Disusun Oleh :
B. KLASIFIKASI
a. Gangguan Dorongan Seksual (GDS)
a) Pengertian
Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
hormon testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan
pengalaman seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut
ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu, maka
akan terjadi GDS (Pangkahila, 2007), berupa:
1) Dorongan seksual hipoaktif
The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi
dorongan seksual hipoaktif ialah berkurangnya atau
hilangnya fantasi seksual dan dorongan secara persisten
atau berulang yang menyebabkan gangguan yang nyata
atau kesulitan interpersonal.
2) Gangguan eversi seksual
Timbul perasaaan takut pada semua bentuk aktivitas seksual
sehingga menimbulkan gangguan.
b) Prevalensi dan manifestasi
Diduga lebih dari 15 persen pria dewasa mengalami
dorongan seksual hipoaktif. Pada usia 40-60 tahun, dorongan
seksual hipoaktif merupakan keluhan terbanyak. Pada dasarnya
GDS disebabkan oleh faktor fisik dan psikis, antara lain adalah
kejemuan, perasaan bersalah, stres yang berkepanjangan, dan
pengalaman seksual yang tidak menyenangkan (Pangkahila,
2006).
b. Gangguan ereksi
a) Pengertian
Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai
atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk
melakukan hubungan seksual dengan baik (Pangkahila, 2007).
Disfungsi ereksi disebut primer bila sejak semula ereksi yang
cukup unutuk melakukan hubungan seksual tidak pernah
tercapai. Sedang disfungsi ereksi sekunder berarti sebelumnya
pernah berhasil melakukan hubungan seksual, tetapi kemudian
gagal karena sesuatu sebab yang mengganggu ereksinya
(Pangkahila, 2006).
b) Penyebab dan manifestasi
Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan
faktor psikis. Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi
faktor hormonal, faktor vaskulogenik, faktor neurogenik, dan
faktor iatrogenik (Pangkahila, 2007).
Faktor psikis meliputi semua faktor yang menghambat reaksi
seksual terhadap rangsangan seksual yang diterima. Walaupun
penyebab dasarnya adalah faktor fisik, faktor psikis hampir
selalu muncul dan menyertainya (Pangkahila, 2007).
c. Gangguan ejakulasi
1) Ejakulasi dini
a) Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai ejakulsi dini (ED). ED
merupakan ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sampai
pasangannnya mencapai orgasme, paling sedikit 50 persen
dari kesempatan melakukan hubungan seksual. Berdasarkan
waktu, ada yang mengatakan penis yang mengalami ED bila
ejakulasi terjadi dalam waktu kurang dari 1-10 menit.
Untuk menentukan seorang pria mengalami ED harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut : ejakulasi terjadi
dalam waktu cepat, tidak dapat dikontrol, tidak dikehendaki
oleh yang bersangkutan, serta mengganggu yang
bersangkutan dan atau pasangannya (Pangkahila, 2007).
b) Prevalensi dan manifestasi
ED merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di
klinik, melampaui DE. Survei epidemiologi di AS
menunjukkan sekitar 30 persen pria mengalami ED.
Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik.
Penyebab fisik berkaitan dengan serotonin. Pria dengan 5-HT
rendah mempunyai ejaculatory threshold yang rendah
sehingga cepat mengalami ejakulasi. Penyebab psikis ialah
kebiasaan ingin mencapai orgasme dan ejakulasi secara
tergesa-gesa sehingga terjadinya ED (Pangkahila, 2006).
2) Ejakulasi terhambat
a) Pengertian
Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi
terhambat (ET) justru tidak dapat mengalami ejakulasi di
dalam vagina. Tetapi pada umumnya pria dengan ET dapat
mengalami ejakulasi dengan cara lain, misalnya masturbasi
dan oral seks, tetapi sebagian tetap tidak dapat mencapai
ejakulasi dengan cara apapun.
b) Prevalensi dan manifestasi
Dalam 10 tahun terakhir ini hanya 4 pasien datang dengan
keluhan ET. Sebagian besar ET disebabkan oleh faktor psikis,
misalnya fanatisme agama sejak masa kecil yang
menganggap kelamin wanita adalah sesuatu yang kotor,
takut terjadi kehamilan, dan trauma psikoseksual yang
pernah dialami.
d. Disfungsi orgasme
a) Pengertian
Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya
orgasme yang bersifat persisten atau berulang setelah
memasuki fase rangsangan (excitement phase) selama
melakukan aktivitas seksual.
b) Penyebab dan manifestasi
Hambatan orgasme dapat disebabkan oleh penyebab fisik yaitu
penyakit SSP seperti multiple sklerosis, parkinson, dan lumbal
sympathectomy. Penyebab psikis yaitu kecemasan, perasaan
takut menghamili, dan kejemuan terhadap pasangan. Pria yang
mengalami hambatan orgasme tetap dapat ereksi dan
ejakulasi, tapi sensasi erotiknya tidak dirasakan.
e. Dispareunia
a) Pengertian
Dispareunia berarti hubungan seksual yang menimbulkan rasa
sakit pada kelamin atau sekitar kelamin.
b) Penyebab dan manifestasi
Salah satu penyebab dispareunia ini adalah infeksi pada
kelamin. Ini berarti terjadi penularan infeksi melalui hubungan
seksual yang terasa sakit itu. Pada pria, dispareunia hampir
pasti disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik berupa
peradangan atau infeksi pada penis, buah pelir, saluran
kencing, atau kelenjar prostat dan kelenjar kelamin lainnya.
C. FAKTOR RESIKO
1) Disfungsi ereksi
Disfungsi ereksi adalah gaangguan proses ereksi pada laki-laki.
Ejakulasi dini dapat terjadi jika seseorang sering mengalami
gangguan dalam mempertahankan ereksi secara
konsisten.Perasaan takut kehilangan ereksi, menyebabkan
seseorang terburu-buru untuk menyelesaikan hubungan seksual.
2) Masalah kesehatan
Masalah medis menyebabkan seseorang merasa cemas selama
melakukan hubungan seks, seperti masalah jantung, dapat
menyebabkan seseorang secara sadar terburu-buru untuk
ejakulasi. Aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah)
menyebabkan aliran darah menuju penis, diabetes menyebabkan
darah menjadi lebih kental sehingga mempengaruhi aliran darah
menuju penis.
3) Stress
Stress dan tekanan emosional atau mental di segala bidang
kehidupan dapat mempengaruhi terjadinya ejakulasi dini, sering
membatasi keemampuan seseorang untuk menikmati dan focus
selama hubungan seksual.
4) Obat tertentu
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi neurotransmitter dalam
otak seperti trifluoperazine ( stelazine ) yang di gunakan untuk
mengatasi kegelisahan dan masalah kesehatan mental.
5) Perubahan kadar testosteron, estrogen, prolaktin, dan tiroksin
6) Seiring bertambahnya usia, insidensi impotensi juga meningkat
Menurut Pengkahila (2011), masalah seksual pada penderita DM
dapat berupa impotensi, ejakulasi dini, retrograad ejaculation,
anejaculation, pseudo ejaculation, hilangnya libido atau loss of
interest.
D. ETIOLOGI
Pada dasarnya disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria
ataupun wanita, etiologi disfungsi seksual dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a) Faktor fisik
Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-
bagian badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang
sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam
berbagai tingkat (Tobing, 2006).
Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian
karena penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak
diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia makin banyak orang
yang gagal melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006).
b) Faktor psikis
Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu
dalam diri penderita. Gangguan ini mencakup gangguan jiwa
misalnya depresi, anxietas(kecemasan) yang menyebabkan
disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda, sebagian besar
disfungsi seksual disebabkan faktor psikoseksual. Kondisi fisik
terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga jarang
sekali menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006).
E. EPIDEMIOLOGI
Seksualitas dan segala manifestasinya merupakan perilaku
manusia yang sangat kompleks. Disfungsi seksual adalah gangguan
pada satu atau lebih aspek fungsi seksual. Ganguan pada fungsi
ereksi pria disebut disfungsi ereksi. Proporsi kasus disfungsi ereksi
dari keseluruhan kasus disfungsi seksual adalah 50%. Prevalensi
disfungsi ereksi pada pria berumur 40-50 tahun sebesar 40-50% dan
meningkat seiring pertambahan umur. Disfungsi ereksi merupakan
masalah yang kompleks dan multifaktor. Data epidemiologi
mengenai disfungsi ereksi sangat terbatas.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran
beberapa faktor pria umur 40 tahun keatas terkait status disfungsi
ereksi pada masyarakat etnik china dan pribumi di Kecamatan
Lasem Kabupaten Rembang Juli-Agustus 2006. Jenis penelitian
survey deskriptif, desain cross sectional.. Seratus pria berumur 40
tahun keatas berpartisipasidalam penelitian (50 etnik china dan 50
pribumi), diambil dengan random dari 5 klaster (4 desa).
Pengumpulan data dengan wawancara, dan data dianalisis secara
deskriptif (distribusi frekuensi dan tabulasi silang). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa persentase disfungsi ereksi sebesar 44%.
Disfungsi ereksi lebih banyak terjadi pada responden etnik china
(48%), pria umur 60 tahun keatas, berpendidikan daar (49,2%),
tidak bekerja (75%),bepenghasilan dibawah UMR (50%), frekuensi
hubungan seksual tidak sehat (47,1%), penderita hipertensi (57,7%),
penderita diabetes (75%), dan pada penderita penyakit jantung
(71,4%). Persentase disfungsi ereksi pada perokok (31,7%) lebih
kecil dibandingkan pada bukan perokok (52,5%). Perlu ada
pemberian informasi mengenai disfungsi ereksi dan faktor yang
terkait dengan disfungsi ereksi kepada masyarakat (Puji, 2006).
F. PATOFISIOLOGI
Ereksi terjadi melalui 2 mekanisme:
1) Pertama, adalah reflex ereksi oleh sentuhan pada penis (ujung
batang dan sekitarnya).
2) Kedua, ereksi psikogenik karena rangsangan erotis. Keduanya
menstimulir sekresi nitric oxide yang memicu relaksasi otot polos
batang penis (corpora cavernosa), sehingga aliran darah ke area
tersebut meningkat dan terjadilah ereksi. Disamping itu, produksi
testosteron (dari testis) yang memadai dan fungsi hipofise
(pituitary gland) yang bagus, diperlukan untuk ereksi.
Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi yang kompleks
dari faktor psikologik, neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang
bekerja pada jaringan ereksi penis. Organ erektil penis terdiri dari
sepasang korpora kavernosa dan korpus spongiosum yang
ditengahnya berjalan urethra dan ujungnya melebar membentuk
glans penis. Korpus spongiosum ini terletak di bawah kedua
korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini masing-masing diliputi
oleh tunika albuginea, suatu lapisan jaringan kolagen yang padat,
dan secara keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika
albuginea diliputi oleh suatu selaput kolagen yang kurang padat
yang disebut fasia Buck. Di bagian anterior kedua korpora
kavernosa terletak berdampingan dan menempel satu sama lain di
bagian medialnya sepanjang 3/4 panjang korpora tersebut. Pada
bagian posterior yaitu pada radix krura korpora kavernosa terpisah
dan menempel pada permukaan bawah kedua ramus iskiopubis.
Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis dan membentuk
pars pendularis penis. Permukaan medial dari kedua korpora
kavernosa menjadi satu membentuk suatu septum inkomplit yang
dapat dilalui darah. Radix penis bulbospongiosum diliputi oleh otot
bulbokavernosus sedangkan korpora kavernosa diliputi oleh otot
iskhiokavernosus.
Jaringan erektil yang diliputi oleh tunika albuginea tersebut
terdiri dari ruang-ruang kavernus yang dapat berdistensi. Struktur
ini dapat digambarkan sebagai trabekulasi otot polos yang di
dalamnya terdapat suatu sistim ruangan yang saling berhubungan
yang diliputi oleh lapisan endotel vaskular dan disebut sebagai
sinusoid atau rongga lakunar. Pada keadaan lemas, di dalam
korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan arteriol yang
berkonstriksi serta venula yang yang terbuka ke dalam vena
emisaria. Pada keadaan ereksi, rongga sinusoid dalam keadaan
distensi, arteri dan arteriol berdilatasi dan venula mengecil serta
terjepit di antara dinding-dinding sinusoid dan tunika albuginea.
Tunika albuginea ini pada keadaan ereksi menjadi lebih tipis. Glans
penis tidak ditutupi oleh tunika albuginea sedangkan rongga
sinusoid dalam korpus spongiosum lebih besar dan mengandung
lebih sedikit otot polos dibandingkan korpus kavernosus.
Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom (parasimpatik
dan simpatik) serta persarafan somatik (sensoris dan motoris).
Serabut saraf parasimpatik yang menuju ke penis berasal dari
neuron pada kolumna intermediolateral segmen kolumna
vertebralis S2-S4. Saraf simpatik berasal dari kolumna vertebralis
segmen T4L2 dan turun melalui pleksus preaortik ke pleksus
hipogastrik, dan bergabung dengan cabang saraf parasimpatik
membentuk nervus kavernosus, selanjutnya memasuki penis pada
pangkalnya dan mempersarafi otot-otot polos trabekel. Saraf
sensoris pada penis yang berasal dari reseptor sensoris pada kulit
dan glans penis bersatu membentuk nervus dorsalis penis yang
bergabung dengan saraf perineal lain membentuk nervus
pudendus. Kedua sistem persarafan ini (sentral/psikogenik dan
periferal/ refleksogenik) secara tersendiri maupun secara bersama-
sama dapat menimbulkan ereksi.
Sumber pendarahan ke penis berasal dari arteri pudenda
interna yang kemudian menjadi arteri penis komunis dan kemudian
bercabang tiga menjadi arteri kavernosa (arteri penis profundus),
arteri dorsalis penis dan arteri bulbouretralis. Arteri kavernosa
memasuki korpora kavernosa dan membagi diri menjadi arteriol-
arteriol helisin yang bentuknya seperti spiral bila penis dalam
keadaan lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol helisin pada
korpora berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam
rongga lakunar. Sebaliknya dalam keadaan ereksi, arteriol helisin
tersebut berelaksasi sehingga aliran darah arteri bertambah cepat
dan mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi atau
kontraksi dari otot-otot polos trabekel dan arteriol menentukan
penis dalam keadaan ereksi atau lemas. Selama ini dikenal
adrenalin dan asetilkolin sebagai neurotransmiter pada sistem
adrenergik dan kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa
ditemukan adanya neurotransmiter yang bukan adrenergik dan
bukan pula kolinergik (non adrenergik non kolinergik = NANC) yang
ternyata adalah nitric oxide/NO. NO ini merupakan mediator neural
untuk relaksasi otot polos korpora kavernosa. NO menimbulkan
relaksasi karena NO mengaktifkan enzim guanilat siklase yang
akan mengkonversikan guanosine triphosphate (GTP) menjadi
cyclic guanosine monophosphate (cGMP). cGMP merangsang
kalsium keluar dari otot polos korpora kavernosa, sehingga terjadi
relaksasi. NO dilepaskan bila ada rangsangan seksual. cGMP
dirombak oleh enzim phosphodiesterase (PDE) yang akan
mengakhiri/ menurunkan kadar cGMP sehingga ereksi akan
berakhir. PDE adalah enzim diesterase yang merombak cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) maupun cGMP menjadi AMP
atau GMP. Ada beberapa isoform dari enzim ini, PDE 1 sampai
PDE7. Masing-masing PDE ini berada pada organ yang berbeda.
PDE5 banyak terdapat di korpora kavernosa (Wibowo & Gofir,
2007).
G. MANIFESTASI KLINIK
Ejakulasi dini terbagi atas 2 jenis yaitu ejakulasi primer ( seumur
hidup ) dan ejakulasi sekunder (di peroleh).
a. Gejala ejakulasi primer :
Ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi dalam satu
menit atau kurang pada saat melakukan penetrasi vagina.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria adalah
sebagai berikut:
1. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual
2. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut
3. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual
4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari
pengobatan bedah dan pengobatan non bedah (konseling
seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu seks, serta
pelatihan jasmani).
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah
disfungsi seksual. Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien
tidak dapat mengutarakan masalahnya semua kepada dokter, serta
perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang
diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual
membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit
yang peduli. Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan
kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah disfungsi
seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun
stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan
dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter
ataupun dua orang dokter dengan wawancara keluhan terpisah. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi atau penanganan
disfungsi seksual pada kenyataanya tidak mudah dilakukan,
sehingga diperlukan diagnosa yang holistik untuk mengetahui
secara tepat etiologi dari disfungsi seksual yang terjadi, sehingga
dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.
Terapi non bedah / medis :
Farmakoterapi oral, misalnya yohimbin, sildenafil sitrat,
vardenafil, alprostadil, papaverin HCL, fenoksibenzamin HCL,
Aqueous testosterone injection, transdermal testosteron,
bromocriptiine mesylate, apomorfin, fentolamin, ganglioid,
linoleat gamma, aminoguanidin, metilkobalamin.
Injeksi intrakavernosa
Pengobatan kerusakan vena
Pengobatan hormonal
Terapi intraurethral pellet (MUSE)
Terapi external vacuum
Terapi Bedah
1. Prostesis penis
Termasuk terapi yang sangat sukses walaupun pasien dapat
memilih atau
mempertimbangkan terapi yang lain. Pembedahan penis
kemudian dilanjutkan dengan pemasangan implant / protesa ini
sangat rendah tingkat morbiditas dan mortalitasnya.
J. KOMPLIKASI
- Kehidupan seks tidak memuaskan
- Stress atau kecemasan
- Harga diri rendah
- Perkawinan atau hubungan bermasalah, tidak mampu
mendapatkan pasangan hamil
K. PENCEGAHAN
Pencegahan secara dini, antara lain :
Tidak merokok.
Tidak meminum minuman beralkohol atau minuman illegal
lainnya.