Anda di halaman 1dari 49

Evidence Based Practice (EBP)

PENGARUH LIGHT THERAPY PADA KUALITAS TIDUR


LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI DESA DILEM
KECAMATAN KEPANJEN

Kelompok 1

IRMA KURNIAWATI 193161002


LIA MARTINA S 193161004
M. SHOLIHIN 193161009
DIANA EKA P 193161011
NUR KHOZINATUL 193161012
ANA NURJANAH 193161015
ANGGI HARIS PRATIWI 193161016
ANISHA YULIANTI 193161018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes WIDYA CIPTA HUSADA

MALANG

2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif

terdiri dari bio-psiko-sosio-spiritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada

klien usia lanjut, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat (UU RI No.38 tahun 2014). Pengertian lain dari

keperawatan gerontik adalah praktek keperawatan yang berkaitan dengan penyakit

pada proses menua. Sedangkan menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik

adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada

pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta

evaluasi.

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua

bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur

mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti

didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa

pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, telah

menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan

hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak

diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan

kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai

keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau menjadi tua adalah suatu

keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan

proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi

dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua

(Nugroho, 2006).

Seiring dengan proses menua, tubuh akan mengalami berbagai masalah

kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif dan salah satu

masalah kesehatan akibat proses penuaan yang paling banyak dialami lansia

adalah pada sistem kardiovaskuler. Perubahan – perubahan normal pada jantung

seperti kemampuan memompa dari jantung harus bekerja lebih keras sehingga hal

ini menyebabkan terjadi peningkatan tekanan darah atau gangguan kesehatan

hipertensi (Maryam, 2008).

Seseorang dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darahnya tinggi atau

melampaui nilai tekanan darah yang normal yaitu 140/80 mmHg (Korneliani,

2012). Jenis hipertensi yang khas sering ditemukan pada lansia adalah isolated

systolic hypertension (ISH), di mana tekanan sistoliknya saja yang tinggi (di atas

140 mmHg), namun tekanan diastolik tetap normal (di bawah 90 mmHg). Lansia

yang berumur di atas 80 tahun sering mengalami hipertensi persisten, dengan

tekanan sistolik menetap di atas 160 mmHg (Arif, 2013).

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2012 sedikitnya

sejumlah 839 juta kasus hipertensi diperkirakan menjadi 1,15 milyar pada tahun
2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia, menurut National Health and

Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di

Amerika tahun 2010 – 2012 adalah sekitar 39 – 51% yang berarti bahwa terdapat

58 – 65 juta orang menderita hipertensi (Triyanto, 2014). Di Indonesia, data dari

laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 terjadi peningkatan prevalensi

hipertensi berdasarkan diagnosis dari dokter dan hasil pengukuran tekanan darah

dari tahun 2013 prevalensi hipertensi 25,8 % menjadi 34,1%. Sedangkan

prevalensi hipertensi perkotaan 33,4% dan pendesaan 33,7% (Riskesdas, 2018).

Menurut hasil Riset Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2018

mempunyai prevalensi sebesar 36,32%, Provinsi Jawa Timur menempati urutan

ke dua setelah Provinsi Jawa Barat dengan penderita Hipertensi terbanyak di

Pulau Jawa. Menurut Survei Terpadu Penyakit atau disingkat STP Puskesmas di

Jatim yang paling banyak menyumbang pasien penderita hipertensi Kabupaten

Malang, jumlah penderita 31.789 orang. Disusul Kota Surabaya peringkat ke -2

sejumlah 28.970 penderita, Madura peringkat ke-3 sebanyak 28.955 penderita

(Dinkes Prov. Jawa Timur 2016). Data mengenai PTM di Kabupaten Malang

terutama penyakit hipertensi merupakan penyakit tertinggi di Kabupaten Malang

pada tahun 2018 sebanyak 147.82 (Dinkes Kab. Malang 2018).

Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi diantaranya

yaitu: riwayat keluarga, individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai

risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Obesitas, hal ini disebabkan

lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah. Stress, atau situasi yang menimbulkan distress dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang (Korneliani, 2012).

Berdasarkan WHO (2020) outbreak dari Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

secara menyeluruh memberikan stress pada dunia, termasuk pada lansia yang

dapat mengganggu kualitas tidur lansia. Lasia yang mempunyai kualitas tidur

yang jelek maka mempunyai resiko tinggi mengalami penyakit jantung, depresi,

resiko jatuh serta kecelakaan (Azri et al, 2016); termasuk beresiko terjangkit

terserang COVID-19. Bukit (2005) juga memiliki pandangan yang sama; yaitu

daya tahan tubuh lansia akan menurun sebagai dampak fisiologis dari tidur yang

tidak adekuat dan kualitas tidur yang buruk; yang mana nantinya akan

meningkatkan resiko terjangkit COVID-19. Lansia juga dikatakan sebagai salah

satu populasi yang bersiko mengalami severe COVID-19 disease bila terjangkit

virus COVID-19 sehingga resiko kematian pada lansia lebih tinggi (WHO, 2020).

Data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menunjukkan

adanya peningkatan setiap harinya dimana pada tanggal 1 Mei 2020, telah di

dapatkan kasus positif COVID-19 sebanyak 10.551 kasus; terdiri dari 58% laki-

laki dan 42% wanita, artinya lebih banyak laki laki yang terjangkit COVID-19.

Pasien yang dinyatakan sembuh yakni 1.591 orang (BNPB, 2020). Pada tanggal

yang sama Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur termasuk dalam zona merah

dengan jumlah ODP (Orang Dengan Pemantauan) sebanyak 714 orang, PDP

(Pasien Dalam Pengawasan) sebanyak 169 orang dan pasien yang terkonfirmasi

positif corona sebanyak 17 orang. (Azmi, 2020).

Desa Dilem merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kepanjen

Kabupaten Malang yang terdapat 5.138 penduduk dengan angka kejadian ODR

(Orang dengan Resiko) sebanyak 22 orang dan ODP (Orang Dengan Pengawasan)
sebanyak 2 orang (data primer, 2020). Hasil wawancara yang sudah dilakukan

kepada kepala desa Dilem terkait penanganan masalah pandemic COVID-19

adalah melakukan sosialisasi dan penyemprotan di seluruh wilayah Desa Dilem

yang dilakukan secara bertahap, hal ini dilakukan dengan tujuan agar

meningkatkan pengetahuan warga desa tentang COVID-19. Penatalaksaan yang

dilakukan di Desa Dilem masih secara umum, belum ada penalataksanaan khusus

untuk pencegahan penularan COVID-19 terkait dengan populasi lansia yang

mengalami Hipertensi, yang mana diharapkan mampu mengurangi risiko

kematian pada Lansia.

Hasil penelitan (Hidayat, 2011) menunjukkan bahwa pemberian tambahan

terapi nonfarmakologis efektif untuk mencegah kenaikan tekanan darah pada

penderita hipertensi stadium 1. Terapi nonfarmakologi yang biasa dilakukan yaitu

dengan cara mengatur pola hidup seperti, olahraga teratur, mengurangi asupan

garam, terapi komplementer dan lainnya.

Light Therapy merupakan salah satu treatment untuk Delayed Phased

Syndrome dimana seseorang mengalami ganguuan irama cirkandian dalam proses

tidurnya yang diakibatkan oleh berbagai masalah kesehatan seperti hipertensi

yang kebanyakan lansia alami dalam memulai tidurnya. Penelitian yang dilakukan

oleh Nuran Akdemir, 2017 menyatakan bahwa Terapi cahaya telah terbukti

sebagai terapi non-farmakologis yang efektif untuk meningkatkan kualitas tidur di

antara orang tua yang sehat yang berikan selama 6-7 hari dengan lampu tidur yang

mempunyai cahaya satu sisi. (Nuran Akdemir, 2017)

Sinar cahaya dalam ruangan akan mempengaruhi hormon melatonin. Lampu

yang mati atau redup saat tidur akan membuat kinerja hormon melantonin
maksimal sehingga tubuh dan otak beristirahat secara penuh. Cahaya yang

diterima di siang hari merangsang fotoreseptor dan nukleus suprachiasmatic

melalui retina dan memaksa sekresi melatonin di kelenjar pituitari terjadi pada

malam hari (Wu dan Swaab 2007; Montgomery dan Dennis 2002; Mishima et al

2001). Banyak penelitian membuktikan bahwa terapi cahaya secara efektif

meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur pada lansia (Montgomery dan Dennis

2002).

Chen et al (2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu lama atau

terlalu singkat merupakan faktor risiko tekanan darah tinggi dan aktivitas saraf

simpatik akan meningkat jika seseorang memiliki durasi tidur yang pendek

sehingga orang tersebut mudah stres yang dapat berakibat pada naiknya tekanan

darah. Risiko ini diketahui lebih mungkin terjadi pada wanita dibandingkan pria.

Tidur memiliki peran yang penting dalam menjaga sistem imunitas tubuh, sistem

metabolisme, daya ingat, pembelajaran, serta fungsi penting lainnya. Sistem imun

pada lansia merupakan pelindung tubuh tetapi seiring dengan bertambahnya usia

sistem imun tidak dapat bekerja secara maksimal, karena hal tersebut lansia rentan

terserah berbagai penyakit, termasukk COVID-19, untuk menurunkan tingkat

penularan COVID-19 pada lansia maka perlu dilakukan sebuah tindakan dalam

menjaga imunitas lansia selama dirumah salah satunya menjaga daya tahan tubuh

lansia dengan menjaga pola tidur dan meningkatkat kualitas tidur pada lansia (dr.

Meva,2020).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan tema pengaruh Light Therapy terhadap penurunan Tekanan Darah terkait

Kualitas Tidur sehubungan dengan Kecemasan karena COVID-19 pada Lansia


dengan Hipertensi di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen, yaitu untuk menambah

pengetahuan dan merubah perilaku lansia Desa Dilem terkait salah satu terapi

non-farmakologis (Light Therapy) dalam upaya untuk menurunkan Tekanan

Darah sehubungan dengan kualitas tidur yang dapat dipengaruhi oleh kecemasan

karena COVID-19.

B. Tujuan Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh Light Therapy terhadap Kualitas Tidur pada

Lansia dengan Hipertensi di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan tambahan untuk

pembelajaran tentang pengaruh Light Therapy terhadap Kualitas Tidur

pada Lansia dengan Hipertensi.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

petugas Kesehatan tentang tentang pengaruh Light Therapy terhadap

Kualitas Tidur pada Lansia dengan Hipertensi.

3. Bagi Lansia

Dari hasil penelitian ini diharapkan lansia dapat mengetahui dan

mempraktekkan terapi non farmakologis Light Therapy dalam upaya

untuk memperbaiki Kualitas Tidur.


BAB 2
PELAKSANAAN EBP

A. Pertanyaan Klinis
Pengaruh Light Therapy Pada Kualitas Tidur Lansia Dengan Hipertensi.

B. Rumusan Temuan Klinis


Tabel 2.1 Rumusan Temuan Klinis
P (Problem/Populasi) Kualitas Tidur Lansia Dengan Hipertensi Masyarakat Desa Dilem
I (Intervention) Light TherapyPada Kualitas Tidur Lansia Dengan Hipertensi.
O (Outcome) Kualitas Tidur Lansia Dengan Hipertensi Baik
T (Time) 7 hari
C. Telaah Jurnal
No Judul Penulis Tahun Negara Metode Populasi Hasil Kesimpulan
1 The effect of light Imatullah 2017 Turki 24 orang Penelitian ini menunjukkan terapi cahaya telah, setelah terus menerus
therapy on the Akyar lansia dengan bahwa efektivitas pengobatan selama tujuh jam setengah
sleep quality of kualitas tidur (skor global, kualitas tidur dengan terapi lampu 10.000 Lux, berdampak
the yang buruk subjektif, durasi tidur, pada kualitas tidur dan direkomendasikan
elderly: an gangguan tidur, latensi tidur, untuk manula, wanita, dan
intervention study dan skor mereka yang menderita penyakit.
(Akyar., 2017) efisiensi tidur) tetap pada lansia
yang tidur di lingkungan yang
terang / redup. (p <0,001)
2. Associations Pooja 2011 Amerika Cross 3587peserta Di antara 10.308 peserta studi Karena kebiasaan tidur dapat menjadi
Between Sleep Bansil, dkk Serikat sectional yang memenuhi syarat, 3587 penanda status kesehatan dan
Disorders, Sleep memiliki hipertensi, dan kualitas hidup, studi prospektif diperlukan
Duration, Quality prevalensi keseluruhan untuk lebih memahami interaksi
of Sleep, and gangguan tidur, tidur pendek, yang kompleks antara tidur dan hipertensi.
Hypertension: dan tidur buruk adalah. Dari Sementara beberapa studi
Results From the mereka dengan gangguan tidur, intervensi untuk meningkatkan durasi dan
National Health sleep apnea adalah jenis kualitas tidur telah efektif dalam
and Nutrition gangguan tidur yang paling mengurangi BPs siang dan malam hari, 9
Examination umum, diikuti oleh insomnia, studi tambahan yang menguji pengaruh
Survey, 2005 to sindrom kaki gelisah, dan panjang dan beratnya segala jenis
2008 (Pooja gangguan tidur lainnya atau masalah yang berhubungan dengan tidur pada
Bansil, 2011) tidak diketahui (data tidak hipertensi mungkin memiliki
ditampilkan). Selain itu, 6,5% nilai tambah.
dari mereka dengan gangguan
tidur memiliki
tidur pendek dan buruk
bersamaan (data tidak
ditampilkan).
3. The immune Madhu V, 2014 Lowa, Hipertensi adalah Sistem kekebalan memainkan peran
system and dkk keadaan patologis kronis yang beragam dan penting dalam
yang menimpa sekitar hipertensi dan kerusakan organ
hypertension sepertiga dari seluruh akhir terkait.
populasi manusia. Respons imun inflamasi yang tidak
Hipertensi esensial teratur memengaruhi SSP dan
diduga berasal dari meningkatkan aktivitas saraf
interaksi antara simpatis. Peningkatan
faktor genetik dan aktivitas simpatik ini menstimulasi
lingkungan. Sistem imun mobilisasi sel-sel induk
memainkan peran hematopoietik, monosit dan limfosit
penting dalam kejadian dari sumsum tulang dan
ini dengan menginduksi limpa ke pembuluh darah, jantung,
proses inflamasi pada ginjal, dan SSP di mana sel-sel ini
SSP, kardiovaskular, dan secara signifikan berkontribusi
sistem ginjal. Timus terhadap
adalah organ penting kerusakan organ yang terlihat pada
dari sistem kekebalan hipertensi. Jalur yang kuat,
tubuh yang parasimpatis, kolinergik vagal, dan
mengarahkan antiinflamasi
pematangan limfosit T adalah aktif secara konstitutif yang
dan memastikan bahwa mencegah NF- κ Aktivasi B dalam
respons imun tidak tepat sel-sel imun dan dapat disregulasi
sasaran. Angiotensin II dalam
(AngII), peptida vasoaktif hipertensi.
yang kuat, adalah Sejumlah besar pekerjaan telah
mediator utama secara meyakinkan menunjukkan
hipertensi dan kerusakan peran sistem imun adaptif dan
organ target. Efek limfosit
aktivasi RAS pada fungsi dalam patologi hipertensi. Namun,
ginjal dan peran dalam jauh lebih sedikit yang diketahui
hipertensi telah tentang besarnya kontribusi sistem
dipelajari secara luas [ kekebalan tubuh bawaan. Karena
65]. Di sini kita sistem kekebalan tubuh bawaan
akan melihat secara dan mengaktifkan sistem kekebalan
singkat peran sel imun adaptif, pemahaman perannya dan
dalam ginjal dalam mekanisme aksinya dalam
hipertensi. Sel mesangial hipertensi adalah sangat penting.
(MC) di ginjal merupakan Dalam bentuk hipertensi yang
bagian besar dari dominan secara klinis, akan perlu
glomerulus dan disebut untuk menentukan peran populasi
'penjaga gerbang' sel imun spesifik
karena fungsi seperti monosit, makrofag, sel NK
penting mereka dalam dan sel Th17 dalam menentukan
mempertahankan tekanan darah dan kerusakan organ
homeostasis akhir.
Penyortiran sel, penipisan selektif
populasi sel dan transfer adopsi
dapat mengatasi masalah ini yang
akan memiliki
signifikansi translasi yang cukup
besar. Sebagai contoh, identifikasi
kami terhadap sel-sel imun yang
berkembang biak
dengan penanda sel CD161 pada
SHR prehipertensi dapat
memberikan wawasan mekanistik
dan terapi yang
berpotensi baru.
Peran jalur TLR dan komponen
molekulnya dalam hipertensi dan
kerusakan organ perlu diidentifikasi
dan
dicirikan secara rinci. Aktivasi TLR
yang berbeda pada sel-sel imun
oleh ligan endogen dan eksogen
dapat
peka untuk melepaskan sitokin
berbahaya dalam model hipertensi
yang berbeda. Konsep baru yang
menghubungkan sistem otonom
dan imun adalah modulasi respons
TLR dengan aktivasi reseptor
adrenergik, kolinergik, dan
angiotensinergik yang diekspresikan
bersama pada sel imun
Aktivasi reseptor adrenergik dan
angiotensin meningkatkan respons
proinflamasi yang dimediasi TLR
sedangkan aktivasi kolinergik α
Reseptor 7-nicotinic menekan
respon proinflamasi. Kami telah
menunjukkan
bahwa peningkatan yang diinduksi
AngII dari respon ini untuk aktivasi
TLR dibesar-besarkan dalam SHR
prehypertensive. Sebaliknya,
penindasan yang diinduksi nikotin
dari respon sitokin dibalik menjadi
respon
proinflamasi pada SHR. Selain itu,
ekspresi α Reseptor 7-nACh
berkurang pada organ akhir pada
beberapa
model hipertensi yang
meningkatkan prospek terapi yang
ditargetkan pada respons ini.
Dengan demikian, dua kesimpulan
penting dapat ditarik: (A)
konsekuensi fatal dari aktivitas
simpatis yang
berlebihan dan efek bermanfaat
dari aktivitas parasimpatis
ditentukan oleh pengaruh regulasi
mereka yang kuat
pada sistem kekebalan tubuh dan
(B) pada penyakit hipertensi, tingkat
arteri peningkatan tekanan dan
hipertrofi
jantung atau kerusakan organ akhir
tidak terlepas karena regulasi
mereka oleh jalur imunologis yang
berbeda.
4. Sleep Quality Azri, 2016 Malaysia Cross 331 lansia Ada 331 penduduk dari delapan Studi ini menemukan bahwa kualitas tidur
among Older muhammad sectional Rumah Seri Kenangan di dan kualitas hidup di antara orang tua di
Persons in dkk seluruh Semenanjung institusi buruk. Para profesional perawatan
Institutions Malaysia. Sampel terdiri dari kesehatan harus
185 laki-laki (55,9%) dan 146 mempertimbangkan untuk meningkatkan
perempuan (44,1%). Usia kualitas tidur untuk memfasilitasi
berkisar antara 60 hingga 97 peningkatan kualitas hidup di antara orang
tahun dengan usia rata-rata 67 tua di institusi.
tahun dengan IQR 63,00-74,00
tahun. 189 responden (57,10%)
berada dalam kisaran usia 60-
69 tahun dengan median
usia 64,00 dan IQR 60,00-
66,00. Kelompok normal
memiliki 74 responden (22,4%)
dengan median 65 tahun dan
IQR 62,00-70,00. Untuk
kelompok gangguan
neurokognitif ringan, mereka
memiliki 64 orang (19,3%)
dengan median usia 67 tahun
dan IQR 63,00-74,00.
Kelompok demensia memiliki
193 orang (58,3%) dengan
median 70 tahun dengan IQR
63,50-77,00 tahun. Lama
tinggal di Rumah Seri
Kenangan (RSK) berkisar dari
satu bulan (24.00, 12.00-36.00)
hingga 240.00 bulan (20 tahun)
(240.00, 240.00-240.00).
Mayoritas (241 orang)
responden (72,8%) telah
tinggal di RSK dari satu bulan
hingga 60 bulan dengan median
(24.00, 12.00-36.00).
Skor Indeks Kualitas Tidur
Pittsburgh (PSQI) berkisar
antara 0 hingga 16 dengan skor
median 6,00 (IQR 3,00-
7.00). Itu skor lima yang
menunjukkan kualitas tidur
yang buruk (Buysse, Reynolds,
Monk & Berman, 1989). Itu
bisa saja menyimpulkan bahwa
kualitas tidur di antara orang
tua di suatu lembaga buruk.
Untuk kualitas tidur, ketiga
kelompok memiliki skor
median yang sama yaitu 6,00.
Skor di atas 5 menunjukkan
kualitas tidur yang buruk. Oleh
karena itu, sebagian besar
orang tua di institusi memiliki
kualitas tidur yang buruk. Tes
Kruskal-Wallis
mengungkapkan tidak ada
perbedaan yang signifikan
dalam kualitas tidur antara tiga
kelompok fungsi kognitif
(normal, gangguan
neurokognitif ringan dan
demensia) di antara orang yang
lebih tua di lembaga (Grup 1, n
= 74; Normal, Grup 2, n = 64;
MNCD, Kelompok 3, n = 193;
Demensia), X2 (n = 331) =
0,10, p = 0,95 seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
2.1 Clinical Appraisal for Literature (validitas, reabilitas, jurnal bisa diterapkan

atau tidak di Indonesia/di RSUD)

Literature jurnal penelitian intervensi peningkatan kualitas tidur

menggunakan Light Therapy merupakan standar yang bagus untuk

peningkatan kualitas tidur pada lansia.

2.2 Integrating Critical Appraisal to Clinical Experiences And Patient Preference

(metode penelitian)

a. Desain penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh

jawaban terhadap pertanyaan peneliti (Sudigdo dan Sofyan, 2011). Desain

penelitian menggunakanpre eksperimental dengan One group Pre test Post

test design. Dalam rancangan ini sebelum perlakuan atau intervensi

dilakukanpretest menggunakan kuesioner PSQI, kemudian setelah intervensi

dilakukan pengukuran post test (Notoatmodjo, 2012).

Peneliti memberikan intervensi Light Therapy padakelompok intervensi

kemudian dilakukan pengukuran kualitas tidur responden setelah

intervensi(post-test).

17
b. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen Kabupaten

Malang. Waktu Penelitian dilakukan pada 30 April 2020.

c. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,

2014). Populasi dalam penelitian ini yaitu lansia di Desa Dilem.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut, pengambilan sample dari populasi harus betul-betul

representatif (mewakili)(Notoatmodjo, 2012). Besar sampel dari penelitian

ini didapatkan berdasarkan teknik sampling yang di gunakan yaitu quota

samplingdimana teknik penentuan sampel didapat dari populasi yang

mempunyai ciri ciri tertentu samapi jumlah sampel (kuota) yang diinginkan,

dari teknik sampel diatas didapatkan 10 sampel. Berikut ini adalah kriteria

inklusi dan eksklusinya:

1. Kriteria inklusi (Akyar, 2017)

a. Lansia yang bersedia menjadi responden.

b. Lansia dengan hipertensi.

c. Lansia dengan kualitas tidur kurang sampai sedang.

2. Kriteria eksklusi (Akyar,2017)

a. Lansia dengan gangguan penglihatan

18
b. Lansia dengan gangguan pendengaran.

3. Teknik sampling

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan

dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan

mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2014). Penelitian ini

diambil dengan teknik Quota Sampling .Quota Sampling adalahteknik

penentuan sampel didapat dari populasi yang mempunyai ciri ciri tertentu

samapi jumlah sampel (kuota) yang diinginkan.

d. Variabel Penelitian

Secarateoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut atau sifat atau

nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan

(Sugiyono,2014).

1. VariabelIndependen (Bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi sebab

perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga

dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam memengaruhi

variabel lain (Hidayat, 2014). Variabel independen (bebas) dalam penelitian

ini adalah pemberian Light Therapy.

2. VariabelDependen (Tergantung)

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel

bebas terhadap perubahan. Variabel ini juga disebut sebagai variabel efek,

19
hasil, atau event (Hidayat, 2014). Variabel dependen (tergantung) pada

penelitian ini adalah kualitas tidur.

20
e. Definisi operasional

Definisi operasional adalah batasan ruang lingkup atau pengertian variabel-

variabel yang diamati atau diteliti, bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran

atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembanggan

intrumen atau alat ukur (Notoatmojo, 2010).

Tabel 3.1 : DefinisiOperasional Pengaruh Terapi Cahaya Terhadap Kualitas Tidur


Pada Lansia Di Desa Dilem

No Variabel Definisi Parameter Alat dan Skala Hasil ukur


Cara ukur
1 Independen Terapi dengan Light therapy Lampu di - -
(Light menggunakan diberikan 30 dalam box
Therapy) sinar yang menit
menghasilkan
sebelum tidur
Panjang
gelombang setiap hari
tertentu yang dengan
berguna untuk cahaya 5 watt
mengatasi
masalah
Kesehatan.
2 Dependen Ukuran dimana Kualitas Mengguna Ordinal 1. Baik
(kualitas seseorang itu tidur baik kan (skor 0-
tidur) dapat jika nilai kuisioner 7)
kemudahan skor PSQI 2. Cukup
dalam memulai kuisioner (skor 8-
tidur, PSQI 15)
mempertahanka didapatka 3. Kurang
n tidur, dan n 0-7 (16-21)
keluhan yang
dirasakan saat
tidur maupun
setelah tidur.

21
f. Teknik Pengumpulan Data

1. Proses pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mengetahui persebaran data dan

caramemperoleh data tersebut dari subyek penelitian. Teknik pengumpulan data

pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan observasi pada responden.

Responden di berikan post test setelah itu diberikan perlakuan light terapy lalu di

berikan post test pengukuran kualitas tidur.

Tahap-tahap pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini

diklasifikasi menjadi tiga, yaitu:

a. Tahap persiapan

1. Mengajukan permohonan ijin studi pendahuluan ke pemegang

wewenang di Desa Dilem.

2. Mengajukan permohonan ijin pengumpulan data pasienhipertensi dengan

gangguan pola tidur di Desa DilemKecamatan Kepanjenpada tanggal 30

April 2020.

3. Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu

alat terapi cahaya.

4. Mengajukan kesepakatan dan persetujuan kepada keluarga responden

untuk dilakukan terapi.

b. Tahap pelaksanaan

1. Melakukan pengukuran tekanan darah responden

2. Mempersiapkan lembar observasi untuk mengobservasi nilai tekanan

darah responden

3. Melakukan pretest berupa pengisian kuisioner PSQI

22
4. Melakukan inform consent pemberian Light Therapy, jika responden

bersedia untuk diberi Light Therapy selanjutnya menyiapkan alat dan

bahan yang dibutuhkan saat melakukan intervensi untuk masing-masing

responden penelitian.

5. Meminta izin untuk mengkaji kamar responden untuk pemasangan

lampu tidur, jika setuju lakukan simulasi light terapy.

6. Menjelaskan kepada responden bahwa penelitian dilakukan dengan cara

mengobservasi kualitas tidur lansia dengan hipertensi.

7. Meminta keluarga untuk mendokumentasikan saat melakukan light

terapy

8. Kemudian dilakukan evaluasi atau pengukuran kualitas tidur setiap hari.

c. Tahap terminasi

1. Peneliti melakukan validasi data dengan menggunakan analisa data

pretest dan post-test

2. Peneliti menjelaskan kepada keluarga responden bahwa penelitian telah

selesai, dan peneliti mengucapkan terimakasih.

2. Instrumen pengumpulan data

Instrumen adalah pengumpulan data berkaitan dengan alat yang digunakan

untuk mengumpulkan data (Siswanto dkk, 2015).Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari 2 bagian yaitu :

23
Tabel 3.2 Instrumen Penelitian Pengaruh Terapi Cahaya Terhadap Kualitas
Tidur Pada Lansia Di Desa Dilem

No Variabel Instrumen Penelitian


1. Independen ( Light Therapy ) Lampu dalam box

2. Dependen (kualitas tidur) Menggunakan kuisioner


PSQI

24
3. Pengolahan data

Tehnik pengolahan data pada penelitian diperoleh melalui pengukuran

kualitas tidur pada lansi dengan hipertensi. Pengukuran kualitas tidur pada

penelitian ini menggunakan lembar observasi. Data dikumpulkan oleh peneliti dari

setiap responden di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen. Setelah data terkumpul,

kemudian langkah selanjutnya dalam pengolahan data dilakukan tahapan sebagai

berikut:

1.Pemeriksaan data (Editing)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Dalam peneltian ini dilakukan kegiatan

pengecekan kembali data dokumentasi pada lembar observasi mengenai hasil

pemeriksaan.

2. Pemberian code (Coding)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik atau angka

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah data dari yang

berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk angka untuk memudahkan

penginterpretasian hasil penelitian. Variabel dependen (bebas) dalam

penelitian ini adalah kerusakan membran oral dengan kode jawab berat : 1,

sedang: 2, ringan: 3

3. Tabulasi (Tabulating)

Kegiatan untuk meringkas data yang memasukan data mentah kedalam

tabel yang telah dipisahkan (Imron, 2010)

25
4. Analisa data

Analisis data dalam penelitian kuantitatif, merupakan kegiatan setelah

data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam

analisis data adalah menggolongkan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, mentabulasi data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan

untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang diajukan (Sugiyono, 2012)

a) Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan/ mendeskripsikan

karakteristik masing – masing variabel (Oktavia, 2015). Pada umumnya

dalam penelitian ini menghasilkan data distribusi frekuensi dan presentase

dari tiap data.

b) Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mempelajari hubungan atau

keterkaitan antar dua variabel (Oktavia, 2015). Dalam penelitian ini,

peneliti ingin mengidentifikasipengaruh Light Therapyterhadap Kualitas

tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem Kecamatan Kepanjen.

Dalam penelitian ini sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan

dulu uji normalitas dengan uji normalitas menggunakan Saphiro wilk,

apabila data berdistribusi normal maka dilakukan analisis biavariat

menggunakan uji Paired T-test, namun jika data berdistribusi tidak normal

maka dilakukan analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon Signed

Rankuntuk mengetahui Pengaruh terapi cahaya terhadap kualitas tidur

lansia dengan Hipertensi di Desa Diem Kecamatan Kepanjen.

26
g. Etika penelitian

Dalam hal pemenuhan etik bagi responden, peneliti akan memberikan

penjelasan tentang detail tujuan, manfaat, kemungkinan resiko atau

ketidaknyamanan, prosedur penelitian, serta jaminan anonimitas dan

kerahasiaan identitas informasi kepada calon responden sebelum penelitian

dilakukan terhadap pasien pasca pembedahanan, kemudian bagi calon

responden yang bersedia menjadi responden akan diberikan informed concent.

Etika penelitian merupakan prosedur penelitian dengan tanggung jawab

profesional, legal dan sosial terhadap subjek penleitian. Prinsip etik meliputi

(Nursalam, 2013):

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti secara mendalam menghormati hak responden terhadap

kemungkinan bahaya dan penyalahgunaan penelitian. Subjek penelitian yang

rentan terhadap bahaya penelitian memerlukan perlindungan. Oleh karena

itu, peneliti mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk

mendapatkan informasi melalui tujuan peneliti melakukan penelitian. Peneliti

juga memberi kebebasan kepada subyek untuk secara sukarela memberikan

informasi, untuk itu perlu dipersiapkan informed consent.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Hal ini merupakan tindakan dalam sebuah penelitian dengan tidak

mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner, proses analisis data,

serta hanya mencantumkan tanda tangan tanpa nama terang pada lembar

persetujuan sebagai responden. Hal tersebut dilakukan dengan cukup hanya

memberikan inisial atau kode yang dimengerti oleh peneliti, tujuannya adalah

responden terjaga kerahasiaannya dan merasa nyaman dikarenakan

27
identitasnya tidak diketahui sehingga mempermudah dalam penelitian.

Responden diberikan angka atau kode dalam pengisian instrumen.

3. Kemanfaatan (Benefience and nonmaleficience)

Prinsip benefience and nonmaleficience mengutamakan pemberian

manfaat bagi responden, serta menjauhkan responden dari hal-hal yang

merugikan. Peneliti harus secara jelas mengetahui manfaat dan resiko yang

mungkin terjadi pada responden. Peneliti berupaya semaksimal mungkin agar

penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat lebih besar daripada

resiko yang akan terjadi. Peneliti berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subyek.

Penggunaan asas kemanfaatan pada penelitian ini dilakukan dengan

cara menjelaskan dengan detail tujuan, manfaat, kemungkinan resiko atau

ketidaknyamanan dan teknik penelitian kepada responden sebelum penelitian

dilakukan pada pasien pasca operasi. Peneliti juga akan memberikan motivasi

dan dukungan terhadap responden untuk dapat menjalani kondisi yang

dialami dengan baik, sebagai suatu bentuk manfaat langsung yang diberikan

kepada responden.

4. Kerahasiaan (Confidenciality)

Setiap orang mepunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi, sehingga peneliti tidak

boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas

subyek kepada orang lain. Peneliti akan menyimpan data hasil penelitian, bila

data diperlukan maka data tersebut akan digunakan sebagaimana mestinya.

28
5. Kejujuran (Veracity)

Dalam hal ini peneliti memberikan pemahaman kepada responden

terhadap semua tahap penelitian yang dilakukan terlebih dahulu dengan

menjelaskan instrument yang akan digunakan dalam penelitian. Peneliti

berusaha dengan teguh memegang prinsip kejujuran dengan menjelaskan

prosedur penelitian yang dilakukan.

6. Informed Concent

Informed consent merupakan pernyataan kesediaan dari subyek

penelitian untuk diambil datanya dan secara sukarela ikut serta dalam

penelitian. Responden dalam penelitian ini akan memperoleh lembar

informed consentsetelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka

mengenai manfaat (Akhu-zaheya 2017) penelitian, kemungkinan resiko atau

ketidaknyaman, prosedur penelitian, pengunduran diri subyek penelitian,

jaminan anonimitas dan kerahasiaan identitas dan informasi.

H. Hasil dan Pembahasaan


1. Hasil

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh Light Therapy terhadap

kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem Kabupaten Malang yang telah

dilaksanakan pada tanggal 2 sampai dengan 9 Mei dengan jumlah responden 10

orang.

Data yang disajikan pada penelitian ini yaitu analisa univariat dan analisa

bivariat. Analisa univariat meliputi data pre intervensi dan post intervensi kualitas

tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem. Setelah penelitian dilaksanakan

kemudian diolah dengan aplikasi statistik SPSS: 16 For Windows meliputi analisis

univariat, dan bivariat didapatkan hasil sebagai berikut:

29
a. Data Umum Responden
1) Tabel 2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Desa Dilem Kab.
Malang (n=10)
No Usia Jumlah Persen
1 62 Tahun 1 10.0 %
2 64 Tahun 1 10.0 %
3 65 Tahun 2 20.0 %
4 68 Tahun 2 20.0 %
5 69 Tahun 1 10.0 %
6 70 Tahun 1 10.0 %
7 72 Tahun 2 20.0 %
TOTAL 10 100 %
Faktor usia merupakan faktor risiko yang dimiliki oleh semua orang

dan merupakan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan. Hasil uji

koefisien kontingensi antara usia dengan kenaikan tekanan darah

menunjukkan hubungan yang lemah, yang mana hasil ini berbeda dengan

penelitian lain yang menunjukkan bahwa usia merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi meningkatnya tekanan darah atau kejadian hipertensi

dan prevalensi hipertensi ditemukan paling banyak pada rentang usia 50

sampai dengan 79 tahun (Adnyani & Sudhana, 2015).

Menurut Nurwidayanti & Wahyuni (2013), menyebutkan bahwa

terjadi peningkatan risiko hipertensi pada umur > 40 tahun karena pada usia

tersebut akan terjadi perubahan pada struktur pembuluh darah yang

mengakibatkan naiknya tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh

Kishore, Gupta, Kohli, & Kumar (2016) juga menunjukkan hasil serupa

bahwa ada hubungan antara usia dengan hipertensi. Prevalensi hipertensi

pada individu usia lebih dari 35 tahun lebih tinggi dibandingkan pada

individu yang berusia dibawah 35 tahun.

Usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan, maka

dapat dilakukan pencegahan dengan memodifikasi gaya hidup menjadi

30
lebih sehat, karena seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi,

hipertensi sudah mulai banyak dialami oleh kalangan usia muda atau

golongan usia produktif. Penelitian yang dilakukan oleh Lumantow,

Rompas, & Onibala (2016) menunjukkan bahwa terjadi perubahan tekanan

darah pada lansia karena adanya gangguan pola tidur yang buruk. Hasil

penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jika semakin banyak usia lansia

yang terkena penyakit hipertensi maka dikhawatirkan produktivitas dan

imunitas akan mengalami penurunan. Komplikasi akibat kejadian hipertensi

juga semakin meningkat sehingga dapat meningkatkan pula angka kematian

akibat hipertensi.

Tabel 2.4 Distribusi frekuensi kategori jenis kelamin di Desa Dilem (n=10)

No Jenis Kelamin Frekuensi Persen


1 Laki-laki 2 20.0 %
2 Perempuan 8 80.0 %
Total 60 100.0%
Penelitian lain menunjukkan hasil serupa dimana tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

penyakit hipertensi (Arifin, Wayan, & Ratnawati, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurwidayanti & Wahyuni (2013)

menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki risiko

lebih besar untuk terkena penyakit hipertensi.

Nurhasanah, Nur, & Sartika (2017) juga mengemukakan hal

yang sama, dimana proporsi perempuan yang menderita

hipertensi lebih banyak daripada laki-laki dan terdapat hubungan

antara jenis kelamin dengan hipertensi. Penelitian yang dilakukan

oleh Wahyuni & Eksanoto (2013) juga menunjukkan hasil

serupa, dimana penyakit hipertensi lebih banyak didominasi oleh

31
perempuan daripada laki-laki. Proporsi perempuan dengan

hipertensi diketahui sebesar 27,50% sedangkan laki-laki hanya

5,80%.

Kesimpulan dari penelitian ini yakni jenis kelamin adalah

faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, sehingga cara

pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara merubah gaya

hidup untuk lebih sehat karena hipertensi dapat terjadi baik pada

laki-laki dan juga perempuan.

