Anda di halaman 1dari 15

2.

4 Gagal Jantung Kongestif

2.4.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung adalah satu gejala klinis pada pasien mengalami kelainan struktur

atau fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu untuk memompakan darah

dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolit tubuh

(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan

pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau kedua-duanya. 17,18

Gagal jantung adalah sindroma klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan

kelelahan saat istirahat maupun saat beraktivitas yang disebabkan oleh kelainan

struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart

Failure (CHF) adalah suatu kondisi ketidakmampuan jantung untuk

mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.


Penurunan stroke volume mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang

dan disebabkan oleh (1) kegagalan kontraksi ventrikel, (2) kegagalan pengisian

ventrikel, (3) peningkatan afterload. 19,20 Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi

yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau

mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi

ventrikel dan aktivasi sistem simpatis.

2.4.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif pada umumnya diklasifikasikan menjadi gagal jantung

sistolik dan diastolik. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi

jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan

kelemahan, cepat lelah, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala

hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan


gangguan pengisian ventrikel. Pada gagal jantung diastolik, fraksi ejeksi lebih dari

50%.24

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru. Jika terjadi gagal jantung kiri, cairan akan terkumpul pada

paru-paru dan terjadi edema pulmonal. Adanya kongesti paru akan menyebabkan

proses pernafasan yang terganggu ketika proses inspirasi. Gejala klinis yang dapat

timbul berupa dyspneu d’effort, ortopnea, paroxismal nocturnal dyspneu, mudah

lelah, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, suara jantung

tambahan S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki

dan kongesti vena pulmonalis.22 Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya

melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer atau

sekunder, terjadi tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena


sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena

jugularis. 21,23

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung

kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi

fungsional dalam 4 kelas, yaitu: 23

1. Kelas I, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

2. Kelas II, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari-hari tanpa keluhan.

3. Kelas III, bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

4. Kelas IV, bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan

harus tirah baring.

2.4.3 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat
terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit

jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme

kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai

pompa, di antaranya adalah sistem adrenergik, renin angiotensin dan sitokin.

Dalam waktu pendek beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi

kardiovaskuler dalam batas normal, sehingga pasien menjadi asimptomatik.

Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan semakin berlanjut akan

menyebabkan kerusakan ventrikel dan terjadi remodeling yang pada akhirnya

menimbulkan gagal jantung yang simptomatik.

21, 25

Penurunan stroke volume akan meningkatkan end sistolic volume

sehingga volume dalam ventrikel kiri meningkat. Peningkatan volume ini akan
meregang dinding ventrikel kiri sehingga otot jantung akan berkontraksi dengan

lebih kuat untuk meningkatkan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh. Mekanisme kompensasi ini mempunyai batasnya. Pada kasus

gagal jantung dengan penurunan kontraktilitas yang berat, ventrikel tidak mampu memompa semua
darah sehingga end diastolic volume meningkat dan tekanan

ventrikel kiri juga meningkat. Tekanan ini akan ditransmisikan ke atrium kiri,

vena pulmonal dan kapiler pulmonal. Hal ini akan menyebabkan edema paru.25, 26,

27

Penurunan curah jantung akan memicu sistem simpatis sehingga

meningkatkan kontraksi jantung sehingga stroke volume meningkat dan curah

jantung meningkat. Penurunan curah jantung juga memicu sistem renin

angiotensin dan memicu vasokonstriksi vena, menyebabkan venous return

meningkat dan akhirnya stroke volume juga meningkat sehingga curah jantung

tercapai. Penurunan curah jantung juga akan memicu peningkatan ADH dan
hormon aldosteron untuk memicu retensi natrium dan air untuk mencapai curah

jantung yang adekuat. Stimulasi neurohormonal ini akan berjalan kronik dan dapat

menyebabkan efek yang tidak diinginkan seperti edema.26

Peningkatan beban jantung juga akan menyebabkan dilatasi ventrikel kiri

dan peningkatan tekanan sistolik untuk mengatasi afterload yang meningkat. Otot

ventrikel kemudian akan menebal sebagai kompensasi dalam rangka menurunkan

stres dilatasi pada dinding ventrikel. Terjadi peningkatan kekakuan dinding yang

hipertrofi sehingga menyebabkan tekanan diastolik ventrikular meninggi dan

tekanan ini akan ditransmisi ke atrium kiri dan pembuluh pulmonal. Volume

overload yang kronik seperti pada mitral regurgitasi atau aorta regurgitasi akan

memicu miosit memanjang. Pressure overload yang kronik seperti hipertensi atau

stenosis aorta akan memicu miosit menebal yang dinamakan hipertrofi konsentrik.
Hipertrofi dan remodeling membantu untuk menurunkan stres pada dinding

jantung, namun dalam jangka waktu yang lama fungsi ventrikel akan menurun

dan dilatasi ventrikel akan terjadi. Pada keadaan ini, turunnya fungsi jantung tidak

dapat mengkompensasi beban hemodinamik pada otot jantung sehingga gejala

gagal jantung yang progresif akan timbul. 21,25,26

2.4.4 Manifestasi Klinis pada Gagal Jantung Kongestif

Gejala-gejala gagal jantung kongestif bervariasi antar individu sesuai derajat

penyakit dan sistem organ yang telah terganggu.17,18 Gejala awal dari gagal

jantung kongestif adalah kelelahan sebagai akibat dari kurangnya suplai energi.

