182121072
Universitas Siliwangi
Tak dapat dipungkiri bahwa segala sesuatu yang ada di dalam sebuah
karya sastra pasti bertolak dari kenyataan bahwa karya sastra selalu membahas
peristiwa kehidupan. Seluruh tingkah laku individu dalam interaksinya antara
individu yang satu dengan yang lainnya tak jarang membuat seorang pengarang
menjadi kaya akan ide sehingga menuangkannya dalam bentuk karya sastra.
Berbicara karya sastra berarti tidak lagi membicarakan individu, tetapi
membicarakan bagaimana interaksi yang terjadi pada antar individu yang
kemudian kita sebut dengan sosial.
1
pengarangnya. Karena karya sastra kerap kali mencerminkan bagaimana
pengarang tersebut, apa pandangan hidupnya, idiologi politiknya, pendidikan dll.
Dari sekian banyak karya Gol A Gong yang terkenal, penulis akan
mencoba mengupas nilai – nilai sosial dan masalah sosial yang tersirat dalam
novel “Gelisah Camar Terbang”. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun
2016 oleh PT Gramedia Pustaka Utama dengan tebal 232 halaman. Novel ini
terinspirasi dari perjalanan Gol A Gong ke Taiwan untuk memberikan pelatihan
menulis kepada para TKI.
2
untuk membantu perekonomian keluarga terutama ibu dan kedua adik tirinya di
Cirebon, kota asalnya. Ia ingin membantu ibunya membuka warung untuk
kehidupan mereka. Alasan lainnya yaitu ia pergi melarikan diri dari ma, kota
asalnya. Ia ingin membantu ibunya membuka warung untuk kehidupan mereka.
Alasan lainnya yaitu ia pergi melarikan diri dari masalah asmara yang
menghancurkan harapannya.
Derita Halimah tidak sampai pada saat ia berada di Saudi Arabia saja.
Ketika ia pulang ke Indonesia, ia menjadi bahan pergunjingan tetangganya. Tak
kuat dengan keadaan tersebut, Halimah memutuskan untuk kembali menjadi
TKW dan merajut asa di Pulau Formosa, Taiwan. Namun ia telah keliru, di
Taiwan pun ia dan teman – teman sesama TKInya sering mendapat perlakuan tak
manusiawi dari majikannya. Sampai akhirnya ia memutuskan kabur dan menjadi
tenaga migran ilegal.
3
mewujudkan mimpi yang indah kenyataan malah tidak seindah harapan. Ia dan
beberapa teman TKW nya mengalami nasib tak beruntung, yakni sering mendapat
perlakuan buruk dari majikannya.
Ada media daring yang menceritakan perlakuan buruk yang diterima oleh
TKW. Di antaranya penyiksaan, sering dimarahi, dikurung di dalam rumah, tidak
diberi waktu libur, bahkan pemerkosaan. Perlakuan buruk para majikan dapat
dilihat pada kutipan berikut:
“... Chairul tahu bahwa kisah tragis TKI yang bekerja di Timur Tengah ini
sangat banyak. Ketia ia dan ayah ibunya berlibur ke Uni Arab Emirat, setiap hari
ia melihat TKI kaburan datang mengadu ke KBRI di Abu Dhabi...”(Halaman 120)
TKI yang tidak tahan menghadapi majikan yang seperti itu banyak yang
memilih kabur. Majikan yang ditinggal kabur oleh pekerjanya banyakyang
melapor pada pihak keoplisian sehingga ketika TKI itu bekerja mereka sering
dibayang – bayangi rasa takut. Seperti dalam novel yang dapat dilihat
padakutipan:
“... Akhirnya pada bulan Mei dia mengemasi barang – barangnya dan pergi
tanpa pamit. Sudah hampir tujuh bulan ia menjadi TKI kaburan. Ah, siapa sih
yang mau jadi TKI ilegal...”(Halaman 125)
Perlakuan yang tidak manusiawi membuat para TKI tidak tahan dan lebih
memilih menjadi pekerja migran ilegal daripada harus menanggung rasa sakit.
Kehidupan yang tidak tenang, was –was, menjadi buruan polisi Taiwan menjadi
makanan sehari – hari para pekerja kaburan. Bahkan ada yang menjalani hidup
sebagai wanita simpanan, menuruti kemauan bejat majikan asal tetap bisa bekerja.
4
“.. karena TKI kaburan, selalu mendapat perlakuan tidak senonoh dari majikan.
Sudah rahasia umum jika tidak ingin majikan melapor, TKI kaburan harus
memenhi nafsu birahinya...” (Halaman 61)
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa pekerjaan seperti itu kerap
kali rentan menjadi korban pelecehan seksual dari majikan. Dalam novel ini
diceritakan bahwa Halimah pernah menjadi korban kebejatan majikannya.
Halimah merasa sedih dan tak berdaya ketika hal mengerikan itu menimpa
dirinya. Selain menahan malu karena menjadi objek gunjingan tetangga, ia juga
harus menahan sakit karena menggugurkan janin yang di kandungnya. Seperti
dalam kutipan:
“... kemudia masalah baru muncul perutnya sering mual, ibunya menyarankan
memakan buah nanas, meminum jamu ini itu, dan membawanya ke tukang pijat.
Janin dari lelaki Arab itu berhasil dikeluarkan. Halimah mengalami pendarahan
hebat...” (Halaman 171)
Selain masalah tentang perlakuan bejat, masalah gaji pun sering kali
dirasakan oleh para pahlawan devisa kita. Yaitu gaji yang tak dibayarkan oleh
para majikan. Hal ini juga pernah dirasakan Halimah dan teman – temannya
selama bekerja.
“Semua mau pulang Imah. Aku sendiri tidak tahan sama bosku yang brentidak
tahan sama bosku yang brengsek ini, masa gajiku bulan ini nggak dikasih kalau
aku gak ngelayani nafsu dia!...”(Halaman 123)
Kondisi seperti ini tentu menjadi beban yang berat bagi para TKW karena
mereka harus membantu keluarga di tanah air. Sebagaimana Halimah yang
menjadi tulang punggung keluarga.
5
pendidikan yang rendah menjadikan TKW dari Indonesia hanya bisa bekerja pada
sektor domestik, yaknik menjadi pembantu atau pelayan.
Agen TKI yang lebih memihak ke majikan dan ada juga yang
menempatkan secara ilegal juga menjadi masalah yang cukup rumit. Karena
berdampak pada keamanan pekerjanya. Lalu sikap tidak peduli dari agen ketika
pekerjanya mendapat perlakuan tidak senonoh juga menjadi sesuatu yang tidak
benar. Perlunya pendisiplinan agen TKW dalam hal ini agar para pahlawan devisa
terjamin keamanannya.
“... Entah kepada siapa mereka mengadu, ketika bekerja mereka harus membayar
fee bulanan. Ketika tidak cocok dan mengadu kepada agen penyalur ternayat
agen lebih berpihak kepada majikan pertama. Padahal begitu banyak warga
Taiwan yang membutuhkan jasa mereka...” (Halaman 129)