Anda di halaman 1dari 3

Stunting merupakan defisiensi gizi kronik yang terjadi pada masa pertumbuhan dan

perkembangan sejak awal masa kehidupan serta akan berpengaruh terhadap


kesehatan,kecerdasan,dan produktivitas saat dewasa(Nadhiroh, Siti Rahayu; Ni’mah, 2010)
(Annur et al., 2019). Di Negara berkembang seperti Indonesia, permasalahan Stunting adalah
masalah yang sangat klise serta kronis (Sudiarti, 2013).Stunting pada balita akan membawa
dampak negatif yang sangat dominan terhadap tumbuh kembang anak yang akan menimbulkan
hilangnya masa hidup sehat balita serta dampak yang lebih serius seperti kecacatan, tingginya
angka kesakitan dan percepatan kematian(Nadhiroh, Siti Rahayu; Ni’mah, 2010). Hal ini akan
memunculkan penurunan kualitas sumber daya manusia jika dibandingkan dengan anak yang
tidak mengalami stunting (Sudiarti, 2013).

Pemenuhan kebutuhan dan nutrisi saat anak sangatlah vital dalam proses pertumbuhan
dan perkembangan sehingga bisa selaras dengan perkembangan lingkungan. Anak yang
mengalami Stunting akan mengalami peningkatan risiko mortalitas dan morbiditas yang
berhubungan sangat erat dengan kelahiran anak dengan berat lahir yang rendah(Annur et al.,
2019). Banyak faktor yang menjadi penyebab utama dari terjadinya Stunting, baik itu dari faktor
eksternal seperti lingkungan maupun faktor Internal seperti nutrisi. Berikut ini adalah beberapa
faktor penyebab terjadinya Stunting :

1. Kurangnya konsumsi makanan bergizi dan kebersihan makanan

Makanan merupakan hal biologis yang harus dipenuhi makhluk hidup setiap harinya.
Pemenuhan kebutuhan metabolisme manusia melalui makanan haruslah mencukupi kebutuhan
nutrisi yang adekuat tiap harinya. Kebutuhan nutrisi yang harus didapatkan anak mulai dari masa
kandungan sampai masa remaja sangat lah vital perannya. Banyak orang tua yang menganggap
remeh makanan yang akan diberikan kepada anaknya. Pemberian nutrisi melalui makanan yang
tepat akan meningkatkan status gizi yang akan bias terealisasi dengan pengetahuan yang baik
dari orang tua. Ketidaktahuan orang tua mengenai pemenuhan gizi pada anaknya menyebabkan
defisiensi nutrisi yang akan mengarah pada terjadinya Stunting. Tingginya aktivitas fisik serta
terdapatnya sifat pilih-pilih makanan pada anak-anak juga memperbesar prevalensi terjadinya
Stunting.

Faktor kebersihan makanan dan air juga merupakan hal penting terjadinya tingginya
prevalensi Stunting. Mengonsumsi makanan ataupun air yang tidak higienis akan menyebabkan
keracunan pada anak sehingga bias menimbulkan masalah pada pencernaan anak. Berbanding
lurus dengan hal itu maka anak akan mengalami masalah-masalah seperti mual, muntah, dan
diare yang akan menurunkan kempuan tubuh dalam penyerapan nutrisi. Ketidakadekuatan nutrisi
dalam tubuh dalam waktu yang lama akan menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi anak
yaitu Stunting(Beal et al., 2018). Keluarga yang memiliki sumber air minum tidak terlindung
lebih banyak mengalami stunting dibandingkan balita dari keluarga yang memiliki sumber air
minum terlindung. Studi membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sumber air minum
dengan kejadian stunting balita(Sudiarti, 2013).

2. Status Ekonomi Keluarga

Status ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya stunting. Anak
yang lahir dari kondisi keluarga yang kurang mampu pastinya akan mengalami kesulitan dalam
memenuhi nutrisi. Secara statistic menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara status ekonomi keluarga dengan kejadian stunting pada balita. Balita yang
berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah 1.29 kali berisiko mengalami stunting
dibandingkan dengan balita dari keluarga dengan status ekonomi tinggi. Hal tersebut erat
berkaitan tingginya prevalensi anak dalam satu keluarga sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan nutrisi yang didapatkan pada setiap anak. Balita dari keluarga dengan jumlah
anggota rumah tangga banyak cenderung mengalami stunting dibandingkan balita dari keluarga
dengan jumlah anggota rumah tangga cukup. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara jumlah anggota rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita. Balita dari keluarga
dengan jumlah anggota rumah tangga banyak lebih berisiko 1.34 kali mengalami stunting
dibandingkan dengan balita dari keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga cukup(Sudiarti,
2013).

3. Berat lahir

Anak dengan berat lahir dari 3 000 g memiliki risiko menjadi stunting 1.3 kali
dibandingkan anak dengan berat lahir lebih dari atau sama dengan 3 000 g (Simanjuntak 2011).
Berat lahir merupakan prediktor kuat terhadap penentuan ukuran tubuh di kemudian hari. Hal ini
karena pada umumnya bayi yang mengalami Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) tidak
dapat mengejar pertumbuhan ke bentuk normal selama masa kanak-kanak (Sudiarti, 2013).

4. Breast Feeding

Manfaat ASI eksklusif paling penting ialah bisa menunjang sekaligus membantu
proses perkembangan otak dan fisik bayi. Hal tersebut dikarenakan, di usia 0 sampai 6
bulan seorang baui tentu saja sama sekali belum diizinkan mengonsumsi nutrisi apapun
selain ASI. Oleh karenanya, selama enam bulan berturut-turut, ASI yang diberikan pada
sang buah hati tentu saja memberikan dampak yang besar pada pertumbuhan otak dan
fisik bayi selama ke depannya. ASI eksklusif untuk bayi yang diberikan ibu ternyata
mempunyai peranan penting,yakni meningkatkan ketahanan tubuh bayi. Karenanya bisa
mencegah bayi terserang berbagai penyakit yang bisa mengancam kesehatan bayi.
Namun jika tidak mendapatkan ASI eksklusif maka bayi akan kesulitan dalam
beradaptasi dan mencerna makanan yang masuk kedalam tubuhnya serta akan
menimbulkan Stunting(Beal et al., 2018).

Annur, R., Jurnalis, Y. D., Chundrayetti, E., & Sayoeti, Y. (2019). Pengamatan Jangka Panjang
Remaja dengan Gizi Buruk Tipe Marasmus Kwashiorkor dan Short Bowel Syndrome et
causa Perforasi Yeyunum. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2), 460.
https://doi.org/10.25077/jka.v8.i2.p460-467.2019

Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of child
stunting determinants in Indonesia. In Maternal and Child Nutrition.
https://doi.org/10.1111/mcn.12617

Nadhiroh, Siti Rahayu; Ni’mah, K. (2010). Faktor yang berhubungan dengan kejadian. Media
Gizi Indonesia, 1, 13–19. https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3117/2264

Sudiarti, Z. O. dan T. (2013). FAKTOR RISIKO STUNTING PADA BALITA (24—59


BULAN) DI SUMATERA. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(3), 175–180.

Anda mungkin juga menyukai