S ecara dikotomis, di sekolah dasar kita dapat membedakan dua jenis kegiatan menulis,
yakni menulis permulaan dan menulis lanjutan. Jenis menulis permulaan lebih
mengutamakan aktivitas fisik, yakni fleksibilitas gerakan motorik tangan. Sementara
menulis lanjutan melibatkan aktivitas psikis (kerja otak dan pikiran) dan aktivitas fisik
(tangan). Dari aktivitas menulis akan dihasilkan tulisan. Tulisan dapat diklasifikasikan atas
dua jenis, yaitu fiksi dan nonfiksi. Tulisan-tulisan yang tergolong fiksi, antara lain: pantun,
syair, puisi, dongeng, hikayat, cerpen, novel, dan naskah drama. Sementara tulisan-tulisan
yang tergolong nonfiksi, antara lain: surat, esai, makalah, artikel populer, artikel ilmiah,
laporan penelitian, dan lain-lain. Dari contoh-contoh tersebut kita dapat menyimpulkan
bahwa karya fiksional merupakan hasil kegiatan kreatif-imajinatif penulisnya dan tergolong
ke dalam tulisan kesastraan. Karya-karya nonfiksi merupakan hasil kegiatan penulisan yang
mengandalkan logika dan pengamatan penulisnya. Oleh
karena itu, tulisan nonfiksi cenderung bersifat logis dan empiris.
Berikut ini akan kita bicarakan ihwal menulis lanjut, mulai dari pengertian, fungsi,
tujuan, jenis, dan aspek-aspek kebahasaan dalam menulis.
Maksud atau tujuan penulis berimplikasi terhadap jenis tulisan yang akan
dihasilkannya. Berdasarkan gagasan D’Angelo, Tarigan (2000:23-24) mengelompokkannya
menjadi empat kategori.
1. Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana
informatif (informative discourse).
2. Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif
(persuasive discourse).
3. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau tujuan estetik
disebut tulisan literer atau wacana kesastraan (literary discourse)
4. Tulisan yang bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau
berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discourse).
KLS/
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
SMT
3/1 4. Mengungkapkan pikiran, Menyusun paragraf berdasarkan bahan
perasaan, dan informasi dalam yang tersedia dengan memperhatikan
bentuk paragraf dan puisi penggunaan ejaan
Melengkapi puisi anak berdasarkan gambar
SK-KD menulis untuk kelas tinggi di atas menyiratkan 3 hal, yakni (1)
kegiatan/aktivitas menulis, (2) jenis dan bentuk tulisan yang dihasilkan, dan
(1) strategi pembelajarannya. Mari kita coba petakan ke dalam tabel berikut.
STRATEGI
KLS KEGIATAN PRODUK
PEMBELAJARANNYA
3 Menyusun paragraf Paragraf Latihan menyusun paragraf
dari kalimat acak berdasarkan bahan yang
tersedia.
Melengkapi puisi Puisi anak Latihan melengkapi puisi anak
(terpimpin) berdasarkan gambar.
Jenis-jenis menulis untuk kelas tinggi di sekolah dasar erat kaitannya dengan jenis
atau model pembelajarannya. Berdasarkan tabel SK-KD dan pemetaannya di atas, tentu
Anda dapat mempertimbangkan jenis-jenis pembelajaran menulis lanjut apa yang cocok
untuk kelas tinggi yang sesuai dengan tuntutan SK-KD tersebut. Jika kita cermati, tuntutan
SK-KD menulis untuk kelas tinggi di atas, jenis pembelajaran menulis terbagi ke dalam dua
klasifikasi besar, yakni (1) jenis-jenis pembelajaran menulis terbimbing, dan (2)
pembelajaran menulis bebas.
Pembelajaran menulis terbimbing adalah pembelajaran menulis yang melatih dan
membimbing si pembelajar untuk melahirkan ide, gagasan, pikiran, atau perasaannya itu
berdasarkan rangsang-rangsang yang secara sengaja disediakan. Hal itu dimaksudkan untuk
membantu mereka dalam melahirkan gagasan. Bagaimana menuangkan gagasan ke dalam
kata-kata dan kalimat pertama, acap kali menjadi hambatan utama dalam kegiatan menulis
atau mengarang. Oleh karena itu, diperlukan stimulus atau rangsang yang dapat menggugah
atau menginspirasi si pembelajar untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat-kalimat
bermakna yang dapat mewakili pikirannya.
Beberapa jenis pembelajaran menulis terbimbing diberikan di kelas-kelas 3 dan
semester awal kelas 4. Selanjutnya, kegiatan menulis diarahkan pada
kegiatan menulis bebas. Berikut akan diberikan beberapa contoh jenis pembelajaran
menulis terbimbing yang bisa diberikan di kelas 3-4 SD.
