Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN JURNAL READING

Disusun oleh:

Edwin Rheza Nugroho


Maulana Alfansury
Muhammad Reza Adityo
Nuh Gusta Yolanda
Febby Mardhalita
Nuraini Ayu Meilia

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
Perilaku sexualitas adalah perilaku keseluruhan seseorang yang menunjukkan sebagai
laki-laki atau wanita. Perilaku sexual yang normal adalah yang dapat menyesuaikan diri, bukan
saja dengan tuntunan masyarakat, tetapi juga dengan kebutuhan diri sendiri dalam hal mencapai
kebahagaiaan dan pertumbuhan. Juga dapat mencapai perwujudan diri sendiri dalam
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik.

Gangguan seksualitas berupa, disfungsi seksual , gangguan identitas jenis kelamin,


gangguan preferensi seksual dan gangguan psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan
perkembangan dan orientasi seksual. Disfungsi seksual merupakan masalah yang
menyebabkan kesulitan atau bahkan tidak mungkin berhubungan intim, meliputi berbagai
gangguan dimana individu tidak mampu berperan serta dalam hubungan seksual seperti
yangdiharapkannya. Gangguan tersebut dapat berupa kekurangan minat (interest), kenikmatan
(enjoyment), gagal dalam respon fisiologis yang dibutuhkan untuk interaksi seksual yang
efektif (misalnya, ereksi), atau tidak mampu mengendalikan atau mengalami orgasme.

Sedangkan, gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia


adalah seorang pria atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang
dengan identitas gendernya.. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu mengenai
kebiasaan seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yangtidak lazim
dan ekstrim. Gangguan Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan dengan Perkembangan dan
Orientasi Sexual ditandai dengan ketidakpuasan terhadap pola perangsangan seksual dan
biasanya berlaku pada pola perangsangan.

1. Fetisme

Definisi

Fethisime adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan seksual hebat yang
berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh objek yang bukan
manusia. Pada fetishisme dorongan seksual terfokus pada benda atau bagian tubuh
(seperti,sepatu, sarung tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan
dengan tubuh manusia. Pada penderita fetishisme, penderita kadang lebih menyukai untuk
melakukan aktivitasseksual dengan menggunakan obyek fisik (jimat), dibanding dengan
manusia.

Gejala Klinis

Penderita akan terangsang dan terpuaskan secara seksual jika:


1. Memakai pakaian dalam milik lawan jenisnya
2. Memakai bahan karet atau kulit
3. Memegang, atau menggosok-gosok atau membaui sesuatu, misalnya sepatu bertumit
tinggi. Objek fetish sering digunakan untuk mendapatkan gairah selama melakukan
masturbasi, dorongan seksual tidak dapat terjadi jika ketidakhadiran dari objek tersebut.
Jika terdapat pasangan seksual, pasangannya ditanya untuk memakai pakaian atau objek
lain sesuai objek fethisnya selama aktivitas seksual.

Terapi
Kendali Eksternal
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksualyang biasanya tidak
berisi kandungan terapi. Memberitahu teman sebaya,atau anggota keluarga dewasa lain
mengenai masalah dan menasehati untuk menghilangkan kesempatan bagi perilaku untuk
melakukan dorongannya.
Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang menakutkan,
seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan impuls tersebut,
yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh
pasien bila mana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya.

Terapi Obat
Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah di indikasikan sebagai
pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguan-
gangguan tersebut. Antiandrogen, seperti ciproteroneacetate di Eropa dan
medroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) diAmerika Serikat, telah digunakan secara
eksperimental pada paraphilia hiperseksual. Medroxiprogesterone acetate bermanfaat
bagi pasien yangdorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai
contohmasturbasi yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap
kesempatan,seksualitas menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik seperti Fluoxetin
(prozac) telah digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas.
Psikoterapi Berorintasi Tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien
memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari
peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya (sebagai
contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterapi juga memungkinkan
pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan
menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Pedoman Diagnostik Fetihisme menurut PPDGJ–III
• Mengandalkan pada beberapa benda mati(non-living object)sebagai rangsangan untuk
membangkitkan keinginan seksual danmemberikanb kepuasan seksual. Kebanyakan
benda tersebut(object fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaianatau
sepatu
• Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakansumber yang utama
dari rangsangan seksual atau penting sekaliuntuk respon seksual yang memuaskan.
• Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguankecuali apabila menjurus
kepada suatu ritual yang begitu memaksadan tidak semestinya sampai menggangu
hubungan seksual danmenyebabkan bagi penderitaan individu.
• Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja

2. Transvetisme Fetihistik

Definisi

Tranvetisme Fetihistik adalah gejala keadaan seseorang yang mencari


rangsangan dan pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai
seorang dari sex yang berlainan. Cross dressing tersebut dapat berupa menggunakan
salah satu bahan yang dipakai wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan
menampilkan diri sebagai wanita di depan umum. Tujuan orang tersebut adalah
untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang mengalami penyakit ini mengadakan
masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita dan berfantasi mengenai pria lain
yang tertarik dengan pakaiannya. Seorang wanita dikatakan mengalami kelainan ini
jika mereka mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan seksual.

Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik menurut PPDGJ-III


• Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai kepuasaan
seksual
• Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai objek
fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilan seorang
dari lawan jeniskelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang dipakai
danseringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tat
arias wajah.
• Transvetisme fetihistik deibedakan dari trasvetisme transsexualoleh adanya hubungan
yang jelas dengan bangkitnya gairah seksualdan keinginan/hasrat yang kuat untuk
melepaskan baju tersebutapabila orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual menurun
• Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagaisuatu fase awal oleh
para penderita transeksualisme dankemungkinan merupakan suatu stadium dalam
perkembangantranseksualisme.
Terapi
Kendali Eksternal
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksualyang biasanya tidak
berisi kandungan terapi. Memberitahu teman sebaya,atau anggota keluarga dewasa lain
mengenai masalah dan menasehati untuk menghilangkan kesempatan bagi perilaku untuk
melakukan dorongannya.
Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang menakutkan,
seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan impuls tersebut,
yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh
pasien bila mana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya.

Terapi Obat
Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah di indikasikan sebagai
pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguan-
gangguan tersebut. Antiandrogen, seperti ciproteroneacetate di Eropa dan
medroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) diAmerika Serikat, telah digunakan secara
eksperimental pada paraphilia hiperseksual. Medroxiprogesterone acetate bermanfaat
bagi pasien yangdorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai
contohmasturbasi yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap
kesempatan,seksualitas menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik seperti Fluoxetin
(prozac) telah digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas.
Psikoterapi Berorintasi Tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien
memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari
peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya (sebagai
contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterapi juga memungkinkan
pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan
menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual.

3. EKSHIBISIONISME

Ekshibisionisme adalah dorongan berulang untuk menunjukkan alat kelamin pada


orang asing atau pada orang yang tidak menyangkanya. Kegairahan seksual terjadi pada saat
antisipasi terhadap pertunjukan tersebut, dan orgasme didapatkan melalui masturbasi selama
atau setelah peristiwa. Dinamika laki-laki dengan ekshibisonisme adalah untuk menegaskan
maskulinitas mereka dengan menunjukkan penis dan dengan melihat reaksi korban ketakutan,
kaget, jijik.

Pedoman Diagnostik Ekhibisionisme menurut PPDGJ-III:

 Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada
asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa
ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab.
 Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang
memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak
yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut atau terpesona,
kegairahan penderita menjadi meningkat.
 Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual,
tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (stimultaneously)
dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung
lama,walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik
dalam hubungan tersebut.
 Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan
dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego alien” (suatu benda asing bagi dirinya).

Kriteria Diagnosik Eksibisionisme menurut DSM-IV:


a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa memamerkan alat
kelaminnya sendiri kepada orang yang tidak di kenal dan tidak menduga.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

4. VOYEURISME
Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk
memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme adalah preokupasi
rekuren dengan khayalan dantindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau
sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai
skopofilia. Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah
peristiwa.Voyeurisme ini merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan
merupakan aktivitas seksual dengan orang yang dilihat. Sebagian besar pelaku voyeurisme
ialah dari golongan pria.

Gambar 1. Voyeurisme

Pedoman Diagnostik Voyeurisme menurut PPDGJ-III:


 Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
 Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan mastrubasi, yang dilakukan
tanpa orang yang diintip menyadarinya.
Kriteria Diagnostik Voyeurisme menurut DSM-IV:
a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa mengamati orang telanjang
yang tidak menaruh curiga, sedang membuka pakaian, atau sedang melakukan hubungan
seksual.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

5. PEDOFILIA

Kata ini berasal dari bahasa Yunani: Paidophilia (παιδοφιλια), pais (παις, "anak -anak")
dan philia (φιλια, "cinta yang bersahabat" atau"persahabatan". Di zaman modern, pedofil
digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak" dan sebagian besar dalam
konteks ketertarikan romantis atau seksual.
Pedofilia juga merupakan gangguan psikoseksual, yang mana fantasi atau tindakan seksual
dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk mencapai gairah dan kepuasan seksual.
Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak berjenis kelamin sama atau berbeda
dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada anak laki-
laki maupun perempuan.Sebagian pedofil ada yang hanya tertarik pada anak-anak, tapi
ada pula yang juga tertarik dengan orang dewasa dan anak-anak.

Gambar 2. Pedofilia

Pedoman Diagnostik menurut Pedofilia PPDGJ III:


 Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa pubertas,
baik laki-laki maupun perempuan
 Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
 Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
 Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa, tetapi
karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang
diharapkan, maka kebiasaanya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.

Kriteria Diagnostik Pedofilia menurut DSM-IV:


a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalanyang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas seksual
dengan anak prapubertas atau dengan anak-anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang).
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari anak,
atau anak-anak dalam kriteria A.

Tatalaksana Gangguan Preferensi Seksual (Parafilia)


1. Kendali Eksternal
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksual yang
biasanya tidak berisi kandungan terapi. Memberitahu teman sebaya, atau anggota
keluarga dewasa lain mengenai masalah dan menasehati untuk menghilangkan
kesempatan bagi perilaku untuk melakukan dorongannya.
2. Terapi Seks
Adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderitadisfungsi
seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitasseksual yang tidak
menyimpang dengan pasangannya.
3. Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuliyang
menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telahdipasangkan dengan
impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimulidapat diberikan oleh diri sendiri
dan digunakan oleh pasien bilamanamereka merasa bahwa mereka akan bertindak
atas dasar impulsnya.
4. Terapi Obat
Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah diindikasikan sebagai
pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguan-
gangguan tersebut. Antiandrogen, seperti ciproteroneacetate di Eropa dan
medroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan
secara eksperimental pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone acetate
bermanfaat bagi pasien yang dorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya
(sebagai contoh masturbasi yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap
kesempatan, seksualitas menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik
seperti Fluoxetin (prozac) telah digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan
keberhasilan yang terbatas.
5. Psikoterapi Berorintasi
Tilikan merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk
mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri
dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan parafilia. Secarakhusus,
mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkanmereka bertindak
atas impulsnya (sebagai contohnya, penolakan yang nyataatau dikhayalkan).
Psikoterapi juga memungkinkan pasien meraih kembaliharga dirinya dan memperbaiki
kemampuan interpersonal dan menemukanmetode yang dapat diterima untuk
mendapatkan kepuasan seksual. Terapikelompok juga berguna.
Orientasi Seksual Egodistonik
Orang dengan gangguan ini tidak meragukan identitasnya jenis kelamin atau prefensi
sexualnya, tetapi ia mengharapkan orientasi lain. Hal ini disebabkan oleh gangguan psikologis
dan perilaku, dan ia mencari pengobatan untuk mengubahnya. Termasuk disini gangguan
orientasi sexual atau homosexualitas yang egodistonik, yaitu keadaan seseorang yang
menunjukkan perilaku sexual terarah kepada orang-orang dengan sex yang sama, ia merasa risi
atau cemas dan mencari pengobatan. Bila ia tidak terganggu karena keadaannya itu, maka
disebut gangguan orientasi sexual atau homosexualitas yang egosintonik. Bila seseorng sudah
berkali-kali menunjukkan perilaku homoseksual, maka biasanya sudah terbentuk suatu pola
homosexual, biarpun, hal ini tidak dianggapnya sebagai pilihan utama. Istilah homoseksualitas,
biasanya dipakai untuk pria dan lesbianisme untuk wanita. Bila disamping perilaku
homoseksual orang itu juga menunjukkan perilaku heterosexual, maka ia disebut bisexual.
Dalam hal demikian, maka orang itu mungkin lebih banyak homosexual atau lebih banyak
heterosexual. Bila seseorang transvestit atau seseorang transsexual sering melakukan tindakan
homosexual, itu bukan karena mereka homosexual, tetapi sebagai akibat tranvestisme atau
transexualisme.
Pedoman PPDGJ-III
Orientasi seksual egodistonik kriterianya, identitas jenis kelamin atau preferensi seksual tidak
diragukan, tetapiindividu mengharapkan yang lain disebabkan oleh gangguan psikologisdan
perilaku, serta mencari pengobatan untuk mengubahnya.
Gangguan Jalinan Seksual
Orang mengalami kesulitan dalam membentuk dan memelihara jalinan atau relasi sexual
karena ia mempuntai gangguan identitas jeniskelamin atau gangguan preferensi sexual.
Pedoman PPDGJ-III
Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III yaitu, kalainan dalam identitas jenis kelamin atau
preferensi seksual merupakan penyebabkesulitan dalam membentuk atau memelihara jalinan
(relationship) dengan mitra sexual.
Tatalaksana
Gangguan Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan dengan Perkembangan dan Orientasi
Sexual
Terapi pada penderita orientasi sexual masih kontroversial. Satu studimelaporkan
minimum 350 jam terapi psikoanalitik, kira-kira sepertiga laki-laki biseksual dan gay
memperoleh orientasi heteroseksualnya pada pengamatan lanjtan 5 tahun, tetapi studi ini masih
perlu diuji. Terapi perilaku dan teknik pembelajaran penghindaran juga telah digunakan,
tetapidengan teknik ini, perilaku dapat berubah di lingkungan laboratorium bukannya di luar.
Faktor prognostik yang berperan dalam orientasiheteroseksual untuk laki-laki mencakup
berusia kurang dari 35 tahun,memiliki beberapa pengalaman perangsangan hetero sexual,
perasaan sangattermotivasiuntuk reorientasi.
Bentuk intervensi lainnya bertujuan membuat pasien dengan penderitaan menetap dan
nyata dengan homoseksualitas tanpa rasa malu,rasa malu, rasa bersalah, ansietas, atau depresi.
Pusat konseling gay terlibatdengan pasien didalam program ini. Saat ini, studi dari pusat
tersebut belumdilaporkan dengan rinci.Untuk terapi perempuan dengan penderitaan menetap
dan nyataterhadap orientasi seksualnya, hanya sedikit data yang tersedia, dan data initerutama
merupakan studi satu kasus dengan hasil beragam.
6. SADOMASOKISME
Definisi
Suatu preferensi terhadap aktivitas seksual yang meliputi pengikatan atau menimbulkan
rasa sakit atau penghinaan. Sadisme seksual adalah preferensi mendapatkan atau meningkatkan
kepuasan seksual dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental. Lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Masokisme seksual adalah mencapai kepuasan seksual dengan
menyakiti diri sendiri, lebih sering terjadi pada wanita.
Gejala klinis
Perbuatan sadistik dalam bersetubuh antara lain memukul, menampar, menggigit,
mencekik, menoreh mitranya dengan pisau, menyayat-nyayat mitranya dengan benda tajam.
Juga bisa dengan mengeluarkan kata-kata kotor , penyiksaan berat sampai dengan pembunuhan
untuk mendapatkan kepuasan seks dan untuk mendapatkan orgasme
Kriteria diagnostik Sadisme Seksual menurut DSM-IV
- Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa tindakan
(nyata atau distimulasi) dimana penderitaan korban secara fisik atau psikologis
(termasuk penghinaan) adalah menggembirakan pelaku secara seksual.
- Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
Kriteria diagnostic Masokisme Seksual
- Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa tindakan
(nyata atau distimulasi) sedang dihina, dipukuli, diikat, atau hal lain yang membuat
menderita.
- Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
Tatalaksana
- SSRI
- Antipsikotik
- Psikoterapi
- Cognitive behavior therapy
7. GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL MULTIPEL
Kadang-kadang lebih dari satu gangguan preferensi seksual yang terjadi pada seseorang
dan tidak satupun lebih diutamakan daripada yang lainnya. Kombinasi yang paling sering
adalah fetihisme, transvestisme, sadomasokisme.
Terapi
- SSRI
- Anti Psikotik
- Psikoterapi
- Cognitive behavior therapy

8. GANGGUAN MATURITAS SEKSUAL


Individu menderita karena ketidakpastian tentang identitas jenis kelaminnya atau
orientasi seksualnya, yang menimbulkan kecemasan atau depresi. Paling sering terjadi pada
remaja yang tidak tahu pasti apakah mereka homoseksual, heteroseksual atau biseksual dalam
orientasi atau pada individu yang sesudah suatu periode orientasi seksual yang tampak stabil,
sering kali setelah hubungan yang berlangsung lama, ternyata menemukan bahwa dirinya
mengalami perubahan orientasi seksual

Terapi
- Psikoterapi
- Anti Anxietas
- Anti Depresan

9. HOMOSEKSUALITAS

Pada masa remaja, individu juga mengalami perkembangan seksual dan pematangan
organ seksual. Oleh karena proses perkembangan inilah timbul adanya dorongan seksual dan
rasa ketertarikan pada lawan jenis kelamin. Sehubungan dengan jenis kelamin dan bawaan
biologis, rasa ketertarikan seksual seorang pria terhadap seorang perempuan ataupun
sebaliknya merupakan hal yang wajar karena pada umumnya manusia memiliki orientasi
seksual terhadap lawan jenis atau heteroseksual. Namun didalam kehidupan bersosialisasi ada
sekelompok orang yang memiliki orientasi seksual yang berbeda yaitu homoseksual dan
biseksual. Homoseksual menyukai sesama jenis, bila terjadi pada pria disebut homo atau gay
dan pada perempuan disebut lesbian. Sedangkan biseksual adalah orang yang menyukai lawan
jenis dan sesama jenis sekaligus.
a. Definisi
Homoseksual adalah laki-laki dan perempuan yang secara emosional dan seksual
tertarik terhadap sesama jenisnya. Homoseksual terdiri dari gay dan lesbian. Gay adalah
laki-laki yang secara seksual tertarik terhadap laki-laki. Lesbian adalah perempuan yang
secara seksual tertarik terhadap perempuan.
b. Etiologi
Beberapa teori etiologi terjadinya homoseksual, yaitu: susunan kromosom,
ketidakseimbangan hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf, faktor lain yaitu
psikodinamik, sosiokultural, dan faktor lingkungan.
c. Jenis-Jenis Homoseksual
Homoseksualitas digolongkan ke dalam beberapa jenis: homoseksual tulen (pure
homosexual), shy homosexual, homoseksual tersembunyi (hidden homosexual),
homoseksual situasional (situational homosexual), biseksual, homoseksual mapan
(established homosexual).
d. Kategori Homoseksual
Macam-macam homoseksual dari segi psikiatri ada dua macam yakni: Homoseksual Ego
Sintonik (Sinkron Dengan Egonya) adalah homoseks yang tidak merasa terganggu oleh
orientasi seksualnya, tidak ada konflik bawah sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada
desakan, dorongan atau keinginan untuk mengubah orientasi seksualnya. Yang kedua
adalah Homoseksual Ego Distonik (Tidak Sinkron dengan Egonya) adalah homoseks yang
mengeluh dan merasa terganggu akibat konflik psikis. la senantiasa tidak atau sedikit
sekali terangsang oleh lawan jenis dan hal itu menghambatnya untuk memulai dan
mempertahankan hubungan heteroseksual yang sebetulnya didambakannya.

e. Terapi
Family Therapy
1. Coming Out
Tahap awal dari terapi keluarga dengan anggota homoseksual adalah anggota keluarga
tersebut harus terbuka (disclosed) mengenai kondisi dirinya kepada keluarga. Yang
kemudian akan ditanggapi oleh anggota keluarga lain dengan berbagai macam reaksi,
baik itu penolakan ataupun penerimaan. Dibutuhkan seorang terapis yang sensitif
terhadap hal ini dan paham mengenai seluk beluk LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and
Transgender) agar dapat terjalin komunikasi yang baik antara keluarga dan terapis
sehingga akan menunjang tingkat keberhasilan dari terapi tersebut. Rhoads
mengatakan bahwa, bersikap terbuka (coming out) kepada orang tua dan anggota
keluarga lainnya tetap menjadi salah satu tantangan terbesar bagi homoseksual saat
mereka mencoba membuka identitasnya. Dibutuhkan keberanian yang sangat besar
agar seseorang membuka jati dirinya kepada keluarganya, dimana keluarga tersebut
belum tentu siap untuk memberikan respon atau bahkan tidak memiliki cukup
pengetahuan dalam memberikan jawaban atas pernyataan coming out dari anak
tersebut (Berger & Kelly, 2001). Meskipun besar kemungkinan untuk ditolak dan
diasingkan, namun survey menyatakan bahwa sekitar 60-77% homoseksual
memutuskan untuk menyatakan identitas dirinya atau “coming out” kepada orang
tuanya. Banyak dari mereka berharap bahwa tindakan ini akan membawa mereka
kearah perbaikan hubungan dengan keluarganya.
2. Reaksi Keluarga Ketika keluarga sudah mendengar secara langsung pernyataan
mengenai identitas homoseksual dari salah satu anggotanya, terapis akan mengkaji
reaksi dari orangtua dan anggota keluarga lain tentang hal ini. Pada umumnya ada
beberapa tahapan reaksi orang tua yang akan terjadi, yaitu: shock (terkejut), denial and
isolation (penolakan dan pengasingan), anger (marah), bargaining (tawaran),
depression (depresi), dan acceptance (penerimaan). Tahapan-tahapan ini akan berbeda
urutan dan periode waktunya, ada yang tidak berkelanjutan, dan ada juga yang
langsung bisa menerima kondisi anak tadi, hal ini sangat bergantung dari faktor-faktor
internal keluarga itu sendiri. Dibandingkan dengan homoseksual yang tidak ditolak
atau sedikit diterima, maka homoseksual yang ditolak oleh keluarganya akan memiliki
beberapa risiko sebagai berikut :
a). Lebih dari 3 kali lipat berisiko untuk menggunakan obat-obatan terlarang.
b). Lebih dari 3 kali lipat berisiko untuk tertular HIV
c). Lebih dari 8 kali lipat berisiko untuk melakukan bunuh diri
d). Sedikitnya 6 kali lipat lebih sering dilaporkan mengalami tekanan dan depres.
Seorang terapis dapat membantu keluarga untuk menghadapi tantangantantangan yang
ada, berikut menyediakan informasi dan konseling jika diperlukan agar tahapan-
tahapan tersebut dapat berjalan dengan lancar.
3. Memberi Suport
Dalam proses terapi ini, ada beberapa keyakinan yang kemungkinan ada dalam
keluarga dan harus menjadi perhatian khusus oleh terapis, yaitu heterosexism 9 dan
homophobia. Heterosexism adalah keyakinan dimana seorang heteroseksual
menggangap homoseksual lebih rendah dan tidak berharga ketimbang mereka, yang
umumnya keadaan ini dianggap sebuah penyakit oleh mereka. Sedangkan
homophobia adalah kondisi yang merasa ketakutan (tertular, pengaruh negatif,
pandangan orang lain, dsb) akan anggota keluarga homoseksual sehingga muncul
ekspresi acuh, menjauhkan diri, mendiskriminasi dan bahkan melakukan serangan
fisik terhadap homoseksual.
Beberapa sikap untuk memberikan dukungan pada homoseksual dalam keluarga
yang dapat membantu homoseksual dalam meningkatkan kesehatan tubuh dan
mentalnya, sehingga semangat hidupnya ikut terangkat :
a). Membicarakan dengan anggota keluarga tentang orientasi seksualnya.
b). Ekspresikan rasa sayang kepadanya ketika dia menyatakan sesuatu hal yang
berhubungan dengan orientasi seksualnya.
c). Berikan dukungan kepadanya meskipun anda merasa tidak nyaman.
d). Berikan pembelaan ketika dia diperlakukan tidak adil karena kondisinya.
e). Beritahu keluarga lain untuk menghargai dia apa adanya.
f). Bawalah dia ke organisasi dan acara yang bisa mendukung keberadaannya.
g). Berikan wawasan tentang orang dewasa yang memiliki kondisi sama dengannya
untuk menjadi salah satu pilihan masa depannya.
h). Berikan kelonggaran kepada teman yang memiliki kondisi sama dengannya untuk
datang ke rumah.
i). Tetap optimis bahwa dia dapat memiliki masa depan yang baik dengan kondisinya.

Tetap harus mempertimbangkan aspek belief pada keluarga tersebut, bila faktor
belief dan sosial-budaya sangat kuat dan melarang keberadaan kaum homoseksual,
maka tetap mengakomodir hal tersebut, misalnya nasehat bagaimana tetap menjadi
individu homoseks tanpa melanggar kaidah belief terlalu jauh.

10. BISEKSUALITAS

a. Definisi
Biseksual merupakan kombinasi dari maskulinitas dan feminitas, dan biseksual bukanlah
merupakan kombinasi dari maskulinitas dan femininitas saja melainkan heteroseksualitas
dan homoseksualitas. 7 Dalam pengertian umumnya, biseksual adalah orientasi seksual
yang mempunyai ciri-ciri berupa ketertarikan estetis, cinta romantis, dan hasrat seksual
kepada pria dan perempuan.
b. Etiologi
Kinsey (2002) mengemukakan ada tiga hal yang dapat mendorong seorang menjadi
biseksual, yaitu: pengalaman seksual yang dari hubungan persahabatan laki-laki dan
perempuan yang sangat dekat, kelompok-kelompok yang membentuk pergaulan biseksual
dimana kelompok tersebut berusaha memperkenalkan tentang “filosofi biseksual” serta
lingkungan biasanya lebih bersifat memaksa, seperti disebuah penjara, para narapidana
yang sebelumnya laki-laki normal, tetapi karena tinggal dalam waktu yang lama di dalam
penjara dimana hanya terdapat para lakilaki saja, maka penyalurannya hanya kepada
sesama laki-laki. Hal seperti ini juga dapat terjadi pada tentara (prajurit) yang berperang di
hutan-hutan, dimana sulit bertemu dengan perempuan.
c. Perkembangan Identitas Pada Biseksual
Terdapat empat tingkatan pada biseksual dalam menghadapi identitas mereka: initial
confusion (merupakan periode yang sangat membingungkan, ragu dan berjuang dengan
identitas mereka sebelum mendefinisikan diri mereka sendiri sebagai biseksual), finding
and applying the label, settling into the identity, dan continued uncertainity.
d. Terapi
Dalam pelaksanaan terapi keluarga dengan subyek seorang biseksual memiliki konsep
yang sama dengan terapi keluarga pada homoseksual, namun dalam beberapa tahap akan
difokuskan pada area-area khusus karena ada risiko yang lebih 10 besar terhadap tingkat
stres dan gangguan kesehatan baik mental ataupun fisik pada subyek ini.
Laporan statistik menyatakan bahwa kecenderungan subyek biseksual mengalami
depresi, khawatir dan kecemasan lebih tinggi daripada subyek homoseksual. Seperti pada
homoseksual, dalam lingkungan biseksual juga mengenal istilah biphobia, yaitu paham
yang menganggap semua orang adalah homoseksual atau heteroseksual, sehingga tidak
adanya pengakuan terhadap biseksual akan menambah tekanan pada subyek biseksual
dalam kehidupan nya sehari-hari. Adapun ciri-ciri dari orang biphobia adalah:
a). Berasumsi bahwa semua orang adalah homoseksual atau heteroseksual.
b). Menganggap subyek biseksual adalah seorang yang sedang bingung atau dalam masa
mencari identitas seksualnya sebelum menjadi seorang homoseksual atau heteroseksual.
c). Menganggap subyek biseksual adalah seorang pemuas fantasi sex orang lain.
d). Menganggap subyek biseksual tidak waras.
Beberapa saran yang dapat diberikan kepada subyek pada dasarnya sama dengan saran
kepada subyek homoseksual, namun dalam hal ini akan difokuskan pada pola hidup dan
pergaulan yang sehat.
1. Diharapkan melakukan konsultasi medis secara rutin pada provider kesehatan untuk
memonitor kesehatan mental dan fisiknya.
2. Risiko STD (Sexually Transmitted Desease), STI (Sexually Transmitted Infection) dan
HIV/AIDS dapat dicegah dengan menerapkan pola pergaulan yang sehat.
3. Imunisasi Hepatitis sangat dianjurkan khususnya bagi subyek biseksual yang sering
berhubungan seksual dengan partner berlainan.
4. Memberikan saran dan masukan akan pentingnya menjaga pola makan dan olahraga
yang teratur, akan membantu subyek untuk tetap dalam pola hidup sehat.
5. Dengan pendekatan yang baik dan memberikan saran untuk memecahkan masalah yang
dihadapi oleh subyek akan sangat membantunya untuk tidak kembali ke drug/alkohol lagi.
6. Depresi dan stress yang berlebihan bahkan keinginan untuk bunuh diri pun dialami oleh
sebagian besar subyek biseksual. Oleh karena itulah pendekatan secara kultural dan
spiritual merupakan metode yang tepat untuk pencegahan, deteksi dini dan pengobatan
akan kondisi tersebut.
7. Skrining rutin terhadap risiko kanker prostat, testikular, payudara, servik dan kolon yang
dapat muncul kapan saja karena kebiasaannya.
8. Pengendalian gaya hidup dan penjelasan tentang risiko yang ditanggung akan mampu
mengurangi konsumsi tembakau.

Komorbiditas Gangguan Mood Dengan Pedofilia

Gangguan mood adalah komorbid terbanyak pada pasien pedofilia. Kelainan ini akan
menyulitkan pasien pedofilia untuk mendapatkan terapi terhadap kejiwaannya karena pasien
memiliki motivasi dan tingkat kepedulian yang rendah, dan juga pasien akan menyangkal
terhadap penyakitnya.

Definisi Pedofilia

Pedofilia merupakan gangguan psikoseksual, yang mana fantasi atau tindakan seksual
dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk mencapai gairah dan kepuasan seksual.
Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak berjenis kelamin sama atau berbeda
dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada anak laki-laki maupun perempuan. Sebagian
pedofil ada yang hanya tertarik pada anak-anak, tapi ada pula yang juga tertarik dengan orang
dewasa dan anak-anak.

Pedofilia adalah orang dewasa yang mendapat kepuasaan seksual melalui kontak fisik
atau seksual dengan anak-anak. Pedofilia bisa heteroksual atau homoseksual. Menurut
Sadarjoen (2005) pedofilia adalah cinta kepada anak-anak, yang mana keintiman seksual
dicapai melalui manipulasi alat genital anak-anak atau oleh anak, melakukan penetrasi penis
sebagian atau keseluruhan terhadap alat genital anak. Kebanyakan kaum pedofilia adalah pria
dengan korban anak perempuan yang disebut pedofilia heteroseksual sedangkan dengan anak
laki-laki disebut dengan pedofilia homoseksual.

Pedoman Diagnostik Pedofilia menurut PPDGJ – III

• Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa pubertas,
baik laki-laki maupun perempuan
• Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
• Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
• Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa, tetapi
karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang
diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti

Penatalaksanaan

Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang paling sering digunakan untuk
mengobati. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa
sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya. Psikoterapi juga
memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan
interpersonal serta menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan
seksual. Terapi kelompok juga berguna.
Terapi seks adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderita
disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas seksual yang tidak
menyimpang dengan pasangannya.
Terapi perilaku digunakan untuk memutuskan pola pedofilia yang dipelajari. Stimuli
yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau menyengat, relah dipasangkan dengan impuls
tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan
oleh pasien bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya.
Terapi obat, termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah diindikasikan
sebagai pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika pedofilia adalah disertai dengan
gangguan-gangguan tersebut.
Gangguan Mood

Definisi Depresi

Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan sedih
dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga
berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari

Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya
gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur
atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi.

Pedoman Diagnostik Depresi menurut PPDGJ-III

 Gejala utama
o Afek depresik
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
 Gejala Lainnya
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
 Kategori diagnosis episode depresi ringan, sedang, dan berat hanya digunakan untuk
episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasikan dibawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi depresi adalah untuk mengurangi gejala depresi akut,


meminimalkan efek samping, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu
pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi, dan mencegah episode lebih lanjut
( Sukandar dkk., 2008 ).
Banyaknya jenis terapi pengobatan, keefektivitan pengobatan juga akan berbeda
– beda antara orang yang satu dengan orang yang lain. Psikater biasanya memberikan
medikasi dengan menggunakan antidepresan untuk menyeimbangkan kimiawi otak
penderita.Terapi yang digunakan untuk pasien dipengaruhi oleh hasil evaluasi riwayat
kesehatan serta mental pasien.
Untuk melakukan pengobatan pada pasien dengan gangguan depresi mayor,
ada 3 tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain :
a. Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. pada fase ini
bertujuan untuk mencapai masa remisi ( tidak ada gejala ).
b. Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah
mencapai remisi. pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala
sisa atau mencegah kekambuhan kembali.
c. Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase
ini tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.
Terapi non farmakologi

Psikoterapi

Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk


menghilangkan atau mengurangi keluhan – keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan
pola perilaku maladatif. Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi
interpersonal, dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif
dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi
ringan atau sedang. Pasien dengan menderita depresi mayor parah dan atau dengan
psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi merupakan
terapi pilihan utama utuk pasien dengan menderita depresi ringan atau sedang.

Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convulsive Therapy adalah terapi dengan mengalirkan arus listrik ke otak. Terapi
menggunakan ECT biasa digunakan untuk kasus depresi berat yang mempunyai resiko untuk
bunuh diri. ECT juga diindikasikan untuk pasien depresi yang tidak merespon terhadap obat
antidepresan.
Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 treatment dan tergantung dengan tingkat keparahan pasien.
Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali seminggu, dan sebaiknya terapi ECT dilakukan oleh
psikiater yang berpengalaman. Electro Convulsive Therapy akan kontraindikasi pada pasien
yang menderita epilepsi, TBC miller, gangguan infark jantung, dan tekanan tinggi intra
karsial.

Terapi Farmakologi

Antidepresan adalah obat yang dapat digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood) yaitu
dengan meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan oleh
keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat – obatan.

Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati kondisi serius yang dikarenakan
depresi berat. Kadar NT (nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam
otak sangat berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan
serotonin di dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya
terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang mampu
meningkatkan kadar NE dan serotonin di dalam otak.

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) merupakan obat terbaru dengan batas
keamanan yang lebar dan memiliki spektrum efek samping obat yang berbeda – beda.
SSRI diduga dapat meningkatkan serotonin ekstraseluler yang semula mengaktifkan
autoreseptor, aktivitas penghambat pelepasan serotonin dan menurunkan serotonin
ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Untuk saat ini SSRI secara umum dapat diterima sebagai
obat lini pertama.

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang mekanisme kerjanya
menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar
neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar serotonin
dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan.. SSRI memiliki efikasi yang setara
dengan antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor. Pada pasien depresi yang tidak
merespon antidepresan trisiklik (TCA) dapat diberikan SSRI. Untuk gangguan depresi
mayor yang berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar
daripada SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan
antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya
mania dan hipomania.

Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopram,
Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline. Fluoxetine merupakan antidepresan
golongan SSRI yang memiliki waktu paro yang lebih panjang dibandingkan dengan
anidepresan golongan SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari
(Mann, 2005). Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala
gastrointestinal ( mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing,
dan gangguan tidur. Efek samping ini hanya bersifat sementara.

Antidepresan Trisiklik (TCA)

Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme kerjanya


menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin ( 5 –
HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang
tidak selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar. Antidperesan trisiklik efektif
dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek
sampingnya dan efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA. Efek samping yang
sering ditimbulkan TCA yaitu efek kolinergik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan
kabur, pusing, takikardi, ingatan menurun, dan retensi urin. Obat – obat yang termasuk
golongan TCA antara lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine,
Nortriptyline.

Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI)

Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) mekanisme


kerjanya mengeblok monoamin dengan lebih selektif daripada antidepresan trisiklik, serta
tidak menimbulkan efek yang tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik. Antidepresan golongan
SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik dibandingkan dengan SSRI dan TCA
dalam mengatasi remisi pada depresi parah.

Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine. Efek samping yang
biasa muncul pada obat Venlafaxine yaitu mual, disfungsi sexual. Efek samping yang
muncul dari Duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan insomnia.

Antidepresan Aminoketon
Antidepresan golongan aminoketon adalah antidepresan yang memiliki efek yang tidak
begitu besar dalam reuptake norepinefrin dan serotonin. Bupropion merupakan satu –
satunya obat golongan aminoketon. Bupropion bereaksi secara tidak langsung pada sistem
serotonin, dan efikasi Bupropion mirip dengan antidepresan trisiklik dan SSRI (Mann,
2005). Bupropion digunakan sebagai terapi apabila pasien tidak berespon terhadap
antidepresan SSRI. Efek samping yang ditimbulkan Bupropion yaitu mual, muntah, tremor,
insomnia, mulut kering, dan reaksi kulit.

Antidepresan Triazolopiridin

Trazodone dan Nefazodone merupakan obat antidepresan golongan triazolopiridin yang


memiliki aksi ganda pada neuron seratonergik. Mekanisme kerjanya bertindak sebagai
antagonis 5 – HT2 dan penghambat 5 – HT, serta dapat meningkatkan 5 – HT1A
.Trazodone digunakan untuk mengatasi efek samping sekunder seperti pusing dan sedasi,
serta peningkatan availabilitas alternatif yang dapat diatasi. Efek samping yang ditimbulkan
oleh Trazodone adalah sedasi, gagguan kognitif, serta pusing. Sedangkan efek samping
yang ditimbulkan Nefazodone yaitu sakit kepala ringan, ortostatik hipotensi, mengantuk,
mulut kering, mual, dan lemas.

Antidepresan Tetrasiklik

Mirtazapin adalah satu – satunya obat antidepresan golongan tetrasiklik. Mekanisme kerjanya
sebagai antagonis pada presinaptic α2 – adrenergic autoreseptor dan heteroreseptor,
sehingga meningkatkan aktivitas nonadrenergik dan seratonergik. Mirtazapin bermanfaat
untuk pasien depresi dengan gangguan tidur dan kekurangan berat badan. Efek samping
yang ditimbulkan berupa mulut kering, peningkatan berat badan, dan konstipasi.

Mono Amin Oxidase Inhibitor ( MAOI )

Mono Amin Oxidase Inhibitor adalah suatu enzim komplek yang terdistribusi didalam tubuh,
yang digunakan dalam dekomposisi amin biogenik (norepinefrin, epinefrin, dopamin, dan
serotonin).

MAOI bekerja memetabolisme NE dan serotonin untuk mengakhiri kerjanya dan supaya
mudah disekresikan. Dengan dihambatnya MAO, akan terjadi peningkatan kadar NE dan
serotonin di sinap, sehingga akan terjadi perangsangan SSP.
MAOI memiliki efikasi yang mirip dengan antidepresan trisiklik. MAOI juga dipakai untuk
pasien yang tidak merespon terhadap antidepresan trisiklik. Enzim pada MAOI memiliki
dua tipe yaitu MAO – A dan MAO – B. Kedua obat hanya akan digunakan apabila obat
– obat antidepresan yang lain sudah tidak bisa mengobati depresi ( tidak manjur ).
Moclobomida merupakan suatu obat baru yang menginhibisi MAO – A secara ireversibel,
tetapi apabila pada keadaan overdosis selektivitasnya akan hilang. Selegin secara selektif
memblokir MAO – B dan dapat digunakan sebagai antidepresant

Obat – obat yang tergolong dalam MAOI yaitu Phenelzine, Tranylcypromine, dan Selegiline.
Efek samping yang sering muncul yaitu postural hipotensi ( efek samping tersebut lebih
sering muncul pada pengguna phenelzine dan Tranylcypromine ), penambahan berat badan,
gangguan sexual (penurunan libido, anorgasmia).

Terapi Tambahan

Digunakannya terapi tambahan yang untuk meningkatkan efek antidepresan serta mencegah
terjadinya mania.

Mood Stabilizer

Lithium dan Lomotrigin biasa digunakan sebagai mood stabilizer. Litium adalah suatu
terapi tambahan yang efektif pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap pemberian
monoterapi antidepresan. Lomotrigin adalah antikonvulsan yang mereduksi glutamateric dan
juga digunakan sebagai agen terapi tambahan pada depresi mayor dan juga digunakan untuk
terapi dan pencegahan relapse pada depresi bipolar.

Beberapa mood stabilizer yang lain yaitu Valproic acid, divalproex dan Carbamazepin ini
semua digunakan untuk terapi mania pada bipolar disorder. Divalproex dan Valproate
digunakan untuk mencegah kekambuhan kembali.

Antipsikotik

Antipsikotik digunakan untuk meningkatkan efek antidepresan. Ada 2 macam antipsikotik


yaitu typical antipsikotik dan atypical antipsikotik. Obat – obat yang termasuk typical
antipsikotik yaitu Chorpromazine, Fluphenazine, dan Haloperidol. Antipsikotik typical
bekerja memblok dopamine D2 reseptor. Atypical antipsikotik hanya digunakan untuk terapi
pada depresi mayor resisten dan bipolar depresi. Obat – obat yang termasuk dalam Atypical
antipsikotik clozapine, olanzapine, dan aripripazole.
Definisi Gangguan Bipolar

Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana perasaan yang
ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien
dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode
manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi satu tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode tersebut sering
terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak
esensial untuk penegakan diagnosis)

Pedoman Diagnosis Bipolar Menurut PPDGJ III


F31 Gangguan Afek bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah
bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-
5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar
6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut.
Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang
penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya stress tidak esensial untuk
penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik
, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau.
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran dimasa lampau.
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depres if atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT.

Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan gangguan afektif bipolar ini memerlukan waktu yang lama bahkan
seumur hidup.

Tujuan terapi :

1. Menstabilkan Mood / suasana perasaan


2. Mengatasi gejala selama dan diantara episode
3. Mengurangi stress dan memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
4. Membangun kembali produktivitas

PSIKOTERAPI :

 Termasuk kelompok pendukung


 Konseling dengan Psikiater, Psikolog, Perawat Psikiatrik, Petugas sosial dll.

TERAPI FISIK : E.C.T (Electro Convulsive Therapy)

OBAT-OBAT

 Mood stabilizers : Lithium carbonat, Carbamazepin / oxcarbazepin, Asam Valproat


/garamnya, Gabapentin, Topiramat.
 Antipsikotik :
o Konvensional : Haloperidol, Trifluoperazin, Flufenazin, Chlorpromazin
o Atipikal : Risperidon, Clozapin, Quetiapin, Zotepin, Aripiprazol, Olanzapin
 Antidepresan :
• Trisiklik : Amitryptilin, Imipramin.

• S.S.R.I (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) : Sertralin, Fluvoxamin,


Paroxetin, Escitalopram, Fluoxetin

S.N.R.I (Serotonin Norepinephrine Re-uptake Inhibitor) : Venlafaxin, duloxetine

Daftar pustaka:
1. Taktak Ş, Karakuş M, Eke SM. The Man Whose Fetish Object is Ejaculate : A Case Report.
2015;18(3).
2. Maramis FM, Maramis AA. Sexualitas Normal dan Abnormal Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press. 2009. Hal. 343-65.
3. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan Ringkas PPDGJ-III. Edisi1. Jakarta : PT.
Nuh Jaya. 2001. Hal. 96-97; 111-15.
4. Sadock BJ, Sadock VA. Seksualitas Manusia. Muttaqin H, SihombingRNE, Editor. Kaplan
& Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. 02thed. Jakarta: EGC; 2010. Hal. 298-22
5. Dewi Prisca S, Nalini Muhdi, 2016, Family Therapy To Homosexuals And Bisexuals, vol
5, number 1, Universitas Airlangga, Surabaya.
6. Marwin T, Fiona, Boyke S, Emelia W. Referat Gangguan Preferensi Seksual. FK-
Universitas Tarumanegara. RS. Khusus Jiwa Dharma Graha. BSD. Tangerang [serial on the
internet] 2012. [cited 2013 Juni 10] Hal. 1 25
7. Bannon GE, Carroll K.S. Paraphilias 2008. Scrib [serial on internet] 2013 [cited 2013 Juni
10]. Hal. 1-5
8. Ronawulan, E. Bahan Ajar Mata Kuliah Kedokteran Jiwa Gangguan Psikoseksual.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. 2006. Hal. 200-11

Anda mungkin juga menyukai