Anda di halaman 1dari 5

Penentuan Pendapat Rakyat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Peta Menunjukan Indonesia dan Papua Barat.

Artikel ini bagian dari seri


Sejarah Indonesia

Lihat pula:

Garis waktu sejarah Indonesia


Sejarah Nusantara

Prasejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Salakanagara (130-362)

Kutai (abad ke-4)

Tarumanagara (358–669)

Kendan (536–612)

Galuh (612-1528)

Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7)

Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13)

Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)

Kerajaan Medang (752–1006)

Kerajaan Kahuripan (1006–1045)


Kerajaan Sunda (932–1579)

Kediri (1045–1221)

Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)

Singhasari (1222–1292)

Majapahit (1293–1500)

Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15)

Kerajaan Islam

Penyebaran Islam (1200-1600)

Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521)

Kesultanan Ternate (1257–sekarang)

Kerajaan Pagaruyung (1500-1825)

Kesultanan Malaka (1400–1511)

Kerajaan Inderapura (1500-1792)

Kesultanan Demak (1475–1548)

Kesultanan Kalinyamat (1527–1599)

Kesultanan Aceh (1496–1903)

Kesultanan Banjar (1520–1860)

Kesultanan Banten (1527–1813)

Kesultanan Cirebon (1430 - 1666)

Kesultanan Mataram (1588—1681)

Kesultanan Palembang (1659-1823)

Kesultanan Siak (1723-1945)

Kesultanan Pelalawan (1725-1946)

Kerajaan Kristen

Kerajaan Larantuka (1600-1904)

Kolonialisme bangsa Eropa

Portugis (1512–1850)

VOC (1602-1800)
Belanda (1800–1942)

Kemunculan Indonesia

Kebangkitan Nasional (1899-1942)

Pendudukan Jepang (1942–1945)

Revolusi nasional (1945–1950)

Indonesia Merdeka

Orde Lama (1950–1959)

Demokrasi Terpimpin (1959–1965)

Masa Transisi (1965–1966)

Orde Baru (1966–1998)

Era Reformasi (1998–sekarang)

 l
 b
 s

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang diadakan pada tahun 1969
di Papua Barat yang untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik
Belanda atau Indonesia. Pemilihan suara ini menanyakan apakah sisa populasi mau
bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Para wakil yang dipilih dari populasi
dengan suara bulat memilih persatuan dengan Indonesia dan hasilnya diterima oleh PBB,
meskipun validitas suara telah ditantang dalam retrospeksi.

Daftar isi
 1 Dasar
 2 Proses
 3 Tahap-Tahap Pepera
 4 Tuntutan untuk Ulang pemungutan suara
 5 Rujukan
 6 Referensi

Dasar
Referendum dan melakukan yang telah ditetapkan dalam Perjanjian New York; Pasal 17 yang
sebagian mengatakan:

"Indonesia akan mengundang Sekretaris Jenderal untuk menunjuk seorang Wakil yang" ..
"akan melaksanakan tanggung jawab Sekretaris-Jenderal untuk memberikan saran,
membantu, dan berpartisipasi dalam pengaturan yang menjadi tanggung jawab dari Indonesia
untuk pelaksanaan pemilihan bebas. Sekretaris Jenderal akan, pada waktu yang tepat,
menunjuk PBB Perwakilan sehingga dia dan stafnya mungkin menganggap tugas mereka
dalam satu tahun wilayah sebelum penentuan-diri. ".. "Perwakilan PBB dan stafnya akan
memiliki kebebasan yang sama gerakan seperti yang disediakan bagi personel dimaksud
dalam Pasal XVI".

Perjanjian ini berlanjut dengan Pasal 18:

Pasal XVIII Indonesia akan membuat pengaturan, dengan bantuan dan partisipasi PBB
Perwakilan dan stafnya, untuk memberikan orang-orang di wilayah, kesempatan untuk
melaksanakan kebebasan memilih. Pengaturan demikian akan mencakup:

 Konsultasi (musyawarah) dengan dewan perwakilan mengenai prosedur dan metode


yang harus diikuti untuk memastikan secara bebas menyatakan kehendak penduduk.
 Penentuan tanggal yang sebenarnya dari pelaksanaan pilihan bebas dalam jangka
waktu yang ditetapkan oleh Persetujuan ini.
 Formulasi pertanyaan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penduduk untuk
memutuskan (a) apakah mereka ingin tetap dengan Indonesia, atau (b) apakah mereka
ingin memutuskan hubungan dengan Indonesia.
 Kelayakan dari seluruh orang dewasa, pria dan wanita, bukan warga asing untuk
berpartisipasi dalam tindakan penentuan nasib sendiri akan dilaksanakan sesuai
dengan praktik internasional, yang bertempat tinggal pada saat penandatanganan
Persetujuan ini, termasuk mereka warga yang berangkat setelah 1945 dan yang
kembali ke wilayah itu untuk melanjutkan tinggal setelah berakhirnya pemerintahan
Belanda.

Proses
Menurut Pasal 17 dari New York Agreement, plebisit itu tidak terjadi sampai satu tahun
setelah kedatangan wakil PBB Fernando Ortiz-Sanz di wilayah pada tanggal 22 Agustus
1968. Namun setelah NASA mengumumkan jadwal penerbangan Apollo 11 mendarat di
Bulan untuk Juli, Indonesia mengusulkan plebisit yang dilakukan enam minggu-minggu awal
selama bulan Juli 1969.

Perjanjian New York ditetapkan bahwa semua laki-laki dan perempuan di Papua yang tidak
asing memiliki hak untuk memilih dalam Undang-Undang. Jenderal Sarwo Edhi Wibowo,
bukan dipilih 1.025 orang Melanesia dari perkiraan populasi 800.000 jiwa sebagai wakil
Barat New Guinea untuk suara. Mereka memilih publik dan secara bulat mendukung tersisa
dengan Indonesia. PBB mencatat hasil dengan Resolusi Majelis Umum 2504. Menurut Hugh
Lunn, wartawan dari Reuters, orang-orang yang dipilih untuk suara itu diperas menjadi suara
menentang kemerdekaan dengan ancaman kekerasan terhadap orang-orang mereka [1]
Kontemporer diplomatik kabel menunjukkan. Amerika diplomat mencurigai bahwa Indonesia
tidak bisa memenangkan pemungutan suara yang adil , dan juga mencurigai bahwa suara itu
tidak dilaksanakan secara bebas, namun para diplomat melihat acara sebagai "kesimpulan
terdahulu" dan "marjinal untuk kepentingan AS"[2]

Tahap-Tahap Pepera
Sebagai bagian dari perjanjian New York, Indonesia sebelum akhir tahun 1969 wajib
menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat. Pada awal tahun 1969,
pemerintah Indonesia mulai menyelenggarakan Pepera. Penyelenggaraan Pepera dilakukan 3
tahap yakni sebagai berikut,

 Tahap pertama dimulai pada tanggal 24 maret 1969. Pada tahap ini dilakukan
konsultasi dengan deewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan
Pepera.
 Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah pepera yang berakhir pada
bulan Juni 1969.
 Tahap ketiga dilaksanakan pepera dari kabupaten Merauke dan berakhir pada tanggal
4 Agustus 1969 di Jayapura.

Pelaksanaan Pepera itu turut disaksikan oleh utusan PBB, utusan Australia dan utusan
Belanda. Ternyata hasil Pepera menunjukkan masyarakat Irian Barat menghendaki bergabung
dengan NKRI. Hasil Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan pada tanggal 19 November
1969, Sidang Umum PBB menerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera.

Tuntutan untuk Ulang pemungutan suara


Setelah Kejatuhan Soeharto tahun 1998, Uskup Agung Desmond Tutu aktivis Hak Asasi
Manusia dan beberapa anggota parlemen Amerika dan Eropa meminta Sekretaris PBB Kofi
Annan untuk meninjau peran PBB dalam pemungutan suara [2] Ada ura-ura yang telah
memanggil PBB untuk melakukan referendum sendiri, dengan semua suara pemilih dan kritik
mengatakan Perjanjian New York adalah sah biarpun tidak dilibatkan masyarakat asli Papua
tetapi Penentuan Pendapat Rakyat tidak memenuhi Kriteria atau tidak sesuai dengan praktik
Hukum Internasional, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi yaitu dengan cara "One Man One
Vote" satu orang satu suara, tetapi dilakukan menurut kebiasaan Indonesia dengan
"Musyawarah" banyak orang satu suara. Para peserta Penentuan Pendapat Rakyat dipilih dan
memilih oleh Indonesia sendiri, malah para peserta diteror dan diintimidasi dalam
pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat 1969.
Mereka menyerukan suara juga menunjuk pada lisensi tahun 30 dimana Indonesia dijual
kepada perusahaan Freeport-McMoRan untuk hak penambangan Papua pada tahun 1967, dan
untuk respon militer Indonesia terhadap referendum Timor Timur sebagai pendukung untuk
mendiskreditkan 1969 Tindakan Pemilihan Bebas. Posisi Pemerintah Indonesia bahwa PBB
mencatat hasil memvalidasi pelaksanaan dan hasilnya.[3] Tuntutan tersebut itu karena
Penentuan Pendapat Rakyat Referendum tidak diadakan sesuai dengan praktik Hukum
Internasional, HAM dan Demokrasi yaitu dengan cara "One Man One Vote" satu orang satu
suara, tetapi Penentuan Pendapat Rakyat malah dilakukan menurut kebiasaan Indonesia yaitu
Musyawarah "satu suara banyak orang". dan para peserta PEPERA itu dipilih oleh
pemerintah Indonesia Sendiri, dan para peserta itu diintimidasi dan teror oleh Militan dan
Militer TRIKORA Indonesia yang dikomandoankan oleh Soeharto 1963 setelah setahun
mendeklarasikan kemerdekaan negara West Papua pada tanggal 1 Desember 1962. Trikora
yang dikomandoankan untuk membubarkan negara baru West Papua yang terbentuk itu dan
mensukseskan penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dengan pengkondisian yaitu
menghabiskan Organisasi Papua Merdeka yang mendirikan negara West Papua yang lengkap
dengan atribut negara.

Anda mungkin juga menyukai