Anda di halaman 1dari 5

DISFUNGSI EREKSI

DEFINISI
Disfungsi ereksi atau kesulitan ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus – menerus
untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai
hubungan seksual yang memuaskan.

ETIOLOGI
Fazio dan Brock (sebagaimana dikutip oleh Wibowo, 2007) mengklasifikasikan penyebab
disfungsi ereksi sebagai berikut:
Faktor penyebab dan contohnya :
1. Ketuaan
2. Gangguan psikologis, misalnya depresi, ansietas
3. Gangguan neurologis, misalnya: penyakit serebral, trauma spinal, penyakit medulla
spinalis neuropati, trauma nervus pudendosus
4. Penyakit hormonal (libido menurun), misalnya: hipogonadism, hiperprolaktinemia,
hiper atau hipotiroidisme, sindrom Cushing, penyakit addison.
5. Penyakit vaskuler, misalnya: aterosklerosis, penyakit jantung iskemik, penyakit
vaskuler perifer, inkompetensi vena, penyakit kavernosus.
6. Obat – obatan, misalnya: antihipertensi, antidepresan, esterogen, antiandrogen,
digoksin.
7. Kebiasaan, contohnya: pemakai marijuana, alkohol, narkotik, merokok.
8. Penyakit – penyakit lain, contohnya: diabetes melitus, gagal ginjal, hiperlipidemi,
hipertensi, penyakit paru obstruksi kronis.

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko disfungsi ereksi adalah sindrom metabolisme, gejala saluran kemih bagian bawah
akibat BPH (Benign Prostat Hiperplasia), penyakit kardiovaskular, merokok, kondisi sistem saraf
pusat, trauma spinalis, depresi, stress, gangguan endokrin, dan diabetes.
KLASIFIKASI
Menurut Wibowo (2007), pembagian disfungsi ereksi dikelompokkan menjadi lima kategori
penyebab yaitu:
a. Psikogenik
Disfungsi ereksi yang disebabkan faktor psikogenik biasanya episodik, terjadi secara
mendadak yang didahului oleh periode stress berat, cemas, depresi. Disfungsi ereksi
dengan penyebab psikologis dapat dikenali dengan mencermati tanda klinisnya yaitu:
usia muda dengan awitan mendadak, awitan berkaitan dengan kejadian emosi spesifik,
disfungsi pada keadaan tertentu sementara dalam keadaan lain normal, ereksi malam
hari tetap ada, riwayat terdahulu adanya disfungsi ereksi yang dapat membaik secara
spontan, terdapat stress dalam kehidupannya, status mental terkait kelainan depresi,
psikosis, atau cemas.
b. Organik
Disfungsi ereksi yang disebabkan organik dibagi menjadi dua yaitu: neurogenik dan
vaskuler. Disfungsi ereksi akibat neurogenik ditandai dengan gambaran klinis seperti
riwayat cedera atau operasi sumsum tulang atau panggul, mengidap penyakit kronis
(DM, alkoholisme), pemeriksaan neurologik abnormal daerah genital/ perineum.
Disfungsi ereksi akibat vaskuler dapat dibagi dua yaitu kelainan pada arteri dan vena.
Kelainan pada arteri memiliki tampilan klinis seperti minat terhadap seks tetap ada,
pada semua kondisi terjadi penurunan fungsi seks, secara bertahap terjadi disfungsi
ereksi sesuai bertambahnya umur. Kelainan pada memiliki tampilan klinis seperti tidak
mampu mempertahankan ereksi yang sudah terjadi, riwayat priapism, dan kelainan
lokal penis.
c. Hormonal
Disfungsi ereksi yang disebabkan karena hormonal mempunyai gambaran klinis yaitu
hilangnya minat pada aktifitas seksual, testis atrofi dan mengecil, dan kadar testosteron
rendah prolaktin naik.
d. Farmakologis
Hampir semua obat hipertensi dapat menyebabkan disfungsi ereksi yang bekerja di
sentral, misalnya metildopa, klonidin, dan reserpin. Pengaruh utama kemungkinan
melalui depresi sistem saraf pusat.
e. Traumatik paska operasi
Patologi penis atau proses penyakit pada panggul dapat merusak jalur serabut saraf
otonom untuk ereksi penis, reseksi abdominal perineal, sistektomi radikal,
prostatektomi radikal, uretroplasti membranesea, dll.

PATOFISIOLOGI
Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh diabetes melitus. Hal ini dikarenakan diabetes melitus
dapat menyebabkan terjadinya :
1. hipotestosteron yang akan menurunkan libido lalu menyebabkan terjadinya
disfungsi ereksi.
2. pengaktifan poliol pathway dan menurunkan NADPH. Aktifasi jalur ini
menyebabkan terjadinya akumulasi AGE ( Advance Glycation End Product) yang
akan menyebabkan gangguan relaksasi otot polos dan perubahan fibroelastik,
dimana kedua hal ini akan menurunkan compliance dari kavernosa sehingga terjadi
disfungsi ereksi. Selain itu, Aktifasi jalur ini juga menyebabkan terjadinya
akumulasi sorbitol dan fruktosa melalui enzim aldosa reduktase sehingga terjadi
edema neural lalu gangguan pompa Na-K ATPase lalu gangguan tranduksi sinyal
serta neurotransmitter sehingga terjadi neuropati diabetik sehingga terjadi disfungsi
ereksi. Jalur ini juga menurunkan kofaktor NO sintase ( L-arginin  NO
membutuhkan NO sintase) sehingga terjadi penurunan NO, akibatnya terjadi
disfungsi ereksi.

