Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBRAL PALSY

DISUSUN OLEH :
JULIANA SUSANTI DILLAK
NIM : SN201152

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADASURAKARTA
TAHUN AKADEMIK
2020/2021

\
CEREBRAL PALSY

A. KONSEP PENYAKIT\
1. Definisi
Cerebral Palsy (CP) adalah sekelompok kelainan heterogen dari
gangguan fungsi neuromotor pada masa awal kehidupan, non progresif,
mempengaruhi otak janin atau sedang berkembang dan ditandai dengan
perubahan tonus otot (khususnya spastisitas atau kekakuan), kelemahan
otot, gerakan involunter, ataksia, atau kombinasi kelainan tersebut (Oskui,
2013)
CP dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkat, yaitu :
a. Mild
Pada tingkatan ini, anak bisa bergerak tanpa bantuan, anak tidak memiliki
keterbatasan dalam aktivitas sehari - hari.
b. Moderate
Pada tingkatan ini, anak membutuhkan alat bantu berupa brace,
obatobatan, dan teknologi adaptif dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Severe
Pada tingkatan ini, anak membutuhkan kursi roda dan memliki tantangan
yang berat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Etiologi
Sekitar 70-80% terjadi saat prenatal yaitu bayi lahir prematur dan
gangguan pertumbuhan saat kehamilan. Menurut Nigel (2006), penyebab
cerebral palsy dapat dibagi dalam 3 periode, yaitu :
a. Pranatal
˗ Malformasi kongenital.
˗ Infeksi kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya
rubela, toksoplamosis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
˗ Asfiksia dalam kandungan (misalnya solusio plasenta, plasenta previa,
anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
b. Natal
˗ Anoksia / hipoksia
˗ Perdarahan intra kranial
˗ Trauma lahir
˗ Prematuritas
c. Postnatal
˗ Trauma kapitis
˗ Infeksi (misalnya meningitis bakterial, abses serebri, trombophlebitis,
ensefalomielitis)
˗ Kern ikterus
3. Manifestasi Klinik
Menurut Suharso (2006), ada beberapa langkah yang bisa dijadikan
acuan untuk mengetahui tanda-tanda cerebral palsy, yaitu :
a. Gejala awal
Anak mengalami gangguan perkembangan motorik yang tidak
normal, anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang seperti,
tengkurap, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. Terdapat abnormalitas
tonus otot, anak dapat terlihat sangat lemas dan ada juga yang mengalami
peningkatan tonus setelah 2-3 bulan pertama. Dampaknya anak akan
menunjukkan postur abnormal pada satu sisi tubuh.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan perkembangan motorik anak perlu dilakukan dan
melihat kembali riwayat medis anak dari mulai kehamilan ibu, proses
kelahiran, dan kesehatan anak dalam masa perkembangan. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan refleks, dan mengukur perkembangan lingkar
kepala anak.
c. Pemeriksaan neuroradiologik
Salah satunya adalah dengan melakukan CT-scan kepala untuk
mengetahui struktur jaringan otak serta menjabarkan area otak yang
kurang berkembang, kista abnormal, ataupun kelainan lainnya.
Neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak cerebral palsy jika
etiologi tidak dapat ditemukan.
d. Pemeriksaan lainnya
Beberapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan EEG
pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang untuk membantu melihat
aktivitas elektrik otak dan akan menunjukkan penyakit kejang tersebut.
4. Komplikasi
a. Gaangguan penglihatan dan pendengaran
b. Gangguan persepsi
c. Gangguan Kognitif (gangguan perhatian)
d. Gangguan komunikasi: baik ekspresif maupun reseptif dan gangguan
interaksi sosial.
e. Gangguan perilaku
f. Epilepsi
g. Gangguan Muskuloskeletal Sekunder: Kontraktur, torsi pada tulang
dan otot
5. Patofisiologi dan Pathway
Seperti di ketahui sebelumnya bahwa cerebral palsy merupakan
kondisi neurologis yang di sebabkan oleh cedera pada otak yang terjadi
sebelum perkembangan otak sempurna. Karena perkembangan otak
berlangsung selama dua tahun pertama. Cerebral palsy dapat di sebabkan
oleh cedera otak yang terjadi selama periode prenatal , perinatal, dan
postnatal. Trauma cerebral yang menyangkut trauma dari arteri cerebral
media adalah rangkaian patologis yang paling sering di temukan dan
dikonfirmasi dari pasien dengan cerebral palsy spastic hemiplegia dengan
menggunakan evaluasi dari computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) . Penilaian tersebut telah menunjukkan
kehilangan jaringan (nekrosis dan atrofi) dengan atau tanpa gliosis.
Beberapa anak dengan cerebral palsy hemiplegia mengalami atrofi
periventricular, menunjukkan adanya ketidaknormalan pada white matter.
Pada pasien dengan cerebral palsy bergejala quadriplegia, gangguan
motorik yang terjadi pada kaki bisa sama sampai lebih berat daripada
