Anda di halaman 1dari 17

Struktur dan Fungsi

Kromosom

Anton Schneider, ahli Zoologi berkebangsaan


Jerman, pada tahun 1873 mengungkapkan adanya suatu
filamen yang mudah mengikat warna (chromatic) ketika
mengamati proses mitosis[1]. Strasburger (1875) dan
Flemming (1879) juga melaporkan adanya filamen kromatik
dalam proses mitosis baik pada sel tumbuhan maupun pada
sel hewan[2]. Pada tahun 1883, Wilhelm Roux menyatakan
bahwa filament kromatik merupakan pembawa faktor
hereditas[3] sementara Benden dan Boveri (1887)
menyebutkan jumlah filament kromatik berbeda pada setiap
spesies dan konstan selama spesies itu hidup[4]. Barulah
pada tahun 1888, Heinrich Wilhelm Waldeyer menamai
filament kromatik tersebut sebagai kromosom (Latin: krom
= warna; soma = tubuh)[1].
Kromosom merupakan DNA yang dikemas oleh
protein-protein. Terdapat di dalam inti sel semua makhluk
hidup, bahkan virus[5].

Firdaus_Pengantar Genetika
A. Kromosom Prokariotik dan Virus
Dahulu, kromosom prokariotik dan virus sering
disebut sebagai “kromosom telanjang” karena molekul
DNAnya tidak terasosiasi dengan protein-protein.[5] Akan
tetapi, dengan kemajuan teknologi dan metode dalam
pengamatan kromosom, saat ini diketahui bahwa DNA pada
prokariotik dan virus juga mengalami folded (lipatan), loops
(putaran) dan supercoiled (menggulung) yang difasilitasi
oleh RNA dan polyamines[3]. Gbr.1.1 menunjukkan bagaimana
DNA pada prokariotik dan virus mengalami kondensasi
membentuk kromosom[5] dengan packing ratio hingga 175.

Gambar 1.1 Struktur kromosom prokariotik dan virus

Pada prokariotik, umumnya terdapat “extra


chromosomal DNA” berupa plasmid yang dapat berperan
dalam hal reproduksi, patogenitas, resistensi antibiotik,
hingga pemanfaatannya dalam teknik rekayasa genetika[6].

Firdaus_Pengantar Genetika
Ukuran kromosom pada prokariotik dan virus
berbeda-beda sesuai dengan ukuran genomnya masing-
masing. Grapevine yellow speckle viroid dan Rice yellow
mottle virus satellite merupakan pemilik genom terkecil
dengan hanya 220 bp (pasang basa)[7]. Tabel 1.1
menunjukkan ukuran kromosom pada sejumlah prokariotik
dan virus[3,7].

Tabel 1.1 Ukuran genom prokariotik dan virus


Ukuran Genom
Kelompok Nama
(bp)
Grapevine yellow speckle
Virus 220
viroid
Rice yellow mottle virus
220
satellite
Bacteriophage MS2 3.569
Phage Φ-X174 5.386
Megavirus 1.259.197
Prokariotik Carsonella ruddii 159.662
Mycoplasma pneumonia 816.394
Haemophilus influenzae 1.830.138
Mycobacterium tuberculosis 4.411.529
Escherichia coli 4.639.211

B. Kromosom Eukariotik
Kromosom eukariotik jauh lebih kompleks
dibandingkan kromosom prokariotik dan virus. Pada
kromosom eukariotik akan dibahas proses pengemasan

Firdaus_Pengantar Genetika
DNA, strukur kromosom, bentuk kromosom, tipe
kromosom, dan ukuran kromosom.
1. Proses Pengemasan DNA
Secara umum, ada tiga tingkatan pengemasan DNA
pada eukariotik yaitu: 1) pembentukan nukleosom; 2)
pembentukan solenoid; dan 3) pembentukan kromosom
(Gbr.1.2)[5].

Gambar 1.2 Tingkatan Pengemasan DNA membentuk kromosom

a. Pembentukan nukleosom
Molekul DNA dengan panjang 2 m melilit protein-
protein histon membentuk nukleosom (Gbr.1.3)[8].
Nukleosom berukuran 0,28 m, sehingga packing ratio
sebesar 7,14[2].
Protein histon merupakan protein yang tersusun oleh
asam amino bermuatan positif (lysine dan arginine),
sehingga dapat berikatan dengan DNA yang bermuatan
negatif[9]. Ada lima jenis protein histon yaitu H1, H2A, H2B,

