PAIR DAN SHARE PADA MATERI HIDROLISIS GARAM UNTUK SISWA KELAS XI
SMA
OLEH
RIESYLIA EVA RAHMADHANI
160331605688
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidrolisis merupakan salah satu materi kimia yang diajarkan pada siswa SMA kelas XI
semester genap. Berdasarkan kurikulum 2013, materi hidrolisis mencakup kompetensi dasar 3.12
menganalisis kesetimbangan ion-ion dalam larutan garam dan menentukan pH-nya dan 4.11
melaporkan percobaan tentang sifat asam basa berbagai larutan garam. Dalam materi hidrolisis
garam terdapat beberapa konsep yang dibelajarkan kepada siswa diantaranya:sifat asam basa
garam sendiri ada yang bersifat asam,basa dan netral (Mc.Murry,2012). Materi hidrolisis garam
sendiri masih dianggap sulit oleh para siswa karena sifatnya yang abstrak dan algoritmik.
Berdasarkan hasil wawancana dengan salah satu guru di SMA PGRI 1 Tulungagung ditemukan
bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM pada materi Hdirolisis
garam terutanya pada pencapaian KD 3.12. Fitri (2014) melaporkan berdasarkan hasil observasi
yang telah dilakukan dengan guru kimia di SMAN 8 Malang bahwasannya materi hidrolisis
garam dianggap sebagai materi yang sulit dipahami oleh siswa. Hal ini ditunjukkan dengan
43,7% siswa mendapat nilai di bawah KKM. Salah satu penyebab kesulitan tersebut
kemungkinan adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan
solusi untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menerapkan pembelajaran yang
dapat melibatkan siswa secara aktif dalam membangun konsep yang dipelajari. Salah satu cara
meningkatkan kemampuan operasi formal siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan inovatif dari siswa. Salah satu model
pembelajaran yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Learning Cycle 5E. Model
pembelajaran Learning Cycle 5E sendiri termasuk dalam salah satu model pembelajaran yang
mengacu pada paradigma konstruktivis yang didalamnya terdapat 5 fase pembelajaran yaitu
penerapannya di dalam kelas dapat mencapai kompetensi yang sudah ditentukan dalam
pembelajaran dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Learning Cycle 5E
merupakan salah satu model pembelajaran yang memberi keuntungan dalam meningkatkan
motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas,
dan dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa sehingga proses pembelajaran menjadi lebih
bermakna (Fajaroh, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Opara dan Waswa (2013:1270)
yang dilakukan di Kenya membuktikan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah. Susanti (2013) mengabarkan bahwa siswa kelas
XI IPA SMAN 2 Malang yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada
materi termokimia memiliki nilai rata-rata hasil belajar lebih tinggi dibandingkan siswa yang
pembelajaran kooperatif yaitu Think Pair Share(TPS) menjadi model pembelajaran Learning
Cycle 5E-TPS sehingga dapat memaksimalkan pola diskusi siswa,dimana pada model Learning
Cycle 5E sendiri tidak memiliki pola diskusi yang khusus. Tahapan dalam TPS adalah
bahwa TPS pada setiap sintaks-nya mengatur jalannya diskusi kelompok untuk mencapai tujuan
diskusi yang diinginkan Dewi (2017) menyampaikan berdasarkan penelitiannya bahwa siswa
yang diajarkan dengan model Learning Cycle 5E-TPS mempunyai hasil belajar yang lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan model Learning Cycle 5E
Terlaksananya pembelajaran Learning Cycle 5E-TPS memerlukan bahan ajar yang sesuai
dengan langkah-langkah Learning Cycle 5E-TPS. Bahan ajar merupakan segala bahan yang
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dan merupakan bagian penting dalam proses belajar
mengajar. Melalui bahan ajar, guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan
berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada Materi
B. Tujuan Penelitian
Bardasarkan latar belakang di atas, penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk:
1. Menghasilkan bahan ajar kimia menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E-TPS
2. Mengetahui tingkat kelayakan produk bahan ajar kimia dengan model pembelajaran
Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam untuk siswa SMA kelas XI.
C. Spesifikasi Produk
Produk yang dikembangkan adalah bahan ajar kimia dengan model Learning Cycle 5E-
1. Bahan ajar kimia mengenai materi hidrolisis garam dapat digunakan oleh guru dalam
2. Bahan ajar kimia ini dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran Learning
elaboration dan evaluation. Perpaduan model Learning Cycle 5E dan TPS dilakukan di
hidrolisis garam untuk meningkatkan minat siswa dalam mempelajari materi tersebut
membaca data untuk membangun konsep secara individu. Setelah siswa berhasil
berpasangan untuk saling menyatakan konsep yang telah ditemukan satu sama lain
3. Produk yang dikembangkan terdiri dari buku siswa dan buku guru.
4. Bahan ajar kimia yang dikembangkan terdiri dari kompetensi dasar, indikator pencapaian
hasil belajar, tahap-tahap pembelajaran model Learning Cycle 5E-TPS yang didalamnya
uraian materi, informasi mengenai kimia. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan
Penelitian dan pengembangan bahan ajar kimia menggunakan model Learning Cycle 5E-
TPS pada materi hidrolisis garam ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya sebagai
berikut.
1. Bagi Siswa
a. Siswa dapat termotivasi dalam menggali konsep dan menemukan konsep tentang
kehidupan sehari-hari.
b. Sebagai referensi tambahan bagi siswa untuk mempelajari materi hidrolisis garam
2. Bagi Guru
a. Memberikan masukan kepada guru dalam memilih strategi pembelajaran yang sesuai
b. Sebagai referensi dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi hidrolisis garam
b. Sebagai pertimbangan untuk mengembangkan bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-
Pengembangan bahan ajar kimia menggunakan model Learning Cycle 5E-TPS pada
materi hidrolisis garam untuk siswa kelas XI peneliti berasumsi bahwa kedalaman atau keluasan
materi yang terdapat dalam bahan ajar setara dengan tingkatan siswa SMA.
Dalam bahan ajar yang dikembangkan masih ada beberapa keterbatasan pengembangan
1. Pengembangan bahan ajar ini hanya terbatas pada materi hidrolisis garam
2. Pengembangan bahan ajar ini hanya divalidasi isi oleh validator ahli dan diuji keterbacaannya
hanya pada beberapa siswa karena keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
3. Bahan ajar kimia dengan model Learning Cycle 5E-TPS ini hanya bisa diterapkan pada siswa
Thiagarajan (1974) yang disebut dengan 4D dan terdiri dari tahap define, design,develop, dan
disseminate. Namun dalam pengembangan bahan ajar ini hanya dilakukan sampai tahap
F. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan guru dalam melaksanakan
TPS dimana pada tahap exploration,explanation dan elaboration dipadukan dengan tahap
TPS
4. Materi hidrolisis garam merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran kimia yang
dan pengembangan yang terdiri dari 4 tahapan yaitu define, design, develop, disseminate
KAJIAN PUSTAKA
Rancangan penelitian dan pengembangan adalah dasar yang digunakan untuk mengembangkan
suatu produk bahan ajar yang diinginkan supaya bisa digunakan sebagai rujukan dalam proses
pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Dalam rencana pengembangan bahan ajar ini,
penulis mengikuti alur dari Thiagarajan (1974). Model pengembangannya adalah 4-D yang terdiri
dari 4 tahap, yaitu Define (pembatasan), Design (perancangan), Develop (pengembangan), dan
Disseminate (penyebaran).
1. Tahap Define
Pada tahap Define menyatakan syarat-syarat dari proses pembelajaran. Pada model
pengembangan bahan ajar lain, dalam tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Yang
dilakukan dalam tahap ini adalah, menganalisis kebutuhan pengembangan yang dibutuhkan di
lapangan, syarat-syarat pengembangan produk sesuai dengan kebutuhan pengguna serta model
penelitian dan pengembangan yang sesuai digunakan dalam mengembangkan suatu produk bahan
ajar. Analisis dalam tahap ini bisa dilakukan melalui kajian literatur atau penelitian pendahuluan.
a. Analisis Awal
Pada tahap analisis awal ini memiliki tujuan untuk identifikasi perlunya dikembangkan
bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam untuk siswa SMA kelas
XI. Pada tahap ini dilakukan analisis kelemahan bahan ajar yang ada pada saat ini sehingga
perluyang namanya pengembangkan bahan ajar sebagai upaya dalam perbaikan bahan ajar yang
b. Analisis Siswa
Pada analisis siswa ini dilakukan dengan mempunyai tujuan dalam mengetahui
karakteristik siswa, latar belakang, kemampuan yang dimiliki siswa dan kegiatan pembelajaran
yang dilakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan observasi di SMA PGRI 1
Tulungagung. Hasil observasi digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan bahan ajar yang
sesuai dengan kebutuhan siswa. Berdasarkan hasil observasi, diperoleh hasil bahwa mayoritas
siswa masih kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam karena karakteristika materi ini
adalah bersifat abstrak dan algoritmik. Hasil wawancara dengan guru diperoleh keterangan bahwa
mayoritas siswa yang mempelajari materi ini belum mencapai nilai KKM. Berbagai metode sudah
dilakukan, namun guru tersebut mengaku masih kesulitan dalam membuat siswa memahami
c. Analisis Tugas
Pada tahap analisis tugas dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi keterampilan
yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam materi
hidrolisis garam sesuai dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
d. Analisis Konsep
Dalam tahap analisis konsep dilakukan bertujuan untuk mengkaji konsep materi yang
diajarkan yaitu mengenai materi hidrolisis garam berdasarkan sumber literatur yang relevan dan
kemudian menyusun sebuah bahan ajar yang sistematis. Analisis konsep sendiri dilakukan untuk
mengkaji pengetahuan konseptual dan prosedural pada materi hidrolisis garam sebagai sarana
pencapaian Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pada materi tersebut. Pada tahap
analisis konsep ini dilakukan (1) analisis kompetensi inti dan kompetensi dasar, (2) analisis bahan
ajar dengan dilakukannya pengumpulan dan melakukan identifikasi sumber yang mendukung
Perumusan tujuan pembelajaran perlu dilakukan dalam penulisan suatu bahan ajar. Hal ini
berguna untuk membatasi peneliti agar tidak menyimpang dari tujuan awal pada saat penulisan
bahan ajar.
2. Tahap Design
Pada tahap Design memiliki tujuan dalam merancang suatu bahan ajar yang akan
dikembangkan. Pada tahap design ini yang dilakukan adalah mendesain sebuah bahan ajar dan
membuat draf bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam.
Pada tahap perancangan, peneliti sudah membuat rancangan produk. Pada konteks
pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan bertujuan untuk membuat bahan ajar sesuai dengan
kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi yang ada. Dalam konteks pengembangan model
pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual model dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan mensimulasikan penggunaan bahan ajar tersebut namun
Pada tahap develop memiliki tujuan untuk menghasilkan bahan ajar yang sudah direvisi
oleh para ahli pada bidangnya. Pada tahap develop yang dilakukan adalah melakukan konsultasi
dengan dosen pembimbing, melakukan revisi produk hasil pengembangan, melakukan validasi
produk hasil pengembangan, dan menganalisis hasil validasi. Pada tahap develop ini diperoleh
hasil akhir produk pengembangan berupa bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada materi
4. Tahap Disseminate
Pada tahap Disseminate dilakukan penerapan penggunaan bahan ajar yang telah
dikembangkan untuk menguji efektivitas pengembangan bahan ajar dalam proses kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas. Tahap disseminate dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahan
ajar yang telah dikembangkan dalam penelitian eksperimen atau dapat juga dilakukan penelitian
tindakan kelas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan bahan ajar tersebut.
Thiagarajan (1974) mengabarkan bahwa pada tahap disseminate dibagi dalam tiga
kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation
testing, produk bahan ajar yang telah dilakukan revisi pada tahap pengembangan kemudian
keefektivitasannya suatu produk yang dikembangkan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu
dicari dan diutarakan bagaimana solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah
produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging
(pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan
bahan ajar dengan mendistribusikan dalam jumlah terbatas kepada guru dan siswa. Pendistribusian
ini dilakukan untuk mengetahui respon terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila
respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah
yang banyak dan dilakukan pemasaran supaya bahan ajar tersebut dapat digunakan oleh sasaran
yang lebih luas. Berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan, penelitian ini hanya dilakukan
B. Bahan Ajar
Bahan ajar adalah komponen yang paling penting dalam suatu kegiatan pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelas. Suatu bahan ajar sangat membantu guru dalam penyampaian materi yang
diajarkan secara runtut dan sistematis. Depdiknas (2008: 4), menyebutkan bahwasannya bahan
ajar merupakan segala bentuk bahan ajar yang digunakan guru dalam melaksanakan suatu kegiatan
belajar mengajar, meliputi materi atau substansi pembelajaran yang dirancang secara sistematis,
Menyusun suatu bahan ajar artinya menyiapkan pengalaman belajar yang akan diberikan
kepada siswa. Bahan ajar yang dikembangkan bertujuan dalm membantu siswa melakukan proses
belajar secara mandiri. Oleh sebab itu, keberadaan suatu bahan ajar yang sesuai dan layak memiliki
peranan penting dalam mencapai tujuan pembelajaran kimia yang sesuai dengan KI dan KD yang
berikut.
1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan lingkungan
sosial siswa.
2. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang
3. Membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dan membantu guru dalam mengarahkan
4. Bahan ajar digunakan sebagai alat evaluasi pencapaian/ penguasaan hasil pembelajaran.
Pengembangan suatu bahan ajar harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik
Bahan ajar memiliki wujud yang beraneka ragam. Depdiknas (2008:10), menyebutkan
bahwa berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dikelompokkan menjadi empat kategori,
1. Bahan cetak (printed), meliputi hand out, buku, modul, lembar kerja peserta didik, brosur,
2. Bahan ajar dengan (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact diskaudio.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio-visual) seperti video compact disk, dan film.
4. Bahan ajar multimedia interaktif, (interactive teaching material) meliputi CAI (Computer
Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar
penyaji diantaranya aspek isi, penyajian dan aspek kegrafisan (Abidin, 2014).
membagi pelajaran dalam beberapa fase kegiatan yang diorganisasikan secara runtut sehingga
siswa dapat mencapai kompetensi yang sudah ditentukan dalam suatu pembelajaran dengan cara
Model siklus belajar (Learning Cycle) pertama kali dikembangkan dari teori perkembangan
kognitif Piaget. Model permbelajaran ini adalah salah satu model pembelajaran yang mengacu
pentingnya siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan siswa tersebut terlibat aktif
dalam suatu proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran di kelas berlangsung lebih
yang efektif dan sangat dikenal oleh pengajar di bidang sains (Iskandar, 2011). Berdasarkan
pendapat tersebut, model pembelajaran learning Cycle 5E sangat cocok diterapkan dalam
pembelajaran khususnya pada mata pelajaran kimia karena model pembelajaran learning Cycle 5E
terdiri dari tahapan-tahapan pembelajaran yang dapat membuat siswa mampu mengkonstruk
Bybee, dkk (1989 :4) melakukan pengembangkan Learning Cycle (daur belajar) menjadi 5
awal yang dimiliki siswa serta dapat menghubungkannya dengan topik yang akan dipelajari
(Lorsbach, tanpa tahun). Dasna (2006: 79) menyatakan bahwa hal yang perlu dicapai pada fase ini
adalah munculnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang akan dipelajari di dalam kelas. Rasa
ingin tahu ini dapat tercapai dengan guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang
fakta atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Lorsbach (tanpa
tahun) juga menyatakan bahwa pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam mengidentifikasi
Menurut Dasna (2006:88) kegiatan belajar yang bisa dilakukan pada tahap engagement
adalah dengan diadakannya kegiatan demonstrasi oleh guru, siswa, atau bersama, membaca artikel
(dari media terbaru, jurnal, buku), menulis bebas mendeskipsikan peristiwa dan menganalisis suat
grafik. Tahap engagement dalam penelitian ini adalah memberikan fakta dalam kehidupan sehari-
2. Fase Exploration
Pada fase exploration, siswa diberikan kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri
maupun secara kelompok sesuai dengan model Thnik-Pair-share. Kegiatan pada fase ini akan
baru. Dengan kegiatan exploration ini, siswa diberi kesempatan untuk menguji hipotesis yang telah
mereka tetapkan. Kemudian siswa akan mencoba beberapa alternatif pemecahan, mendiskusikan
dengan teman sekelompoknya, mencatat hasil pengamatan yang diperoleh dan menganalisisnya.
Dalam fase ini, guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator dengan membantu serta mengarahkan
siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan (Lorsbach, tanpa tahun).
Kegiatan belajar yang bisa dilakukan dalam tahap exploration ialah membaca sumber
pustaka otentik untuk mengumpulkan informasi guna untuk menjawab pertanyaan, memecahkan
suatu masalah, dan melakukan eksperimen (Dasna, 2006:88). Pada bahan ajar ini tahap exploration
dilakukan dengan menyediakan kegiatan pengamatan untuk siswa dan memberikan soal-soal yang
3. Fase Explanation
Dalam fase explanation ini dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi, menyempurnakan,
dan mengembangkan konsep yang telah diperoleh siswa. Siswa didorong menjelaskan konsep
dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya (Dasna, 2006:82). Guru dapat menggunakan hasil
penjelasan yang disampaikan oleh siswa sebagai bahan diskusi (Lorsbach, tanpa tahun). Selain itu,
guru juga dapat mengenalkan konsep baru untuk memperkuat pemahaman siswa (Bybee et al,
1989). Pada fase ini, diskusi atau komunikasi antar kelompok sangat diperlukan untuk
menyamakan persepsi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Tahap explanation
dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan uraian singkat mengenai materi hidrolisis
garam.
4. Fase Elaboration
Fase elaboration ini siswa menerapkan konsep atau keterampilan pada situasi baru. Pada
dasarnya kegiatan pembelajaran pada fase ini, dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman dari siswa tentang apa yang telah mereka peroleh(Dasna, 2006:84). Pada beberapa
kasus,fase ini dapat dilaksanakan dengan kegiatan soal-soal latihan asalkan soal-soal yang
dipecahkan bukan pada tingkat pengetahuan atau pemahaman tetapi berupa pemecahan masalah
yang mencangkup analisis, aplikasi, dan evaluasi (Dasna, 2006:84). Tahap elaboration dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan soal-soal untuk memperkuat konsep siswa
5. Fase Evaluation
Tahap evaluation dilakukan untuk mendorong siswa dalam menilai pemahaman dan
kemampuan serta memberikan kesempatan bagi guru untuk mengevaluasi kemajuan siswa untuk
mencapai tujuan pendidikan. Metode atau kegiatan belajar yang dapat diberikan pada fase
evaluation antara lain berupa telaah kasus dan penilaian proses dan hasil belajar (Dasna, 2006:88).
Bentuk evaluasi ada beberapa variasi diantaranya berupa tes tertulis maupun tes lisan atau bisa
juga dilakukan dua-duanya (Iskandar, 2011). Tahap evaluation dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara memberikan soal-soal yang bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap
Model pembelajaran Learning Cycle memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Tyler
dalam Suparno (2006: 89) mengemukakan bahwa kelebihan model Learning Cycle diantaranya
yaitu (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan sendiri, (2)
memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (3) memberi
siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, (4)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba hal baru yang mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan dan (5) memberikan lingkungan belajar yang kondusif.
Dasna (2006: 71) menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Learning Cycle
belajar dan ketuntasan belajar) baik pada pembelajaran kimia di SMA maupun di perguruan tinggi.
Iskandar (2011: 48) juga menyatakan bahwa model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik
seperti Learning Cycle dapat diterapkan untuk pembelajaran topik- topik kimia yang bersifat
a. Susanti (2013) menunjukkan bahwa siswa kelas XI IPA SMAN 2 Malang yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi termokimia memiliki nilai rata-
rata hasil belajar lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran
ekspositori.
b. Rohmah (2011) menunjukkan bahwa siswa kelas XI SMA Negeri 4 Malang yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi hidrolisis garam memiliki rata-rata
nilai hasil belajar dan ketuntasan lebih tinggi (𝑥̅ = 84,61 dan 75,75% ) daripada siswa yang
Sedangkan untuk kelemahan yang dimiliki oleh model pembelajaran learning cycle 5E
diantaranya diskusi kelompok yang dilakukan pada pembelajaran learning cycle 5E umumnya
kurang berpola sehingga tidak terarah dengan baik. Penyebab utamanya adalah adanya efek
penunggang bebas yang terjadi bila salah seorang anggota kelompok memperkenankan anggota
kelompok lainnya untuk mengerjakan pekerjaan sementara ada siswa yang tidak ikut berpartisipasi
(Salomon dan Gliberson dalam Parlan, 2006: 50). Hal tersebut mengakibatkan kerja sama dan
diskusi kelompok siswa menjadi tidak efektif serta siswa menjadi kurang dapat mengkonstruk
Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang pertama
kali dikembangkan oleh Frank Lymann. Arends (dalam Trianto,2007:61) mengemukakan bahwa
model Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-Share
dapat memberikan siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Sari
(2015, 234) melalui penelitiannya mengabarkan bahwa model pembelajaran TPS memiliki
rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, menanamkan karakter yang baik pada siswa,
1. Think (Berpikir)
Pada tahap ini, seorang pengajar atau guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan
terkait materi yang dibahas yaitu materi hidrolisis garam, dan meminta siswa untuk berpikir
2. Pair (Berpasangan)
Pada tahap ini, seorang pengajar atau guru meminta siswa berdiskusikan denagn teman
sebangku untuk menjawaban pertanyaan yang diperoleh pada tahap sebelumnya yaitu
tahap Think. Sehingga akan timbul interaksi antar siswa dengan menyatukan gagasan suatu
Pada tahap ini, seorang pengajar atau guru meminta siswa yang telah melakukan diskusi
Model Learning cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivis yang
terdiri dari 5 fase yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation
(Fajaroh & Dasna, 2007: 5). Seperti yang telah dibahas diatas bahwasannya model pembelajaran
Learning Cycle 5E sendiri memiliki kelemahan yaitu pada kegiatan diskusinya. Dimana kegiatan
diskusi dalam Learning Cycle 5E sendiri tidak memiliki pola khusus. Hal ini mengakibatkan
kegiatan diskusi yang berlangsung tersebut tidak dapat memaksimalkan keaktifan siswa karena
beberapa siswa dalam kelompok tidak fokus dan kurangnya rasa tanggung jawab dalam
mengerjakan tugas dan lebih condong bergantung kepada temannya saja. Kelemahan model
Learning Cycle 5E tersebut dapat diatasi dengan model kooperatif, salah satunya adalah TPS.
Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model kooperatif yang dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam kegiatan belajar kelompok, meningkatkan karakter tanggung jawab, serta
kerjasama (Sari & Syarief, 2015: 234). Model pembelajaran TPS terdiri dari tiga tahap, yaitu
tahap think, pair, dan share. Pada model TPS memiliki pola diskusi berpasangan yang terdiri dari
2 orang. Model Learning Cycle 5E-TPS merupakan perpaduan antara model Learning Cycle 5E
dan TPS yang bertujuan untuk meningkatkan keefektifan kegiatan dalam kerja kelompok pada
model Learning Cycle 5E melalui tahapan pada model TPS. Perpaduan dua model pembelajaran
tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Menurut Tyas (2018, 38)
Learning Cycle 5E-TPS dapat meningkatkan hasil belajar kognitif. Dewi (2017) menyampaikan
berdasarkan penelitiannya bahwa siswa yang diajarkan dengan model Learning Cycle 5E-TPS
mempunyai hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan
Materi Hidrolisis Garam merupakan salah satu materi ilmu kimia yang mempunyai
banyak kaitan dengan materi – materi kimia lainnya seperti asam – basa dan reaksi
kesetimbangan ion – ion dalam larutan. Sebelum mempelajari hidrolisis garam peserta didik
terlebih dahulu harus mengetahui teori – teori asam – basa, kekuatan asam – basa yang
selanjutnya dihubungkan dengan kesetimbangan ion – ion dalam asam – basa. Selain itu, peserta
didik juga harus menguasai terlebih dahulu pH larutan sebagai suatu ukuran keasaman larutan
dan cara menghitungnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa jika larutan asam direaksikan dengan larutan basa akan
membentuk senyawa garam. Jika kita melarutkan suatu garam kedalam air maka akan ada 2
kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1. Ion – ion yang berasal dari asam lemah (missal: CH 3COO-, CN-, dan S2-) atau ion – ion
yang berasal dari basa lemah (missal: NH4+, Fe2+, dan Al3+) akan bereaksi dengan air. Reaksi
suatu ion dengan air inilah yang disebut hidrolisis. Berlangsungnya hidrolisis disebabkan
adanya kecenderungan ion – ion tersebut untuk membentuk asam atau basa asalnya.
Contoh:
CH3COO- + H2O CH3COOH + OH-
NH4+ + H2O NH4OH + H+
2. Ion – ion yang berasal dari asam kuat (misalnya Cl-, NO3-, dan SO42-) atau ion – ion yang
berasal dari basa kuat (misalnya Na+, K+, dan Ca2+) tidak bereaksi dengan air atau tidak terjadi
hidrolisis. Hal ini dikarenakan ion – ion tersebut tidak mempunyai kecenderungan untuk
membentuk asam atau basa asalnya.
(ingat kembali tentang kekuatan asam – basa)
Contoh:
Na+ + H2O tidak terjadi reaksi
SO42+ + H2O Tidak terjadi reaksi
Hidrolisis hanya dapat terjadi pada pelarutan senyawa garam yang terbentuk dari ion –
ion asam lemah dan ion – ion basa lemah dari suatu garam. Komponen garam (kation atau anion)
berasal dari asam lemah dan basa lemah membentuk ion H3O+ dan OH-.
Dari konsep diatas terlihat bahwa hidrolisis garam hanya terjadi jika salah satu komponen
penyusun garam tersebut berupa asam lemah dan atau basa lemah. jika garam yang bersifat netral
(dari asam kuat dan basa kuat) tidak terjadi hidrolisis.
1. Hidrolisis Garam dari Asam Lemah dan Basa Kuat
Jika suatu garam dari asam lemah dan basa kuat dilarutkan dalam air, maka kation dari basa
kuat tidak terhidrolisis sedangkan anion dari asam lemah akan mengalami hidrolisis. Jadi
garam dari asam lemah dan basa kuat jika dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis
parsial atau hidrolisis sebagian.
Contoh:
CH3COONa(aq) →CH3COO-(aq) + Na+(aq)
CH3COO-(aq) + H2O CH3COOH + OH-
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan penelitian dan pengembangan dalam bahan ajar yang dikembangkan ini
Rancangan penelitian dan pengembangan ini disebut dengan 4D yang memiliki empat tahap
diantaranya a) Define (pembatasan) dimana pada tahap ini terdapat lima tahap yang dilakukan
yaitu analisis awal, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep dan perumussan tujuan
pembelajaran b) Design (perancangan) dimana kegiatan yang dilakukan pada tahap design yaitu
mendessain bahan ajar dan membuat draf bahan ajar c) Develop (pengembangan) d) Disseminate
(penyebaran).
Yang mendasari pemilihan rancangan penelitian dan pengembangan 4D ini adalah pada
rancangan penelitian dan pengembangan 4D memiliki tahapannya detail dan sistematik, rancangan
penelitian dan pengembangan ini merupakan dasar pengembangan perangkat pembelajaran, serta
Tahapan yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini hanya sampai tahap
ketiga yaitu Develop (pengembangan) . Tahap Disseminate produk tidak dilakukan dalam
Analisis Awal :
D
Analisis Siswa :
E
Analisis kemampuan awal siswa
F
Analisis Konsep : I
E
Perumusan tujuan
pembelajaran
DESIGN
Penyusunan draf
bahan ajar
Validasi Ahli
D
E
Dosen kimia Guru kimia
V
E
Revisi Uji Keterbacaan
Produk L
O
Disseminate Revisi P
(Tidak dilakukan)
Gambar
1. 3.1 Langkah
Tahap 1Penyusunan Bahan Ajar dengan memodifikasi model 4D (Thiagarajan et al., 1974)
: Define (Pembatasan)
Tahap define dilakukan bertujuan untuk menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam
kebutuhan pembelajaran di lapangan. Menurut Thiagarajan (1974) Pada tahap define ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan antara lain analisis awal, analisis siswa, analisis konsep, dan
a. Analisis Awal
Analisis awal adalah langkah awal dalam suatu penelitian pengembangan. Analisis ini
dilakukan dengan melakukan sebauh observasi terhadap permasalahan yang terjadi di sekolah
atau melalui kajian literatur. Dari hasil observasi yang dilakukan di SMA PGRI 1 Tulungagung,
diperoleh gambaran mengenai fakta yang terjadi di lapangan serta masalah yang dihadapi di
lapangan. Masalah yang dihadapi pada pembelajaran kimia khususnya pada materi hidrolisis
garam adalah mayoritas siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam.
Oleh karena itu, dalam membelajarkan materi ini diperlukan bahan ajar yang sesuai.
b. Analisis Siswa
Analisis siswa ini merupakan analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
karakteristik siswa, latar belakang, kemampuan yang dimiliki siswa dan kegiatan pembelajaran
yang dilakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan observasi di SMA PGRI 1
Tulungagung. Hasil observasi digunakan sebagi pedoman untuk membuatan suatu bahan ajar
Dari hasil observasi, dapat diketahui bahwa mayoritas siswa masih kesulitan dalam
mempelajari materi hidrolisis garam karena karakteristik materi ini adalah bersifat
Konseptual,abstrak dan algoritmik. Hasil wawancara dengan guru diperoleh keterangan bahwa
mayoritas siswa yang mempelajari materi ini belum mencapai nilai KKM. Berbagai metode
sudah dilakukan, akan tetapi guru tersebut mengaku kesulitan untuk membuat siswa memahami
c. Analisis Konsep
Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi materi utama yang akan diajarkan dan
menyusunnya dalam struktur yang hirarkis. Analisis konsep ini dilakukan dengan
mengidentifikasi kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan kurikulum 2013.
Kompetensi dasar dalam materi hidrolisis garam adalah 3.11 menganalisis kesetimbangan ion-
ion dalam larutan garam dan menentukan pH-nya dan 4.11 melaporkan percobaan tentang sifat
asam basa berbagai larutan garam Tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sub materi
pembelajaran pada materi hidrolisis garam. Identifikasi sub materi pembelajaran dilakukan
melalui studi literatur yang kemudian disusun secara runtut dan sistematis. Sub materi yang
dikembangkan dalam bahan ajar terbagi menjadi :(1) menentukan sifat larutan garam (2)
Perumusan tujuan pembelajaran dilakukan untuk dijadikan acuan agar siswa mampu
mencapai kompetensi yang diinginkan serta sebagai acuan dalam penyusunan bahan ajar. Tujuan
Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah mendesain bahan ajar dan
Pada tahap ini dilakukan pembuatan rancangan awal yang meliputi format isi, model
serta sumber yang digunakan dalam pembuatan bahan ajar. Format isi ini disesuaikan dengan
karakterisik materi dan diupayakan yang menarik sehingga siswa tertarik untuk belajar serta
memudahkan siswa memahami materi pembelajaran. Model yang digunakan adalah Learning
Cycle 5E.-TPS. Format bahan ajar terdiri dari dua bentuk yaitu buku siswa dan buku guru. Bahan
ajar untuk siswa terdiri dari kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil
belajar, tahap-tahap pembelajaran model Learning Cycle 5E-TPS yang didalamnya terdapat
kimia. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan rangkuman, glosarium, dan daftar pustaka
sedangkan buku guru terdiri dari petunjuk untuk guru dalam membelajarkan siswa, kunci
Menurut Thiagarajan, dkk (1974) “Initial design is the presenting of the essential
instruction through appropriate media and in a suitable sequence.”. Rancangan awal yang
dimaksudkan ialah rancangan bahan ajar yang harus dikerjakan sebelum dilakukan uji coba.
Pada tahap ini pengembang menyusun komponen bahan ajar yang akan dikembangkan. Bahan
ajar tersebut dikembangkan berdasarkan format isi dan metode yang telah dipilih sebelumnya.
Tahap pengembangan ini merupakan tahap dimana akan dihasilkan produk dari
pengembangan yang dilakukan. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah
sebagai berikut :
a. Validasi Ahli
Validasi ahli dilakukan untuk memperoleh penilaian dan saran dari validator yang ahli
dibidangnya demi perbaikan produk pengembangan. Seorang dosen kimia UM dan satu orang
guru kimia SMA/MA diminta untuk mengevaluasi produk yang dikembangan dari sudut
pembelajaran dan teknis, dan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kekurangan dan
perbaikan pada bahan ajar. Data hasil validasi berdasarkan kriteria produk didapatkan dari
penilaian dan tanggapan validator yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kelayakan atau
Setelah mendapatkan penilaian atau tanggapan dari validator maka perlu dilakukan revisi
produk. Revisi produk dilakukan dengan tujuan memperbaiki produk yang dikembangkan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah uji coba perorangan yang dilakukan pada
10 siswa kelas XI yang telah mempelajari materi hidrolisis garam. Uji coba ini dilakukan supaya
diperoleh penilaian dari siswa mengenai tingkat keterbacaan dan pemahaman siswa dalam
mempelajari isi dari bahan ajar yang dikembangkan. Siswa memberikan penilaian terhadap
bahan ajar ini sesuai dengan kemampuannya dalam mempelajari materi hidrolisis garam dalam
bahan ajar. Hasil penilaian siswa juga digunakan sebagai acuan untuk revisi produk hasil
pengembangan.
Setelah dilakukan uji keterbacaan, penilaian yang didapatkan digunakan sebagai acuan
untuk merevisi bahan ajar. Revisi dilakukan agar bahan ajar dapat diterima karena telah sesuai
Tahap disseminate dibagi menjadi tiga langkah yaitu validasi empiris, pengemasan, serta
penyebaran dan penggunaan. Langkah dalam tahap disseminate dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Validasi Empiris
Tahap validasi empiris dilakukan dengan menerapkan bahan ajar pada kegiatan
menggunakan bahan ajar yang telah dikembangkan. Sebelum penerapan bahan ajar dilakukan,
perlu dilakukan populasi dan sampel yang akan digunakan. Selanjutnya sampel dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan eksperimen. Tiap kelompok terdiri dari siswa kelas
XI yang berjumlah dua kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang berbeda.
Langkah selanjutnya adalah penyusunan perangkat pembelajaran dan pelaksanaan
berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap penerapan bahan ajar dalam kelas sehingga
Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui keefektifan bahan ajar yang digunakan.
Saran dan kritik dari hasil validasi empiris digunakan sebagai bahan revisi bahan ajar. Tahap
validasi empiris tidak dilakukan pada penelitian dan pengembangan ini karena terbatasnya
waktu penelitian.
2. Pengemasan
Pada tahap pengemasan, bahan ajar hasil pengembangan dicetak sehingga dapat
dimanfaatkan oleh orang lain, akan tetapi tahap pengemasan tidak dilakukan dalam penelitian
Langkah selanjutnya adalah melakukan penyebarluasan bahan ajar yang telah dicetak
sehingga dapat digunakan oleh orang lain. Tahap ini tidak dilakukan dalam penelitian dan
pengembangan ini.
Uji coba produk bahan ajar ini bertujuan untuk mendapatkan data penilaian dan
pemberian tanggapan yang digunakan dalam menetapkan kelayakan bahan ajar yang telah
dikembangkan. Pengujuan bahan ajar ini dilakukan dilakukan dua tahap yaitu uji ahli dan uji
keterbacaan. Uji ahli dilakukan melalui pengisian angket penilaian bahan ajar oleh guru dan
dosen kimia. Penilaian kelayakan bahan ajar meliputi kelayakan isi dan penyajian serta
kegrafisan, sedangkan uji keterbacaan dilakukan kepada beberapa siswa untuk mengetahui
keterbacaan bahan ajar yang dilakukan dengan pengisian angket dengan menggunakan skala
Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang dosen kimia dan satu orang guru kimia
yang telah berpengalaman dalam mengajarkan kimia khususnya pada materi hidrolisis garam
serta siswa kelas XI IPA sebanyak 10 orang yang telah mendapatkan materi mengenai hidrolisis
garam
Produk bahan ajar yang akan dikembangkan ini akan diuji cobakan dengan kriteria
sebagai berikut.
a. Kriteria dosen
b. Kriteria Guru
1. Guru kimia di SMA yang sudah berpengalaman minimal 3 tahun dalam mengajar
c. Kriteria Siswa
1. Siswa tersebut merupakan siswa kelas XI IPA SMA yang sudah menempuh
mengetahui apakah bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan dengan baik
oleh siswa dalam berbagai tingkat kemampuan kognitif yang berbeda pula.
dari guru.
3. Jenis data
Data yang diperoleh dari uji coba produk pengembangan bahan ajar digunakan untuk
menyempurnakan hasil pengembangan. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan
kualitatif.
a. Data kuantitatif menunjukkan hasil penilaian dari validator yang menggunakan skala Likert.
selanjutnya dianalisis dan disesuaikan dengan kriteria yang sudah ditentukan. Data
kuantitatif berupa skor penilaian hasil validasi uji kelayakan dan uji keterbacaan oleh
b. Data kualitatif berasal dari saran, komentar, kritik dari validator dan siswa sebagai
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang diberikan pada
validator. Angket tersebut berisi mengenai bebeapa pertanyaan yang berhubungan dengan bahan
ajar. Angket dilengkapi dengan rubrik penilaian sehingga memudahkan reviewer dalam
melakukan penilaian. Instrumen angket terdiri dari beberapa macam sebagai berikut.
a. Angket penilaian tentang kelayakan bahan ajar yang meliputi isi, kelayakan kebahasaan,
b. Angket keterbacaan bahan ajar yang diberikan kepada siswa SMA kelas XI.
Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis hasil pengumpulan data dari
tinjauan para validator menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh berupa data
kualitatif yang berupa komentar, saran, kritik, tanggapan sebagai pertimbangan untuk perbaikan
produk.
Analisis data yang dilakukan pada pengembangan bahan ajar ini adalah analisa hasil
rumus :
∑𝑥
P= 𝑛
𝑥 100%
Keterangan :
P = presentase
n = skor ideal (skor tertinggi tiap aspek x jumlah validator)
∑x = jumlah skor penilaian
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar
dianggap layak apabila memenuhi kriteria kelayakan isi,penyajian, bahasa, dan keterbacaan oleh
siswa. Bahan ajar dianggap layak digunakan apabila hasil persentase validitas ≥70,01%.
Validator :
Instansi :
Alamat Instansi :
Sehubungan dengan penyusunan skripsi untuk memenuhi tugas akhir dengan ini saya
memohon bantuan Bapak/Ibu validator untuk dapat memberikan tanggapan terhadap bahan ajar
yang sudah saya kembangkan. Atas kesediaan Bapak/Ibu saya mengucapkan terimakasih.
Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda (√) untuk skor yang paling sesuai/
Contoh:
1 2 3 4
Keterangan:
Angka 4: sangat baik/ sangat menarik/sangat layak/ sangat mudah/sangat sesuai/sangat tepat
Angka 3: baik/menarik/layak/mudah/sesuai/tepat
Angka 2: cukup baik/cukup menarik/cukup layak/cukup mudah/cukup sesuai/cukup tepat
Angka 1: kurang baik/kurang menarik/kurang layak/sulit /kurang sesuai/kurang tepat
2. Lembar Komentar dan saran disediakan pada poin B.
A. Angket Penilaian
Skor
No Indikator
4 3 2 1
KEGRAFISAN
22. Jenis dan ukuran huruf konsisten serta memudahkan peserta didik
untuk mempelajari materi
Apabila ada yang lebih rinci , mohon Bapak/ Ibu memberikan saran desertai dengan halaman bahan ajar
yang kurang sesuai pada kolom di bawah ini
Malang,…………………………………….2016
(……………………………………..)
Lampiran 2: Instrumen Uji Keterbacaan
Nama :
NIS :
Profesi :
Instansi :
di tempat
Sehubungan dengan penyusunan skripsi untuk memenuhi tugas akhir dengan ini saya
memohon bantuan saudara/i untuk dapat memberikan tanggapan terhadap bahan ajar yang sudah
saya kembangkan. Atas kesediaan saudara/i saya mengucapkan terimakasih.
Petunjuk pengisian:
3. Berilah tanda (√) untuk skor yang paling sesuai/
Contoh:
1 2 3 4
Keterangan:
Skor 4 : sangat jelas / sangat menarik / sangat tepat / sangat sesuai / sangat sistematis /
sangat luas / sangat dalam / sangat mudah
Skor 2 : kurang jelas / kurang menarik / kurang tepat / kurang sesuai / kurang sistematis
/ kurang luas / kurang dalam / kurang mudah
Skor 1 : tidak jelas / tidak menarik / tidak tepat / tidak sesuai / tidak sistematis / tidak
luas / tidak dalam / tidak mudah
Tanggapan Buku Ajar oleh Peserta didik
Skor
No. Indikator
4 3 2 1
Kebahasaan
Keterbacaan
Penyajian
Tampilan
Manfaat
16. Buku ajar dapat dijadikan sebagai sumber belajar utama bagi
peserta didik dalam mempelajari materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan