Analisis Rangkaian Listrik PDF
Analisis Rangkaian Listrik PDF
Rangkaian
Listrik
Jilid-1
Sudaryatno Sudirham
Darpublic
Edisi Oktober 2012
ii
Analisis
Rangkaian Listrik
Jilid-1
(Rangkaian Arus Searah dan Arus Bolak-
Balik Keadaan Mantap)
oleh
Sudaryatno Sudirham
i
Hak cipta pada penulis.
SUDIRHAM, SUDARYATNO
Analisis Rangkaian Listrik Jilid-1
(Rangkaian Arus Searah dan Arus Bolak-Balik)
Darpublic, Kanayakan D-30 Bandung, 40135
www.darpublic.com
ii
Kata Pengantar
iii
Darpublic
Kanayakan D-30, Bandung, 40135
iv
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Bab 1: Pendahuluan 1
Pengertian Rangkaian Listrik . Pengertian Analisis
Rangkaian Listrik. Struktur Dasar Rangkaian, Besaran
Listrik, Kondisi Operasi. Landasan Untuk Melakukan
Analisis.Cakupan Bahasan
Bab 2: Besaran Listrik Dan Model Sinyal 7
Besaran Listrik. Sinyal dan Peubah Sinyal. Bentuk
Gelombang Sinyal.
Bab 3: Pernyataan Sinyal Dan Spektrum Sinyal 35
Pernyataan-Pernyataan Gelombang Sinyal. Spektrum
Sinyal.
Bab 4: Model Piranti Pasif 55
Resistor. Kapasitor. Induktor. Induktansi Bersama.
Saklar. Elemen Sebagai Model Dari Gejala.
Transformator Ideal.
Bab 5: Model Piranti Aktif, Dioda, dan OPAMP 81
Sumber Bebas. Sumber Praktis. Sumber Tak-Bebas.
Dioda Ideal. Penguat Operasional (OP AMP).
Bab 6: Hukum-Hukum Dasar 107
Hukum Ohm. Hukum Kirchhoff. Basis Analisis
Rangkaian.
Bab 7: Kaidah dan Teorema Rangkaian 119
Kaidah-Kaidah Rangkaian. Teorema Rangkaian.
Bab 8: Metoda Analisis Dasar 141
Metoda Reduksi Rangkaian. Metoda Keluaran Satu
Satuan. Metoda Superposisi. Metoda Rangkaian
Ekivalen Thévenin.
Bab 9: Metoda Analisis Umum 157
Metoda Tegangan Simpul. Metoda Arus Mesh. Catatan
Tentang Metoda Tegangan Simpul dan Arus Mesh.
v
Bab 10: Rangkaian Arus Searah 179
Pengukur Tegangan dan Arus Searah. Pengukuran
Resistansi. Resistansi Kabel Penyalur Daya. Penyaluran
Da
ya Melalui Saluran Udara. Diagram Satu Garis.
Jaringan Distribusi Daya. Batere. Generator Arus
Searah.
Bab 11: Rangkaian Dioda dan OP AMP 199
Rangkaian Dengan Dioda. Rangkaian Dengan OP
AMP. Diagram Blok. Rangkaian OP AMP Dinamik .
Bab 12: Rangkaian Arus Bolak-Balik 225
Fasor Dan Impedansi. Resistansi, Reaktansi, Impedansi.
Kaidah-Kaidah Rangkaian Impedansi.
Bab 13: Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor 247
Teorema Rangkaian di Kawasan Fasor. Metoda-Metoda
Analisis Dasar. Metoda-Metoda Analisis Umum.
Rangkaian Resonansi.
Bab 14: Analisis Daya 265
Umum. Tinjauan Daya di Kawasan waktu : Daya Rata-
Rata dan Daya Reaktif. Tinjauan Daya di Kawasan
Fasor: Daya Kompleks, Faktor Daya. Alih Daya. Alih
Daya Maksimum.
Bab 15: Penyediaan Daya 287
Transformator. Penyediaan Daya dan Perbaikan Faktor
Daya. Diagram Satu Garis.
Bab 16: Pengenalan Pada Sistem Tiga-fasa 305
Sumber Tiga-fasa dan Sambungan ke Beban. Analisis
Daya Pada Sistem Tiga-fasa. Diagram Satu Garis.
Lampiran I 325
Lampiran II 329
Lampiran III 339
Daftar Pustaka 353
Biodata Penulis 354
Indeks 335
vi
Pendahuluan
BAB 1 Pendahuluan
1
Pendahuluan
Telah dikatakan di atas bahwa hasil suatu analisis harus difahami sebagai
hasil yang berlaku dalam batas-batas tertentu. Kita akan melihat bahwa
rangkaian yang kita analisis kita anggap memiliki sifat linier dan kita
sebut rangkaian linier; ia merupakan hubungan elemen-elemen
rangkaian yang kita anggap memiliki karakteristik yang linier. Sifat ini
sesungguhnya merupakan pendekatan terhadap sifat piranti yang dalam
kenyataannya tidak linier namun dalam batas-batas tertentu ia bersifat
hampir linier sehingga dalam pekerjaan analisis kita anggap ia bersifat
linier.
3
Pendahuluan
5
Pendahuluan
rangkaian. Ada dua kelompok metoda analisis yang akan kita pelajari;
yang pertama disebut metoda analisis dasar dan yang ke-dua disebut
metoda analisis umum. Metoda analisis dasar terutama digunakan pada
rangkaian-rangkaian sederhana, sedangkan untuk rangkaian yang agak
lebih rumit kita memerlukan metoda yang lebih sistematis yaitu metoda
analisis umum. Kedua metoda ini kita pelajari agar kita dapat melakukan
analisis rangkaian sederhana secara manual. Kemampuan melakukan
analisis secara manual sangat diperlukan untuk dapat memahami sifat
dan perilaku rangkaian.
Selain perbedaan jangkauan penggunaannya, metoda analisis dasar
berbeda dari metoda analisis umum dalam hal sentuhan yang kita miliki
atas rangkaian yang kita hadapi. Dalam menggunakan metoda analisis
dasar, kita masih merasakan bahwa kita sedang mengolah perilaku
rangkaian. Dalam menggunakan metoda analisis umum kita agak
kehilangan sentuhan tersebut; sekali kita sudah mendapatkan persamaan
rangkaian, maka selanjutnya kita hanya melakukan langkah-langkah
matematis atas persamaan tersebut dan kita akan mendapatkan hasil
analisis tanpa merasa telah menghadapi rangkaian listrik. Kehilangan
sentuhan ini mendapat kompensasi berupa lebih luasnya jangkauan
kerumitan rangkaian yang bisa dipecahkan dengan metoda analisis
umum.
Selain dua kelompok metoda tersebut ada metoda analisis berbantuan
komputer. Untuk rangkaian-rangkaian yang sangat rumit, analisis secara
manual tidaklah efektif bahkan tidak mungkin lagi dilakukan. Untuk itu
kita memerlukan bantuan komputer. Namun metoda ini tidak dibahas
khusus dalam buku ini dan pembaca perlu mempelajarinya dengan
menggunakan buku-buku lain beserta perangkat lunaknya.
Landasan untuk melakukan analisis tersebut di atas akan kita pelajari dan
setelah kita memahami landasan-landasan tersebut kita akan siap untuk
melakukan analisis rangkaian. Berbagai contoh pekerjaan analisis akan
kita jumpai dalam buku ini.
