Anda di halaman 1dari 3

[OPINI] Satryo Soemantri Brodjonegoro

Kompas, 14 April 2020

“Regulatory Sandbox”
Solusi Lembah Kematian Inovasi

Daya saing sebuah negara sangat bergantung pada kemampuan


menciptakan produk yang menguasai pasar global. Penciptaan
produk tersebut diawali dengan kegiatan riset yang intensif
sampai adanya prototipe. Prototipe tersebut harus
dikembangkan lebih lanjut agar menjadi produk unggulan
global, di mana tidak hanya aspek teknis produk yang perlu
diperhatikan, tetapi juga aspek komersial dan proses produksi
massal sehingga nilai tambahnya tinggi.

Negara maju memiliki daya saing global karena tingginya nilai tambah produk yang
dipasarkan global. Hal tersebut terjadi karena kemampuan mereka untuk menghasilkan
produk unggulan (inovasi) yang berasal dari hasil riset yang menghasilkan terobosan
(invensi). Proses perwujudan invensi menjadi inovasi tidaklah mudah, tidak sekadar
memproduksi prototipe menjadi produk komersial.

“Pengalaman negara maju, hanya 0,1 persen dari paten yang dihasilkan yang mampu
menghasilkan royalti.

Di samping itu, dari prototipe yang siap diproduksi hanya maksimal 30 persen yang
mampu menjadi produk komersial unggulan. Proses perwujudan prototipe menjadi
produk unggulan mempunyai risiko kegagalan yang tinggi karena kompleksitas dan
tingkat ketidakpastian yang tinggi sehingga tidak ada yang berani investasi.

Pihak swasta tidak mau mengambil risiko rugi, berarti pemerintah yang harus investasi
untuk inovasi. Di negara maju, pemerintahnya mempunyai komitmen untuk investasi
besar-besaran dalam bidang riset dasar untuk invensi dan dalam bidang inovasi.
Mereka sadar bahwa untuk bersaing secara global harus mampu berinovasi.

Pengalaman negara maju, hanya 0,1 persen dari paten yang dihasilkan yang mampu
menghasilkan royalti.

Lembah kematian

Proses yang sangat sulit tersebut dikenal dengan istilah ”Lembah Kematian”, ada jurang
pemisah yang sangat dalam antara tahap prototipe dan tahap produksi komersial
[OPINI] Satryo Soemantri Brodjonegoro
Kompas, 14 April 2020

unggulan. Lembah kematian terjadi karena institusi riset tak mampu membuktikan
bahwa prototipenya akan menjadi produk komersial unggulan karena memang bukan
tugasnya. Sebaliknya, pihak industri belum berani investasi untuk memproduksi
prototipe itu karena belum terbukti komersial dan unggulan.

Untuk menjembatani lembah kematian ini diperlukan suatu entitas yang mampu
melakukan pembuktian bahwa prototipe itu akan mampu menjadi produk komersial
unggulan. Entitas tersebut berperan sebagai unit alih teknologi yang mampu melakukan
hal-hal sebagai berikut: investigasi pasar, pengembangan teknologi, pengujian prototipe
teknologi sesuai kondisi operasional, pengujian aktual teknologi sesuai kualifikasi,
pengujian aktual teknologi sesuai kondisi operasional, proteksi kekayaan intelektual,
rencana bisnis, pencarian modal awal, pembentukan kapital ventura, dan pembentukan
tim produksi.

Kesiapan sebuah prototipe untuk dapat dikomersialkan dapat ditentukan berdasarkan


technology readiness level (TRL), di mana kalau TRL 9 prototipe tersebut dapat
dikomersialkan. Prototipe yang dihasilkan oleh institusi riset umumnya berada pada
TRL 4, dan untuk mencapai TRL 9 harus ditangani unit alih teknologi. Negara maju
memiliki unit alih teknologi yang kuat dan didanai penuh oleh pemerintahnya sehingga
menghasilkan berbagai inovasi unggulan yang menguasai pasar global.

Pengembangan inovasi di Indonesia masih sangat rendah padahal banyak sekali hasil
riset yang berkualitas dan berpotensi terobosan serta produk unggulan. Rendahnya
inovasi bukan karena ketidakmampuan para ahli yang ada saat ini, melainkan karena
Indonesia belum memiliki unit alih teknologi yang mampu menjembatani lembah
kematian.

Para peneliti dan pengembang prototipe (TRL 4) berharap pihak


industri akan memproduksi prototipe tersebut secara komersial,
sedangkan pihak industri baru akan investasi untuk komersialisasi
prototipe tersebut setelah mencapai TRL 9. Peran Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) seharusnya dapat diarahkan
menjadi unit alih teknologi, karena sejak awal pendiriannya oleh
almarhum Prof BJ Habibie memang dimaksudkan untuk peran ini.

Oleh karena itu, penulis mengusulkan agar BPPT diberi amanah oleh
pemerintah untuk menjadi unit alih teknologi sesuai deskripsi pada
paragraf sebelumnya. Untuk mengemban amanah tersebut, BPPT
harus melakukan reformasi tata kelola dan pergeseran paradigma
dari semula sebagai kantor pemerintah yang struktural birokratis
menjadi badan hukum yang independen yang dibiayai negara.
[OPINI] Satryo Soemantri Brodjonegoro
Kompas, 14 April 2020

BPPT membutuhkan ruang gerak yang luas dan fleksibel serta bebas intervensi untuk
dapat menjadi unit alih teknologi yang kredibel. Kredibilitas tersebut penting agar pihak
industri percaya terhadap rekomendasi BPPT sehingga berani melakukan investasi.
BPPT juga perlu mengembangkan sumber daya manusia yang relevan dengan fungsi
alih teknologi seperti tertera di atas, baik dari segi jumlah, kualifikasi, kapasitas,
maupun pola pikirnya.

“Regulatory Sandbox”

Inovasi membutuhkan ekosistem yang kondusif, yaitu ruang gerak yang luas tanpa
kendala apa pun, termasuk kendala legal. Tidak berarti inovasi dibenarkan melanggar
hukum, tetapi kendala legal harus diminimalkan atau dilonggarkan sedemikian rupa
sehingga hasil inovasinya maksimal. Semakin besar kendala legal yang ada,ruang gerak
inovasi semakin sempit dan berakibat pada hasil inovasi yang tidak maksimal, bahkan
gagal.

“Inovasi membutuhkan ekosistem yang kondusif, yaitu ruang gerak yang luas tanpa
kendala apa pun, termasuk kendala legal.

Keberhasilan unit alih teknologi di negara maju didukung oleh perangkat legal
”Regulatory Sandbox” yang memberikan ruang gerak yang luas dalam melakukan
proses inovasi. Regulatory Sandbox adalah suatu pendekatan pengaturan yang
memungkinkan proses inovasi dilaksanakan bersama dengan regulator.

Regulatory Sandbox memfasilitasi dialog intensif antara pihak pelaku inovasi dn


regulator untuk menghasilkan kebijakan yang menyeimbangkan antara keberhasilan
inovasi dan mitigasi risiko yang akan muncul. Dengan konsep ini, biaya inovasi menjadi
lebih murah, dan memungkinkan regulator memperoleh pandangan yang penting
dalam menyusun regulasi terkait.

Satryo Soemantri Brodjonegoro,


Ketua AIPI, Penasihat Khusus Menko Kemaritiman dan Investasi Bidang Kebijakan
Inovasi dan Daya Saing Industri)

Anda mungkin juga menyukai