Pada tahap awal keluhan mungkin tidak dirasakan namun pasien tanpa sadar telah

membatasi aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan oksigen.19,20,21

Dispnea adalah manifestasi gagal jantung yang paling sering ditemui.

Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernapasan sebagai akibat terjadinya


kongesti vaskular paru yang menurunkan kelenturan paru. Kongesti yang terjadi

mulai dari kongesti vena sampai edema interstisial paru dan akhirnya menjadi

edema alveolar. Secara klinis ditandai dengan dispnea yang progresif. Ortopnea

(dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari

bagian tubuh bawah ke sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari

ekstremitas bawah juga akan memperberat kongesti vaskular paru-paru lebih

lanjut. Paroxysmal nocturnal dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru

intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri

dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea. 21, 22

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada

posisi berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru

adalah ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah

paru-paru karena pengaruh gravitasi. Hemoptisis dapat disebabkan oleh


perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.22

Gagal jantung kanan ditandai dengan gejala dan tanda kongesti vena

sistemik. Terdapat peningkatan tekanan vena jugularis dan vena-vena di leher

mengalami bendungan. Tekanan vena sentral dapat meningkat secara paradoks

selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap

peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.19,20

Dapat terjadi hepatomegali dan nyeri tekan hati dapat terjadi akibat

peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa

penuh, atau mual dapat disebabkan kongesti hati dan usus. Edema perifer terjadi

akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Dapat terjadi nokturia dalam

rangka mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan


dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal

pada waktu istirahat. Kongesti yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau

edema anasarka. Manifestasi dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan

oleh retensi cairan daripada kegagalan jantung dekompensata.21, 22, 23

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat

mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Seringkali

terjadi aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan

sistem saraf simpatis yang seringkali menyebabkan kematian mendadak pada

gagal jantung. 22

2.4

jantung kronik yang mengalami kaheksia kardiak faktor stres bahkan dapat

ditingkatkan hingga 1,6-1,8 pada fase replesi.44

Penelitian membuktikan bahwa keseimbangan nitrogen negatif terjadi


pada pasien gagal jantung sehingga membutuhkan protein lebih banyak daripada

subyek kontrol yang sehat. Pada pasien dengan gagal jantung dengan

hemodinamik stabil, asupan protein direkomendasikan minimal 1,37 g/kgBB pada

pasien dengan malnutrisi atau minimal 1,12 g/kgBB pada pasien dengan status

nutrisi yang baik dengan tujuan mempertahankan komposisi tubuh dan

meminimalkan efek hiperkatabolik.42 Aquilani dkk. menyatakan bahwa tingginya

laktat dan piruvat pada pasien gagal jantung menunjukkan hipoksia yang sistemik

dan pemberian protein yang tinggi ternyata tidak berpengaruh terhadap

anabolisme. Kecukupan asam amino esensial dan non esensial mungkin lebih

berpengaruh terhadap perbaikan metabolism protein pada pasien gagal jantung.7

Asam amino merupakan nutrien yang penting pada metabolisme jantung.

Salah satu asam amino yang penting adalah taurin. Taurin tidak terlibat dalam

sintesis protein, namun merupakan seperempat dari total asam amino yang
tersimpan di jaringan jantung dan berfungsi sebagai antioksidan dan turut dalam

regulasi homeostasis kalsium. Beberapa penelitian melaporkan bahwa

suplementasi taurin pada pasien gagal jantung meningkatkan kapasitas fisik,

menurunkan tekanan darah diastolkc dan memperbaiki fungsi sistolik.30

Kebutuhan lemak pada pasien dengan penyakit kardiovaskular berkisar

antara 25–35% dari total kalori dan kolesterol <200 mg/hari. Komposisi lipid

yang disarankan adalah saturated fatty acid (SAFA) <7%, polyunsaturated fatty

acid (PUFA) sampai dengan sekitar 10% dan monounsaturated fatty acid

(MUFA) mencapai 20% kalori total.44 Pada pasien dengan gejala malabsorbsi

pemberian lipid berbentuk MCT lebih mudah dihidrolisis dan efektif diabsorpsi ke

dalam sirkulasi portal. Namun energi yang dihasilkan oleh MCT 14% lebih
rendah dibanding LCT, dan tidak memenuhi asam lemak esensial yang juga

dibutuhkan oleh tubuh.45 Karbohidrat dapat diberikan 50-60% kalori total per hari

dengan jenis karbohidrat kompleks dalam bentuk biji-bijian, sayur dan buah.

Karbohidrat sederhana harus dibatasi penggunaannya.42

2.6. Interaksi Obat

Penggunaan kaptopril yang juga sering digunakan pada pasien gagal jantung dapat

mengakibatkan nausea, batuk yang akan berakibat penurunan asupan. Kaptopril

dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien gagal jantung.57 Diuretik dapat

menyebabkan hipokalemia, hiperlipidemia, hipertrigliseridemia, intoleransi

glukosa, anoreksia, mulut kering, konstipasi. Suplementasi kalium diperlukan

pada terapi jangka panjang dan dosis tinggi diuretik. Penggunaan ACE Inhibitors

dapat menyebabkan hiperkalemia, hipotensi, disgeusia, dan hipotensi terutama

pada orang tua. Aldosteron Antagonist (spironolakton) merupakan efek diuresis


tapi hemat kalium. Pada penggunaan spironolakton dapat terjadi peningkatan

kadar kalium dan sebaiknya juga menghindari penggunaan natrium yang

berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai