Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketidakmampuan yang persisten dalam
mencapai atau mempertahankan fungsi ereksi untuk aktivitas seksual yang memuaskan.
Batasan tersebut menunjukkan bahwa proses fungsi seksual laki-laki mempunyai dua
komponen yaitu mencapai keadaan ereksi dan mempertahankannya. Hal ini sangat
penting bagi laki-laki sebab disfungsi ereksi dapat menimbulkan depresi bagi penderita
yang berujung terganggunya hubungan suami istri serta menyebabkan masalah dalam
kehidupan rumah tangga. Secara garis besar, penyebab disfungsi ereksi terdiri dari faktor
organik, psikis, dan andropause. Umumnya laki-laki berumur lebih dari 40 tahun
mengalami penurunan kadar testosteron secara bertahap. Saat mencapai usia 40 tahun,
laki-laki akan mengalami penurunan kadar testosteron dalam darah sekitar 1,2 % per
tahun. Bahkan di usia 70, penurunan kadar testosteron dapat mencapai 70% .
Penelitian National Institutes of Health 2002 menunjukkan kurang lebih 15 juta
sampai 30 juta laki-laki di Amerika mengalami disfungsi ereksi. Insidensi terjadinya
gangguan bervariasi dan meningkat seiring dengan usia. Pada usia 40 tahun, terdapat
kurang lebih 5% laki-laki mengalami keadaan disfungsi ereksi, pada usia 65 tahun,
terdapat kurang lebih 15-25% (Handriadi Winaga, 2006). Prevalensi disfungsi ereksi di
Indonesia belum diketahui secara tepat, diperkirakan 16 % laki-laki usia 20 – 75 tahun di
Indonesia mengalami disfungsi ereksi.
Disfunsi ereksi (DE) merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang
medis, merupakan kondisi medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan
walaupun prevelensinya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pria dengan
diabetes, penyakit jantung iskemik dan penyakit vaskuler perifer lebih banyak mendrita
DE. Banyak cara yang dilakukan dalam mengatasi keluhan DE ini, salah satunya adalah
dengan obat-obatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian disfungsi ereksi ?
2. Apa etiologi dari disfungsi ereksi ?
3. Bagaimana patofisiologi dari disfungsi efreksi ?
4. Bagaimana manifestasi klinis disfungsi ereksi ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari disfungsi ereksi ?

1.3 Manfaat
1 Dapat mengetahui mengenai penyakit disfungsi ereksi
2 Dapat mengetahui mengenai terapi pada penyakit disfungsi ereksi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Disfungsi Ereksi atau erectile dysfunction adalah disfungsi sexsual yang ditandai
dengan ketidakmampuan atau mempertahankan ereksi pada pria untuk mencapai
kebutuhan sexsual dirinya sendiri maupun pasangannya. Disfungsi ereksi (DE)
merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang medis, merupakan kondisi
medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan walaupun prevalensinya
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia

2.2 Etiologi
Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya DE ini. Walaupun secara garis
besar faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebab fisik (organik), psikologis
(psikogenik), tetapi belum tentu salah satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE.
Faktor fisik menyebabkan sekitar 60-80% kasus DE. Yang termasuk penyebab fisik
adalah:
1 Penyakit kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan penyakit jantung)
2 Obat-obatan, contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan penghambat beta),
antiaritmia (digoksin), antidepresan dan antipsikotik (terutama neuroleptik),
antiandrogen, antihistamin II (simetidin), (alkohol atau heroin), obat penenang,
litium
3 Pembedahan/ operasi misal operasi daerah pelvis dan prostatektomi radikal
4 Trauma (misal spinal cord injury)
5 Radioterapi pelvis.
6 Inflamasi prostat (prostatitis)
7 Penyakit parah (anemia, tuberkulosis, pneumonia, dll)
8 Gangguan hormonal
9 Multiple sclerosis dan penyakit saraf lainnya
Di antara sekian banyak penyebab fisik, gangguan vaskular adalah penyebab yang
paling umum dijumpai. Faktor psikologis dapat menyebabkan cacat fisik ringan menjadi
DE. Banyak pria merasa gagal sebagai lelaki ketika daya seksual mereka melemah.
Kegagalan awal mempertahankan ereksi menimbulkan kecemasan dan stress yang pada

