Analis Hormon Pada Tumbuhan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 32

Giberelin, Etilen Dan Pemakai Dalam Bidang Pertanian

"Ir. I wayan wiraatmaja MP"


Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian UNUD 2017.
PENDAHULUAN
istilah zat pengatur tumbuh tanaman tersebut dikaburkan dengan istilah fitohormon,
vitamin dan nutrisi, karena sesungguhnya terdapat perbedaan.
1. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (ZPT)/plant growth substances merupakan
senyawa organik
bukan nutrisi tanaman yang aktif dalam konsentrasi rendah (dapat < 1 mM)
merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan secara kuantitatif maupun kualitatif. Bisa dihasilkan oleh tanaman
(alami/endogen) atau sintetik (eksogen).
2. Hormon adalah senyawa-senyawa organik yang efektif dalam konsentrasi rendah,
dibuat di
dalam sel pada bagian tertentu dari organisme, diangkut ke bagian lain dari
organisme tersebut, lalu menghasilkan proses fisiologi yang khusus.
3. Fitohormon adalah senyawa organik bukan nutrisi tanaman yang aktif dalam
jumlah yang
sangat kecil, diproduksi pada bagian tertentu dalam tumbuhan atau tanaman dan
umumnya ditranslokasikan ke bagian lain. Zat tersebut menimbulkan tanggapan
khusus secara biokimia, fisiologis atau morfologis.
4. Vitamin adalah senyawa organik yang diproduksi tumbuhan, aktif dalam jumlah
kecil,
umumnya tidak ditranslokasikan. Dengan kata lain daerah tempat produksi adalah
daerah tempat kerjanya.
5. Nutrisi adalah unsur atau senyawa kimia yang diperlukan untuk metabolisme dan
pertumbuhan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, istilah hormon tidak hanya terkait dengan
tumbuhan/tanaman tetapi juga menyangkut organisme lain. Sedangkan zat pengatur
tumbuh tanaman cakupannya lebih luas dari fitohormon, dimana fitohormon hanya
merupakan hormon tanaman yang diproduksi di dalam tubuh tanaman
(alami/endogen), sedangkan ZPT selain menyankut hormon tanaman endogen juga
meliputi hormon tanaman yang diproduksi secara sintetik (eksogen). Perbedaan
hormone tumbuhan dengan hormone hewan adalah hormon tumbuhan : (1) dihasilkan
oleh setiap sel yang aktif bermetabolisme dan (2) tempat sintesis, pengangkutan dan
respon bisa terjadi dalam satu sel, artinya aktivitas terjadi pada sel tempat sintesis
atau sel disekitarnya. Sebagai contoh etilen dapat memacu pemasakan semua sel yang
membuatnya dan sel lain yang ada disekitarnya. Sedangkan hormon hewan : (1)
dihasilkan oleh sekumpulan sel tertentu (jaringan atau kelenjar), dan (2) tempat
sintesis dan sasaran terpisah, dan dihubungkan oleh saluran pengangkutan.
Setiap jenis fitohormon mempunyai pengaruh yang khas, namun didalam
tubuh tanaman terdapat berbagai jenis fitohormon sehingga responnya nanti sangat
komplek. Selain itu, setiap fitohormon memberi respon terhadap berbagai organ
tumbuhan dan respon itu tergantung dari spesies, bagian tumbuhan, fase
perkembangan, konsentrasi, interaksi antara fitohormon, dan lingkungan. Oleh karena
itu, efek hormon tidak berlaku secara umum terhadap pertumbuhan dan
perkembangan suatu organ atau jaringan tumbuhan tertentu. Hal ini sesuai dengan
konsep ahli fisiologi tumbuhan yaitu Sach, yang menyatakan bahwa jaringan yang
berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap zat kimia yang sama.
Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai
pesan antar sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan,
diantaranya perkecambahan, perakaran, ppertumbuhan, pembungaan dan pembuahan.
Sebagai tambahan, hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai
faktor lingkungan kelebihan nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stres baik
secara kimia maupun fisik. Oleh karena itu, ketersediaan hormon sangat dipengaruhi
oleh musim dan lingkungan.
Pada umumnya dikenal ada lima kelompok hormon tumbuhan atau jenis
fitohormon, yaitu : 1) auxin, 2) giberelin, 3) sitokinin, 4) etilen, dan 5) ABA.
Berdasarkan aktivitas fisiologisnya fitohormon dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1) memacu pertumbuhan (promoter) seperti auxin, giberelin, dan sitokinin, 2)
menghambat pertumbuhan (inhibitor) eperti etilen dan ABA. Namun demikian
menurut perkembangan riset terbaru ditemukan molekul aktif yang termasuk zat
pengatur tumbuh dari golongan zat penghambat tumbuh (growth retardant) dan
polyamin seperti putrescine dan spermidine.
Auxin
Auxin adalah zat aktif dalam sistem perakaran. Senyawa ini membantu
proses pembiakan vegetatif. Pada satu sel auxin dapat mempengaruhi pemanjangan
sel, pembelahan sel dan pembentukan akar. beberapa type auxin aktif dalam
konsentrasi yang sangat rendah antara 0.01 sampai 10 mg/L.
Sitokinin
Sitokinin (cytokinine) merangsang pembelahan sel, pertumbuhan tunas, dan
mengaktifkan gen serta aktifitas metabolisme secara umum. Pada saat yang sama
sitokinin menghambat pembentukan akar. Oleh karenanya sitokinin sangat
berguna pada proses kultur jaringan dimana dibutuhkan pertumbuhan yang cepat
tanpa pembentukan perakaran. Secara umum konsntrasi sitokinin yang
digunakan antara 0.1 sampai 10 mg/L.
Giberelin
Giberelin adalah turunan dari asam gibberelat. Merupakan hormon
tumbuhan alami yang merangsang pembungaan, pemanjangan batang dan
membuka benih yang masih dorman. Ada sekitar 100 jenis giberelin, namun
Gibberellic acid (GA3)-lah yang paling umum digunakan.
Asam Absisik (Abscisic acid)
Asam absisik atau Abscisic Acid (ABA) adalah penghambat ppertumbuha dan
sering
disebut sebagai lawan dari giberelin. Hormon ini memaksa dormansi, mencegah
biji dari perkecambahan dan menyebabkan rontoknya daun, bunga dan buah.
Secara alami tingginya konsentrasi asam abscisat ini dipicu oleh adanya stres oleh
lingkungan misalnya kekeringan.
Etilen
Etilen (Etylene) merupakan senyawa unik dan hanya dijumpai dalam bentuk gas.
Senyawa
ini memaksa pematangan buah, menyebabkan daun tanggal dan merangsang
penuaan. Tanaman sering meningkatkan produksi etilen sebagai respon terhadap
stres dan sebelum mati.
Zat Penghambat Tumbuh
Zat pengmambat tumbuh adalah inhibitor yang bersifat spesifik. Zat ini
menghambat
pertumbuhan sel-sel pada subapikal meristem dengan tidak mempengaruhi sifat-
sifat fisiologis lainnya.
Poliamin
Poliamin mempunyai peranan besar dalam proses genetic yang paling mendasar
seperti
sintesis DNA dan ekspresi genetika. Spermine dan spermidine berikatan dengan
rantai phosphate dari asam nukleat. Interaksi ini kebanyakan didasarkan kepada
interaksi ion elektrostatik antara muatan positif kelompok ammonium dari
polyamine dan muatan negative dari phosphate.
PEMBAHASAN
Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang
oleh
Kurosawa pada tahun 1926. Sebelumnya, pada 1920-an para peneliti Jepang
menyelidiki suatu penyakit cendawan pada padi yang disebabkan oleh Giberelin
fujikuroi. Bila cendawan ini dikulturkan ternyata mengeluarkan suatu zat
giberelin A, yang dapat mendorong timbulnya gejala penyakit bila disemprotkan
pada tanaman sehat, dan dapat mendorong pemanjanga batang pada sejumlah
jenis tanaman lain. Giberelin A merupakan campuran dari sekurang-kurangnya 6
jenis giberelin GA1, GA2, GA3, GA4, GA7 dan GA9. Giberelin A3 (asam
giberelin) yang paling mudah didapat dan paling banyak digunakan dalam
penelitian. Campuran GA3 dan GA7 tersedia secara komersial (Moore, 1979).
Giberelin terdapat dalam berbagai organ seperti akar, batang, tunas, daun, tunas-
tunas bunga, bintil akar, buah dan jaringan kalus.
Macam-macam giberelin ada yang endogen mulai dari : GA1 sampai
dengan GA58 misalnya GA1 pada jagung, kacang tanah, pisang, tebu dan GA7
pada biji muda mentimun. Disamping itu ada pula sintetik umumnya adalah GA3,
tetapi ada juga GA4, GA7, GA9 sintettik.
Sifat-sifat struktur yang diperlukan untuk aktivitas kimia giberelin adalah :
1. Untuk aktivitas yang tinggi diperlukan adanya cincin A, B, C, D yang utuh
dari ent-giberelin
2. Gugus karboksil (COOH) pada C7 diperlukan untuk aktivitas yang tinggi
3. Gas yang paling atif adalah Gas yang mempunya ikatan lakton (CO--O--
C/CO pada C19 dan C pada C10) pada cicin A.

Rumus bangun giberelin


ETILEN
Struktur kimia etilen (etylene) sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon
dan 4 atom hydrogen. Dengan rumus molekul C2H4, rumus bangunnya seperti di
bawah ini.

Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auxin, giberelin,
dan sitokinin. Dalam keadaan normal etilen akan berbentuk gas. Di alam etilen
akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman.
Hormon ini antara berperan pada proses pematangan buah dalam fase klimakterik.
Etilen merupakan senyawa unik dan hanya dijumpai dalam bentuk gas. Senyawa
ini memaksa pematangan buah, menyebabkan daun tanggal dan merangsang
penuaan. Tanaman sering meningkatkan produksi etilen sebagai respon terhadap
stres dan sebelum mati. Konsentrasi etilen berfluktuasi terhadap musim untuk
mengatur kapan waktu menumbuhkan daun dan kapan mematangkan buah.
Fungsi Etilen Secara Fisiologis
Dalam proses fisiologis, etilen mempunyai peranan penting yaitu mendorong
pematangan,
memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh auxin, serta
mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang
dan bunga. Wereing dan Phillips (1970) mengelompokkan pengaruh etilen dalam
fisiologi tanaman sebagai berikut :
a. Mendukung respirasi klimakterik dan pematangan buah.
b. Mendukung epinasti.
c. Menghambat perpanjangan batang (elengation growth) dan akar pada beberapa
species
tanaman walaupun etilen ini dapat menstimulasi perpanjangan batang, coleoptil dan
mesokotil pada tanaman tertentu, misalnya Colletriche dan padi.
d. Menstimulasi perkecambahan.
e. Menstimulasi pertumbuhan secara isodiametrical lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan secara longitudinal.
f. Mendukung terbentuknya bulu-bulu akar.
g. Mendukung terjadinya absisi pada daun.
h. Mendukung proses pembungaan pada nanas.
i. Mendukung adanya flower fading dalam persarian anggrek.
j. Menghambat transportasi auxin secara basipetal dan lateral.
k. Mekanisme timbal balik secara teratur dengan adanya auxin yaitu konsentrasi
auxin yang
tinggi menyebabkan terbentuknya etilen. Tetapi kehadiran etilen menyebabkan
rendahnya konsentrasi auxin di dalam jaringan. Hubungannya dengan konsentrasi
auxin, hormon tumbuh ini menentukan pembentukan protein yang diperlukan
dalam aktifitas pertumbuhan, sedangkan rendahnya konsentrasi auxin, akan
mendukung protein yang akan mengkatalisasi sintesis etilen dan precursor.
Tempat sintesis etilen terjadi pada jaringan atau organ tanaman yang
sedang mengalami senescence (tissues undergoing senescence) atau mengalami
penuaan atau pada jaringan/organ/tanaman yang mengalami cekaman (stres).

Sumber etilen dapat berasal dari : (1) hasil pembakaran tidak sempurna senyawa
yang
tidak sempurna yang kaya karbon, batubara, minyak bumi, dan gas alam; (2)
komponen asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermo tor dan industri yang
memakai bahan bakar gas; (3) iluminasi gas penerangan rumah atau jalan raya; dan
(4) dihasilkan oleh tanaman dengan bahan dasar asam amino methionin.
Sampai saat ini biosintesis etilen tergolong paling lengkap diketahui
diantara biosintesis semua hormon tanaman yang lain. Precursornya adalah asam
amino methionine. Biosintesis etilen terjadi di dalam jaringan tanaman yaitu terjadi
perubahan dari asam amino methionine atas bantuan cahaya dan FMN (Flavin Mono
Nucleotide) menjadi methionel. Senyawa tersebut mengalami perubahan atas bantuan
cahaya dan FMN menjadi etilene, methyl disulphide, formic acid.
Berdasarkan skematik biosintesis tersebut, produksi etilen dipengaruhi :
1. Auxin akan meningkatkan etilen karena dapat merubah SAM ke ACC.
2. Sikloheksamine dan rhizobitoksin akan menghambat produksi etilen.
3. Stres akibat suhu yang tinggi, kekeringan, dan banjir, serta pelukaan akan
meningkatkan produksi etilen.
4. ABA juga meningkatkan produksi etilen.
5. Keadaan an aerob akan menghambat produksi etilen.
Etilen adalah satu-satunya fitohormon dalam bentuk gas karena itu pergerakan di
dalam
tanaman maupun ke luar dari tanaman dengan cara difusi. Walaupun setiap organ
tanaman/jaringan tanaman berkontak dengan etilen pada konsentrasi yang fisiologis
aktif, tidak semua organ/jaringan