Firdaus_Pengantar Genetika
Gambar 1.3 Struktur nukleosom

H3, and H4 (Tabel 1.2)[6]. Protein H2A, H2B, H3 dan H4


disebut sebagai core histone karena menjadi inti
nukleosom[3]. Pengecualian pada sel sperma, inti nukleosom
bukanlah protein jenis histon melainkan protein kecil yang
disebut protamines[5].
Tabel 1.2. Karakteristik protein histon
Protein Histon Berat Molekul Jumlah Asam Amino
H1 21,130 223
H2A 13,960 129
H2B 13,774 125
H3 15,273 135
H4 11,236 102

Firdaus_Pengantar Genetika
b. Pembentukan Solenoid
Nukleosom kemudian mengalami folding dan
supercoiling membentuk solenoid (Gbr.1.4)[5]. Solenoid
berukuran 0,04 m, sehingga packing ratio menjadi 50[2].

Gambar 1.4 Struktur solenoid

Proses folding dan supercoiling nukleosom


distabilkan oleh protein H1 atau linker histone[3]. Nukleosom
yang telah distabilkan oleh protein H1 disebut sebagai
kromatosom[6].
c. Pembentukan Kromosom
Solenoid selanjutnya mengalami kondensasi
membentuk kromosom[5]. Kromosom berukuran 0,0002 m,
sehingga packing ratio menjadi 10.000[2]. Proses kondensasi
solenoid difasilitasi oleh protein nonhiston (protein
Scaffold)[5].

Firdaus_Pengantar Genetika
2. Struktur Kromosom
Kromosom eukariotik paling tidak terdiri dari bagian-
bagian berikut (Gbr.1.5)[10]:

Gambar 1.5 Bagian-bagian kromosom

a. Pellicle dan matrix


Setiap kromosom dilapisi oleh membran yang dikenal
sebagai pellicle. Di sebelah dalam pellicle terdapat substansi
seperti jelly bernama matrix. Baik pellicle maupun matrix,
tersusun dari zat akromatik atau nongenic material[10].
b. Kromonemata
Di dalam matrix kromosom, terdapat pita DNA spiral
yang oleh Vejdovsky (1912) diberi nama kromonema (jamak:
kromonemata)[4].

Firdaus_Pengantar Genetika
c. Kromomer
Balbiani (1876) dan Pfitzner (1881) menemukan
adanya penebalan-penebalan kromonema di beberapa
tempat yang diberi nama kromomer[4].
d. Sentromer (primary constricton)
Pada kromosom, terdapat bagian yang berlekuk
(primary constricton) yang menjadi tempat perlekatan
benang-benang spindle pada saat pembelahan sel disebut
sentromer. Pada sentromer terdapat kompleks protein
bernama kinetokor[11].
e. Nucleolar organizer/NORs (secondary constriction)
Selain sentromer, terdapat bagian lain dari
kromosom yang berlekuk (secondary constriction) yang
berperan penting sebagai pengatur nucleolus (nucleolar
organizer)[11].
f. Satelit
Secondary constriction dapat berada pada bagian
kromosom mana saja. Tetapi paling sering ia berada hampir
pada ujung kromosom, sehingga menyisakan suatu segmen
kecil yang disebut satelit[11].

Firdaus_Pengantar Genetika
g. Telomer
Bagian paling ujung dari kromosom ialah telomer.
Istilah yang pertama kali digunakan oleh Muller (1938)[10] ini
berperan dalam menjaga keutuhan tiap-tiap kromosom
sehingga tidak terjadi persambungan antara kromosom
yang satu dengan kromosom lainnya[4], selain itu telomer
terlibat dalam proses penuaan dan kanker[2].
3. Bentuk Kromosom
Bentuk kromosom dapat dibedakan berdasarkan
panjangnya, letak NORs-nya, dan letak sentromernya. Paling
mudah, bentuk kromosom diklasifikaskan berdasarkan letak
sentromernya (Gbr.1.6)[2] yaitu sebagai berikut:

Gambar 1.6. Bentuk kromosom berdasarkan sentromer

a. Metasentris, apabila sentromer terletak pada bagian


median kromosom, sehingga kedua lengan kromosom (p
dan q) memiliki panjang yang kurang lebih sama (rasio 1-
1,17).
Firdaus_Pengantar Genetika
b. Sub-metasentris, apabila sentromer terletak pada bagian
intermediate kromosom, namun posisinya lebih dekat ke
median daripada ujung kromosom, sehingga salah satu
lengan kromosom lebih panjang dari lengan yang lainnya
(rasio 1,2-2,8).
c. Sub-akrosentris, apabila sentromer terletak pada bagian
intermediate kromosom, namun posisinya lebih dekat ke
ujung daripada median kromosom, sehingga salah satu
lengan kromosom lebih panjang dari lengan yang lainnya.
d. Akrosentris, apabila sentromer terletak pada bagian
subterminal kromosom, sehingga salah satu lengan
kromosom sangat panjang sementara lengan lainnya
sangat pendek (rasio 2,3-5,7).
e. Telosentris, apabila sentromer terletak pada bagian
terminal kromosom, sehingga hanya terdapat satu lengan
kromosom saja.

Kromosom yang memiliki satu sentromer disebut


monosentris, kromosom dengan dua sentromer disebut
disentris, sementara kromosom dengan banyak sentromer
disebut polisentris[4]. Adapun kromosom yang kehilangan
sentromernya disebut asentris[11].

Firdaus_Pengantar Genetika
4. Tipe Kromosom
H. Henking pada tahun 1891 menemukan adanya
sepasang kromosom khas pada organisme eukariotik, yang
kemudian disebut seks kromosom. Dengan demikian, tipe
kromosom pada organisme eukariotik menjadi seks
kromosom dan autosom[4].
Seks kromosom (disebut juga gonosom) merupakan
sepasang kromosom yang berperan dalam menentukan
jenis kelamin, sementara autosom (disebut juga kromosom
tubuh) meliputi semua pasangan kromosom selain seks
kromosom (Gbr.1.7).

Gambar 1.7. Karyotype manusia

Firdaus_Pengantar Genetika
Pada manusia, dikenal dua jenis seks kromosom yaitu
kromosom X dan kromosom Y. Seorang perempuan normal
memiliki sepasang kromosom X (46, XX) sementara seorang
laki-laki normal memiliki sebuah kromosom X dan sebuah
kromosom Y (46, XY). Ovum perempuan normal hanya
mengandung setengah set kromosom/haploid (23, X).
Spermatozoa laki-laki normal juga mengandung setengah
set kromosom/haploid yang dapat berupa ginospermiun (23,
X) atau androspermium (23, Y)[4].
5. Ukuran dan Jumlah Kromosom
Ukuran dan jumlah kromosom bervariasi dari satu
spesies ke spesies lainnya. Panjang kromosom berkisar 0.2-
50 µ, sementara diameternya 0.2-20 µ. Umumnya, spesies
dengan jumlah kromosom sedikit akan memiliki ukuran
kromosom yang besar. Tabel 1.3 menunjukkan ragam jumlah
kromosom pada beberapa eukariotik[4].
Tabel 1.3. Jumlah kromosom eukariotik pada beberapa spesies
Jumlah
Kelompok Nama Kromosom
(diploid)
Protista Binatang selop (Paramaecium aurelia) 30-40
Ganggang klamidomonas 10, 12, 16
(Chlamydomonas reinhardii) (haploid)
Fungi Khamir (Saccharomyces cerivisiae) 32

Firdaus_Pengantar Genetika
Khamir fisi (Schizosaccharomyces
3
pombe)
Plantae Pinus (Pinus mercusii) 24
Kubis (Brassica oleracea) 18
Pepaya (Carica papaya) 18
Kapas (Cossypium hirsitum) 52
Kopi (Coffea arabica) 44
Bunga Matahari (Helianthus annus) 34
Kentang (Solanum tuberosum) 48
Tomat (Solanum lycopersicum) 24
Tembakau (Nicotiana tabacum) 48
22, 44, 55,
Pisang (Musa paradisiaca)
77, 78
Kapri/Ercis (Pisum sativum) 14
Buncis (Phaseolus vulgaris) 22
Jeruk keprok (Citrus sinensis) 18, 27, 36
Apel (Malus silvestris) 34, 51
Jagung (Zea mays) 20
Gandum (Triticum vulgare) 42
Padi (Oryza sativa) 24
Tebu (Saccharum officinarum) 80
Kacang merah (Vicia faba) 12
Bawang merah (Allium cepa) 16
Animalia Bekicot (Helix pomatia) 54
Ulat sutera (Bombyx mori) 56
Lalat rumah (Musca domestica) 12
Lalat buah (Drosophila melanogaster) 8
Belalang (Valanga sp) 24
Lebah madu (Apis mellifica) 32, 16
Nyamuk (Culex pipiens) 6
Ikan mas (Carassius auratus) 100
Katak (Rana pipiens) 26
Ayam (Gallus domesticus) 78
Merpati (Columba livia) 80

Firdaus_Pengantar Genetika
Itik (Anas platyrhyncha) 80
Tikus (Rattus rattus) 42
Marmot (Cavia cobaya) 64
Kelinci (Oryctolagus cuniculus) 44
Anjing (Canis familiaris) 78
Kucing (Felis domestica) 38
Kuda (Equus caballus) 64
Keledai (Equus asinus) 62
Babi (Sus scrofa) 40
Domba (Ovis aries) 54
Kambing (Capra hircus) 60
Sapi (Bos taurus) 60
Kera rhesus (Macaca mulatta) 42
Gorilla (Gorilla gorilla) 48
Simpanse (Pan troglodytes) 48
Manusia (Homo sapiens) 46

C. Teknik Pewarnaan Kromosom


Hingga sekitar tahun 1970-an, pengamatan
kromosom hanya terbatas pada sentromer dan panjang
lengan. Barulah pada tahun 1971, Caspersson dan koleganya
di Swedia menginisiasi teknik pewarnaan kromosom
menggunakan zat warna quinacrine mustard[3]. Sejak itulah,
pengamatan kromosom menjadi lebih detail seiring dengan
berkembangnya teknik pewarnaan kromosom. Saat ini,
dikenal empat teknik pewarnaan kromosom, yaitu:

Firdaus_Pengantar Genetika
1. Q-banding, kromosom diberi zat warna quinacrine
mustard kemudian diamati di bawah mikroskop
ultraviolet. Bagian kromosom yang kaya akan pasangan
nukleotida A-T akan tampak berpendar, sementara
bagian G-C tidak (Gbr.1.8a). Teknik ini jarang digunakan,
karena ia tidak dapat mewarnai kromosom dengan
permanen tetapi akan memudar seiring pengamatan.
Selain itu dibutuhkan biaya yang cukup mahal dalam
penggunaan mikroskop ultraviolet[2].
2. G-Banding, kromosom diberi zat warna Giemsa setelah
diinkubasi dalam larutan saline kemudian diamati di
bawah mikroskop cahaya. Bagian eukromatik (bagian
kromosom yang membawa gen) akan tampak gelap,
sementara heterokromatik (bagian kromosom yang tidak
membawa gen) tampak terang (Gbr.1.8b). Teknik ini
merupakan teknik yang paling sering digunakan, karena
ia dapat mewarnai kromosom dengan permanen dan
tidak membutuhkan mikroskop ultraviolet [2].
3. R-Banding, kromosom diberi zat warna Giemsa setelah
diinkubasi dalam buffer posfat pada suhu tinggi (85-900C)
kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya. Teknik ini
merupakan kebalikan dari G-Banding. Selain itu, teknik ini

Firdaus_Pengantar Genetika
juga memperlihatkan daerah ujung kromosom dengan
jelas sehingga mudah untuk menentukan batas suatu
kromosom (Gbr.1.8c)[2].
4. C-Banding, kromosom diberi zat warna Giemsa setelah
diberi perlakuan depurinasi dan inkubasi dalam larutan
saline, kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya.
Teknik ini khusus memperlihatkan bagian konstitutif
heterokromatik kromosom (Gbr.1.8d)[2].
a b

c d

Gambar 1.8. Teknik pewarnaan kromosom. a) Q-banding, b) G-banding,


c) R-banding, d) C-banding

Firdaus_Pengantar Genetika
Referensi
[1] Zacharias, H. (2001) Key word: chromosome. Chromosome Research 9,
345–355.
[2] Summer AT. (2003) Chromosome Organization and Function.
Melbourne: Blackwell Publishing
[3] Robinso R (Ed.) (2003) Genetics. Macmillan Reference USA
[4] Suryo (2011) Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
[5] Snustad D.P. dan Simmons M.J. (2012) Principles of Genetics 6th
edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.
[6] Pierce B.A. (2012) Genetics: A Conceptual Approach Fourth Edition.
New York: W. H. Freeman and Company
[7] Karami, Ali. "Largest and Smallest Genome in the World."
[8] Hartwell L.H., Hood L., Goldberg M.L., Reynolds A.E., dan Silver L.M.
(2012) Genetics: From Genes to Genomes, Fourth Edition. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
[9] Passarge E. (2001) Color Atlas of Genetics. Stuttgart: Georg Thieme
Verlag.
[10] Kritika Jain. Chromosome: its Parts, Functions and Types
[11] Therman E. dan Susman M. (1993) Human Chromosome: Structure,
Behavior, and Effects. New York: Springer-Verlag

Firdaus_Pengantar Genetika

Anda mungkin juga menyukai