Table 2.5 Menganalisis perubahan tekanan darah systole diastole sebelum


dan sesudah pemberian Light Therapy di Desa Dilem
Kecamatan Kepanjen
Tekanan Darah Mean Selisih Mean p
Systote Sebelum 152.00
18.000 0.000
Systole Sesudah 134.00
Diastole Sebelum 87.00
9.000 0.121
Diastole Sesudah 78.00
Berdasarkan tabel 2.5 menunjukkan hasil pada tekanan

darah systole dan diastole sebelum dan sesudah pemberian Light

Therapy menunjukan rata-rata nilai Systote sebesar 18.000

mmHg dan rata-rata nilai tekanan darah diastole sebesar 9.000

mmHg, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan atau nyata antara hasil tekanan darah systole dan

diastole sebelum dan sesudah pemerian Light Therapy.

32
2) Khusus

1) Kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem sebelum intervensi Light

Therapy.

Tabel 2.6 Kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem sebelum
intervensi Light Therapy (N=10)

No Kualitas Tidur Frekuensi Median (min –


maks)
1 Mendekati nilai min 5 23,5 ( 21-35)
2 Mendekati nilai maks 5

Berdasarkan tabel 2.6 dapat diketahui bahwa nilai median

kualitas tidur responden sebelum intervensi light therapy yaitu sebesar

23,5 , dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden dengan

skor mendekati nilai minimum diartikan bahwa kualitas tidur kurang

sedangkan responden dengan skor mendekati nilai maksimum

diartikan bahwa kualitas tidur baik. Responden yang kualitas tidur

baik baik sebelum intervensi light therapy sebanyak 5 orang dan

responden dengan kualitas tidur kurang sebesar 5 orang.

Tidur merupakan proses fisiologis yang bersiklus bergantian

dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur dibagi

menjadi rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement

(NREM). Tidur merupakan sebuah siklus yang dimulai dengan 4

tahap NREM, dilanjutkan tahap REM kemudian kembali lagi ke tahap

NREM. Pola tidur lansia mengalami periode REM sebanyak 20% -

33
25%, tahap NREM berkurang dan kadang-kadang tidak ada. Tidur

REM pertama menjadi lebih panjang, sering terbangun di malam hari

dan memerlukan waktu lebih lama untuk tidur kembali (Perry, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan tidur pada lansia

antara lain adalah faktor fisiologis, faktor lingkungan dan faktor

psikologis. Faktor fisiologis tersebut antara lain seperti timbulnya

nyeri bila lansia mengalami infeksi, sesak napas, batuk, gatal – gatal

pada kulit, inkontinensia yang menyebabkan sering terbangun. Faktor

lingkungan yang bisa menganggu adalah seperti suara bising, suhu

ruangan panas, tempat tidur tidak nyaman dan lampu terlalu terang.

Sedangkan faktor psikologis yang mempengaruhi antara lain rasa

cemas dan depresi yang mampu membangunkan lansia dari tidurnya,

sulit tidur kembali dan bangun lebih pagi (Bukit, 2005).

Hasil analisa univariat kualitas tidur lansia dengan hipertensi di

penelitian ini sebelum dilakukan Light Therapy menunjukkan bahwa

terdapat 5 orang lansia memiliki kualitas tidur baik dan 5 orang lansia

sisanya memiliki kualitas tidur yang kurang; dengan kata lain 50%

dari total responden (10 lansia dengan hipertensi) memiliki kualitas

tidur yang baik. Tidur yang tidak adekuat dan kualitas tidur yang

buruk dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan fisiologis dan

psikologis. Dampak psikologis meliputi depresi, cemas, tidak

konsentrasi, koping tidak efektif. Sedangkan dampak fisiologis

meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, rasa capek, lemah,

koordinasi neuromuskular buruk, proses penyembuhan lambat,

34
ketidakstabilan tanda vital dan daya tahan tubuh menurun (Bukit,

2005).

Daya tahan tubuh yang menurun serta stress yang timbul pada

lansia dapat meningkatkan resiko kemungkinan terjangkit

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Coronavirus Disease 2019

(COVID-19) merupakan pandemi yang sekarang menjadi ancaman

global, dimana virus ini dapat menyebabkan berbagai gejala seperti

pneumonia, demam, kesulitan bernapas, dan infeksi paru-paru.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan istilah COVID-19

pada penyakit corona virus (SARS-CoV-2) (Adhikari et al., 2020).

Lansia dikatakan sebagai salah satu populasi yang bersiko mengalami

severe COVID-19 disease bila terjangkit virus COVID-19 sehingga

resiko kematian pada lansia lebih tinggi (WHO, 2020).

2) Kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem setelah intervensi Light

Therapy.

Tabel 2.7 Kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem setelah

intervensi Light Therapy (N=10)

No Kualitas Tidur Frekuensi Median (min – maks)


1 Mendekati nilai min 1
21 (18-27)i
2 Mendekati nilai maks 9

35
Kualitas tidur seseorang yang buruk atau memiliki kebiasaan

durasi tidur yang pendek juga memiliki hubungan terhadap

terjadinya peningkatan tekanan darah seseorang. Kualitas dan

kuantitas tidur yang buruk tidak hanya menyebabkan gangguan

secara fisik saja, tetapi juga dapat mengakibatkan rusaknya memori

serta kemampuan kognitif seseorang. Kualitas dan kuantitas tidur

yang buruk ini jika dibiarkan dan terus-menerus terjadi selama

bertahun-tahun, maka komplikasi yang lebih berbahaya sangat

mungkin untuk terjadi seperti serangan jantung, stroke, sampai

permasalahan pada psikologis seperti depresi atau gangguan

perasaan yang lainnya (Potter & Perry, 2012).

Bruno et al (2013) juga menyatakan hal serupa, bahwa

kualitas tidur yang buruk memiliki hubungan yang signifikan

dengan kekebalan terhadap pengobatan pada perempuan dengan

hipertensi, sedangkan kekebalan terhadap pengobatan pada jenis

kelamin laki-laki yang hipertensi memiliki hubungan dengan umur,

diabetes melitus, serta obesitas. Tidur yang kurang dapat merujuk

kepada kondisi kualitas tidur yang buruk. Kurangnya waktu tidur

dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi pada seseorang.

Chen et al (2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu

lama atau terlalu singkat merupakan faktor risiko tekanan darah

tinggi. Risiko ini diketahui lebih mungkin terjadi pada wanita

dibandingkan pria. Tidur memiliki peran yang penting dalam

menjaga sistem imunitas tubuh, sistem metabolisme, daya ingat,

pembelajaran, serta fungsi penting lainnya. Kurang tidur yang

36
berlangsung dalam jangka waktu lama akan berdampak pada

meningkatnya tekanan darah. Aktivitas saraf simpatik akan

meningkat jika seseorang memiliki durasi tidur yang pendek

sehingga orang tersebut mudah stres yang dapat berakibat pada

naiknya tekanan darah. Lansia yang menderita hipertensi memiliki

kualitas tidur yang buruk bila dibandingkan dengan lansia yang

tidak memiliki permasalahan tekanan darah. Seseorang dikatakan

memiliki pola tidur yang baik apabila memiliki durasi tidur yang

sesuai dengan kebutuhan berdasarkan umurnya, bisa tidur dengan

nyenyak dan tidak terbangun karena adanya gangguan di sela-sela

waktu tidur.

Lu, Chen, Wu, Chen, & Hu (2015) mengungkapkan bahwa

seseorang yang memiliki gangguan kualitas tidur cenderung

memiliki tekanan darah yang tinggi. Kualitas tidur yang buruk

dalam jangka panjang dapat meningkatkan indeks masa tubuh dan

depresi pada orang dewasa (Shittu et al., 2014).

Light Therapy merupakan salah satu treatment untuk Delayed

Phased Syndrome dimana seseorang mengalami ganguuan irama

cirkandian dalam proses tidurnya yang diakibatkan oleh berbagai

masalah kesehatan seperti hipertensi yang kebanyakan lansia alami

dalam memulai tidurnya. Penelitian yang dilakukan oleh Akyar

Imatullah, 2017 menyatakan bahwa Terapi cahaya telah terbukti

sebagai terapi non-farmakologis yang efektif untuk meningkatkan

kualitas tidur di antara orang tua yang sehat yang berikan selama 6-7

37
hari dengan lampu tidur yang mempunyai cahaya satu sisi. (Akyar

Imatullah, 2017)

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada

responden dengan menggunakan kuesioner PSQI menunjukkan

bahwa sebagian besar responden yang memiliki kualitas tidur

kurang dan buruk disebabkan karena responden sulit untuk memulai

tidur, tidak bisa tertidur dalam waktu 30 menit bahkan lebih, sering

terbangun karena harus ke kamar mandi, rasa pegal pada tubuh,

nyeri dan pusing pada kepala. Keluhan ini menyebabkan responden

tidur tidak nyenyak dan tidur terlalu larut malam, selain itu ada

beberapa responden yang harus bangun terlalu cepat karena harus

mempersiapkan keperluan untuk bekerja. Hasil penelitian tersebut

serupa dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Roshifanni

(2017) yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki masalah yang sering mengganggu ketika tidur dan

menyebabkan kualitas tidur mereka menjadi buruk.

Berdasarkan tabel 2.7 dapat diketahui bahwa nilai median

kualitas tidur responden sebelum intervensi light therapy yaitu

sebesar 21 , dari data diatas dapat disimpulkan bahwa responden

dengan skor mendekati nilai minimum diartikan bahwa kualitas

tidur kurang sedangkan responden dengan skor mendekati nilai

maksimum diartikan bahwa kualitas tidur baik. Responden yang

kualitas tidur baik setelah intervensi light therapy sebanyak 9 orang

dan responden dengan kualitas tidur kurang sebesar 1 orang.

38
3) Pengaruh light therapy terhadap kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa
Dilem Kabupaten Malang

Tabel 2.6 Hasil uji Wilcoxon Signed Rank dari Pengaruh light therapy
terhadap kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem
Kabupaten Malang.

No Kualitas Sebelum Sesudah Median P Value


Tidur (Min-Max)
1 Baik 5 9
21 (18-27) 0.038
2 Kurang 5 1

Mubarak (2008) mengemukakan kuantitas dan kualitas tidur di

pengaruhi oleh banyak faktor. Kualitas tidur dapat menunjukkan

adanya kemampuan individu untuk tidur dan beristirahat dengan

durasi yang sesuai dengan kebutuhan. Faktor yang mempengaruhi

hal tersebut salah satunya yaitu keberadaan penyakit yang dapat

mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Penyakit itu sendiri bisa

membuat kebutuhan tidur seseorang semakin besar, seperti

seseorang yang memiliki penyakit yang diakibatkan oleh adanya

suatu infeksi (infeksi limpa), sehingga orang dengan kondisi

tersebut akan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk tidur

guna mengatasi rasa letih yang dirasakan. Penyakit yang

menimbulkan rasa nyeri, rasa tidak nyaman pada fisik (seperti

mengalami kesulitan untuk bernafas), ataupun masalah suasana hati

seperti rasa cemas yang berlebihan, depresi, stres dapat

39
menimbulkan masalah pada tidur seseorang. Hipertensi merupakan

salah satu penyakit yang sering menimbulkan gangguan seperti rasa

nyeri atau pusing, sehingga seseorang dengan penyakit hipertensi

cenderung akan terbangun pada pagi hari akibat rasa

ketidaknyamanan atau rasa pusing tersebut. Ketidaknyamanan inilah

yang kemudian menyebabkan kurangnya jumlah waktu tidur dan

menimbulkan kualitas tidur yang buruk dan dapat berakibat pada

naiknya tekanan darah, padahal untuk rata-rata jumlah jam tidur

yang harus dipenuhi oleh seseorang yang berada pada antara usia 40

tahun sampai 60 tahun adalah 7-8 jam/hari.

Faktor lain yang juga dapat berpengaruh pada kualitas tidur

seseorang adalah faktor lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh

Saputra & Rohmah (2016) mengungkamkan bahwa kebisingan

lingkungan dapat mengaruhi kualitas tidur seseorang, yang apabila

dibiarkan tanpa adanya pengendalian maka dapat menimbulkan

morbiditas. Salah satu pengendalian tersebut adalah dengan

menciptakan lingkungan yang nyaman dengan lampu tidur yang

tidak terlalu terang.

Light Therapy merupakan salah satu treatment untuk Delayed

Phased Syndrome yiatu Sinar cahaya dalam ruangan akan

mempengaruhi hormon melatonin. Lampu yang mati atau redup saat

tidur akan membuat kinerja hormon melantonin maksimal sehingga

tubuh dan otak beristirahat secara penuh. Cahaya yang diterima di

siang hari merangsang fotoreseptor dan nukleus suprachiasmatic

melalui retina dan memaksa sekresi melatonin di kelenjar pituitari

40
terjadi pada malam hari (Wu dan Swaab 2007; Montgomery dan

Dennis 2002; Mishima et al 2001). Banyak penelitian membuktikan

bahwa terapi cahaya secara efektif meningkatkan kuantitas dan

kualitas tidur pada lansia (Montgomery dan Dennis 2002). Untuk

pengobatan masalah tidur, cahaya harus digunakan dengan volume

2.500-10.000 Lux selama 30 menit hingga 2 jam di pagi hari atau di

malam hari (Montgomery dan Dennis 2002; Chesson et al 1999).

Chen et al (2015) menemukan bahwa durasi tidur yang terlalu

lama atau terlalu singkat merupakan faktor risiko tekanan darah

tinggi dan aktivitas saraf simpatik akan meningkat jika seseorang

memiliki durasi tidur yang pendek sehingga orang tersebut mudah

stres yang dapat berakibat pada naiknya tekanan darah. Risiko ini

diketahui lebih mungkin terjadi pada wanita dibandingkan pria.

Tidur memiliki peran yang penting dalam menjaga sistem imunitas

tubuh, sistem metabolisme, daya ingat, pembelajaran, serta fungsi

penting lainnya.

Berdasarkan hasil mini riset tabel 2.6 yang dilakukan di Desa

Dilem di dapatkann hasil terdapat pengaruh Light Therapy terhadap

kualitas tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem Kabupaten

Malang, bahwa uji SPSS menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank di

dapatkan hasil 0,038 P=value <0,05 yang berarti terdapat nilai yang

signifikan pengaruh Light Therapy terhadap kualitas tidur lansia

dengan hipertensi di Desa Dilem Kabupaten Malang.

41
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Proses penuaan merupakan proses yang mengakibatkan perubahan meliputi

perubahan fisik, psikologis, sosial, spiritual. Seiring degan proses menua tersebut, tubuh

akan mengalami berbagai macam masalah kesehatan atau biasa disebut dengan penyakit

degeneratif salah satunya masalah kesehatan akibat proses penuaan yang paling banyak

dialami lansia adalah pada sistem kardiovaskular. Perubahan –perubahan normal pada

42
jantung sesperti kemampuan memompa dari jantung harus bekerja lebih keras sehingga

menyebabkan terjadi peningkatan tekanan darah seperti hipertensi.

Penurunan hipertensi pada umumnya dilakukan intervensi melalui 2 cara, yaitu

farmakologi dan nonfarmakologi. Intervensi farmakologi hipertensi dengan

menggunakan obat-obatan sedangkan untuk intervensi nonfarmakologi bisa dilakukan

yaitu dengan cara mengatur pola hidup seperti, olahraga teratur, mengurangi asupan

garam, terapi komplementer dan lainnya. Terapi komplementer seperti akupuntur,

akupresur dan terapi lainnya dalam pelaksanaannya banyak ketidakefektifannya seperti

harus ada pendampingan dari tenaga kesehatan lain, tidak dapat dilakukan secara mandiri

dirumah.

Light Therapy merupakan salah satu treatment untuk Delayed Phased Syndrome

dimana seseorang mengalami gangguan irama cirkandian dalam prosese tidurnya yang

diakibatkan oleh berbagai masalah kesehatan seperti hipertensi yang kebanyakan lansia

alami dalam memulai tidurnya. Sinar cahaya dalam ruangan akan mempengaruhi hormon

melatonin, lampu yang redup saat tidur akan membuat kinerja hormon melatonin

maksimal sehingga tubuh dan otak beristirahat secara penuh.

Penelitian ini juga menunjukkan hasil tentang pengaruh Light Therapy pada kualitas

tidur lansia dengan hipertensi di Desa Dilem Kepanjen Kabupaten Malang pada 10

responden dan mendekati skor maksimal. Hal tersebut dapat diartikan bahwa usia

menjadi salah satu faktor penyebab hipertensi dimana terjadi perubahan tekanan darah

pada lansia karena adanya pola tidur yang buruk. Sebelum dilakukan intervensi Light

Therapy ada 5 responden dengan kualitas tidur baik dan 5 responden dengan kualitas

tidur kurang dan setelah diberikan intervensi Light Therapy sebanyak 9 orang kualitas

43
tidurnya baik, ini menunjukkan bahwa Light Therapy memberikan pengaruh yang baik

bagi kualitas tidur lansia dengan hipertensi

3.2 Saran

1. Bagi responden

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber

informasi responden dan keluarga sehingga mereka mengetahui bagaimana cara

memperbaiki kualitas tidur lansia sehingga dapat membantu menurunkan tekanan

darah pada lansia.

44
2. Bagi pelayan kesehatan

Diharapkan penelitian ini menjadi informasi dan masukan untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan, khususnya untuk memberikan edukasi kepada lansia dengan

hipertensi yang mengalami kesulitan tidur.

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan pembelajaran

khususnya di keluarga lansia untuk menerapkan pentingnya kualitas tidur pada

lansia dengan hipertensi.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk peneliti

selanjutnya khususnya dalam penelitian tentang kualitas tidur lansia dengan

hipertensi.

STANDAR OPERASINAL PROSEDUR


LIGHT THERAPYPADA KUALITAS TIDUR LANSIA DENGAN HIPERTENSI

No TINDAKAN
1 Pengertian
Tidur adalah faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan dan fasilitas
yang optimal
2 Tujuan
Untuk mengetahui efek terapi cahaya pada kualitas tidur lasia dengan
hipertensi
3 Persiapan Alat dan Bahan
1. Box lampu 5 watt

45
4 Prosedur Tahap Kerja
1. Tahap Kerja
1. Mengkaji kesulitan tidur lansia dengan pengukuran PSQI
2. Lanjutkan terapi cahaya pada kualitas tidur lansia apabila
mengalami kesulitan tidur
3. Mengkaji kebiasaan tidur lansia
4. Mengkaji obat-obatan yang dapat mempengaruhi tidur lansia
5. Mengobservasi tempat tidur lansia
6. Melakukan simulasi alat
a. Menyiapkan box lampu 5 watt
b. Letakkan box lampu 30 cm dari tempat tidur lansia
c. Nyalakan lampu 30 menit sebelum tidur
d. Sebaiknya lansia tidak melihat langsung ke cahaya
7. Melakukan pengukuran PSQI setiap 2 hari sekali
8. Megevluasi kualitas tidur lansia dengan pengukuran PSQI pada
hari ke-7

Sumber SOP:
Akyar Imatullah, 2017. The Effect of Light Therapy on The Sleep Quality of The Elderly : An
Intervention Study. Research Paper. Australia Journal of advanced Nursing Vol. 31 Number 2

DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, S. P. et al. (2020) ‘Epidemiology , Causes , Clinical Manifestation and Diagnosis ,


Prevention and Control of Coronavirus Disease (COVID-19) During the Early
Outbreak Period : a Scoping Review’, BMC, 29(9), pp. 1–12.

Adnyani, P., & Sudhana, I. (2015). Prevalensi dan penelitian faktor risiko terjadinya
hipertensi pada masyarakat di Desa Sidemen, Kecamatan Sidemen, Karangasem
periode Juni -Juli 2014. E-Jurnal Medika Udayana, 4(3), 1–16.

46
Akyar Imatullah, 2017. The Effect of Light Therapy on The Sleep Quality of The Elderly : An
Intervention Study. Research Paper. Australia Journal of advanced Nursing Vol. 31
Number 2
Arifin, M. H. B. M., Wayan, W. I., & Ratnawati, N. L. K. (2016). Faktor-faktor yang
berhubungandengan kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja
UPT Puskesmas Petang Kabupaten Badung tahun 2016 E-Jurnal Medika, 5(7), 1–23.

Bruno, R. M., Palagini, L., Gemignani, A., Virdis, (20 A., Di, G. A., Ghiadoni, L., & Taddei,
S. 13). Poor sleep quality and resistant hypertension. Journal Sleep Medicine, 14(11),
1157–1163.

Chen, X., Wang, R., Zee, P., Lutsey, P. L., Javaheri, S., & Alcántara, C. (2015).
Racial/ethnic differences in sleep disturbances : the multi-ethnic study of
atherosclerosis (MESA). Sleep, 38(6), 877– 888D. https://doi.org/10.5665/sleep.4732

https://www.alodokter.com/alasan-mengapa-lansia-lebih-rentan-terhadap-virus-corona. Dr.
Meva Nareza. Diaskes 29 April 2020
.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI

Kishore, J., Gupta, N., Kohli, C., & Kumar, N. (2016). Prevalence of hypertension and Delhi.
determination of its risk factors in Rural International Journal of Hypertension, 1–6.
https://doi.org/10.115/2016/7962595

Lu, K., Chen, J., Wu, S., Chen, J., & Hu, D. (2015). Interaction of sleep duration and sleep
quality on hypertension prevalence in adult Chinese males. Journal of Epidemiology,
25(1), 415–422. https://doi.org/10.2188/jea.JE20140139

Lumantow, I., Rompas, S., & Onibala, F. (2016). Hubungan kualitas tidur dengan tekanan
darah pada remaja di Desa Tombasian Atas Kecamatan Kawangkoan Barat. E-
Journal Keperawatan, 4(1), 1–6.

Mubarak, W. I. (2008). Buku ajar kebutuhan dasar manusia: teori dan aplikasi. Jakarta:
EGC.

Maryam, Siti. 2008. “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta: Salemba
Medika
Notoatmodjo, S. (2012) Metodologi Penelitian Kesehatan. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2013) Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam (2016) Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 4th edn. Jakarta: Salemba
Medika.

Nurwidayanti, L., & Wahyuni, C. U. (2013). Analisis pengaruh paparan asap rokok di
rumah pada wanita terhadap kejadian hipertensi. Jurnal Berkala Epidemiologi, 1(2),
244–253.

47
Potter, P. A., & Perry, A. (2012). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses, dan
praktik. (4th ed., Vol. 2) (Komalasari, translator). Jakarta: EGC.

PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, edisi pert.,
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.

PERPRES (2020) ‘PP No. 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)’.

Sugiyono (2010) Statistika untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Shittu, R., Issa, B., Olanrewaju, G., Odeigah, L., Sule, A., Sanni, M., … Nyamngee, A.
(2014). Association between subjective sleep quality, hypertension, depression, and
body mass index in a Nigerian family practice setting. Journal of Sleep Disorders &
Therapy, 3(2), 1–5. https://doi.org/10.4172/2167-0277.1000157

Roshifanni, S. (2017). Risiko hipertensi pada orang dengan pola tidur buruk: studi di
Puskesmas Tanah Kalikedinding Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(3), 408–
419. https://doi.org/10.20473/jbe.v4i3

Wahyuni, & Eksanoto, D. (2013). Hubungan tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan
kejadian hipertensi di Kelurahan Jagalan di wilayah kerja Puskesmas Pucang Sawit
Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia, 1(1), 79–85.

48
i

Anda mungkin juga menyukai