Gambar. Skematik biosintesis etilen

Gambar. Siklus methionine dalam kaitannya dengan biosintesis etilen


responsif terhadap etilen. Target site mungkin tergantung pada fase
perkembangan
tertentu dari tanaman atau lingkungan yang tertentu seperti keadaan anaerobic dan
suhu. Kenyataan ini didapat dengan menelusuri jalur biosintesa dari etilen. Senyawa-
senyawa intermediate yang memegang kunci dalam biosintesa etilen adalah ACC dan
pembentukan ACC tergantung dari enzim sintesa jika enzim ini tidak ada atau berada
dalam bentuk inaktif maka ACC dan etilen tidak terbentuk. Jadi target cell untuk
etilen adalah sel-sel dimana terdapat cukup ACC untuk pembentukan etilen. ACC
yang cukup ini didapat dari enzim-enzim dalam sel tersebut yang aktif membuat ACC
atau ACC ditranslokasi dari sel-sel sekitar ke sel-sel yang bersangkutan. Menurut
konsep ini tiap-tiap sel sanggup membuat etilen.
DAFTAR PUSTAKA
Chaitrakulsub, S., S. Subhadrabandhu, T. Powsung, Ogata, R.H. Gemma. 1992.
Effect of
paclobutrazol on vegetative growth, flowering, fruit-set, fruit drop, fruit quality and
yield of lychee cv. Hong Huay. Acta Hort. 321:291-299.
Davies, P.J. 1995. The plant hormone concept: concentration, sensitivity and
transport. p.13-38.
In. Davies PJ. (Eds.). Plant hormones. Physiology, biochemistry and molecular
biology. 2th edition. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. 833 hlm.
Leopold, A.C., P.E. Kriedemann. 1975. Plant growth and development. Second
edition. USA:
Mcgraw-Hill Book Company. hlm. 271-336.
Moore, T.C. 1979. Biochemistry and physiology of plant hormones. New York:
Springer-Verlag
Inc. 274 hlm.
Mehouachi, J., F.R. Tadeo, S. Zaragoza, e. Primo-Millo, M. Talon. 1996. Effects of
gibberellic acid
and paclobutrazol on growth and carbohydrate accumulation in shoots and roots of
citrus rootstock seedlings. Journal of Hort. Science 71(5):747-754.
Salisbury, F.,B., C.W. Ross. 1992. Plant Physiology 4th Edition. Terjemahan Lukman
DR,
Sumaryono. Fisiologi tumbuhan. Jidid III. Perkembangan tumbuhan dan fisiologi
lingkungan. Bandung: Penerbit ITB Bandung. 343 hlm.
Sponsel, V.M. 1995. The Biosynthesis and metabolism of gibberellins in higher
plants. p.66-92.
In. Davies PJ. (Eds.). Plant hormones. Physiology, biochemistry and molecular
biology. 2th edition. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. 833 hlm.
Wareing, P.F., I.D.J. Phillips. 1970. The control of growth and differentiation in
plants. New
York:Pergaman Press. 302 hlm.Weaver, R.J. 1972. Plant growth substances in
agriculture. San Francisco: W. H. Freeman and Company. 594 hlm.

Pengaruh Konsentrasi Giberelin (GA3) terhadap Pertumbuhan Kailan


(Brassica oleracea L. Var alboglabra) pada Berbagai Media Tanam dengan
Hidroponik Wick System

Pendahuluan
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam
konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu zat pengatur tumbuh
yang sering digunakan adalah Giberelin (GA3) yang banyak berperan dalam
mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman. Menurut Yasmin (2014), aplikasi
konsentrasi GA3 yang diberikan mampu memacu pertumbuhan tanaman melalui
peningkatan tinggi tanaman dan luas daun. Pemberian GA3 ternyata dipengaruhi oleh
konsentrasi yang diberikan, konsentrasi GA3 yang dibutuhkan oleh setiap jenis
tanaman berbeda-beda. Pemberian konsentrasi GA3 yang tepat dapat mamacu
pertumbuhan tanaman. Hal ini dibuktikan pada penelitian Sunardi, Adimihardja dan
Mulyaningsih (2013), pada tanaman kangkung perlakuan 15 ppm GA3 berpengaruh
nyata meningkatkan bobot basah basah dan bobot kering tanaman. Menurut Sumiarti
cit Syafi’i (2005), penggunaan GA3 dengan konsentrasi 40 ppm pada tanaman selada
berumur 30 hari setelah tanam meningkatkan panjang daun, merangsang terjadinya
pembungaan, dan juga merangsang ukuran panjang sel tanaman selada secara nyata.
Menurut Nelson (2009), hidroponik sangat sesuai dengan kecenderungan
konsumen
perkotaan saat ini yaitu mencari produk yang berkualitas, memiliki nilai tambah
terhadap manfaat kesehatan, berpenampilan menarik, dan harga yang terjangkau.
Sistem hidroponik merupakan budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah. Media
tanam yang digunakan dalam sistem hidroponik dapat berupa media cair atau padat.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam penanaman secara
hidroponik diantaranya yaitu metode yang digunakan, media, unsur hara dan zat
pengatur tumbuh (ZPT). Metode yang digunakan dalam sistem hidroponik
diantaranya yaitu Sistem Sumbu (Wick System). Menurut penelitian Marlina,
Triyono dan Tusi (2015), yaitu mengenai hidroponik wick system pada sayuran
terhadap pengaruh media tanam granul dari tanah liat menunjukkan bahwa
hidroponilk wick system dapat menyerap unsur hara dengan baik dan dapat bekerja
sama dengan media. Media yang digunakan pada penanaman secara hidroponik juga
dapat menyokong dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Media tanam zeolit
dapat mengikat air dan unsur hara pada tanaman. Selain itu media dengan kandungan
nutrisi tertentu seperti arang sekam, pasir dan serbuk gergaji dapat bekerjasama
dengan unsur hara pada hidroponik (Ismail, 2013).
Penelitian ini bertujuan yaitu (1) Untuk mengetahui konsentrasi GA3 yang dapat
mempercepat
pertumbuhan tanaman kailan yang ditanam secara hidroponik wick system (2) Untuk
memperoleh media yang cocok terhadap pertumbuhan kailan yang ditanam secara
hidroponik dengan wick system (3) Untuk mengetahui interaksi GA3 dengan media
tanam terhadap pertumbuhan kailan yang ditanam secara hidropoik wick system.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan April - Juli 2016 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan
Rumah Kawat, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Andalas, Padang. Penelitian ini dilakukan menggunakan metoda
eksperimen, dengan memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam faktorial.
Terdiri dari dua faktor perlakuan dengan tiga kali ulangan. Faktor pertama yaitu
konsentrasi GA3 (0, 20, 40 dan 60 ppm) dan faktor kedua yaitu media tanam (zeolit,
pasir, arang sekam, serbuk gergaji).
Penyediaan media tanam
Media tanam yang digunakan yaitu media zeolit, media arang sekam, media pasir
dan media
serbuk gergaji. Pada media zeolit dan arang sekam dipakai media yang telah tersedia
dan dipasarkan, untuk media pasir digunakan pasir sungai yang telah diayak. Masing-
masing media dimasukkan ke gelas plastik yang telah disediakan sampai volume
masing-masing media mencapai ¾ dari pot plastik yang berdiameter 13 cm.
Penyedian alat wick system
Penyedian wadah hidroponik berupa penyediaan dua gelas plastik, kemudian gelas
plastik
pertama dibuat lubang pada bagian bawahnya sebanyak 4 buah. Lubang yang telah
dibuat ini kemudian di masukkan sumbu satu persatu. Selanjutnya dibuat
penyangga/rak sesuai dengan ukuran gelas plastik yang pertama sehingga pot plastik
yang kedua dapat menopang pot plastik yang pertama. Kemudian pot plastik yang
pertama ini diisi masing-masing media sesuai dengan perlakuan dan pot plastik yang
kedua diisi dengan larutan hara.
Penyediaan Unsur Hara
Unsur hara yang digunakan pada memiliki konsentrasi hara makro dan mikro yang
lengkap.
Unsur hara yang lengkap pada hidroponik ini menggunakan unsur hara fertimix.
Fertimix adalah merk dagang pupuk hidroponik siap pakai (Sunardi, 2013).
Penyediaan larutan hormon giberelin (GA3)

