Anda di halaman 1dari 5

 Manifestasi Klinis Cerebral Palsy Spastik Quadriplegi

Gambaran klinis pada cerebral palsy tergantung dari bagian dan


luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, yaitu : 1
a. Paralisis. Dapat berbentuk hemiplegia, quadriplegia, diplegia,
monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik
atau campuran.
b. Terdapat spastis, terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis
khoreatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas,
atau campuran.
c. Gangguan Muskuloskeletal
d. Terdapat ataksia. Yaitu gangguan kordinasi ini timbul karena kerusakan
serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau
hipotonus, dan menunjukkan perkembangan motoric yang terlambat.
Mualai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
e. Menetapkan reflex primitive dan tidak timbulnya reflex-refleks yang
lebih tinggi, seperti reflex landau atau parasut.
f. Kejang. Dapat bersifat umum atau fokal.
g. Retardasi mental. Ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan
cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik
dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental
pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama,
sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih
dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan
menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan
secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan
tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat
dipengaruhi secara positif.
h. Penglihatan
Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy
adalah juling. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke
dokter karena dapat menyebabkan hanya dapat menggunakan satu
matanya saja.
i. Pendengaran
Kehilangan pendengaran berhubungan dengan Microcephaly,
Mikroftalmia, dan peyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk
memeriksa ada tidaknya infeksi TORCH. Pada sebagian penderita
diskinesia, kern ikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural
frekuensi tinggi. Gangguan pendengaran dapat menyebabkan terjadinya
gangguan bahasa atau komunikasi.
j. Gangguan tingkah laku. Anak CP mengalami kesulitan dalam
komunikasi dan gerak, sehingga anak akan lebih mudah marah jika dia
diajarkan suatu pelajaran atau hal baru dan akan mengalami kesulitan.

 Diagnosa Fisioterapi
Diagnosa fisioterapi pada kasus tumbuh kembang anak adalah
ketidakmampuan anak untuk mencapai level perkembangan motorik
kasar atau gangguan pola gerak sesuai dengan keluhan utama bedasarkan
urutan masalah yang ada. Diagnosa Fisioterapi berisi dengan kaitan body
structur and function, functional limitation, participation restriction.
a) Body structure and function adalah ketidaknormalan pada anatomi,
fisiologi dan psikologi dalam organ organ tertentu.
b) Functional limitation adalah adanya keterbatasan akibat dari
impairment yang belum menimbulkan kecacatan tetapi
mempengaruhi fungsi normal.
c) Participation Restriction adalah keterbatasan dalam berinteraksi
dengan orang lain dan lingkungannya atau melakukan pekerjaan
karena keterbatasan fungsional.
 Prognosa dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dengan GMFCS
Level IV

Pada anak Cerebral Palsy, prognosisnya dipengaruhi oleh beberapa faktor


seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek
patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional. Anak
dengan tipe quadriplegia., 25% memerlukan perawatan total, sekitar 33% dapat
berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun. Gangguan fungsi intelegensi paling sering
didapatkan dan menyertai terjadinya keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-
otot bulber, akan menambah gangguan yang terjadi pada tipe ini.

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar
berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic neck
reflex, extensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak dapat
belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4 tahun akan
belajar berjalan. Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan
hidup.Pada umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahunangka
kematian sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahunpada gangguan
motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguanpenglihatan berat
38%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding gangguan yang ringan atau sedang.

` Sedangkan untuk menentukan prognosis berjalan pada anak CP dapat dilihat


dari 6 komponen sebagai berikut :

1. Kognisi
Kognisi pada anak dengan CP akan berkaitan dengan kemampuan anak
bermain, bicara, dan bahasa sesuia usia.

2. Lingkungan
Lingkungan dan keluarga yang mendukung untuk proses menuju jenjang
yang lebih baik untuk anak dengan CP sangat dibutuhkan.

3. Intervensi Dini
Anak dengan CP yang ditanganii lebih awal akan membuat prognosis
yang lebih baik.

4. Lokasi dan tingkat spastisitas


Bedasarkan tingkat penyebaran spastisitasnya, anak dengan CP spastic
quadriplegi kurang dapat berjalan.

5. Gangguan Muskuloskeletal
6. Kemampuan duduk di usia 2 tahun

Perhatian kedua yang terpenting sebagai prognosis kemampuan berjalan


adalah perkembangan motorik kasar. Dari setiap penelitian disimpulkan bahwa
semakin dini perkembangan motorik kasar dapat dicapai seorang anak semakin baik
prognosis kemampuan berjalan. Khususnya kemampuan anak untuk duduk (mampu
duduk tanpa bantuan di suatu tempat) pada usia 2 tahun, berhubungan dengan
prognosis yang baik untuk berjalan.

Evaluasi dan prognosis yang memiliki validitas untuk menilai kemampuan


gross motor adalah Gross Motor Functional Measure (GMFM). Penulis tidak
membahasnya dalam makalah, tetapi secara sederhana dalam prognosis menurut Sala
A.D dan Grant A.D dapat di nilai dari 6 komponen penilaian diatas yang
digambarkan dalam 4 kali observasi terhadap pasien pada kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tahun BL, Ibrahim ZZ, Amalia PR, Setiawati OR. Hubungan fungsi motorik
kasar terhadap kualitas hidup anak cerebral palsy di instalasi rehabilitasi medik
rsud Dr . H . abdul moeloek. J Med MALAHAYATI Vol 3, No 2, April 2016
79 – 82. 2016;3(2):79–82.

Anda mungkin juga menyukai