Anda di halaman 1dari 10

ILMUISASI ISLAM

Konsep Islam Menjadi Ilmu

Verren Fitri Qomariyah, Masadatul Asyuriyah, M. Sirojudin


Agus Nurul Huda
IAI BUNGA BANGSA CIREBON

ABSTRAK: Tujuan pembuatan jurnal ini adalah untuk mengkonsepkan islam


menjadi ilmu yang mana mengintegrasikan antara konsep islam dengan ilmu.
Seperti yang kita ketahui bahwasannya ilmu agama islam berasal dari wahyu
Allah SWT, Sunnah Nabi SAW dan ijtihad para Ulama. Sedangkan ilmu (science)
adalah ilmu yang berasal dari ilmu yang berbasiskan penalaran manusia
berdasarkan data yang empiris melalui penelitian.
Kata kunci: Ilmuisasi Islam dan Paradigma Islam

A. Pendahuluan
Al-Qurn dan Hadits Nabi memerintahkan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan cara memikirkan ciptaan langit dan bumi, menyuruh
untuk berpikir, mengamati, dan meneliti alam semesta. Al-Qurn menantang
manusia untuk meneliti alam semesta hingga sekecil-kecilnya. Misalnya, QS.
al-Ghasiyah, (88): 17-30: Tidakkah mereka perhatikan bagaimana unta
diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan bumi dihamparkan.
Ayat-ayat tersebut jika diresapi maknanya secara mendalam, sebenarnya
merupakan perintah dan anjuran mengggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya
dengan melakukan riset terhadap alam semesta. Persoalannya adalah, bahwa
selama ini para ilmuan seperti; ahli biologi, kimia, fisika, sosiologi, psikologi
dan seterusnya, dalam mengembangkan dan meneliti alam semesta belum
mengacu kepada ayat-ayat Al-Quran. Sementara kebanyakan para ulama
yang menekuni al-Qurn dan Hadits berhenti pada kajian teks saja, belum
sampai melahirkan semangat untuk meneliti alam semesta ciptaan Allah
secara ilmiah sebagaimana yang dipesan Al-Qurn.

Page | 1
Perlunya pengilmuan Islam yakni orang Islam harus melihat realita
melalui Islam tentang keberadaan Al-Quran. Pertama, perlunya Islam
sebagai teks (Al-Quran dan As-Sunnah) untuk dihadapkan kepada realita
kehidupan, baik realitas sehari-hari maupun realitas ilmiah yang berarti dari
teks ke konteks (teks konteks). Kedua, ilmu budaya dan sosiologi
pengetahuan, realitas itu tidak dilihat secara langsung oleh orang, tetapi
melalui tabir (kata, konsep, simbol, budaya, persetujuan masyarakat).
Paradigma Al-Quran untuk Perumusan Teori adalah untuk menjadikan
asumsi normatif agama (Quran dan Sunnah) menjadi dasar teori ilmu.
Ketiga, tanpa mengakui adanya faktor manusia, konstruksi pengalaman
manusia menjadi ilmu tidak lengkap.
Orang sering mencampuradukan antara kebenaran dan kemajuan,
sehingga pandangannya tentang kebenaran terpengaruh oleh kemajuan-
kemajuan. Kebenaran itu non comulative (tidak bertambah) sedangkan
kemajuan itu comulative (bertambah). Yang berarti kebenaran itu tidak
berkembang dari waktu ke waktu, sedangkan kemajuan itu berkembang.
Dalam hal ini agama, filsafat termasuk dalam hal comulative, sedangkan
fisika, teknologi, dan ilmu kedokteran itu termasuk comulative. Itulah
sebabnya orang masih bisa menerima kebijakan-kebijakan Nabi Isa, filsafat
politik Jean Jacques Rousseau, atau musik Beethoven, tetapi tidak untuk
fisika Newton, kedokteran Ibn Sina.
Teori tentang kebenaran teori tentang kebenaran (theory qf truth) yang
populer di kalangan praktisi (bisnis, politik, birokrasi ) ialah pragmatisme
(bahasa latin pragmaticus berarti praktis, aktif, sibuk, bahasa yunani
pragma berarti bisnis), filsafat terpenting yang tumbuh di amerika.
Pragmatisme di tumbuhkan oleh william james(1842-1910), seorang profesor
di harvard pada 1907 dengan buku pragmatism. Pokok dari teori tentang
kebenaran pragmatisme ialah, kepercayaan itu benar kalau dan hanya kalau
berguna. Ukuran dari kebenaran ialah, apakah suatu kepercayaan dapat
mengantarkan orang kepada tujuan pragmatisme menolakpandangan tentang
kebenaran kaum rasionalis dan idealis,karena pandangan mereka tidak
berguna dalam kehidupan yang praktis.william james tidak menolak