Disedian larutan hormon giberelin (GA3) dengan konsentrasi 100 ppm. Kemudian
dilakukan pengenceran untuk mendapatkan perlakuan yaitu (0 ppm, 20 ppm, 40
ppm dan 60 ppm). Pemberian hormon GA3 dilakukan dengan disemprotkan pada
semua bagian tumbuhan Kailan. Penyemprotan dilakukan setiap 2 kali seminggu
pada bagian batang dan daun tanaman yaitu pada sore hari sampai akhir
pengamatan.
Perlakuan pada hidroponik
Dilakukan dengan memindahkan bibit yang memiliki jumlah daun 3 helai dan
memiliki tinggi rata-rata 5 cm dari persemaian ke dalam masing-masing gelas
plastik yang telah berisi media penanaman sesuai dengan perlakuan yang telah
ditetapkan. Penanaman ini di lakukan selama 10 minggu dengan menyemprotkan
konsentrasi giberelin 2 kali seminggu.
Pengumpulan data
Pengamatan dilakukan pada bibit yang telah dipindahkan pada hidroponik wick
ssyste selama 10 minggu setelah tanam. Untuk pertambahan tinggi tanaman
dilakukan pengamatan pada minggu awal dan minggu akhir pengamatan.
Pertambahan tinggi tanaman diperoleh dari tinggi tanaman minggu akhir dikurangi
dengan tinggi tanaman minggu awal. Kemudian untuk pengukuran luas daun dan
panjang akar dilakukan pada minggu akhir pengamatan.
Analisis data
Dari hasil pengamatan dianalisa secara statistika dengan sidik ragam, dimana jika
nilai F hitung berbeda nyata atau besar dari F tabel, maka dilanjutkan dengan
Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf uji nyata 5%.
Hasil dan Pembahasan
Pertambahan Tinggi Tanaman
Hasil analisis statistik pada pertambahan tinggi tanaman kailan pada umur 10 mst
menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi GA3 berpengaruh nyata pada
pertambahan tinggi tanaman kailan. Pemberian konsentrasi 60 ppm mampu
memberikan hasil terbaik pada pertambahan tinggi tanaman kailan, berbeda nyata
dengan pemberian GA3 20 ppm dan 0 ppm sedangkan pemberian konsentrasi GA3
40 ppm tidak berbeda nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman kailan.Peningkatan
panjang batang adalah respon paling spesifik pada kebanyakan tanaman yang
diberikan GA3 dari luar, diakibatkan terjadinya peningkatan aktifitas pembelahan dan
pemanjangan sel apikal, sehingga ukuran sel akan bertambah Wattimena (1992).
Berikut merupakan hasil pertumbuhan tanaman kailan yang ditanam secara
hidroponik wick system dengan perlakuan berbagai konsentrasi GA3 pada media
tanam zeoli.

Gambar . Perbandingan tinggi tanaman kailan


pada media tanam zeolit dengan pemberian konsentrasi GA3 (A0 : GA3 0 ppm, A1 :
GA3 20 ppm, A2 : GA3 40 ppm dan A3 : GA3 60 ppm).
Pada perlakuan dengan berbagai media yang ditanam secara hidroponik juga
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Berdasarkan Tabel 1, perlakuan dengan
media zeolit memberikan hasil terbaik untuk tinggi tanaman, berbeda nyata pada
media serbuk gergaji, media pasir dan media arang sekam tidak berbeda nyata
terhadap pertambahan tinggi tanaman. Hal tersebut diduga karena media zeolit
memiliki sifat yang ringan jika terkena larutan hara sehingga tanaman mampu
menyerap unsur hara dengan optimal. Kelebihan media zeolit dari arang sekam yaitu
dapat menyimpan unsur hara dan menyuplai unsur hara ke tanaman tersebut. Menurut
Ismail (2013) media tanam zeolit memiliki mineral dengan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) dan daya retensi air yang tinggi yaitu penukar ion, absorsi dan penyaring
molekul. Berdasarkan hasil yang didapatkan, perlakuan media tanam zeolit
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dari pada perlakuan media tanam serbuk
gergaji dan pasir. Hal tersebut diduga karena pada media serbuk gergaji mudah kering
sedangkan pasir bersifat padat jika terkena larutan hara sehingga tanaman tidak
mampu menyerap unsur hara secara maksimal. Menurut Ismail (2013) media tanam
pasir memiliki luas permukaan kumulatif yang relatif kecil sehingga kemampuan
menyimpan air sangat rendah atau tanahnya lebih cepat kering. Pada media serbuk
gergaji memiliki kelemahan mudah kering dan sifat granulanya akan muncul
sehingga dapat mengurangi kemampuan dalam menyokong tanaman.

Luas Daun
Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap luas daun kailan umur 10 mst pada berbagai
media tanam hidroponik setelah dianalisis statistik dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi GA3 pada berbagai
media tanam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman, namun
tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan tersebut.
Pada perlakuan dengan media tanam hidroponik, media tanam zeolit dan serbuk
gergaji berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman kailan jika dibandingkan
dengan media tanam pasir namun tidak berpengaruh nyata terhadap media arang
sekam. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, media tanam zeolit mampu
meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Menurut Devlin (1983) unsur hara
yang cukup dapat meningkatkan perkembangan sel, maka jumlah sel yang terbentuk
meningkat dan proses fisiologis tanaman seperti respirasi, metabolisme karbohidrat,
sintesa asam lemak dan fotosintesis akan meningkat.
Panjang Akar
Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap panjang akar kailan umur 10 mst pada berbagai
media tanam hidroponik setelah dianalisis statistik dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi GA3 pada berbagai
media tanam berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman, kemudian terdapat
interaksi antara kedua perlakuan tersebut.
Pada perlakuan dengan berbagai media tanam media yang dapat meningkatkan
panjang akar
tanaman kailan yaitu media zeolit, arang sekam dan media serbuk gergaji
berpengaruh nyata terhadap panjang akar jika dibandingkan dengan media tanam
pasir. Hal ini diduga kerena sifat media tanam pasir yang sangat padat jika terkena
larutan hara, sehingga akar tanaman kailan akan sulit untuk mengalami pertumbuhan.
Selain itu media tanam pasir mempunyai sifat fisik yang keras ketika terkena air dan
sulit ditembus oleh akar dan menyebabkan pertumbuhan akar menjadi terganggu.
Kemudian ketersediaan oksigen didalam media tanam sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Ismail (2013) media tanam yang
baik adalah media yang mampu menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah cukup
bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat ditemukan pada media tanam dengan tata
udara yang baik, mempunyai kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk
perakaran yang cukup.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan mengenai pengaruh konsentrasi
GA3 terhadap pertumbuhan kailan (Brassica oleracea L. Var. alboglabra) pada
berbagai media tanam yang berbeda dengan hidroponik wick system dapat
disimpulkan bahwa (1) Konsentrasi GA3 60 ppm mampu memberikan hasil terbaik
terhadap pertumbuhan kailan (2) Media tanam zeolit mampu memberikan hasil
terbaik terhadap pertumbuhan kailan (3) Terdapat interaksi antara qGA3 dengan
media tanam hidroponik wick system terhadap panjang akar tanaman kailan.
Daftar Pustaka
Ayu, D. 2011. Kajian Komposisi Bahan Dasar Dan Kepekatan Larutan Nutrisi
Organik Untuk
Budidaya Baby Kailan (Brassica Oleraceae Var. Alboglabra) Dengan Sistem
Hidroponik Substrat. Skripsi S1. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Gardner, F. P., R. B. Prearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Diterjemahkan oleh H. Susilo. UI Press. Jakarta.
Ismail, F. 2013. Media Tanam sebagai Faktor Eksternal yang Mempengaruhi
Pertumbuhan
Tanaman. Jurnal Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
Surabaya.

Karsono, S., Sumarmodjo, dan Y. Sutioso. 2003. Hidroponik Skala Rumah Tangga.
Agromedia
Pustaka. Jakarata.
Sunardi, Ardimihardja dan Mulyaningsih. 2013. Pengaruh Tingkat Pemberian Zpt
Gibberellin
(Ga3) Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kangkung Air (Ipomea aquatica
Forsk L.) Pada Sistem Hidroponik Floating Raft Technique (FRT). Jurnal
Pertanian Issn 2087-4936 Volume 4 Nomor 1, April 2013. Universitas Djuanda
Bogo.
UJI BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH ALAMI TERHADAP
PERTUMBUHAN BIBIT KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg) STUM
MATA TIDUR
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi pada konsentrasi yang
rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif merubah pertumbuhan
dan
lperkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh yang diaplikasikan ke tanaman ada
yang alami dan ada yang sintetis. Zat pengatur tumbuh alami didapat dari jaringan
muda tanaman diantaranya air kelapa muda, ekstrak kecambah kacang hijau
(touge) dan lain-lain. Air kelapa muda dapat di manfaatkan untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Simtalia (2013), menunjukkan bahwa
pemberian air kelapa 750 cc/l air dapat mempercepat pertumbuhan tunas stum mata
tidur bibit karet. Morel (1974), menyatakan bahwa air kelapa muda mengandung
asam amino, asam nukleat, purin, karbohidrat, sedikit lemak, gula, alkohol, vitamin
C dan B, mminera dan hormon seperti sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l dan
sedikit giberelin yang dapat menstimulasi pertumbuhan.
Sitokinin merupakan salah satu ZPT yang berfungsi memacu pembelahan sel dan
pembentukan organ, mencegah kerusakan klorofil, serta perkembangan tunas.
Auksin berperan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Peran
fisiologis auksin adalah mendorong perpanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi
jaringan xylem dan floem pembentukan akar, dominan apikal, respon tropisme
serta menghambat pengguguran daun. Auksin juga terkandung dalam kecambah
kacang hijau (touge). Hasil penelitian Amilah dan Astuti (2006), menunjukkan
bahwa penggunaan ekstrak touge 150 g/l memberikan hasil yang ttertingg pada
tanaman anggrek bulan.
Zat pengatur tumbuh giberelin juga berperan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan
tanaman. Giberelin dalam rebung. Giberelin berfungsi memacu pertumbuhan
tanaman, karena dapat memacu pembelahan dan pertumbuhan sel mengarah kepada
pemanjangan batang dan perkembangan daunnya berlangsung lebih cepat, sehingga
laju fotosintesis meningkat dan meningkatkan keseluruhan pertumbuhan, termasuk
akar. Hasil penelitian Dea (2009), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rebung
bambu betung dengan dosis 50 ml/bibit menunjukkan hasil yang tertinggi untuk
pertumbuhan bibit semai sengon dibandingkan dengan kontrol.
BAHAN DAN METODE
Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Riau.
Kampus Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan
Pekanbaru. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan April – Juli
2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit karet yang berasal dari
stum mata tidur klon PB 260, air kelapa muda, kecambah kacang hijau (touge),
rebung, polybag bberukura 35 x 40 cm, aquades, tanah lapisan atas, Pupuk kandang,
pupuk NPK, Fungisida Dithane M-45 dan insektisida Sevin 85 S. Alat yang
digunakan dalam penilitian adalah blender, pisau, timbangan digital, parang, gelas
ukur, tali rapia, cangkul, kayu, polynet, label, gembor, ayakan, alat tulis, meteran,
saringan dan kamera digital.
Penelitian dilakukan secara eksperimen terdiri dari 4 perlakuan disusun
menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga
diperoleh 16 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 3 bibit, dua
diantaranya diambil untuk sampel. Perlakuan yang diberikan adalah jenis ZPT alami
yang terdiri dari :Z0 = Tanpa ZPT, Z1 = air kelapa 750 cc/l air, Z2 = ekstrak
kecambah (touge) 150 g/l air, Z3 = ekstrak rebung 150 g/l air. Data yang diperoleh
dianalisis dengan sidik ragam. Bila F hitung menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu Tumbuh Mata Tunas,Panjang Tunas, Jumlah Tangkai Daun dan Diameter
Tunas
Hasil sidik ragam untuk parameter waktu tumbuh mata tunas,
panjang tunas, jumlah tangkai daun dan diameter tunas berpengaruh nyata dan rata-
ratanya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Rerata panjang tunas (cm) bibit karet stum mata tidur setelah diperlakukan
dengan ZPT alami pada umur 12, 14 dan 16 minggu.

