Anda di halaman 1dari 2

Nama : Anjar Widiyanti (1703046002)

Kelas : PBI 6A

MAQAMAT, HAL, DAN MAHABBAH

Di kalangan kau shufi terdapat tahapan-tahapan atau “station-station” yang disebut


sebagai (maqamat) atau jalan shufi. Selain itu, dari kandungan maqamat itu juga diperinci
lagi sebuah teori tentang “keadaan-keadaan” (ahwal) kaum shufi. Selain dua hal itu, ajaran
cinta kasih juga terdapat dalam agama islam. Nabi Muhammad sendiri –yang notabene
pembawa agama Islam– diutus oleh Allah untuk membawa misi sebagai kasih sayang bagi
alam semesta (rahmah lil ‘alamin). Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu bentuk
pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati
kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali,
menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus dilalui para sufi.

Kata maqamat adalah bentuk jamak dari maqam yang berarti tahapan, tingkatan, atau
kedudukan. Jadi, maqamat adalah tahapan rohani yang ditempuh oleh para pengamal tasawuf
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maqamat yang disepakati ada tujuh:

1. Tobat (penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah)


2. Zuhud (memendang segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa)
3. Fakir (kekurangan harta dalam menjalani kehidupan didunia)
4. Sabar (Sabar dalam mengekang nafsu dan amarah serta sabar dalam menahan
penyakit)
5. Syukur (bersyukur atas semua yang kita lakukan dan miliki didunia adalah berkat
karunia Allah)
6. Tawakkal (keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah)
7. Ridha (menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT)

Menurut para sufi al-ahwal (jamak dari hal) adalah situasi kejiwaan yang diperoleh
seseorang sebagai karunia Allah, bukan hasil usahanya. Datangnya kondisi mental itu tidak
menentu, kadang datang dan perginya berlangsung sangat cepat. Menurut al-Qusyairi, hal itu
selalu bergerak naik setingkat demi setingkat sampai ketitik kulminasi yaitu puncak
kesempurnaan rohani. Akan tetapi apabila diperhatikan isi dari apa yang disebut hal
sebenarnya adalah merupakan manifestasi dari maqam yang mereka lalui. Dengan kata lain,
bahwa kondisi mental yang diperoleh itu adalah sebagai hasil dari amalan yang ia lakukan.

Sebenarnya maqam dan hal adalah dua aspek yang saling terkait. Makin tinggi maqam
yang dicapai seseorang makin tinggi pula hal yang ia peroleh. Kalau maqam merupakan
tingkatan sikap hidup yang dapat dilihat dari tingkah laku seseorang, maka hal adalah kondisi
mental yang sifatnya abstrak. Ia tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dipahami dan dirasakan
oleh orang yang mengalaminya. Diantara sekian banyak nama dan sifat hal yang terpenting
dan biasa disebut oleh para sufi antara lain:

1. Al-Khauf (merasa takut kepada Allah kerena khawatir kurang sempurnanya


pengabdian)
2. Al-Raja’ (sikap optimisme dalam memperoleh karunia dan nikmat ilahi yang
disediakan bagi hamba-hamba-Nya yang shalih)
3. Asy-Syauq (rasa rindu yang memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni)
4. Al-Unsu (keadaan jiwa dan seluruh ekspresi terpusat penuh kepada satu titik sentrum
yaitu Allah)
5. Al-Yaqin (keyakinan yang diperoleh seseorang setelah menyaksikan dengan mata
kepalanya atau mata hatinya)

Kata mahabbah berasal dari kata ahabba-yuhibbu-mahabbatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam. Arti mahabbah yang dikehendaki dalam tasawuf yaitu kecintaan
yang mendalam secara ruhaniah pada Tuhan. Mahabbah berbeda dengan al-raghbah, karena
mahabbah adalah mencintai yang tanpa dibarengi dengan harapan pada hal-hal yang bersifat
duniawi, sedangkan al-raghbah cinta yang disertai perasaan rakus, keinginan yang kuat dan
ingin mendapat sesuatu, walaupun harus mengorbankan segalanya.

Harun Nasution mengatakan bahwa mahabbah adalah cinta, dan yang dimaksud ialah
cinta kepada Tuhan. Lebih lanjut Harun Nasution mengatakan pengertian yang diberikan
kepada mahabbah antara lain yang berikut:

1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya.

2. Menyerahkan seluruh diri yang dikasihi.

3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi, yaitu Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai