Oleh :
Preseptor :
dr. Rudy Afriant, Sp.PD, FINASIM
Estimasi risiko kematian dan perawatan ulang antara 60 hari berkisar 30-
60%, tergantung dari studi populasi.1 Gagal jantung merupakan penyebab paling
banyak perawatan di rumah sakit pada populasi Medicare di Amerika Serikat,
sedangkan di Eropa dari data-data Scottish memperlihatkan peningkatan dari
perawatan gagal jantung, apakah sebagai serangan pertama atau sebagai gejala
utama atau sebagai gejala ikutan dengan gagal jantung. Peningkatan ini sangat
erat hubungannya dengan semakin bertambahnya usia seseorang.1,2
2
dengan mudah dipahami sebagai suatu sindrom klinis, namun di sisi lain gagal
jantung merupakan suatu kondisi dengan patofisiologis yang sangat bervariasi dan
kompleks.5
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
4
Menurut Depkes RI pada tahun 2009, proporsi kematian akibat penyakit
menular di Indonesia dalam 12 tahun telah menurun sepertigannya dari 44%
menjadi 28% dan proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan
cukup tinggi dari 42% menjadi 60%. Dari sepuluh penyebab utama kematian,
dua diantaranya penyakit kardiovaskuler dan stroke merupakan penyakit tidak
menular. Keadaan ini terjadi di dunia, baik di negara maju maupun di negara
ekonomi rendah menengah.
5
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association,
(NYHA)
Klasifikasi ini sering digunakan untuk mengklasifikasikan gagal
jantung pada praktik klinik. Menurut NYHA, gagal jantung dibagi
menjadi 4 kelompok8:
1. NYHA kelas I: Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan
aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dispnea, atau angina.
2. NYHA klas II: Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat
terhadap pembatasan ringan aktivitas fisik. merasa enak pada saat
istirahat. Aktivitas fisik sehari – hari menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dispnea, atau angina.
3. NYHA klas III: Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat
pada pembatasan berat aktivitas fisik. merasa enak pada saat
istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktifitas fisik sehari-hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea, atau angina.
4. NYHA klas IV: Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat
tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul
meski dalam keadaan istirahat.
2.4.2 Klasifikasi gagal jantung menurut American Heart
Association/American College of Cardiology (AHA/ACC)
6
Tabel 2.2 Klasifikasi AHA
Tingkat Uraian
2.5 Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam 6 (enam) kategori
utama, yakni9:
7
2.6 Patofisiologi
Kegagalan pada jantung dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari beberapa
mekanisme utama di bawah ini1:
1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah, tidak adekuat, atau
karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian
ventrikel.
2. Obstruksi aliran
Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya katup
atau keadaan lain yang dapat menyebabkan peningkatan ventrikel jantung,
seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja ventrikel,
seperti yang terjadi pada keadaan regurgitasi aorta serta pada regurgitasi
mitral.
4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak
maksimal dan tidak efisien.
2.7 Diagnosis
8
Gamba
r 2.1 Skema diagnostik untuk pasien dicurigai gagal jantung4
9
Takikardi
10
Tabel 2.4 Klasifikasi Derajat Gagal Jantung
Klasifikasi gagal jantung menurut Klasifikasi fungsional NYHA
ACC/AHA Tingkatan berdasarkan gejala dan aktifitas fisik
Tingkatan gagal jantung berdasarkan
struktur dan kerusakan otot jantung
Stadium A Kelas I
- Memiliki resiko tinggi untuk
berkembang menjadi gagal - Tidak terdapat batasan dalam
jantung. melakukan aktifitas fisik.
- Tidak terdapat gangguan - Aktifitas fisik sehari-hari tidak
structural atau fungsional menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
jantung, tidak terdapat tanda atau sesak napas.
gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur - Terdapat batasan aktifitas ringan.
jantung yang berhubungan dengan - Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
perkembangan gagal jantung, tidak namun aktifitas fisik sehari-hari
terdapat tanda atau gejala. menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung structural lanjut serta - Tidak dapat melakukan aktifitas fisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan.
bermakna saat istirahat walaupun sudah - -Terdapat gejala saat istirahat. Keluhan
mendapat terapi medis maksimal meningkat saat melakukan aktifitas
(refrakter)
11
Selain berdasarkan derajat kerusakan strukturan dan fungsionalnya, gagal
jantung juga dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya kegagalan
pompa apakah saat sistolik atau pada fase diastolik. Terdapat beberapa
kriteria yang membantu kita membedakan gagal jantung sistolik dan
diastolik seperti pada gambar tabel berikut ini:
1. EKG
12
Tabel 2.5 Kelainan yang paling sering ditemukan pada EKG dengan gagal
jantung akut12
Abnormality Causes Clinical implications
13
QRS Electrical and mechanical Echocardiography
duration≥120msa dyssynchrony CRT-P,CRT-D
nd
LBBB
morphology
2. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi memberikan penilaian yang cepat terhadap
volume ventrikel, fungsi sistolik dan diastolik ventricular, penebalan
dinding jantung, dan fungsi katup.1,3
3. Foto Thoraks
Pemeriksaan foto toraks lebih berguna dalam mengidentifikasi dan
menjelaskan gejala yang berhubungan dengan paru. Pada pemeriksaan
akan menunjukkan adanya kongesti atau edema pulmonal 13. Berikut ini
beberapa kelainan foto toraks yang sering ditemui pada pasien gagal
jantung1,4:
Tabel 2.6 Kelainan Foto Toraks pada Pasien Gagal Jantung
Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel Ekokardiografi, Doppler
kanan, atria, efusi perikard
Hipertrofi Hipertensi, stenosis aorta, Ekokardiografi, Doppler
ventrikel kardiomiopati hipertrofi
Tampak paru Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
normal
Kongesti vena Peningkatan tekanan pengisian Mendukung diagnosis gagal
paru ventrikel kiri jantung kiri
Edema Peningkatan tekanan pengisian Mendukung diagnosis gagal
interstitial ventrikel kiri jantug kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan peningkatan Pikirkan etiologi non-
tekanan pengisisan jika efusi kardiak (jika efusi banyak)
bilateral, infeksi paru, pasca bedah/
keganasan
Garis Kerley Peningkatan tekanan limfatik Mitral stenosis/ gagal
B jantung kronik
Area paru Emboli paru atau emfisema Pemeriksaan CT, spirometri,
hiperlusen eko
Infeksi paru Pneumonia dapat sekunder akibat Tatalaksana kedua
kongesti paru penyakit:ngagal jantung dan
infeksi paru
Infiltrate paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostic
lanjutan
14
2.8 Tatalaksana
2.8.1 Farmakologis
Konsep terapi farmakologis ditujukan terutama pada14:
a. Menurunkan preload melalui pemberian diuretik termasuk
aldosteron receptor antagonist dan nitrat. Diuretik juga digunakan
untuk mengatasi retensi cairan badan.
b. Meningkatkan kontraktilitas janyung (pada gangguan kontraktilitas
miokard) melalui pemberian digitalis, ibopamin, β-blocker generasi
ketiga atau fosfodiesterase inhibitor.
c. Menurunkan afterload dengan ACE-inhobitor, Angiotensin Receptor
Blocker (ARB), Direct rennin inhibitor, atau Calcium Channel
Blocker (CCB) golongan dihidropiridin.
d. Mencegah myocardial remodeling dan menghambat progresivitas
gagal jantung dengan ACE-inhibitor dan ARB
2.8.1.1 Menurunkan Preload
Diuretik
Diurertik merupakan pengobatan standar untuk penderita gagal
jantung kronik. Diuretik menurunkan volume akhir diastolic
danmeningkatkan stroke volume dan cardiac output. Secara klinis,
diuretik meningkatkan kapasitas kerja jantung dan mengurangi
gejala yang disebabkan edema pulmonal dan perifer.14
15
Gambar 2.3 Penggunaan diuretik pada tatalaksana gagal jantung15
Nitrat
Pemberian nitrat sangat berguna bagi penderita gagal jantung
yang juga memiliki riwayat jantung koroner atau pada pasien yang
telah menerima furosemid dosis tinggi, namun belum mampu
mengatasi sindrom gagal jantung. Pemberian nitrat selalu dimulai
dengan dosis rendah untuk mencegah sinkop.14
2.8.1.2 Obat Inotropik
Obat inotropik diberikan pada pasien yang terbuktu ada gangguan
kontraktilitas misalnya pada foto toraks tampak pembesaran jantung,
atau hasil echocardiography menunjukkan fraksi ejeksi <40%14
16
Digoksin
β-Blocker
17
Pada pemberian β-Blocker perlu diperhatikan semua pasien harus
berada dalam kondisi re;atof stanil yaitu sudah tidak terlalu sesak,
tidak edema pretibial atau asites. Dimulai dengan dosis yang sangat
rendah (start low) mulai dengan dosis yang sangat rendah yaitu 1/8 –
1/10 dosis target, misalnya carvedilol 35mg/hari atau bisoprolol 5
mg/hari. Dosis dinaikkan pelan (go slow) dengan supervisi ketat
yaitu apabila kondisi pasien membaik, dinaikkan setiap 1-2 minggu
sekali 1/8 tablet sampai mencapai dosis target.14
18
Gambar 2.4 Penggunaan ACE Inhibitor pada gagal jantung.15
Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Angiotensin Receptor Blockers (ARB) telah menjadi pilihan
terapi alternatif untuk ACE-I atau sebagai terapi tambahan ACE-I
dan β-Blocker pada gagal jantung. ARB sangat direkomendasikan
pada pasien dengan gagal jantung kronis yang tidak tolenransi
terhadap ACE-I. ARB juga menjadi pilihan terapi lini pertama selain
ACE-I yang memberikan efek yang serupa terutama pada pasien
yang telah menggunakan ARB sebagai indikasi lain.15
Efek samping ARB tidak jauh berbeda dengan ACE-I seperti
hipotensi, insufisensi renal dan hiperkalemia. Candesartan dan
valsatran menjadi terbukti sebagai ARB untuk mengatasi gagal
jantung, obat lain yang terbukti efektif pada tahap awal penyakit
kardiovaskuler diantaranya eprosartan, irbesartan, losartan,
olmesartan, dan telmisartan.15
Aldosterone antagonist
Aldosteron menimbulkan efek yang merusak pada disfungsi
jantung kiri dan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk rentensi natrium dan air, elektrolit homeostasis abnormal,
hipertrofi dan fibrosis miokardium, remodeling vaskuler dan
disfungsi sel endothelial. Aldosteron antagonis dapat dimulai dengan
dosis rendah dan bila dapat ditoleransi, dinaikkan menjadi dosis
19
target yaitu 25mg spironolactone perhari dan 10mg eplerenone per
hari.15
2.8.2 Edukasi
20
2.9 Prognosis
Prognosis CHF diantaranya16:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
21
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas
• Nama : Tn. BP
• Umur : 53 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : Padang
• Pekerjaan : PNS
• Agama : Islam
Anamnesis
Pasien masuk ke bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr.M.Djamil Padang pada
tanggal 20 Desember 2018 dengan
Keluhan Utama
Sesak napas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sesak napas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
mulai dirasakan sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak
meningkat dengan aktivitas. Sesak tidak menciut dan tidak dipengaruhi
cuaca serta makanan. Pasien mengeluhkan sesak saat berjalan dari tempat
tidur ke kamar kecil (100m). Tidur malam dengan bantal ditinggikan ada,
akhir-akhir ini pasien lebih nyaman tidur dengan posisi duduk karena
sesaknya. Sesak napas tiba-tiba saat malam hari ada.
- Kedua kaki sembab sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
- Lemah letih sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
- Batuk berdahak warna putih sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
- Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam hilang timbul,
tidak tinggi, tidak menggigil
- Nafsu makan menurun tidak ada
- Riwayat perdarahan tidak ada
- BAK tidak ada keluhan
- BAB tidak ada keluhan
22
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi yang baru diketahui sejak 1 tahun yang lalu, TD
sistolik rata-rata 160 mmHg, TD tertinggi 270mmHg, pasien kontrol rutin
dan minum obat amlodipin. 4 bulan yang lalu pasien mulai mendapatkan
herbeser.
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat CKD sejak 1 tahun yang lalu, rutin menjalani hemodialisis di
RSUP Dr.M.Djamil Padang
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat bapak dan kakak pasien hipertensi
Riwayat kebiasaan
Pasien merokok 3 bungkus/hari selama 15 tahun, sudah berhenti sejak 20 tahun
yang lalu
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis kooperatif
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 37,7° C
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 65 kg
Keadaan gizi : baik (BMI 22,5 kg/m2)
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : ada
Anemis : ada
23
Keadaan spesifik
Kulit
Teraba hangat, warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi
normal, ikterus (-), sianosis(-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-),
pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di leher, submandibula,
supraklavikula, infraklavikula, aksila, dan inguinalis.
Kepala
Bentuk normochepali, simetris, deformitas (-), rambut hitam, lurus, tidak
mudah dicabut
Mata
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping
hidung (-).
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, cairan (-), Tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Pembesaran tonsil (-), pucat pada lidah (+), atrofi papil (-), gusi berdarah
(-), stomatitis (-),bau pernafasan khas (-).
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, pembesaran kelenjar KGB tidak ada,
JVP (5+3) cmH2O, kaku kuduk (-).
Thoraks
Bentuk dada normochest, spider nevi (-).
Paru Depan
I : Statis (simetris kanan dan kiri)
dinamis (pergerakan dinding dada kiri sama dengan kanan)
24
P : Fremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Suara nafas bronkovesikuler di kedua lapangan paru, ronkhi (+/+),
wheezing (-).
Paru Belakang
I : Statis (simetris kanan dan kiri)
dinamis (pergerakan dinding dada kiri sama dengan kanan)
P : Fremitus kanan dan kiri sama
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Suara nafas bronkovesikuler di kedua lapangan paru, ronkhi (+/+),
wheezing (-).
Jantung
I : Iktus kordis terlihat 1 jari lateral LMCS RIC VI
P : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI, luas 2 jari, kuat angkat
P : Batas atas ICS II, batas jantung kanan linea sternalis dextra, batas
jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC VI
A: BJ1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : tampak membuncit
P:
(superfisial): supel (-), nyeri tekan (-), teraba massa (-)
(profunda) : hepar dan lien tidak teraba, ballottement ginjal (-)
Shifting dullness (+), nyeri tekan dan nyeri ketok CVA (-)
P : timpani
A: BU (+) normal
Alat kelamin
Tidak ada kelainan
Ekstremitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari
tabuh (-), turgor kembali lambat (-), eritema palmaris (-),
sianosis (-).
25
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema pretibia (+)
pada kedua tungkai, jaringan parut (-), pigmentasi normal,
jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-), akral pucat (-),
sianosis (-), ulkus (-), bengkak (-), kemerahan (-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin
Hb : 7,4 gr/dl
Leukosit : 11.490/mm3
Trombosit : 94.000/mm3
Hematokrit : 13%
Kesan: anemia sedang, leukositosis, trombositopenia
Diagnosis Kerja
- CHF Fc III irama sinus ec HHD
- HAP
- CKD stage V ec penyakit ginjal hipertensi on HD rutin
- Hipertensi stage 2 ec esensial
- Anemia sedang ec penyakit kronis
- Trombositopenia
Penatalaksanaan
Nonfarmakologis
- Diet ML RG II DJ II
- Oksigen 3l/i nasal kanul
- Balance cairan
Farmakologis
- IVFD easprimer 500cc/24 jam
- Injeksi lasix 2 ampul
- Injeksi ceftazidime 2x1 gr iv
- Amlodipin 1x10 mg po
- Candesartan 1x16 mg po
26
Pemeriksaan penunjang
Kimia klinik
- GDS : 99mg/dl
- Na/K/Cl : 141/5,1/114 Mmol/l
- Ur/Cr : 131/11,4 mg/dl
- Alb/glb : 4,0/3,2 g/dl
- PT/APTT : 12,1/15,7 detik
Kesan: Hiperkalemia, Ur/Cr meningkat, APTT memanjang
Rontgen Thorax
27
Follow up
Hari, tanggal Follow up
Jumat, 21 S/ - sesak napas (+)
Desember 2018 - Batuk (+), berdahak
- Demam (-)
O/ KU : sedang
Kesadaran : CMC
TD : 160/90mmHg
Nadi : 88x /menit
Nafas : 25x / menit
Suhu : 36,50 C
Mata: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Mulut: lidah pucat (+)
Paru: Suara nafas bronkovesikular, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Jantung: BJ1 dan 2 reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen: tampak membuncit, shifting dullness (+), BU(+)
normal
Ekstremitas: edem +/+ pada ektremitas bawah
A/ - CHF Fc III irama sinus ec HHD
- HAP
- CKD stage V ec penyakit ginjal hipertensi on HD rutin
- Hipertensi stage 2 ec esensial
- Anemia sedang ec penyakit kronis
- Trombositopenia
P/ - Diet ML RG II DJ II
- Oksigen 3l/i nasal kanul
- Balance cairan
- IVFD easprimer 500cc/24 jam
- Injeksi lasix 2 ampul
- Injeksi ceftazidime 2x1 gr iv
- Amlodipin 1x10 mg po
- Candesartan 1x16 mg po
28
BAB 4
DISKUSI
29
minum obat amlodipin. Empat bulan yang lalu pasien mulai mendapatkan
herbeser. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus. Berdasarkan riwayat
hipertensi yang dialami pasien, kemungkinan gagal jantungnya terjadi akibat
hipertensi tersebut. Pada orang-orang yang menderita hipertensi, ventrikel kirinya
akan menjadi hipertrofi, kemudian lama kelamaan menjadi dilatasi dan akhirnya
terjadi regurgitasi dari ventrikel kiri ke atrium kiri hingga sampai ke paru dan
jantung kanan. Hal itulah yang menjadi mekanisme gagal jantung akibat
hipertensi.
Berdasarkan NYHA, pasien termasuk kedalam functional class III karena
sudah merasa sesak saat melakukan aktivitas minimal dan merasa nyaman jika
beristirahat.
Pada rontgen thorax didapatkan kesan kardiomegali dan juga bendungan
paru. Hal tersebut sesuai dengan gagal jantung yang dialami oleh pasien.
bendungan paru itulah yang menjadi penyebab pasien tidur lebih nyaman dengan
bantal ditinggikan.
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan secara nonfarmakologis dan
farmakologis. Pada penatalaksanaan nonfarmakologis, pasien diberikan diet
rendagh garam dan diet jantung. Kemudian juga dilakukan penghitungan balance
cairan mengingat pasien sudah kelebihan banyak cairan. Pada penatalaksanaa
farmakologis diberikan injeksi lasix untuk mengurangi bendungan di paru
maupun di tungkai. Selain itu juga diberikan injeksi ceftazidime 2x1 gr iv untuk
menangani HAP nya. Amlodipin 1x10 mg dan candesartan 1x16 mg diberikan per
oral untuk mengontrol hipertensinya.
30
DAFTAR PUSTAKA
6. Hess OM, Carrol JD. Clinical assessment of heart failure. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. In: Braunwald’s heart disease. A
textbook of cardiovascular medicine. 8th. Ed.Saunders company, 2007:
561-580.
9. Parker, R.B., Patterson, H.J., Johnson, J.A., 2008, Heart Failure dalam
Dipiro, J.T., Talbert, L.R., Yee, C.G., Matzke, R.G., Wells, B.G., Posey,
M.L., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th Ed, The
McGraw-Hill Companies, New York.
10. Dewi WK. 2009. Hubungan antara Riwayat Gagal Ginjal Kronik dengan
Mortalitas di Rumah Sakit pada Pasien dengan Diagnosis Gagal Ginjal
Akut di Lima Rumah Sakit di Indonesia pada Desember 2005 – Desember
31
2006. Skripsi. Jakarta. Program Studi Pendidikan Dokter Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
11. Manurung D. 2010. Tata Laksana Gagal Jantung Akut. Dalam (Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S ed). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: InternaPublishing, 1515-9.
12. McMurray JJV, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M,
Dickstein K, et al. 2012. ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment
of Acute and Chronic Heart Failure 2012. Eur Heart J, 33: 1787-847.
13. Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI,2001:531-534.
14. Rilantono, L. I 2012. Penyakit kardiovaskular. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI
15. Fuster, V., Walsh, R.A., Harington, R. A. 2011. Hurt’s the Hearth. 13 th ed.
New York: McGraw-Hill
16. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2016. Panduan
Praktik Klinis dan Clinical Pathway Penyakit Pembuluh Darah. Edisi
Pertama.
32