Gambar 2. Rerata jumlah tangkai daun (tangkai) bibit karet stum mata tidur setelah
diperlakukan dengan ZPT alami pada umur 12, 14 dan 16 minggu.

Gambar 3. Rerata diameter tunas (cm) bibit karet stum mata tidur setelah
diperlakukan dengan ZPT alami pada umur 12, 14 dan 16 minggu.
Tabel 1 dan Gambar 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa pemberian beberapa jenis ZPT
alami pada bibit karet stum mata tidur dapat mempercepat waktu tumbuh mata tunas,
meningkatkan panjang tunas, jumlah tangkai daun dan diameter tunas dibandingkan
dengan tanpa ZPT. Perlakuan air kelapa menghasilkan tumbuh tunas lebih cepat,
tunas lebih panjang, tangkai daun lebih banyak dan diameter tunas lebih besar dan
berbeda nyata dengan semua perlakuan (tanpa ZPT, ekstrak kecambah dan ekstrak
rebung) kecuali untuk panjang tunas (yang diberi ZPT alami berbeda tidak nyata).
Hal ini karena air kelapa mengandung hormon auksin, sitokinin dan giberelin.
Auksin berfungsi sebagai pembentukan akar dan tunas,
pembelahan dan pemanjangan sel yang akan meningkatkan aktifitas tanaman
sehingga mendorong tunas muncul lebih awal hal ini sesuai dengan pernyataan
Darnell et al (1986), menyatakan auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang
dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan
diferensiasi sel serta sintesa protein.
Sitokinin berperan pada pembelahan sel dan mempercepat pertumbuhan tunas dan
batang.
Menurut Salisbury dan Ross (1985), bahwa sitokinin juga berperan di dalam
pembentukan organ, merangsang pembentukan akar dan batang, memacu
perkembangan kloroplas dan sintesis protein. Warner et al (2001), menyatakan bahwa
sitokinin bila bekerja bersama dengan auksin memiliki peran penting pada
pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan tunas pucuk
dan pertumbuhan akar.
Giberelin yang terkandung di dalam air kelapa berfungsi
mengaktifkan tunas dan benih dorman. Giberelin memacu aktivitas enzim-enzim
hidrolitik khususnya α amylase yang menghidrolisis pati menjadi senyawa glukosa.
Glukosa merupakan bahan utama dalam proses respirasi. Proses ini sangat penting
karena respirasi akan menghasilkan energi yang digunakan untuk proses pembelahan
sel dan pertumbuhan tunas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lakitan (1995), bahwa
giberelin dapat memacu pembelahan sel karena hormon ini dapat meningkatkan
hidrolisis pati, fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang digunakan
untuk respirasi sel, sehingga energi tersedia untuk pertumbuhan. Kedua monosakarida
ini menyebabkan potensi air sel menjadi negatif, akibatnya air masuk lebih cepat dan
menyebabkan pembesaran sel sehingga pertumbuhan tunas lebih cepat.
Luas Daun
Hasil sidik ragam untuk parameter luas daun berpengaruh nyata dan rata-ratanya
dapat dilihat.
pemberian beberapa jenis ZPT alami pada bibit karet stum mata tidur menghasilkan
luas daun yang berbeda. Perlakuan ekstrak kecambah menunjukkan luas daun yang
lebar yaitu 1235,9 cm2 berbeda tidak nyata dengan air kelapa yaitu 1021,2 cm2 akan
tetapi berbeda nyata dengan perlakuan ekstrak rebung yaitu 606,0 cm2 dan tanpa zat
pengatur tumbuh yaitu 275,0 cm2. Hal ini karena perlakuan ekstrak kecambah dan air
kelapa mengandung hormon auksin. Auksin yang terkandung di dalam zat pengatur
tumbuh berperan dalam merangsang pertumbuhan jaringan muda seperti daun.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
Pemberian zat pengatur tumbuh alami air kelapa 750 cc/l air memberikan hasil
yang terbaik untuk pertumbuhan bibit karet yang berasal dari stum mata tidur
(parameter waktu tumbuh mata tunas, panjang tunas, jumlah tangkai daun dan
diameter tunas).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan zat pengatur
tumbuh alami air kelapa 750 cc/l air untuk mendapatkan pertumbuhan bibit karet
yang baik, yang berasal dari stum mata tidur.