Contoh Kasus
Kasus:
Sahabatmu pindah sekolah mengikuti kepindahan orang tuanya ke
Bogor. Sudah hampir setahun kalian tidak bertemu. Padahal di tempat
tinggalmu sekarang sedang musim durian. Temanmu itu sangat suka
makan durian. Selain itu, dia juga sangat suka berenang. Beberapa meter
dari rumahmu, kolam renang yang dulu belum selesai dibangun, sekarang
sudah ramai dikunjungi banyak pengunjung. Yang lebih mengasyikkan,
setiap satu bulan sekali, pihak pengelola kolam renang suka memberikan
tiket gratis untuk warga sekitar yang ingin berenang.
Tugas:
Buatlah surat untuk temanmu itu sesuai dengan bahasamu sendiri.
Jangan lupa, sampaikan pula informasi di atas kepada temanmu itu!
Selanjutnya, memasuki semester 2 di kelas 4, siswa harus sudah mulai diarahkan
untuk menulis bebas. Berdasarkan contoh-contoh pembelajaran menulis terbimbing
tersebut, tentu Anda dapat mengembangkan pembelajaran sendiri secara kreatif. Yang
terpenting adalah bagaimana Anda dapat membimbing anak menulis dengan mudah dan
tidak merasa terbebani.
Jenis-jenis pembelajaran menulis bebas yang dapat diberikan, antara lain sebagai
berikut.
a. Berlatih menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana.
b. Berlatih menulis pengumuman dengan bahasa sendiri.
c. Berlatih membuat pantun anak yang menarik.
d. Berlatih menuliskan pengalaman dalam bentuk karangan bebas.
e. Berlatih menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah,
kenaikan kelas, dll.)
f. Berlatih membuat ringkasan isi buku/bacaan yang dibaca.
g. Berlatih menulis laporan hasil pengamatan atau kunjungan.
h. Menulis dialog sederhana antara dua atau tiga tokoh.
i. Berlatih menulis puisi bebas.
j. Berlatih mengisi formulir (pendaftaran, kartu anggota, wesel pos, kartu pos,
daftar riwayat hidup, dll.).
k. Berlatih membuat ringkasan dari teks yang dibaca atau yang didengar.
l. Menyusun percakapan tentang berbagai topik.
m. Mengubah puisi ke dalam bentuk prosa.
n. Berlatih menyusun naskah pidato/sambutan (perpisahan, ulang tahun, perayaan
sekolah, dll.)
o. Menulis surat resmi dengan memperhatikan pilihan kata sesuai dengan orang
yang dituju.
1. Pemakaian Kata
Coba Anda perhatikan pemakaian kata bercetak miring dalam kalimat-
kalimat berikut ini.
(1) Rencana pembangunan di kawasan Bandung Utara
kembali dipersoalkan.
(2) Rencana pembangunan di kawasan Bandung Utara
kembali dipermasalahkan.
Kalimat (1) dan (2) di atas dari segi bentuk hanya dibedakan oleh sebuah kata.
Kalimat (1) menggunakan kata dipersoalkan, sedangkan kalimat (2) menggunakan kata
dipermasalahkan. Kedua kalimat tersebut memiliki makna yang sama. Kata dipersoalkan
dan dipermasalahkan merupakan kata-kata yang bersinonim. Yang menjadi masalah bagi
penulis adalah menyangkut pemilihan kata, kapankah sebaiknya seorang penulis
menggunakan kata dipersoalkan dan kapan pula hendaknya menggunakan kata
dipermasalahkan? Sekilas tampak kedua kata tersebut memiliki makna yang sama dan
dapat dipertukarkan pemakaiannya. Namun, bila kita cermati ternyata kata dipersoalkan
bermuatan rasa agak kasar dan kurang profesional dibandingkan dengan kata
dipermasalahkan. Kata dipersoalkan dalam kalimat (1) memberi kesan bahwa yang
terlibat dalam pembicaraan adalah orang-orang yang memiliki berbagai latar belakang
ditinjau dari sudut pendidikan atau keahlian, sedangkan pemakaian kata dipermasalahkan
dalam kalimat (2) memberi kesan bahwa yang terlibat dalam pembicaraan adalah orang-
orang yang memiliki pendidikan atau keahlian yang memadai.
Selanjutnya, perhatikan pula kalimat berikut ini.
(3) Rencana pembangunan di kawasan Bandung Utara kembali digugat.
Pemakaian kata digugat pada kalimat (3) memberi makna yang jauh berbeda dengan
kalimat (1) dan (2). Pada kalimat (1) dan (2) terkandung makna kemungkinan untuk
dilakukan suatu diskusi (beradu argumentasi), sedangkan pada kalimat (3) sarat dengan
makna ketidaksetujuan. Selanjutnya, bandingkan kalimat (3) dengan kalimat (4) berikut
ini.
(4) Rencana pembangunan di kawasan Bandung Utara digugat.
Kalimat (3) menggunakan kata kembali, sedangkan kalimat (4) tidak menggunakan
kata kembali. Dengan demikian, kalimat (3) mengandung makna bahwa gugatan yang
sama sudah pernah dikemukakan sebelum ini. Makna itu tidak terkandung dalam kalimat
(4).
