(Qs al-An’âm/6:38)
Imam al-Khaththabi rahimahullâh menjelaskan arti kata “nashaha”,
sebagaimana dinukil oleh Imam an- Nawawi rahimahullâh : Oleh karena itu, ada ulama yang berpendapat hadits ini merupakan poros
ajaran Islam.
“Dikatakan bahwa “nashaha” diambil dari “nashahar-rajulu tsaubahu” ( الر ُج ُل
َّ ص َح
َ َن
Dalam hadits ini Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menamakan agama
ُ )َث ْوبَ هapabila dia menjahitnya. Maka mereka mengumpamakan perbuatan
penasihat yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasihatinya, sebagai nasihat. Padahal beban syari’at sangat banyak dan tidak terbatas
dengan usaha seseorang memperbaiki pakaiannya yang robek.” [3]
hanya pada nasihat. Lalu apakah maksud Beliau Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam tersebut?
Imam Ibnu Rajab rahimahullâh menukil ucapan Imam al-Khaththabi
rahimahullâh: Para ulama telah memberikan jawaban.
“Nasihat, ialah kata yang menjelaskan sejumlah hal. Yaitu menginginkan Pertama, hal ini bermakna, bahwa hampir semua ajaran agama Islam
kebaikan pada orang yang diberi nasihat”. adalah nasihat, sebagaimana halnya sabda Beliau Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam:
Hal ini juga dikemukakan oleh Ibnul-Atsîr rahimahullâh . [4]
Kesimpulannya, nasihat adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan ُاحْلَ ُّج َعَرفَة
keinginan memberikan kebaikan pada orang yang diberi nasihat.
Haji itu adalah wukuf di ‘Arafah. [5]
sendiri. Yang demikian itu, bila dua hal dihadapkan pada diri seseorang,
Kedua, agama Islam itu seluruhnya adalah nasihat. Karena setiap amalan yang pertama untuk kepentingan dirinya sendiri dan yang lain untuk Rabb-
yang dilakukan tanpa disertai ikhlas, maka tidak termasuk agama Islam. [6]
nya, maka dia memulai mengerjakan sesuatu untuk Rabb-nya terlebih
Setiap nasihat untuk Allâh Ta'ala menuntut pelaksanaan kewajiban agama dahulu dan menunda semua yang diperuntukkan bagi dirinya sendiri."
secara sempurna. Inilah yang disebut derajat ihsân. Tidaklah sempurna Demikian ini penjelasan nasihat untuk Allâh Ta'ala secara global, baik yang
nasihat untuk Allâh tanpa hal ini. Tidaklah mungkin dicapai, bila tanpa wajib maupun yang sunnah. Adapun perinciannya akan kami sebutkan
disertai kesempurnaan cinta yang wajib dan sunnah, tetapi juga diperlukan sebagiannya agar bisa dipahami dengan lebih jelas.
kesungguhan mendekatkan diri kepada Allâh Ta'ala, yaitu dengan
melaksanakan sunnah-sunnah secara sempurna dan meninggalkan hal-hal Nasihat yang wajib untuk Allâh, ialah menjauhi larangan-Nya dan
yang haram dan makruh secara sempurna pula. [7]
melaksanakan perintah-Nya dengan seluruh anggota badannya selagi
Ketiga, nasihat meliputi seluruh bagian Islam, iman, dan ihsân, sebagaimana mampu melakukannya. Apabila ia tidak mampu melakukan kewajibannya
telah dijelaskan dalam hadits Jibril. karena suatu alasan tertentu, seperti sakit, terhalang, atau sebab-sebab
lainnya, maka ia tetap berniat dengan sungguh-sungguh untuk
Dengan demikian jelaslah keterangan para ulama tentang maksud sabda melaksanakan kewajiban tersebut, apabila penghalang tadi telah hilang.
beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam “agama itu nasihat”. Karena nasihat, Allâh Ta'ala berfirman:
adakalanya bermakna pensifatan sesuatu dengan sifat kesempurnaan Allâh,
Kitab-Nya, dan Rasul-Nya. Adakalanya merupakan penyempurnaan
kekurangan yang terjadi, berupa nasihat untuk pemimpin dan kaum Muslimin
pada umumnya, sebagaimana rincian selanjutnya dalam hadits ini.
SYARAH HADITS
1. Nasihat untuk Allâh Ta'ala.
sejumlah amalan, tetapi tidak dibolehkan meninggalkan nasihat untuk Allâh Imam an-Nawawi rahimahullâh menyebutkan, termasuk nasihat untuk Allâh
Ta'ala, meskipun disebabkan sakit yang tidak mungkin baginya untuk Ta'ala adalah dengan berjihad melawan orang-orang yang kufur kepada-Nya
melakukan sesuatu dengan anggota tubuhnya, bahkan dengan lisan, dan dan berdakwah mengajak manusia ke jalan Allâh Ta'ala. Adapun makna
lain-lain, namun akalnya masih sehat, maka belum hilang kewajiban nasihat untuk Allâh Ta'ala, ialah beriman kepada Allâh Ta'ala, menafikan
memberikan nasihat untuk Allâh Ta'ala dengan hatinya. Yaitu dengan sekutu bagi-Nya, tidak mengingkari sifat-sifat- Nya, mensifatkan Allâh Ta'ala
penyesalan atas dosa-dosanya dan berniat dengan sungguh-sungguh untuk dengan seluruh sifat yang sempurna dan mulia, mensucikan Allâh Ta'ala dari
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allâh Ta'ala semua sifat-sifat yang kurang, melaksanakan ketaatan kepada-Nya,
kepadanya, dan meninggalkan apa-apa yang di larang Allâh Ta'ala. menjauhkan maksiat, mencintai karena Allâh Ta'ala, benci karena-Nya, loyal
(mencintai) orang yang taat kepada-Nya, memusuhi orang yang durhaka
Jika tidak (yaitu tidak ada amalan hati, berupa cinta, takut, dan harap kepada kepada-Nya, berjihad melawan orang yang kufur kepada-Nya, mengakui
Allâh Ta'ala dan niat untuk melaksanakan kewajiban dan meninggalkan nikmat-Nya, dan bersyukur atas segala nikmat-Nya … [9]
larangan-Nya), maka ia tidak disebut sebagai pemberi nasihat untuk Allâh Ibnu Rajab rahimahullâh menyebutkan, termasuk nasihat untuk Allâh Ta'ala,
Ta'ala dengan hatinya. ialah dengan berjihad melawan orang-orang yang kufur kepada-Nya dan
Juga termasuk nasihat untuk Allâh Ta'ala, ialah taat kepada Rasul-Nya berdakwah mengajak manusia ke jalan Allâh Ta'ala. [10]
dalam hal yang beliau wajibkan kepada manusia berdasarkan perintah Rabb- Syaikh Muhammad Hayât as-Sindi rahimahullâh (wafat 1163 H) berkata,
nya. Dan termasuk nasihat yang wajib untuk Allâh Ta'ala, ialah dengan
membenci dan tidak ridha terhadap kemaksiatan orang yang berbuat
”Maksud nasihat untuk Allâh Ta'ala, ialah agar seorang hamba menjadikan Hal ini diwujudkan dalam bentuk iman kepada Kitab-kitab samawi yang
dirinya ikhlas kepada Rabb-nya dan meyakini Dia adalah Ilah Yang Maha diturunkan Allâh Ta'ala dan meyakini Al-Qur‘ân merupakan penutup dari
Esa dalam Uluhiyyah-Nya, dan bersih dari noda syirik, tandingan, semua Kitab-kitab tersebut. Al-Qur‘an adalah Kalâmullâh yang penuh
penyerupaan, serta segala apa yang tidak pantas bagi-Nya. Allâh Ta'ala dengan mukjizat, yang senantiasa terpelihara, baik dalam hati maupun
mempunyai segala sifat kesempurnaan yang sesuai dengan keagungan- dalam lisan. Allâh Ta'ala sendirilah yang menjamin hal itu.
Nya. Seorang muslim harus mengagungkan-Nya dengan sebesar-besarnya Allâh Ta'ala berfirman:
pengagungan, melakukan amalan zhahir dan batin yang Allâh Ta'ala cintai
dan menjauhi apa-apa yang Allâh Ta'ala benci, mencintai apa-apa yang Allâh
Ta'ala cintai dan membenci apa-apa yang Allâh Ta'ala benci, meyakini apa-
apa yang Allâh Ta'ala jadikan sesuatu itu benar sebagai suatu kebenaran, Sesungguhnya Kami yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur‘ân)
dan yang bathil itu sebagai suatu kebathilan, hatinya dipenuhi dengan rasa dan Kami sendiri yang menjaganya.
cinta dan rindu kepada-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, sabar atas (Qs al-Hijr/15:9)[13]
yang tertulis dari wasiat tersebut. Begitu pula pemberi nasihat untuk Secara rinci, nasihat untuk Kitâbullâh dilakukan melalui beberapa hal berikut.
Kitâbullâh, dia dituntut untuk memahaminya agar dapat mengamalkannya aMembaca dan menghafal Al-Al-Qur‘ân.
karena Allâh; sesuai dengan apa yang Allâh cintai dan ridhai, kemudian .
menyebarluaskan yang dia pahami kepada manusia, dan mempelajari Al- Dengan membaca al-Al-Qur‘ân akan didapatkan berbagai ilmu dan
Qur-an terus-menerus didasari rasa cinta kepadanya, berakhlak dengan pengetahuan. Disamping itu akan melahirkan kebersihan jiwa, kejernihan
akhlaknya, serta beradab dengan adab-adabnya.” [12]
perasaan, dan mempertebal ketakwaan. Membaca Al-Qur‘ân merupakan
kebaikan dan merupakan syafa’at yang akan diberikan pada hari Kiamat
orang yang tidak membaca Al-Qur‘ân dengan irama. [17]
kelak.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Mentadabburi nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ayatnya.
Allâh Ta’ala berfirman:
Bacalah Al-Qur‘ân, karena pada hari Kiamat ia akan datang
untuk memberi syafa’at kepada orang yang membacanya. [15]
c
Membacanya dengan tartil dan suara yang bagus, sehingga bacaannya .
dapat masuk dan diresapi. dMemahami dan mengamalkannya.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: .
Seorang muslim wajib membaca Al-Qur‘ân dan harus berusaha
memahaminya serta berusaha untuk mengamalkannya. Bagaimanapun,
buah membaca Al-Qur‘ân baru akan kita peroleh setelah memahami dan
Bukan golongan kami mengamalkannya. Oleh karena itu, alangkah buruknya jika kita memahami
seorang sahabat yang menemani Beliau sesaat di malam atau siang hari,
ayat Al-Qur‘ân namun tidak mau mengamalkannya.
dan dengan mengikuti tuntunan beliau dalam hal berpenampilan dan
Allâh Ta'ala berfirman: berpakaian."[20]
Orang yang menang, adalah orang yang menang membawa kecintaan dan
3. Nasihat untuk Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam ketaatan pada Sunnahnya. Dan orang yang rugi, adalah orang yang
terhalang dari mengikuti ajarannya. Barangsiapa yang taat kepada Beliau,
Al-Imam Ibnu Nashr al-Marwazi rahimahullâh berkata:
maka ia taat kepada Allâh. Barangsiapa yang menentangnya, maka ia telah
"Sedangkan nasihat untuk Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam pada menentang Allah dan kelak akan diberi balasan setimpal. [21]
4. Nasihat untuk Para Pemimpin Kaum Muslimin. Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allâh,
taatlah kepada Rasul dan penguasa dari kalian.
Al-Imam Ibnu Nashr al-Marwazi rahimahullâh berkata,
(QS. An-Nisaa’: 59)
”Sedangkan nasihat untuk para pemimpin kaum Muslimin, ialah dengan
Nasihat untuk pemimpin, ialah dengan mencintai kebaikan, kebenaran, dan
mencintai ketaatan mereka kepada Allâh, mencintai kelurusan dan keadilan
keadilannya, bukan lantaran individunya. Karena, melalui
mereka, mencintai bersatunya umat di bawah pengayoman mereka, benci
kepemimpinannyalah kemaslahatan kita bisa terpenuhi. Kita juga senang
kepada perpecahan umat dengan sebab melawan mereka, mengimani
dengan persatuan umat di bawah kepemimpinan mereka yang adil dan
bahwa taat kepada mereka ialah demi ketaatan kepada Allâh, membenci
membenci perpecahan umat di bawah penguasa yang semena-mena.
orang yang keluar dari ketaatan kepada mereka (yaitu membenci orang yang
tidak mengakui kekuasaan mereka dan menganggap darah mereka halal), Nasihat untuk para pemimpin dapat juga dilakukan dengan cara membantu
dan mencintai kejayaan mereka dalam taat kepada Allâh.” [22]
mereka untuk senantiasa berada di atas jalan kebenaran, menaati mereka
dalam kebenaran, dan mengingatkan mereka dengan cara yang baik.
Syaikh Muhammad Hayât as-Sindi rahimahullâh berkata,
Termasuk prinsip Ahlus Sunnah wal-Jama’ah, ialah tidak melakukan
”Makna ‘nasihat untuk para pemimpin kaum Muslimin’, ialah nasihat yang provokasi atau penghasutan untuk memberontak kepada penguasa,
ditujukan kepada para penguasa mereka. Yaitu dengan menerima perintah meskipun penguasa itu berbuat zhalim. Tidak boleh melakukan provokasi,
mereka, mendengar, dan taat kepada mereka dalam hal yang bukan baik dari atas mimbar, tempat khusus maupun umum, atau media lainnya.
maksiat, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat Karena yang demikian menyalahi petunjuk Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
kepada Al-Khaliq. Tidak memerangi mereka selama mereka belum kafir, dan Salafush-Shalih.
berusaha untuk memperbaiki keadaan mereka, membersihkan kerusakan
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
mereka, memerintahkan mereka kepada kebaikan, melarangnya dari
Kepada para ulama, hendaklah mereka terus-menerus berusaha datang
menyampaikan kebenaran dan nasihat yang baik kepada pemerintah
(penguasa) dan sabar dalam melakukannya, karena menyampaikan kalimat
yang baik termasuk seutama-utama jihad.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
menghisabnya.
Nasihat untuk masyarakat muslim, dilakukan dengan cara menuntun mereka Aku menyampaikan amanat-amanat Rabb-ku kepadamu
kepada berbagai hal yang membawa kebaikan dunia dan akhiratnya. Sangat dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.
disayangkan, kaum Muslimin telah mengabaikan tugas ini. Mereka tidak mau (Qs al-A’râf/7: 68)
menasihati muslim yang lain, khususnya berkaitan dengan urusan akhirat.
Allâh Ta'ala juga menceritakan Nabi Shalih 'alaihissalam yang berbicara
Nasihat yang dilakukan seharusnya tidak terbatas dengan ucapan, tetapi
kepada kaumnya:
harus diikuti dengan amalan. Dengan demikian, nasihat tersebut akan terlihat
nyata dalam masyarakat muslim, sebagai penutup keburukan, pelengkap
kekurangan, pencegah terhadap bahaya, pemberi manfaat, amar ma’ruf
nahyu mungkar, penghormatan terhadap yang besar, kasih sayang terhadap
yang lebih kecil, serta menghindari penipuan dan kedengkian. [27]
Amal para rasul ialah menasihati manusia kepada sesuatu yang bermanfaat
bagi dunia dan akhirat.
Allâh Ta'ala berfirman menceritakan hamba-Nya, Nabi Hud 'alaihissalam :
Syaikh Nazhim Muhammad Sulthân berkata,
”Saya berpendapat, hukum memberi nasihat dengan maknanya yang
menyeluruh sebagaimana sudah dijelaskan, ada yang fardhu ‘ain, ada yang
fardhu kifayah, ada yang wajib, dan ada juga yang sunnah. Karena
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menjelaskan, agama adalah nasihat.
Sedangkan hukum-hukum agama ada yang wajib, sunnah, fardhu ‘ain, dan
Demi masa. fardhu kifayah.”
[30]