Anda di halaman 1dari 5

Critical Journal Review

JAWAWAWO NATURAL MONISMS: REVELATION DIMENSION


OF PEO AND INSPIRATION FOR FAITH-DIALOGUE IN MULTI
RELIGIOUS SOCIETY
(Jawawawo Natural Monisms: Wahyu Dimensi Peo dan
Inspirasi untuk Dialog Iman di Masyarakat Multi Agama)
(Yakobus Ndona, Paulinus Tibo, 2019)

Disusun oleh

NAMA : Rezky Trinanda Simarmata


NIM : 7182143011
PRODI : Pendidikan Bisnis (B)
MATA KULIAH : Pendidikan Agama Katolik
DOSEN PENGAMPU : Dr. Yakobus Ndona M.Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Jawawawo Natural Monisms: Revelation Dimension of Peo and
Inspiration for Faith-Dialogue in Multi Religious Society
Nama Penulis : Yakobus Ndona dan Paulinus Tibo
Penerbit : Budapest International Research and Critics Institute-Journal)
Tahun Terbit : 2019
Volume, Nomor : 2, 4
Halaman : 74-84

Pokok-Pokok Pemikiran
Jawawawo bukan satu-satunya orang yang memiliki Peo. Hampir semua komunitas adat di
Kabupaten Keo Jawawawo bukan satu-satunya orang yang memiliki Peo. Hampir semua
komunitas adat di Kabupaten Keo Jawawawo bukan satu-satunya orang yang memiliki Peo.
Hampir semua komunitas adat di Kabupaten Keo memiliki Peo sebagai tonggak persatuan (Forth,
2002). Keberadaan Peo di Jawawawo berkaitan dengan posisi memiliki Peo sebagai tonggak
persatuan (Forth, 2002). Keberadaan Peo di Jawawawo berkaitan dengan posisi memiliki Peo
sebagai tonggak persatuan (Forth, 2002).
Keberadaan Peo di Jawawawo berkaitan dengan posisi memiliki Peo sebagai tonggak
persatuan (Forth, 2002). Keberadaan Peo di Jawawawo berkaitan dengan posisi memiliki Peo
sebagai tonggak persatuan (Forth, 2002). Keberadaan Peo di Jawawawo berkaitan dengan posisi
Jawawawo sebagai desa utama ( nua Pu'u) masyarakat adat dari dua desa lainnya, mereka Ua dan
Romba Jawawawo sebagai desa utama ( nua Pu'u) masyarakat adat dari dua desa lainnya, mereka
Ua dan Romba Jawawawo sebagai desa utama ( nua Pu'u) masyarakat adat dari dua desa lainnya,
mereka Ua dan Romba Wawakota. Peo fungsi Jawawawo sebagai poros dari tiga desa yang
disebutkan.
Peo dalam perspektif metafisika adalah monumen wahyu. Karl Jaspers nama benda-benda
tersebut chiffer atau Peo dalam perspektif metafisika adalah monumen wahyu. Peo sebagai
monumen wahyu memiliki metaphysicmeaning akibat hubungan dengan Makhluk, dan menjadi
kepala prinsip semua makhluk; karena di saat mistik ilahi yang naik ke domain ilahi, dan turun
untuk mewakili (wirklich) dan makhluk; karena di saat mistik ilahi yang naik ke domain ilahi, dan
turun untuk mewakili (wirklich) dan mengungkapkan keilahian (Jaspers, 1959, hlm. 41). Peo
adalah monumen yang diterjemahkan asli wahyu pengalaman Jawawawo nenek moyang menjadi
benda-benda fisik. Wahyu pengalaman secara eksklusif pengalaman mistik yang membuat Peo
dan setiap objek tidak mampu menerjemahkan totalitas wahyu pengalaman. Peo sebagai monumen
terjemahan mengandung aspek konsepsi dan pengurangan. dimobilisasi dan lokal kehadiran di
Peo memiliki ruang terbatas sehingga ilahi mengungkapkan unsur yang tidak dapat sepenuhnya
didokumentasikan; namun, Peo terus memiliki kehadiran nyata dari keilahian terungkap.
Kemungkinan konteks alam, sejarah dan sosial namun, Peo terus memiliki kehadiran nyata dari
keilahian terungkap. Kemungkinan konteks alam, sejarah dan sosial memungkinkan masyarakat
Jawawawo adat untuk memiliki konstruksi yang sama makna. Peo dapat dikatakan sebagai
memungkinkan masyarakat Jawawawo adat untuk memiliki konstruksi yang sama makna. Peo
dapat dikatakan sebagai monumen yang menggambarkan visi ilahi masyarakat Jawawawo.
Peo dalam peran sebagai poros komunitas adalah simpul yang menggerakkan berbagai
budaya elemen untuk membuat kehadiran ilahi lebih lengkap. Peo melibatkan seni arsitektur,
sepertiterlihat dalam struktur, desain tata ruang dan motif yang berfungsi sebagai transparansi
untuk ilahi elemen dan merangsang intuisi subjek untuk naik ke ruang tanpa batas; juga seni musik
suka nggo damba yang merangsang intuisi subjek dalam pengalaman kebesaran ilahi; seni menari
seperti bebi ja'i ; yang menghadirkan elemen ilahi dalam gerakan; dan seni puisi seperti
naro, Mbea Sa, dan Sua Soda menghadirkan elemen ilahi dalam ekspresi verbal. Peo dari pola
makna milik monumen menciptakan imajinasi ilahi melalui citra universal dan menggunakan
berbagai metafora (Jaspers, 1959, hlm. 61-62).

Analisa
 Kelebihan
Pembahasan pada jurnal "Jawawawo Natural Monisms: Wahyu Dimensi Peo dan
Inspirasi untuk Dialog Iman di Masyarakat Multi Agama" dijelaskan dengan lengkap dan
rinci, serta mencantumkan arti dari setiap kata-kata daerah (kata-kata daerah menurut
pembahasan) sehingga pembaca dapat dengan mudah menerjemahkan isian dari jurnal.
Jurnal juga di sertai gambar, serta memiliki beberapa cakupan referensi yang luas. Adapun
jurnal ini juga sudah memiliki identitas yang lengkap.

 Kekurangan
Kekurangan dari jurnal ini menurut saya adalah isiannya yang sangat sulit untuk
dipahami. Serta kata-kata daerah yang tercantum juga sangat sulit dipahami.
Refleksi Kritis
Dasar penilaian pada substansi iman membutuhkan menembus langkah ke kedalaman
religiusitas, yaitu, apa yang ada di balik simbol, ritual dan praktik hidup. Dengan kata lain,
penilaian membutuhkan dialog iman. Langkah ini penting bagi masyarakat religius multi-saat
menghadapi gambar dan karya Tuhan dalam berbagai elemen simbol, tradisi, praktik kehidupan
dan kebajikan iman tradisional yang dapat memperkaya keberadaan manusia dan persaudaraan
universal.

Kesimpulan
Ada empat hal yang dapat disimpulkan dari analisis ini. Pertama, Peo dalam perspektif
simbol metafisika memiliki Ada empat hal yang dapat disimpulkan dari analisis ini. Pertama, Peo
dalam perspektif simbol metafisika memiliki Ada empat hal yang dapat disimpulkan dari analisis
ini. Pertama, Peo dalam perspektif simbol metafisika memiliki kekuatan wahyu. Peo
mengungkapkan Ngga'e Mbapo, keilahian tertinggi dalam iman tradisional masyarakat adat
kekuatan wahyu. Peo mengungkapkan Ngga'e Mbapo, keilahian tertinggi dalam iman tradisional
masyarakat adat kekuatan wahyu. Peo mengungkapkan Ngga'e Mbapo, keilahian tertinggi dalam
iman tradisional masyarakat adat kekuatan wahyu. Peo mengungkapkan Ngga'e Mbapo, keilahian
tertinggi dalam iman tradisional masyarakat adat kekuatan wahyu. Peo mengungkapkan Ngga'e
Mbapo, keilahian tertinggi dalam iman tradisional masyarakat adat Jawawawo. Peo simbolisme
menjelaskan th keilahian Ngga'e Mbapo, transenden, mutlak dan tidak terjangkau, sekaligus
Jawawawo. Peo simbolisme menjelaskan th keilahian Ngga'e Mbapo, transenden, mutlak dan
tidak terjangkau, sekaligus Jawawawo. Peo simbolisme menjelaskan th keilahian Ngga'e Mbapo,
transenden, mutlak dan tidak terjangkau, sekaligus Jawawawo. Peo simbolisme menjelaskan th
keilahian Ngga'e Mbapo, transenden, mutlak dan tidak terjangkau, sekaligus Jawawawo. Peo
simbolisme menjelaskan th keilahian Ngga'e Mbapo, transenden, mutlak dan tidak terjangkau,
sekaligus imanen, yang mendasari dan meliputi segala sesuatu dan mengeksekusi sejarah dan
memiliki peran dalam kehidupan manusia.
Kedua, citra wahyu di Jawawawo Peo menunjukkan model mengalami religiusitas
monistik alami. Peo menggambarkan Kedua, citra wahyu di Jawawawo Peo menunjukkan model
mengalami religiusitas monistik alami. Peo menggambarkan Kedua, citra wahyu di Jawawawo
Peo menunjukkan model mengalami religiusitas monistik alami. Peo menggambarkan Kedua, citra
wahyu di Jawawawo Peo menunjukkan model mengalami religiusitas monistik alami. Peo
menggambarkan Kedua, citra wahyu di Jawawawo Peo menunjukkan model mengalami
religiusitas monistik alami. Peo menggambarkan seluruh kosmos tertutup dan terintegrasi oleh
kuasa ilahi yang berasal dari dan beristirahat di salah satu inti, yaitu, Ngga'e seluruh kosmos
tertutup dan terintegrasi oleh kuasa ilahi yang berasal dari dan beristirahat di salah satu inti, yaitu,
Ngga'e Mbapo. Ketiga, religiusitas otentik. Model mengalami religiusitas menunjukkan monistik
alami bahwa religiusitas masyarakat Jawawawo tradisional tidak dapat dikategorikan sebagai
dinamisme, animisme dan takhayul, tapi religiusitas otentik karena berasal dari pengalaman
wahyu asli dan menempatkan keilahian tertinggi sebagai dasar eksistensi. Religiusitas masyarakat
Jawawawo tradisional tentu saja tidak doktrinal, tetapi lebih terbuka untuk misteri, dan karena
merupakan bagian dari mencoba bertahan keberadaan masyarakat, selalu berkaitan erat dengan
tradisi, adat, dan penghormatan kepada leluhur. Oleh karena itu, kelayakan dan legalitas
religiusitas ini tidak dapat diukur dengan dimensi fisik, tetapi dengan substansi iman.
Keempat, inspirasi untuk pengembangan dialog iman. Dasar penilaian pada substansi iman
membutuhkan menembus langkah ke kedalaman religiusitas, yaitu, apa yang ada di balik simbol,
ritual dan praktik hidup. Dengan kata lain, penilaian membutuhkan dialog iman. Langkah ini
penting bagi masyarakat religius multi-saat menghadapi gambar dan karya Tuhan dalam berbagai
elemen simbol, tradisi, praktik kehidupan dan kebajikan iman tradisional yang dapat memperkaya
keberadaan manusia dan persaudaraan universal.

Anda mungkin juga menyukai