Anda di halaman 1dari 4

Haemophilus influenzae

2.1 Meningitis
2.1.1 Pengertian Meningitis dan Meningitis Bakteri Akut
Meningitis adalah suatu reaksi keradangan yang mengenai cairan otak dan
selaput otak (meningen) yang melapisi otak dan medulla spinalis baik sebagian
maupun seluruhnya. Pada dasarnya meningitis dapat dibagi ke dalam 2 golongan
besar yaitu: (1) meningitis bakteri akut, dan (2) meningitis sub akut dan kronis.
Meningitis bakteri akut mempunyai sinonim yaitu meningitis pyogenik akut atau
lebih dikenal sebagai meningitis purulenta, merupakan suatu reaksi keradangan
yang mengenai cairan otak dan meningen baik sebagian atau seluruhnya yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus
(Gilroy and Meyer, 1979; Weil, 1980; Sahs and Joynt, 1981).
Meningitis bakteri akut paling sering terjadi pada anak-anak atau orang yang
sudah sangat tua. Walaupun imunisasi dan profilaksis antimikroba ditujukan pada
penurunan meningitis bakteri, namun mortalitas dan morbiditas meningitis bakteri
tidak banyak berubah. Kenyataan yang tidak diharapkan ini walaupun agaknya
merupakan terapi antimikroba yang lebih efektif sebagaimana dinilai dengan
sterilisasi cairan serebrospinal (CSS) yang lebih cepat, mungkin diakibatkan karena
interaksi yang merugikan antara sel radang hospes dan komponen bakteri yang
dilepaskan ke dalam CSS oleh bakteri yang memperbanyak diri atau oleh lisis bakteri
yang dirangsang terjadinya oleh antibiotik (Shulman et al., 1994).
2.1.2 Bakteri Penyebab Meningitis Bakteri Akut
Berdasarkan kepustakaan, penyebab meningitis bakteri akut terdiri dari
bermacam-macam bakteri. Swartz dan Dodge (1965) melaporkan bahwa
Haemophlius influenzae tipe b merupakan penyebab utama meningitis pada anak
berumur 1-6 tahun, dan dari seluruh kasus ternyata bakteri penyebab
terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae. Menurut Gilroy dan Meyer (1979)
pada periode neonatal, bakteri penyebab utama adalah golongan enterobaksil
terutama Escherichia coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae, sedang pada bayi dan anak
terbanyak adalah Haemophilus influenzae, disusul kemudian oleh Neisseria
meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Enterobaksil Gram negatif dan
Streptococcus. Bakteri lain yang menyebabkan meningitis bakteri akut adalah
Pseudomonas dan batang Gram negatif seperti: Proteus, Aerobacter, Enterobacter,
Klebsiella sp., Serratia sp. (Finland and Barness, 1977). Menurut Krugman dkk.
(1985), Haemophilus influenzae tipe b, Neisseria meningitidis, dan Streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab meningitis terbanyak pada bayi dan anak; untuk
neonatus disebabkan oleh Grup B Streptococcus, Escherichia coli dan Listeria
monocytogenes dan untuk penderita post operasi banyak disebabkan oleh spesies
Staphylococcus dan Pseudomonas. Schlech dkk.(1985) mengatakan bahwa dari
18.642 kasus meningitis penyebabnya adalah Haemophilus influenzae
(48,3%), Neisseria meningitidis (19,6%) dan Streptococcus pneumoniae (13,3%).
Shulman et al. (1994) menyebutkan bahwa dari 90% penderita meningitis karena
Haemophilus influenzae, sekitar 5%-10% merupakan strain berkapsul tipe b (Hib).
Haemophilus influenzae merupakan penyebab meningitis paling sering di
Amerika Serikat, mempunyai insiden tahunan 32-71/100.000 anak-anak umur
kurang dari 5 tahun. Kerentanan terhadap meningitis bakteri dipengaruhi tidak hanya
oleh umur dan genetik tetapi juga oleh defisiensi didapat atau kongenital dalam
mekanisme pertahanan hospes. Keadaan lingkungan tertentu dapat menambah
kemungkinan mendapatkan meningitis. Insiden meningitis Haemophilus
influenzae tipe b dan Neisseria meningitidis yang lebih tinggi dilaporkan pada rumah
tangga yang penuh sesak, pusat perawatan harian, ruang kelas, serta asrama
mahasiswa/mahasiswi dan militer (Shulman et al., 1994).

2.2 Haemophilus influenzae


Haemophilus influenzae termasuk dalam famili Pasteurellaceae dan genus
Haemophilus. Dari 16 spesies genus Haemophilus, yang ditemukan pada manusia
hanya sepuluh spesies yaitu: Haemophilus influenzae, Haemophilus aegyptius,
Haemophilus ducreyi, Haemophilus parainfluenzae, Haemophilus
parahaemolyticus, Haemophilus haemolyticus, Haemophilus segnis, Haemophilus

8
9

paraphrohaemolyticus, Haemophilus aphrophilus, dan Haemophilus paraphrophilus


(Holt JG et al., 1994; Howard BJ et al., 1994).
Haemophilus influenzae mempunyai 6 serotipe yaitu serotipe a, b, c, d, e,
dan f. Serotipe yang paling virulen dan banyak menyebabkan meningitis adalah
serotipe b (Howard BJ et al., 1994).

2.2.1 Morfologi Haemophilus influenzae


Haemophilus influenzae adalah bakteri berbentuk batang pendek kecil,
bersifat Gram negatif, kokobasil, pleomorfik, berukuran 0,2 µm – 0,3 µm x 0,5
µm – 0,8 µm, berkapsul yang dapat diketahui dengan reaksi Quellung memakai
serum anti khas tipe. Kuman-kuman yang tidak berkapsul berasal dari sputum atau
cairan telinga, bentuknya sering memanjang dan menunjukkan sifat-sifat bipolar
pada pewarnaan Gram. Sediaan kuman dari koloni yang kasar sering menunjukkan
bentuk-bentuk pleomorfik dan filamen (Joklik WK et al., 1992; Jawetz et al., 1996).

2.2.2 Pertumbuhan Haemophilus influenzae


Pembiakan atau kultur Haemophilus sp. memerlukan perbenihan yang
diperkaya seperti perbenihan agar coklat serta perbenihan Levinthal dan Fildes.
Haemophilus dapat tumbuh sebagai satelit di sekitar kuman-kuman lainnya seperti
Staphylococcus. Di sekitar koloni Staphylococcus (atau yang lainnya), koloni
Haemophilus tumbuh lebih subur dan besar dibandingkan dengan koloni-koloni
lainnya yang tumbuhnya jauh dari Staphylococcus tersebut. Hal ini disebabkan karena
Staphylococcus menghasilkan faktor V yang diperlukan bagi pertumbuhan
Haemophilus (Joklik WK et al., 1992; Jawetz et al., 1996).
Kultur genus Haemophilus secara in vitro memerlukan 2 faktor
pertumbuhan, yaitu faktor X dan faktor V. Faktor X merupakan protoporphyrin IX
atau disebut juga hemin (hematin). Faktor ini tahan terhadap pemanasan tinggi
(thermostabil) serta berperan penting dalam proses sintesis besi pada ensim
respiratori: sitokrom, sitokrom oksidase, katalase dan peroksidase. Faktor V
merupakan suatu koensim yaitu nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) yang bersifat
tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi (thermolabil) serta berperan dalam reaksi
oksidasi-reduksi (Howard BJ et al., 1994; Levinson WE and Jawetz E, 1994).
Suhu pertumbuhan optimum untuk Haemophilus adalah 35oC – 37oC dan
pada pH 7,4 – 7,8. Pengeraman dengan suasana CO2 10% dapat meningkatkan
pertumbuhan, bahkan kadang-kadang diperlukan oleh beberapa strain Haemophilus
influenzae yang berasal dari penyakit-penyakit yang invasif (biasanya kuman-kuman
tipe b yang berasal dari darah, cairan serebrospinal atau luka) membentuk koloni-
koloni mengkilap dan mukoid (Joklik WK et al., 1992; FKUI, 1994).
Haemophilus bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Haemophilus influenzae
memfermentasi laktose dan maltose serta menghasilkan indol. Haemophilus
influenzae larut di dalam empedu, tidak menghasilkan porphirin sehingga bila
dilakukan tes porphirin hasilnya akan negatif (Howard BJ et al., 1994).
Haemophilus influenzae sangat peka terhadap kebanyakan disinfektan dan
juga terhadap kekeringan. Pada suhu 55 oC akan mati dalam waktu 30 menit.
Biakan kuman ini sangat sukar dipelihara/dipertahankan di dalam laboratorium
karena bersifat autolitik. Cara penyimpanan terbaik adalah liofilisasi (FKUI, 1994).
Ciri-ciri pertumbuhan Haemophilus influenzae pada media perbenihan
(Soemarno, 2000), yaitu:
- Media blood agar plate (BAP) + faktor VX adalah: koloni kecil-kecil sekali, jernih,
tidak berwarna, sedikit cembung, halus, tepinya halus.
- Media BAP + Staphylococcus adalah: koloninya sama seperti pada media BAP +
faktor VX di atas dan bersifat satelitisme yaitu koloni Haemophilus influenzae
yang berdekatan dengan koloni Staphylococcus ukurannya lebih besar bila
dibandingkan dengan yang jauh dari Staphylococcus.
- Media coklat agar plate (CAP) + yeast ekstrak: koloninya kecil-kecil, halus, jernih,
ada yang mukoid, sedikit cembung, bulat, tepinya halus.
10

2.2.3 Struktur Antigen Haemophilus influenzae


Haemophilus influenzae mengandung tiga kelas utama antigen permukaan,
yaitu: (1) polisakarida kapsul, (2) lipopolisakarida (LPS), dan (3) protein pada
membran luar (outer membran protein).
Determinan antigenik yang utama dari Haemophilus influenzae yang berkapsul
adalah polisakarida kapsul. Polisakarida ini menunjukkan spesifisitas tipe dari bakteri
ini dan merupakan dasar untuk pengelompokan bakteri ini ke dalam 6 serotipe yaitu
a sampai f. Ternyata semua strain yang berhubungan dengan penyakit yang invasif
mempunyai serotipe b. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tipe
koloni dengan struktur antigen dan virulensi kuman (Joklik WK et al., 1992 ).
Karena Haemophilus influenzae tipe b merupakan penyebab daripada lebih
95% penyakit-penyakit invasif, maka dengan ditemukannya antigen kapsul tipe b
dalam cairan badan penderita, dapat ditentukan diagnosis secara khas dan cepat
(FKUI, 1994).
Tabel 2.1 Polisakarida kapsul dari H. influenzae (Joklik WK et al., 1992)
Type Sugar PO4 Acetyl

a Glucose + -
b Ribose, ribitol + -
c Galactose + -
d Hexose - -
e Hexaminase - +
f Galactosamine + +

Dari tabel ini terlihat polimer kapsul tipe b berbeda, yaitu mengandung
pentose (ribose dan ribitol fosfat) dan bukan hexose atau hexosamin seperti pada
serotipe yang lain.
Antigen kapsul dari Haemophilus influenzae tipe b bisa mengadakan reaksi
silang dengan beberapa organisme Gram negatif dan Gram positif, termasuk disini:
beberapa strains Pneumococcus, Streptococcus, Escherichia coli dan Staphylococcus.
Reaksi silang antara Escherichia coli dengan Haemophilus influenzae tipe b (Hib)
terjadi karena bersama-sama memiliki antigen K atau polisakarida asam (Joklik WK
et al., 1992; Burn and Zimmerman, 2000).
2.2.4 Patogenesis dan Gambaran Klinik Haemophilus influenzae
Haemophilus influenzae tidak memproduksi eksotoksin. Organisme tidak
berkapsul merupakan bagian tetap dari flora normal saluran napas manusia. Bentuk
Haemophilus influenzae yang berkapsul, khususnya tipe b menghasilkan infeksi
pernapasan supuratif dan meningitis pada anak-anak. Kapsul poliribose fosfat dari
Haemophilus influenzae tipe b merupakan faktor keganasan yang utama. Tingginya
angka pengidap (carier rate) dari Haemophilus influenzae tipe b pada saluran
pernapasan atas adalah 2%-4%, tingkat karier untuk tipe a yang tidak berkapsul
dan tipe c – f rendah yaitu 1%-2% (Jawetz et al., 1996; Brooks GF et al., 2001).
Infeksi oleh Haemophilus influenzae terjadi setelah menghisap droplet
berasal dari penderita, penderita baru sembuh atau karier. Ditemukannya kuman-
kuman Haemophilus influenzae berkapsul (tipe b) di dalam sputum atau cairan
telinga merupakan petunjuk adanya invasi kuman tersebut dalam jaringan. Antibodi
terhadap polisakarida tipe b, baik yang diperoleh karena infeksi alamiah atau karena
vaksinasi dapat mencegah invasinya kuman-kuman tipe b ke dalam jaringan. Infeksi
saluran pernapasan agaknya menjadi sumber invasi kuman ke dalam peredaran darah
dan penyebaran ke lain-lain bagian tubuh. Penyakit yang paling penting yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae ini adalah meningitis bakteri akut.
Meningitis karena Haemophilus influenzae jarang terjadi pada bayi berumur kurang
dari 3 bulan dan tidak umum dijumpai pada anak-anak di atas umur 6 tahun
(Joklik WK et al., 1992; FKUI, 1994).
2.2.5 Diagnosis Laboratorium Haemophilus influenzae
Bahan pemeriksaan untuk diagnosis Haemophilus influenzae dapat berupa
cairan serebrospinal (CSS), sputum, cairan telinga. Dari bahan pemeriksaan ini dapat
dilakukan identifikasi langsung yaitu dengan pengecatan Gram. Kuman dapat
diidentifikasi dengan cara immunofluoresensi atau dengan reaksi Quellung
11

menggunakan antiserum spesifik tipe (Joklik WK et al., 1992; Jawetz et al.,


1996).
Kultur dapat dilakukan pada media yang mengandung faktor X dan faktor V.
Staphylococcus streak tehnique dapat dilakukan dalam usaha memisahkan
Haemophilus influenzae, terutama dari bahan-bahan pemeriksaan yang tidak
terkontaminasi dengan kuman-kuman lain seperti cairan serebrospinal dan darah
(Joklik WK et al., 1992).
Deteksi antigen polisakarida kapsul di dalam cairan tubuh juga merupakan
bantuan yang berharga dalam menegakkan diagnosis (dan prognosis) meningitis.
Tehnik yang dapat digunakan untuk deteksi antigen ini yaitu counter
immunoelectrophoresis (CIE), aglutinasi latex, dan ELISA. Adanya antigen yang
khas di dalam serum atau cairan serebrospinal (CSS) memberikan diagnosis
presumtif adanya infeksi Haemophilus influenzae walaupun pengecatan Gram dan
kultur menunjukkan hasil negatif (Joklik WK et al., 1992; FKUI, 1994).
2.2.6 Pengobatan Infeksi Haemophilus influenzae
Angka kematian akibat meningitis Haemophilus influenzae yang tidak
diobati bisa mencapai 90%. Sebagian besar Haemophilus influenzae tipe b peka
terhadap ampisilin, namun lebih dari 25% menghasilkan beta-laktamase yang dibawa
oleh plasmid yang mudah berpindah dan resisten. Sebagian besar peka terhadap
khloramfenikol, dan pada dasarnya seluruh galur peka terhadap sefalosporin yang
lebih baru. Sefotaksim, pemberian IV sebanyak 150–200 mg/kg/hari bisa
memberikan hasil yang bagus. Diagnosis segera dan terapi antimikroba yang
tepat, penting untuk mengurangi kerusakan neurologis (Jawetz et al., 1996;
Brooks GF et al., 2001).
2.2.7 Pencegahan Infeksi Haemophilus influenzae
Karena pembawa kuman berkisar antara 30% sampai 90%, sebagai tindakan
pencegahan diberikan rifampin kepada keluarga terdekat seperti juga kepada
penderita. Disamping itu hendaknya keluarga penderita diingatkan tentang gejala dini
penyakit yaitu demam, sakit kepala, dan kaku kuduk, terutama jika disekitarnya
terdapat anak-anak kecil (Johson AG et al., 1994).
Penyakit Haemophilus influenzae tipe b (Hib) dapat dicegah dengan
mengatur pemberian vaksin Hib pada anak-anak. Penggunaan yang luas dari vaksin
Hib telah banyak mengurangi insiden meningitis Hib pada anak-anak. Penemuan dan
pengobatan dini penderita infeksi klinis Haemophilus influenzae sangat diperlukan
sebagai tindakan pencegahan penularan Haemophilus influenzae pada saudara
sekandung yang tidak diimunisasi dan anak-anak lain yang berusia dibawah 4 tahun
(Brooks GF et al., 2001).
2.2.8 Epidemiologi Haemophilus influenzae
Haemophilus influenzae merupakan penghuni normal saluran pernapasan
atas. Enam puluh sampai sembilan puluh persen anak-anak dari berbagai umur
membawa Haemophilus influenzae tidak berkapsul dalam hidung dan tenggorok,
tetapi hanya 5% dari mereka dikolonisasi oleh tipe b. Sebagaimana dengan meningitis
yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis, meningitis Haemophilus influenzae
tipe b terutama adalah pada penderita faringitis. Insiden meningitis Haemophilus
influenzae tipe b di Amerika Serikat relatif konstan pada akhir-akhir ini dan perkiraan
sekarang adalah 10.000–15.000 kasus terjadi setiap tahun dengan 500–800
kematian. Meningitis Haemophilus influenzae tipe b biasanya terjadi pada anak-
anak umur dibawah lima tahun. Insiden tertingginya dibawah umur 1 tahun dan 85%
kasus terjadi pada bayi kurang dari 2 tahun (Shulman et al. 1994).
Perbedaan ras tertentu dalam kerentanan terhadap infeksi Haemophilus
influenzae telah dilaporkan. Insiden meningitis Haemophilus influenzae empat kali
lebih besar pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih. Bahkan pada Eskimo
Navajo dan Alaska insidensinya lebih tinggi daripada pada orang kulit hitam.
Penemuan ini memberi kesan peran genetik dalam kerentanan terhadap meningitis
Haemophilus influenzae tipe b. Namun insiden yang lebih tinggi pada populasi ini
mungkin juga menggambarkan status sosioekonomi yang lebih rendah, yang dalam
beberapa cara yang tidak diketahui dapat mengurangi daya tahan terhadap
mikroorganisme (Shulman et al., 1994).

Anda mungkin juga menyukai