klem mosquito : 2
 Klem manis : 1
 Needle holder : 2
 Hak tajam : 2
 Langen back : 1
 Canule suction : 2
 Rasparatorium kecil / besar : 1/1
 Desektor : 1
 Elevator : 1
 Brain spatel : 1
 Spring hook / skin flap hook : 2
 Knable : 1
 Screw driver : 1
b. Instrument penunjang
 Instrumen penunjang steril
i. Handpiece couter mono & bipolar : 1/1
ii. Selang suction : 1
iii. Kraniotom set + perforator set : 1
iv. Set waskom : 1
v. Plate kranium + screw : 4 psg
 Instrumen penunjang on steril
i. Mesin couter : 1
ii. Mesin HSD : 1
iii. Mesin suction : 1
iv. Lampu operasi : 1
v. Meja operasi : 1
vi. Meja instrumen : 1
vii. Meja mayo : 1
viii. Troli waskom : 1
ix. Tempat sampah : 2
x. Bolpoin marker : 1
i. Persiapan linen
 Duk besar : 5
 Duk kecil : 4
 Gaun operasi : 5
 Sarung meja mayo : 1
 Handuk : 6
ii. Persiapan bahan habis pakai
 Handscoon 6,5/7/7,5 : sesuai
kebutuhan.
 Mess no. 22 & 15 : 1/1
 NaCl 0,9 % : 1000 cc
 Lidocain : 2 ampul
 Adrenalin : 1 ampul
 Spuit 3cc / 10cc : 1/4
 Hepavix : secukupnya
 Tensocrep 10 cm : 1
 Kassa steril : 60 lembar
 Wouches : secukupnya
 Deppers : 15
 Sufratul : 1
 Spongostan : 1
 Surgicel : 2
 Bonewax : 1
 Opsite besar 45 x 55 cm : 1
 Redon drain no. 12 : 1
 DK no. 16 : 1
 Urobag : 1
 Jelly : secukupnya
 Safil 3–0 / 2-0 : 1/2
 Zyede 3-0 : 1
 Mersilk 2 – 0 : 1
 Premiline 3 – 0 : 1
 Under pad on & steril : 1/3
D. Instrumentasi Tehnik
Sign in
1) Pasien datang, cek kelengkapan data pasien.
2) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi.
3) Setelah tim anasthesi melakukan induksi (GA), pasien diposisikan terlentang
kemudian pasang ground couter di kaki pasien dan U-pad di bawah kepala
pasien.
4) Operator marker garis insisi, lalu dicuci dengan larutan desinfeksi.
5) Kemudian perawat sirkuler memasang folley chateter no. 16 + urobag,
mengatur posisi klien supinasi.
6) Perawat instrumen melakukan surgical scrub, gowning dan gloving
selanjutnya melakukan persiapan alat di meja instrumen dan meja mayo.
7) Perawat instrument membantu gowning dan gloving pada operator dan asisten.
8) Berikan desinfeksi klem dan 3 deppers dengan iodine povidone dalam cucing
dan 3 deppers alkohol dalam bengkok ke operator untuk melakukan desinfeksi
lapangan operasi, kemudian deppers kering.
9) Melakukan drapping :
a. Duk kecil (2) dan U-pad steril untuk bagian bawah kepala dan lingkarkan
duk atas pada kepala dan fiksasi dengan duk klem.
b. Duk kecil (2) untuk kanan dan kiri.
c. Duk besar (1) untuk bagian bawah.
d. Duk sedang (1) untuk bagian atas secara melingkar.
e. Duk besar tipis (1) untuk badan ke bawah.
10) Pasang kabel couter, bipolar, selang suction, kabel HSD, kabel kraniotom lalu
fiksasi dengan towel klem, lalu dekatkan meja mayo & meja instrumen.
11) Berikan opsite dan bantu memasangnya.
Time out oleh perawat sirkuler
12) Berikan injeksi infiltrasi adrenalin : lidocain = 1 : 200.000 (adrenalin 1 amp/1
cc + NS 9cc, lalu ambil 1cc + 2 ampul lidocain/4cc + 5cc NS = 10 cc, ambil
5cc larutan tsb + 5cc NS = 10cc) ke operator untuk suntik di daerah sekitar
insisi, sebelumnya lapor ke bagian anastesi.
13) Setelah 5 menit, berikan mess 1 (handle no. 4 & mess no. 22) ke operator untuk
incisi dilanjutkan mess 2 (handle no. 3 & mess no. 15) untuk membuka
periosteum, lalu berikan pinset cirurgis pada operator dan asisten.
14) Berikam raspat untuk membersihkan tulang dari periosteum, lalu berikan kasa
basah untuk menutupi bagian dalam flap dan kasa kering tebal untuk bantalan
flap, lalu spring hook (2) + potongan handscon dan ujungnya diberi duk klem.
15) Berikan kasa dan couter bipolar untuk rawat perdarahan sambil dispoling
dengan NS dalam spuit 10 cc dan juga suction, lalu berikan sean miller untuk
membuka medan operasi.
16) Berikan couter monopolar untuk marking pada tulang yang akan dibor.
17) Berikan bor ke operator, langenback ke asisten dan spoling NS + Suction,
ambil serpihan tulang dengan mosquito & spatel lalu tempatkan di cucing.
18) Berikan bonewax untuk menghentikan perdarahan pada tulang.
19) Setelah selesai mengebor di 4 tempat, berikan kraniotom ke operator dan
spoling + suction ke asisten.
20) Berikan elevator untuk mengangkat tulang yang sudah dipotong, lalu
tempatkan di bengkok dan bersihkan tulang tersebut dari hematom dengan
kasa basah.
21) Berikan Suction dan bipolar ke operator untuk mengeksplorasi hematom EDH,
sambil dilakukan spoling.
22) Berikan spatel dura untuk mengambil stolsel, lalu wouches kecil, bonewax,
spongostan dan surgicel untuk hemostasis.
23) Berikan jahitan vicryl 3-0 + nald fouder ke operator untuk hit stich dura, pean
dan gunting ke asisten. Dan juga jahit gantung dura.
24) Siapkan tulang kranium yang akan dipasang dengan knable, bersihkan, lubangi
di 3 tempat untuk gantung dura, lalu berikan screw driver pasang screw 4
pasang pada kranium.
25) Berikan redon drain no. 12 dan jahitan mersilk 2-0 untuk fiksasi.
Sing Out
26) Setelah dipastikan inventaris instrumen lengkap (kasa, wouches & instrumen)
lepaskan spring hook.
27) Berikan needle holder + safil 2-0 + pincet cirurgis untuk subkutis. Berikan
klem dan gunting benang ke asisten.
28) Untuk menutup kulit luar berikan needle holder + premiline 3-0 + pincet
cirurgis, klem & gunting ke asisten.
29) Setelah luka tertutup, bersihkan luka operasi dengan kasa basah dan kering.
30) Tutup luka insisi dengan sufratul & kasa kering, lalu fiksasi hepavix.
31) Berikan tensocrep untuk fiksasi kepala.
32) Operasi selesai, ambil kabel couter, bor dan selang suction dengan melepas
doek klem lalu bersihkan pasien.
33) Bereskan semu a instrument lalu didekontaminasi, diinventaris, bungkus /
packing dan siap disteril.
34) Catat pemakaian bahan habis pakai pada lembar depo dan rapikan ruang
operasi.
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK

Nama : Ny. E
Tanggal : 24 Februari 2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hematologi
Faal Hemostatis
APTT
 Pasien H 39,80 detik 27,4 – 39,3
Protombin Time
 Pasien 15,80 detik 12 – 16,5
Nilai Kritis : >20
INR 1,12

Darah Lengkap
Leukosit (WBC) H 18,18 x 103/μL 4,5 – 11
Nilai Kritis : <2 Or >30
Neutrofil H 17,0 x 103/μL 1,5 – 8,5
Limfosit L 0,75 x 103/μL 1,1 – 5,0
Monosit 0,41 x 103/μL 0,14 – 0,66
Eosinofil 0,000 x 103/μL 0 – 0,33
Basofil 0,04 x 103/μL 0 – 0,11
Neutrofil % H 93,4 % 35 – 66
Limfosit % L 4,1 % 24 – 44
Monosit % L 2,27 % 3–6
Eusinofil % 0,0 % 0–3
Basofil % 0,2 % 0–1
Eritrosit (RBC) H 5,567 4,5 – 5,2
Hemoglobin (HGB) H 16,37 g/dL 12 – 16
Nilai Kritis : <7 Or >21
Hematokrit (HCT) 46,5 % 33 – 51
Nilai Kritis : <21 Or >65
MCV 83,53 fL 80 – 100
MCH 29,41 Pg 26 – 34
MCHC 35,21 % 32 – 36

RDW 11,53 % 11,5 – 13,1


PLT 259 x 103/μL 150 – 450
Nilai Kritis : <50 or >1000
MPV 8,721 fL 6,90 – 10,6

Kimia Klinik
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 157 mg/dL <200
Nilai Kritis : <50 Or >450
Faal Ginjal
BUN 11 mg/dL 7,8 – 20,23
Nilai Kritis : >100
Kreatinin 0,686 mg/dL 0,6 – 1,0
Nilai Kritis : ≥10
(Pasien Non Dialisis)
HASIL PEMERIKSAAN CT-SCAN

Anda mungkin juga menyukai