Anda di halaman 1dari 18

Tugas individu

Teknik Fasilitasi Dan Pendampingan

“Makalah Teknik Fasilitas dan Pendampingan


Masyarakat”

Oleh:

Nama : Rezky Anugrah

Stambuk : D1A1 18 039

Kelas : Agribisnis B

Jurusan Agrbisnis

Fakultas Pertanian

Universitas Halu Oleo

Kendari

2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh,


Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH
SWT, atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis data
menyelesaikan penulisan makalah ini. shalawat serta sallam di haturkan
kepada baginda Nabi ALLAH Muhammad SAW, yang telah memberikan
teladan kepada kita semua.
Berkat kesabaran dan kerja kerass akhirnya penulisaan makalah ini
dapat di selesaikan dengan sedemikian rupa. Dalam proses penyusunan
maklah ini penulis tentu mengalami beberapa kendala, namun berkat
bantuan daan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan makalah
ini dapat terselesikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis
menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karenanya
dengan rendah hati penulis sangat membutuhkan kritik maupun saran yang
bersifat membangun agar penulisan makalah ini menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Aamiin.
Wa’sallammualaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Kendari, Maret 2020

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman,


tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain
untuk mempermudah tugas merupakan proses. Fasilitasi berasal dari kata latin
“Fasilis” yang artinya “mempermudah”. Ada beberapa definisi yang tercantum di
dalam kamus diantaranya : “Membebaskan kesulitan dan hambatan, membuatnya
menjadi mudah, mengurangi pekerjaan, membantu”. Sehingga bila diadaptasi
dalam proses pemberdayaan, fasilitasi mengandung pengertian membantu dan
menguatkan masyarakat agar dapat memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhannya sendiri sesuai potensi yang dimilikinya. Pengertian ini yang dirasa
tepat untuk menggambarkan pemahaman fasilitasi dalam program pemberdayaan
masyarakat.
Pola pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat
dikenal dengan istilah “pendampingan”. Secara harfiah pengertian ini merujuk
pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan
personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan
penerangan, bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang
tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah.
Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan
kemudahan terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara proaktif melakukan
intervensi langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah fasilitator mencoba
mengambil peran sebagai perantara atau katarsis untuk mempercepat proses
belajar dan peningkatan kesejahteraan.
Dalam konteks pembangunan masyarakat (civil society) kegiatan fasilitasi
dilakukan oleh tenaga khusua yang bertugas ; Pertama, membina kelompok
masyarakat yang terkena krisis sehingga menjadi suatu kebersamaan tujuan dan
kegiatan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan; Kedua, sebagai
pemandu atau fasilitator, penghubung dan penggerak (dinamisator) dalam
pembentukan kelompok masyarakat dan pembimbing pengembangan kegiatan
kelompok. Dalam upaya mewujudkan otonomi dan kemandirian masyarakat perlu
bimbingan atau pendampingan. Fasilitator biasanya identik dengan tugas
pendampingan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa peran pelaku pandamping masyarakat?
2) Apa kemampuan fasilitator?
3) Bagaimana teknik penentuan komoditas sasaran?
4) Bagaimana teknik penggunaan media dalam pendampingan?
5) Bagaimana cara membangun teamwork fasilitator/pendamping
masyarakat?

1.3. Tujuan

1) Untuk mengetahui peran pelaku pandamping masyarakat


2) Untuk mengetahui kemampuan fasilitator
3) Untuk mengetahui teknik penentuan komoditas sasaran
4) Untuk mengetahui teknik penggunaan media dalam pendampingan
5) Untuk mengetahui cara membangun teamwork fasilitator/pendamping
masyarakat
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Peran Pelaku Pendamping Masyarakat

Kegiatan pendampingan dilakukan dalam upaya mendorong partisipasi dan


kemandirian masyarakat. Kegiatan pendampingan menjadi salah satu bagian
dalam proses pemberdayaan masyarakat. Dalam pendampingan dibutuhkan tenaga
yang memiliki kemampuan untuk mentransfer pengetahuan. Sikap dan perilaku
tertentu kepada masyarakat. Disamping itu, perlu dukungan dan sarana
pengembangan diri dalam bentuk latihan bagi para pendamping.
Pola pendukungan dan bantuan dalam konteks pemberdayaan masyarakat
dikenal dengan istilah “pendampingan” secara harfiah pengertian ini merujuk
pada upaya memberikan kemudahan, kepada siapa saja untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya. Biasanya tindakan ini diikuti dengan pengadaan
personil, tenaga pendamping, relawan atau pihak lain yang berperan memberikan
penerangan, bimbingan, terapi psikologis, dan penyadaran agar masyarakat yang
tidak tahu menjadi tahu dan sadar untuk berubah.
Dalam situasi kritis, peran pendampingan tidak hanya memberikan
kemudahan terhadap berbagai akses bantuan saja tetapi secara proaktif melakukan
intervensi langsung kepada masyarakat. Di sisi inilah fasilitator mencoba
mengambil peran sebagai perantara atau katarsis untuk mempercepat proses
belajar dan peningkatan kesejahteraan.
Di Indonesia, kegiatan pendampingan dilakukan melalui:

1. Pendampingan lokal yang terdiri dari tokoh masyarakat, kader PKK,


aparat desa, pemuda, Kader Pembangunan Desa (KPD) dan pihak lain
yang peduli terhadap masalah kemiskinan, seperti perguruan tinggi,
organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
2. Pendamping teknis yang dipilih dari tenaga penyuluh departemen teknis,
diantaranya; Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian (Penyuluhan
Pertanian Lapangan atau PPL), dan penyuluhan pertanian spesialis atau
PPS, Departemen Sosial, Petugas Sosial Kecamatan atau PSK dan Karang
Taruna, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sarjana Penggerak
Pembangunan Pedesaan atau SP3) dan lainnya.
3. Pendamping khusus disediakan bagi masyarakat miskin di desa tertinggal
dengan pembinaan khusus. Pendamping ini diprogramkan malalui
program khusus seperti; Konsultan Pendamping untuk Proyek P3DT
Swakelola dengan koordinasi Bappenas, Bangda, dan PMD. Penanganan
masalah pengungsi, seperti pengadaan tenaga lapangan atau relawan untuk
penanganan konflik, bimbingan khusus pengungsi.

2.2 Kemampuan Fasilitator

Berikut adalah beberapa kamapuan yang harus dimiliki oleh seorang


fasilitator, adalah sebagai berikut:
1) Dapat Berkomunikasi Dengan Efektif
Keterampilan yang sangat penting untuk dimiliki fasilitator adalah menjadi
Komunikator yang baik. Tugas seorang fasilitator selain menyampaikan informasi
juga mengupayakan terjadinya proses pertukaran pendapat antar peserta diskusi.
Menjadi komunikator yang baik berarti :
 Bahasa yang dipakai sebaiknya bahasa Masyarakat setempat, sehingga
masyarakat tidak merasa asing.
 Berbicara cukup keras dan jelas sehingga setiap orang dapat mendengar
dan memahami.
 Menyampaikan pikiran dengan jelas, bisa menjelaskan dan
mengklarifikasi dimana dibutuhkan.
 Menyederhanakan konsep yang sulit kedalam bahasa-bahasa yang
mudah dimengerti, memberikan contoh-contoh yang konkrit dari situasi
dan keadaan sehari-hari yang dialami peserta.
 Informasi yang disampaikan harus sesuai dengan kebutuhan dan
masalah masyarakat.
 Mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap setiap pendapat,
keinginan dan pengalaman kelompok sasaran baik dalam Komunikasi
maupun komunikasi perorangan.
 Memilih metode yang cocok dalam Menyampaikan Informasi, misal
penjelasan, bermain peran, demonstrasi, kunjungan rumah, kunjungan
lapangan dan sebagainya.
 Mempergunakan media dan alat bantu dengan cara yang tepat guna,
memperlihatkan secara jelas hal-hal yang pokok sehingga peserta dapat
melihat langsung, meskipun hanya berupa tulisan di papan/kertas besar
karena daya ingat seseorang akan meningkat jika selain mendengar
dapat melihat secara langsung.
2) Dapat Menggunakan Pendekatan Partisipatif Dengan Cara Pendidikan
Orang Dewasa.
 Mendorong kelompok sasaran agar mau Mengemukakan Pendapat,
keinginan dan pengetahuan dan masalah yang dimilikinya untuk dibagi
dengan orang lain dan masalah dapat dipecahkan bersama.
 Meyakinkan kelompok sasaran bahwa sumbangan mereka baik berupa
pemikiran maupun materil sangat berarti bagi kegiatan yang dilakukan.
 Sebelum menyampaikan suatu informasi akan lebih baik jika dimulai
dari pertanyaan atau masalah yang biasa mereka hadapi. Masyarakat
akan belajar dengan baik apabila mereka dapat menemukan sendiri
jawabannya, fasilitator harus bertindak sebagai teman bukan sebagai
“guru” bagi masyarakat.
 Mengetahui bagaimana membentuk individu-individu menjadi
kelompok yang efektif sehingga mereka dapat belajar dan bekerjasama.
3) Dapat Membina Suasana Yang Hangat dan Akrab
 Mendorong terjadinya kerjasama yang baik diantara anggota
masyarakat.
 Mampu memahami reaksi, pendapat dan keinginan Kelompok Sasaran.
 Mampu membangun proses Dinamika Kelompok dalam masyarakat.
 Menangani warga yang “sulit” (misalnya mau menang sendiri) tanpa
menyinggung perasaan.
 Mengetahui bagaimana menjadi penengah dan memberi jalan tengah
jika ada pendapat yang berlawanan dan mencoba mencarikan titik temu
atas perbedaan pendapat dalam kelompok.
4) Dapat Mengembangkan Strategi
Fasilitator harus tahu bagaimana caranya memulai kegiatan, kemana
arahnya, dan bagaimana cara mengembangkan peranserta masyarakat agar
tujuan yang telah disepakati dapat dicapai dengan baik.
5) Mampu Memecahkan Masalah
Fasilitator harus mampu melihat dan mengidentifikasi segala kebutuhan
dan permasalahan masyarakat serta faktor-faktor Penyebab Timbulnya
Masalah dalam pelaksanaan pemilahan dan 3 M.
2.3 Teknik Penentuan Komoditas Sasaran
Dalam sebuah pendampingan yang akan dilakukan peneliti, di sini peneliti
menggunakan metode dalam cara kerja PAR (Participatory Action Research).
Pada dasarnya, PAR merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua
pihak-pihak stakeholders dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung
dalam rangka melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan landasan
utamanya merupakan gagasan dari rakyat. PAR memiliki tiga kata yang selalu
berhubungan satu sama lain, yaitu partisipasi, riset, dan aksi. Cara kerja PAR
dirancang menjadi daur gerakan sosial, yaitu:

1. Pemetaan Awal
Pemetaan awal digunakan sebagai alat untuk memahami sebuah komunitas,
sehingga peneliti akan mudah memahami realitas problem dan relasi sosial yang
terjadi. Dengan cara demikian akan memudahkan untuk masuk ke dalam
komunitas baik melalui Kunci masyarakat maupun komunitas akar rumput yang
sudah terbangun. Peneliti akan melakukan pemetaan secara umum daerah yang
akan diteliti, menentukan informan, dengan demikian peneliti akan mengetahui
keadaan umum daerah.
2. Membangun Hubungan Kemanusiaan
Melakukan sebuah inkulturasi dan membangun kepercayaan (Trust
building) dengan masyarakat, sehingga terjalin hubungan yang setara dan saling
mendukung.
Peneliti dan masyarakat bisa menyatu menjadi sebuah simbiosis mutualisme
untuk
melakukan riset, belajar memahami masalahnya, dan memecahkan persoalanya
secara bersama-sama (Partiisipatif).
3. Penentuan Agenda Riset Untuk Perubahan Sosial
Peneliti bersama komunitas mengagendakan program riset melalui teknik
Participatory Rural Aprasial (PRA) untuk memahami persoalan masyarakat yang
selanjutnya menjadi alat perubahan sosial.
4. Pemetaan partisipatif (Participatory Mapping)
Bersama masyarakat melakukan pemetaan wilayah, maupun persoalan yang
dialami masyarakat.
5. Merumuskan Masalah Kemanusiaan
Komunitas merumuskan masalah yang mendasar dalam hidup kemanusiaan
yang dialaminya. Mulai dari masalah yang berkaitan dengan pangan, papan,
sandang, MCK, dan akses.
6. Menyusun Strategi Gerakan
Komunitas menyusun strategi gerakan untuk memecahkan problem
kemanusiaan yang telamuskan. Menentukan langkah sistematik, menentukan
pihak yang terlibat (stakeholder), dan merumuskan kemungkinan keberhasilan
dan kegagalan program dan kesulitan dalam melaksanakan program.
7. Pengorganisasian Masyarakat
Komunitas didampingi peneliti membangun kelompok kerja, maupun
lembagalembaga masyarakat yang bergerak dalam memecahkan problem sosial.
8. Melancarkan Aksi Perubahan
Aksi memecahkan problem dilakukan secara partisipatif. Program
pemecahan persoalan kemanusiaan bukan hanya sekedar melakukan program tapi
juga ada perubahan yang baik, setelah terjadi pendampingan.
9. Membangun Pusat-pusat Belajar Masyarakat
Pusat belajar dibangun atas dasar kebutuhan kelompok-kelompok komunitas
yang bergerak melakukan aksi perubahan. Pusat belajaar merupakan media
komunikasi, riset, diskusi, dan segala aspek untuk merencanakan, mengorganisir,
dan memecahkan problem sosial. Hal ini karena terbangunnya pusat-pusat belajar
merupakan salah satu bukti munculnya pranata baru sebagai awal perubahan
dalam
komunitas masyarakat.
10. Refleksi (Teorisasi Perubahan Sosial)
Peneliti bersama dengan komunitas merumuskan teorisasi perubahan sosial.
Berdasarkan atas hasil riset,proses pembelajaran masyarakat, dan program-
program
aksi yang sudah terlaksana, penelitidan komunitas merefleksikansemua proses dan
hasil yang diperolehnya (dari awal sampai akhir).
11. Meluaskan Skala Gerakan dan Dukungan
Keberhasilan program PAR tidak hanya diukurndari hasil kegiatan selama
proses, tetapi juga diukur dari tingkat keberlanjutan sebuah program
(Sustainibility) yang sudah berjalan dan munculnya perorganisir-perorganisir serta
pemimpin lokal yang melanjutkan program untuk aksi perubahan. Oleh sebab itu
bersama komunitas peneliti memperluas skala gerakan dan kegiatan.
Mereka dapat membangun kelompok komunitas baru di wilayah-wilayah
baru yang dimotori oleh kelompok dan pengorganisir yang sudah ada. Bahkan
diharapkan komunitaskomunitas baru itu dibangun oleh masyarakat secara
mandiri tanpa harus difasilitasi oleh peneliti. Dengan demikian masyarakat akan
bisa belajar sendiri, melakukan riset, dan memecahkan problem sosialnya secara
mandiri3
Kerja PAR adalah kerja praktek pada komunitas, maka untuk memahaminya
perlu menguasai keterampilan PRA dengan melakukan sebuah proses
pembelajaran pada komunitas. Tanpa praktek dan simulasi pada komunitas, tidak
akan memperoleh pengalaman. Secara umum PRA adalah sebuah metode
pemahaman lokasi dengan cara belajar dari, untuk, dan bersama masyarakat.
2.4 Teknik Penggunaan Media Dalam Pendampingan

Sebagai Seorang Fasilitator atau Pendamping, Peranan Media Sangat


Penting dalam melakukan Fasilitasi dan Pendampingan. Media adalah saluran
(“medium”) untuk menyampaikan informasi /pesan dari komunikator (pemberi
pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Tujuannya adalah pesan sampai
kepada komunikan (penerima) sesuai dengan yang dimaksud oleh komunikator
(sumber informasi) untuk bisa mempengaruhi penerima informasi (perubahan
perilaku tertentu). Media dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Media Belajar Konvensional
Media belajar konvensional disebut juga sebagai media mengajar.
Pengguna media mengajar lebih banyak ‘guru’. Media lebih banyak
digunakan untuk memperjelas materi yang ingin disampaikan guru kepada
para ‘murid’. Sifat media yang demikian tidak membangun proses diskusi
dan dialog. Walaupun media digunakan oleh peserta belajar (murid),
namun semangat dari penggunaan medianya adalah untuk membantu
transfer pengetahuan dari guru kepada para murid. Bukan untuk membantu
peserta belajar memahami realita kehidupannya, mengkritisi, dan
kemudian mengembangkan kesimpulan dan mengkaitkan antara suatu
teori/konsep dengan realita tersebut.
2. Media Pembelajaran Partisipatif
Merujuk kembali kepada konsep pembelajaran Paulo Freire, media
partisipatif adalah alat yang dirancang untuk membantu peserta belajar
menguraikan realita kehidupannya. Jadi, media lebih banyak digunakan
oleh peserta, bukan alat bantu fasilitator. Fasilitator membantu
menyiapkan media yang dapat mempermudah pembelajaran peserta.
Pembelajaran partisipatif sebenarnya mengutamakan penggunaan media
lokal yang dikembangkan oleh peserta belajar sendiri untuk meningkatkan
efektivitas
proses pembelajarannya. Apa yang dimaksud dengan media lokal? Media
lokal adalah media yang alat, bahan, dan teknologinya tersedia di
masyarakat itu sendiri. Apabila FI bekerja di
masyarakat yang masih belum tersentuh teknologi media (media cetak,
audio, audio visual, multimedia), FI dapat mengembangkan media-media
dengan teknologi dijital bersama masyarakat sebagai kegiatan
pembelajaran
dan penguatan kapasitas.2 Apa yang dipaparkan dalam bab ini lebih
menitikberatkan kepada penggunaan media pembelajaran kelompok, baik
dengan menggunakan media lokal maupun media berbasis teknologi.

Tips Dalam Penentuan Media Belajar


Dalam memilih, menyiapkan dan merancang media belajar, fasilitator perlu
menguasai beberapa hal, yaitu: jenis media, fungsi media, cara membuat, dan cara
kerjanya. Dalam penggunaannya, media yang dipilih perlu memperhatikan
karakteristik peserta belajarnya, terutama tingkat literasi mereka (kemampuan
membaca-menulis dan memahami media). Bagi seorang fasilitator, penting untuk
memiliki keterampilan mengembangkan jenis media yang mudah dibuat sendiri
(media by design) meskipun bukannya tidak boleh menggunakan media jadi yang
siap pakai (media to use). Fasilitator dapat mengumpulkan media dari berbagai
sumber dan memanfaatkannya untuk kegiatan pembelajaran kelompok apabila
relevan atau sesuai dengan kebutuhan. Media yang bisa dipersiapkan atau dibuat
secara cepat oleh fasilitator sendiri antara lain:
• Lembar penugasan (kelompok/perorangan)
•Lembar kasus/cerita
• Lembar praktek (panduan praktek)
• Skenario bermain peran (role play)/drama/fragmen
• Permainan
• Gambar sederhana
• Foto-foto (dari arsip foto)
• Transparansi (yang sudah diisi)
• Kartu metaplan (yang sudah diisi)
• Flipchart (yang sudah diisi)

Media Belajar Untuk Masyarakat

Salah satu tantangan sebagai fasilitator adalah merancang metode dan media
yang cocok (tepatguna) dengan peserta belajar. Apabila peserta belajar adalah
masyarakat butahuruf (illiterate) atau tingkat bacanya rendah (low-literate),
sebaiknya digunakan media yang:

• Tidak terlalu banyak tulisan (tulisannya dikurangi); tulisan sebaiknya

hanya untuk hal-hal pokok saja dan usahakan kalimat-kalimatnya

lebih pendek dan memakai huruf berukuran besar

• Gambarnya lebih banyak; gambar menjadi komponen yang utama

dalam media tersebut. Buatlah gambar yang sederhana dan jelas.

• Formatnya besar; poster tunggal atau lembar balik akan lebih tepat

daripada buklet, meskipun keduanya mengandung gambar yang

banyak

• Visual sesuai dengan kenyataan; sebaiknya tidak menggunakan

gambar karikatur atau gambar yang abstrak. Buatlah gambar yang

realistis atau naturalis.


2.5 Membangun Teamwork Fasilitator/Pendamping Masyarakat

Pengembangan kapasitas tentu tidak hanya berorientasi pada


kemampuan pendamping saja, namun mencakup keseluruhan lingkup sistem dan
kelembagan yang terdiri dari struktur penataan organisasi atau sering dikenal
dengan sistem manajemen, kebijakan, target capaian, strategi pencapaian, dan
peraturan operasional. Hal demikian mengisyaratkan adanya tingkat
pengembangan kapasitas (capacity development) yang berarti mengembangkan
kemampuan yang sudah ada (existing capacity), dan pengembangan kapasitas
yang mengedepankan proses kreatif untuk membangun kapasitas yang belum
terlihat atau constructing capacity.
Menurut Robbins dalam Sembiring (2012) Organisasi adalah kesatuan
(entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang
relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus
untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Organisasi dipandang
sebagai suatu satuan sistem sosial untuk mencapai tujuan bersama melalui
usaha/kelompok.
Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses untuk melakukan
sesuatu, atau serangkaian kegiatan untuk melakukan perubahan multilevel
pada perilaku individu dalam organisasi, dan sistem guna memperkuat
kemampuan penyesuaian individu dan organisasi dalam menghadapi dinamika
perubahan lingkungan. Oleh karena itu peningkatan kapasitas pendamping
dapat dilakukan melalui proses menganalisis lingkungan, mengidentifikasi
masalah, menemukenali kebutuhan pengembangan diri, isu-isu strategis dalam
masyarakat dan peluang yang dapat diperankan pendamping, membuat formulasi
strategi dalam proses mengatasi masalah, serta merancang sebuah rencana aksi
agar dapat dilaksanakan guna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam The Capacity Building For Local Government Toward Good
Governance bahwa peningkatan kapasitas perlu memperhatikan tiga aspek
yaitu. Pertama, pengembangan SDM melalui pelatihan, sistem rekruitmen yang
transparan, pemutusan pegawai secara profesional, dan updating pola manajerial
dan teknis. Kedua, pengembangan kelembagaan yang mencakup pada aspek
menganalisis postur struktur organisasi berdasarkan peran dan fungsi, proses
pengembangan SDM, dan gaya manajemen organisasi. Ketiga, pengembangan
tim kerja yang dilakukan melalui penguatan koordinasi, memperjelas fungsi
jejaring, serta interaksi formal dan informal antarkelembagaan.
Tim kerjamerupakan kelompok di mana individu menghasilkan tingkat
kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individu tersebut. Tim yang
efektif mempunyai tujuan bersama dan berarti, yang memberikan pengrahan,
momenum, dan komitmen ke anggota. Tujuan ini merupakan visi: lebih luas
daripada sasaran yang spesifik. Tujuan bersama itu memberikan pengarahan dan
bimbingan pada setiap dan semua kondisi.
Dalam organisasi, jejaring kerja diperlukan bagi setiap manajemen
pada tingkatan apapun, baik tingkat atas, menengah, maupun supervisor. Oleh
karena itu mereka harus menguasai cara-cara berinteraksi untuk menciptakan
jejaring kerja dengan siapa saja, agar orang-orang dalam organisasi
memberikan respon positif, menghargai, mendukung, dan membantu saat
diperlukan.
Sistem pembangunan desa yang berkelanjutan tentunya harus dibarengi
dengan kemampuan pendamping desa. Peningkatan kapasitas Pendamping Desa
dan Tim Kerja menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan
Desa.
Pengembangan kapasitas demikian menjelaskan adanya tingkatan yang
mencakup keseluruhan aspek berdasarkan analisis kebutuhan organisasi atau
dalam lingkup Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dalam bidang
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Secara umum, tingkatan
pengembangan kapasitas diuraikan sebagai berikut:
Pertama, tingkat pengembangan system pendampingan. Pada tingkatan ini,
pengembangan kapasitas dilakukan terhadap kerangka kerja yang
berhubungan dengan pengaturan, kebijakan dan kondisi dasar yang mendukung
pencapaian tujuan kebijakan atau program tertentu. Ketika Tim Pendamping Desa
memiliki target capaian yang menjadi sasaran yang hendak dicapai secara
berkualitas dan berintegritas, maka pada tingkatan ini perlu dibangun adanya
pengaturan sistem pendidikan dan pelatihan yang baik sebagaimana ditetapkan
dalam standar kompetensi Pendamping Desa.
Kedua, tingkat pengembangan kelembagaan pendamping. Pada tingkatan
ini, pengembangan dilakukan untuk mengembangkan prosedur dan mekanisme
pekerjaan serta membangun hubungan atau jejaring kerja pendamping dengan
pemangku kepentingan lain. Dalam organisasi, jejaring kerja jelas sangat
dibutuhkan untuk setiap tingkatan manajemen yang biasa dikenal dengan
perencanaan, pengorganisasian, pembagian kerja, pengawasan. Oleh karena itu,
dalam setiap tahapan harus didukung adanya penguasaan tentang cara-cara
berinteraksi dengan orang lain untuk dapat menciptakan jejaring kerja dengan
siapa saja, agar mendapatkan respon positif dalam organisasi. Hal ini penting dan
tentu harus dilakukan oleh seluruh Pendamping Desa agar target capaian
organisasi tidak mungkin dapat diselesaikan oleh seorang diri tetapi harus
diselesaikan dengan berkolaborasi untuk mencapai hasil yang sinergis. Jika
kondisi tersebut dapat terwujud, maka akan dapat menciptakan suasana kerja
yang kondusif dan terkuranginya ketegangan atau stres yang memicu
menurunnnya tingkat produktivitas kerja.
Ketiga, tingkat pengembangan perilaku individu. Pada tingkatan ini,
pengembangan diarahkan pada diskrepansi kompetensi teknis dan kompetensi
manajerial melalui pengelompokan pekerjaan sebagai pendamping. Harus
diketahui bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan utuh yang
menggambarkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang dimiliki
seseorang terkait dengan pekerjaannya sebagai Pendamping Desa untuk dapat
diaktualisasikan dalam bentuk tindakan nyata.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Fasilitasi merupakan suatu kegiatan yang menjelaskan pemahaman,


tindakan, keputusan yang dilakukan seseorang dengan atau bersama orang lain
untuk mempermudah tugas merupakan proses. Fasilitasi berasal dari kata latin
“Fasilis” yang artinya “mempermudah”. Sedangkan istilah “pendampingan”
secara harfiah pengertian ini merujuk pada upaya memberikan kemudahan,
kepada siapa saja untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Kamampuan yang harus dimiliki oleh seorang fasilitator adalah Dapat
Berkomunikasi Dengan Efektif, Dapat Menggunakan Pendekatan Partisipatif
Dengan Cara Pendidikan Orang Dewasa, Dapat Membina Suasana Yang Hangat
dan Akrab, Dapat Mengembangkan Strategi, dan Mampu Memecahkan Masalah
3.2 Saran
Semoga pembaca makalah ini dapat memahami apa yang penuli tulis, dan
makalah ini tidak luput dari kesalahan, saran dan kritik yang membangun sangat
dibutuhkan agar penulis dapat lebih baik lagi dalam meyusun makalah
selanjutnya.
DAFTAR ISI

Agus Afandi, dkk. Modul Participatory Action Research (PAR) untuk Pengorganisasian
Masyarakat (Community Organizing). (Surabaya: LPPM UIN Sunan Ampel, 2015).
hal 91.
http://www.bintan-s.web.id/2010/12/keterampilan-yang-harus-dimiliki.html. Diakses
pada tanggal 26 maret 2020.
https://teraskita.files.wordpress.com/2013/03/bab-2-teknik-penggunaan-media.pdf.
Diakses pada tanggal 26 maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai