Anda di halaman 1dari 17

BAB II

2.1 Gangguan Seksual Pada Laki-laki

2.1.1 Pengertian

Disfungsi seksual adalah gangguan di mana seseorang mengalami kesulitan untuk berfungsi
secara adequate ketika melakukan hubungan seksual.Sehingga disfungsi seksual dapat terjadi
apabila ada gangguan dari salah satu saja siklus respon seksual.

Hambatan dalam hasrat (desire) seksual dan interferensi respons-respons fisiologis yang
menghasilkan orgasme disebut sebagai disfungsi seksual (Oltmanns dan Emery, 2013). Secara
umum disfungsi seksual diartikan sebagai gangguan pada bagian-bagian tertentu dari siklus
respon seksual (McAninch dan Lue, 2013). Maters dan Johnson mendeskripsikan siklus respon
seksual manusia dalam bebeberapa fase yang tumpang tindih: excitment, orgasm, dan resolution.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revision (DSM-IV-TR),
menjelaskan siklus respon seksual menjadi empat fase yaitu fase pertama adalah Hasrat (desire)
yang ditandai dengan fantasi seksual dan hasrat melakukan aktifitas seksual. Fase kedua adalah
gairah (excitment) selama fase ini terjadi ereksi pada laki-laki dan lubrikasi pada wanita (Sadock
dan Sadock, 2014). Kemudian terjadi fase orgasme (orgasm) yang ditandai oleh gerakan cairan
mani melalui kontraksi reguler pada otot uretra, sedangkan pada wanita terjadi kontraksi ritmik
vagina, rahim dan otot lingkar dubur (Oltmanns dan Emery, 2013). Tahap terakhir adalah fase
penyelesaian atau resolusi yaitu badan kembali kedalam keadaan istirahat. Fase resolusi yang
berhasil ditandai dengan perasaan senang dan sejahtera (Maramis dan Maramis, 2009). Pada
lakilaki biasanya tidak responsif terhadap stimulasi seksual lebih jauh setelah mencapai orgasme
yang dikenal sebagai refractory period (Oltmanns dan Emery, 2013).

Bedasarkan DSM-IV, disfungsi seksual didefinisikan sebagai gangguan siklus respon seksual
atau rasa nyeri saat berhubungan seksual (Sadock dan Sadock, 2014). Kegagalan untuk mencapai
orgasme tidak dianggap sebagai gangguan kecuali jika persisten atau berulang-ulang kali terjadi
dan menghasilkan distres atau kesulitan interpersonal yang nyata (Oltmanns dan Emery, 2013).

Keadaan medis tertentu dan penggunaan zat farmakologis juga bertanggung jawab dalam
menimbulkan disfungsi seksual (Sadock dan Sadock, 2014). Terdapat perbedaan yang sangat
besar antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengalaman orgasme (Sadock dan Sadock,
2014). Orgasme perempuan kadang-kadang kurang jelas didefinisikan dibandingkan orgasme
laki-laki, atau laki-laki mungkin keliru menginterpretasikan beberapa kejadian sebagai tanda
bahwa pasangannya juga telah mengalami orgasme, dapat pula perempuan menyesatkan
partnernya untuk berpikir bahwa mereka telah mencapai orgasme agar partnernya sendiri merasa
lebih baik tentang keahlian seksual mereka sendiri (Oltmanns dan Emery, 2013).

Pada pria masalah yang paling umum teridentifikasi yang merujuk pada gangguan seksual adalah
kegagalan ereksi dan atau kegagalan ejakulasi pada pria (Katona dkk., 2012). Disfungsi ereksi
merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi setengah laki-laki yang berumur lebih dari
40 tahun, dan memilki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas hidup dan kepuasan
individu maupun pasangannya. Dilaporkan bahwa prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia
sebesar 11 % dan meningkat sejalan dengan pertambahan umur (Park dkk., 2011).

Dalam mendiagnosis disfungsi seskual yang dicetuskan oleh zat harus terdapat bukti intoksikasi
zat atau putus zat, melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. Dalam dosis
kecil, banyak zat yang meningkatkan kinerja seksual dengan cara menghambat ansietas namun
dengan berlanjutnya penggunaan terjadi gangguan orgasme, ereksi dan ejakulasi (Sadock dan
Sadock,2014). Disfungsi seksual pada pasien skizofrenia lebih sering disebabkan karena
penggunaan antipsikotik terutama golongan tipikal (Seifert dkk., 2009).

Pembagian disfungsi seksual menurut PPDGJ-III adalah (Maramis dan Maramis, 2009) :
F52 Disfungsi Seksual bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit organik

F52.0 Kurang atau hilangnya nafsu seksual

F52.1 Penolakan dan kurangnya kenikmatan seksual

F52.2 Kegagalan dari respon genital

F52.3 Disfungsi orgasme

F52.4 Ejakulasi dini

F52.5 Vaginismus non-organik

F52.6 Dispareunia non-organik

F52.7 Dorongan seksual yang berlebihan


F52.8 Disfungsi seksual lainnya, bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit organik

F52.9 Disfungsi seksual YTT (yang tidak tergolongkan), bukan disebabkan oleh gangguan atau
penyakit organik

2.1.2 Faktor Penyebab Gangguan Seksual

Disfungsi ereksi dapat diakibatkan oleh karena faktor psikis dan faktor organik. Penyebab-
penyebab yang bersifat psikis adalah semua faktor dalam periode kehidupan mulai dari anak
hingga usia dewasa. Faktor-faktor dalam kehidupan ini dapat dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, dan faktor pembinaan.

Beberapa hal yang tergolong faktor predisposisi adalah pandangan negatif tentang seks, trauma
seks, pendidikan tentang seks yang kurang, hubungan keluarga yang terganggu, dan tipe
kepribadian. Keadaan yang tergolong dalam faktor presipitasi antara lain adalah akibat psikis
karena penyakit atau gangguan fisik, proses penuaan, ketidaksetiaan terhadap pasangan, harapan
yang berlebihan, depresi, kecemasan dan kehilangan pasangan atau yang dikenal sebagai
widower’s syndrome. Sedangkan hal yang tergolong faktor pembinaan adalah pengaruh
pengalaman sebelumnya, hilangnya daya tarik pasangan, komunikasi yang tidak baik dan takut
yang berkaitan dengan keintiman.

Salah satu gangguan jiwa yang sering mengakibatkan disfungsi ereksi adalah sindrom depresi.
Penelitan lain yang dilakukan di Perancis (ELIXIR Study) terhadap 4557 pasien depresi
menunjukkan bahwa 78 persen mengalami kehilangan libido 37 persen gangguan ereksi, dan 20
persen mengalami disfungsi orgasme.

Penyebab yang bersumber dari faktor organik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormon
misalnya kadar hormon prolaktin yang meningkat dan kadar hormon tiroid yang rendah, faktor
saraf misalnya gangguan pada faktor saraf parasimpatetik dan bagian otak yang mengontrol
sekresi, faktor pembuluh darah arteri misalnya trauma pada pembuluh darah arteri, dan faktor
pembuluh darah vena misalnya kerusakan dinding pembuluh darah vena. Faktor organik lainnya
yaitu obat psikotropik, antidepresan, anti-hipertensi, hormon antikolinergik, dan zat-zat
psikoaktif lainnya seperti alkohol, amfetamin, nikotin dan kanabis.
Gejala-gejala disfungsi ereksi yang spesifik adalah sebagai berikut :

 Penis sulit mengalami ereksi


 Penis sulit masuk ke dalam vagina karena kurang keras
 Penis tidak dapat mempertahankan ereksi hingga istri mencapai orgasme
 Penis mengalami ejakulasi terlalu cepat atau justru tidak mengalami ejakulasi karena tidak
dapat ereksi

Selain itu, ada beberapa keadaan yang dapat berkaitan dengan disfungsi ereksi, seperti gangguan
psikologis (kecemasan dan depresi), bentuk penis yang tidak normal, ukuran penis yang kecil,
dan tekanan darah tinggi. Akan tetapi, gejala ini belum tentu dialami oleh semua penderita
disfungsi ereksi.

Penyebab disfungsi ereksi :

Disfungsi ereksi merupakan suatu kelainan dengan penyebab multifaktorial. Berdasarkan


penjelasan sebelumnya tentang anatomi, persarafan, dan fisiologis ereksi, dapatlah dimengerti
bahwa setiap faktor yang mengganggu mekanisme ereksi yang normal, mulai dari tingkat pusat
di hipotalamus dan kelenjar pinealis (sebagai tempat awal penerimaan rangsangan yang berasal
dari pikiran/psikis maupun yang berasal dari panca indera) sampai pada organ penis itu sendiri,
dapat menimbulkan gangguan pada ereksi penis. Dengan demikian ketidakmampuan seorang
pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi dapat merupakan hasil akhir dari berbagai
kondisi. Secara garis besar penyebab disfungsi ereksi dapat dibagi dalam dua kelompok utama
yaitu organik dan psikogenik. Selain pembagian tersebut ada juga yang membaginya ke dalam
tipe vaskulogenik dan nonvaskulogenik. Tipe vaskulogenik dihubungkan dengan penyebab
organik (vaskular) sedangkan tipe non vaskulogenik dikaitkan dengan penyebab psikogenik dan
neurogenik.

Pada kenyataannya, sampai sekarang dikotomi antara penyebab organik di satu sisi dan
penyebab psikogenik dan neurogenik di sisi yang lain sukar dilakukan karena adanya kaitan yang
erat di antara kedua kelompok penyebab tersebut. Dengan kata lain, disfungsi ereksi akibat
faktor organik selalu dikaitkan dengan faktor psikogenik, demikian pula sebaliknya. Keadaan ini
dapat dibuktikan dengan adanya kasus-kasus disfungsi ereksi organik yang manifestasinya lebih
berat dari pada kenyataan sebenarnya akibat peranan faktor psikogenik yang menyertainya.
Sumber: (https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/818/636 diakses
pada 14 Maret 2021)

Adapun jenis penyakit atau gangguan yang paling sering menyebabkan disfungsi

ereksi menurut Product Monograph Levitra (2003) adalah:

 Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria (jantung)


 Penyakit sistemik, antara lain: diabetes milletus (DM), hipertensi (HTN), hiperlipidemia
(kelebihan lemak darah)
 Gangguan neurologis seperti penyakit parkinson, multipel sklerosis,stroke
 Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum tulang belakang dan kerusakan syaraf lain
 Gangguan hormonal, menurunya testosteron dalam darah (hipoonadisme) dan
hiperprolaktinemia
 Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok)
 Obat-obatan seperti: anti depresan, anti androgen, merokok dan alcohol
 Faktor psikogen: depresi, problema hubungan suami istri
 Faktor lain seperti prostatektomi dan obesitas

Diantara penyakit-penyakit tersebut, yang paling banyak menjadi penyebab disfungsi ereksi atau
penyakit penyerta bersama disfungsi ereksi adalah DM, hiperlipidemia, penyakit jantung dan
hipertensi. Penderita DM lebih banyak kemungkinan mengalami disfungsi ereksi sebanyak 2,6-4
kali,hiperlipidemia 1,6 kali, penyakit jantung 1,8-2,4 kali dan hipertensi 1,6-1,7 kali

(Tobing, 2006).

Diantara faktor organik penyebab terjadinya disfungsi ereksi,gangguan vaskuler sebanyak 40%,
DM 28%, pengaruh obat-obatan 14% dan lainnya. Dari pengalaman Dr.naek L. Tobing dalam
menangani disfungsi ereksi penyebab selanjutnya adalah faktor hormonal, gangguan hati dan
lainnya yang sering tidak disadari oleh penderita (Tobing, 2006).

1. Gangguan seksual karena Diabetes

Diabetes Milletus adalah salah satu penyakit yang paling sering menyebabkan disfungsi ereksi.
Gula darah yang tinggi menyebabkan neuropati, kerusakan pada ujung-ujung syaraf parasimpatis
di penis sehingga relaksasi pembuluh darah arteri belicina di korpus kavernosa tidak terjadi.
Akibatnya volume aliran darah tidak bisa bertambah dan penis tidak bias membesar. Umumnya
proses neuropati berjalan pelan-pelan. Makin lama makin banyak syaraf yang mengalami
neuropati dan akhirnya terjadi kerusakan secara total (Tobing, 2006).

Gangguan ereksi sejalan dengan proses neuropati. Makin lama DM diderita, ereksi makin
berkurang. Kadang-kadang ereksi masih bisa cukup keras pada saat bercumbu atau saat penis
dirangsang, namun setelah penetrasi vagina ereksi langsung menurun. Hal tersebut terjadi karena
kombinasi dengan faktor fisik yang kurang fit atau kurang segar (Tobing,2006).

Proses neuropati berbeda pada setiap individu. Ada orang yang sangat sensitif terhadap neuropati
ada juga yang lebih tahan terhadap naiknya gula darah.tingkat gula darah yang normal saat puasa
sekitar 70-110mg/dl. Sedangkan 2 jam setelah makan maksimum140 mg/dl dan di beberapa
laboratorium hasilnya kurang dari 170 mg/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gula
darah pada penderita DM di bawah 200 mg/dl masih ditoleransi oleh syaraf-syaraf penis
sehingga tidak menyebabkan neuropati dan ereksi tetap normal (Tobing, 2006).

Pada umumnya, bila gula darah naik melebihi 400 mg/dl hampir semua individu telah
mengalami disfungsi ereksi minimal untuk sementara. Hal tersebut terjadi karena endotel dari
sinusoid terganggu sehingga tidak bisa mengirim nitrogen oksida (NO) untuk mengaktifkan
cGMP dan ereksi tidak terjadi. Jadi DM dapat menyebabkan disfungsi ereksi secara pelan- pelan
karena neuropati, tetapi bisa juga tiba-tiba karena gangguan pada endotel sinusoid. Proses
neuropati terjadi pelan sehingga disfungsi ereksi juga terjadi pelan-pelan. Namun, penelitian
klinis menunjukkan kegagalan ereksi bisa terjadi tiba-tiba pada penderita DM jika gula darah
naik dalam waktu yang singkat. Bila gula darah diturunkan mendekati normal, maka ereksi
kembali normal. Sehingga disimpulkan bahwa gangguan ereksi pada penderita DM dapat terjadi
karena neuropati dan gangguan pada endotel (Tobing, 2006).

a. Kemampuan partisipan dalam melakukan hubungan seksual (dengan diagnosa Diabetes


Melitus)
 Pertisipan pertama mengatakan bahwa dia merasakan ada perubahan dalam melakukan
hubungan seksual sebelum terkena DM dan sekarang menderita DM.
 Partisipan kedua mengatakan bahwa hubungan seksualnya tidak bagus karena kalau
sudah mau tidur dia selalu bangun untuk pergi buang air kecil. Hal ini ditandai dengan
pernyataaan partisipan.
 Partisipan ketiga mengatakan masih aktif dalam melakukan hubungan seksual dan tidak
merasakan adanya masalah dengan penyakit yang dideritan sekarang. Hal ini di tandai
dengan pernyataan partisipan:
b. Kemampuan partisipan dalam melakukan hubungan seksual (tidak didiagnosa Diabetes
Melitus)
 Pertisipan keempat mengatakan bahwa dia merasa masih sama seperti waktu masih muda
tidak ada masalah dalam hubungan seksualnya. Hal ini ditandai dengan pernyataan
partisipan
 Partisipan kelima mengatakan bahwa dia merasa kemampuannya dalam melakukan
hubungan seksual mengalami gangguan.
 Partisipan keenam mengatakan masih aktif dalam melakukan hubungan seksual dan tidak
merasakan adanya masalah dengan usianya yang sekarang.
c. Gangguan ejakulasi partisipan lama melakukan hubungan seksual (Dengan diagnosa
Diabetes Melitus)
 Pertisipan pertama mengatakan bahwa ada perubahan lama melakukan hubungan seksual
sebelum terkena DM dan sekarang menderita DM.
 Partisipan kedua mengatakan ada perubahan lama melakukan hubungan seksual ketika
sebelum terkena DM dengan sekarang terkena DM sekarang tidak sampai 10 menit dan
tidak mampu mengontrol keluarnya sperma.
 Partisipan ketiga mengatakan tidak ada perubahan lama melakukan hubungan seksual
sebelum dan sekarang terkena DM dan mampu mengontrol keluarnya sperma.
d. Gangguan ejakulasi partisipan lama melakukan hubungan seksual (tidak didiagnosa
Diabetes Melitus):
 Pertisipan keempat mengatakan tidak ada perubahan lama melakukan hubungan seksual
yakni tetap lebih dari 10 menit meski terkena penyakit DM.
 Partisipan kelima mengatakan bisa mengontrol ketika spermanya mau keluar dan lama
melakukan hubungan seksual antara 1 sampai 10 menit.
 Partisipan keenam mengatakan bisa mengontrol ketika spermanya mau keluar dan lama
melakukan hubungan seksual lebih dari 10 menit.
Sumber:( https://stikesmu-sidrap.ejournal.id/JIKP/article/download/36/26/ diakses pada 14 Maret
2021)

2. Hipertensi

Penderita hipertensi kadang mengalami sakit kepala yang berat atau vertigo sehingga terpaksa
mengkonsumsi obat reserpin dan otomatis libido seks akan menurun dengan akibat tidak bisa
ereksi lagi. Penyebab disfungsi ereksi pada penderita hipertensi adalah gejala fisik,
arterosklerosis atau pengapuran pembuluh darah serta obat-obatnya.

Menurut Williams Gordon H (1991) dalam Tobing (2006), jenis obat hipertensi yang dapat
menyebabkan disfungsi ereksi adalah :

a. Golongan diuretika, misalnya laxis


b. Anti adrenergic: reserpin, klonidin, beta-receptor
c. Vasodilatori
d. Angiotensin-converting enzym inhibitors
e. Calcium channel antagonis (memberikan dampak paling ringan)

Sebagian besar obat-obatan tersebut dapat menurunkan ereksi sampai terjadi disfungsi yang
serius. Penurunan ereksi terjadi terutama bila pemakaian obat yang lama misalnya lebih dari 6
bulan. Hal ini terjadi karena penyakit hipertensi tidak pernah sembuh. Sekali orang mengalami
hipertensi,selama hidupnya harus diobati sehingga secara perlahan dapat mengalami disfungsi
ereksi (Tobing, 2006).

3. Gangguan Neorologis

Banyak gangguan neorologis yang dapat menimbulkan gangguan seks. Stroke adalah gangguan
paling banyak diderita oleh lansia. Gangguan intra kranial dan multipel sklerosis dapat
mengganggu ereksi. Ivers dan Goldstein melaporkan bahwa 26-47% penderita multipel sklerosis
mengalami disfungsi ereksi (Tobing, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kalliomaki et al, Goddes,Wagner dan Silverman
menyatakan bahwa gangguan ereksi (terutama berkuranya libido) yang sering terjadi lebih
banyak pada penderita yang mengalami kelumpuhan anggota gerak sebelah kanan dibanding
dengan sebelah kiri (Tobing, 2006).
4. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia ialah meningkatnya konsentrasi lemak berupa kolesterol dan trigliserid secara
bersama-sama atau sendiri-sendiri. Peningkatan kolesterol dan trigliserid sering terlihat pada
penderita disfungsi ereksi. Karena itu hiperlipidemia dianggap menjadi salah satu faktor risiko
penyebab disfungsi ereksi. Pada dasarnya disfungsi ereksi adalah salah satu gangguan sirkulasi
darah. Berarti penyakit-penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang utama adalah panyakit
jantung koroner, stroke dan disfungsi ereksi. Penyebabnya terjadi di tiga organ yakni jantung,
otak dan penis merupakan organ yang membutuhkan sirkulasi darah yang bagus. Bila sirkulasi
darah berkurang atau terjadi penyempitan pembuluh darah di ketiga organ tersebut, maka fungsi
organ akan menurun atau salah satu terganggu atau kombinasi dari ketiga organ tersebut
(Tobing, 2006).

Lemak darah yang terlalu tinggi menyebabkan aterosklerosis (pengapuran pembuluh darah) yang
menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada organ-organ penting seperti penis, ereksi akan
sulit keras sehingga timbul disfungsi ereksi. Pada usia tua, jumlah kolesterol dalam darah
cenderung meningkat Kadar kolesterol normal dalam darah 200-240 mg/dL. Hipertrigliseridemia
yakni peningkatan trigliserid dalam darah dapat juga menyebabkan disfungsi ereksi. Konsentrasi
yang normal dalam darah maksimum 200 mg/dL. Jika di atas 300 mg/dL ereksi mulai menurun
atau pada saat bercumbu atau kontak seksual ereksi menjadi lambat dan sulitnmendapatkan
ereksi penuh yang akhirnya dapat mengalami disfungsi ereksi (Tobing, 2006).

5. Penyakit Jantung

Penderita penyakit jantung akan mengalami berbagai kendala berkaitan dengan tingkat berat
ringannya penyakit, kondisi psikologis (perasaan takut) penderita maupun pasangannya. Semua
kendala tersebut akan mempengaruhi kehidupan seksual, sehingga tidak jarang mengalami
kemunduran atau malahan tidak melakukan hubungan sama sekali. Oleh karena masalah itu
bersifat pribadi, tidak jarang penderita atau pasangannya diam seribu bahasa, bukan hanya
bulanan tetapi ada yang bertahun-tahun. Sekitar 75% frekuensi seks akan menurun setelah umur
melewati 40 tahun. Umumnya, bila laki-laki mampu menjaga aktivitas seksualnya secara teratur,
maka sampai umur 70-80 tahun pun masih mampu. Namun secara ringkas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan seksual akan menurun sesuai usia yang meningkat. Penurunan hormonal
seksual mungkin ada hubungannya dengan involusi senilitas (Kusmana, 2008).
2.1.3 Siklus respon seksual

1. Fase Perangsangan (Excitement Phase)

Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau psikis.Kadang
fase perangsangan ini berlangsung singkat, segera masuk ke fase plateau. pada saat yanglain
terjadi lambat dan berlangsung bertahap memerlukan waktu yang lebih lama.Pemacu dapat
berasal dari rangsangan erotik maupun non erotik, seperti pandangan, suara, bau,lamunan,
pikiran, dan mimpi.Kenikmatan seksual subjektif dan tanda-tanda fisiologis keterangsangan
seksul: pada laki-laki, penis yang membesar (peningkatan aliran darah yang memasuki penis);
pada perempuan,vasocongestion (darah mengumpul di daerah pelvis) yang mengakibatkan
lubrikasi vagina dan pembesaran payudara (putting susu yang menegak).

2. Fase Plateau

Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum mencapai ambang
batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme (periode singkat sebelum orgasme).

3. Fase Orgasme

Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan psikologik dalam aktivitasseks
sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual (sexual tension) setelah terjadifase
rangsangan yang memuncak pada fase plateau.Pada laki-laki, perasaan akan mengalami ejakulasi
yang tak terhindarkan yang diikuti denganejakulasi; pada perempuan, kontraksi di dinding
sepertiga bagian bawah vagina.

4. Fase Resolusi

Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat kelamin yang telahterjadi
akan kembali ke keadaan asal. Menurunnya keterangsangan pasca-orgasme (terutama pada laki-
laki) Disfungsi seksual bisa bersifat lifelong (seumur hidup) atau acquired (didapat).
Lifelongmengacu pada kondisi kronis yang muncul diseluruh kehidupan seksual seseorang,
sedangkanacquired mengacu pada gangguan yang dumulai setelah aktivitas seksual seseorang
relativenormal.
2.1.4 Macam gangguan atau disfungsi seksual

Macam gangguan atau disfungsi seksual pada laki-laki dan perempuan secara
keseluruhan,diantaranya sebagai berikut :

1. Gangguan Nafsu/Hasrat Seksual

Dua gangguan merefleksikan maalah-masalah yang terkait dengan nafsu darisiklus


responseksual. Masing-masing gangguan ditandai oleh sedikitnya atau tidak adanya minat
terhadapseks yang menimbulkan masalah dalam suatu hubungan.Dorongan seksual dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman
seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut
terganggu, maka akan terjadi ganggaun dorongan seksual(GDS) (Pangkahila, 2007), berupa:

a. Gangguan Nafsu seksual hipoaktif

The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi dorongan seksual hipoaktif ialah
berkurangnya atau hilangnya fantasi seksual dan dorongan secara persisten atau berulang
yangmenyebabkan gangguan yang nyata atau kesulitan interpersonal. Minat terhadap kegiatan
ataufantasi seksual yang sangat kurang yang mestinya tidak diharapkan bila dilihat dari umur
dansituasi kehidupan orang yang bersangkutan.

b. Gangguan Aversi seksual

Perasaan tidak suka yang konsisten dan ekstrim terhadap kontak seksual atau kegiatan serupaitu.
Diduga lebih dari 15 persen pria dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif. Pada usia40-60
tahun, dorongan seksual hipoaktif merupakan keluhan terbanyak. Pada dasarnya GDSdisebabkan
oleh faktor fisik dan psikis, antara lain adalah kejemuan, perasaan bersalah, stresyang
berkepanjangan, dan pengalaman seksual yang tidak menyenangkan (Pangkahila, 2006).

2. Gangguan Rangsangan Seksual

Gangguan ereksi pada laki-laki: ketidakmampuan sebagian laki-laki untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi penis sampai aktivitas seksual selesai dan keadaan ini terjadi berulang
kali. Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis
yang cukup untuk melakukan hubungan seksual dengan baik (Pangkahila, 2007).Disfungsi ereksi
disebut primer bila sejak semula ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual tidak
pernah tercapai. Sedang disfungsi ereksi sekunder berarti sebelumnya pernah berhasil
melakukan hubungan seksual, tetapi kemudian gagal karena sesuatu sebab yang mengganggu
ereksinya (Pangkahila, 2006).Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor
psikis. Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormonal, faktor vaskulogenik,
faktor neurogenik, dan faktor iatrogenik (Pangkahila, 2007). Faktor psikis meliputi semua faktor
yang menghambat reaksiseksual terhadap rangsangan seksual yang diterima. Walaupun
penyebab dasarnya adalah faktorfisik, faktor psikis hampir selalu muncul dan menyertainya
(Pangkahila, 2007).

3. Gangguan Orgasme

Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme yang bersifat persisten
atau berulang setelah memasuki fase rangsangan (excitement phase) selama melakukanaktivitas
seksual.Hambatan orgasme dapat disebabkan oleh penyebab fisik yaitu penyakit SSP seperti
multi plesklerosis, parkinson, dan lumbal sympathectomy. Penyebab psikis yaitu kecemasan,
perasaan takut menghamili, dan kejemuan terhadap pasangan. Pria yang mengalami hambatan
organ metetap dapat ereksi dan ejakulasi, tapi sensasi erotiknya tidak dirasakan.

Komponen gangguan orgasme meliputi : Keterlambatan atau tidak terjadinya orgasme yang
persisten atau berulang kali terjadimenyusul fase perangsangan seksual normal. Distres yang
signifikan atau kesulitan interpersonal karena ketidakmampuan ini. Ketidakmampuan ini bukan
lebih menjadi bagian menjadi penentu bagi gangguan lain(misalnya: gangguan suasan perasaan,
kecemasan, kognitif) dan bukan disebabkan karena efek-efek fisiologis obat atau pengalahgunan
obat.