3
gilirannya justru memperburuk DE. Hal tersbut menjadi lingkaran setan. Beberapa
masalah psikologis yang dapat menyebabkan DE antara lain:
1 Kurangnya kepercayaan diri
2 Gangguan hubungan personal
3 Kurangnya hasrat seksual
4 Cemas, depresi, stress, kepenatan, kehilangan, kemarahan
5 Konflik rumah tangga

Penyebab yang bersifat fisik lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia, sedangkan
masalah psikologis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Pada pria muda, faktor
psikologis ini menjadi penyebab tersering dari DE intermiten Semakin bertambah umur
seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun impotensi bukan
merupakan bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari penyakit yang sering
ditemukan pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan 75% pria berusia 80
tahun mengalami impotensi.

Agar bisa tegak, penis memerlukan aliran darah yang cukup. Karena itu penyakit
pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) bisa menyebabkan impotensi. Impotensi juga
bisa terjadi akibat adanya bekuan darah atau akibat pembedahan pembuluh darah yang
menyebabkan terganggunya aliran darah arteri ke penis.

2.3 Patofisiologi
Ereksi terjadi melalui 2 mekanisme :
- Pertama, adalah refleks ereksi oleh sentuhan pada penis (ujung, batang dan
sekitarnya).
- Kedua, ereksi psikogenik karena rangsangan erotis.
Keduanya menstimulir sekresi nitric oxide yang memicu relaksasi otot polos batang
penis (corpora cavernosa), sehingga aliran darah ke area tersebut meningkat dan
terjadilah ereksi. Disamping itu, produksi testosteron (dari testis) yang memadai dan
fungsi hipofise (pituitary gland) yang bagus, diperlukan untuk ereksi.
Disfungsi ereksi berhubungan erat dengan faktor: hormonal, sistem saraf, aliran darah
dan psikologis. Gangguan pada salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut
dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi.
Pada dasarnya mekanisme ereksi terjadi melalui proses neurologis dan hemodinamik
yang dikontrol oleh faktor psikologis. Sehingga penyebab disfungsi ereksi dibagi