Page | 2
pengalaman keagamaan sebagai pengalaman ,tidak sebagai kebenaran.ia
bahkan menulis the varieties of religious experience(19020).islam tidak
seperti itu islam memandang kebenaran ialah apa saja yang datang dari Tuhan
(al-haqqu mirrabbik,QS. Al-Baqarah [2]: 144, 147), baik berguna atau
tidak sekarang ini dalam kehidupan praktis. Kemajuan jangan sampai
memperdayakan. Qs. Ali-Imran [3]:196 artinya : janganlah kamu terpedaya
oleh kebebasan orang-orang kafir di negeri-negeri(nya). Yang dimaksud
dengan kebebasan ialah kemajuan dalam bidang bisnis, demikian Al-
Quran dan terjemahannya menerangkan menambahkan kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tuntunan untuk menjadi orang islam yang menyeluruh (kaffah, QS.
Al-Baqarah [2]: 208) dan otentik- jalan yang lurus (shirathal-mustaqim,
QS. Maryam [19]: 36). Yang berikut menjadi menyeluruh dalam cara
berpikir, berkata, dan berbuat. Tuntunan tersebut hanya terbatas mengenai
akidah, ibadah, syariat, dan akhlak. Dalam aqidahlah teori tentang kebenaran
dimasukkan, karena akidah termasuk hal yang sangat dibutuhkan atau primer.
Selanjutnya, ada seruan untuk tetap berpegang teguh pada agama Allah.
QS. Ali-Imran [3]: 103 menyerukan: Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. Karena itu
orang selalu kembali pada Al-Quran dan As-Sunnah sebagai rujukan.
Dengan kata lain kembali kepada teks. Berikut ada dua model yang berusaha
kembali kepada agama Allah SWT yaitu:
1. Dekodifikasi (penajabaran)
Diadakannya Dekodifikasi disini agar Islam tetap pada asasnya (konsisten)
maka Islam perlu dijaga dengan kriteria tertentu bagi penafsir Al-Quran
dimaksudkan supaya ilmu agama tetap konsisten, tidak berubah dari aslinya.

2. Islamisasi pengetahuan
Islamisasi pengetahuan yakni berusaha supaya umat Islam tidak begitu
saja meniru metode-metode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan
pada pusatnya, yaitu tauhid atau dari konteks kepada teks.

Page | 3
3. Demistifikasi (peniadaan mistik)
Demistifikasi dimaksudkan sebagai gerakan intelektual untuk
menhubungkan kembali teks dengan konteks. Supaya antara teks dan konteks
ada korespodensi (kesinambungan).

B. Paradigma Al-Quran untuk Perumusan Teori


Paradigma Al-Quran berarti suatu konstruksi pengetahuan yang
memungkinkan kita memahami realitas sebagaimana Al-Quran
memahaminya. Konstruksi pengetahuan itu dibangun oleh Al-Quran pertama-
tama dengan tujuan agar kita memiliki hikmah dengan dasar dapat
membentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai normatif Al-Quan, baik
level moral maupun pada level sosial. Konstruksi itu juga memungkinkan kita
untuk merumuskan desain-desain mengenai sistem Islam, termasuk dalam
sistem pengetahuannya. Jadi di samping memberikan gambaran aksiologi,
paradigma Al-Quran juga dapat berfungsi untuk memberikan wawasan
epistemologi. Untuk memahami Al-Quran perlu adanya pendekatan sintetik
analitik yang mana pendekatan ini menganggap bahwa pada dasarnya
kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Berisi konsep-konsep
Banyak sekali istilah Al-Quran yang merujuk pada pengertian-pengertian
normatif yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-
ajaran keagamaan pada umumnya.

2. Kisah-kisah sejarah dan amtsal (perumpamaan)


Al-Quran mengajak dilakukan kontemplasi (perenungan) untuk
memperoleh hikmah (wisdom). Melalui perenungan terhadap kejadian-
kejadian atau peristiwa historis yang berisi hikmah tersembunyi, yang
mana manusia diajak untuk merenungkan hakikat dan makna kehidupan.

Melalui pendekatan pemahaman sintetik ini kita melakukan


subjektivikasi terhadap ajaran-ajaran keagamaan dalam rangka
mengembangkan pandangan etik dan moral individual. Ini berarti Al-Quran

Page | 4
telah berfungsi untuk transformasi psikologis, dan itu sangat penting dalam
rangka menciptakan syakhsiyyah-Islamiyyah (islamic personality), serta
penyempurnaan kepribadian Islam.
Struktur transendental sebagai referensi untuk menafsirkan realitas,
dimaksudkan adalah pengakuan mengenai ide yang murni, yang sumbernya
berda di luar diri manusia, dan teori-teori Islam sebagai bagian penting
pragmatis Islam untuk memenuhi misi profentik, yakni membangun
peradaban.

C. Epistemologi Paradigma Islam


Kemungkinan teks Islam yang berasal dari abad ke-7 itu sanggup menjadi
ilmu modern.
1. Strukturalisme transendental
Struktur sendiri Menurut Websters New International Dictionary kata
structure berasal dari bahasa latin yang artinya bangunan, dari kata structus
yang berarti menyusun. Struktur mempunyai 3 ciri yakni: keseluruhan,
perubahan bentuk, dan mengatur diri sendiri. Transendental berasal dari
bahasa latin trancendere yang artinya memanjatdi/ke atas. Yang lebih dekat
makna transendental adalah abstrak, metafisis dan melampaui.
Strukturalisme transendental akan berguna bagi 3 ilmu (ilmu alam,
kemanusiaan, dan agama)untuk sekaligus menyadari adanya totalitas Islan
dan adanya perubahan-perubahan. Sola terbesar bagi Islam ialah bagaimana
mengikuti perubahan tanpa kehilangan jati dirinya sebagai agama yang
kaffah.
Dan perlu adanya kesadaran yang dialami oleh setiap individu dalam
pengilmuisasian islam, berikut enam kesadarannya:
a. Kesadaran adanya perubahan
b. Kesadaran kolektif
c. Kesadaran sejarah
d. Kesadaran adanya fakta sosial
e. Kesadaran adanya masyarakat abstrak
f. Dan kesadaran perlunya objektifikasi

Page | 5
D. Metodologi Pengilmuan Islam
Ada dua metodologi dalam pengilmuan Islam yaitu : integralisasi dan
objektifikasi.
1. Integralisasi
Integralisasi adalah pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan
wahyu (petunjuk Allah dalam Al-Quran beserta pelaksanaanya dalam
Sunnah Nabi). Berikut alur pertumbuhan ilmu-ilmu integralistik.

Agama teoantroposentrisme dediferesiansi ilmu


integralistik
Keterangannya sebagai berikut:
a. Agama
Al-Quran merupakan wahyu dari Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, diri sendiri dan dengan lingkungan. Dan kitab
Al-Quran sebagai pedoman umat Islam di dunia dan akhirat.
b. Teoantroposentrisme
Arti teoantroposentrisme di sini adalah di mana sumber pengetahuan
berasal dari Tuhan dan manusia.
c. Dediferensiasi
Dediferensiasi adalah penyatuan kembali agama dengan
aspekkehidupan lain, termasuk agama dengan ilmu.
d. Ilmu integralistik
Ilmu yang menyatukan (bukan sekedar mengabungkan) wahyu
Tuhan dan temuan pikiran manusia(ilmu-ilmu integralistik) tidak akan
mengucilkan Tuhan (sekularisme) atau mengucilkan manusia.
Diharapkan bahwa integralisme akan sekaligus menyelesaikan konflik
antara sekularisme ekstrem dan agama-agama radikal dalam banyak
sektor.

Ilmu yang ada sekarang ini adalah hasil dari modernisme, yaitu ilmu
yang terpisah dari agama, ilmu yang mandiri, dan ilmu sekular. Maka wajar
saja kalau dalam kurun pasca modern ini Islam menghendaki paradigma baru
yang merupakan hasil dediferentiation (rujuk kembali) antara agama dan

Page | 6
ilmu, wahyu dan rasio. Rupannya keinginan integrasi ilmu telah di umumkan
di dunia Islam.

2. Objektifikasi
Objektifikasi adlah perbuatan rasional nilai yang diwujudkan ke dalam
perbuatan rasional, sehingga orang luar pun dapat menikmati tanpa harus
menyetujui nilai-nilai asal. Misalnya, ancaman Tuhan kepada orang Islam
sebagai orang yang mendustakan agama ila tidak memperhatikan kehidupan
orang-orang miskin dapat diobyektifkan,dengan program IDT9(inpres
DesaTertinggal).kesetiakawanan nasional adalah objektifikasi dari ajaran
tentang ukhuwwah.

a. Objektifikasi islam
Dalam islam ada ketentuan bahwa orang harus menetapkan hukum
berdasar hukum allah.kalau tidak, Al-Quran menyebutnya sebagai tindakan
kafirun, zhalimun, dan fasiqun (baca QS Al-Maidah [15]; 44, 45, 470). Itulah
yang menjadi dasar kenapa di banyak negara islam, Al-Quran dipakai sumber
hukum, dan kenapa banyak yang ingin membuat negara islam. Objektifikasi
islam juga tetap menganggap bahwa AI-Quran adalah sumber hukum.
Perbedaannya terletak dalam prosedur, tidak dalam hakikat. Objektifikasi
islam akan menjadikan AI-Quran terlebih dahulu sebagi hukum positif, yang
pembentukannya atas persetujuan bersama warga negara. Dengan demikan
tidak langsung seluruh syariat islam menjadi hukum negara ,tetapi melalui
objektifikasi. Demikian juga seandainya hukum kanonik kristen kalau akan di
jadikan hukum negera harus lebih dulu dipilih yang objektif, yang berlaku
untuk semua orang.
Ada memang wilayah hukum, ketika syariat di berlakukan ke dalam untuk
orang islam.Tentu saja UUPA (Undang-Undang peradilan Agama) dan
kompilasi hukum islam adalah suatu kemajuan yang harus disyukuri,
meskipun wilaayah hukum itu hanya terbats hukum keluarga, yang tidak lebih
dari situasi zaman kolonial.

Page | 7
Dalam pembentukan hukum positif itulah dipertemukan objektifikasi dari
banyak hukum agama; islam,katolik, protestan, hindu,dan buddha, serta
hukum-hukum lain dari perkembangan hukum di indonesia.kerancuan akan
terjadi bila salah satu sumber hukum dilalaikan,seperti pada RUU-PA pada
awal 1996,yang merupakan kesadaran umat islam.
Dengan objektifitasi akan terjamin kesamaan didalam hukum antar agama-
agama.Dengan demikian hilanglah ancaman terhadap stabilitas nasional.
Karena itu unhkapanmenghukumi dengan hukum AIIahitu juga harus
diobjektifikasikan dalam sejumlah perundangan, peraturan, peraturan
pemerintah,instruksi, juklak, dan juknis. Jadi tidak begitu saja berlaku. Umat
islam menghendaki objektifisme, dan bukan sekularisme.
Melalui hukum inilah terletak usaha- usaha ke jalan Tuhan (fisabilillah)
dan jalan Orang Teraniaya (fi sabilil mustadhafin). Perjuangan yang selama
ini hanya dipandang sebagai perjuangan fi sabilillah yang sering dianggap
abstrak, harus ditambah dengan perjuangan yang kongkret fi sabilil
mustadhafin.hukum positif yang kecil-kecillahsering terlewat dari
pandangan ahli hukum agama.padahal disitulah terjadi clash of interest antar
kelompok (kelas,golongan,lapisan ) dalam masyarakat. Misalnya,soal UMR
(Upah Minimum Regional).
Sudah waktunya objektifikasi islam juga menyentuh hukumyang
kecil,tidak hanya terbatas pada hukumyang besar.ini memerlukan
sumberdaya manusia yang berpengetahuan luas tentang hukum Tuhan dan
sanggup melakukan objektifikasi.Kiranya semua OPP( Organisasi peserta
pemilu )dengan mengerahkan sumber daya intelektual dapat menyentuh
kepentingan yang kecil dengan sederhana yang sering dilupakan bila ada isu-
isu besar dan gawat.

3. Periodesasi
Membagi-bagi sejarah dalam periode-periode sangat penting objektifitas
mempunyai kaitan teoritis dengan periode ilmu-ilmu dari periodesasi sejarah
politik umat islam di indonesia. Periode terbagi menjadi 3 : periode mitos,
periode ideologi dan periode ilmu.

Page | 8
a. Periode mitos ditandai dengan cara berpikir pralogis (mistis) berbentuk
magi, pergerakan politik (pemberontakan) dengan lokasi pedesaan,
bersifat lokal, latar belakang ekonomi agraris, masyarakat petani,
solidaritas mekanis dan kepemimpinan tokoh karismatik.
b. Periode ideologi harus digantikan dengan pancasila
c. Periode ilmu

E. Etika Paradigma Islam


Ada 4 hal yang akan dibicarakan yaitu : 1.) mengenai tujuan akhir
paradigma islam, 2.) keterlibatan umat (paradigma islam) dalam sejarah, 3.)
methodological objectivism, dan 4.) sikap paradigma islam terhadap ilmu-
ilmu sekular.
Pertama, tentang tujuan akhir paradigma islam tranformasi kemanusiaan
akan menuju ke arah masyarakat sekular seperti terjadi di dunia Barat.
Kedua, untuk kperluan keterlibatan umat berjuang sejarah kemanusiaan
yaitu humanisasi (dalam memanusiaakan orang), liberasi (membebaskan
manusia dari penindasan), dan transendensi (membawa manusia beriman
kepada tuhan).
Ketiga, metodological objectivism artinya kita sepenuhnya menghormati
objek penelitian, menjadikan objek penelitian sebagai subjek yang mandiri
menghargai nilai-nilai yang dianut objek penelitian.
Keempat, islam sebagai ilmu akan selalu kritis terhadap semua
pengetahuan sekular atau tidak, bahkan kritis kepada diri sendiri.

F. Penutup Paradigma Islam Sebagai Kritik Peradaban Modern


Tugas utama paradigma islam ialah melawan sekularisme. Sekularisme
mempunayi multi efek, merasuk dalam-dalam jiwa peradaban, dan sangat
fndamental dalam cara berfikir manusia. Dan jangan lupa indonesia adalah
bagian dari peradaban modern.

Page | 9
DAFTAR PUSTAKA

Kuntowijoyo, (2006) Islam Sebagai Ilmu. Tiara Wacana. Yogyakarta


Mufid. F. Jurnal Integrasi Ilmu-ilmu Islam.pdf

Page | 10

Anda mungkin juga menyukai