4. Gangguan ejakulasi
a. Ejakulasi dini (premature ejaculation)

Ada beberapa pengertian mengenai ejakulsi dini (ED). ED merupakan ketidakmampuan


mengontrol ejakulasi sampai pasangannnya mencapai orgasme, paling sedikit 50 persen
darikesempatan melakukan hubungan seksual. Berdasarkan waktu, ada yang mengatakan penis
yangmengalami ED bila ejakulasi terjadi dalam waktu kurang dari 1-10 menit.Untuk
menentukan seorang pria mengalami ED harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:ejakulasi
terjadi dalam waktu cepat, tidak dapat dikontrol, tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan, serta
mengganggu yang bersangkutan dan atau pasangannya (Pangkahila, 2007).ED merupakan
disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di klinik, melampaui DE. Surveiepidemiologi di AS
menunjukkan sekitar 30 persen pria mengalami ED.Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik. Penyebab fisik berkaitan
dengan serotonin.

Pria dengan 5-HT rendah mempunyaiejaculatory threshold yang rendah sehingga cepat
mengalami ejakulasi. Penyebab psikis ialah kebiasaan ingin mencapai orgasme dan ejakulasi
secara tergesa-gesa sehinggaterjadinya ED (Pangkahila, 2006).

b. Ejakulasi terhambat

Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi terhambat (ET) justru tidak dapat
mengalami ejakulasi di dalam vagina. Tetapi pada umumnya pria dengan ET dapat mengalami
ejakulasi dengan cara lain, misalnya masturbasi dan oral seks, tetapi sebagian tetap tidak dapat
mencapai ejakulasi dengan cara apapun.Dalam 10 tahun terakhir ini hanya 4 pasien datang
dengan keluhan ET. Sebagian besar ETdisebabkan oleh faktor psikis, misalnya fanatisme agama
sejak masa kecil yang menganggapkelamin wanita adalah sesuatu yang kotor, takut terjadi
kehamilan, dan trauma psikoseksual yang pernah dialami.

5. Gangguan nyeri Seksual

Sexual pain disorder adalah nyeri genital yang berulang kali terjadi, baik yang dialami olehlaki-
laki maupun perempuan sebelum, selama, atau setelah hubungan seksual.Dyspareunia adalah
rasa nyeri/sakit atau perasaan tidak nyaman selama melakukan hubunganseksual.

Salah satu penyebab dispareunia ini adalah infeksi pada kelamin. Ini berarti terjadi penularan
infeksi melalui hubungan seksual yang terasa sakit itu. Pada pria, dispareunia hampir pasti
disebabkan oleh penyakit atau gangguan fisik berupa peradangan atau infeksi pada penis, buah
pelir, saluran kencing, atau kelenjar prostat dan kelenjar kelamin lainnya.

2.1.5 Etiologi Disfungsi Seksual

Pada dasarnya disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria ataupun wanita, etiologidisfungsi
seksual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Faktor fisik
Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau
fisiksecara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual
dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006).

Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena penyakit-
penyakitkronis yang tidak jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia
makin banyak orang yang gagal melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006). Kadang-
kadang penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak perlu diperiksakan dan
sering tidakdisadari (Raymond Rosen., et al, 1998).

Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor resiko untukmenderita
disfungsi seksual sebagai berikut :

 Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria.


 Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN), hiperlipidemia
(kelebihanlemak darah)
 Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis.
 Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf.
 Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah (hipogonadisme) dan
hiperprolaktinemia.
 Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).
 Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.

Beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian juaga


dapatmengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain: barbiturat, benzodiazepin,
selectiveserotonin seuptake inhibitors (SSRI), lithium, tricyclic antidepressant (Tobing, 2006).

2. Faktor psikis

Faktor psikoseksual ialah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri penderita.Gangguan
ini mencakup gangguan jiwa misalnya depresi, anxietas (kecemasan) yangmenyebabkan
disfungsi seksual. Pada orang yang masih muda, sebagian besar disfungsi seksualdisebabkan
faktor psikoseksual. Kondisi fisik terutama organ-organnya masih kuat dan normal sehingga
jarang sekali menyebabkan terjadinya disfungsi seksual (Tobing, 2006).
Tetapi apapun etiologinya, penderita akan mengalami problema psikis, yang selanjutnya
akanmemperburuk fungsi seksualnya. Disfungsi seksual pria yang dapat menimbulkan
disfungsiseksual pada wanita juga ( Abdelmassih, 1992, Basson, R, et al., 2000).Masalah psikis
meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual,kurangnya pengetahuan tentang seks, dan
keluarga tidak harmonis (Susilo, 1994, Pangkahila, 2001, 2006,Richard, 1992)

2.2 Upaya Pencegahan Gangguan Seksual


Pengobatan terhadap disfungsi ereksi dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
a. Pengobatan lini pertama yaitu sex therapy dan obat-obat erektogenik oral, termasuk di sini
adalah yohimbine, apomorfin, Trazodone, I-arginine dan Sildenafil sitrat;
b. Pengobatan lini kedua yaitu penggunaan pompa vakum dan injeksi bahan vasoaktif
intraurethral papaverin, pentolamin, protaglandin E1, vasoactive intestinal polipeptide (VIP)
dan nitroprusside; dan
c. pengobatan lini ketiga yaitu pemasangan protesis pada korpus kavernosum penis, dan vaso
vesektomi.
Salah satu penyebab disfungsi ereksi dari faktor psikis adalah sindrom depresi. Sindrom depresi
adalah salah satu kumpulan gejala psikiatrik yang ditandai oleh penurunan efek, psikomotor,
proses pikir dan gejala-gejala somatik yang menonjol antara lain disfungsi ereksi. Penyebab
sindrom depresi dapat bersifat biopsikososial. Untuk menegakkan diagnosis sindrom depresi
dapat dilakukan Pedoman Diagnostik Gangguan (sindrom) Depresi menurut Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III.
Sumber: (https://stikesmu-sidrap.e-journal.id/JIKP/article/download/36/26/ diakses pada 14
Maret 2021)
Secara garis besar, beberapa pilihan penanganan yang dapat dilakukan untuk disfungsi ereksi
yakni:
 Konseling seksual. Konseling seksual akan dilakukan pada pria yang mengalami disfungsi
ereksi karena masalah psikologis.
 Obat-obatan. Beberapa jenis obat-obatan dapat merangsang terjadinya ereksi atau
meningkatkan kadar hormon reproduksi dalam tubuh Anda. Ada obat yang berbentuk obat
minum, obat oles, maupun obat suntik. Pilihan jenis obat ini akan diberikan oleh dokter
sesuai indikasi dan dalam pemantauan oleh dokter.
 Alat vakum dan cincin penis. Pada sebagian kasus, dokter akan memberikan alat vakum
untuk merangsang darah masuk ke dalam penis, sehingga terjadi ereksi. Sementara itu,
pemakaian cincin di bagian pangkal penis dapat membantu penis untuk mempertahankan
ereksi.
 Operasi. Operasi dilakukan pada keadaan tertentu, seperti gangguan prostat, gangguan
pembuluh darah pada penis, kelainan bentuk penis, atau untuk pemasangan implan agar
penis dapat ereksi.
Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai berikut
(Susilo, 1994; Pangkahila, 2001; Richardson, 1991):
 Membuat diagnosa dari disfungsi seksual
 Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut
 Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual
 Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah dan
pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu
seks,serta pelatihan jasmani).
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual. Diantarayang
paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya semua kepada dokter,
serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan pasien.Banyak
pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanyasedikit
yang peduli (Philips, 2000). Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua belah
pihak yaitu pria dan wanita,dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan
disfungsi seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual
sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan
wawancara keluhan terpisah(Barry, Hodges, 1987).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi atau penanganan disfungsi seksual
padakenyataanya tidak mudah dilakukan, sehingga diperlukan diagnosa yang holistik
untukmengetahui secara tepat etiologi dari disfungsi seksual yang terjadi, sehingga dapat
dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.
DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/818/636 diakses pada 14 Maret
2021
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/a97a0c157738639f4a2d7b559c571bb5.pdf Diakses
pada tanggal 15 Maret 2021
https://stikesmu-sidrap.e-journal.id/JIKP/article/download/36/26/ diakses pada 14 Maret 2021
repository.maranatha.edu/2079/3/0610054_Chapter1.pdf diakses pada tanggal 14 Maret 2021
Setia Budi T. 1981. Disfungsi Seksual pada Pria. Dalam Proceeding Seminar Seksiologi
Nasional I, Denpasar: 80-3
Soedjono, Johannes. 2009. Disfungsi Ereksi sampai Gangguan Kognitif.Ethical Dig
Susanty Eka Nurbiyah. 2021. Disfungsi Seksual Pada Laki-Laki Lanjut Usia. Bandung: CV
Media Sains Indonesia
Tobing Naek L. 2006. Seks Tuntunan bagi Pria. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Anda mungkin juga menyukai