tangan. Yang terkait dengan cerebral palsy bentuk ini adalah adanya rongga
yang terhubung dengan ventrikel lateral , multiple cystic lesion pada white
matter, diffuse cortical atrophy, dan hydrocephalus. Cerebral palsy bentuk
coreoathetoid yang kadang mengalami spastisitas cenderung terjadi bayi
pada cukup bulan, dystonia dari ekskremitas juga sering terjadi bersama
spastisitas tapi cenderung tidak dikenali. Hipotonus yang menetap atau
atonic pada cerebral palsy menunjukkan adanya keterlibatan cerebellar
pathways. Long-track signs seperti reflex deep-tendon cepat dan respon
plantar extensor cenderung disertai hipotonia. Pembesaran sistem
ventricular adalah yang paling sering dihubungkan pada neuro-imaging.
6. Penatalaksanaan (Medis Dan Keperawatan)
a. Pengobatan berdasarkan temuan urodynamic dan adanya infeksi
saluran kemih adalah antibiotic propilaxis dan kateterisasi
intermittent.
b. Pengobatan pada gangguan tidur berat pada anak cerebral palsy
dengan memberikan melatonin oral dosis 2-10 mg tiap waktu tidur.
c. Osteopenia adalah masalah yang lebih umum pada cerebral palsy
biasa nya di terapi dengan biophosphonates selama 12-18 bulan
dan menunjukkan peningkatan densitas tulang sekitar 20-40%.
d. Diazepam jarang digunakan karena kurang membantu dan dapat
menyebabkan kantuk dan kadang menimbulkan hipotonia namun
pada syndrome dyskinetic kadang dapat mengurangi gerakan
involunter.
e. Lioresal (baclofen) telah terbukti sangat efektif pada beberapa
kasus hemiplegia dan diplegia dalam mengurangi spatisitas dan
memudahkan fisioterapi namun kontraindikasi pada anak dengan
riwayat seizures.
f. Terapi aspek orthopedic : kontribusi orthopedic penting,
perencanaan yang hati-hati dari prosedur orthopedic berpengaruh
terhadap pengobatan, dan hal tersebut membantu ahli bedah
mengedintifikasi pasien lebih dini sehingga mereka dapat
merencanakan kemungkinan intervensi yang akan di lakukan
bersama, dengan pendekatan kolaborasi dengan spesialis anak,
fisioterapis dan orang tua.
g. tindakan ini harus segera di lakukan secara intensif . orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuh mencegah kontraktur
perlu di perhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur.
Bagi penderita yang berat di anjurkan untuk sementara tinggal 24
di suatu pusat latihan . fisioterapi dilakukan sepanjang penderita
hidup.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Melihat kembali riwayat medis anak dari mulai kehamilan ibu,
proses kelahiran, dan kesehatan anak dalam masa perkembangan.
b. Pola Gordon
Pengkajian pola gordon meliputi 11 pola fungsional yaitu persepsi
kesehatan dan manajemen kesehatan, nutrisi - metabolik, eliminasi,
aktivitas – latihan, istrahat – tidur, kognitif – perceptual, persepsi diri /
konsep diri, peran – hubungan, seksual – reproduksi, koping – toleansi
stress dan nilai – kepercayaan.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan perkembangan motorik anak perlu dilakukan.
Pemeriksaan refleks, dan mengukur perkembangan lingkar kepala
anak. Pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari pemeriksaan keadaan
umum hingga pemeriksaan head to toe
d. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik/ Laboratorium)
Pemeriksaan khusus diperlukan pada anak yang dicurigai atau
terbukti cerebral palsy yaitu:
1) Semua anak dengan cerebral palsy harus melakukan pemeriksaan
penglihatan dan pendengaran yang segera dilakukan setelah
diagnosis cerebral palsy ditegakkan. Kerusakan dari indera tersebut
sangat mempengaruhi pendidikan dan pelatihan anak.
2) Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menilai cairan
cerebrospinal ,dilakukan paling tidak satu kali pada anak yang
dicurigai cerebral palsy untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit degeneratif ,tumor intracranial, subdural hygroma . Pada
pasien cerebral palsy cairan cerebrospinal normal.
3) Pemeriksaan EEG dilakukan terutama pada pasien dengan
hemiparesis atau tetraparesis karena beresiko tinggi kejang
4) ultrasound dan computerized tomography kepala sangat membantu
dalam penegakan diagnosis dan mengeliminasi kemungkinan
diagnosis lainnya. CT dan MR akan menunjukkan perkembangan
kerusakan dan lokasi dari infark, kontusio, atau hemorrhage.
5) Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari
retardasi mental. anak yang di curigai harus di screening untuk
melihat kelainan metabolic seperti hypoglycemia, hypothyroidism,
and aminoacidurias.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan (D.0019)
b. Gangguan menelan berhubungan dengan Cerebral palsy (D.0063)
c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan (D.0054)

3. Perencanaan Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
Tujuan: Status nutrisi membaik (L. 03030)
Kriteria hasil:
1) Porsi makanan yang di habiskan meningkat
2) Kekuatan otot menelan meningkat
3) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
Intervensi:
Manajemen Nutrisi (I. 03119)
1) Observasi
Identifikasi status nutrisi
Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

2) Terapeutik

Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

Berikan suplemen makanan, jika perlu

Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika


asupan oral dapat ditoleransi

3) Edukasi : Ajarkan diet yang diprogramkan


4) Kolaborasi : kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

b. Gangguan menelan berhubungan dengan Cerebral palsy


Tujuan: Status menelan membaik (L. 06052)
Kriteria hasil:
1) Mempertahankan makanan di mulut meningkat
2) Reflek menelan meningkat
3) Frekuensi tersedak menurun
4) Batuk menurun
Intervensi: dukungan perawatan diri : makan / minum
1) Osbservasi:
Identifikasi diet yang dianjurkan
Observasi monitor kemampuan menelan
2) Terapeutik
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
Atur posisi yang nyaman untuk makan / minum
Sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan
Berikan makan/minum sesuai tingkat kemandirian, jika perlu
3) Edukasi (pencegahan aspirasi (I.01018)): anjurkan makan secara
perlahan
4) Kolaborasi: kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan keterlambatan


perkembangan
Tujuan: mobilitas fisik meningkat (L. 05042)
Kriteria hasil:
1) Pergerakan ekstermitas meningkat
2) Rentang gerak (ROM) meningkat
3) Gerakan terbatas menurun
Intervensi: Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
1) Observasi :
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
2) Terapeutik:
Fasilitas aktivitas mobilitas dengan alat bantu (pagar/tempat tidur/
kuri roda)
Libatkan keluarga jika perlu
3) Edukasi: ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (pindah
dari tempat tidur ke kursi roda)
4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang


kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. (Marrelli, 2018).
Evaluasi pada pasien dengan cerebral palsy adalah :
1. Status nutrisi membaik
2. Status menelan membaik
3. Mobilitas fisik meningkat

DAFTAR PUSTAKA
Oskoui M, Coutinho F, Dykeman J, et al. An update on the prevalence of cerebral
palsy: a systematic review and meta-analysis. Dev Med Child Neurol 2013;
55:509
Rosenbaum, P., Paneth, Nigel., Leviton, Alan., Goldstein, Murray.,. Bax, Martin.
(2006). A Report: The Definition and Classification of cerebral palsy. USA:
UCP Research and Educational Foudation
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017). Defenisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2019). Defenisi dan kriteria hasil. Edisi
1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2019). Defenisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.
Suharso, D. (2006). Pedoman diagnosis dan terapi Ilmu Kesehatan Anak. RSU Dr.
Soetomo Surabaya
TM. Marrelli. 2018. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai