Anda di halaman 1dari 33

MENGUKUR AKURASI VISUALISASI PERGERAKAN BULAN DAN

MATAHARI JIKA DITENTUKAN MENGGUNAKAN DATA EPHEMERIS


BERBASIS ALGORITMA JEAN MEEUS

Disusun Oleh :

Ayuni Dinda Agiva 15034057


Annisa Febriani 18034104
Indah Jefika Nadianis 18034115

Dosen :
Drs.Letmi Dwiridal, M. Si

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alam semesta ini merupakan suatu sistem yang teratur dan canggih yang telah diatur dengan
sangat rapih oleh Allah SWT. Alam semesta yang tersusun dari bermacam benda langit,
matahari, galaksi, bintang, planet-planet, bergerak dan beredar dibalik sistem yang Maha
Dahsyat. Proses pergerakan ini terjadi secara kontinu. Semua ini terjadi semata-mata karena
kekuasana Allah. Dari pergerakan yang sangat teratur tersebut banyak sekali manfaat yang
dapat diperoleh manusia. Seperti halnya dalam masalah waktu. Sistem yang teratur dan
pergerakannya merupakan suatu objek ilmu pengetahuan yang dapat diselami untuk
menunjang kehidupan manusia di alam semesta (Khazzin, Muhyiddin.
IlmuFalakdalamTeoridan Pratik.Jakarta : BuanaPustaka, 2004).

Padaawalnyamanusiamenganggapbahwaperistiwapergerakanbendalangittersebutmerupakanse
suatu yang magis.Meskidemikian, manusiatelah lama
memanfaatkanperistiwatersebutuntukurusanhidupkhususnyasebagaipenandawaktuuntukmem
ulaipekerjaan-pekerjaantertentu. Seiringdenganperkembangan
peradabandankeilmuanmanusia, berbagaimacamteoripergerakanbendalangit pun
dikemukakan.Dalamsejarahkeilmuanastronomi, terdapat 3 teoripergerakanbendalangit yang
pernahdikemukakanolehparaastronomi terdahulu, yakniteoriegosentris,
geosentrisdanheliosentris (SlametHambali, PengantarIlmuFalak.Banyuwangi: Bismillah
Publisher, 2012, hlm. 175).

Bulan adalah satelit Bumi. Ketika seseorang yang menatap bulan akan memperhatikan bahwa
bentuknya akan berubah setiap malam dan berjalan melalui satu daur lengkap dalam satu
bulan. Perubahan bentuk itu atau fase bulan disebabkan oleh perubahan posisi relatif Bulan,
Matahari dan Bumi (Danang Endarto, 2014:354).

Bulan merupakan benda langit yang tidak bisa memancarkan cahaya sendiri melainkan
mendapatkan pantulan atau refleksi dari cahaya Matahari. Pada saat-saat tertentu bentuk
bulan yan terkena pantulan sinar Matahari mengalami perubahan dari fase ke fase.

Pada umumnya bulan memiliki empat fase, yaitu bulan baru (New Moon), seperempat
pertama (First Quarter), bulan purnama (Full Moon), dan seperempat terakhir (Last
Quarter). Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Surat Yasin ayat 39 (Departemen Agama,
2009: 442).

Dalam kajian ilmu falak teori maupun praktek tidak pernah lepas dengan objek yang satu ini
yakni Bulan. Pada dasarnya Bulan juga memberikan pengaruh penting terhadap penanggalan
Islam Kamariah yang masih memliki keterkaitan dengan pelaksanaan ibadah umat Islam
seperti puasa, salat, ibadah haji dan sebaginya. Banyak metode yang gunakan saat ini untuk
menghitung kapan terjadinya fase-fase bulan dalam hisab bulan kamariah, mulai yang
taqribi, haqiqi, hingga kontemporer. Salah satu metode kontemporer yang digunakan adalah
dengan algoritma Jean Meeus.

Sejak lama manusia telah mengamati dan melacak pergerakan lima planet paling terang yaitu
Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus, termasuk pergerakan (semu) Matahari dan
Bulan. Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, para astronom mampu
memprediksi pergerakan benda-benda langit. Dengan algoritma seperti algoritma Jean Meeus
dan VSOP87, kita dapat memprediksi posisi planet hingga ribuan tahun ke depan. Salah satu
contohnya adalah data ephemeris yang kita kenal saat ini yang memuat data-data Bulan dan
Matahari, termasuk Nautica Almanac yang memuat data-data planet, Bulan, Matahari yang
lebih lengkap (Akbar, Reza. 2017).

Untukmengetahuitentangjarak, posisidanpergerakanbenda-
bendalangitparailmuanmelakukanpendekatanperhitungandanpengamatan.
Sehinggakegiatanpengamatandanperhitunganmenjadihal yang
pentingbagiilmuastronomi.Dari perhitungantersebutkemudiandiperoleh data-data astronomi
yang menunjukkanjarakdanposisibenda-bendalangit. Data-data
tersebutkemudiandirangkummenjadisebuahtabel data astronomis yang
biasadisebutdengantabel ephemeris (Pannekoek, 1989).

Rizal danWibowo (2012), menyajikanmetodeuntuksistempelacakanmatahari.