DAFTAR PUSTAKA
Amilah dan Y. Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau
Pada Media
Vacin dan Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah Anggrek Bulan
(Phalaenopsis amabilis L.) Buletin Penelitian No.09.
Anwarudin, M.J., N.L.P. Indriyani, S. Hadiati, dan E. Mansyah. 1996. Pengaruh
konsentrasi
giberelin dan lama perendaman terhadap perkecambahan dan pertumbuhan
biji manggis. Jurnal Hortikultura, volume 6 (1): 1-5.
Campbell. 2003. Biologi. Erlangga. Jakarta
Lakitan, B. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Plant growth regulators in horticulture: practices and perspectives João Paulo Tadeu
Dias*
Universidade do Estado de Minas Gerais (UEMG). Municipality of Ituiutaba. Minas
Gerais. Brazil. CP 38302-192.
*Author for correspondence e-mail: diasagro2@gmail.com
ABSTRACT
The plant growth regulators (PGRs) modulate plant growth and development and
mediate responses to both biotic and abiotic stresses. This paper aims to expose,
reflect and discuss about the practical use of PGRs in horticulture and their
perspectives. The PGRs are used commercially in agriculture. Besides, in plant tissue
culture is traditional practice and have relevant importance. The approach of the
application of PGRs in horticulture shows good results. However, it needs more
studies, discussions on the subject, which leads to conclude that it use in horticultural
plants can be a challenge for all that act in the area, presenting practical advantages
and favorable perspectives for future use.
INTRODUCTION
Horticulture is the generic term for various groups of plants such as olericulture,
fruticulture, floriculture and landscaping, nursery, medicinal, spice and aromatic
plants, mushrooms, among other groups of cultivated plants. The theoretical-
historical of a given field of knowledge, especially of the uses of plant growth
regulators in horticulture, is essential for a better understanding of its unfolding,
trajectory and perspectives (Guedi et al., 2011).
PLANT GROWTH REGULATORS
Since 1930, PGRs have been a systematic use in different agriculture practices.
Forinstance, control of vegetative growth, decreased susceptibility towards biotic and
abiotic stress, reduce the risk of lodging in field crops, breaking of bud dormancy,
control of fruit set, improvement of fruit quality, acceleration or delay of fruit
ripening for optimal harvesting, optimization of fruit storage and ripening, improved
morphological structure, increases in yield, and modification of plant constituents
(Alcázar et al., 2010; Choudhury et al., 2013; Rademacher, 2015; Fahad et al., 2016;
Bergstrand, 2017).
USE, APPLICATION AND IMPORTANCE OF PLANT GROWTH
REGULATORS
The use and application of plant growth regulators in agriculture have several
practical examples. The PGRs in this context are employed commercially. Besides, in
plant tissue culture is traditional practice and have relevant importance. Plant growth
and development The commercial uses of auxins include prevention of fruit and leaf
drop, promotion results validated that fruit quality parameters except ascorbic acid
contents of young ‘Kinnow’ mandarin trees could be improved by the exogenous
application of kinetin. of flowering, thinning of fruit, induction of parthenocarpic fruit
development, and rooting of cuttings for plant propagation, among others (Taiz and
Zeiger, 2010).
INTERRELATIONS BETWEEN THE DIFFERENT ECOPHYSIOLOGICAL AND
METABOLIC PROCESSES
Several interrelationships between the different ecophysiological and metabolic
processes with plant growth regulators appear, affecting too much the growth and
development of many agricultural crops.
Receptors for several of these hormones been identified, revealing novel mechanisms
for perceiving chemical signals and providing plant biologists with a much clearer
picture of hormonal control of growth and development (Spartz and Gray, 2008;
Pieterse et al., 2009; Simon and Petrášek, 2011).
In this sense, Dharmasiri et al. (2013) discuss about the findings related to these
hormonal
signaling pathways highlighting the mechanisms of hormone perception and
subsequent signaling pathways leading to the regulation of gene expression.
Additionally, chemically and structurally diverse groups of hormones regulate plant
growth and development. During the last few decades, many advances have been
made in understanding the perception and mechanisms of action of these plant
hormones. While certain hormone responses are not necessarily related to gene
regulation, all these hormones are involved in modulating gene expression by
controlling either the abundance of transcriptional factors or repressors, or their
activities through post translational modifications. In this regard, ubiquitin mediated
protein degradation has become a central theme in many plant hormone signaling
pathways. Besides, multitudes of novel signaling mechanisms have been uncovered
for several other plant hormones, including cell wall fragments and peptides, during
the past decade (Yamaguchi and Huffaker, 2011; Dharmasiri et al., 2013).
CONCLUSIONS
The use of plant regulators in horticulture is a trend with great advantages. The
approach of the application of plant growth regulators in horticulture shows good
results. However, it needs more studies and weights, discussions on the subject,
which leads to conclude that the use of plant growth regulators in horticultural plants
can be a challenge for all that act in the area, presenting practical advantages and
favorable perspectives for future use. The regulation of complex growth and plant
developmental process requires the coordination and integration of many signaling
events during plant growth. The PGRs would be favorable as a good technique to the
production of the diverse horticulture plant in nursery, field, and greenhouse. The
need
L of today world is high output yield and enhanced production of the crop as well as
incorporates new technologies. Future L research in horticulture and especially, the
use of plant growth regulators in horticultura plants will rely on the development of
molecular

and biotechnological approaches to increase our knowledge of plant physiology.


Fresh alternatives should be explored for the use of plant growth regulators for other
high value crops such as vegetables, fruits, and flowers. The application of these
compounds could be an effective approach for reducing the negative impact of stress
on plant growth. In addition, the manipulation of the hormonal balance can bring
gains to the crops of the different horticultural plants. The new technologies have
recently emerged as powerful tools in the context of biotechnologies. As well as,
highlighted, as new technology is the use of plant regulators and hormonal plant
regulation.
REFERENCES
Ahuja I, Kissen R, Bones AM (2012) Phytoalexins in defense against pathogens.
Trends in plant
science 17(2): 73-90; doi: 10.1016/j.tplants.2011.11.002
Bhat ZA, Rashid R, Bhat JA (2011) Effect of Plant Growth Regulators on Leaf
Number, Leaf Area
and Leaf Dry Matter in Grape. Not Sci Biol 3(1):87-90
Davies PJ (2010) The Plant Hormones: Their Nature, Occurrence, and Functions. In:
Davies PJ
(eds). Plant Hormones, pp. 1-15. Springer, Dordrecht; doi: 10.1007/978-1- 4020-
2686-7_1
Dharmasiri S, Jayaweera T, Dharmasiri N (2013) Plant hormone signalling: current
perspectives
on perception and mechanisms of action. Ceylon Journal of Science (Biological
Sciences) 42(1): 1-17; doi: 10.4038/cjsbs.v42i1.5895

REVIEW OF PLANT GROWTH REGULATORS - CONTROL


GROWTH, DEVELOPMENT AND MOVEMENT
Geetanjali Sharma*
Post Graduate Government College Madhya Marg, Chandigarh, 160011, India.

ABSTRACT
Plant growth and development involves the integration of many environmental and
endogenous signals that, together with the intrinsic genetic program, determine plant
form. Fundamental to this process are several growth regulators collectively called
the plant hormones or phytohormones. This group includes auxin, cytokinin, the
gibberellins (GAs), abscisic acid
(ABA), ethylene, the brassinosteroids (BRs), and jasmonic acid (JA), each of which
acts at low concentrations to regulate many aspects of plant growth and development.
Virtually every aspect of plant growth and development is under hormonal control to
some degree. A single hormone can regulate an amazingly diverse array of cellular
and developmental processes, while at the same time multiple hormones often
influence a single process. Well-studied examples include the promotion of fruit
ripening by ethylene, regulation of the cell cycle by auxin and cytokinin, induction of
seed germination and stem elongation by GA, and the maintenance of seed dormancy
by ABA. Historically, the effects of each hormone have been defined largely by the
application of exogenous hormone. More recently, the isolation of hormone
biosynthetic and response mutants has provided powerful new tools for painting a
clearer picture of the roles of the various phytohormones in plant growth and
development. Hydroponic systems will not compensate for poor growing conditions
such as improper temperature, inadequate light, or pest problems.
INTRODUCTION
Plant growth regulators or phytohormones are organic substances produced naturally
in higher plants, controlling growth or other physiological functions at a site remote
from its place of production and active in minute amounts. Thimmann (1948)
proposed the term Phyto hormone as these hormones are synthesized in plants. Plant
growth regulators include auxins, gibberellins, cytokinins, ethylene, growth retardants
and growth inhibitors. Auxins are the hormones first discovered in plants and later
gibberellins and cytokinins were also discovered.
Hormone
An endogenous compound, which is synthesized at one site and transported to
another site where it exerts a physiological effect in very low concentration. But
ethylene (gaseous nature), exert a physiological effect only at a near a site where it is
synthesized.Classified definition of a hormone does not apply to ethylene [1].
Plant Hormone
When correctly used, is restricted to naturally occurring plant substances, there fall
into five classes. Auxin, Gibberellins, Cytokinin, ABA and ethylene. Plant growth
regulator includes synthetic compounds as well as naturally occurring hormones.
Auxin - Substances generally resembles IAA and has the ability to stimulate the
elongation
of coleoptiles. Gibberellins - are diterpenoids, which have the ability to elongate the
stem of green seedlings especially certain dwarf and rosette types. Cytokinin -
Usually substituted Adenines, which resembles zeatin (Naturally occurring cytokinin
in Zea mays) and have the ability to stimulate cytokinensis in cultures of tobacco
cells. Ethylene - Gaseous regulator that stimulate is diametric growth in the apices of
dicot seedlings. Inhibitors - are regulators of growth, which originally depress the
Auxins Gibberellins, Cytokinin, ABA and ethylene. Plant growth regulator includes
synthetic compounds as well as naturally occurring hormones.
Physiological effects of auxin Cell division and elongation
The primary physiological effects of auxin are cell division and cell elongation in the
shoots. It is important in the secondary growth of stem and differentiation of xylem
and phloem tissues [6, 7].
In many plants, if the terminal bud is intact and growing, the growth of lateral buds
just below it remains suppressed. Removal of the apical bud results in the rapid
growth of lateral buds. This phenomenon in which the apical bud dominates over the
lateral buds and does not allow the lateral buds to grow is known as apical
dominance.
Skoog and Thimmann (1948) pointed out that the apical dominance might be under
the
control of auxin produced at the terminal bud and which is transported downward
through the stem to the lateral buds and hinders the growth. They removed the apical
bud and replaced it with agar block. This resulted in rapid growth of lateral buds. But
when they replaced the apical bud with agar block containing auxin [8, 9], the lateral
buds remained suppressed and did not grow.
Distribution of auxin in plants
In plants, auxin (IAA) is synthesized in growing tips or meristematic regions from
where; it is transported to other plant parts. Hence, the highest concentration of IAA
is found in growing shoot tips, young leaves and developing auxiliary shoots. In
monocot seedling, the highest concentration of auxin is found in coleoptile tip which
decreases progressively towards its base. In dicot seedlings, the highest concentration
is found in growing regions of shoot, young leaves and developing auxiliary shoots.
Within the plants, auxin may present in two forms. i.e., free auxins and bound auxins.
Free auxins are those which are easily extracted by various organic solvents such as
diethyl ether. Bound auxins on the other hand, need more drastic methods such as
hydrolysis, autolysis, enzymolysis etc. for extraction of auxin. Bound auxins occur in
plants as complexes with carbohydrates such as glucose, arabionse or sugar alcohols
or proteins or amino acids such as aspartate, glutamate or with inositol.
Gibberellins A Japanese scientist Kurosawa found that the rice seedlings infected
by the
fungus Gibberella fujikuroi grow taller and turned very thin and pale. An active
substance was isolated from the infected seedlings and named as Gibberellin.
Biosynthesis of gibberellins in plants. The primary precursor for the formation of
gibberellins is acetate.
CONCLUSION
In conclusion, plant growth regulators are a group of chemicals for controlling and
enhancing the natural plant growth processes to better meet the requirements of food
supply in general. Mechanisms are in place under the Codex system to oversee
residues of pesticides (including plant growth regulators) in food for setting standards
and public health protection.
REFERENCES
Chang C. Ethylene signaling: The MAPK module has finally landed. Trends Plant
Sci, 8, 2003,
365–368.
Deshaies RJ. SCF and Cullin/Ring H2-based ubiquitin ligases. Annu Rev Cell Dev
Biol, 15, 1999,
435–467.
Dharmasiri N, Estelle M. Auxin signaling and regulated protein degradation. Trends
Plant Sci, 9,
2004, 302–308.
Goda H, Sawa S, Asami T, Fujioka S, Shimada Y, et al. Comprehensive comparison
of auxin-
regulated and brassinosteroid-regulated genes in Arabidopsis. Plant Physiol, 134,
2004, 1555–1573.
Gray WM, Kepinski S, Rouse D, Leyser O, Estelle M. Auxin regulates SCFTIR1-
dependent
degradation of AUX/IAA proteins. Nature, 414, 2001, 271–276.
Guo H, Ecker JR. Plant responses to ethylene gas are mediated by SCF(EBF1/EBF2)-
dependent
proteolysis of EIN3 transcription factor. Cell, 115, 2000, 667–677.
SINTESIS Dari beberapa jurnal yang di analisis
Dari beberapa artikel yang di analisis dapat saya simpulkan bahwa hormon pada
tumbuhan Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen Asam abisat dan brasinosteroid,
sangat berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman yaitu :
Zat pengatur tumbuhan giberelin juga berperan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan
tanaman. Giberelin dalam rebung. Giberelin berfungsi memacu pertumbuhan
tanaman, karena dapat memacu pembelahan dan pertumbuhan sel mengarah kepada
pemanjangan batang dan perkembangan daunnya berlangsung lebih cepat, sehingga
laju fotosintesis meningkat dan meningkatkan keseluruhan pertumbuhan, termasuk
akar. Hasil penelitian Dea (2009), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rebung
bambu betung dengan dosis 50 ml/bibit menunjukkan hasil yang tertinggi untuk
pertumbuhan bibit semai sengon dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada
hormon Auksin merupakan zat aktif dalam sistem perakaran. Senyawa ini
membantu proses pembiakan vegetatif. Pada satu sel auksin dapat mempengaruhi
pemanjangan sel, pembelahan sel dan pembentukan akar.
Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auxin,
giberelin, dan
sitokinin. Dalam keadaan normal etilen akan berbentuk gas. Di alam etilen akan
berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon
ini antara berperan pada proses pematangan buah dalam fase klimakterik. Etilen
merupakan senyawa unik dan hanya dijumpai dalam bentuk gas. Senyawa ini
memaksa pematangan buah, menyebabkan daun tanggal dan merangsang penuaan.
Tanaman sering meningkatkan produksi etilen sebagai respon terhadap stres dan
sebelum mati. Konsentrasi etilen berfluktuasi terhadap musim untuk mengatur
kapan waktu menumbuhkan daun dan kapan mematangkan buah. Ada pun faktor
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu : Media tanam Dan zat
yang digunakan pada tumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai