Anda di halaman 1dari 43

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KIMIA BERBASIS LEARNING CYCLE 5E-THINK

PAIR DAN SHARE PADA MATERI HIDROLISIS GARAM UNTUK SISWA KELAS XI
SMA

Yang dibina oleh


Dr. Endang Budiasih, M.S

OLEH
RIESYLIA EVA RAHMADHANI
160331605688

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JANUARI 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrolisis merupakan salah satu materi kimia yang diajarkan pada siswa SMA kelas XI

semester genap. Berdasarkan kurikulum 2013, materi hidrolisis mencakup kompetensi dasar 3.12

menganalisis kesetimbangan ion-ion dalam larutan garam dan menentukan pH-nya dan 4.11

melaporkan percobaan tentang sifat asam basa berbagai larutan garam. Dalam materi hidrolisis

garam terdapat beberapa konsep yang dibelajarkan kepada siswa diantaranya:sifat asam basa

garam,konsep hidrolisis,tetapan hidrolisis serta pH larutan garam yang terhidrolisis. Larutan

garam sendiri ada yang bersifat asam,basa dan netral (Mc.Murry,2012). Materi hidrolisis garam

sendiri masih dianggap sulit oleh para siswa karena sifatnya yang abstrak dan algoritmik.

Berdasarkan hasil wawancana dengan salah satu guru di SMA PGRI 1 Tulungagung ditemukan

bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM pada materi Hdirolisis

garam terutanya pada pencapaian KD 3.12. Fitri (2014) melaporkan berdasarkan hasil observasi

yang telah dilakukan dengan guru kimia di SMAN 8 Malang bahwasannya materi hidrolisis

garam dianggap sebagai materi yang sulit dipahami oleh siswa. Hal ini ditunjukkan dengan

43,7% siswa mendapat nilai di bawah KKM. Salah satu penyebab kesulitan tersebut

kemungkinan adalah pendekatan pembelajaran yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan

solusi untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menerapkan pembelajaran yang

dapat melibatkan siswa secara aktif dalam membangun konsep yang dipelajari. Salah satu cara

meningkatkan kemampuan operasi formal siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran

yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan inovatif dari siswa. Salah satu model
pembelajaran yang sesuai dengan kriteria tersebut adalah Learning Cycle 5E. Model

pembelajaran Learning Cycle 5E sendiri termasuk dalam salah satu model pembelajaran yang

mengacu pada paradigma konstruktivis yang didalamnya terdapat 5 fase pembelajaran yaitu

engagement, exploration, explanation, elaboration dan evaluation yang diharapkan dalam

penerapannya di dalam kelas dapat mencapai kompetensi yang sudah ditentukan dalam

pembelajaran dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Learning Cycle 5E

merupakan salah satu model pembelajaran yang memberi keuntungan dalam meningkatkan

motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas,

dan dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa sehingga proses pembelajaran menjadi lebih

bermakna (Fajaroh, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Opara dan Waswa (2013:1270)

yang dilakukan di Kenya membuktikan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E mampu

meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah. Susanti (2013) mengabarkan bahwa siswa kelas

XI IPA SMAN 2 Malang yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada

materi termokimia memiliki nilai rata-rata hasil belajar lebih tinggi dibandingkan siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori.

Pada model pembelajarn Learning Cycle 5E dapat dipadukan dengan model

pembelajaran kooperatif yaitu Think Pair Share(TPS) menjadi model pembelajaran Learning

Cycle 5E-TPS sehingga dapat memaksimalkan pola diskusi siswa,dimana pada model Learning

Cycle 5E sendiri tidak memiliki pola diskusi yang khusus. Tahapan dalam TPS adalah

think(berfikir),pair(berpasangan),dan share (berbagi). Sari dan syarief (2015:234) mengabarkan

bahwa TPS pada setiap sintaks-nya mengatur jalannya diskusi kelompok untuk mencapai tujuan

diskusi yang diinginkan Dewi (2017) menyampaikan berdasarkan penelitiannya bahwa siswa
yang diajarkan dengan model Learning Cycle 5E-TPS mempunyai hasil belajar yang lebih

tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan model Learning Cycle 5E

Terlaksananya pembelajaran Learning Cycle 5E-TPS memerlukan bahan ajar yang sesuai

dengan langkah-langkah Learning Cycle 5E-TPS. Bahan ajar merupakan segala bahan yang

digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dan merupakan bagian penting dalam proses belajar

mengajar. Melalui bahan ajar, guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan

siswa akan lebih terbantu dalam belajar (Depdiknas, 2008).

Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan penelitian dan pengembangan yang

berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Kimia Berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada Materi

Hidrolisis Garam Untuk Siswa SMA Kelas XI”.

B. Tujuan Penelitian

Bardasarkan latar belakang di atas, penelitian dan pengembangan ini bertujuan untuk:

1. Menghasilkan bahan ajar kimia menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5E-TPS

pada materi hidrolisis garam untuk siswa SMA kelas XI.

2. Mengetahui tingkat kelayakan produk bahan ajar kimia dengan model pembelajaran

Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam untuk siswa SMA kelas XI.

C. Spesifikasi Produk

Produk yang dikembangkan adalah bahan ajar kimia dengan model Learning Cycle 5E-

TPS dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Bahan ajar kimia mengenai materi hidrolisis garam dapat digunakan oleh guru dalam

proses pembelajaran pada siswa SMA kelas XI semester genap.

2. Bahan ajar kimia ini dikembangkan dengan menggunakan model pembelajaran Learning

Cycle 5E-TPS dengan disajikan sebagai berikut :


Tahapan model pembelajaran Learning Cycle yaitu engagement, exploration, explanation,

elaboration dan evaluation. Perpaduan model Learning Cycle 5E dan TPS dilakukan di

tahap exploration, dan elaboration.

a. Fase Engagement : menyajikan suatu fenomena yang berhubungan dengan materi

hidrolisis garam untuk meningkatkan minat siswa dalam mempelajari materi tersebut

b. Fase Exploration : menyajikan kegiatan siswa misalnya kegiatan praktikum atau

membaca data untuk membangun konsep secara individu. Setelah siswa berhasil

menemukan suatu konsep,siswa tersebut kemudian melakukan diskusi secara

berpasangan untuk saling menyatakan konsep yang telah ditemukan satu sama lain

c. Fase explanation:menyajikan penjelasan mengenai materi hidrolisis garam agar

pemahaman siswa menjadi lebih sempurna

d. Fase Elaboration : menyajikan permasalahan-permasalahan terbuka untuk memperluas

konsep yang diperoleh sebelumnya dilakuakn secara individu kemudian diskusi

dengan teman sebangku

e. Fase Evaluation : menyajikan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali dan mengetahui

sejauh mana pemahaman siswa

3. Produk yang dikembangkan terdiri dari buku siswa dan buku guru.

4. Bahan ajar kimia yang dikembangkan terdiri dari kompetensi dasar, indikator pencapaian

hasil belajar, tahap-tahap pembelajaran model Learning Cycle 5E-TPS yang didalamnya

terdapat kegiatan praktikum atau mengamati data, pertanyaan-pertanyaan bimbingan,

uraian materi, informasi mengenai kimia. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan

rangkuman, glosarium, dan daftar pustaka.


5. Buku guru terdiri dari petunjuk untuk guru dalam membelajarkan siswa, kunci jawaban

serta semua komponen yang ada pada buku siswa

D. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan bahan ajar kimia menggunakan model Learning Cycle 5E-

TPS pada materi hidrolisis garam ini dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya sebagai

berikut.

1. Bagi Siswa

a. Siswa dapat termotivasi dalam menggali konsep dan menemukan konsep tentang

hidrolisis garam dengan mudah dan menyenangkan karena dihubungkan dengan

kehidupan sehari-hari.

b. Sebagai referensi tambahan bagi siswa untuk mempelajari materi hidrolisis garam

2. Bagi Guru

a. Memberikan masukan kepada guru dalam memilih strategi pembelajaran yang sesuai

guna untuk memperbaiki proses pembelajaran dan memudahkan pembelajaran kimia

sehingga pemahaman siswa terhadap materi hidrolisis garam lebih meningkat.

b. Sebagai referensi dalam pembelajaran kimia khususnya pada materi hidrolisis garam

berbasis model pembelajaran Learning Cycle 5E-TPS.

3. Bagi Peneliti Lain

a. Memberikan sarana informasi mengenai pelaksanaan pengembangan bahan ajar kimia

menggunakan model Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam

b. Sebagai pertimbangan untuk mengembangkan bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-

TPS pada materi yang lain.


E. Asumsi dan Keterbatasan

Pengembangan bahan ajar kimia menggunakan model Learning Cycle 5E-TPS pada

materi hidrolisis garam untuk siswa kelas XI peneliti berasumsi bahwa kedalaman atau keluasan

materi yang terdapat dalam bahan ajar setara dengan tingkatan siswa SMA.

Dalam bahan ajar yang dikembangkan masih ada beberapa keterbatasan pengembangan

bahan ajar ini yakni :

1. Pengembangan bahan ajar ini hanya terbatas pada materi hidrolisis garam

2. Pengembangan bahan ajar ini hanya divalidasi isi oleh validator ahli dan diuji keterbacaannya

hanya pada beberapa siswa karena keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.

3. Bahan ajar kimia dengan model Learning Cycle 5E-TPS ini hanya bisa diterapkan pada siswa

kelas XI semester genap.

4. Pengembangan bahan ajar ini menggunakan rancangan penelitian dan pengembangan

Thiagarajan (1974) yang disebut dengan 4D dan terdiri dari tahap define, design,develop, dan

disseminate. Namun dalam pengembangan bahan ajar ini hanya dilakukan sampai tahap

develop karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan guru dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar.

2. Learning Cycle 5E merupakan salah model pembelajaran berbasis pendekatan

konstruktivistik yang membagi tahap-tahap atau fase-fase pembelajaran menjadi lima

tahapan, yaitu fase engagement, exploration, explanation, elaboration, evaluation.


3. Learning Cycle 5E-TPS merupakan perpaduan model pembelajaran Learning Cycle 5E dan

TPS dimana pada tahap exploration,explanation dan elaboration dipadukan dengan tahap

TPS

4. Materi hidrolisis garam merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran kimia yang

bersifat abstrak dan algoritmik yang diberikan pada kelas XI SMA.

5. Rancangan penelitian dan pengembangan 4D. 4D merupakan suatu rancangan penelitian

dan pengembangan yang terdiri dari 4 tahapan yaitu define, design, develop, disseminate

yang dikemukakan oleh Thiagarajan pada tahun 1974.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Rancangan Penelitian dan Pengembangan 4-D dari Thiagarajan

Rancangan penelitian dan pengembangan adalah dasar yang digunakan untuk mengembangkan

suatu produk bahan ajar yang diinginkan supaya bisa digunakan sebagai rujukan dalam proses

pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Dalam rencana pengembangan bahan ajar ini,

penulis mengikuti alur dari Thiagarajan (1974). Model pengembangannya adalah 4-D yang terdiri

dari 4 tahap, yaitu Define (pembatasan), Design (perancangan), Develop (pengembangan), dan

Disseminate (penyebaran).

1. Tahap Define

Pada tahap Define menyatakan syarat-syarat dari proses pembelajaran. Pada model

pengembangan bahan ajar lain, dalam tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan. Yang

dilakukan dalam tahap ini adalah, menganalisis kebutuhan pengembangan yang dibutuhkan di

lapangan, syarat-syarat pengembangan produk sesuai dengan kebutuhan pengguna serta model

penelitian dan pengembangan yang sesuai digunakan dalam mengembangkan suatu produk bahan

ajar. Analisis dalam tahap ini bisa dilakukan melalui kajian literatur atau penelitian pendahuluan.

Pada tahap define,terdapat lima tahap yang harus dilakukan diantaranya:

a. Analisis Awal

Pada tahap analisis awal ini memiliki tujuan untuk identifikasi perlunya dikembangkan

bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam untuk siswa SMA kelas

XI. Pada tahap ini dilakukan analisis kelemahan bahan ajar yang ada pada saat ini sehingga
perluyang namanya pengembangkan bahan ajar sebagai upaya dalam perbaikan bahan ajar yang

sudah ada di lapangan.

b. Analisis Siswa

Pada analisis siswa ini dilakukan dengan mempunyai tujuan dalam mengetahui

karakteristik siswa, latar belakang, kemampuan yang dimiliki siswa dan kegiatan pembelajaran

yang dilakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan observasi di SMA PGRI 1

Tulungagung. Hasil observasi digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan bahan ajar yang

sesuai dengan kebutuhan siswa. Berdasarkan hasil observasi, diperoleh hasil bahwa mayoritas

siswa masih kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam karena karakteristika materi ini

adalah bersifat abstrak dan algoritmik. Hasil wawancara dengan guru diperoleh keterangan bahwa

mayoritas siswa yang mempelajari materi ini belum mencapai nilai KKM. Berbagai metode sudah

dilakukan, namun guru tersebut mengaku masih kesulitan dalam membuat siswa memahami

konsep hidrolisis garam secara utuh

c. Analisis Tugas

Pada tahap analisis tugas dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi keterampilan

yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam materi

hidrolisis garam sesuai dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).

d. Analisis Konsep

Dalam tahap analisis konsep dilakukan bertujuan untuk mengkaji konsep materi yang

diajarkan yaitu mengenai materi hidrolisis garam berdasarkan sumber literatur yang relevan dan

kemudian menyusun sebuah bahan ajar yang sistematis. Analisis konsep sendiri dilakukan untuk

mengkaji pengetahuan konseptual dan prosedural pada materi hidrolisis garam sebagai sarana

pencapaian Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pada materi tersebut. Pada tahap
analisis konsep ini dilakukan (1) analisis kompetensi inti dan kompetensi dasar, (2) analisis bahan

ajar dengan dilakukannya pengumpulan dan melakukan identifikasi sumber yang mendukung

penyusunan bahan ajar.

e. Perumusan Tujuan Pembelajaran.

Perumusan tujuan pembelajaran perlu dilakukan dalam penulisan suatu bahan ajar. Hal ini

berguna untuk membatasi peneliti agar tidak menyimpang dari tujuan awal pada saat penulisan

bahan ajar.

2. Tahap Design

Pada tahap Design memiliki tujuan dalam merancang suatu bahan ajar yang akan

dikembangkan. Pada tahap design ini yang dilakukan adalah mendesain sebuah bahan ajar dan

membuat draf bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada materi hidrolisis garam.

Pada tahap perancangan, peneliti sudah membuat rancangan produk. Pada konteks

pengembangan bahan ajar, tahap ini dilakukan bertujuan untuk membuat bahan ajar sesuai dengan

kerangka isi hasil analisis kurikulum dan materi yang ada. Dalam konteks pengembangan model

pembelajaran, tahap ini diisi dengan kegiatan menyiapkan kerangka konseptual model dan rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan mensimulasikan penggunaan bahan ajar tersebut namun

hanya dalam lingkup kecil.


3. Tahap Develop

Pada tahap develop memiliki tujuan untuk menghasilkan bahan ajar yang sudah direvisi

oleh para ahli pada bidangnya. Pada tahap develop yang dilakukan adalah melakukan konsultasi

dengan dosen pembimbing, melakukan revisi produk hasil pengembangan, melakukan validasi

produk hasil pengembangan, dan menganalisis hasil validasi. Pada tahap develop ini diperoleh

hasil akhir produk pengembangan berupa bahan ajar berbasis Learning Cycle 5E-TPS pada materi

hidrolisis garam untuk siswa SMA kelas XI.

4. Tahap Disseminate

Pada tahap Disseminate dilakukan penerapan penggunaan bahan ajar yang telah

dikembangkan untuk menguji efektivitas pengembangan bahan ajar dalam proses kegiatan belajar

mengajar di dalam kelas. Tahap disseminate dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahan

ajar yang telah dikembangkan dalam penelitian eksperimen atau dapat juga dilakukan penelitian

tindakan kelas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan bahan ajar tersebut.

Thiagarajan (1974) mengabarkan bahwa pada tahap disseminate dibagi dalam tiga

kegiatan yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation

testing, produk bahan ajar yang telah dilakukan revisi pada tahap pengembangan kemudian

diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan

pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui

keefektivitasannya suatu produk yang dikembangkan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu

dicari dan diutarakan bagaimana solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah

produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan packaging

(pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan

oleh orang lain.


Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan melalui sosialisasi

bahan ajar dengan mendistribusikan dalam jumlah terbatas kepada guru dan siswa. Pendistribusian

ini dilakukan untuk mengetahui respon terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan. Apabila

respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan pencetakan dalam jumlah

yang banyak dan dilakukan pemasaran supaya bahan ajar tersebut dapat digunakan oleh sasaran

yang lebih luas. Berdasarkan pertimbangan yang telah dilakukan, penelitian ini hanya dilakukan

sampai tahap ketiga yaitu tahap Develop.

B. Bahan Ajar

Bahan ajar adalah komponen yang paling penting dalam suatu kegiatan pembelajaran yang

dilakukan di dalam kelas. Suatu bahan ajar sangat membantu guru dalam penyampaian materi yang

diajarkan secara runtut dan sistematis. Depdiknas (2008: 4), menyebutkan bahwasannya bahan

ajar merupakan segala bentuk bahan ajar yang digunakan guru dalam melaksanakan suatu kegiatan

belajar mengajar, meliputi materi atau substansi pembelajaran yang dirancang secara sistematis,

sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang siswa untuk belajar.

Menyusun suatu bahan ajar artinya menyiapkan pengalaman belajar yang akan diberikan

kepada siswa. Bahan ajar yang dikembangkan bertujuan dalm membantu siswa melakukan proses

belajar secara mandiri. Oleh sebab itu, keberadaan suatu bahan ajar yang sesuai dan layak memiliki

peranan penting dalam mencapai tujuan pembelajaran kimia yang sesuai dengan KI dan KD yang

tercantum dalam Kurikulum 2013.


Depdiknas (2008: 6), menyebutkan bahwa bahan ajar disusun dengan tujuan sebagai

berikut.

1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan

kebutuhan peserta didik, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan lingkungan

sosial siswa.

2. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang

terkadang sulit diperoleh.

3. Membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dan membantu guru dalam mengarahkan

semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi

yang seharusnya diajarkan kepada siswa.

4. Bahan ajar digunakan sebagai alat evaluasi pencapaian/ penguasaan hasil pembelajaran.

Pengembangan suatu bahan ajar harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik

materi ajar yang akan dilakukan pengembangan.

Bahan ajar memiliki wujud yang beraneka ragam. Depdiknas (2008:10), menyebutkan

bahwa berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dikelompokkan menjadi empat kategori,

yang diuraikan sebagai berikut.

1. Bahan cetak (printed), meliputi hand out, buku, modul, lembar kerja peserta didik, brosur,

leaflet, wallchart, foto/ gambar, dan poster.

2. Bahan ajar dengan (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact diskaudio.

3. Bahan ajar pandang dengar (audio-visual) seperti video compact disk, dan film.

4. Bahan ajar multimedia interaktif, (interactive teaching material) meliputi CAI (Computer

Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar

berbasis web (web based learning materials).


Dalam penulisan sebuah bahan ajar ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan bagi

penyaji diantaranya aspek isi, penyajian dan aspek kegrafisan (Abidin, 2014).

C. Model Pembelajaran Learning Cycle

Model pembelajaran learning cycle 5E merupakan suatu model pembelajaran yang

membagi pelajaran dalam beberapa fase kegiatan yang diorganisasikan secara runtut sehingga

siswa dapat mencapai kompetensi yang sudah ditentukan dalam suatu pembelajaran dengan cara

terlibat aktif dalam suatu proses pembelajaran.

Model siklus belajar (Learning Cycle) pertama kali dikembangkan dari teori perkembangan

kognitif Piaget. Model permbelajaran ini adalah salah satu model pembelajaran yang mengacu

pada paradigma pembelajaran konstruktivistik dimana model pembelajaran ini menekankan

pentingnya siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan siswa tersebut terlibat aktif

dalam suatu proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran di kelas berlangsung lebih

berpusat pada siswa (Dasna, 2006).

Model pembelajaran Learning Cycle 5E sendiri merupakan model pembelajaran sains

yang efektif dan sangat dikenal oleh pengajar di bidang sains (Iskandar, 2011). Berdasarkan

pendapat tersebut, model pembelajaran learning Cycle 5E sangat cocok diterapkan dalam

pembelajaran khususnya pada mata pelajaran kimia karena model pembelajaran learning Cycle 5E

terdiri dari tahapan-tahapan pembelajaran yang dapat membuat siswa mampu mengkonstruk

sendiri konsep materi yang diajarkan.

Bybee, dkk (1989 :4) melakukan pengembangkan Learning Cycle (daur belajar) menjadi 5

fase yaitu Fase Engagement (pendahuluan), Exploration (eksplorasi), Explanation (penjelasan),

Elaboration (penerapan), Evaluation (evaluasi).


1. Fase Engagement

Fase engagement bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mengetahui pengetahuan

awal yang dimiliki siswa serta dapat menghubungkannya dengan topik yang akan dipelajari

(Lorsbach, tanpa tahun). Dasna (2006: 79) menyatakan bahwa hal yang perlu dicapai pada fase ini

adalah munculnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang akan dipelajari di dalam kelas. Rasa

ingin tahu ini dapat tercapai dengan guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang

fakta atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Lorsbach (tanpa

tahun) juga menyatakan bahwa pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam mengidentifikasi

adanya kesalahan konsep pada pemahaman siswa.

Menurut Dasna (2006:88) kegiatan belajar yang bisa dilakukan pada tahap engagement

adalah dengan diadakannya kegiatan demonstrasi oleh guru, siswa, atau bersama, membaca artikel

(dari media terbaru, jurnal, buku), menulis bebas mendeskipsikan peristiwa dan menganalisis suat

grafik. Tahap engagement dalam penelitian ini adalah memberikan fakta dalam kehidupan sehari-

hari yang berhubungan dengan materi hidrolisis garam.

2. Fase Exploration

Pada fase exploration, siswa diberikan kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri

maupun secara kelompok sesuai dengan model Thnik-Pair-share. Kegiatan pada fase ini akan

menciptakan ketidakseimbangan kognitif yang dialami siswa sehingga menciptakan pengetahuan

baru. Dengan kegiatan exploration ini, siswa diberi kesempatan untuk menguji hipotesis yang telah

mereka tetapkan. Kemudian siswa akan mencoba beberapa alternatif pemecahan, mendiskusikan

dengan teman sekelompoknya, mencatat hasil pengamatan yang diperoleh dan menganalisisnya.

Dalam fase ini, guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator dengan membantu serta mengarahkan

siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan (Lorsbach, tanpa tahun).
Kegiatan belajar yang bisa dilakukan dalam tahap exploration ialah membaca sumber

pustaka otentik untuk mengumpulkan informasi guna untuk menjawab pertanyaan, memecahkan

suatu masalah, dan melakukan eksperimen (Dasna, 2006:88). Pada bahan ajar ini tahap exploration

dilakukan dengan menyediakan kegiatan pengamatan untuk siswa dan memberikan soal-soal yang

bertujuan untuk mengkonstruk konsep materi hidrolisis garam.

3. Fase Explanation

Dalam fase explanation ini dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi, menyempurnakan,

dan mengembangkan konsep yang telah diperoleh siswa. Siswa didorong menjelaskan konsep

yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan

dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya (Dasna, 2006:82). Guru dapat menggunakan hasil

penjelasan yang disampaikan oleh siswa sebagai bahan diskusi (Lorsbach, tanpa tahun). Selain itu,

guru juga dapat mengenalkan konsep baru untuk memperkuat pemahaman siswa (Bybee et al,

1989). Pada fase ini, diskusi atau komunikasi antar kelompok sangat diperlukan untuk

menyamakan persepsi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Tahap explanation

dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan uraian singkat mengenai materi hidrolisis

garam.

4. Fase Elaboration

Fase elaboration ini siswa menerapkan konsep atau keterampilan pada situasi baru. Pada

dasarnya kegiatan pembelajaran pada fase ini, dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan

pemahaman dari siswa tentang apa yang telah mereka peroleh(Dasna, 2006:84). Pada beberapa

kasus,fase ini dapat dilaksanakan dengan kegiatan soal-soal latihan asalkan soal-soal yang
dipecahkan bukan pada tingkat pengetahuan atau pemahaman tetapi berupa pemecahan masalah

yang mencangkup analisis, aplikasi, dan evaluasi (Dasna, 2006:84). Tahap elaboration dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan soal-soal untuk memperkuat konsep siswa

mengenai materi hidrolisis garam.

5. Fase Evaluation

Tahap evaluation dilakukan untuk mendorong siswa dalam menilai pemahaman dan

kemampuan serta memberikan kesempatan bagi guru untuk mengevaluasi kemajuan siswa untuk

mencapai tujuan pendidikan. Metode atau kegiatan belajar yang dapat diberikan pada fase

evaluation antara lain berupa telaah kasus dan penilaian proses dan hasil belajar (Dasna, 2006:88).

Bentuk evaluasi ada beberapa variasi diantaranya berupa tes tertulis maupun tes lisan atau bisa

juga dilakukan dua-duanya (Iskandar, 2011). Tahap evaluation dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara memberikan soal-soal yang bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap

konsep yang telah dipelajari yaitu mengenai materi hidrolisis garam.

Model pembelajaran Learning Cycle memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Tyler

dalam Suparno (2006: 89) mengemukakan bahwa kelebihan model Learning Cycle diantaranya

yaitu (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan sendiri, (2)

memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (3) memberi

siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, (4)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba hal baru yang mendorong siswa untuk

memikirkan perubahan gagasan dan (5) memberikan lingkungan belajar yang kondusif.

Dasna (2006: 71) menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Learning Cycle

dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran (indikatornya yaitu meningkatkan keaktifan


siswa, komunikasi, interaksi siswa belajar) dan juga kualitas hasil belajar (meningkatnya prestasi

belajar dan ketuntasan belajar) baik pada pembelajaran kimia di SMA maupun di perguruan tinggi.

Iskandar (2011: 48) juga menyatakan bahwa model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik

seperti Learning Cycle dapat diterapkan untuk pembelajaran topik- topik kimia yang bersifat

teoritis maupun yang melibatkan praktikum.

Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa model pembelajaran Learning Cycle 5E

efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa antara lain:

a. Susanti (2013) menunjukkan bahwa siswa kelas XI IPA SMAN 2 Malang yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi termokimia memiliki nilai rata-

rata hasil belajar lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

ekspositori.

b. Rohmah (2011) menunjukkan bahwa siswa kelas XI SMA Negeri 4 Malang yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada materi hidrolisis garam memiliki rata-rata

nilai hasil belajar dan ketuntasan lebih tinggi (𝑥̅ = 84,61 dan 75,75% ) daripada siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran ekspositori (𝑥̅ = 75,88 dan 60,60%).

Sedangkan untuk kelemahan yang dimiliki oleh model pembelajaran learning cycle 5E

diantaranya diskusi kelompok yang dilakukan pada pembelajaran learning cycle 5E umumnya

kurang berpola sehingga tidak terarah dengan baik. Penyebab utamanya adalah adanya efek

penunggang bebas yang terjadi bila salah seorang anggota kelompok memperkenankan anggota

kelompok lainnya untuk mengerjakan pekerjaan sementara ada siswa yang tidak ikut berpartisipasi

(Salomon dan Gliberson dalam Parlan, 2006: 50). Hal tersebut mengakibatkan kerja sama dan

diskusi kelompok siswa menjadi tidak efektif serta siswa menjadi kurang dapat mengkonstruk

pengetahuannya secara maksimal.


D. Model Pembelajaran Think Pair Share

Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang pertama

kali dikembangkan oleh Frank Lymann. Arends (dalam Trianto,2007:61) mengemukakan bahwa

model Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk

mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-Share

dapat memberikan siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Sari

(2015, 234) melalui penelitiannya mengabarkan bahwa model pembelajaran TPS memiliki

kelebihan sebagai berikut.:meningkatkan keaktifan siswa,komunikasi antar siswa, meningkatkan

rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, menanamkan karakter yang baik pada siswa,

menumbuhkan kesadaran diri pada diri siswa untuk semangat belajar.

Langkah-langkah pembelajaran TPS adalah sebagai berikut:

1. Think (Berpikir)

Pada tahap ini, seorang pengajar atau guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan

terkait materi yang dibahas yaitu materi hidrolisis garam, dan meminta siswa untuk berpikir

sendiri dalam waktu beberapa menit.

2. Pair (Berpasangan)

Pada tahap ini, seorang pengajar atau guru meminta siswa berdiskusikan denagn teman

sebangku untuk menjawaban pertanyaan yang diperoleh pada tahap sebelumnya yaitu

tahap Think. Sehingga akan timbul interaksi antar siswa dengan menyatukan gagasan suatu

permasalahan yang telah diberikan oleh guru.


3. Share (Berbagi)

Pada tahap ini, seorang pengajar atau guru meminta siswa yang telah melakukan diskusi

bersama pasangannya untuk mengemukaan pada keseluruhan kelas.

E. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dipadu Think Pair Share

Model Learning cycle 5E merupakan salah satu model pembelajaran konstruktivis yang

terdiri dari 5 fase yaitu engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation

(Fajaroh & Dasna, 2007: 5). Seperti yang telah dibahas diatas bahwasannya model pembelajaran

Learning Cycle 5E sendiri memiliki kelemahan yaitu pada kegiatan diskusinya. Dimana kegiatan

diskusi dalam Learning Cycle 5E sendiri tidak memiliki pola khusus. Hal ini mengakibatkan

kegiatan diskusi yang berlangsung tersebut tidak dapat memaksimalkan keaktifan siswa karena

beberapa siswa dalam kelompok tidak fokus dan kurangnya rasa tanggung jawab dalam

mengerjakan tugas dan lebih condong bergantung kepada temannya saja. Kelemahan model

Learning Cycle 5E tersebut dapat diatasi dengan model kooperatif, salah satunya adalah TPS.

Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model kooperatif yang dapat meningkatkan

keaktifan siswa dalam kegiatan belajar kelompok, meningkatkan karakter tanggung jawab, serta

kerjasama (Sari & Syarief, 2015: 234). Model pembelajaran TPS terdiri dari tiga tahap, yaitu

tahap think, pair, dan share. Pada model TPS memiliki pola diskusi berpasangan yang terdiri dari

2 orang. Model Learning Cycle 5E-TPS merupakan perpaduan antara model Learning Cycle 5E

dan TPS yang bertujuan untuk meningkatkan keefektifan kegiatan dalam kerja kelompok pada

model Learning Cycle 5E melalui tahapan pada model TPS. Perpaduan dua model pembelajaran

tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Menurut Tyas (2018, 38)

Learning Cycle 5E-TPS dapat meningkatkan hasil belajar kognitif. Dewi (2017) menyampaikan
berdasarkan penelitiannya bahwa siswa yang diajarkan dengan model Learning Cycle 5E-TPS

mempunyai hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan

model Learning Cycle 5E saja.

F. Materi Hidrolisis Garam

Materi Hidrolisis Garam merupakan salah satu materi ilmu kimia yang mempunyai
banyak kaitan dengan materi – materi kimia lainnya seperti asam – basa dan reaksi
kesetimbangan ion – ion dalam larutan. Sebelum mempelajari hidrolisis garam peserta didik
terlebih dahulu harus mengetahui teori – teori asam – basa, kekuatan asam – basa yang
selanjutnya dihubungkan dengan kesetimbangan ion – ion dalam asam – basa. Selain itu, peserta
didik juga harus menguasai terlebih dahulu pH larutan sebagai suatu ukuran keasaman larutan
dan cara menghitungnya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa jika larutan asam direaksikan dengan larutan basa akan
membentuk senyawa garam. Jika kita melarutkan suatu garam kedalam air maka akan ada 2
kemungkinan yang terjadi, yaitu:

1. Ion – ion yang berasal dari asam lemah (missal: CH 3COO-, CN-, dan S2-) atau ion – ion
yang berasal dari basa lemah (missal: NH4+, Fe2+, dan Al3+) akan bereaksi dengan air. Reaksi
suatu ion dengan air inilah yang disebut hidrolisis. Berlangsungnya hidrolisis disebabkan
adanya kecenderungan ion – ion tersebut untuk membentuk asam atau basa asalnya.
Contoh:
CH3COO- + H2O CH3COOH + OH-
NH4+ + H2O NH4OH + H+
2. Ion – ion yang berasal dari asam kuat (misalnya Cl-, NO3-, dan SO42-) atau ion – ion yang
berasal dari basa kuat (misalnya Na+, K+, dan Ca2+) tidak bereaksi dengan air atau tidak terjadi
hidrolisis. Hal ini dikarenakan ion – ion tersebut tidak mempunyai kecenderungan untuk
membentuk asam atau basa asalnya.
(ingat kembali tentang kekuatan asam – basa)
Contoh:
Na+ + H2O tidak terjadi reaksi
SO42+ + H2O Tidak terjadi reaksi
Hidrolisis hanya dapat terjadi pada pelarutan senyawa garam yang terbentuk dari ion –
ion asam lemah dan ion – ion basa lemah dari suatu garam. Komponen garam (kation atau anion)
berasal dari asam lemah dan basa lemah membentuk ion H3O+ dan OH-.
Dari konsep diatas terlihat bahwa hidrolisis garam hanya terjadi jika salah satu komponen
penyusun garam tersebut berupa asam lemah dan atau basa lemah. jika garam yang bersifat netral
(dari asam kuat dan basa kuat) tidak terjadi hidrolisis.
1. Hidrolisis Garam dari Asam Lemah dan Basa Kuat
Jika suatu garam dari asam lemah dan basa kuat dilarutkan dalam air, maka kation dari basa
kuat tidak terhidrolisis sedangkan anion dari asam lemah akan mengalami hidrolisis. Jadi
garam dari asam lemah dan basa kuat jika dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis
parsial atau hidrolisis sebagian.
Contoh:
CH3COONa(aq) →CH3COO-(aq) + Na+(aq)
CH3COO-(aq) + H2O CH3COOH + OH-

Na+ + H2O → Tidak Terjadi reaksi


2. Hidrolisis Garam dari Asam Kuat dan Basa Lemah
Garam dari asam kuat dan basa lemah jika dilarutkan dalam air juga akan mengalami
hidrolisis sebagian. Hal ini disebabkan karena kation dari basa lemah dapat terhidrolisis,
sedangkan anion dari asam kuat tidak mengalami hidrolisis.
Contoh :
NH4Cl(aq) →NH4+(aq) + Cl-(aq)

NH4+(aq) + H2O NH4OH + H+


Cl- + H2O → Tidak Terjadi reaksi

3. Hidrolisis Garam dari Asam Lemah dan Basa Lemah


Berbeda dengan kedua jenis garam diatas, garam yang berasal dari asam lemah dan basa
lemah jika dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis total. Hal ini terjadi karena kation
dari basa lemah maupun anion dari asam lemah dapat mengalami hidrolisis.
CH3COONH4(aq) →CH3COO-(aq) + NH4+(aq)
CH3COO-(aq) + H2O CH3COOH + OH-
NH4+ + H2O → NH4OH+H+
pH larutan garam ini dapat ditentukan melalui persamaan reaksi:
M++A-+ H2O HA + MOH Tetapan Hidrolisis:
Kh = [HA][MOH]
[M+][A-]

= [HA] x [MOH] x [H +][OH-]


[H+][A-] [M+][OH-]
Kh = Kw
Ka x Kb
Sifat larutan garam ditentukan oleh nilai Ka dan nilai Kb, jika: (1) nilai Ka = Kb maka
sifat larutanya netral, (2) nilai Ka > Kb maka sifat larutanya asam, (3) nilai Ka < Kb maka sifat
larutanya basa.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian dan Pengembangan

Rancangan penelitian dan pengembangan dalam bahan ajar yang dikembangkan ini

diadaptasi dari langkah-langkah penelitian dan pengembangan Thiagarajan tahun 1974.

Rancangan penelitian dan pengembangan ini disebut dengan 4D yang memiliki empat tahap

diantaranya a) Define (pembatasan) dimana pada tahap ini terdapat lima tahap yang dilakukan

yaitu analisis awal, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep dan perumussan tujuan

pembelajaran b) Design (perancangan) dimana kegiatan yang dilakukan pada tahap design yaitu

mendessain bahan ajar dan membuat draf bahan ajar c) Develop (pengembangan) d) Disseminate

(penyebaran).

Yang mendasari pemilihan rancangan penelitian dan pengembangan 4D ini adalah pada

rancangan penelitian dan pengembangan 4D memiliki tahapannya detail dan sistematik, rancangan

penelitian dan pengembangan ini merupakan dasar pengembangan perangkat pembelajaran, serta

rancangan penelitian dan pengembangan 4D banyak digunakan dalam penelitian serta

pengembangan media pembelajaran (Mahanani, 2014).

Tahapan yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini hanya sampai tahap

ketiga yaitu Develop (pengembangan) . Tahap Disseminate produk tidak dilakukan dalam

penelitian ini karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.


B. Prosedur Pengembangan

Berikut merupakan skema prosedur pengembangan yang digunakan dalam penyusunan

bahan ajar yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Analisis Awal :

Analisis kebutuhan bahan ajar

D
Analisis Siswa :
E
Analisis kemampuan awal siswa
F

Analisis Konsep : I

Mengkaji materi yang akan dikembangkan N

E
Perumusan tujuan
pembelajaran

Penetapan Desain bahan ajar

DESIGN
Penyusunan draf
bahan ajar

Validasi Ahli
D

E
Dosen kimia Guru kimia
V

E
Revisi Uji Keterbacaan
Produk L

O
Disseminate Revisi P
(Tidak dilakukan)
Gambar
1. 3.1 Langkah
Tahap 1Penyusunan Bahan Ajar dengan memodifikasi model 4D (Thiagarajan et al., 1974)
: Define (Pembatasan)

Tahap define dilakukan bertujuan untuk menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam

pengembangan pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan dan menyesuaikan

kebutuhan pembelajaran di lapangan. Menurut Thiagarajan (1974) Pada tahap define ada beberapa

tahapan yang harus dilakukan antara lain analisis awal, analisis siswa, analisis konsep, dan

perumusan tujuan pembelajaran.

a. Analisis Awal

Analisis awal adalah langkah awal dalam suatu penelitian pengembangan. Analisis ini

dilakukan dengan melakukan sebauh observasi terhadap permasalahan yang terjadi di sekolah

atau melalui kajian literatur. Dari hasil observasi yang dilakukan di SMA PGRI 1 Tulungagung,

diperoleh gambaran mengenai fakta yang terjadi di lapangan serta masalah yang dihadapi di

lapangan. Masalah yang dihadapi pada pembelajaran kimia khususnya pada materi hidrolisis

garam adalah mayoritas siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam.

Oleh karena itu, dalam membelajarkan materi ini diperlukan bahan ajar yang sesuai.

b. Analisis Siswa

Analisis siswa ini merupakan analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

karakteristik siswa, latar belakang, kemampuan yang dimiliki siswa dan kegiatan pembelajaran

yang dilakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan observasi di SMA PGRI 1

Tulungagung. Hasil observasi digunakan sebagi pedoman untuk membuatan suatu bahan ajar

yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Dari hasil observasi, dapat diketahui bahwa mayoritas siswa masih kesulitan dalam

mempelajari materi hidrolisis garam karena karakteristik materi ini adalah bersifat
Konseptual,abstrak dan algoritmik. Hasil wawancara dengan guru diperoleh keterangan bahwa

mayoritas siswa yang mempelajari materi ini belum mencapai nilai KKM. Berbagai metode

sudah dilakukan, akan tetapi guru tersebut mengaku kesulitan untuk membuat siswa memahami

konsep hidrolsis garam secara utuh.

c. Analisis Konsep

Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi materi utama yang akan diajarkan dan

menyusunnya dalam struktur yang hirarkis. Analisis konsep ini dilakukan dengan

mengidentifikasi kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan kurikulum 2013.

Kompetensi dasar dalam materi hidrolisis garam adalah 3.11 menganalisis kesetimbangan ion-

ion dalam larutan garam dan menentukan pH-nya dan 4.11 melaporkan percobaan tentang sifat

asam basa berbagai larutan garam Tahap selanjutnya dilakukan identifikasi sub materi

pembelajaran pada materi hidrolisis garam. Identifikasi sub materi pembelajaran dilakukan

melalui studi literatur yang kemudian disusun secara runtut dan sistematis. Sub materi yang

dikembangkan dalam bahan ajar terbagi menjadi :(1) menentukan sifat larutan garam (2)

menentukan pH larutan garam

d. Perumusan Tujuan Pembelajaran

Perumusan tujuan pembelajaran dilakukan untuk dijadikan acuan agar siswa mampu

mencapai kompetensi yang diinginkan serta sebagai acuan dalam penyusunan bahan ajar. Tujuan

pembelajaran materi hidrolisis garam terdapat di tabel 3.1

Tabel 3.1 Tujuan Pembalajaran Materi Hidrolisis Garam


No Sub Materi Tujuan Pembelajaran

1. Menetukan sifat suatu 1 mengamati sebuah data dari hasil percobaan


garam terhidrolisis
2 menganalisis data percobaan sifat asam dan basa
beberapa garam
3 menyimpulkan jenis garam yang mengalami
hidrolisis berdasarkan asam basa pembentuknya

4 menuliskan reaksi hidrolisis garam

5 menyimpulkan bahwa garam mengalami


hidrolisis parsial dan hidrolisis total.

2. Menghitung pH larutan 1 menyatakan hubungan antara tetapan hidrolisis


garam terhidrolisis (Kh), tetapan ionisasi air (Kw), dan konsentrasi OH-
dan H+ larutan garam yang terhidrolisis
2 menghitung pH larutan garam yang terhidrolisis

2. Tahap II : Design (Perancangan)

Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah mendesain bahan ajar dan

membuat draf bahan ajar.

a. Mendesain Bahan Ajar

Pada tahap ini dilakukan pembuatan rancangan awal yang meliputi format isi, model

serta sumber yang digunakan dalam pembuatan bahan ajar. Format isi ini disesuaikan dengan

karakterisik materi dan diupayakan yang menarik sehingga siswa tertarik untuk belajar serta

memudahkan siswa memahami materi pembelajaran. Model yang digunakan adalah Learning

Cycle 5E.-TPS. Format bahan ajar terdiri dari dua bentuk yaitu buku siswa dan buku guru. Bahan

ajar untuk siswa terdiri dari kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil

belajar, tahap-tahap pembelajaran model Learning Cycle 5E-TPS yang didalamnya terdapat

kegiatan mengamati data , pertanyaan-pertanyaan bimbingan, uraian materi, informasi mengenai

kimia. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan rangkuman, glosarium, dan daftar pustaka

sedangkan buku guru terdiri dari petunjuk untuk guru dalam membelajarkan siswa, kunci

jawaban serta semua komponen yang ada pada buku siswa.


b. Membuat Draf Bahan ajar

Menurut Thiagarajan, dkk (1974) “Initial design is the presenting of the essential

instruction through appropriate media and in a suitable sequence.”. Rancangan awal yang

dimaksudkan ialah rancangan bahan ajar yang harus dikerjakan sebelum dilakukan uji coba.

Pada tahap ini pengembang menyusun komponen bahan ajar yang akan dikembangkan. Bahan

ajar tersebut dikembangkan berdasarkan format isi dan metode yang telah dipilih sebelumnya.

1. Tahap III : Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan ini merupakan tahap dimana akan dihasilkan produk dari

pengembangan yang dilakukan. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah

sebagai berikut :

a. Validasi Ahli

Validasi ahli dilakukan untuk memperoleh penilaian dan saran dari validator yang ahli

dibidangnya demi perbaikan produk pengembangan. Seorang dosen kimia UM dan satu orang

guru kimia SMA/MA diminta untuk mengevaluasi produk yang dikembangan dari sudut

pembelajaran dan teknis, dan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kekurangan dan

perbaikan pada bahan ajar. Data hasil validasi berdasarkan kriteria produk didapatkan dari

penilaian dan tanggapan validator yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kelayakan atau

kesesuaian bahan ajar yang dikembangkan.

b. Revisi dari Validator

Setelah mendapatkan penilaian atau tanggapan dari validator maka perlu dilakukan revisi

produk. Revisi produk dilakukan dengan tujuan memperbaiki produk yang dikembangkan

berdasarkan hasil penilaian dan tanggapan validator.


c. Uji Keterbacaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah uji coba perorangan yang dilakukan pada

10 siswa kelas XI yang telah mempelajari materi hidrolisis garam. Uji coba ini dilakukan supaya

diperoleh penilaian dari siswa mengenai tingkat keterbacaan dan pemahaman siswa dalam

mempelajari isi dari bahan ajar yang dikembangkan. Siswa memberikan penilaian terhadap

bahan ajar ini sesuai dengan kemampuannya dalam mempelajari materi hidrolisis garam dalam

bahan ajar. Hasil penilaian siswa juga digunakan sebagai acuan untuk revisi produk hasil

pengembangan.

d. Revisi Hasil Validasi Uji Keterbacaan

Setelah dilakukan uji keterbacaan, penilaian yang didapatkan digunakan sebagai acuan

untuk merevisi bahan ajar. Revisi dilakukan agar bahan ajar dapat diterima karena telah sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan pengguna.

2. Tahap IV : Disseminate (Penyebaran)

Tahap disseminate dibagi menjadi tiga langkah yaitu validasi empiris, pengemasan, serta

penyebaran dan penggunaan. Langkah dalam tahap disseminate dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Validasi Empiris

Tahap validasi empiris dilakukan dengan menerapkan bahan ajar pada kegiatan

pembelajaran. Penerapan dilakukan untuk menguji keefektifan pembelajaran dengan

menggunakan bahan ajar yang telah dikembangkan. Sebelum penerapan bahan ajar dilakukan,

perlu dilakukan populasi dan sampel yang akan digunakan. Selanjutnya sampel dibagi menjadi

dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan eksperimen. Tiap kelompok terdiri dari siswa kelas

XI yang berjumlah dua kelas dengan tingkat kemampuan kognitif yang berbeda.
Langkah selanjutnya adalah penyusunan perangkat pembelajaran dan pelaksanaan

kegiatan pembelajaran pada masing-masing kelompok. Selama kegiatan pembelajaran

berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap penerapan bahan ajar dalam kelas sehingga

diperoleh saran dan kritik sebagai bahan perbaikan bahan ajar.

Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui keefektifan bahan ajar yang digunakan.

Saran dan kritik dari hasil validasi empiris digunakan sebagai bahan revisi bahan ajar. Tahap

validasi empiris tidak dilakukan pada penelitian dan pengembangan ini karena terbatasnya

waktu penelitian.

2. Pengemasan

Pada tahap pengemasan, bahan ajar hasil pengembangan dicetak sehingga dapat

dimanfaatkan oleh orang lain, akan tetapi tahap pengemasan tidak dilakukan dalam penelitian

dan pengembangan ini.

3. Penyebaran dan Penggunaan

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyebarluasan bahan ajar yang telah dicetak

sehingga dapat digunakan oleh orang lain. Tahap ini tidak dilakukan dalam penelitian dan

pengembangan ini.

C. Uji coba produk

1. Desain uji coba

Uji coba produk bahan ajar ini bertujuan untuk mendapatkan data penilaian dan

pemberian tanggapan yang digunakan dalam menetapkan kelayakan bahan ajar yang telah

dikembangkan. Pengujuan bahan ajar ini dilakukan dilakukan dua tahap yaitu uji ahli dan uji

keterbacaan. Uji ahli dilakukan melalui pengisian angket penilaian bahan ajar oleh guru dan

dosen kimia. Penilaian kelayakan bahan ajar meliputi kelayakan isi dan penyajian serta
kegrafisan, sedangkan uji keterbacaan dilakukan kepada beberapa siswa untuk mengetahui

keterbacaan bahan ajar yang dilakukan dengan pengisian angket dengan menggunakan skala

Likert empat tingkat.

2. Subjek Uji Coba

Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang dosen kimia dan satu orang guru kimia

yang telah berpengalaman dalam mengajarkan kimia khususnya pada materi hidrolisis garam

serta siswa kelas XI IPA sebanyak 10 orang yang telah mendapatkan materi mengenai hidrolisis

garam

Produk bahan ajar yang akan dikembangkan ini akan diuji cobakan dengan kriteria

sebagai berikut.

a. Kriteria dosen

1. Dosen pendidikan kimia.

2. Memiliki keahlian dan pengalaman dalam penulisan bahan ajar

3. Telah menempuh S2 pendidikan kimia

4. Menguasai materi hidrolisis garam

b. Kriteria Guru

1. Guru kimia di SMA yang sudah berpengalaman minimal 3 tahun dalam mengajar

materi hidrolisis garam kelas XI.

2. Pendidikan minimal S1 pendidikan kimia.

c. Kriteria Siswa

1. Siswa tersebut merupakan siswa kelas XI IPA SMA yang sudah menempuh

mengenai materi hidrolisis garam.


2. 10 siswa memiliki kemampuan kognitif yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui apakah bahan ajar yang dikembangkan dapat digunakan dengan baik

oleh siswa dalam berbagai tingkat kemampuan kognitif yang berbeda pula.

Pengelompokkan kemampuan siswa didasarkan pada nilai ulangan yang didapatkan

dari guru.

3. Jenis data

Data yang diperoleh dari uji coba produk pengembangan bahan ajar digunakan untuk

menyempurnakan hasil pengembangan. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan

kualitatif.

a. Data kuantitatif menunjukkan hasil penilaian dari validator yang menggunakan skala Likert.

Penilaian skala Likert menggunakan rentang angka 4,3,2,1. Angka-angka tersebut

selanjutnya dianalisis dan disesuaikan dengan kriteria yang sudah ditentukan. Data

kuantitatif berupa skor penilaian hasil validasi uji kelayakan dan uji keterbacaan oleh

validator dan siswa terhadap komponen produk pengembangan.

b. Data kualitatif berasal dari saran, komentar, kritik dari validator dan siswa sebagai

pertimbangan dalam melakukan revisi bahan ajar.

4. Instrumen Pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang diberikan pada

validator. Angket tersebut berisi mengenai bebeapa pertanyaan yang berhubungan dengan bahan

ajar. Angket dilengkapi dengan rubrik penilaian sehingga memudahkan reviewer dalam

melakukan penilaian. Instrumen angket terdiri dari beberapa macam sebagai berikut.
a. Angket penilaian tentang kelayakan bahan ajar yang meliputi isi, kelayakan kebahasaan,

dan kelayakan penyajian.

b. Angket keterbacaan bahan ajar yang diberikan kepada siswa SMA kelas XI.

5. Teknik analisis data

a. Analisis Deskriptif Kualitatif

Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis hasil pengumpulan data dari

tinjauan para validator menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh berupa data

kualitatif yang berupa komentar, saran, kritik, tanggapan sebagai pertimbangan untuk perbaikan

produk.

b. Teknik Perhitungan Persentase Kelayakan

Analisis data yang dilakukan pada pengembangan bahan ajar ini adalah analisa hasil

angket. Berdasarkan penelitian hasil validator, dianalisis secara deskriptif menggunakan

rumus :

∑𝑥
P= 𝑛
𝑥 100%

Keterangan :
P = presentase
n = skor ideal (skor tertinggi tiap aspek x jumlah validator)
∑x = jumlah skor penilaian

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar

dianggap layak apabila memenuhi kriteria kelayakan isi,penyajian, bahasa, dan keterbacaan oleh

siswa. Bahan ajar dianggap layak digunakan apabila hasil persentase validitas ≥70,01%.

Kriteria validitas yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kriteria Validitas Bahan Ajar


Rata-rata Kriteria Penilaian

85,1%-100% Sangat valid


70,01%-85,00% Valid

50,01%-70,00% Kurang valid

01,00%-50,00% Tidak valid

(modifikasi dari Akbar, 2013:41)


Lampiran 1: Instrumen Uji Kelayakan Bahan Ajar

Judul bahan ajar :

Validator :

Instansi :

Alamat Instansi :

INSTRUMEN UJI KELAYAKAN BAHAN AJAR


Instrumen Uji Kelayakan Bahan Ajar Kimia Berbasis Learning Cycle 5E-TPS Pada
Materi Hidrolisis Garam
Untuk Siswa SMA/MA Kelas XI

Sehubungan dengan penyusunan skripsi untuk memenuhi tugas akhir dengan ini saya
memohon bantuan Bapak/Ibu validator untuk dapat memberikan tanggapan terhadap bahan ajar
yang sudah saya kembangkan. Atas kesediaan Bapak/Ibu saya mengucapkan terimakasih.

Petunjuk pengisian:
1. Berilah tanda (√) untuk skor yang paling sesuai/
Contoh:
1 2 3 4

Keterangan:
Angka 4: sangat baik/ sangat menarik/sangat layak/ sangat mudah/sangat sesuai/sangat tepat
Angka 3: baik/menarik/layak/mudah/sesuai/tepat
Angka 2: cukup baik/cukup menarik/cukup layak/cukup mudah/cukup sesuai/cukup tepat
Angka 1: kurang baik/kurang menarik/kurang layak/sulit /kurang sesuai/kurang tepat
2. Lembar Komentar dan saran disediakan pada poin B.
A. Angket Penilaian

Skor
No Indikator
4 3 2 1

KELAYAKAN ISI DAN PENYAJIAN

1. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan secara jelas dan


mencerminkan isi dari bahan ajar yang dikembangkan.

2. Materi yang dikembangkan memenuhi tuntutan kurikulum.

3. Materi yang disajikan sesuai dengan kebenaran keilmuan

4. Materi yang dikembangkan sesuai dengan tingkatan berpikir dalam


ranah kognitif (memuat fakta, konsep dan prosedur), ranah afektif,
dan psikomotor.

5. Materi yang disajikan tersusun logis dan sistematis

6. Cakupan materi sesuai dengan kompetensi yang dicapai

7. Tingkat kedalaman materi sesuai kebutuhan siswa pada jenjang


SMA

8. Materi yang dikembangkan dapat membantu menganalisis


keterkaitan antara fakta dengan konsep atau antar konsep yang
dibahas.

9. Langkah-langkah kegiatan membantu peserta didik dalam


menemukan konsep

10. Materi disusun berdasarkan langkah pembelajaran Learning Cycle


5E-TPS

11. Kesesuaian pada tahap Engagement

12. Kesesuaian pada tahap Exploration +TPS

13. Kesesuaian pada tahap Explanation

14. Kesesuaian pada tahap Elaboration +TPS

15. Kesesuaian pada tahap Evaluation


16. Kelengkapan keterangan gambar / tabel yang disajikan bersifat
kontekstual dan dapat ditemui peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari

17. Sajian bahan ajar dapat memotivasi peserta didik.

18. Bahasa yang digunakan komunikatif dan mudah dipahami

19. Istilah-istilah mudah dipahami dan tidak multi tafsir

20. Penggunaan istilah dan simbol konsisten

KEGRAFISAN

21. Tampilan bahan ajar menarik

22. Jenis dan ukuran huruf konsisten serta memudahkan peserta didik
untuk mempelajari materi

23. Tabel, gambar, skema diletakkan di tempat yang mudah diamati


oleh siswa dengan pemberian jarak spasi yang sesuai dengan teks.
B. Komentar dan Saran

Apabila ada yang lebih rinci , mohon Bapak/ Ibu memberikan saran desertai dengan halaman bahan ajar
yang kurang sesuai pada kolom di bawah ini

Halaman Komentar/ saran

Malang,…………………………………….2016

(……………………………………..)
Lampiran 2: Instrumen Uji Keterbacaan

Identitas Peserta didik

Nama :

NIS :

Profesi :

Instansi :

FORMAT TANGGAPAN SISWA TERHADAP BAHAN AJAR

Kepada Saudara/i .............................

di tempat

Sehubungan dengan penyusunan skripsi untuk memenuhi tugas akhir dengan ini saya
memohon bantuan saudara/i untuk dapat memberikan tanggapan terhadap bahan ajar yang sudah
saya kembangkan. Atas kesediaan saudara/i saya mengucapkan terimakasih.

Petunjuk pengisian:
3. Berilah tanda (√) untuk skor yang paling sesuai/
Contoh:
1 2 3 4

Keterangan:
Skor 4 : sangat jelas / sangat menarik / sangat tepat / sangat sesuai / sangat sistematis /
sangat luas / sangat dalam / sangat mudah

Skor 3 : jelas / menarik / tepat/sesuai / sistematis / luas / dalam / mudah

Skor 2 : kurang jelas / kurang menarik / kurang tepat / kurang sesuai / kurang sistematis
/ kurang luas / kurang dalam / kurang mudah

Skor 1 : tidak jelas / tidak menarik / tidak tepat / tidak sesuai / tidak sistematis / tidak
luas / tidak dalam / tidak mudah
Tanggapan Buku Ajar oleh Peserta didik

Skor
No. Indikator
4 3 2 1

Kebahasaan

1. Kalimat yang digunakan dalam buku ajar mudah dipahami

2. Kata dan istilah mudah dimengerti

3. Terdapat penjelasan terhadap istilah yang sulit atau tidak


umum

4. Informasi diuraikan secara jelas

Keterbacaan

5. Tidak terdapat kesalahan yang mencolok seperti kesalahan


tulis dan kesalahan cetak

6. Notasi, simbol, dan satuan yang digunakan sesuai dengan


sistem internasional

7. Penggunaan jenis huruf dan ukuran tulisan dapat dibaca


dengan baik

Penyajian

8. Informasi yang disajikan lengkap

9. Terdapat pemberian stimulus yang menuntun peserta didik


untuk aktif dalam pembelajaran

10. Materi disampaikan secara urut dan sistematis

11. Materi yang disampaikan menarik dan memberikan motivasi


untuk belajar lebih lanjut

Tampilan

12. Tampilan buku ajar dapat menimbulkan minat untuk belajar


13. Desain tampilan buku ajar menarik

14. Judul dan keterangan pada gambar sesuai

15. Terdapat ilustrasi berupa gambar dan tabel yang


mempermudah memahami materi pembelajaran

Manfaat

16. Buku ajar dapat dijadikan sebagai sumber belajar utama bagi
peserta didik dalam mempelajari materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan

17. Buku ajar dapat meningkatkan keingintahuan peserta didik

18. Buku ajar bermanfaat untuk menambah wawasan


pengetahuan

19. Informasi yang disampaikan penting dan bermakna bagi


kehidupan peserta didik

Anda mungkin juga menyukai