Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny.

S
DENGAN TYPHOID DI RUANG AYYUB 2
RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun Oleh :

Kelompok X

1. Shinta Mayang S. G2A016053


2. Lia Anis Syafaah G2A016054
3. Muflikhatul Ulya G2A016055
4. Qurrata A’yun G2A016056
5. Tiara Widya H. G2A016057

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

BAB I KONSEP DASAR………………………………………………… 1

A. Definisi…………………………………………………………….. 1
B. Etiologi…………………………………………………………….. 1
C. Patofisiologi……………………………………………………….. 3
D. Manifestasi Klinik…………………………………………………. 4
E. Penatalaksanaan…………………………………………………… 5
F. Konsep Askep Typhoid…………………………………………… 7
1. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang…………..…… 7
2. Pathways Keperawatan……………………………………..…. 10
3. Diagnosa Keperawatan……………………………………..…. 11
4. Fokus Intervensi dan Rasional……………………………….... 11

BAB II RESUME ASKEP…………………………………………………. 14

A. Pengkajian Fokus………………………………………………...… 14
B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………….. 18
C. Pathways Keperawatan Kasus……………………………………... 18
D. Fokus Intervensi dan Rasional……………………………………... 19

BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………. 22

A. Diagnosa Pertama………………………………………………….. 22
B. Diagnosa Kedua……………………………………………………. 23
C. Diagnosa Ketiga……………………………………………………. 24

BAB IV PENUTUP……………………………………………………….. 26

A. Kesimpulan……………………………………………………….. 27

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan segala demam, gangguaan pada saluran pencernaan.
(Mansjoer, 2012 : 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella.
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
B. Etiologi/Predisposisi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan
air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Faktor Etiologi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh Salmonella Typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah

1
diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah
minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari WC dan menyiapkan
makanan.
Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan
bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak
menyebar), terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida, antigen H
(Hauch/menyebar) terdapat pada flagella, antigen Vi merupakan polisakarida
kapsul verilen. Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut
aglutinin (Ngastiyah,1997).
Selain itu penyakit Tipus Abdomnalis juga bisa didukung oleh faktor-
faktor antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang
relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai. Keluarga dengan
hygiene sanitasi yang rendah, pemasalahan pada identifikasi dan pelaksanaan
karier, keterlambatan membuat diagnosis yang pasti, patogenesis dan faktor
virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya serta belum tersedianya vaksin
yang efektif, aman dan murah Pang dalam (Soegijanto Soegeng, 2002).
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang
dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita pada masih
mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal.
Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara,
sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari
karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam
tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.

2
C. Patofisiologi
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret
saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi.Patogenesis
demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen
usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, bertahan hidup di
aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke lumen intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat
melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri
yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa
kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya di ileum dan
yeyunum.Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat
bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada
mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada
yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial
System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode inkubasi, Salmonella
Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi
sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s
patch dari ileum terminal.Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui feses.Endotoksin merangsang
makrofag di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika untuk
melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal
ataupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam
tifoid.
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari
penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses.Dapat

3
juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada
keadaan bakterimia kepada bayinya.
D. Manifestasi Klinik
1. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama.
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala, nyeri perut.
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi.
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot.
8. Epistaksis.
9. Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor.
10. Hepatomegaly, splenomegaly, meteroismus.
11. Dapat timbul dengan gejala tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
(Sudoyo Aru dkk, 2009)
Periode demam tifoid, gejala dan tanda (Nasronudin dkk, 2011) :
Keluhan dan Gejala Demam Tifoid
Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu Panas Gangguan Bacteremia
pertama berlangsung saluran cerna
insidious, tipe
panas stepladder
yang mencapai
39-40oC,
menggigil, nyeri
kepala
Minggu kedua Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitits,
abdomen, diare splenomegaly, hiperplasi pada
atau konstipasi, hepatomegaly peyer’s pstches,
delirium nodul tifoid pada

4
limpa dan hati
Minggu ketiga Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada
perdarahan ketegangan payer’s patches,
saluran cerna, abdomen, nodul tifoid pada
perforasi, syok koma limpa dan hati
Minggu Keluhan Tampak sakit Kolelitiasis, carrier
keempat, dst menurun, relaps, berat, kronik
penurunan BB kakeksia

E. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogy penunjang
penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi (baik
simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu
diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi
komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal (Kemenkes, 2006).
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk
mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

2. Diet dan Terapi Penunjang


Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat, yaitu berupa:
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga
diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat
proses penyembuhan.
b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan
diare.

5
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat
dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

3. Pemberian Antimikroba
Pada demam tifoid, obat pilihan yang digunakan dibagi menjadi lini
pertama dan lini kedua. Kloramfenikol, kotrimosazol, dan
amoksisilin/ampisilin adalah obat demam tifoid lini pertama. Lini kedua
adalah kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak dibawah 18 tahun), sefiksim,
dan seftriakson.
Kloramfenikol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara
oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Kloramfenikol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman
salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis
protein. Sementara kerugian penggunaan kloramfenikol adalah angka
kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari),
dan seringkali menyebabkan timbulnya karier. Tiamfenikol, dosis dan
efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x
500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.
Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastic
lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih
rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB
selama 2 minggu. Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMPSMZ) dapat
digunakan secara oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP
ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa. Sefalosforin
Generasi Ketiga, yaitu seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa
100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5
hari.
Golongan Flurokuinolon (norfloksasin, siprofloksasin). Secara relative
obat – obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan

6
lebih efektif dibandingkan obat – obatan lini pertama sebelumnya
(kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin dan
trimethoprimsulfamethoxazole). Flurokuinolon memiliki kemampuan
untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S.thypi
yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrofag dan dapat
mencapai level obat yang lebih tinggi dalam kantung empedu disbanding
dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon
terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain
dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan flurokuinolon juga
dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada
wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena
menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester
pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah
ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson (Santoso, 2009).

F. Konsep Askep Tifoid


1. Pengkajian Fokus
a. Identitas (nama, umur, no RM, agama, alamat, dx medis)
b. Keluhan utama : Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali
lebih, anak sering rewel, badan lemas dan demam
c. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat kesehatan dahulu: Pernah mengalami diare atau
pernah menderita penyakit pencernaan
d. Data fokus
 Aktivitas dan istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, insomnia, merasa
geisha, aktivitas terbatas.

7
 Sirkulasi
Tanda: Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi,
proses inflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis
(kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural.
 Kulit/membrane mukosa: turgor buruk, kering, bibir
pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi)
 Eliminasi
Gejala: Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai
bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat
diperkirakan hilang timbul, sering tidak dapt dikontrol,
perasaan dorongan/kram. Defekasi berdarah/pus/mukosa
dengan atau tanpa feces. Perdarahan perektal
Tanda: menurunnya bising usus, tidak ada peristaltic atau
adanya peristaltic yang dapat dilihat. Hemoroid, oliguria
 Makanan atau cairan
Gejala: anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak
toleran terhadap diet. Buah segar/sayur, produk susu,
makanan berlemak.
Tanda: penurunan lemak subkutan. Kelemahan, tonus otot
dan turgor kulit buruk. Membrane mukosa pucat, luka,
inflamasi rongga mulut.
 Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin
hilang dengan defekasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan,
nyeri mata.
Tanda: nyeri tekan abdomen/distensi

 Keamanan
Gejala: anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan
suhu, penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk
susu.

8
Tanda: lesi kulit mungkin ada, konjungtivits
 Seksualitas
Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual
 Interaksi sosial
Gejala: masalah hubungan/peran kondisi, ketidakmampuan
aktif dalam sosial
 Penyuluhan pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus
(Aru, 2009)
e. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap fungsi hati, serologi dan kultur
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau
kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun
tanpa disertai infeksi sekunder.
 Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini
tidak memerlukan penanganan khusus
 Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi
maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
- Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal
dari tubuh bakteri
- Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal
dari flagela bakteri
- Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang
berasal dari simpai bakter

9
- Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H
yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid.
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita demam tifoid.
 Foto rontgen thorak
Kesan: peningkatan ringan corak bronchovaskuler
(Smeltzer, 2010)

2. Pathways Keperawatan
Bakteri Salmonella typhi

5F (food, fly, fomitus, feses, finger)

Sebagian dimusnahkan
asam lambung
10
Saluran pencernaan (usus halus)

Infeksi usus halus oleh Salmonella typoid


Mual, muntah

Intake kurang

Defisit Nutrisi

Inflamasi pada hati dan limfe

Infeksi Salmonella
Hepatomegali dan splenomegali
typhi, Paratyphi dan
Endotoksin

Nyeri tekan
Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang meradang
Nyeri akut

Gangguan pada termoregulator

3. Diagnosa Keperawatan
Hipertermi
a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella  Typhii
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen infeksi
c. Konstipasi bergubungan dengan perubahan pola makan

11
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme

4. Fokus Intervensi dan Rasional


a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jan diharapkan
hipertermi teratasi,dengan :
KH :
- Suhu pasien turun
- Pasien merasa nyaman
Intervensi :
Manajemen hipertermia
O : Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu tubuh,
Monitor kadar elektrolit,haluaran urin, komplikasi akibat
hipertermia
T : Sediakan lingkungan yg dingin, Longgarkan atau lepaskan
pakaian, Basahi dan kipasi permukaan tubuh, Berikan cairan oral,
Ganti linen setiap hari
E : anjurkan tirah baring
K : kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jan diharapkan
nyeri pada pasien berkurang, dengan :
KH :
- Nyeri berkurang
- Pasien dapat tidur
- Pasien merasa nyaman
Intervensi :
Manajemen nyeri
O : Identifikasi PQRST, Ident non verbal, Ident pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri, Monitor keberhasilan terapi

12
komplementer yg sudah diberikan, Monitor efek samping
penggunaan analgetik
T : Berikan teknik nonfarmakologi ( akupresur, aromaterapi,
kompres hangat/dingin ), Kontrol lingkungan yg memperberat rasa
nyeri, Fasilitas istirahat dan tidur, Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
E : Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri, Jelaskan strategi
meredakan nyeri, Ajarkan teknik nonfarmakologi
K : Kolaborasi pemberian analgetik
c. Konstipasi bergubungan dengan penurunan motilitas
gastrointestinal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jan diharapkan
kontipasi teratasi, dengan :
KH :
- Pasien dapat BAB
- BAB lancar
Intervensi :
Manajemen eliminasi fekal
O : Identifikasi masalah usus dan penggunaaan obat pencahar,
Ident. Pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal,
Monitor buang air besar ( warna, frekuensi, konsistensi, volumr ),
Monitor tanda dan gejala diare,konstipasi,impaksi
T : Berikan air hangat setelah makan , Jadwalkan waktu defekasi
bersama pasien, Sediakan makanan tinggi serat
E : Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus, Anjurkan meningkatkan asupan
cairan, Anjurkan pengurangan makanan yang meningkatkan
pembentukan gas, Anjurkan makanan tinggi serat
K : Kolaborasi pemberian obat supostoria
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme

13
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jan diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
O : Identifikasi status nutrisi, alergi dan intoleransi makanan,
kebutuhan kalori dan jenis nutrient, Monitor berat badan dan hasil
pemerikasaan laboratorium
T : Fasilitas menentukan pedoman diet, Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah konstipasi, Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein, Berikan suplemen makanan bila perlu
E : Anjurkan posisi duduk jika mampu, Ajarkan diet yang di
programkan
K : Kolaborasi pemberian mkan dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan.

BAB II
RESUME ASKEP

A. Pengkajian Fokus
1. Nutrisi, cairan dan metabolik

14
a. Gejala (Subyektif):
1). Diit biasa (tipe): Tinggi kalori tinggi protein Jumlah makan per
hari: 3x/hari
2). Pola diit:
Makan terakhir: pagi hari jam 07.00
3). Nafsu/selera makan:
Menurun Mual :
( ) Tidak ada
(v) Ada, waktu : selama 1 minggu ini merasa mual
4). Muntah :
(v) Tidak ada
( ) Ada, Jumlah Karakteristik
5). Nyeri ulu hati:
(v) Tidak ada
6). Alergi makanan:
(v) Tidak ada
( ) Ada
7). Masalah mengunyah/menelan:
(v) Tidak ada
( ) Ada,
8). Keluhan demam:
( ) Tidak ada
(v) Ada, jelaskan setiap malam hari badan terasa panas dan
ketika pagi hari panas turun
9). Pola minum / cairan : jumlah minum: 1 liter/hari jenis air putih
10). Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir:
(v) Tidak ada
( ) Ada,
b. Tanda (obyektif):
1). Suhu tubuh:38,6 C
Diaforesis:
(v) Tidak ada
( ) Ada
2). Berat badan: 60 kg Tinggi Badan: 160 cm Turgor kulit : baik
3). Edema:
(v ) Tidak ada
( ) Ada, lokasi dan karekteristik
4). Ascites:
(v) Tidak ada
( ) Ada

15
5). Distensi Vena jugularis :
(v) Tidak ada
( ) Ada
6). Hernia / Masa :
(v) Tidak ada
( ) Ada, lokasi dan karekteristik
7). Bau mulut / Halitosis :
(v) Tidak ada
( ) Ada
8). Kondisi mulut gigi/ gusi/mukosa mulut dan lidah: gigi lengkap
mulut bersih lidah bersih mukosa mulut lembab
2. Eliminasi
a. Gejala (subyektif):
1). Pola BAB : frekwensi 1x/3 hari konsistensi padat
2). Kesulitan BAB: Konstipasi : ada Diare: tidak ada
3). Penggunaan laksatif: (v tidak ada, ( ) ada
4). Waktu BAB terakhir: 3 hari yang lalu
b. Tanda (obyektif):
1). Abdomen:
a). Inspeksi: Abdomen membuncit: ada, perut terasa kerasa
b). Auskultasi : Bising usus: 13 x/menit
Bunyi abnormal :
(v) tidak ada
( ) ada,
c). Perkusi :
(1). Bunyi tympani:
(v) ada,
( ) tidak ada,
Kembung :
( ) ada
( ) tidak ada
(2). Bunyi abnormal lain
( ) tidak ada
( ) ada
d). Palpasi:
(1). Nyeri tekan : ada
(2). Distensi kandung kemih: tidak ada
2). Pola eliminasi
a). Konsistensi Lunak/keras: keras
b). Pola BAB : Konsistensi keras

16
c). Pola BAK: Inkontinensia tidak
d). Karakteristik urine: Warna: kuning jerni Jumlah : 1500cc
3. NEUROSENSORI DAN KOGNITIF
a. Gejala (subyektif)
1). Adanya nyeri :
P = paliatif/profokatif (yang meningkatkan/ mengurangi nyeri)

Q = Qualitas/Quantitas ( frekwensi dan lamanya keluhan


dirasakan serta deskripsi sifat nyeri yang dirasakan) seperti
tertusuk tusuk

R = regio/tempat (lokasi sumber dan penyebarannya)abdomen

S = Skala (menggunakan rentang nilai 1-10) 5

T = Time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya) hilang timbul

2). Rasa ingin pingsan/ pusing:


( v ) tidak ada
( ) Ada,
3). Sakit kepala: lokasi nyeri kepala bagian belakang frekwensi
hilang timbul
b. Tanda (Objyektif)
1). Status mental
Kesadaran : (v)Composmentis, ( )Apatis, ( )Somnolen,
( ) Sopor,( ) coma

2). Skala Koma Glasgow (GCS) :


Respon membuka mata (E) : 4
Respon motorik (M) : 6
Respon verbal: 5

DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Desember 2019
1. Hematologi

Darah rutin Hasil Unit Nilai rujukan

Hemoglobin 12.5 g/dL 11,7-15,5

17
Lekosit 10700 /mm3 3600-10.600

Trombosit 161000 /mm3 150.000-


440.000

Hematokrit 38.0 % 35-47

Eritrosit 45.10 Juta/mm3 3.6-5.2

RDW 13.8 % 11.5-14.5

2. Imunologi/Serologi
Widal

S.Typhi O 1/160 Negatif

S.Typhi H Negatif Negatif

S.Paratyphi A 1/160 Negatif

S.Paratyphi B Negatif Negatif

S.Paratyphi C Negatif Negatif

ANALISA DATA
No DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1. DS : Hipertermi infeksi Salmonella Typhi
Pasien mengatakan i
panas naik turun,
badan terasa panas
DO :
- Suhu tubuh 39,9 C
- Ektremitas dan
badan teraba
hangat
- mukosa tampak
kering
- bibir agak kering.
- N :80 x/m
- Hasil uji widal S.
Typhi O positif
1/160, S.Paratyphi
A positif 1/160

18
2. DS: Nyeri akut Agen infeksi
P: nyeri jika perut
ditekan
Q: nyeri tertusuk-tusuk
R : nyeri ulu hati tidak
menyebar, S : 5
T : hilang timbul

DO :

- Pasien tampak
merintih kesakitan
sambil memegang
perut
- Hasil uji widal S.
Typhi O positif
1/160, S.Paratyphi
A positif 1/160

B. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen infeksi

C. Pathways Keperawatan Kasus

Bakteri Salmonella typhi

5F (food, fly, fomitus, feses, finger)

Saluran pencernaan (usus halus)

19
Infeksi usus halus oleh Salmonella typhi
Nyeri tekan Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang meradang

Nyeri akut
Gangguan pada termoregulator
D. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jan diharapkan
Hipertermi hipertermi
teratasi.
Intervensi :

20
Manajemen hipertermia
O : Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu tubuh,
Monitor kadar elektrolit,haluaran urin, komplikasi akibat
hipertermia
T : Sediakan lingkungan yg dingin, Longgarkan atau lepaskan
pakaian, Basahi dan kipasi permukaan tubuh, Berikan cairan oral,
Ganti linen setiap hari
E : anjurkan tirah baring
K : kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jan diharapkan nyeri pada
pasien berkurang, dengan :
Intervensi :
Manajemen nyeri
O : Identifikasi PQRST, Ident non verbal, Ident pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri, Monitor keberhasilan terapi
komplementer yg sudah diberikan, Monitor efek samping
penggunaan analgetik
T : Berikan teknik nonfarmakologi ( akupresur, aromaterapi,
kompres hangat/dingin ), Kontrol lingkungan yg memperberat rasa
nyeri, Fasilitas istirahat dan tidur, Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
E : Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri, Jelaskan strategi
meredakan nyeri, Ajarkan teknik nonfarmakologi
K : Kolaborasi pemberian analgetik

BAB III
PEMBAHASAN

A. Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii

21
1. Data fokus
DS :
 Pasien mengatakan panas naik turun, badan terasa panas
DO :
 Suhu tubuh 39,9 C
 Ektremitas dan badan teraba hangat
 mukosa tampak kering
 bibir agak kering
 N :80 x/m

2. Implementasi
Tanggal Implementasi Respon
19 Des 2019 Memonitor suhu tubuh DS :
20.00 Pasien mengatakan
tubuhnya terasa
panas
DO :
Suhu : 39.9oC
19 Des 2019 Memberikan kompres DS :
20.30 hangat pada daerah lipatan Pasien mengeluh
tubuh/vena besar masih panas
DO :
Suhu : 38.5oC
20 Des 2019 Memberikan cairan melalui DS :
09.00 oral Pasien mengeluh
panas naik turun
DO :
Suhu : 37.8oC

3. Evaluasi
Tanggal Evaluasi
19 Des 2020 S:

22
20.45 Pasien mengatakan demam,
menggigil
O:
Kulit pasien teraba panas
Suhu : 38.5oC
A : Hipertermi
P:
Monitor suhu minimal setiap 2
jam
Berikan antipiretik jika perlu
20 Des 2020 S:
13.00 Pasien mengatakan panas naik
turun
O:
KU : kulit pucat, bibir kering
TD : 120/80mmHg, N : 80x/mnt
Suhu : 37.7oC
A : Hipertermi
P:
Monitor suhu tubuh minimal
tiap 2 jam
Berikan kompres hangat jika
suhu tubuh meningkat
Berikan antipiretik jika perlu

B. Nyeri akut berhubungan dengan agen infeksi


1. Data fokus
DS:
 P: nyeri jika perut ditekan
 Q: nyeri tertusuk-tusuk
 R : nyeri ulu hati tidak menyebar, S : 5
 T : hilang timbul

23
DO :

 Pasien tampak merintih kesakitan sambil memegang perut


2. Tindakan keperawatan

Tanggal Implementasi Respon


20 Des 2019 Melakukan pengkajian DS :
10.00 nyeri secara komprehensif Pasien mengeluh
nyeri di bagian
abdomen, ulu hati
DO :
P: nyeri jika perut
ditekan
Q: nyeri tertusuk-
tusuk
R : nyeri ulu hati
tidak menyebar, S :
5

T : hilang timbul

20 Des 2019 Mengajarkan Teknik DS :


10.30 relaksasi untuk mengurangi Pasien mengatakan
rasa nyeri nyeri sedikit
berkurang

DO :
Pasien tampak lebih
nyaman
Skala nyeri : 4

3. Evaluasi

Tanggal Evaluasi
20 Des 2020 S:
10.00 Pasien mengeluh nyeri di daerah

24
abdomen, ulu hati
O:
P: nyeri jika perut ditekan
Q: nyeri tertusuk-tusuk
R : nyeri ulu hati tidak
menyebar, S : 5

T : hilang timbul

A : Nyeri akut
P:
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
20 Des 2020 S:
13.00 Pasien mengatakan masih
merasa nyeri di daerah abdomen
O:
P: nyeri jika perut ditekan
Q: nyeri tertusuk-tusuk
R : nyeri ulu hati tidak
menyebar,

S:4

T : hilang timbul

A : Nyeri akut
P:
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
Berikan analgetik jika perlu

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
B. Saran
- Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik.

26
-Dengan kasus demam typoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman
mengenai bagian- bagian yang terkait dengan demam typoid, dan dapat
mengetahui cara pencegahan yang benar

DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. S. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam Ed V Jilid III. Jakarta: interna

publishing.

Nasronudin, dkk. (2011). Penyakit Infeksi Di Indonesia Solusi Kini dan

Mendatang Edisi Kedua. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan

Unair

Muttaqin, Arif. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan

Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

27
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L, & Cheever, K. H. (2010). Medical

surgical nursing. Usa: Lww.

Smeltzer, Suzanne C & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Edisi 8. Penerbit

EGC : Jakarta.

Sudoyo, Aru dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat. Jakarta

: Internal Publishing

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta : DPP PPNI

28

Anda mungkin juga menyukai