Anda di halaman 1dari 10

DISFUNGSI EREKSI

Pembimbing :
DR. dr. Bona Simanungkalit, DHSM, M.Kes, FIAS

Disusun Oleh :
Axel Jovito Olda Siburian
1765050105

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Keluarga


Periode 26 Agustus 2019 - 28 september 2019
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
2019
Pendahuluan

Disfungsi ereksi adalah salah satu gangguan fungsi seksual pada laki-laki yang paling
sering ditemukan dan sering kali menyebabkan gangguan fungsi seksual lainnya. Salah
satu faktor penyebab disfungsi ereksi adalah faktor yang tidak dapat dirubah seperti usia
dan karakteristik penduduk seperti pendidikan dan pekerjaan. Prevalensi disfungsi ereksi
secara gobal adalah 20-40% pada pria berusia 60-69 tahun. Sedangkan prevalensi di
Indonesia belum diketahui secara tepat. Etiologi disfungsi ereksi pada pria adalah multi
factorial salah satunya adalah diabetes mellitus. Hasil survei Massachusets Male Aging
Study (MMAS), yang dilakukan pada pria usia 40 sampai 70 tahun mendapatkan 52%
responden menderita DE derajat tertentu, yaitu DE total diderita sebesar 9,6%, sedang
25,2% dan minimal sebesar 17,2%. Walaupun di Indonesia tidak terdapat survei yang
cukup besar, namun dari gambaran penderita DE yang datang ke klinik impotensi
diperkirakan hasilnya tidak jauh berbeda Banyak cara yang dilakukan dalam mengatasi
keluhan DE ini, salah satunya adalah dengan obat- obatan. Salah satu obat yang terbaru
dan dapat dikonsumsi secara oral adalah sildenafil sitrat.

Semula sildenafil dimaksudkan untuk mengobati penyakit jantung. Ternyata didapatkan


efek samping berupa peningkatan ereksi pada malam hari, maka sebuah perusahaan obat
di Amerika menelitinya untuk DE.

Patofisiologi Ereksi

Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi yang kompleks dari faktor psikologik,
neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang bekerja pada jaringan ereksi penis. Organ
erektil penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa dan korpus spongiosum yang
ditengahnya berjalan urethra dan ujungnya melebar membentuk glans penis. Korpus
spongiosum ini terletak di bawah kedua korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini
masing-masing diliputi oleh tunika albuginea, suatu lapisan jaringan kolagen yang padat,
dan secara keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika albuginea diliputi oleh
suatu selaput kolagen yang kurang padat yang disebut fasia Buck. Di bagian anterior
kedua korpora kavernosa terletak berdampingan dan menempel satu sama lain di bagian
medialnya sepanjang 3/4 panjang korpora tersebut. Pada bagian posterior yaitu pada radix
krura korpora kavernosa terpisah dan menempel pada permukaan bawah kedua ramus
iskiopubis. Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis dan membentuk pars
pendularis penis. Permukaan medial dari kedua korpora kavernosa menjadi satu
membentuk suatu septum inkomplit yang dapat dilalui darah. Radix penis
bulbospongiosum diliputi oleh otot bulbokavernosus sedangkan korpora kavernosa
diliputi oleh otot iskhiokavernosus.

Jaringan erektil yang diliputi oleh tunika albuginea tersebut terdiri dari ruang-ruang
kavernus yang dapat berdistensi. Struktur ini dapat digambarkan sebagai trabekulasi otot
polos yang di dalamnya terdapat suatu sistim ruangan yang saling berhubungan yang
diliputi oleh lapisan endotel vaskular dan disebut sebagai sinusoid atau rongga lakunar.
Pada keadaan lemas, di dalam korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan arteriol
yang berkonstriksi serta venula yang yang terbuka ke dalam vena emisaria. Pada keadaan
ereksi, rongga sinusoid dalam keadaan distensi arteri dan arteriol berdilatasi dan venula
mengecil serta terjepit di antara dinding-dinding sinusoid dan tunika albuginea. Tunika
albuginea ini pada keadaan ereksi menjadi lebih tipis. Glans penis tidak ditutupi oleh
tunika albuginea sedangkan rongga sinusoid dalam korpus spongiosum lebih besar dan
mengandung lebih sedikit otot polos dibandingkan korpus kavernosus.

Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom (parasimpatik dan simpatik) serta
persarafan somatik (sensoris dan motoris). Serabut saraf parasimpatik yang menuju ke
penis berasal dari neuron pada kolumna intermediolateral segmen kolumna vertebralis
S2-S4. Saraf simpatik berasal dari kolumna vertebralis segmen T4–L2 dan turun melalui
pleksus preaortik ke pleksus hipogastrik, dan bergabung dengan cabang saraf
parasimpatik membentuk nervus kavernosus, selanjutnya memasuki penis pada
pangkalnya dan mempersarafi otot-otot polos trabekel. Saraf sensoris pada penis yang
berasal dari reseptor sensoris pada kulit dan glans penis bersatu membentuk nervus
dorsalis penis yang bergabung dengan saraf perineal lain membentuk nervus pudendus.
Kedua sistem persarafan ini (sentral/psikogenik dan periferal/ refleksogenik) secara
tersendiri maupun secara bersama-sama dapat menimbulkan ereksi.
Sumber pendarahan ke penis berasal dari arteri pudenda interna yang kemudian menjadi
arteri penis komunis dan kemudian bercabang tiga menjadi arteri kavernosa (arteri penis
profundus), arteri dorsalis penis dan arteri bulbouretralis. Arteri kavernosa memasuki
korpora kavernosa dan membagi diri menjadi arteriol-arteriol helisin yang bentuknya
seperti spiral bila penis dalam keadaan lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol helisin
pada korpora berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam rongga lakunar.
Sebaliknya dalam keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut berelaksasi sehingga aliran
darah arteri bertambah cepat dan mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi atau
kontraksi dari otot-otot polos trabekel dan arteriol menentukan penis dalam keadaan
ereksi atau lemas

Selama ini dikenal adrenalin dan asetilkolin sebagai neurotransmiter pada sistem
adrenergik dan kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa ditemukan adanya
neurotransmiter yang bukan adrenergik dan bukan pula kolinergik (non adrenergik non
kolinergik = NANC) yang ternyata adalah nitric oxide/NO. NO ini merupakan mediator
neural untuk relaksasi otot polos korpora kavernosa. NO menimbulkan relaksasi karena
NO mengaktifkan enzim guanilat siklase yang akan mengkonversikan guanosine
triphosphate (GTP) menjadi cyclic guanosine monophosphate (cGMP). cGMP
merangsang kalsium keluar dari otot polos korpora kavernosa, sehingga terjadi relaksasi.
NO dilepaskan bila ada rangsangan seksual. cGMP dirombak oleh enzim
phosphodiesterase (PDE) yang akan mengakhiri/ menurunkan kadar cGMP sehingga
ereksi akan berakhir. PDE adalah enzim diesterase yang merombak cyclic adenosine
monophosphate (cAMP) maupun cGMP menjadi AMP atau GMP. Ada beberapa isoform
dari enzim ini, PDE 1 sampai PDE7. Masing-masing PDE ini berada pada organ yang
berbeda. PDE5 banyak terdapat di korpora kavernosa

Etiologi

Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya DE ini. Walaupun secara garis besar
faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebab psikogenik dan organik, tetapi belum tentu
salah satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE. Yang termasuk penyebab
organik adalah (i) penyakit kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan penyakit
jantung); (ii) obat-obatan, contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan
penghambat beta), antiaritmia (digoksin), antidepresan dan antipsikotik (terutama
neuroleptik), antiandrogen, antihistamin II (simetidin), (alkohol atau heroin); (iii)
pembedahan/ operasi misal operasi daerah pelvis dan prostatektomi radikal; (iv) trauma
(misal spinal cord injury) dan (v) radioterapi pelvis. Di antara sekian banyak penyebab
organik, gangguan vaskular adalah penyebab yang paling umum dijumpai, sedangkan
faktor psikogenik meliputi depresi, stress. Pada pria muda tersering etiologi disebabkan
oleh intermiten
Manifestasi klinik

Manifestasi kliniknya dapat berpengaruh secara emosional seperti depresi, ansietas atau
malu. Perkawinan terganggu dan menghindari keintiman. Kepatuhan terhadap
pengobatan juga menjadi masalah.

Diagnosa

Dengan adanya obat untuk disfungsi ereksi yang tidak tergantung etiologi, evaluasi
diagnosanya menjadi lebih sederhana. Kunci pemeriksaan seperti gambaran berat-
ingannya disfungsi ereksi, riwayat medis, medikasi tambahan, pemeriksaan fisik dan test
laboratorium klinik tertentu, seperti pemeriksaan darah rutin, urinalisis, kadar glukosa
puasa, kreatinin serum, kadar testosteron pagi dan kadar prolaktin

Pengobatan

Berbagai jenis pengobatan yang tersedia untuk mengatasi masalah DE dapat tabel 1.

Pengobatan oral dengan sildenafil


Obat-obat oral DE yang sudah tersedia di pasaran maupun yang masih dalam penelitian
adalah inhibitor enzim phosphodiesterase (PDE) 5/sildenafil, apomorfin SL (sublingual),
dan phentolamine Pada saat ini yang akan dibahas adalah mengenai penggunaan
sildenafil. Sildenafil diakui oleh Food and Drug dengan keberhasilan sekitar 60 – 70%
tergantung pada penyebab DE. Pada pasien diabetes, angka keberhasilan sekitar 50%.
Terapi lain termasuk injeksi obat secara intrakavernosa dapat menjadi pilihan lain bagi
penderita yang tidak berhasil dengan sildenafil. Walaupun obat oral sangat mudah
penggunaannya, namun perlu diingat bahwa pemakaiannya perlu memperoleh
pertimbangan dan pengawasan yang ketat. Karena obat oral pun dapat memberikan efek
samping yang tidak terduga dan membahayakan. Oleh sebab itu maka pengawasan secara
teratur masih tetap diperlukan, hal ini perlu dilakukan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya adverse events yang mungkin saja terjadi selama penggunaan

Mekanisme Kerja sildenafil

Sildenafil bukan merupakan zat perangsang dan juga tidak meningkatkan nafsu seksual,
tetapi hanya bekerja bila ada stimulasi seksual/ rangsangan erotic, dengan demikian,
sampai saat ini hanya ada satu macam obat oral yang patut disebut sebagai oral erotic
agent Sildenafil bekerja secara kompetitif menghambat enzim PDE 5, sehingga
perombakan cGMP yang terbentuk dengan terlepasnya NO akibat stimulasi seksual akan
terhambat. Dengan demikian akan terjadi relaksasi otot polos korpora kavernosa yang
cukup lama untuk suatu ereksi yang memuaskan. Dengan dosis yang dianjurkan,
sildenafil tidak akan berfungsi bila tidak ada rangsangan seksual, Sildenafil bekerja
selektif terhadap PDE5 dibandingkan terhadap PDE yang lain. Dengan demikian, efek
utamanya adalah terhadap korpus kavernosus di penis, namun karena PDE5 juga terdapat
pada pembuluh darah maka pengaruh sildenafil terhadap pembuluh darah juga tidak bisa
diabaikan. Sildenafil hanya 10 kali lebih kuat untuk PDE 5 dibandingkan PDE 6 yang
banyak terdapat di retina.

Biasanya sildenafil mulai bekerja satu jam setelah dikonsumsi dan ereksi akan terjadi
sebagai respon bila terdapat stimulasi seksual. Dosis yang digunakan 25 – 100 mg dengan
dosis maksimal 100mg dianjurkan hanya untuk penggunaan sekali sehari. Terdapat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan kadar sildenafil plasma yaitu : umur 65 tahun,
gangguan hati seperti sirosis, gangguan ginjal berat (kreatinin klirens < 30ml / menit),
obat- obatan (eritromisin, ketokonazol, itrakonazol). Oleh karena itu, pada pasien di atas
tersebut disarankan hanya diberikan dosis 25 mg bila memerlukan penggunaan sildenafil

Efek samping

Sampai sekarang efek samping yang dilaporkan adalah efek yang berhubungan dengan
kerja sildenafil sebagai penghambat dari PDE 5 di berbagai jaringan yaitu berupa:

1.efek vasodilatasi : sakit kepala, flushing, rhinitis, dizziness, hipotensi dan hipotensi
postural.

2.efek pada saluran cerna : dispepsi dan rasa panas di epigastrium.

3.efek gangguan visual : penglihatan berwarna hijau kebiru-biruan, silau, dan penglihatan
kabur. Gejala ini berlangsung selama beberapa jam (1-5 jam) terutama terjadi pada dosis
tinggi, karena itu para dokter mata menganjurkan dosis tidak melebihi 50 mg. Gangguan
visus ini terjadi karena selektivitas sildenafil terhadap PDE 5 hanya berbeda 10 kali
dibanding PDE 6 yang banyak terdapat di mata, oleh karena itu pengggunaan sildenafil
pada pasien laki-laki yang menderita retinitis pigmentosa harus dipertimbangkan dengan
berhati-hati.

4.gangguan terhadap otot rangka seperti mialgia, terutama didapati pada multiple daily
dose, tetapi belum diketahui mengapa efek ini timbul.

Terdapat laporan mengenai efek kardiovaskular seperti serangan jantung dan kematian
mendadak, tetapi belum diketahui apakah hal tersebut berkaitan langsung dengan
sildenafil, aktivitas seksual, penyakit yang menyertai pasien sebelumnya, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Aktivitas seksual pada pasien dengan penyakit jantung juga
merupakan resiko potensial tersendiri. Aktivitas tersebut meningkatkan beban jantung,
sehingga risiko infark miokard meningkat 2,5 kali pada dua jam setelahnya, disamping
itu juga meningkatkan aritmia jantung.
Kesimpulan

Terdapat banyak cara yang digunakan untuk terapi DE, salah satunya adalah dengan obat
oral yang mulai dipasarkan secara luas yaitu sildenafil. Obat ini hanya bekerja bilamana
terdapat stimulasi seksual dan diminum satu jam sebelum aktifitas seksual dengan dosis
antara 25 – 100mg. Sildenafil bekerja dengan menghambat kompetitif enzim PDE 5 yang
banyak terdapat pada korpus kavernosus penis, sehingga menyebabkan relaksasi otot
polos yang terdapat berlangsung lebih lama, dengan demikian ereksi juga akan
berlangsung lebih lama. Masih banyak kontradiksi mengenai penggunaan sildenafil
dalam penatalaksanaan DE, dengan angka keberhasilannya sekitar 60-70 %. Pada
penderita diabetes angka keberhasilan hanya sekitar 50 %. Kontraindikasi pemakaian
sildenafil adalah pasien yang menggunakan preparat nitrat, adanya riwayat stroke, infark
miokard, hipotensi, penyakit degeneratif retina dan obat yang membuat waktu paruh
sildenafil menjadi lebih panjang.

Daftar Pustaka

1. Diana K. Lintang DS. GAMBARAN KARAKTERISTIK RESPONDEN


DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI-LAKI PENDERITA
DIABETES MELLITUS DI KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)

2. Lie T. Sildenafil dalam penatalakasanaan disfungsi ereksi. Bagian histologi


fakultas kedokteran trisakti. Jakarta; 2017

3. Lee M. Erectile dysfuntion, in dipiro editor, Pharmacotherapy, A


pathophysiologic Approach, USA, Mcg raw- Hill ed 6, 2005, hal 1515-1531

(1)

Anda mungkin juga menyukai