Dari contoh-contoh pemakaian kata tersebut, jelaslah bahwa sebagian masalah yang
dihadapi oleh penulis adalah sehubungan dengan pemilihan kata. Agar terampil dalam
memilih kata-kata yang tepat yang akan dipakai dalam suatu tulisan maka kita harus
memahami terlebih dulu seluk-beluk kata dan maknanya serta berlatih, menggunakannya
untuk berbagai tujuan.
Kata-kata dalam bahasa Indonesia ada yang maknanya berhubungan dalam wujud
sinonim, antonim, kata umum, kata khusus, dan lain-lain. Mari kita bicarakan seluk-beluk
kata tersebut dan berlatih memilih kata yang tepat sesuai dengan tujuan kita.
Kata-kata yang bersinonim itu ada yang dapat saling menggantikan dalam kalimat
dan ada pula yang tidak. Perhatikan contoh kata sulit, sukar, pelik. Kata tersebut
merupakan kata sinonim dan dapat saling mengganti penggunaannya, dalam kalimat.
(5) Bangsa ini menghadapi masalah yang sulit dipecahkan.
(6) Bangsa ini menghadapi masalah yang sukar
dipecahkan.
(7)* Bangsa ini menghadapi masalah yang pelik dipecahkan.
Kalimat (5) dan (6) secara denotatif memiliki makna yang persis sama. Kata sulit
dan sukar dalam kedua kalimat tersebut dapat saling menggantikan. Akan tetapi, apakah
Anda dapat merasakan ada sedikit perbedaan kesan antara penggunaan kata yang
bersinonim tersebut? Kata sulit memberi kesan yang lebih abstrak, cenderung berkaitan
dengan pemikiran perasaan, sedangkan kata sukar menimbulkan kesan lebih ke arah
konkret dan bersifat fisik. Kesan yang mana yang ingin Anda tonjolkan dalam sebuah
tulisan akan mengarahkan Anda dalam pemilihan terhadap satu di antara kata yang
bersinonim tersebut.
Bagaimana pula dengan kalimat (7). Kalimat itu diberi tanda bintang (*) karena
penggunaan kata pelik dalam kalimat itu terasa janggal. Mungkin kalimat (7) itu akan lebih
berterima bila kata dipecahkan dihilangkan sehingga menjadi sebagai berikut.
(8) Bangsa ini menghadapi masalah yang pelik.
Kesan apa yang Anda tangkap dari kalimat (8) tersebut dibandingkan dengan
kalimat (5) dan (6)? Apakah ada kesan magis dan klenik? Ataukah muncul kesan bahwa
masalah yang dihadapi begitu kompleks dan bersifat nonfisik. Mari kita ambil contoh lain.
Sinonim: mengobservasi, melihat
(9) Kita harus mengobservasi aktivitas yang mereka lakukan
secara berulang-ulang.
(10) Kita harus melihat aktivitas yang mereka lakukan secara
berulang- ulang.
Perbedaan apa yang Anda tangkap dari pemakaian kata mengobservasi pada
kalimat (9) dan kata melihat pada kalimat (10)? Apakah Anda dapat merasakan perbedaan
tingkat ketelitian dan perbedaan durasi waktu antara pemakaian kata yang bersinonim
dalam kedua kalimat tersebut? Kata/kalimat yang mana yang lebih tepat digunakan dalam
sebuah tulisan ilmiah? Tentu saja kata observasi memiliki makna lebih teliti dan
menggunakan durasi waktu yang lebih lama daripada kata melihat dalam kalimat (10).
Dengan demikian, kata observasi lebih tepat digunakan dalam suatu tulisan ilmiah
dibandingkan dengan kata melihat.
Dari uraian dan contoh-contoh tersebut, jelaslah bahwa kita perlu melakukan
pemilihan terhadap kata-kata yang akan kita gunakan dalam suatu tulisan. Lalu, bagaimana
pula dengan pemilihan kata-kata yang berantonim? Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(11) Besar-kecil, tua-muda, kaya-miskin berbondong-bondong datang
ke Balai Desa.
(12) Semua orang berbondong-bondong datang ke Balai Desa.
Kesan apa yang Anda tangkap dari penggunaan kata-kata yang berantonim pada
kalimat (11) dan kata semua orang pada kalimat (12)? Apakah Anda dapat menangkap
kesan hidup dan keberagaman dalam kalimat (11), sedangkan kalimat (12) berkesan
netral? Ya, Anda benar!
Perhatikan contoh lain berikut ini.
(13) Susah dan senang akan kita hadapi bersama.
(14) Apa pun keadaannya akan kita hadapi bersama.
Kalimat mana yang memberi kesan lebih jelas, hidup, dan dinamis? Coba Anda
rasakan! Ternyata lebih hidup kalimat (13), bukan? Di sinilah diksi memainkan peranan
penting dalam menulis.
b. Denotasi dan konotasi
Ketika kita mendiskusikan pemakaian kata-kata yang bersinonim, kita mendapati
dua atau lebih kata yang memiliki makna leksikal sama, namun dalam pemakaiannya
memberi kesan atau nilai rasa yang berbeda-beda. Mengapa? Selain memiliki makna
denotatif, kata-kata juga memiliki makna konotatif tertentu. Mari kita perhatikan contoh
berikut ini.
(15) Sebagian besar penduduk di desa itu hidup dalam kemiskinan.
(16) Sebagian besar penduduk di desa itu hidup dalam kemelaratan.
Kata kemiskinan dan kemelaratan memiliki makna leksikal yang sama, yaitu
keadaan tidak memiliki harta benda yang cukup untuk keperluan hidup minimum sehari-
hari. Namun, kedua kata tersebut memiliki pula perbedaan. Kata kemiskinan dalam
kalimat (15) dapat dikatakan hanya memiliki makna leksikal yang tidak menonjolkan nilai
rasa tertentu (bersifat denotatif), sedangkan kata kemelaratan dalam kalimat (16) di
samping memiliki makna leksikal juga menonjolkan kesan menyedihkan. Dengan kata
lain, kata kemelaratan dalam kalimat (16) mempunyai makna konotatif
menyedihkan. Meskipun dalam kata kemiskinan terdapat kesan menyedihkan, tetapi
tidak sekuat kesan yang ditimbulkan oleh kata kemelaratan. Pada kata kemiskinan makna
denotatif yang ditonjolkan, sedangkan pada kata kemelaratan makna konotatifnya yang
ditonjolkan.
Mari kita perhatikan contoh lain!
(17) Mereka tinggal dalam pondok-pondok di sepanjang tepian sungai itu.
(18) Mereka tinggal dalam gubuk-gubuk di sepanjang tepian sungai itu.
Apakah Anda dapat merasakan perbedaan makna konotatif dari kata pondok-
pondok dan gubuk-gubuk dalam kedua kalimat di atas? Kata pondok-pondok lebih
menonjolkan makna denotatif, yaitu tempat tinggal berukuran kecil. Sementara, kata
gubuk-gubuk dalam kalimat (18) lebih menonjolkan makna konotatifnya, yaitu kesan
miskin dan kumuh.
Dalam menulis, makna apa yang hendak ditonjolkan akan menggiring kita dalam
pemilihan kata. Karangan ilmiah cenderung memakai kata-kata dalam makna denotatif,
yang sedapat mungkin netral dari makna konotatif, sedangkan karangan kesastraan justru
banyak memakai kata-kata yang memiliki makna konotatif yang kuat.
Ada pula kata-kata yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari sekaligus juga
dipakai dalam bidang akademis atau profesi tertentu, contohnya laba, obat, penduduk,
hamil, barang, tahap, bunyi, sinar. Yang penting bagi penulis adalah ketepatan memilih
kata yang sesuai dengan konteksnya. Apabila kita menulis karangan ilmiah yang ditujukan
bagi kalangan akademis maka tentulah lebih tepat bila menggunakan kata-kata kajian.
Akan tetapi, apabila tulisan itu ditujukan bagi pembaca dari kalangan nonakademis maka
pilihan katanya harus disesuaikan dengan kebiasaan komunikasi mereka. Penggunaan kata-
kata kajian sebaiknya didampingi oleh kata-kata populer agar mudah ditangkap oleh
pembaca nonakademis.
Perhatikan contoh pemakaian kata dalam kalimat-kalimat berikut ini.
(25) Eksperimen yang dilakukan terhadap masyarakat itu tidak etis.
Kalimat (25) menggunakan kata kajian eksperimen dan etis. Kepada kalangan
pembaca yang bagaimana kalimat itu dapat ditujukan? Tentunya, bagi kalangan pembaca
yang berpendidikan tinggi, bukan? Bagi pembaca yang berpendidikan rendah, penulis harus
berupaya mencari kata-kata populer yang mudah mereka pahami. Paling tidak kalimat itu
diubah menjadi sebagai berikut.
(26) Percobaan yang dilakukan terhadap masyarakat itu tidak terpuji.
Meskipun kata percobaan dalam kalimat (26) itu dapat dipandang sebagai kata
kajian, namun kata tersebut sudah banyak dikenal oleh pembaca pada umumnya sehingga
dapat dipandang pula sebagai kata populer.
f) Kata asing dan serapan
Kata asing adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang bentuk dan
pengucapannya dipertahankan seperti dalam bahasa asalnya. Sementara kata serapan adalah
kata-kata yang berasal dari bahasa asing, namun bentuk dan pengucapannya sudah
disesuaikan dengan struktur dan pengucapan, dalam bahasa Indonesia (Akhadiah,
dkk.,1992:90).
Banyak kata serapan yang tidak dirasakan lagi keasingannya, misalnya kata buku,
kitab, koran, ilmu, hakim, dan mobil. Akan tetapi, masih banyak pula kata serapan yang
masih terasa bahasa asing, misalnya
teknologi, transmisi, psikologi, demografi, dan kontribusi. Mungkin pembaca acara
tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam membaca tulisan yang berisi kata-kata
serapan jenis pertama, tetapi mungkin masih akan mengalami kesulitan dalam membaca
tulisan yang memiliki kata-kata serapan jenis kedua.
Sebagai penulis, kita perlu berhati-hati dalam menggunakan kata-kata serapan agar
tidak menyulitkan pembaca. Kemudian, kalau masih ada padanan dalam bahasa Indonesia
sebaiknya tidak menggunakan kata-kata asing. Paling tidak kita harus berhati-hati dalam
memakai kata asing dalam tulisan kita. Mari kita perhatikan kalimat berikut ini.
(27) Even itu diselenggarakan dalam rangka ulang tahun kota Jakarta.
(28) Iven itu diselenggarakan dalam rangka ulang tahun kota Jakarta.
(29) Event itu diselenggarakan dalam rangka ulang tahun kota Jakarta.
2. Penulisan Kalimat
Berikut ini akan dibicarakan hal-hal yang berkaitan dengan penulisan kalimat dalam
karangan. Kita sering mendengar pernyataan bahwa seorang penulis hendaknya
menggunakan kalimat efektif dalam tulisannya. Hal ini dimaksudkan agar tulisan-tulisan
tersebut mudah dibaca. Namun, perlu dicatat bahwa kalimat efektif mutlak diperlukan
untuk tulisan-tulisan yang bersifat ekspositoris dan argumentatif. Namun, untuk tulisan-
tulisan yang bersifat naratif dan puitis, syarat pemakaian kalimat efektif tidak sepenuhnya
benar.
a. Unsur subjek dan predikat
Dalam sebuah kalimat yang efektif sekurang-kurangnya terdapat unsur subjek dan
predikat. Harus jelas bagi pembaca yang mana unsur subjek dan yang mana predikatnya.
Mari kita perhatikan contoh berikut ini.
(31) Penyajian materi pelajaran harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan siswa.
(32) Dalam menilai kelulusan siswa, pemerintah harus konsisten
dengan misi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(33) Pencapaian target pendidikan tidak mudah diraih secara
signifikan dalam waktu satu tahun.
(34) Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional menetapkan
cara mengevaluasi keberhasilan belajar siswa.
Dalam kalimat (31) terdapat unsur subjek penyajian materi
pelajaran dan predikat harus disesuaikan. Kemudian, subjek kalimat
(32) adalah pemerintah dan predikatnya adalah harus konsisten.
Selanjutnya, subjek kalimat (33), yaitu pencapaian target pendidikan
dan predikatnya adalah tidak mudah diraih. Bagaimana dengan
kalimat (34)? Yang mana unsur subjek dan predikatnya? Tidak jelas,
bukan? Hal ini disebabkan oleh pemakaian kata dalam yang tidak
perlu. Bila kata dalam dihilangkan barulah jelas unsur subjek dan
predikatnya, yakni UU Sistem Pendidikan Nasional (S) dan
menetapkan (P).
b. Kehematan
Selain hubungan subjek dan predikat dalam kalimat harus jelas, juga pemakaian
unsur bahasa dalam tulisan ekspositoris dan argumentatif hendaknya tidak berlebihan.
Dengan kata lain, sebuah kalimat yang efektif harus memenuhi syarat kehematan dalam
pemakaian kata. Agar jelas, perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(35) Ini sangat relevan dengan kurikulum KTSP yang sedang digalakkan
(36) Target yang ditetapkan terlalu tinggi sekali.
(37) Para guru-guru mengalami kesulitan, dalam mendesain silabus.
Ketiga kalimat tersebut tidak memenuhi syarat kehematan. Kalimat (35)
menggunakan kata kurikulum yang tidak perlu karena sudah terkandung dalam singkatan
KTSP. Demikian juga kalimat (36) tidak perlu pakai sekali,
dan kalimat (37) tidak perlu menggunakan kata para atau kata guru tidak perlu diulang
jika kata para mau dipertahankan.
c. Kesejajaran
Syarat lain yang harus dipenuhi oleh sebuah kalimat yang efektif adalah
kesejajaran bentuk. Mari kita perhatikan kalimat-kalimat berikut ini.
(40a) Materi pelajaran dikembangkannya dengan baik dan menyajikannya
dengan penuh kepercayaan diri.
(40b) Materi pelajaran dikembangkannya dengan baik dan disajikannya
dengan penuh kepercayaan diri.
Subjek pada kalimat (40a) adalah materi pelajaran. Sementara itu, predikatnya (2
P) yaitu dikembangkannya dan menjanjikannya. Perhatikanlah kedua kata kerja yang
menduduki fungsi P tersebut, yang satu berawalan di- dan lainnya berawalan me-. Jadi,
keduanya tidak memiliki kesejajaran bentuk sehingga kalimat tersebut bukanlah kalimat
yang efektif. Bandingkan dengan kalimat (40b).
d. Kevariasian
Dapat kita bayangkan bagaimana jadinya bila kalimat-kalimat yang digunakan
dalam sebuah karangan seragam. Mungkin Anda akan bosan membacanya walau hanya
sepuluh menit. Coba Anda baca paragraf berikut.
Kusno dan Tini bercita-cita menjadi guru. Kusno dan Tini memilih
masuk Universitas Masa Depan Gemilang setelah tamat SMA guna
menggapai cita-cita menjadi guru. Kusno dan Tini memilih jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kusno dan Tini memilih jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia karena Kusno dan Tini menyukai
karya sastra dan menyadari pentingnya, peranan. komunikasi dalam
kehidupan bermasyarakat.
Kedua paragraf tersebut berisi informasi yang sama. Perbedaan keduanya hanya
terletak pada kevariasian dalam pemilihan kata dan struktur kalimat. Tentu Anda
sependapat bahwa paragraf kedua lebih enak dibaca karena kata-kata dan struktur yang
digunakan lebih bervariasi. Jadi, Anda perlu memperhatikan aspek kevariasian pemakaian
kata dan struktur kalimat dalam menulis.
e. Penekanan
Dalam menulis, sering kali ada unsur-unsur yang ingin kita beri penekanan
dibandingkan unsur lainnya. Penekanan itu biasanya diwujudkan dengan cara
meletakkan bagian yang mendapat penekanan itu pada awal kalimat. Contohnya, berikut
ini.
(41a) Anak-anak berbakat diberi bea siswa mulai semester ini.
(41b) Mulai semester ini anak-anak berbakat diberi bea siswa.
(41c) Diberi bea siswa anak-anak berbakat mulai semester ini.
Pada kalimat (41a) yang mendapat penekanan adalah unsur subjek (anak-anak
berbakat), sedangkan, pada kalimat (41b) penekanan itu diberikan pada unsur keterangan
waktu (mulai semester ini). Kemudian, unsur predikat (diberi bea siswa) mendapat
penekanan pada kalimat (41c).
3. Penggunaan Ejaan
Yang tidak kalah pentingnya dalam menulis adalah aspek ejaan dan tanda baca.
Seorang penulis harus mematuhi konvensi di bidang ejaan suatu bahasa apabila
menginginkan tulisannya mudah dibaca dan berterima. Dalam bahasa Indonesia, ejaan yang
berlaku disebut ejaan yang disempurnakan (EYD), dapat dibaca dalam buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang banyak dijual di toko-toko buku. Berikut ini akan kita
bicarakan aspek- aspek yang sangat penting saja yang akan mengganggu pemahaman jika
pemakaiannya keliru.
a. Pemenggalan kata
Pemenggalan kata tampaknya sederhana saja, tetapi justru kesalahan sering terjadi di
sini. Kesalahan yang sederhana itu memberi kesan
penulisnya tidak tertib. Kesan seperti itu, dapat menurunkan citra diri penulis di hadapan
pembaca. Berikut ini beberapa pedoman dalam pemenggalan kata:
2) Jika di tengah kata terdapat vokal dan konsonan maka pemenggalan kata
dapat dilakukan sebelum konsonan. Contohnya sebagai berikut.
media me-di-a
peraga pe-ra-ga
guru gu-ru
metode me-to-de
4) Jika di tengah kata terdapat tiga konsonan atau lebih maka pemenggalan
suku katanya, antara lain di antara konsonan pertama dan kedua.
Contohnya, berikut ini.
instrumen in-stru-men
instruksional in-struk-si-o-nal
konstruktif kon-struk-tif
ekstrakurikuler ek-stra-ku-ri-ku-ler
5) Imbuhan berupa awalan dan akhiran pada prinsipnya diperlakukan sebagai satu
suku kata bila dipenggal. Misalnya, seperti berikut. makanan ma-kan-an
(bukan ma-ka-nan)
permainan per-ma-in-an
berganti ber-gan-ti
Namun, apabila pembubuhan awalan menyebabkan terjadi nasalisasi dan
konsonan maka huruf yang terletak pada awal kata dasar akan luluh sehingga
dalam pemenggalan bunyi nasal menjadi bagian dari suku kata awal dari kata
dasarnya. Contohnya, seperti berikut ini.
sayang + me menyayangi me-nya-yang-i
(bukan meny-a-yang-i)
pukul + me memukul me-mu-kul
(bukan memu-kul)
Kemudian, tanda titik 2 juga dipakai antara tempat terbit dengan penerbit
dalam penulisan daftar pustaka. Contohnya, sebagai berikut.
Tanda titik 2 dipakai pula di antara tahun terbit dan halaman pada
penulisan sumber kutipan. Contohnya, seperti berikut.
(Akhadiah, 1992:34)
(Adams, 1987:89).
4) Penulisan Tanda Petik (")
Berikut ini rambu-rambu pemakaian tanda petik dalam tulisan.
a) Tanda petik mengapit kalimat langsung atau petikan langsung, yang
dipetik dari percakapan atau suatu bahan tulisan. Contohnya sebagai
berikut.
(48) "Kita harus tampil dengan penuh percaya diri dan simpatik di
depan kelas," kata kepala sekolah.
(49) Mengenai pentingnya pemahaman mengenai proses menulis bagi
siswa, Adam (1987:v) dengan lugas mengatakan sebagai berikut.
“Students should be taught the process of writing. The emphasis
should be on how to write, rather than on what good writing
locks like”.
b) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, artikel, bab dari
suatu buku yang dipetik dalam kalimat.
(50) Sajak "Aku" karangan Chairil Anwar sarat dengan pesan kebebasan
individu.
(51) Untuk mengetahui pengaruh obat terhadap tubuh dalam jangka
panjang, silakan baca tulisan dr. Samsuridjal Djaubari berjudul
“Pengaruh Obat Bebas di Kompas”, terbitan 4 Juli 2004.
d. Menulis paragraf
Anda tentu pernah mendengar bahwa bentuk karangan terkecil adalah sebuah
paragraf. Ini dapat dimaklumi karena sebuah paragraf memiliki sebuah gagasan utama,
disebut juga topik utama atau pikiran utama, yang disampaikan kepada pembaca melalui
serangkaian kalimat.
Dalam sebuah paragraf, gagasan utama atau disebut juga pikiran utama atau topik
utama dapat dikemukakan dalam sebuah kalimat topik atau disebut juga dengan kalimat
utama. Kemudian, kalimat topik tersebut diikuti oleh serangkaian kalimat lain yang disebut
kalimat penjelas yang berisi pikiran penjelas, contoh-contoh, atau fakta-fakta. Contohnya,
seperti berikut.
Investasi di bidang pendidikan berpengaruh besar terhadap kemajuan
dan kesejahteraan suatu bangsa. Investasi yang besar di bidang pendidikan
akan menghasilkan pendidikan yang bermutu tinggi. Kemudian, pendidikan
yang bermutu tinggi tentu akan menghasilkan sumber daya manusia yang
andal, profesional, terampil dalam berbagai bidang pekerjaan dan kreatif.
Di pihak lain, semua sektor pembangunan hanya akan berlangsung secara efektif
dan efisien bila melibatkan tenaga-tenaga kerja yang profesional dan
berketerampilan tinggi. Kemudian, penggunaan tenaga kerja lokal bukan hanya
dapat menghemat biaya produksi melainkan juga secara langsung membuka
lapangan kerja bagi penduduk. Selain itu, tenaga-tenaga kerja yang profesional dan
berketerampilan tinggi serta kreatif tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan akan
tenaga-tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di berbagai sektor usaha, tetapi
juga dengan bekal kemampuan intelektual, kreativitas, dan keterampilan yang
mereka miliki mereka dapat membuka lapangan-lapangan kerja baru.
Gagasan utama paragraf tersebut dituangkan dalam kalimat topik atau kalimat utama
yang terletak pada awal paragraf. Kemudian, kalimat utama yang berisi gagasan utama
tersebut diikuti oleh kalimat-kalimat penjelas yang berisi pikiran-pikiran, penjelas. Semua
kalimat penjelas berisi uraian yang memberikan penjelasan terhadap gagasan atau pikiran
utama. Pengembangan paragraf dengan cara tersebut dapat disebut pengembangan paragraf
secara deduktif.
Sebuah paragraf dapat pula dimulai dengan pikiran-pikiran penjelas yang
dituangkan dalam kalimat-kalimat penjelas, kemudian diakhiri dengan sebuah
pikiran/gagasan utama atau topik utama yang dituangkan dalam sebuah kalimat utama.
Contohnya sebagai berikut.
Semua sektor pembangunan hanya akan berlangsung secara efektif dan
efisien bila melibatkan tenaga-tenaga kerja yang profesional dan
berketerampilan tinggi. Kemudian, penggunaan tenaga kerja lokal bukan hanya
dapat menghemat biaya produksi melainkan juga secara langsung membuka
lapangan kerja bagi penduduk. Selain itu, tenaga-tenaga kerja yang profesional
dan berketerampilan tinggi serta kreatif tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan
akan tenaga-tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di berbagai sektor usaha,
tetapi juga dengan bekal kemampuan intelektual, kreativitas, dan keterampilan
yang mereka miliki, mereka dapat membuka lapangan-lapangan kerja baru.
Tentu saja tenaga kerja yang berkualitas tinggi, seperti dikemukakan di atas
hanya akan diperoleh melalui pendidikan-pendidikan yang berkualitas tinggi
pula. Guna memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi tersebut diperlukan
investasi yang besar di bidang pendidikan. Jadi, sangat jelas bahwa investasi di
bidang pendidikan berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan
suatu bangsa.
Pengembangan paragraf dengan cara menyajikan serangkaian kalimat penjelas
terlebih dulu dan diakhiri dengan kalimat utama dapat disebut pengembangan paragraf
secara induktif. Gagasan/pikiran utama dapat juga dikemukakan pada bagian awal dan
akhir paragraf sedangkan pikiran-pikiran penjelas disajikan di antara keduanya. Contoh
penulisan paragraf seperti itu adalah berikut ini.
Penilaian hasil belajar siswa dalam bentuk tes yang dilakukan pada
tengah dan akhir semester tidaklah memadai. Hasil tes yang dilakukan
seperti itu banyak mengandung kelemahan. Pertama, frekuensi tes yang
hanya dua kali itu bisa saja tidak memberikan gambaran hasil belajar siswa
yang sesungguhnya. Kedua, dapat saja terjadi pada saat tes berlangsung
kesehatan seorang siswa terganggu sehingga berpengaruh terhadap hasil
tes. Ketiga, ada kemungkinan beberapa siswa mengalami ketegangan jiwa
ketika mengikuti tes sehingga hasil tes yang dicapai tidak menggambarkan
kemampuan siswa yang sesungguhnya. Keempat, suatu tes cenderung hanya
mengukur hasil belajar sebagai produk. Dengan demikian, hasil tes tidak
memberikan gambaran sama sekali mengenai aspek proses belajar yang
ditempuh. Aspek proses belajar yang dimaksud, misalnya prosedur yang
ditempuh siswa dalam praktik penelitian sederhana di laboratorium dan di
lapangan, proses penulisan laporan, dan proses belajar lainnya, yang juga
penting untuk dinilai. Penilaian dalam bentuk tes yang cenderung mengukur
produk dan tidak termasuk proses belajar cenderung mendorong siswa
berbuat curang dalam mengikuti tes, misalnya dengan cara meniru
pekerjaan teman di sebelahnya. Paling tidak, bentuk penilaian dengan
menggunakan prosedur tes yang hanya dua kali itu mendorong siswa untuk
belajar ketika ada tes saja. Apabila hal-hal tersebut di atas dipertimbangkan
dalam melakukan penilaian terhadap siswa maka sangat jelas bahwa
penilaian hasil belajar siswa dalam bentuk tes yang dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada tengah dan akhir semester tidaklah memadai.
Pada paragraf tersebut pokok pikiran utama yang dikemukakan pada awal paragraf
dikemukakan kembali pada akhir paragraf. Kemudian, rangkaian kalimat penjelasnya yang
berisi pikiran-pikiran penjelas dikemukakan setelah kalimat utama pada awal paragraf dan
sebelum kalimat utama yang menutup paragraf. Pengembangan paragraf seperti itu dapat
disebut pengembangan paragraf secara deduktif-induktif.
Penulisan paragraf dengan tiga cara tersebut biasanya digunakan dalam penulisan karangan yang
bersifat ekspositoris dan argumentatif. Dalam menulis karangan yang bersifat deskriptif dan naratif, hampir
tidak mungkin menggunakan jenis pengembangan paragraf seperti itu. Dalam penulisan paragraf deskriptif dan
naratif biasanya topik paragraf dikemukakan secara tersirat, yaitu tersirat dalam keseluruhan kalimat yang
digunakan untuk membangun paragraf.
Paragraf yang bersifat deskriptif biasanya dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan terhadap suatu
objek. Objek yang dideskripsikan dapat saja berupa benda atau perasaan seseorang. Berikut ini contoh paragraf
deskriptif.
Pondok itu berdiri di atas bukit. Di bawahnya, di sisi barat, terhampar sawah menghijau.
Sedang di bagian timur tampak laut biru luas membentang. Di tangga pondok duduk seorang
gadis belia berkulit kuning langsat dengan rambut hitam terurai, melepaskan pandangannya
nun jauh ke perahu layar yang semakin mengecil.
Sebagai penutup pembicaraan kita mengenai penulisan paragraf, berikut ini dikemukakan contoh
paragraf naratif.
Suara keras ketokan di pintu membangunkan Bu lnah sekeluarga. Baru saja kelambu
dibuka, terdengar suara "gedubrak" pintu didobrak. Belum dapat berkata apa-apa, di hadapan
Bu lnah telah berdiri lima tentara berbaju loreng dengan senjata bedil teracung. Salah seorang
lalu menghardik, "Jangan bergerak!" Sambil gemetaran Bu lnah pun mengangkat tangannya
yang kurus ke atas. Suara tangis yang lemah penuh ketakutan terdengar dari mulut cucunya
yang baru berumur tujuh tahun. Tubuh kurus tak berbaju itu merunduk bersembunyi di
belakang neneknya.
Tampak bahwa paragraf tersebut terdiri atas rangkaian peristiwa. Rangkaian peristiwa itu
disajikan menurut urutan waktu. Memang demikianlah ciri sebuah paragraf naratif, berisi
rangkaian peristiwa yang disajikan menurut urutan waktu.
Contoh-contoh penulisan paragraf yang dikemukakan tersebut tidak akan banyak mengubah
keterampilan Anda dalam menulis. Keterampilan Anda dalam menulis paragraf (termasuk
menulis kebahasaan) baru akan betul-betul diasah melalui latihan-latihan.