4
menjadi faktor psikologis dan faktor organik yang dapat disebabkan oleh kelainan pada
pembuluh darah (vaskulogenik), persarafan (neurogenik) dan hormon (endokrinologik)
(Carbone, et al 2004). Rangsangan seksual akan diolah pada susunan saraf pusat di
beberapa tempat terutama di jaras supra spinal yaitu area preoptik medial (MPOA) dan
nukleus paraventrikularis (PVN) dihipotalamus dan hippokampus yang merupakan pusat
integrasi fungsi seksual dan ereksi. Penelitian pada binatang dengan melakukan elektro
stimulasi pada area tersebut akan menimbulkan terjadinya ereksi, sebaliknya lesi pada
daerah itu seperti stroke, ensefalitis, epilepsi lobus temporal dan Parkinson akan
menurunkan frekuensi kopulasi dan disfungsi ereksi.(Sachs & Meisel, 1988; Marson, et
al, 1993). Berbagai macam neurotransmiter seperti dopamin dan norepinefrin ditemukan
pada hipotalamus diduga aktivasi reseptor kedua neurotransmiter akan menyebabkan
terjadinya ereksi, sedangkan aktivasi reseptor serotonin ( 5-hydroxytryptamine) akan
menghambat terjadinya ereksi (Foreman & Wernicke, 1990). Penyuntikan apomorfin
dengan dosis 5ng pada PVN pada tikus jantan akan menyebabkan ereksi tanpa adanya
tikus betina(Melis, et al 1987). Efek pemberian apomorfin akan meningkatkan produksi
Oksida Nitrat (NO) sebagai neurotranmiter penting terjadinya ereksi terutama pada
PVN(Melis, et al 1996). Sebaliknya lesi pada PVN sangat menurunkan kemampuan
ereksi pada pemberian apomorfin. (Argiolas, et al 1987) Dari penelitian tersebut diduga
kuat bahwa aktivasi reseptor dopaminergik di PVN berperanan pada terjadinya ereksi
yang di induksi dengan apomorfin. (Allard & Giuliano, 2004).
Rangsangan dari susunan saraf pusat akan dilanjutkan pada tingkat medula spinalis
yang mempunyai dua pusat persarafan ereksi, sistem persarafan parasimpatis yang
merupakan pusat rangsangan terjadinya ereksi (erektogenik) terletak pada segmen
sakrum (S2 – S4) pada manusia nukleus parasimpatis terutama terdapat di saraf
preganglion parasimpatis pada columna intermedio lateral medula spinalis sakrum S3.
Akson parasimpatis akan melalui nervus pelvikus menuju pleksus pelvis dan bersinap
dengan persarafan post ganglion dimana akson menujun ke nervus
cavernosus.(Nadelhaft, et al 1983; Allard & Giuliano, 2004) Sistem persarafan simpatis
yang terutama menghambat ereksi (erektolitik) pusatnya terletak pada kolumna
intermedio lateral dan komisura dorsal abu abu pada segmen torakolumbal (T11 – L2)
medula spinalis. (Nadelhaft, et al 1987, Allard & Giuliano, 2004)
Penis di persarafi oleh sistem persarafan otonom (simpatis dan parasimpatis) pada
daerah pelvis kedua saraf bersatu membentuk nervus kavernosus yang masuk ke dalam
korpus kavernosus, korpus spongiosum dan gland penis untuk pengaturan aliran darah

5
selama ereksi dan detumesen. Sistem persarafan somatis yaitu nervus pundendus
berperan sebagai sensorik penis dan kontraksi dan relaksasi otot otot lurik
bulbokavernosus dan isciokavernosus (Lue, 2000).
Sistem persarafan tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya tiga macan tipe ereksi
: psikogenik, refleksogenik dan nokturna. Ereksi psikogenik yang terjadi karena
rangsangan pendengaran, penciuman dan fantasi yang diolah pada susunan saraf pusat
akan dilanjutkan pada pusat ereksi di medula spinalis (T11-L2 dan S2-S4) sehingga
terjadi ereksi. Ereksi refleksogenik yang terjadi karena rangsangan perabaan pada organ
genital dan sekitarnya, akan menuju pusat ereksi di medula spinalis yang akan
menimbulkan persepsi sensoris yang akan mengaktifkan sistem saraf otonom untuk
menyampaikan rangsangan pada nervus kavernosus sehingga terjadi ereksi. Tipe ereksi
ini akan tetap terjadi pada pasien dengan cedera medula spinalis diatas segmen sakrum 2.
Ereksi nokturna umumnya terjadi selama tidur rapid eye movement (REM). Selama tidur
REM akan mengaktifkan sistem saraf kolinergik yang terletak pada tegmentum pontin
lateral, sehingga terjadi peningkatan ketegangan penis.(Lue, 2002)

2.4 Manifestasi klinik


Pada disfungsi ereksi, tanda-tandanya adalah sebagai berikut:
1. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara
berulang (paling tidak selama 3 bulan).
2. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3. Ereksi hanya sesaat (dalam referensi tidak disebutkan lamanya)

2.5 Pemeriksaan diagnostik


1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil,
ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan
perhatian khusus. Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada
tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi
transrektal dan USG transrektal. Tidak jarang ED disebabkan oleh penyakit prostat
jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis.
Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus
sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflek (kontraksi muskulus bulbokavernous pada
perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural

6
outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler.
Dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes ( termasuk tekanan darah, ankle
bracial index, dan nadi perifer ).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis ED antara lain:
kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh
kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah
lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal.
Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E1 pada
corpora penis, duplex ultrasonography, biothesiometry, atau nocturnal penile
tumescence tidak direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat
sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya,
untuk menentukan tindakan bedah yang tepat.
3. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai
berikut:
a. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual
b. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut
c. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual
d. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah
dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat
bantu seks, serta pelatihan jasmani).
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual.
Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya
semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa
yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan
konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang peduli. Oleh karena masalah
disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah
disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada
wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu
dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan wawancara
keluhan terpisah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi atau penanganan
disfungsi seksual pada kenyataanya tidak mudah dilakukan, sehingga diperlukan

7
diagnosa yang holistik untuk mengetahui secara tepat etiologi dari disfungsi seksual yang
terjadi, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.
4. Penanganan dan pengobatan
Penanganan disfungsi ereksi tentu harus disesuaikan dengan penyebabnya.
Penangannan disfungsi ereksi melibatkan keikutsertaan pasangan suami-istri. Karena
gaya hidup sangat berperan, maka modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam
penatalaksanaannya. Pria yang mengalami disfungsi ereksi harap mengurangi konsumsi
rokok, menghindari kegemukan, dan meningkatkan aktivitas fisik. Kadang diperlukan
terapi psikoseksual untuk mengatasi penyebab psikogenik seperti kecemasan dan depresi.
Penanganan disfungsi ereksi dengan farmakologi dan bedah dibagi menjadi 3 lini
terapi, yaitu:
a. Terapi lini pertama
Terapi lini pertama yaitu memberi oral pada pasien. Untuk tahap ini, Badan
Pengawasan Obat-obatan dan Makanan telah mengizinkan tiga jenis obat yang
beredar di Indonesia, masing-masing dikenal dengan jenis obat
a) Sildenafil (Viagra),
b) Tadalafil (Cialis) dan
c) Vardenafil (Levitra).
Ketiga jenis obat ini merupakan obat untuk menghambat enzim
Phosphodiesterase-5 (PDE-5), suatu enzim yang terdapat di organ penis dan
berfungsi untuk menyelesaikan ereksi penis. Ketiga jenis obat ini memiliki
kelebihan dan kekurangan:
a. Sildenafil merupakan preparat erektogenik golongan PDE-5 yang pertama kali
ditemukan. Mula kerja Sildenafil antara ½ jam – 1 jam. Sedangkan masa kerjanya
berkisar 5-10 jam. Dari segi profilnya, Sildenafil tidak begitu selektif dalam
menghambat PDE-5. karena, zat ini ternyata juga menghambat PDE-6, jenis
enzim yang letaknya di mata. Kondisi ini menyebabkan penglihatan mata menjadi
biru (blue vision). Obat ini juga tidak bisa diminum berbarengan dengan makanan
karena absorsi (penyerapannya) akan terganggu jika lambung dalam kondisi
penuh.
b. Vandenafil, lebih selektif dalam menghambat PDE-5 mengingat dosisnya
tergolong kecil yaitu antara 10mg-20mg. Mula kerjanya lebih cepat, 10 menit –
1jam, dengan masa kerja 5-10 jam. Keunggulan Vandenafil adalah absorsinya
tidak dipengaruhi oleh makanan. Jadi jika Anda ingin melakukan hubungan intim

8
dengan istri setelah candle light dinner, boleh-boleh saja. Kelemahannya, akan
terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah di hidung sehingga menyebabkan
hidung tersumbat). Biasanya minum pertama akan menyebabkan pening.
c. Tadalafil, masa kerjanya jauh lebih panjang yaitu 36 jam. Mula kerjanya sekitar 1
jam dan tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga absorsinya tidak terganggu.
Kekurangannya, obat ini juga menghambat PDE-11 enzim yang letaknya di
pinggang sehingga jika mengkonsumsi ini, si pria akan mengalami rasa sakit di
pinggang.
Sedangkan farmakologi topikal dapat digunakan pada penderita yang tidak
dapat mengkonsumsi obat penghambat PDE 5. Obat topikal dioleskan pada kulit
batang penis dan glans penis. Beberapa agen yang biasa digunakan adalah solusio
minoksidil, nitrogliserin dan gel papaverin. Sementara penggunaan VCD
bertujuan untuk memperbesar penis secara pasif yang kemudian cincin pengikat
pada pangkal penis akan mempertahankan darah dalam penis. Namun
penggunaan VCD ini dapat menimbulkan efek samping berupa nyeri, sulit
ejakulasi, perdarahan bawah kulit (petekie) dan baal.
b. Terapi lini kedua
Pada terapi lini kedua yang terdiri dari suntikan intravernosa dan pemberian
alprostadil melalui uretra. Terapi suntikan intrakarvenosa yang digunakan adalah
penghambat adrenoreseptor dan prostaglandin. Prinsip kerja obat ini adalah dapat
menyebabkan relakasasi otot polos pembuluh darah dan karvenosa yang dapat
menyebabkan ereksi. melakukan penyuntikan secara entrakavernosa dan
pengobatan secara inraurethra yang memasukkan gel ke dalam lubang kencing.
Pasien dapat melakukan sendiri cara ini setelah dilatih oleh dokter.
c. Terapi lini ketiga
Terapi lini ketiga yaitu implantasi prosthesis pada penis. Tindakan ini
dipertimbangkan pada kasus gagal terapi medikamentosa atau pada pasien yang
menginginkan solusi permanen untuk masalah disfungsi ereksi. Terdapat 2 tipe
prosthesis yaitu semirigid dan inflatable. Tindakan ini sudah banyak dilakukan di
luar negeri namun di Indonesia belum ada.
5. Cara Mencegah Disfungsi Ereksi
Seiring perubahan waktu dan gaya hidup, kemampuan pria berereksi
memang akan berkurang, dan ini sulit untuk dihindarkan. Tapi, bukan berarti
Anda harus pasrah pada keadaan. Ada beberapa langkah yang dapat Anda

9
lakukan agar masalah DE bisa teratasi dan Anda mampu mempertahankan ereksi
Anda terhadap pasangan.
Berikut delapan langkah mudah untuk mempertahankannya:
a. Hindari nikotin
Berdasarkan studi yang dilakukan universitas di Kentucky, para ahli
menemukan fakta ketika pria ditanya mengenai tingkat kehidupan seksualnya
dalam kisaran 1-10, kebanyakan pria perokok menjawab dengan angka 5
sementara pria tanpa rokok menjawab dengan angka 9. Rokok adalah penyebab
DE, selain membahayakan pembuluh darah, merokok juga menyebabkan
kerusakan pada Mr Dick seperti kurangnya elastisitas dan menghambat pelebaran
fungsi pembuluh darah Mr Dick.
b. Vasektomi
Tindakan vasektomi adalah upaya mengontrol kehamilan. Beberapa pria
biasanya mengalami kegelisahan dan ketakutan akan perasaan “tak mampu lagi
membuahi”, karena tingkat efektivitas vasektomi 99,9%, artinya kemungkinan
kehamilan sangat kecil.
Menurut Karen Donahey, Ph.D., Director Sex and Marital Therapy Program
dari Northwestern University, kegelisahan semacam ini kadang mempengaruhi
gangguan fungsi ereksi dan merusak mood berhubungan seksual. Jadi
pertimbangkan baik-baik pilihan KB yang satu ini.
c. Stop stres & perasaan bersalah
Beberapa pria yang menjalani affair mengalami gangguan ereksi.
Kemungkinan ini terjadi karena faktor psikis, semacam perasaan bersalah dan
kecemasan banyak mempengaruhi. Jadi, jika Anda ingin fungsi ereksi kembali
normal, sebaiknya hindari affair.
d. Bakar lemak perut
Lebih dari 50% pria dengan diabetes mengalami gangguan ereksi. Menjaga
berat ideal dan menyingkirkan lemak jahat pada perut adalah cara terbaik
menghindari diabetes. Tapi jika sudah terlanjur tetap kontrol kadar gula darah
Anda.
e. Hindari benturan benda keras
Perkiraan para ahli, lebih dari tiga pria dengan gangguan fungsi ereksi
mengalami penile trauma. Jadi, berhati-hatilah saat melakukan aktivitas seksual
dengan posisi women on top, atau melakukan olahraga dengan peralatan keras.

10
f. Mulailah kebiasaan berjalan kaki
Berdasarkan hasil penelitian, pria yang rajin berjalan kaki meski hanya
sekitar tiga kilometer sehari hanya mengalami setengah dari gangguan ereksi
dibanding pria yang terbiasa duduk dan bergantung pada alat transportasi.
Menurut urolog dari Chicago’s Rush-Presbyterian Medical Center, Laurence
Levine, M.D, saluran darah pada Mr Dick adalah organ biologis aktif, artinya
semakin banyak Anda bergerak, latihan, dan berolahraga, maka pembuluh darah
akan semakin fleksibel dan fungsi ereksi akan semakin bekerja maksimal.
g. Menguap tanpa di sadari
Menguap dan ereksi adalah dua kejadian yang dipengaruhi proses kimia yang
disebut nitric oxide. Senyawa kimia ini diproduksi di otak dan disalurkan melalui
neuron yang mengendalikan proses pernafasan dan menguap, serta melebarkan
pembuluh darah penis dan menyebabkan ereksi.
Kadang hal ini terjadi bersamaan. Tidak mengherankan jika saat Anda
menguap lebar kadang dilanjutkan dengan ereksi. Ini bukan berarti Anda harus
melakukan foreplay dengan mulut ternganga lebar, tapi sesekali membiarkan
mulut menguap lebar bisa membantu menyehatkan fungsi ereksi Anda agar tetap
optimal.
h. Tidur sehabis hubungan seksual
Bisa dimengerti kenapa mata terasa berat usai hubungan seksual, meski
sesungguhnya Anda tak menginginkannya. Tapi tidak demikian dengan fungsi
seksual tubuh Anda.Tanpa disadari, di saat Anda tertidur, Mr Dick penis beberapa
kali mengalami ereksi. Menurut Dr Goldstein, ereksi yang Anda alami antara
pukul 3-5 pagi hari saat Anda tertidur adalah fenomena alami yang berfungsi
mempertahankan kekuatan ereksi. Secara teori ereksi di pagi hari terjadi karena
tubuh mengalirkan darah yang mengandung banyak oksigen ke arah Mr Dick.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Disfungsi Ereksi adalah salah satu penyakit sexsual pada pria yaitu,
ketidakmampuan untuk mencapai atau menjaga ereksi tetap pada waktu penentrasi.

3.2 Saran
Saran kami yaitu jagalah baik-baik alat reproduksi anda terutama pada pria, jangan
terlalu keseringan menggunakan obat-obatan dan hindarilah yang namanya gangguan
psikologis contohnya, stress, pusing dll.

12
DAFTAR PUSTAKA

 Boolell M, Gepi-Attee S, Gingel JC, Allen MJ. Sildenafil : a novel effective oral
therapy for male erectile dysfucntion. Br J Urol 1996;78:257-61.
 Feldman HA, Goldstein I, Hatzichrictou DG, Krane RJ, McKinley JB. Impotence and
its medical and psychosocial correlates : results of the Massachusetts male aging study.
J Urol 1994;151:54-61.
 Garbett R. “New generation ED treatment” in pipeline. Asian Medical News 2000;22:5.
 Henwood J. Sildenafil for erectile dysfunction. Medical Progress 1999;26:37-9.
 Shah PK, Schwartz I, Mc Carthy D, Saldana MJ, Villaran C, Alholel B. et al. Sildenafil
in the treatment of erectile dysfunction. N Engl J Med 1998;339:699-702.
 Taher A, Karakata S, Adimoelya A, Pangkahila W, Kakiailatu F. Penatalaksanaan
disfungsi ereksi. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan;10 Juli 1999;Jakarta: Pengurus
Besar Ikatan Dokter Indonesia.

13
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Alamat : Cirebon, Jawa Barat
Tanggal Masuk RS : 9 April 2018
Tanggal Pengkajian : 10 April 2018
Diagnosa Medis : Disfungsi Ereksi

b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. R
Alamat : Cirebon, Jawa Barat
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan : Isteri
c. Keluhan Utama :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan rasa cemas yang berlebih

d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat pasien datang, klien merasa cemas berlebih, muka pucat, dan
sulit untuk berkomunikasi, klien cenderung menutup diri
2. Riwayat Kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi
3. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit
Hipertensi
e. Keadaan Umum
Tingkat Kesadaran : Apatis
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah : 150/90
Respirasi : 24
Nadi : 110
2
SpO : 94%
Suhu : 38

2) Pemeriksaan Fisik
a) Kulit
-Warna Kulit : Normal
-Tekstur Kulit : Normal

14
b) Kuku
-Keadaan Kuku : Tidak ada clubbing finger
-Warna : Merah muda
-CRT : Lebih dari 3 detik
c) Kepala
-Bentuk Kepala : Simetris
-Kelainan : Tidak ada kelainan
-Keadaan Rambut : Normal
-Kulit Kepala : Normal, tidak ada luka
d) Mata
-Sklera : Normal
-Konjungtiva : Anemis
-Pupil : Normal
-Kelainan : Tidak ada kelainan
-Kelopak Mata : Normal
-Fungsi Penglihatan : Sedikit kabur
-Pergerakan bola mata: Isikor
e) Telinga
-Serumen : Tampak bersih
-Bentuk : Simetris
-Kelainan : Tidak ada kelainan
-Fungsi Pendengaran : Normal
f) Hidung/Sinus
-Sinus : Normal
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
-Bentuk : Simestris
-Serumen : Tampak bersih
-Kelainan : Tidak ada kelainan
-Fungsi Penciuman : Normal
g) Mulut dan Pharing
-Keadaan Lidah : Normal
-Kebersihan Gigi : Bersih
-Kelainan Bibir : Pucat
-Fungsi Pengecapan : Normal
h) Leher
-Keadaan Leher : Normal
-Keadaan Thyroid : Normal
-Tek. Vena Jugularis : Normal
-Denyut Nadi Carotid : Normal
i) Dada dan Paru – Paru
-Bentuk Dada : Simetris
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
-Frekuensi Nafas : 24x permenit
-Suara Nafas : Vesikuler

15
-Jenis Pernafasan : Dangkal

j) Jantung
Inspeksi :
Palpasi : Teraba denyut aorta di ICS 2 dan denyut pulmonalis,
teraba denyut tricuspidalis di ICS 5 dan denyut apeks di
bagian kiri sejajar dengan xifoideus
Auskultasi : Tidak terdapat bunyi gallop S4
Perkusi : Normal (resonan)
k) Payudara dan Axila
-Bentuk : Simetris
-Keadaan Payudara : Normal
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
-Keadaan Axila : Normal
l) Abdomen
-Bentuk Abdomen : Simetris
-Bising Usus : Normal
m) Anus
-Keadaan Anus : Normal
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
n) Genetalia
-Keadaan Genetalia : Normal
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
o) Tulang
-Bentuk Tulang : Normal
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
-Kelainan : Tidak ada kelainan
p) Persendian
-Bentuk : Normal
-Nyeri Tekan : Tidak ada nyeri tekan
-Keadaan Sendi : Normal
-Kekuatan Otot/ROM : Normal

B. ANALISA DATA

No. Data-data (Subjektif-Objektif) Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS : pasien mengatakann malu Disfungsi erektil Harga diri rendah b/d efek
terhadap pasanagan hubungan seksual
DO : - pasein terlihat murung
- Menarik diri Sekresi nitric oxid
menurun

Disfungsi hipofisis

16
Penekanan produksi
hormon testosteron

Penurunan libido,
relaksasi otot polos
corpora cavernosa
menurun

Gairah seksual menurun

Ansietas
2 DS: pasien mengatakan tidak Samain aja, ansietasnya
mampun ereksi diganti gangguan harga
DO : pasien terlihat cemas diri

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Harga diri rendah b/d penurunan gairah seksual akibat gairah seksual
2. Anasietas b/d perubahan kadar hormon, penurunan libido

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 NOC : 1. Tunjukaan rasa
- Body image, disiturbed percaya diri terhadap
- Coping, inneffectif kemampuan pasien
- Personal identity, untuk mengatasi
disturbed situasi
- Health behavior, risk 2. Buat statment psitif
- Self esteem situasional, terhadap pasien
lov 3. Kaji alasan untuk
Kriteria Hasil mengkritik atau
- Menunjukkan menyalahkan diri
pelnilaian pribadi sendiri
tentang harga diri 4. Dukung pasien untuk
- Mengungkapkan menerima keadaan
penirimaan diri
- Mengatakan optimisme
tentang masa depan

2 NOC : 1. Memberikan informasi


- Sexuality pattern, tentang fungsi seksual
ineffective 2. Diskusikan efek obat

17
- Self- estem situasional tentang seksual
Low 3. Diskusikan efek dari
- Rape trauma syndrom perubahan seksualitas
silent pada orang lain yang
- Reaction signifikan
- Knowledge : sexual 4. Menyediakan privasi
fungction dan menjamin rahasia
Kriteria Hasil
- Perubahan fisik dengan
penuaan
- Mampu mengontrol
kecemasan
- Menunjukan keinginan
untuk mendiskusikan
perubahan fungsi

E. implementasi
No Hari Jam Tindakan Diagnosa keperawatan
1 selasa 09.00 1. memberikan pendidikan Harga diri rendah b/d
kesehatan penurunan gairah seksual
2. memotivasi pasien untuk akibat gairah seksual
sembuh
3. dorong keluarga untuk
memberikan semagat pada
pasien
2 Selasa 14.00 1. memberikan informasi Ansietas b/d perubahan
kadar hormon, penurunan
kepada pasien diawal
libido
hubungan tentang seksualitas
2. memberikan informasi
tentang fungsi seksual
3. merujuk pasien ke terapis
seks
F. evaluasi
No Hari/ Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi Nama
dan TT
Perawat
1 Selasa, 10 Harga diri rendah b/d S : harga diri pasien
April 2018 penurunan gairah seksual meningkat dan
akibat gairah seksual pasien sudah mulai

18
percaya diri
O : Pasien tidak
terlihat gelisah, raut
wajah pasien
berubah, klien
sedikit terbuka
A : Koping pasien
mulai membaik,
tetap monitor
kondisi psikis klien
P : Intervensi tetap
dilanjutkan
2 Selasa, 10 Ansietas b/d perubahan S : Pasien tidak
kadar hormon, penurunan
April 2018 terlihat gelisah,
libido
murung dll
O : Raut wajah klien
berubah, klien mulai
terbuka
A : Tujuan mulai
tercapai, tetap
monitor status klien
P : Intervensi
dilanjutkan

19

Anda mungkin juga menyukai