Denganmenggunakan Algoritma Jean Meeustersebut,
diharapkanhasilsimulasidapatdigunakanuntukmengevaluasi parameter lokal yang
dimasukkandalam program.Dari hasilsimulasi, sudut zenith dan
azimutmatahariselamasatutahun (dariJanuarisampaiDesember 2012)
dapatdiperkirakan.DengandigabungkandenganControl Area Network (CAN)
sistemkomunikasi, menggunakanbanyakmodulPanel Photovoltaic (PV) yang
dapatdikendalikandarijauholehkomputer, bergunauntukskenariosistem PV Panel yang
lebihbesar. Karyainitelahdisajikandalambentukaplikasi Algoritma Solar
posisiuntukmemperkirakanposisisudut zenith dansudut
azimutmatahari.Algoritmainidapatdigunakanuntuk panel surya yang
didistribusikandarijarakjauhdandikontrolsecaramandiriolehsatukomputer.Mempunyaiakurasie
stimasisedekat ±0.0003º dalamperiodetahun 2000 hingga 6000.Namun, untukaplikasimodul
PV, akurasitersebuttidakterlaluberpengaruhsignifikan,
lokasimataharidapatdiperkirakansepanjangtahundaribulanJanuarisampaiDesember.

Peredaranbulandanmataharidapatdimanfaatkandalambanyakhal, sebagaimana yang


disebutkandalamalquran surah Al-Anbiyaayat 33.Manfaatlain yang
dapatdiambildariperedaranmataharidanbulanyaitudigunakansebagaialathitungdenganmenghit
ungposisibulandanmatahari (data ephemeris). Metode yang bisadigunakanuntukmenghitung
data ephemeris tersebutdiantaranyaadalahAlgoritma Brown, Algoritma Jean Meeus,
VSOP87 Theory, sedangkanmetode yang cukupakuratdancepatuntukperhitungan data
ephemeris bulandanmatahariadalahmetodereduksi VSOP87 dan ELP2000-82 yaitu Algoritma
Jean Meeus. Menyediakan data ephemeris setiapsaatakanmembantudalam proses
visualisasipergerakanbulandanmatahari (Anugraha, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa defenisi pergerakan bulan dan matahari?


b) Bagaimana konsep fisika yang berkaitan dengan pergerakan Bulan dan Matahari ?
c) Apa alat ukur yang digunakan untuk mengukur pergerakan bulan dan matahari?
d) Bagaimana menghitung pergerakan Bulan dan Matahari menggunakan data ephemeris
berbasis Algoritma Jean Meeus ?
e) Bagaimana manfaat pergerakan bulan dan matahari bagi kehidupan?
f) Bagaimana hikmah pada pergerakan bulan dan matahari?

1.3Tujuan

a) Mengetahui defenisi pergerakan bulan dan matahari


b) Mengetahui bagaimana konsep fisika pada pergerakan Bulan dan Matahari
c) Mengetahui alat ukur pergerakan bulan dan matahari
d) Mengetahui bagaimana menghitung pergerakan bulan dan matahari menggunakan
data ephemeris jean meuss
e) Mengetahui bagaimana manfaat pergerakan bulan dan matahari
f) Mengetahui hikmah dari pergerakan bulan dan matahari
1.4 Manfaat Penulisan
Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pergerakanmatahari dan bulan .
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hukum Kepler


Johannes Kepler adalah seorang ilmuwan yang lahir pada tahun 1571 M di
Wurtemberg. Ia merupakan asisten sekaligus murid dari Tycho Brace.Pada tahun
1605 M, Kepler menyampaikan gagasannya terkait peredaran benda langit sekaligus
merevisi anggapan-anggapan sebelumnya yang dicetus oleh Aristoteles dan
Copernicus. Kepler menjelaskan bahwa lintasan yang dilalui planet ketika mengitari
Matahari bukanlah berbentuk epicycle, akan tetapi berbentuk elips. Anggapan Kepler
ini berdasarkan pada hasil penemuan dari Tyco Brache yang tersusun dalam tabel
Rudolphine. Berangkat dari temuan tersebut, Kepler merumuskan tiga hukum yang
menjelaskan gerakan planet di tata surya atau biasa disebut dengan Hukum Kepler.
Hukum Kepler tersebut adalah:
a. Hukum Kepler I : The Law of Ellipses
“The orbit of each planet is an ellipse, having the sun in one focus”
(Setiap planet bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk
elips dimana Matahari terletak pada salah satu titik fokusnya).

Gambar 2. 1. Ilustrasi Hukum Kepler 1.5

Gambar di atas mengilustrasikan bahwa PA berbentuk elips yang mana


terdapat planet planet yang bergerak disekitarnya. Matahari tidak berada di
tengah tengah pusat tersebut, akan tetapi pada satu titik fokus, yaitu S. Ketika
suatu planetberada di titik P, yaitu titik terdekat dengan Matahari, maka
disebut dengan Perihellion. Kemudian planet tersebut terus bergerak hingga
pada titik A, yaitu titik terjauh dari Matahari atau Aphelion. Terakhir planet
tersebut kemudian terus bergerak kembali ke titik P dan seterusnya.

b. Hukum Kepler II : The Law of Equal Area


“As the planet moves round the sun, its radious sector (or the line
joining it to the sun) passes over equal areas in equal times” (Luas daerah
yang disapu oleh garis penghubung antara planet dan Matahari dalam
waktu yang sama adalah sama).

Gambar 2. 2. Ilustrasi Hukum Kepler II

Hukum Kepler yang kedua mengilustrasikan bahwa sebuah garis yang


menghubungkan planet dengan Matahari menyapu suatu area dengan nilai
konstan. Dengan kata lain, waktu yang dibutuhkan suatu objek untuk bergerak
dari P1 ke P2 bernilai sama dengan pergerakan suatu objek dari P3 ke P4.

c. Hukum Kepler III : The Law of Harmonies


“The square of the time of revolution of each planet is proportional to
the cube of its mean distance from the sun”10 (Kuadrat periode revolusi
suatu planet berbanding dengan pangkat tiga jarak rata-ratanya dari
Matahari).
Gambar 2. 3. Ilustrasi Hukum Kepler III

Hukum Kepler yang ketiga menjelaskan hubungan matematis secara eksplisit


antara periode orbit suatu planet dengan ukuran orbitnya. Kuadrat periode suatu
planet yang berevolusi mengelilingi Matahari (P) adalah sebanding dengan pangkat
tiga jarak rata-ratanya dari Matahari (a). Hal ini bisa dirumuskan dengan bentuk: P2 =
a3 (konstan) Penjelasan dari hukum Kepler yang ketiga ini diperkuat oleh Newcomb
melalui gambar tabel berikut.

Gambar 2. 4. Tabel hasil observasi Kepler tentang hukum ketiga dengan satuan AU.

Dengan adanya ketiga Hukum Kepler ini semakin membantu para ilmuwan
dan peneliti lainnya dalam mempelajari pergerakan benda langit, baik secara nyata
maupun semu yang belum pernah dibahas oleh peneliti peneliti sebelumnya. Selain
itu, Hukum Kepler pun memotivasi para ilmuwan lain untuk menyempurnakan dan
menemukan teori–teori lain, seperti Issac Newton yang mencetuskan hukum medan
gravitasi benda langit.
2.2 Gerakan Matahari, Bumi dan Bulan
Menurut teori heliosentris, Matahari merupakan pusat peredaran benda-benda langit
di dalam tata surya kita. Planet Bumi selain berputar pada porosnya, bersama dengan
Bulan bergerak mengitari Matahari melalui lintasan khayal berbentuk ellips,
sebagaimana yang dijelaskan dalam hukum Kepler. Sedangkan Bulan pada saat yang
bersamaan berputar pada porosnya sembari mengitari Bumi. Pergerakan-pergerakan
tersebut ketika diamati dari Bumi terlihat sebagai pergerakan yang bersifat semu. Gerak
semu inilah yang sejak lama telah banyak dimanfaatkan oleh manusia khususnya dalam
perhitungan waktu.Dalam keilmuan falak pergerakan-pergerakan tersebut sangat penting,
karena beberapa perintah ibadah dalam Islam, waktu pelaksanaannya sangat terkait
dengan posisi dan pergerakan Matahari, Bumi dan Bulan tersebut.

A. Gerak Matahari
Matahari merupakan pusat tata surya kita. Bumi, planet-planet dan benda
langit yang berada di jangkauan gravitasi Matahari, bergerak bersamaan mengitari
Matahari. Pada saat yang bersamaan Matahari juga juga terus bergerak di alam
semesta ini bersamaan bintang-bintang lainnya. Dalam keilmuan astronomi gerak
Matahari dibagi menjadi dua macam, yakni gerak hakiki dan gerak semu.
1) Gerak Matahari Hakiki
Gerak Matahari Hakiki adalah gerakan sebenarnya yang dimiliki oleh
Matahari. Gerakan Matahari Hakiki ada dua, yakni:
i. Rotasi Matahari. Matahari berputar pada porosnya dengan
waktu rotasi yang berbeda-beda pada tiap bagiannya, yakni
sekitar 25,5 hari pada bidang ekuator dan 27 hari pada daerah
kutubnya. Perbedaan tersebut disebabkan Matahari sebenarnya
merupakan bola gas pijar raksasa yang berada di luar angkasa
yang terus bergerak.
ii. Gerak Matahari di antara gugusan bintang. Matahari
bersamaan dengan sistem tata surya-nya bergerak di alam
semesta ini dari suatu tempat menuju tempat yang lainnya
mengitari pusat galaksi Bimasakti dengan kecepatan sekitar 20
km/detik atau 72.000 km/jam atau 600 juta km/tahun. Daerah
yang dituju oleh Matahari disebut dengan apeks dan daerah
yang telah ditinggalkan oleh Matahari disebut anti-apeks
Mengenai peredaran Matahari di alam semesta tersebut adalah sesuai dengan
apa yang telah disebutkan di dalam surat Yasin ayat 38, yang Artinya:

“(38) dan Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan


yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”

Pada ayat di atas dikatakan bahwa Matahari sejak awal penciptaan telah
memiliki jalur peredaran sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

2) Gerak Semu Matahari

Jika diamati dari permukaan Bumi, Matahari terlihat seolaholah


bergerak dari timur ke barat mengitari Bumi. Posisi terbit dan terbenam
Matahari tidak selalu tetap, melainkan berubah secara gradual dari satu
titik ke titik yang lain hingga akhirnya kembali ke titik awal lagi. Lintasan
Matahari tersebut kemudian membentuk lingkaran besar yang disebut
lingkaran ekliptika. Lingkaran ekliptika tidak berimpit dengan ekuator,
namun membentuk sudut. Secara umum gerak semu Matahari dapat dibagi
menjadi dua, yakni gerak semu harian dan gerak semu tahunan.
i. Gerak Semu Harian (Gerak Diurnal), terjadi akibat rotasi Bumi.
Periode menengahnya yakni 24 jam. Arah pergerakannya
adalah dari timur ke barat. Kemiringan lintasan gerak harian
Matahari tergantung letak geografis pengamat. Lintasan pada
bagian ekuator Bumi adalah berupa lingkaran tegak, di bagian
kutub mendatar, di belahan Bumi selatan terlihat miring ke arah
utara dan sebaliknya di belahan Bumi utara terlihat miring ke
selatan. Besar kemiringan tersebut berbanding lurus dengan
besar lintangnya.
ii. Gerak Semu Tahunan (Gerak Annual), arah gerak semu
tahunan Matahari yakni ke arah timur sekitar 0o59’/hari.
Periode gerak semu tahunan Matahari adalah sekitar 365,25
hari, akibatnya arah terbit dan tenggelam Matahari selalu
berubah letaknya sepanjang tahun.Pada tanggal 21 Maret dan
23 September Matahari terbit tepat di titik timur dan tenggelam
tepat di titik barat, pada tanggal 22 Juni Matahari terbit dan
tenggelam sejauh 23,5o ke
arah utara dari titik timur dan barat, sebaliknya pada tanggal 22
Desember Matahari berada 23,5o ke arah selatan dari titik timur
dan barat. Posisi Matahari ketika berada di dua titik terakhir
disebut dengan soltitium, yang artinya pemberhentian Matahari.
Hal tersebut karena pada saat itu perubahan deklinasi Matahari
sangat lambat seolah-olah berhenti. Sebaliknya pada titik
ekuinox, yakni ketika lintasan Matahari berada tepat pada titik
timur dan barat, perubahan deklinasi berlangsung cepat.

B. Gerak Bulan

Bulan merupakan satu-satunya satelit Bumi. Jarak rata-rata Bumi-Bulan


adalah 385.000,56 km32. Titik perigee Bulan berjarak sekitar 363.300 km, sedangkan
titik apogee-nya mencapai sekitar 405.500 km. Meski jarak Bulan-Bumi cukup dekat
bahkan masih dalam jangkauan gravitasi Bumi, Bulan tidak sepenuhnya tertarik gaya
gravitasi Bumi, sebab Bulan memiliki gaya sentrifugal yang membuatnya tetap dapat
bertahan pada lintasannya. Namun akibat gaya sentrifugal Bulan yang sedikit lebih
besar dibanding gaya gravitasi Bumi-Bulan, Bulan semakin menjauh sekitar 3,8 cm
setiap tahunnya.Sebagaimana gerak Matahari, di dalam astronomi juga dikenal dua
jenis gerak Bulan yakni gerak hakiki dan gerak semu.
a) Gerak Bulan Hakiki
Gerak Bulan hakiki adalah gerak yang sebenarnya dilakukan oleh
ketika beredar di angkasa luar. Gerak hakiki Bulan terdiri dari tiga macam
gerak, yakni rotasi, revolusi dan gerak Bulan bersama dengan Bumi
mengitari Matahari.
i. Rotasi Bulan. Bulan berputar pada porosnya dengan periode
sekitar 27 hari lebih 7 jam dengan arah rotasi berlawanan
dengan jarum jam. Lama rotasi Bulan adalah sama dengan lama
revolusinya. Hal tersebut yang mengakibatkan permukaan
Bulan yang menghadap ke Bumi selalu sama.
ii. Revolusi Bulan. Bulan mengelilingi Bumi memerlukan waktu
sekitar 27 hari 7j43m12d, sama dengan periode rotasinya.
Sebagaimana rotasinya, arah revolusi Bulan juga berlawanan
dengan arah jarum jam. Lama revolusi Bulan tersebut
kemudian disebut dengan 1 periode sideris Bulan.
iii. Gerak Bulan bersama Bumi mengelilingi Matahari. Bulan
bergerak mengitari Bumi, maka secara otomatis Bulan juga
bergerak mengitari Matahari bersama-sama dengan Bumi. Hal
tersebut yang menyebabkan lintasan revolusi Bulan tidak
berbentuk lingkaran sempurna melainkan lingkaran berpilin di
mana titik awal revolusi Bulan tidak bertemu titik akhirnya.
Satu lingkaran berpilin ini ditempuh Bulan dalam waktu 29,5
hari. Adapun waktu yang diperlukan Bulan untuk mencapai
titik awalnya yakni sekitar 365,5 hari atau setelah melewati 12
kali lingkaran berpilin.
b) Gerak Semu Bulan
Gerak rotasi Bumi mengakibatkan penampakan benda langit, termasuk
Bulan, ketika diamati dari Bumi bergerak secara semu dari arah timur ke
barat. Pada saat yang bersamaan Bulan juga melakukan gerak revolusi.
Akibatnya, setiap harinya Bulan terlambat terbit dari bintang tertentu
sekitar 50 menit atau sekitar 13° busur. Terhadap Matahari, setiap hari
Bulan terlambat sekitar 12° busur atau 0,5° setiap jamnya.Hal tersebut
kemudian menimbulkan penampakan Bulan yang berubah-ubah setiap
harinya, mulai dari sebatas garis kecil melengkung hingga semakin
membesar membentuk bulatan sempurna kemudian mengecil kembali.
Peristiwa perubahan fasefase penampakan semu Bulan tersebut
diakibatkan oleh fungsi elongasi Bulan, yakni sudut yang dibentuk Bulan
dari Matahari ketika diamati dari Bumi. Bulan mencapai fase purnama
ketika sudut elongasinya sebesar 180° dan fase bulan mati pada sudut
0°.39 Periode revolusi Bulan yang disertai dengan fase-fase permukaannya
berbeda dengan periode sideris Bulan. Waktu yang dibutuhkan oleh Bulan
untuk kembali ke fase awal adalah sekitar 29,5305882 hari. Lama waktu
tersebut kemudian disebut dengan 1 periode sinodis Bulan.Adanya teori
heliosentris, ditemukannya hukum lintasan planet oleh Kepler, berserta
fakta mengenai ketepatan jarak antara Bumi, Bulan dan Matahari serta
pengaruhnya bagi kehidupan di Bumi, merupakan bukti bahwa alam
semesta ini dirancang dengan sistem yang rumit nan teliti namun teratur
dan harmonis. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dinyatakan dalam
surat al-An‟am ayat 96-97:
Artinya:“Dia yang menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
istirahat, dan (menjadikan) Matahari dan Bulan untuk perhitungan. Itulah
ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.
Dan juga di dalam surat Ar-Rahman ayat 5:
Artinya:“Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan”.
Kedua ayat di atas menggunakan pilihan kata ‫ ح س بان‬untuk menjelaskan
perhitungan Matahari dan Bulan. Kata ‫ ح س بان‬berasal dari kata ‫ح ساب‬
artinya perhitungan, penambahan alif dan nun pada kata tersebut
menunjukkan arti kesempurnaan dan ketelitian.Oleh karena itu kata
‫ ح س بان‬pada kedua ayat diatas dapat diartikan bahwa Matahari dan Bulan
sejak awal penciptaannya telah berada pada sistem yang sangat teliti dan
rumit namun akurat dan teratur.Pendapat lain mengatakan bahwa ‫ح س بان‬
menunjukkan arti bahwa pergerakan Matahari dan Bulan adalah dapat
diketahui kadar perhitungannya oleh manusia.Dari kedua penafsiran
tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia dapat memperhitungkan posisi
dan pergerakan Matahari dan Bulan
karena keduanya bergerak secara teratur, kemudian mengambil manfaat dari
hal-hal yang ditimbulkan oleh keteraturan pergerakan tersebut bagi kehidupan
mereka, salah satunya yakni dalam perhitungan waktu. Secara umum ilmu astronomi
mempelajari tentang jarak, posisi dan pergerakan benda-benda langit. Jarak, posisi
dan pergerakan benda langit tentunya tidak dapat diketahui secara langsung, namun
dapat diketahui dengan pendekatan perhitungan dan pengamatan. Oleh karena itu,
perhitungan menjadi salah satu elemen terpenting dalam ilmu astronomi. Dari
perhitungantersebut kemudian diperoleh data-data astronomis yang menunjukkan
jarak dan posisi benda-benda langit. Data-data tersebut kemudian dirangkum menjadi
sebuah tabel data astronomis yang biasa disebut dengan tabel ephemeris

--secara etimologi ephemeris berarti tabel harian, adapun pengertian ephemeris dalam
astronomi adalah kumpulan data astronomi yang menunjukkan posisi benda-benda langit.

2.3 Alat Ukur

Teleskop Refraktor Berbasis Mikrokontroler

Teleskop merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melihat
benda pada jarak jauh. Terdapat tiga jenis teleskop optik yang banyak digunakan saat
ini,yaitu teleskop refraktor, teleskop reflektor, dan teleskop katadioptrik. Untuk
mengukur peregerakan benda langit teleskop yang digunakan adalah teleskop
refraktor. Refraktor atau dioptrik adalah jenis teleskop yang hanya menggunakan
lensa untuk menampilkan bayangan benda.Bumi berputar 360º tiap 24 jam, sehingga
untuk mengetahui pergeseran bulan, bintang, dan matahari.
Teleskop bergerak setiap 1 menit sehingga pergerakan teleskop dapat berputar
lebih halus dan nilai data step yang dimasukan ke dalam program adalah pergerakan
bulan 906,8 step/menit, pergerakan bintang 940 step/menit, dan pergerakan matahari
940 step/menit. Sedangkan nilai maksimal sudut yang dimasukan kedalam setting
program adalah 40º/jam, karena nilai maksimal data step adalah 2500 step/menit.
I. Pengujian Sistem Kontrol Teleskop
Pengujian sistem kontrol teleskop dilakukan dengan menampilkan
hasil pelacakan pergerakan objek dengan pembacaan nilai sudut jam atau
Right Ascension (RA) pada mounting. Sehingga untuk mengetahui perputaran
bulan, bintang, dan matahari per jamnya dapat dilihat melalui nilai RA nya.
Bentuk RA pada mounting dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai RA ini dibuat
24 jam dengan pembagian perjamnya ada 6 garis, jadi tiap satu garis bernilai
10 menit dengan putaran teleskop sebesar 2,5º.

II. Pengujian Sistem Kontrol pada Matahari


Pengujian ini untuk mengamati pergerakan matahari dengan sudut
15,04º/jam putaran teleskop. Dengan menekan tombol switch 1 maka motor
stepper akan berjalan 940 step/menit. Sebelum menekan tombol switch
terlebih dahulu mengatur posisi awal nilai RA seperti pada Gambar 4.

Nilai RA pada Gambar 4a diatur pada sudut putar awal, kemudian


Gambar 4b adalah sudut putar RA setelah 0,5 jam kemudian Gambar 4c
adalah sudut putar RA setelah 1 jam. Sehingga pengamatan matahari ini sesuai
dengan sudut 15,04º/jam. Sedangkan untuk hasil pengamatan matahari bisa
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5a adalah posisi awal matahari, kemudian Gambar 5b


adalah posisi matahari setelah 0,5 jam, dan Gambar 5c adalah posisi matahari
setelah 1 jam. Dari hasil pengamatan matahari dapat disimpulkan bahwa
sistem kontrol ini bekerja dengan baik karena objek matahari masih tetap
berada pada titik awal pengamatan teleskop.
III. Pengujian sistem kontrol pada bulan
Pengujian ini untuk mengamati pergerakan bulan dengan sudut
14,81º/jam putaran teleskop. Dengan menekan tombol switch 3 maka motor
stepper akan berjalan 906,8 step/menit. Sebelum menekan tombol switch
terlebih dahulu mengatur posisi awal nilai RA seperti pada Gambar 8.
Nilai RA pada Gambar 8a diatur pada sudut putar awal, kemudian
Gambar 8b adalah sudut putar RA setelah 0,5 jam kemudian Gambar 8c
adalah sudut putar RA setelah 1 jam. Sehingga pengamatan bulan ini sesuai
dengan sudut 14,81º/jam. Sedangkan untuk hasil pengamatan bulan bisa
dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9a adalah posisi awal bulan, kemudian Gambar 9b adalah


posisi bulan setelah 0,5 jam, dan Gambar 9c adalah posisi bulan setelah 1 jam.
Dari hasil pengamatan bulan dapat disimpulkan bahwa sistem kontrol ini
bekerja dengan baik karena objek bulan masih tetap berada pada titik awal
pengamatan teleskop.

IV. Hasil Pengamatan Pergerakan Sudut RA


Kinerja alat ini diuji dengan membandingkan hasil pengamatan
pergeseran sudut setiap jam (RA) teleskop terhadap nilai teoretiknya, seperti
terlihat pada Tabel 2. Penelitian ini menghasilkan bahwa pengamatan
pergerakan sudut RA diatas dapat bekerja dengan baik, karena nilai RA pada
teleskop sama dengan nilai teoritiknya yaitu dengan nilai akurasi 100%.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sudut Jam.

system kontrol yang dibangun pada minisistem mikrokontroler


ATMega32 mampu melakukan setting program tanpa menggunakan
downloader untuk mengunduh ulang program. Selain itu sistem kontrol yang
dibangun ini dapat bekerja dengan baik, karena motor stepper mampu
menggerakan teleskop sesuai dengan nilai data step yang dimasukan ke dalam
mikrokontroler sehingga objek benda langit yang diamati selama 1 jam selalu
berada pada titik awal pengamatan.

2.4 . Contoh dan Analisis Data


1. Contoh
Hasil dari perhitungan data ephemeris matahari dan bulan dapat dilihat pada
gambar 4.3 terdapat data deskripsi terkait beberapa posisi matahari dan bulan serta
jarak matahari dan bulan terhadap bumi.data ephemeris yang dihitung secara realtime
kemudian digunakan untuk memvisualisasikan pergerakan bulan dan matahari ini
bersumber dari posisi altitude dan azimuth yang telah dihitung sebelumnya.

Dari gambar 4.4 menunjukkan hasil visualisasi pergerakan matahari dan bulan
yang didapatkan dari perhitungan ehemeris ,dan data ephemeris tersebut selanjutnya
digunakan dalam proses penggambaran objek matahari dan bulan .data-data tersebut
meliputi azimuth,altitude,jarak bulan,jarak matahari dan frantion illumination bulan.
Untuk mendapatkan animasi yang halus ketika proses drawing objek diberikan jeda
waktu penggambaran sebesar 10milisecond sedangkan untuk meminimalisir
kebutuhan resource computer yang besar ketika prigram dijalankan namun tetap
diberikan data visualisasi yang realtime,diberikan jeda perhitungan yang sedikit lebih
lama yaitu sebesar 1 detik.

2. Analisis
A. Hitung ephemeris matahari
Untuk menghitung data ephemeris matahari membutuhkan data dari hasil
perhitungan nutasi dan epsilon bumi, data koreksi posisi matahari (VSOP87) juga
digunakan untuk menghitung nilai bujur heliosentris dan lintang heliosentris serta
nilai True geometric distance atau jarak bumi dan matahari. Dalam metode Jean
Meeus (Meeus, 1998) secara umum memiliki tahapan yang ditunjukkan pada

Gambar 3.12.perhitungan data ephemeris matahari

Untuk menghitung data ephemeris matahari membutuhkan data dari hasil


perhitungan nutasi dan epsilon bumi, data koreksi posisi matahari (VSOP87) juga
digunakan untuk menghitung nilai bujur heliosentris dan lintang heliosentris serta
nilai True geometric distance atau jarak bumi dan matahari. Dalam metode Jean
Meeus (Meeus, 1998) secara umum memiliki tahapan yang ditunjukkan pada

Gambar 3.13 Flowchart menghitung koreksi L, B dan R

Pada Gambar 3.13 dapat dilihat bahwa dalam perhitungan nilai L, B dan R
membutuhkan nilai koreksi dari nilai L, B dan R yang diambil dari data VSOP87.

Dalam perhitungan nilai L, B dan R membutuhkan fungsi untuk menghitung


sigma dari koreksi nilai yang dihitung. Dalam perhitungan nilai sigma inilah
dilakukan operasi dari nilai koreksi dari data VSOP87 dengan nilai T. Diagram alir
terkait perhitungan nilai sigma koreksi LBR dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Flowchart menghitung Sigma Koreksi

Diagram alir pada Gambar 3.14 memperlihatkan bahwa nilai koreksi hasil
perhitungan dijumlahkan sebanyak data koreksi dari data VSOP87. Data hasil
perhitungan ini nanti akan dijumlahkan kembali sebanyak jumlah dari keseluruhan
data koreksi. Sourcecode untuk perhitungan nilai L, B dan R dapat dilihat pada
gambar 3.15 dan Gambar 3.16.

Gambar 3.15 Sourcecode method sigmaKoreksi


Gambar 3.16 Sourcecode menghitung koreksi L, B dan R Matahari

Dari potongan kode pada Gambar 3.15 dan 3.16 memperlihatkan bahwa hasil
perhitungan dari koreksi masih dijumlahkan kembali sebanyak data koreksi, salah
satu contoh adalah untuk menghitung nilai L, perlu dilakukan penjumlahan dari
keseluruhan data koreksi yaitu L0, L1, L2, L3, L4 dan L5. Hal ini dikarenakan data-
data koreksi yang diambil dari tabel VSOP87 memuat data koreksi yang terpisah,
sehingga semakin banyak data koreksi yang dijumlahkan maka akurasi dari
perhitungan akan semakin meningkat.

b. Menghitung koreksi true geometric longitude Θt (koreksi bujur


matahari)Pertama hitung bujur (longitude) ekliptika geosentris matahari Θ

Θ= L + 180
Dilanjutkan menghitung Θt
Θt = Θ - 0,09033”

c. Menghitung apparent latitude ß (lintang tampak matahari)


Hitung λ’ menggunakan rumus berikut:

λ’ = Θ - 1,397 x T - 0,00031 x T² kemudian hitung koreksi lintang


(latitude) ∆B:
∆B = 0,03916 x (COS(λ’) – SIN(λ’))
Hingga didapat nilai apparent latitude ß
ß = B + ∆B
d. Menghitung apparent longitude λ (bujur tampak matahari)
Langkah awal adalah menghitung koreksi aberasi
Aberasi = (-20,4898” / R)/3600
Sehingga dapat dihitung bujur matahari
λ = Θt + ∆ψ + Aberasi
e. Menghitung Right Ascension α (Asensia Rakta)
α = Atan((Sin(λ) x Cos(ε) – Tan(β) xSin(ε)) / Cos(λ))
f. Menghitung Sun Declination δ (sudut deklinasi matahari)
Untuk menghitung Sun Declination (δ)
δ = Asin(Sin β x Cos ε + Cos β x Sin ε x Sin λ)

B. Hitung Ephemeris Bulan


Untuk menghitung data ephemeris bulan digunakan data koreksi bulan yaitu
ELP-2000. Metode Jean Meeus digunakan untuk menghitung data ephemeris bulan
(Meeus, 1998), diagram alur dari perhitungan data ephemeris sebagai berikut:

Gambar 3.17 Perhitungan data ephemeris Bulan

a) Menghitung Moon’s mean longitude L’ (bujur rata rata bulan)


L’ = (218,3164591 + 481267,88134236 x T - 0,0013268 x T^2+ T^3/538841 –
T^4/ 65194000) Mod 360
b) Menghitung argumen posisi bulan Rumus mean elongation of the Moon D
(elongasi rata rata bulan) D = (297,8502042 + 445267,1115168 x T - 0,00163
x T^2+ T^3/545868 -T^4/113065000) Mod 360

Rumus perhitungan Sun’s mean Anomaly M

M = (357,5291092 + 35999,0502909 x T - 0,0001536 x T^2+ T^3/24490000)


Mod 360
Rumus perhitungan Moon’s mean Anomaly M’
M’ = (134,9634114 + 477198,8676313 x T + 0,008997 x T^2+ T^3/69699 –
T^4/14712000) Mod 360

Rumus Argumen Bujur Bulan F


F = (93,2720993 + 483202,0175273 x T - 0,0034029 x T^2– T^3/3526000 +
T^4/ 863310000) Mod 360 Dilanjutkan menghitung 3 argumen tambahan,
argument ini nantinya digunakan

rumus:
Arg1 = (119.75 + 131.849 x T) Mod 360
Arg2 = (53.09 + 479264.29 x T) Mod 360
Arg3 = (313.45 + 481266.484 x T) Mod 360
Selanjutnya menghitung eksentrisitas orbit Bumi E
E = 1-0,002516 x T -0,0000074 x T^2
Menghitung Koreksi Bujur, Lintang dan Jarak bulan (L, B, R)

c) . Untuk menghitung koreksi bujur dan lintang bulan membutuhkan tabel


koreksi ELP2000 menggunakan rumus sebagai berikut:
Jika M tidak sama dengan 0 maka
Koreksi = Coefficient x E x Sin(Multiple_Arguments)
Sedangkan jika M = 0 maka
Koreksi = Coefficient x Sin (Multiple_Arguments)
Sedangkan untuk menghitung koreksi jarak bulan menggunakan cosinus:Jika
M tidak sama dengan 0 maka Koreksi = Coefficient x E x
Cos(Multiple_Arguments)Sedangkan jima M = 0 maka Koreksi = Coefficient
x Cos(Multiple_Arguments)
Menghitung hasil koreksi periodic bujur Bulan Ʃl, hasil koreksi periodik
lintang Ʃb, dan koreksi periodik jarak Bulan Ʃr.
Ʃl = (Ʃl + 3958 x Sin(A1) + 1962 x Sin(L’-F) + 318 xSin(A2))/1000000
Pada perhitungan posisi bulan baik itu bujur bulan dan lintang bulan
membutuhkan data koreksi dari tabel ELP2000 yang dioperasikan dengan
nilai suku dan argument-argumen dari bulan seperti nilai D, D’, M, dan M’,
dari operasi suku-suku koreksi dijumlahkan total dari hasil perhitungan
koreksi bujur sehingga didapatkan nilai sigma dari koreksi bujur. Setelah
didapat nilai sigma koreksi dari bujur data dioperasikan dengan bujur zero
untuk mendapatkan nilai dari posisi bujur yang sebenarnya. Diagram alir
mengenai perhitungan bujur heliosentris bulan dapat dilihat pada Gambar
3.18.

Gambar 3.18 Flowchart perhitungan nilai bujur bulan

Pada Gambar 3.18 dapat dilihat bahwa hasil dari perhitungan koreksi bukan
merupakan nilai final dari bujur bulan, data koreksi tersebut masih perlu dioperasikan
dengan nilai bujur zero dengan rumus: bujur = sigmaKoreksi – bujurZero
/1000000.Sourcecode untuk perhitungan bujur bulan dapan dilihat pada Gambar 3.19
dan 3.20.

Gambar 3.19 Sourcecode perhitungan nilai

Gambar 3.20 Sourcecode perhitungan nilai bujur bulan

Dari Gambar 3.19 dan Gambar 3.20 terlihat bahwa untuk mendapatkan nilai
sigma koreksi tabel koreksi bujur pada ELP2000 harus dioperasikan dengan nilai-nilai
D, M, M’, F.Ʃb = (Ʃb - 2235 x Sin(L’) + 382 x Sin(A3) + 175 x Sin(A1 - F) + 175
xSin(A1 + F) + 127 x Sin(L’ – M’) – 115 x Sin(L’ + M’)) / 1000000Diagram alir
untuk perhitungan nilai lintang bulan dapat dilihat pada Gambar 3.21.
terdapat pada operasi setelah perhitungan koreksi bujur dan lintang.
Sourcecode untuk perhitungan lintang dapat dilihat pada Gambar 3.22

Gambar 3.22 Sourcecode perhitungan nilai lintang bulan


Dilanjutkan menghitung koreksi jarak bumi dan bulan dengan rumus berikut:
Ʃr (Km) = Ʃr/1000
Nilai hasil koreksi jarak ini nantinya digunakan untuk menghitung nilai
True Geocentic Distance atau jarak bumi dengan bulan yang sebenarnya.
d. Menghitung True Longitude (Bujur sebenarnya) λ
λ' = L’ + Ʃl
e. Menghitung True Latitude (Lintang sebenarnya) β
β = Ʃb
f. Menghitung True Geocentric Distance TGD
Ʃr (Km) = Ʃr/1000
TGD = 385000,56 + Ʃr
Tahapan untuk menghitung nilai TGD dapat dilihat lebih jelasnya pada
digram alir Gambar 3.23.

Gambar 3.23 Flowchart perhitungan nilai jarak bulan


Pada Gambar 3.23 terlihat bahwa setelah dilakukan perhitungan koreksi jarak
bumi dengan bulan dilakukan perhitungan untuk mendapatkan jarak
sesungguhnya dengan menambahkan data hasil koreksi dengan nilai 385.000,56.
Data nilai TGD masih berupa satuan meter sehingga untuk merubah satuan jarak
menjadi km dapat dilakukan dengan melakukan pembagian dengan nilai
1000.Sourcecode untuk perhitungan nilai TGD dapat dilihat pada gambar 3.24.

Gambar 3.24 Sourcecode perhitungan nilai jarak bulan

g. Menghitung Apparent Longitude Bulan


λ = λ’ + ∆ψ
h. Apparent Right Ascension α(alpa)
α = Atan((Sin(λ) x Cos(ε) – Tan(β) xSin(ε)) / Cos(λ))
i. Menghitung Apparent declination δ(delta)
δ = Asin(Sin(β) x Cos(ε) + Cos(β) x Sin(ε) x Sin(λ))
j. Menghitung Elongasi bulan
Elongasi_bulan = Acos(Sin(δ_bulan) x Sin(δ_mat) + Cos(δ_bulan)
Cos(δ_mat) Cos (α_bulan – α_mat)
k. Menghitung sudut fase bulan

i = atan(R x Sin(elongasi_bulan)) / (TGD_bulan – R xCos(elongasi_bulan))


l. Menghitung iluminasi bulan FIB
FIB = (1 + cos(i)) /2
m. Menghitung hour angle (sudut jam)
H = − LST x α

Anda mungkin juga menyukai