DIAGNOSA
Anamnese merupakan hal yang penting untuk diagnosa disfungsi ereksi. Evaluasi apakah pasien
memang menderita disfungsi ereksi atau disfungsi seksual yang lain. Tanyakan riwayat merokok,
sakit jantung, stroke. Tanyakan riwayat penggunaan obat – obatan. Berdasarkan indeks dari IIEF
( International Index of erectile Function- 5), jika indeks ≤ 21 maka dikatakan pasien disfungsi
ereksi (lihat lampiran). Selain itu, perhatikan klasifikasi disfungsi ereksi yang telah dijabarkan di
atas.
Pemeriksaan fisik, dapat ditemukan tidak adanya respon terhadap sentuhan, testis kecil,
pembesaran payudara, hilangnya rambut wajah, adanya pulsasi arteri di kaki, dan penis abnormal.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah complete blood count, profil lemak ( tinggi
LDL  arterosklerosis), glukosa darah jika DM, HbA1C untuk kontrol kadar gula darah, urinalisis
jika curiga DM dan kerusakan ginjal, serum kreatinin jika kerusakan ginjal akibat DM, enzim hati
dan fungsi hati, kadar testosteron, kadar hormon lain seperti LH, prolaktin, kortisol, dan PSA
( Prostat Spesific Antigen).
Pemeriksaan lain yang mungkin dapat dilakukan adalah NTP (Nocturnal Penile Tumescence),
kaversonografi/ kavernosonometri, USG doppler, injeksi intrakavernosa dengan obat- obatan
vasoaktif, Rigiscan, Visual Sex Stimulation, dan pemeriksaan psikososial.

TATALAKSANA
Yang pertama kali harus dilakukan oleh pasien disfungsi ereksi harus memperbaiki pola hidup
menjadi sehat. Beberapa cara dalam menerapkan pola hidup sehat antara lain olah raga, menu
makanan sehat(asam amino arginin, bioflavonoid, seng, vitamin C dan E dan makanan berserat),
kurangi dan hindari rokok atau alkohol, menjaga kadar kolesterol dalam tubuh, mengurangi berat
badan hingga normal), dan mengurangi stres. Jika dengan menerapkan pola hidup sehat, pasien
sudah mengalami peningkatan kepuasan ereksi maka pasien disfungsi ereksi tidak perlu
menggunakan obat atau vakum ereksi.
Obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan disfungsi ereksi antara lain golongan
phosphodiesterase inhibitor5 (sildenafil, vardenafil, dan tadalafil), alprostadil (disuntikkan di
penis-intracevernosal dan dimasukkan dalam ureter-intrauretral), papaverine, trazodone, dan
dengan testosteron replacing hormone (penambahan homon estrogen). Obat yang digunakan
sebagai obat pilihan untuk pengobatan disfungsi ereksi adalah sildenafil. Lihat gambar 5 dan 6.
Pengobatan disfungsi ereksi nonfarmakologis adalah Vacum Constriction Device (VCD) dapat
mencapai 250 mmHg dimana menggunkan cincin untuk mempertahankan kondisi ereksi setelah
vakum dengan waktu maksimal 25 – 30 menit. Kelebihan VCD adalah mudah dilakukan dan
tingkat kepuasan tinggi. Efek samping VCD adalah sering kebas, hematom, peteki, skrotum
terhisap.
Vascular resconstructive Surgery (VRS), dilakukan pada pasien DE berusia muda dengan riwayat
trauma pelvis dan perianal. VRS meningkatkan suplai darah di penis. Cara kerja VRS dengan
bypass arteri yang tersumbat dengan menggunakan arteri dari otot abdomen (inferior epigastric
artery). Tingkat keberhasilan jangka panjang 50 – 60 %. Komplikasi nyeri penis, berkurangnya
sensasi, dan glans hiperemis.
Penile prosthesis , mengganti struktur erection chamber dengan batang silinder semi rigid, rigid,
ataupun hidrolik. Merupakan terapi ketiga pada pasien DE. Penile prosthesis membutuhkan
anestesi dan biayanya yang mahal. Komplikasi Penile prosthesis adalah perdarahan tidak
terkontrol paska operasi, infeksi terutama pada pasien DM dan yang mengalami trauma spinalis.
Psikoterapi jika pasien mengalami masalah psikologis dan pada pasien yang gagal setelah
dilakukan terapi oral dan injeksi. Pendekatan yang dilakukan adalah Cognitive Behavioral
Intervention. Selain itu dilakukan koreksi kognitif maladaptif, eksplorasi masa lampau, dan terapi
pasangan.

PROGNOSIS
Disfungsi ereksi temporer sering terjadi dan biasanya bukan masalah yang serius. Akan tetapi, jika
disfungsi ereksi menjadi persisten, efek psikologis menjadi signifikan. Disfungsi ereksi dapat
menyebabkan gangguan hubungan antara suami istri dan dapat menyebabkan terjadinya depresi.
Disfungsi ereksi yang persisten dapat merupakan suatu gejala dari kondisi medis yang serius
seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, gangguan tidur, atau masalah sirkulasi.

Anda mungkin juga menyukai