NIM : 190310012.
1. ETER.
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan
anestetik dietil eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan
dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada
senyawa karbohidrat dan lignin.
4) Hidrolisis.
Hidrolisis dengan asam sulfat suatu eter akan menghasilkan alcohol.
Contoh :
5) Halogenasi.
Eter dapat mengalami reaksi substitusi oleh halogen. Substitusi terjadi pada atom
Ha.
Contoh :
e. Reaksi.
Eter secara umumnya memiliki reaktivitas kimia yang rendah, walaupun ia lebih
reaktif daripada alkana. Beberapa contoh reaksi penting eter adalah sebagai berikut :
1) Pembelahan Eter.
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral
seperi asam bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter dengan
sangat lambat. Metil eter umumnya akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr → CH3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3]+Br-.
Beberapa jenis eter dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida
(dalam beberapa kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan
menghasilkan alkil bromide. Berganting pada substituennya, beberapa eter dapat
dibelah menggunakan berbagai jenis reagen seperti basa kuat.
2) Pembentukan Peroksida.
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat
membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan
oksigen (ataupun udaara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan
aldehida. Peroksida yang dihasilkan dapat meledak. Oleh karena ini, diisopropil
eter dan tetrahidrofuran jarang digunakan sebagai pelarut.
3) Sebagai Basa Lewis.
Eter dapat berperan sebagai basa Lewis maupun basa Bronsted. Asam kuat dapat
memprotonasi oksigen, menghasilkan "ion onium". Contohnya, dietil eter dapat
membentuk kompleks dengan boron trifluorida, yaitu dietil eterat (BF3.OEt2). Eter
juga berkooridasi dengan Mg(II) dalam reagen Grignard. Polieter (misalnya eter
mahkoya) dapat mengikat logam dengan sangat kuat.
f. Sintesis Eter.
Eter dapat disintesis melalui beberapa cara, yaitu :
1) Dehidrasi Alkohol.
Dehidrasi senyawa alkohol dapat menghasilkan eter: 2R-OH → R-O-R + H2O
Reaksi ini memerlukan temperatur yang tinggi (sekitar 125 °C). Reaksi ini
dikatalisis oleh asam, biasanya asam sulfat. Metode ini efektif untukn
menghasilkan eter simetris, namun tidak dapat digunakan untuk menghasilkan
eter tak simetris. Dietil eter dihasilkan dari etanol menggunakan metode ini. Eter
siklik dapat pula dihasilkan menggunakan metode ini.
2) Sintesis Eter Williamson.
Eter dapat pula dibuat melalui substitusi nukleofilik alkil halida oleh alkoksida
R-ONa + R'-X → R-O-R' + NaX
Reaksi ini dinamakan sintesis eter Williamson. Reaksi ini melibatkan penggunaan
alkohol dengan basa kuat, menghasilkan alkoksida, yang diikuti oleh adisi pada
senyawa alifatik terkait yang memiliki gugus lepas (R-X). Gugus lepas tersebut
dapat berupa iodida, bromida, maupun sulfonat. Metode ini biasanya tidak bekerja
dengan baik dengan aril halida (misalnya bromobenzena). Reaksi ini
menghasilkan rendemen reaksi yang tinggi untuk halida primer. Halida sekunder
dan tersier sangat rawan menjalani reaksi eliminasi E2 seketika berpaparan
dengan anion alkoksida yang sangat basa.
Dalam reaksi lainnya yang terkait, alkil halida menjalani substitusi nukleofilik
oleh fenoksida. R-X tidak dapat digunakan untuk bereaksi dengan alkohol.
Namun, fenol dapat digunakan untuk menggantikan alkohol. Oleh karena fenol
bersifat asam, ia dapat bereaksi dengan basa kuat seperti natrium hidroksida,
membentuk ion fenoksida. Ion fenoksida ini kemudian mensubstitusi gugus -X
pada alkil halida, menghasilkan eter dengan gugus aril yang melekat padanya
melalui mekanisme reaksi SN2.
C6H5OH + OH- → C6H5-O- + H2O
C6H5-O- + R-X → C6H5OR
3) Kondensasi Ullmann.
Kondensasi Ullmann mirip dengan metode Williamson, kecuali substratnya
adalah aril halida. Reaksi ini umumnya memerlukan katalis, misalnya tembaga.
4) Adisi Elektrofilik Alkohol ke Alkena.
Alkohol dapat melakukan reaksi adisi dengan alkena yang diaktivasi secara
elektrofilik.
R2C=CR2 + R-OH → R2CH-C(-O-R)-R2
Katalis asam diperlukan agar reaksi ini dapat berjalan. Biasanya merkuri
trifluoroasetat (Hg(OCOCF3)2) digunakan sebagai katalis.
5) Pembuatan Epoksida.
Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting
dalam industri adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena
dengan oksigen. Epoksida lainnya dapat dihasilkan melalui dua cara:
Melalui oksidasi alkena dengan peroksiasam seperti Asam meta-
kloroperoksibenzoat (m-CPBA).
Melalui substitusi nukleofilik intramolekuler halohidrin.
g. Beberapa Eter yang Penting.
Dan mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya:
d. Reaksi.
Reaksi pembukaan-cincin mendominasi reaktivitas epoksida—mereka adalah
elektrofil yang potensial. Alkohol, air, amina, tiol dan banyak pereaksi lainnya dapat
bertindak sebagai nukleofil untuk reaksi ini. Reaksi ini adalah dasar bagi
pembentukan perekat epoksi dan produksi glikol. Dalam kondisi asam, posisi
serangan nukleofil dipengaruhi baik oleh efek sterik (seperti yang biasa terlihat dalam
reaksi SN2) dan oleh kestabilan karbokation (seperti yang biasa terlihat dalam reaksi
SN1). Hidrolisis suatu epksida dalam kehadiran suatu katalis asam menghasilkan suatu
glikol. Hidrolisis mensyaratkan adisi nukleofilik air ke epoksida. Dalam kondisi basa,
nukleofil menyerang karbon yang kurang tersubstitusi, sesuai dengan pola standar
untuk proses SN2. Ketika diperlakukan dengan tiourea, epoksida diubah menjadi
sulfida, yang disebut thiirana.
Polimerisasi epoksida menghasilkan polieter, misalnya etilena oksida terpolimerisasi
menghasilkan polietilena glikol, juga dikenal sebagai polietilena oksida.
Epoksida juga mengalami reaksi ekspansi cincin, diilustrasikan dengan penyisipan
karbon dioksida untuk menghasilkan karbonat siklik.
e. Penggunaan.
Etilena oksida banyak digunakan untuk menghasilkan deterjen dan surfaktan
oleh etoksilasi. Hidrolisisnya menghasilkan etilena glikol. Reaksi epoksida dengan
amina adalah dasar bagi pembentukan lem epoksi da material struktur. Suatu
pengeras-amina yang umum digunakan adalah trietilenatetramina (TETA).
Epoksida merupakan gugus fungsional pengalkilasi yang potensial, membuatnya
sangat beracun.
3. SULFIDA.
Sulfida (nama sistematisnya sulfanediida, dan sulfida(2−) adalah suatu anion anorganik
dari belerang (atau sulfur) dengan rumus kimia S2−. Ia tidak memberi warna pada garam
sulfida. Oleh karena diklasifikasikan sebagai basa kuat, larutan encer garamnya
seperti natrium sulfida (Na2S) bersifat korosif dan dapat menyerang kulit. Sulfida adalah
anion belerang yang paling sederhana.
Dalam kimia organik, "sulfida" biasanya merujuk pada ikatan C–S–C, meskipun istilah
tioeter lebih sesuai. Misalnya, tioeter dimetil sulfida adalah H3C–S–CH3. Polifenilena
sulfida (lihat di bawah) mempunyai rumus empiris C6H4S. Terkadang, istilah sulfida
mengacu pada molekul yang mengandung gugus fungsi –SH. Sebagai contoh, metil
sulfida dapat berarti H3C–SH. Deskripsi yang lebih disukai untuk senyawa yang
mengandung SH tersebut adalah tiol atau merkaptan, yaitu metanatiol, atau metil
merkaptan.
a. Tata Nama.
Nama sistematisnya sulfanediida dan sulfida(2−), nama IUPAC yang valid,
ditentukan menurut tata nama substitutif dan aditif. Namun, nama sulfida juga
digunakan dalam tata nama IUPAC komposisional tanpa mempedulikan sifat ikatan
yang terlibat. Contoh penamaan tersebut adalah selenium disulfida dan titanium
sulfida, yang tidak mengandung ion sulfida sama sekali.
Sulfida juga digunakan secara non-sistematik, untuk menggambarkan senyawa yang
melepaskan hidrogen sulfida pada pengasaman, atau senyawa yang mengamdung
belerang dalam beberapa bentuk, seperti dimetil sulfida. "Hidrogen sulfida" sendiri
merupakan contoh nama non-sistematis dari sifat ini. Namun, ini juga merupakan
nama trivial, dan nama yang lebih disukai IUPAC untuk sulfana.
b. Sifat Kimia.
Sulfida tidak ada dalam konsentrasi yang cukup, bahkan dalam air yang sangat
alkalis, tidak terdeteksi pada pH < ~15 (8 M NaOH).
1) Alkalinitas.
Anion sulfida dapat mengasimilasi proton dengan rekombinasi:
S2− + H+ → SH−
Karena penangkapan proton (H+), sulfida memiliki karakter basa. Dalam larutan
akuatik, ia memiliki nilai pKb kurang dari 0. Asam konjugatnya adalah bisulfida
(SH−). Dalam larutan akuatik, sebagian besar ion sulfida dinetralkan.
S2− + H2O ↔ SH- + OH-
2) Reaksi Kimia.
Setelah diberi perlakuan dengan asam standar, sulfida berubah menjadi hidrogen
sulfida (H2S) dan garam logam. Oksidasi sulfida menghasilkan belerang atau
sulfat. Logam sulfida bereaksi dengan nonlogam termasuk iodium, brom, dan klor
membentuk belerang dan garam logam.
8 MgS + 8 I2 → S8 + 8 MgI2
Belerang juga bisa dibuat dari isulfi dan oksidator yang tepat:
c. Devirat Logam.
Larutan kation logam transisi dalam air bereaksi dengan sumber isulfi (H 2S, NaHS,
Na2S) membentuk endapan isulfi padat. Sulfida anorganik tertentu biasanya
memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah, dan banyak terkait dengan mineral
dengan komposisi yang sama (lihat di bawah). Salah satu contoh yang terkenal adalah
spesies kuning terang CdS atau “kadmium kuning”. Noda hitam yang terbentuk pada
perak murni adalah Ag2S. Spesies semacam itu terkadang disebut sebagai garam.
Sebenarnya, ikatan dalam isulfi logam transisi adalah kovalen, yang menyebabkan
sifat semikonduktor mereka, yang pada gilirannya terkait dengan kecerahan
warnanya. Beberapa isulfi memiliki aplikasi praktis seperti pigmen, sel surya, dan
sebagai katalis. Aspergillus niger berperan dalam pelarutan isulfi logam berat.
d. Geologi.
Banyak bijih logam penting adalah sulfide. Contoh penting meliputi : argentit (
perak sulfide ), cinnabar ( raksa ), galena ( timbal sulfide ), molibdenit (
molibdenum sulfide ), pentlandit ( nikel sulfide ), realgar ( arsenik sulfide ), dan
stibnit ( antimon ), sfalerit ( seng sulfide ), dan pirit ( besi disulfide ), serta kalkopirit (
besi – tembaga sulfide )
e. Korosi yang Diinduksi oleh Sulfida.
Sulfida bebas terlarut (H2S, HS− dan S2−) adalah spesies yang sangat agresif dalam
korosi banyak logam seperti baja, baja nirkarat, dan tembaga. Sulfida yang terdapat
dalam larutan akuatik bertanggung jawab terhadap retak stress korosi (bahasa
Inggris: stress corrosion cracking (SCC)) pada baja, yang dikenal juga sebagai retak
stress sulfida. Korosi merupakan hal yang menjadi perhatian besar dalam banyak
instalasi isulfid pemrosesan isulfi: pabrik bijih isulfi, sumur minyak dalam, pipa
penyalur minyak curah, pabrik kertas Kraft.
Korosi yang diinduksi mikrob (Microbially-induced corrosion, MIC) atau korosi
sulfida biogenik juga disebabkan oleh bakteri pereduksi sulfat, menghasilkan isulfi,
yang disebarkan di udara dan teroksidasi dalam asam sulfat oleh bakteri pengoksidasi
belerang. Asam sulfat isulfid bereaksi dengan bahan selokan sanitasi dan umumnya
mengakibatkan kehilangan massa, keretakan pada pipa saluran air kotor, dan
puncaknya, kerusakan struktur. Deteriorasi jenis ini adalah proses utama yang
mempengaruhi isulf air kotor di seluruh dunia dan memicu biaya rehabilitasi yang
sangat tinggi.
Oksidasi isulfi dapat membentuk tiosulfat (S2O2−3), suatu spesies antara yang
bertanggung jawab pada masalah berat korosi ceruk baja dan baja nirkarat yang
mediumnya juga diasamkan oleh produksi asam sulfat jika diperlukan oksidasi
lanjutan.
f. Disulfida.
Kerancuan muncul dari perbedaan makna istilah “disulfida”. Molibdenum
disulfida (MoS2) terdiri dari pusat isulfi yang terpisah, yang terikat dengan
isulfide pada tingkat oksidasi formal +4 (Mo4+). Besi isulfide ( pirit, FeS2)
sebaliknya, terdiri dari S2−2, atau dianion –S−S−, yang terikat pada besi isulfid
dengan tingkat oksidasi formal +2 (ion ferro: Fe2+). Dimetildisulfida memiliki ikatan
kimia H3C–S–S–CH3, sementara karbon disulfida tidak mempunyai ikatan S–S,
melainkan S=C=S (molekul linier yang analog dengan CO2). Paling sering dalam
kimia sulfur dan biokimia, istilah isulfide umum diasosiasikan untuk sulfur yang
analog dengan ikatan –O–O– peroksida. Ikatan disulfida (–S–S–) memainkan peran
penting dalam konformasi protein dan aktivitas katalitik enzim.
g. Contoh.
h. Preparasi.
Senyawa sulfida dapat disiapkan dengan beragam cara :
Kombinasi langsung unsur-unsurnya:
Contoh: Fe(s) + S(s) → FeS(s)
Reduksi sulfat:
Contoh: MgSO4(s) + 4 C(s) → MgS(s) + 4 CO(g)
Presipitasi sulfida tak larut:
Contoh: M2+ + H2S(g) → MS(s) + 2 H+(aq)
i. Keselamatan.
Banyak sulfida logam sangat tidak larut dalam air sehingga mereka mungkin tidak
terlalu beracun. Beberapa sulfida logam, ketika terpapar asam mineral kuat, termasuk
asam lambung, akan membebaskan hidrogen sulfida yang beracun.
Sulfida organik sangat mudah terbakar. Ketika sulfida terbakar, akan membebaskan
gas belerang dioksida (SO2).
Hidrogen sulfida, beberapa logamnya, dan hampir semua senyawa sulfida organik
mempunyai bau busuk dan menyengat yang dihasilkan dari pembusukan biomassa.