7
Besaran Listrik dan Model Sinyal
0 0
t 0 t
0
9
Besaran Listrik dan Model Sinyal
Dalam pekerjaan analisis, arah arus dinyatakan dengan tanda anak panah
yang menjadi referensi arah positif arus. Referensi ini tidak berarti
bahwa arah arus sesungguhnya (yang mengalir pada piranti) adalah
seperti ditunjukkan oleh anak panah. Arah arus sesungguhnya dapat
berlawanan dengan arah anak panah dan jika demikian halnya kita
katakan arus negatif. Dalam hal arah arus sesungguhnya sesuai dengan
arah anak panah, kita katakan arus positif.
Pada elemen rangkaian, tanda “+” dipakai untuk menunjukkan titik
yang dianggap mempunyai tegangan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan titik yang bertanda “−”, dan ini menjadi referensi tegangan. Di
sinipun titik yang bertanda “+” pada keadaan sesungguhnya tidak selalu
bertegangan lebih tinggi dibandingkan dengan titik yang bertanda “−“.
Tetapi jika benar demikian keadaannya kita katakan bahwa tegangan
pada piranti adalah positif, dan jika sebaliknya maka tegangan itu
negatif.
Konvensi Pasif. Dalam menentukan referensi tegangan dan arus kita
mengikuti konvensi pasif yaitu arah arus digambarkan masuk ke elemen
pada titik yang bertanda “+”. Konvensi ini disebut konvensi pasif sebab
dalam konvensi ini piranti menyerap daya. Perhatikan Gb.2.2. Dengan
konvensi ini, jika arus dan tegangan memiliki tanda
yang sama, daya bernilai positif. Jika arus da tegangan berlawanan tanda
maka daya bernilai negatif.
+ piranti −
p = vi = 12 × 100 × 10 −3 = 1,2 W
11
Besaran Listrik dan Model Sinyal
Pemahaman :
Satuan daya adalah Watt. Untuk daya besar digunakan satuan kW
(kilo watt) yaitu 1 kW = 1000 W. Satuan daya yang lain adalah
horse power (HP).
1 HP = 746 W atau 1 kW = 1,341 HP
Watt-hour (Wh) adalah satuan energi yang biasa dipakai dalam
sistem tenaga listrik.
1 Wh = 3600 J atau 1 kWh = 3600 kJ
Satuan muatan adalah Coulomb. Dalam solusi soal di atas, kita
menggunakan satuan Ampere-hour (Ah) untuk muatan. Satuan ini
biasa digunakan untuk menyatakan kapasitas suatu accu
(accumulator). Contoh : accu mobil berkapasitas 40 Ah.
karena 1 A = 1 C/s maka 1 C = 1 As dan 1 Ah = 3600 C
Solusi :
a). p = 220 cos 400t × 5 cos 400t = 1100 cos 2 400t W
= 550(1 + cos 800t ) = 550 + 550 cos 800t W
Suku pertama pernyataan daya ini bernilai konstan positif + 550
V.
Suku ke-dua bervariasi antara −550 V dan + 550 V.
Secara keseluruhan daya selalu bernilai positif.
b). Nilai daya : pmaksimum = 550 + 550 = 1100 W
pminimum = 550 − 550 = 0 W
13
Besaran Listrik dan Model Sinyal
00
0 t 0
0 t 0 t
v v v
t
00 0
0 0 t
t
v v v
0 t 0 t 0 t
Deretan pulsa Gigi gergaji Segi tiga
Gb.2.5. Beberapa bentuk gelombang komposit.
15
Besaran Listrik dan Model Sinyal
Bila u(t) kita kalikan dengan sesuatu nilai konstan VA akan kita peroleh
bentuk gelombang anak tangga (Gb.2.6.a.):
v = V Au(t ) ⇒ v = 0 untuk t < 0
(2.9.a)
= V A untuk t ≥ 0
v VA v VA
0 t 0 t
Ts
(a) (b)
( )
v = V A e − t / τ u (t ) (2.10)
Parameter yang penting pada sinyal bentuk ini adalah amplitudo VA dan
konsanta waktu τ (dalam detik). Konstanta waktu ini enentukan
kecepatan menurunnya amplitudo sinyal. Makin besar τ makin lambat
amplitudo menurun dan makin kecil τ makin cepat amplitudo menurun.
VA
v
VA e−t / τu(t)
0.368VA
0 1 2 3 4 5t/τ
Gb.2.7. Bentuk gelombang eksponensial.
17
Besaran Listrik dan Model Sinyal
v v=12u(t) V i i=100u(t) mA
12 V 100 mA
0 t 0 t
0 t 0 8 t (jam)
Energi yang diserap selama 8 jam adalah integral dari daya untuk
jangka waktu 8 jam. Besar energi ini ditunjukkan oleh luas bagian
yang diarsir di bawah kurva daya seperti ditunjukkan pada gambar
di sebelah kanan.
19
Besaran Listrik dan Model Sinyal
v1 (t ) = 2 V untuk t ≥ 1
= 0 V untuk t < 1
b). Bentuk gelombang tegangan gambar b) adalah
v 2 (t ) = −3u(t − 2) V.
Solusi :
Persamaan umum gelombang eksponensial adalah v(t) = Ae−t/τu(t)
dengan A = amplitudo, τ = konstanta waktu. Jadi pernyataan ketiga
gelombang itu masing-masing adalah
v1 (t ) = 5e −t / 2 u (t ) V;
v 2 (t ) = 10e −t / 2 u (t ) V;
v 3 (t ) = 10e −t / 4 u (t ) V.
10
v [V]
5
v2 v3
0 v1
0 5 10
t [detik]
Pemahaman :
Kita lihat bahwa walaupun v1 dan v2 mempunyai amplitudo yang
jauh berbeda, mereka teredam dengan kecepatan yang sama karena
konstanta waktunya sama. Pada t = 5 × konstanta waktu, yaitu 5 × 2
= 10 detik, nilai gelombang telah dapat diabaikan.
Gelombang tegangan v2 dan v3 mempunyai amplitudo sama tetapi
konstanta waktunya berbeda. Kita lihat bahwa gelombang yang
konstanta waktunya lebih besar lebih lambat menuju nol, sedangkan
yang konstanta waktunya lebih kecil lebih cepat menuju nol.
Dari apa yang diketahui dalam persoalan yang diberikan, kita dapat
menuliskan persamaan tegangan
v = 10 cos(100π(t − 0,003) u(t )
21
Besaran Listrik dan Model Sinyal
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 t[detik]
-5
-10
Pemahaman :
Perhatikan bahwa puncak pertama positif terjadi pada t = 0,003
detik. Karena frekuensi gelombang 50 Hz, maka ada lima puluh
siklus dalam satu detik atau dengan kata lain perioda gelombang ini
adalah 1/50 detik = 0,02 detik. Persamaan umum gelombang sinus
dapat ditulis dalam berbagai bentuk seperti berikut ini.
t − Ts
v = A cos 2π atau v = A cos(2π f (t − Ts ) ) atau
T0
v = A cos(ω(t − Ts ) ) atau v = A cos(ωt − φ)
Dari persamaan-persamaan umum ini kita dapat dengan mudah
menuliskan persamaan bentuk gelombang sinus berdasarkan
parameter-parameter yang diketahui.
1 T T
v1 = u t + − u t − (2.18.a)
T 2 2
Impuls dengan persamaan diatas mempunyai amplitudo 1/T dan bernilai
nol di semua t kecuali pada selang −T/2 ≤ t ≤ +T/2.
Luas bidang di bawah pulsa adalah satu karena amplitudonya
berbanding terbalik dengan durasinya (lebarnya). Jika lebar pulsa T kita
perkecil dengan mempertahankan luasnya tetap satu, maka amplitudo
akan makin besar. Bila T menuju nol maka amplitudo menuju tak
hingga, namun luasnya tetap satu. Fungsi yang diperoleh pada kondisi
limit tersebut dinamakan impuls satuan (unit impuls), dengan simbol
δ(t). Representasi grafisnya terlihat pada Gb.2.9.c. Definisi formal dari
impuls satuan adalah:
t
v = δ(t ) = 0 untuk t ≠ 0 ; ∫-∞ δ( x)dx = u(t ) (2.18.b)
23
Besaran Listrik dan Model Sinyal
Kondisi yang pertama dari definisi ini menyatakan bahwa impuls ini nol
di semua t kecuali pada t = 0, sedangkan kondisi kedua menyatakan
bahwa impuls ini adalah turunan dari fungsi anak-tangga satuan.
du(t )
Jadi δ(t ) = (2.18.c)
dt
Amplitudo impuls satuan adalah tak hingga. Oleh karena itu besar impuls
didefinisikan menurut luasnya. Suatu impuls satuan yang muncul pada t
= Ts dituliskan sebagai δ(t−Ts).
Fungsi Ramp. Jika kita melakukan integrasi pada fungsi anak tangga
satuan, kita akan mendapatkan fungsi ramp satuan yaitu
t
r(t ) = ∫ u( x )dx = tu(t ) (2.19)
−∞
Ramp satuan ini bernilai nol untuk t ≤ 0 dan sama dengan t untuk t > 0.
Perhatikan bahwa laju perubahan (kemiringan) dari ramp satuan adalah
1. Jika kemiringannya adalah K maka persamaannya adalah rk (t) = K t
u(t). Bentuk umum fungsi ramp adalah
r(t) = K(t−Ts)u(t-Ts), (2.19.a)
yang bernilai nol untuk t < Ts dan memiliki kemiringan K. (Gb.2.10).
( )
v = sin(ωt ) V Ae −t / τ u (t ) = V A sinωt e −t / τ u (t ) (2.20)
Fungsi anak tangga u(t) menjadi salah satu faktor dalam persamaan ini
agar persamaan bernilai
nol pada t < 0. Pada t = 0, VA
gelombang melalui titik
v
asal karena sin(nπ) = 0.
Bentuk gelombang ini
tidak periodik karena VAe−t / 5
faktor eksponensial me-
maksa amplitudonya
menurun secara eks- 0
25
ponensial. Osilasi ini t
telah mencapai nilai VAe−t / 5sin(ωt)
sangat kecil pada t = 5τ
sehingga telah dapat Gb.2.11. Gelombang sinus teredam.
diabaikan pada t > 5τ.
v = V A e −t / τ1 u (t ) − V A e −t / τ2 u (t )
( )
= V A e −t / τ1 − e −t / τ2 u (t )
(2.21)
Bentuk gelombang
komposit ini, dengan VA τ1 >
τ2 terlihat pada V A e− t / 5
Gb.2.12. Untuk t < 0 v VA (e−t / 5− e−2t / 5
gelombang bernilai nol.
Pada t = 0 gelombang t
masih bernilai nol −VA e−2t /
karena kedua fungsi
saling meniadakan. −VA
Pada t >> τ1 gelom- Gb.2.12. Gelombang eksponensial
bang ini menuju nol ganda.
karena kedua bentuk eksponensial itu menuju nol. Fungsi yang
mempunyai konstanta waktu lebih besar akan menjadi fungsi yang lebih
menentukan bentuk gelombang.
25
Besaran Listrik dan Model Sinyal
27
Besaran Listrik dan Model Sinyal
4V v2
a). v1 v1 = 2t u(t) b). t
0
t 1 2 3 4 5 6
0
1 2 3 4 5 6
−4V
−2(t−2) u(t−2)
2tu(t) − 2(t−2)u(t−2)
4V f). 4V − 4u(t−2)
e).
v5 v6
t t
0
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
2tu(t) − 2(t−2)u(t−2) − 4u(t−5)
v1
v2
t [detik]
Pemahaman:
Gelombang sinus pada umumnya adalah non-kausal yang persamaan
umumnya adalah v = A cos(ω(t − Ts ) ) . Dalam soal ini dinyatakan
bahwa gelombang sinus baru muncul pada t = 0. Untuk menyatakan
gelombang seperti ini diperlukan fungsi anak tangga u(t) sehingga
persamaan akan berbentuk v = A cos(ω(t − Ts ) )u (t ) .
Dengan menyatakan bentuk gelombang sinus dengan fungsi cosinus,
identifikasi bentuk gelombang menjadi lebih mudah. Puncak
pertama suatu fungsi cosinus tanpa pergeseran waktu terjadi pada t =
0. Dengan demikian posisi puncak pertama fungsi cosinus
menunjukkan pula pergeseran waktunya.
Dengan mengalikan fungsi sinus dengan fungsi eksponensial kita
meredam fungsi sinus tersebut. Peredaman oleh fungsi eksponensial
berlangsung mulai dari t = 0. Oleh karena itu puncak positif pertama
29
Besaran Listrik dan Model Sinyal
Fungsi Parabolik Satuan dan Kubik Satuan. Telah kita lihat bahwa
integrasi fungsi anak tangga satuan memberikan fungsi ramp satuan. Jika
integrasi dilakukan sekali lagi akan memberikan fungsi parabolik satuan
dan integrasi sekali lagi akan memberikan fungsi kubik satuan. Gb.2.14.
di samping ini memperlihatkan evolusi bentuk fungsi anak tangga
menjadi fungsi ramp, parabolik, dan kubik
melalui integrasi.
v kubik
Fungsi-ramp, parabolik, dan kubik ini parabolik
menuju nilai tak hingga jika t menuju tak
hingga. Oleh karena itu pemodelan dengan
menggunakan fungsi-fungsi ini dibatasi ramp
dalam selang waktu tertentu. Perhatikan anak tangga
sinyal gigi gergaji pada Gb.2.5. yang
dimodelkan dengan fungsi ramp yang t
berulang pada setiap selang waktu tertentu.
Gb.2.14. Anak tangga, ramp, parabolik, kubik.
Fungsi Signum. Suatu sinyal konstan (tegangan misalnya) yang pada t =
0 berubah polaritas, dimodelkan dengan
fungsi signum, dituliskan sebagai v(t)
u(t)
v(t ) = sgn(t ) (2.23) 1
v(t)
Fungsi Eksponensial Dua
Sisi. Perluasan fungsi anak 1
tangga untuk mencakup e−α(−t) u(−t) e−αt u(t)
kejadian sebelum t = 0 dapat
pula dilakukan pada fungsi 0 t
Gb.2.16. Eksponensial dua sisi.
eksponensial. Dengan
demikian kita dapatkan fungsi eksponensial dua sisi yang kita tuliskan
sebagai
31
Besaran Listrik dan Model Sinyal
SOAL-SOAL
Dalam soal-soal model sinyal berikut ini, satuan waktu t adalah
s = detik ; ms = milidetik ; µs = mikrodetik
1. Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk gelombang sinyal anak
tangga berikut ini :
a) v1: amplitudo 5 V, muncul pada t = 0.
b) v2: amplitudo 10 V, muncul pada t = 1s.
c) v3: amplitudo −5 V, muncul pada t = 2s.
2. Dari sinyal-sinyal di soal 1, gambarkanlah bentuk gelombang sinyal
berikut ini.
a). v4 = v1 + v2 ; b). v5 = v1 + v3 c). v6 = v1 + v2 + v3
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 6
a). −5
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 6
b). −3
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 t
c). −3 e
33
Besaran Listrik dan Model Sinyal
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 6
d). −5
perioda
5
v
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5
e). −5
35
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
3.1.4. Amplitudo
Pada umumnya amplitudo gelombang berubah terhadap waktu
diantara dua nilai ekstrem yaitu amplitudo maksimum, Vmaks, dan
amplitudo minimum, Vmin .
Untuk sinyal periodik, selang waktu T sama dengan perioda T0. Ada
tidaknya nilai rata-rata menunjukkan apakah suatu sinyal
mengandung komponen konstan (tidak berubah terhadap waktu)
atau tidak. Komponen konstan ini disebut juga komponen searah
dari sinyal.
p(t ) =
1
[v(t )]2 (3.4)
R
Daya rata-rata yang diberikan kepada resistor dalam selang waktu T
adalah:
t0 +T
1
Prr =
T ∫ [ p(t )]dt (3.5)
t0
Kalau kedua persamaan di atas ini kita gabungkan, akan kita
peroleh:
t 0 +T
1 1
Prr = [v(t )]2 dt
∫ (3.6)
R T
t0
Apa yang berada di dalam kurung besar pada persamaan di atas
merupakan nilai rata-rata dari kwadrat gelombang. Akar dari
besaran inilah yang digunakan untuk mendefinisikan nilai rms atau
nilai efektif.
t0 +T
1
Vrms = ∫ [v(t )]
2
dt (3.7)
T
t0
37
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
0 t
0 1 2 3 4 5 6 7 8 t
−4V
1 2 3 4 5 6 7 8 9
a) b)
Solusi :
a). V p = 6 V ; V pp = 6 V ; T = 3s
1 2 3 1
V rr = 6dt + 0dt = (6 × 2 + 0) = 4 V
∫ ∫
3 0 2 3
1 2 2 3
Veff = ∫
6 dt + 0 2 dt =
1
(36 × 2 + 0) = 4,9 V
∫
3 0 2 3
b). V p = 6 V ; V pp = 10 V ; T = 3s
1 2 3 1
V rr = 6dt + − 4dt = (6 × 2 − 4 ×1) = 2,66 V
∫ ∫
3 0 2 3
1 2 2 3
Veff = ∫
6 dt + (−4) 2 dt =
1
(36 × 2 + 16 × 1)
∫
3 0 2 3
= 5,42 V
Pemahaman :
Gelombang periodik dalam contoh di atas, mempunyai
persamaan gelombang yang terdiri dari banyak suku
sebagaimana dijelaskan pada gelombang komposit. Akan tetapi
untuk menghitung nilai rata-rata ataupun efektif, kita cukup
melihat satu siklus saja dan bilamana diperlukan gelombang
kita nyatakan dalam beberapa bagian yang mempunyai
persamaan sederhana.
CONTOH-3.2: v
Tentukanlah nilai 6V
tegangan puncak
(Vp), tegangan t
0
puncak-puncak 1 2 3 4 5 6 7
(Vpp), perioda (T),
tegangan rata-rata
(Vrr), dan tegangan efektif dari bentuk gelombang tegangan di
samping ini.
Solusi :
Bentuk gelombang ini berperioda 4 detik dan dapat kita
nyatakan sebagai jumlah dari bentuk-bentuk sederhana antara 0
– 2 detik, antara 2 – 3 detik, dan antara 3 – 4 detik.
Vp = 6 V ; V pp = 6 V ; T = 4s
1 2 3 4 1 6×3
Vrr = ∫
3tdt +
4 0 ∫2 (6 − 6(t − 2))dt + ∫30dt = 4 2
= 2,25 V
1 2 3 4
Veff = ∫0 9t dt + ∫2 (6 − 6(t − 2)) dt + ∫3 0 dt = 3,0 V
2 2 2
4
39
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
0 0
t t
-5 15 -5 15
-4 -4
(a) v = 3 cos 2f0t (b) v = 1 + 3 cos 2f0t
v v
4
1
0 -5 15
t
-5 15
-4 -4
Berikut ini kita akan melihat suatu contoh sinyal dengan bentuk
gelombang yang dinyatakan oleh persamaan
v = 10 + 40 cos(2πf 0t ) + 20 sin (2π(2 f 0 )t ) − 10 cos(2π(4 f 0 )t )
Sinyal ini merupakan jumlah dari satu komponen searah dan tiga
komponen sinus yang kita sebut juga komponen bolak-balik.
Komponen searah sering kita sebut komponen berfrekuensi nol
karena v(t) = VA cos(2πft) = VA jika f = 0. Komponen bolak-balik
yang pertama adalah komponen sinus dasar karena komponen inilah
20
0
0 1 2 3 4 5
10
-90
0
0 1 2 3 4 5 -180
Frekwensi [ x fo ] Frekwensi [ x fo ]
41
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
5
-45
o
[]
-90
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Frekuensi [ xf0 ] -135
a) b) c)
d) e)
Gb.3.4. Uraian bentuk gelombang persegi.
a) sinus dasar; b) sinus dasar + harmonisa ke-3; c) sinus dasar
+ harmonisa ke-3 + harmonisa ke-5; d) sinus dasar +
harmonisa ke-3 + harmonisa ke-5 + harmonisa ke-7; e) sinus
dasar + harmonisa-harmonisa sampai harmonisa ke-21.
Penjumlahan sampai dengan harmonisa ke-21 memperlihatkan
bahwa penjumlahan seterusnya akan makin mendekati bentuk
gelombang persegi. Sampai harmonisa ke berapa kita akan
melakukan penjumlahan tergantung dari kepuasan kita untuk
menerima bentuk yang diperoleh sebagai bentuk pendekatan
gelombang persegi.
43
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
∞
S= ∑ [an cos(nω0t ) + bn sin(nω0t )]
n =1
∞ (3.11)
bn
= ∑ an cos(nω0t ) + sin( nω0t )
n =1
an
bn
Jika a = tan ϕ n maka persamaan (3.11) menjadi
n
∞
∑ cosnθn [cos ϕ n cos(nω0t ) + sin ϕ n sin(nω0t )]
a
S=
n =1
∞
= ∑ a 2 + b 2 cos(nω0 t − ϕ n )
n =1
an bn ϕn
+ + di kuadran pertama
− + di kuadran ke-dua
− − di kuadran ke-tiga
+ − di kuadran ke-empat
45
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
1 T0 / 2
a0 =
T0 ∫−T 0 /2
f (t )dt
2 T0 / 2
an =
T0 ∫−T 0 /2
f (t ) cos(2πnf 0 t )dt (3.13)
2 T0 / 2
bn =
T0 ∫−T 0 /2
f (t ) sin(2πnf 0t )dt
∞
y (t ) = a0 + ∑[an cos(nω0t ) + bn sin(nω0t )] dan
n =1
∞
y(−t ) = a0 + ∑[an cos(nω0t ) − bn sin(nω0t )]
n =1
bn = 0
∞
y (t ) = a o + ∑ [an cos(nω0t )] (3.14)
n =1
Sinyal dengan simetri genap merupakan gabungan dari sinyal-sinyal
cosinus; sinyal cosinus sendiri adalah sinyal dengan simetri genap.
Simetri Ganjil. Suatu sinyal y(t) T0
dikatakan mempunyai simetri A
ganjil jika y(t) = −y(−t).
Sinyal semacam ini simetris t
terhadap titik-asal [0,0].
−A
Dari (3.10) kita dapatkan
∞
− y ( −t ) = − a 0 + ∑[− an cos(nω0t ) + bn sin( nω0t )]
n =1
Kalau sinyal ini harus sama dengan
∞
y (t ) = a0 + ∑ [an cos(nω0t ) + bn sin(nω0t )]
n =1
maka haruslah
a0 = 0 dan an = 0
∞
y (t ) = ∑ [bn sin(nω0t )] (3.15)
n =1
Sinyal dengan simetri ganjil merupakan gabungan dari sinyal-sinyal
sinus; sinyal sinus sendiri adalah sinyal dengan simetri ganjil.
Berikut ini diberikan formula untuk menentukan koefisien Fourier
pada beberapa bentuk gelombang periodik. Bentuk-bentuk
gelombang yang tercantum disini adalah bentuk gelombang yang
persamaan matematisnya mudah diperoleh, sehingga pencarian
koefisien Fourier menggunakan hubungan (3.13) dapat dilakukan.
47
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
Sinyal ini tidak simetris terhadap sumbu waktu; oleh karena itu
a 0 ≠ 0 . Perhitungan a0, an, bn lebih mudah dilakukan dengan
menggunakan relasi (3.12).
Sinyal Persegi:
T
v 0 a0 = 0
A
t a n = 0 semua n ;
4A
bn = n ganjil; bn = 0 n genap
nπ
Sinyal persegi yang tergam-bar ini memiliki simetri ganjil. Ia tidak
mengandung komponen cosinus; an = 0 untuk semua n. Ia simetris
terhadap sumbu waktu, jadi a0 = 0.
Deretan Pulsa:
v T0 a 0 = AT / T0
A 2A nπT
an = sin
nπ T0
bn = 0 untuk semua n
t
T
Sinyal Segitiga:
v T0 a0 = 0
A 8A
an = n ganjil; an = 0 n genap
( nπ) 2
t
bn = 0 untuk semua n
Sinyal segitiga yang tergambar ini mempunyai simetri genap; bn = 0
untuk semua n. Ia simetris terhadap sumbu waktu; a0 = 0.
49
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
Solusi:
Sinus setengah gelombang ini beramplitudo 1. Koefisien
Fourier menurut formula di atas, serta amplitudo dan sudut fasa
komponen gelombang ini adalah:
Koefisien Fourier Amplitudo ϕ [rad]
a0 0,318 0,318
a1 0 0,5 1,57
b1 0,5
a2 -0,212 0,212 0
b2 0
a4 -0,042 0,042 0
b4 0
a6 -0,018 0,018 0
b6 0
Dengan menggunakan koefisien Fourier, persamaan gelombang
adalah
v(t ) = 0,318 + 0,5 sin(ω0t ) − 0,212 cos 2ω0t
− 0,042 cos 4ω0t − 0,018 cos 6ω0t V
yang nilai amplitudonya adalah
A0 = 0,318 V; A1 = 0,5 V; A2 = 0,212 V;
A4 = 0,042 V; A6 = 0,018 V
Gambar berikut ini memperlihatkan spektrum amplitudo
sedangkan bentuk gelombang pendekatan dalam satu perioda
(sampai harmonisa ke-6) terlihat pada gambar di bawah ini.
0.6
0.5
[V]
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
harmonisa
1.2
[V] v
0.8
v1
v0
0.4
0 [o]
0 90 180 270 360
-0.4
51
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
25
[V]20
15
10
5
0
0 90 180 270 360 [o]
-5
Soal-Soal
1. Hitung nilai rata-rata dan nilai efektif sinyal-sinyal berikut.
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 6
a). −5
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 6
b). −3
perioda
v 5
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5 6
c). −5
perioda
5
v
[V]
0 t (detik)
1 2 3 4 5
d). −5
53
Pernyataan Sinyal dan Spektrum Sinyal
55
Model Piranti Pasif
dengan hubungan linier, yaitu bagian yang berada dalam batas daerah
operasi resistor tersebut. Batas daerah operasi ini biasanya dinyatakan
sebagai batas daya (power rating), yaitu daerah yang mempunyai kurva
i-v berbentuk garis lurus melalui titik asal. Dalam analisis rangkaian, kita
selalu memanfaatkan resistor dalam batas-batas kemampuan daya-nya
sehingga kita mempunyai apa yang kita sebut sebagai resistor linier.
nyata
i
batas daerah
linier model
R
v
Simbol:
57
Model Piranti Pasif
Pemahaman :
Jika kita gambarkan tegangan, arus, dan daya, akan kita peroleh
gambar seperti di bawah ini.
300
v[V]
200
100 i [mA] p [W]
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04
-100
t (detik)
-200
-300
Arus dan tegangan bervariasi secara bersamaan. Hal ini terlihat juga
dari persamaan arus dan tegangan, yang keduanya merupakan fungsi
sinus. Daya bervariasi secara periodik dengan frekuensi dua kali lipat
dari frekuensi tegangan maupun arus, namun nilainya tidak pernah
negatif. Nilai rata-rata daya selalu positif; hal ini dapat kita lihat juga
pada persamaan yang kita peroleh, yang menunjukkan bahwa daya
terdiri dari komponen konstan 24 W ditambah komponen yang
bervariasi sinusoidal yang memiliki nilai rata-rata 0. Menurut
konvensi pasif, nilai rata-rata yang selalu positif menunjukkan
bahwa resistor selalu menyerap daya.
4.2. Kapasitor
Seperti halnya resistor, kita mengenal kapasitor yang berdimensi kecil
yang sering dipakai pada rangkaian elektronika sampai kapasitor
berdimensi besar yang digunakan dalam rangkaian pemrosesan energi
yang kita kenal sebagai capacitor bank. Untuk keperluan penalaan, kita
mengenal juga kapasitor dengan nilai yang dapat diubah yang disebut
kapasitor variabel.
Kapasitor adalah suatu piranti dinamik yang berbasis pada variasi kuat
medan listrik yang dibangkitkan oleh sumber tegangan. Ada berbagai
bentuk kapasitor yang dapat kita jumpai dalam praktik. (Lihat Lampiran
II). Bentuk yang paling sederhana adalah dua pelat paralel yang
dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik. Bahan dielektrik ini memberikan
gejala resistansi. Dalam mempelajari analisis rangkaian listrik kita
menganggap kapasitor sebagai piranti ideal, tanpa mengandung
C C
simbol 1
dvC/dt
59
Model Piranti Pasif
waktu dan oleh karena itu kapasitor disebut elemen dinamik. Akan tetapi
perubahan tegangan yang tak-kontinu akan memberikan arus yang tak-
terhingga besarnya; hal demikian ini secara fisis tidak mungkin. Oleh
karena itu tegangan kapasitor harus merupakan fungsi kontinu terhadap
waktu. Untuk mencari tegangan vC kita gunakan hubungan antara arus
dan tegangan yang sudah kita peroleh, yaitu iC = C dvC /dt, dengan
mengalikan kedua ruas dengan dt dan mengintegrasinya:
vC (t ) t
1
∫ dvC = C∫
iC dt = vC (4.6)
vC (t0 ) t0
energi yang tersimpan dalam kapasitor pada saat t kita peroleh dari
persamaan di atas, yaitu
1
wC = C vC2 + konstanta (4.10)
2
Konstanta pada (4.10) adalah jumlah energi yang telah tersimpan
sebelumnya, yang kita sebut simpanan energi awal. Apabila simpanan
energi awal ini nol, maka
1
wC = C vC2 (4.11)
2
Energi yang tersimpan ini tidak pernah negatif sebab ia sebanding
dengan kwadrat dari tegangan. Kapasitor akan menyerap daya dari
rangkaian jika ia sedang melakukan penyimpanan energi. Ia akan
mengeluarkan energi yang disimpannya itu pada waktu ia memberikan
energi pada rangkaian. Namun alih energi netto tidak pernah negatif ; hal
ini berarti bahwa kapasitor adalah elemen pasif.
Karena tegangan kapasitor menentukan status atau keadaan energi dari
elemen ini, maka tegangan kapasitor disebut sebagai peubah keadaan
(state variable).
Secara singkat dapat kita katakan bahwa kapasitor merupakan suatu
elemen dinamik dengan sifat-sifat sebagai berikut :
1). Arus yang melalui kapasitor akan nol jika tegangannya tidak berubah
terhadap waktu. Kapasitor berperilaku seperti rangkaian terbuka pada
tegangan searah.
2). Tegangan kapasitor adalah fungsi kontinyu dari waktu. Perubahan tak
kontinyu dari tegangan kapasitor memerlukan arus dan daya yang tak
terhingga besarnya, yang secara fisis tidak mungkin terjadi.
3). Kapasitor menyerap daya dari rangkaian jika ia melakukan
penyimpanan energi. Ia mengeluarkan energi yang disimpan
sebelumnya, jika ia memberikan energi pada rangkaian.
61
Model Piranti Pasif
300
200 v[V]
100
p [W]
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04
-100
i [mA] t [detik]
-200
-300
4.3. Induktor
Induktor sebagai piranti induktif, dengan dimensi kecil, banyak dipakai
dalam rangkain elektronika. Untuk rangkaian pemroses energi, kita
mengenal piranti induktif berukuran besar yang disebut reaktor. Induktor
dibangun dari kawat (konduktor) yang dililitkan pada suatu inti yang
terbuat dari bahan magnetik ataupun tanpa inti (berinti udara). Oleh
karena ia terbuat dari gulungan kawat, maka induktor selalu mengandung
resistansi. Akan tetapi dalam analisis rangkaian listrik yang akan kita
pelajari, kita menganggap induktor sebagai piranti ideal tanpa
mengandung resistansi.
Induktor adalah elemen dinamik yang berbasis pada variasi medan
maknit yang ditimbulkan oleh arus. Pada kumparan dengan jumlah lilitan
N, dan dialiri arus sebesar iL , akan timbul fluksi magnit sebesar φ = kNiL
, dengan k adalah suatu konstanta. Jika tidak ada kebocoran fluksi, fluksi
ini akan memberikan fluksi lingkup sebesar λ = Nφ = kN2 iL. Hubungan
antara arus yang melalui induktor itu dengan fluksi lingkup yang
ditimbulkannya dinyatakan dengan suatu konstanta L yang kita sebut
induktansi induktor dengan satuan henry.
λ = Li L = kN 2 i L (4.12)
63
Model Piranti Pasif
di L
dt
L
1/L
simbol 1
vL
65
Model Piranti Pasif
1). Tegangan pada induktor akan nol jika arusnya tidak berubah terhadap
waktu. Induktor berperilaku seperti suatu hubung singkat pada arus
searah.
2). Arus yang melalui induktor adalah fungsi kontinyu dari waktu.
Perubahan tak kontinyu dari arus induktor memerlukan tegangan
serta daya yang tak terhingga besarnya, yang secara fisis tidak
mungkin terjadi.
3). Induktor menyerap daya dari rangkaian jika ia melakukan
penyimpanan energi. Ia mengeluarkan energi yang disimpan
sebelumnya jika ia memberikan energi pada rangkaian.
300
v [V] i [mA]
200
100 p [W]
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04
-100
t[detik]
-200
-300
67
Model Piranti Pasif
L1 = k1 N12 L2 = k 2 N 22 (4.24)
M 12 = M 21 = k M N1 N 2 = M = k L1 L2 (4.26)
dengan k = kM / √(k1k2).
Dengan demikian maka secara umum tegangan di masing-masing
kumparan adalah
di1 di
v1 = v11 + v12 = L1 ± M 2 dan
dt dt
(4.27)
di2 di
v2 = v22 + v 21 = L2 ±M 1
dt dt
Tanda ± pada (4.27) diperlukan karena pengaruh dari kumparan yang
satu terhadap kumparan yang lain tidaklah selalu positif tetapi dapat pula
negatif. Pengaruh itu positif jika fluksi dari kumparan yang satu
memperkuat fluksi dari kumparan yang dipengaruhi; apabila
memperlemah maka dikatakan bahwa pengaruhnya negatif.
i1 φ1 i2 i1 φ1 φ2 i2
φ2
69
Model Piranti Pasif
di1 d ( −i 2 ) di di
v1 = v11 + v12 = L1 +M = L1 1 − M 2
dt dt dt dt
di2 di1 (4.29)
v2 = v 22 + v 21 = L2 −M
dt dt
Perhatikanlah bahwa tanda titik terkait dengan keadaan nyata (arah
lilitan) sedangkan referensi arus dan
i1 i2
tegangan ditentukan tanpa dikaitkan
dengan keadaan sebenarnya (kita ingat M
bahwa arah referensi arus dan + +
tegangan tidak selalu sama dengan L1 L2 v2
v1
keadaan sebenarnya). Oleh karena itu _ _
tanda titik tidak saling terkait dengan
referensi arus dan tegangan. Hal ini
jelas terlihat dari Gb.4.6. dan Gb.4.6. Kopling substraktif.
persamaan (4.29) di atas.
Berikut ini dua contoh lain penurunan hubungan tegangan dan arus dua
kumparan yang terkopel magnetik.
i1 i2
M d (−i1 ) d ( −i2 ) di di
+ + v1 = L1 +M = − L1 1 − M 2
dt dt dt dt
v1 L1 L2 v2
di2 d ( −i1 ) di2 di1
_ _ v2 = L2 −M = L2 +M
dt dt dt dt
(4.30)
i1 i2
M d (−i1 ) di di di
− − v1 = L1 − M 2 = −L1 1 − M 2
v1 L1 L2 v2 dt dt dt dt
di di
+ + v2 = L2 2 + M 1
dt dt (4.31)
71
Model Piranti Pasif
Solusi :
Persamaan tegangan-arus untuk masing-masing kumparan adalah
di1 d (−i2 )
v1 = L1 +M ;
dt dt
di di
v2 = − L2 2 + M 1
dt dt
Dengan memasukkan nilai-nilai yang diketahui, akan diperoleh
v1 = −10 sin10000 t − 3 cos 5000 t V
v2 = −5 cos 5000 t − 15 sin 10000 t V
4.5. Saklar
Saklar adalah piranti yang digunakan untuk menutup dan membuka
rangkaian. Dalam keadaan tertutup, suatu saklar mempunyai batas arus
maksimum yang mampu ia salurkan. Dalam keadaan terbuka, saklar
mempunyai batas tegangan maksimum yang mampu ia tahan. Dalam
keadaan terbuka ini, terdapat arus kecil yang tetap mengalir yang kita
sebut arus bocor. Sebaliknya dalam keadaan tertutup masih terdapat
tegangan kecil antar terminalnya.
Untuk rangkaian-elektronik kita mengenal saklar dengan kemampuan
arus dalam orde mA dan tegangan dalam orde Volt. Sedangkan piranti
penutup dan pembuka rangkaian dengan kapasitas besar kita jumpai
pada rangkaian pemroses energi. Pemutus dan pembuka rangkaian
berkapasitas besar ini dikenal dengan sebutan circuit breaker; ia
mempunyai kemampuan menyalurkan arus dalam orde kA dan tegangan
dalam kV. Dalam analisis rangkaian, saklar dimodelkan sebagai
kombinasi rangkaian hubung-terbuka dan rangkaian hubung-singkat
dan dianggap ideal dalam arti tidak terdapat rugi daya, atau dengan kata
lain daya selalu nol (tidak menyerap daya). Dalam keadaan terbuka, arus
bernilai nol (tanpa arus bocor) sedangkan tegangan pada terminalnya
bernilai sembarang tanpa batas. Dalam keadaan tertutup tegangan antara
terminalnya nol sedangkan nilai arusnya sembarang tanpa batas. Gb.4.7.
di bawah ini menggambarkan karakteristik saklar ideal yang dimaksud.
73
Model Piranti Pasif
v v
simbol simbol
(a) saklar terbuka (b) saklar tertutup
i = 0 , v = sembarang v = 0 , i = sembarang
Gb.4.7. Karakteristik i− v saklar ideal
Untuk medium maknit yang linier maka k12 = k21 = kM , sehingga untuk
transformator ideal ini k1 = k2 = k12 = k21 = kM .
Dengan demikian maka induktansi dan kopling magnetik menjadi
L1 = k M N 12 ; L2 = k M N 22 ; M = k M N 1 N 2 = L1L2 (4.32)
Dengan menggunakan (4.27), tegangan pada kumparan primer dan
sekunder dapat kita peroleh yaitu
di di di di
v1 = L1 1 ± M 2 = N 1 k M N 1 1 ± k M N 2 2
dt dt dt dt
(4.33)
di di di di
v 2 = L2 2 ± M 1 = ± N 2 ± k M N 2 2 + k M N 1 1
dt dt dt dt
Rasio persamaan pertama dan kedua dari (4.33), memberikan
75
Model Piranti Pasif
v1 N
=± 1 =±a (4.34)
v2 N2
Parameter a disebut perbandingan lilitan. Jika a > 1 (N1>N2) , kita
mempunyai transformator penurun tegangan (step-down transformer)
dan jika a < 1 (N1>N2) kita mempunyai transformator penaik tegangan
(step-up transformer). Tanda + atau − tergantung dari arah referensi arus
primer dan sekunder relatif terhadap referensi titik. Jika referensi arah
arus di kedua kumparan menuju atau meninggalkan referensi titik, kita
berikan tanda +.
i1 i2 N2
+ v2 = v1 = 1200 sin 400 t V
+ N1
v1 v2
50Ω v
_ _ i2 = 2 = 24 sin 400 t A
50
p R = v2i2 = 1200 × 24 sin 2 400 t W = 28.8 sin 2 400 t kW.
77
Model Piranti Pasif
Soal-Soal
1. Pada sebuah resistor 1 kΩ diterapkan satu pulsa tegangan 10 V,
dengan lebar pulsa 100 ms. Hitung arus yang mengalir melalui
resistor serta daya yang diserap resistor selama tegangan diterapkan.
Hitung pula energi yang diserap resistor, dan jumlah muatan yang
dipindahkan melalui resistor.
2. Pada sebuah resistor 10 Ω diterapkan tegangan eksponensial yang
amplitudonya 200 V dan konstanta waktunya 200 ms. Hitunglah arus
dan daya pada resistor. Perkirakanlah energi yang diserap resistor dan
jumlah muatan yang dipindahkan melalui resistor.
3. Suatu arus sambaran petir dimodelkan sebagai bentuk gelombang
eksponensial ganda yang terdiri dari gelombang positif beramplitudo
+100 kA dengan konstanta waktu 200 µs dan gelombang negatif
beramplitudo −100 kA dengan konstanta waktu 20 µs. Arus sambaran
petir ini melalui resistor 1 Ω; hitunglah tegangan pada resistor dan
jumlah muatan dalam sambaran petir ini.
4. Berapakah nilai maksimum arus yang melalui kapasitor 50 µF, jika
diketahui bahwa tegangan pada kapasitor berbentuk sinus dengan
amplitudo 100 V dan frekuensinya 100 rad/s ?
5. Tegangan pada kapasitor 100 pF berubah sebagai vC = 10 e−3000 t u(t)
V. Berapa muatan kapasitor pada t = 0+ ? Berapa muatannya pada t =
1 ms ?
6. Berapakah nilai maksimum tegangan pada induktor 2 H, jika diketahui
bahwa arus yang mengalir berbentuk gelombang sinus dengan
amplitudo 2 A dan frekuensinya 300 rad/s ?
7. Tegangan pada induktor 4 mH adalah vL = 40e−2000tu(t) V.
Bagaimanakah bentuk gelombang arusnya ? Bagaimanakah dayanya
?
8. Arus pada induktor 5 mH adalah iL (t) = [100 t e−1000 t ] u(t) A. Carilah
tegangan, serta dayanya.
9. Jika arus sambaran petir pada soal nomer 3 melalui sebuah induktor 10
µH, hitunglah tegangan pada induktor.
79
Model Piranti Pasif
L1 = 2 mH, L2 = 4 mH
M = 5 mH
11. Jika pada soal nomer 10 yang diketahui adalah arus masukan, yaitu
i1 = 2 [1 − e−2000 t ] u(t) A, carilah v2. Pada t = 1 s, berapakah v2 ?
12. Jika pada soal nomer 10 tegangan masukan tidak diketahui akan
tetapi diketahui i1 = 2sin1000t u(t), carilah v1 dan v2.
13. Pada transformator ideal, berapakah perbandingan jumlah lilitan
kumparan primer dan sekunder yang diperlukan untuk mengubah
tegangan 380cos314t V, ke 190cos314t V ?
14. Carilah nilai efektif (rms) tegangan primer dan sekunder pada soal
nomer 13. Perbandinganlah kedua nilai efektif ini! Bagaimanakah
perbandingan nilai efektif arus? (Hasil ini selanjutnya dapat
digunakan untuk menentukan nilai-nilai rms tanpa melalui
pernyataan sinyal dalam fungsi t lagi).
15. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pemecahan soal nomer 14,
tentukanlah perbandingan jumlah lilitan transformator ideal yang
diperlukan untuk menurunkan tegangan bolak-balik sinus 240 V
rms menjadi 12 V rms. Jika resistor 50 Ω dihubungkan pada sisi
sekunder, hitunglah arus dan daya masukan di sisi primer.
16. Sebuah transformator ideal dengan keluaran ganda, mempunyai
jumlah lilitan primer 1000. Lilitan sekunder berjumlah 1200 lilitan
terbagi menjadi 3 bagian, masing-masing 200 lilitan, 400 lilitan dan
600 lilitan. Jika tegangan primer berbentuk sinus 220 V rms,
tentukanlah nilai rms dari tiga macam tegangan yang diperoleh di
belitan sekunder.
v = vs
i = sesuai kebutuhan
81
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
+ i +
vs _ Vo _ i
v
Vo
a) b) c)
Gb.5.1. Sumber tegangan ideal.
(a) Sumber tegangan bervariasi terhadap waktu;
(b) Sumber tegangan konstan;
(c) Karakteristik i-v sumber tegangan konstan
i = is
v = sesuai kebutuhan
(a) (b)
Gb.5.2. Sumber arus ideal.
CONTOH-5.1: Sebuah sumber tegangan konstan 40 V ideal,
mencatu sebuah beban. Jika diketahui bahwa beban menyerap
daya konstan sebesar 100 W, berapakah arus yang keluar dari
83
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
p 100
v= = = 20 V
i 5
Jika daya yang diserap beban 200 W, maka tegangan sumber
adalah
p 200
v= = = 40 V
i 5
5.2. Sumber Praktis
Gb.5.3. menunjukkan model sumber tegangan dan sumber arus
praktis; sumber ini disebut praktis karena mereka lebih mendekati
keadaan nyata dibandingkan dengan model sumber ideal.
Rs i i
+ −
+ v v
vs _ is Rp
− +
Solusi :
Rangkaian sumber praktis terdiri dari sumber ideal vi dan
resistansi sebesar 4 Ω. Tegangan sumber praktis adalah vs dan
tegangan ini sama dengan tegangan pada beban.
Jika daya dan arus pada beban adalah 100 W dan 2,5 A, maka
tegangan sumber adalah
p 100
vs = = = 40 V
i 2.5
Karena hanya ada satu beban yang dilayani oleh sumber
praktis, maka arus yang keluar dari sumber sama dengan arus
beban yaitu 2,5 A. Arus ini pula yang keluar dari sumber
tegangan ideal vi dan mengalir melalui Ri. Bagi sumber
tegangan ideal vi, daya yang diserap oleh resistansi Ri ikut
menjadi bebannya, yaitu
p Ri = i 2 Ri = (2.5) 2 × 4 = 25 W
85
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
87
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
CCVS : VCVS :
+
i1 + +
ri1 v1 µ v1
_ _
_
CCCS : VCCS :
+
i1 βi1 v1 g v1
_
+
vs + + 500 is v 20 Ω
− Rs − o
−
Pemahaman :
Jika kita hitung, daya yang diberikan oleh sumber pengendali vs
akan kita peroleh
p s = v s i s = 60 × 0,4 = 24 W
Daya ini jauh lebih kecil dari daya yang diserap beban, yaitu
sebesar 2000 W. Hal ini berarti bahwa daya yang diterima oleh
beban bukan berasal dari sumber vs. Dari manakah asalnya ?
Telah disebutkan di depan bahwa sumber tak-bebas adalah
elemen aktif yang kita gunakan dalam kombinasi dengan
elemen lain untuk memodelkan piranti aktif. Piranti aktif ini
mempunyai catu daya yang tidak tergambarkan dalam simbol
sumber tak-bebas. Dari catu daya inilah sesungguhnya asal
daya yang diterima oleh beban. Sumber vs dalam contoh soal
ini merupakan sumber pengendali dan bukan sumber daya
untuk memberikan daya ke beban.
Sebagai contoh, model sumber tak-bebas ini dapat kita gunakan
untuk memodelkan generator arus searah berpenguatan bebas.
Sumber tegangan vs merupakan sumber penguat untuk
memberikan arus penguat sebesar is. Arus penguat ini
menimbulkan fluksi maknit pada generator, yang jika diputar
dengan kecepatan konstan akan memberikan tegangan dan
daya ke beban. Dalam model generator arus searah ini, catu
daya yang memberikan daya ke beban berupa masukan daya
mekanis untuk memutar generator.
89
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
yang berubah terhadap waktu tetapi selalu positif. Jika sinyal yang
disearahkan (sinyal masukan) berupa sinyal sinus yang mempunyai
nilai rata-rata nol, hasil penyearahan (sinyal keluaran) mempunyai
nilai rata-rata tidak nol. Berikut ini kita akan membahas salah satu
jenis penyearah yaitu penyearah setengah gelombang.
Rangkaian penyearah beserta bentuk gelombang masukan dan
keluarannya diperlihatkan pada Gb.5.6. Tegangan sumber berupa
sinyal sinus vs = Vm sinωt. Karena sifat dioda yang hanya
meloloskan arus ke satu arah saja maka arus yang melalui resistor R
hanya berlangsung setiap setengah perioda.
Pada waktu dioda konduksi vD = 0 dan tegangan di simpul B sama
dengan tegangan di simpul A; tegangan beban R sama dengan
tegangan sumber dan arus di R iR = vs / R . Pada waktu dioda tak-
konduksi tak ada arus mengalir di R; tegangan di R nol. Gelombang
arus iR diperlihatkan pada Gb.5.6.
i
Vm vs
A B iR
+ Ias
+ vD − v ωt
+ R 0
vs RL − 0 π 2π
C
91
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
C
D1 D2 i Vm v
A i
+ Ias
v + RL 0
B 0 π 2π ωt
D3 D4
D
93
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
+ V− v v1
i +
+ V
vD
v1
_ +
vR 0 t
vR = v1 −V
10 v2
[V] v2=v1 8
5
0
0 v2 ωt −2 v1
v2
-5
v1 −8
-10
bentuk gelombang tegangan karakteristik transfer
5.4.4. Pensaklaran
Dalam kenyataan, dioda semikonduktor memerlukan suatu pra-
tegangan agar terjadi konduksi arus. Besarnya pra-tegangan ini
adalah sekitar 0,3 V untuk dioda germanium dan 0,7 V untuk dioda
silikon. Oleh karena itu model rangkaian dioda akan memberikan
hasil yang lebih memuaskan jika dinyatakan sebagai kombinasi seri
dari sebuah dioda ideal dan sumber tegangan berpolaritas
berlawanan dengan polaritas 4,7 V
dioda ideal tersebut. Berikut
iA 1kΩ
ini adalah sebuah contoh
rangkaian dengan dioda
silikon. + iB
vA D1 D2
CONTOH 5.9: Rangkaian di
samping ini merupakan
rangkaian pensaklaran yang dibangun dari dua dioda silikon.
Tentukan iA dan iB jika vA = 1 V.
Solusi :
Model rangkaian dengan dioda silikon ini adalah sebagai
berikut.
95
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
+ 4,7 V
iA
1kΩ
+ − + D1 P iB
vA D2
0,7 V
+
− 0,7 V
5.5.1. Notasi
OP AMP merupakan piranti lima terminal dengan simbol seperti
pada Gb.5.9.a. Gambar fisik piranti ini diberikan secara sederhana
pada Gb.5.9.b. yang menunjukkan posisi-posisi terminalnya.
+VCC vo
catu daya positif 8 7 6 5
masukan
non-inversi
+
keluaran Top
− − +
masukan
inversi 1 2 3 4
catu daya negatif
vN vP −VCC
a). Simbol rangkaian b). Diagram DIP 8-pin.
Gb.5.9. Simbol dan diagram OP AMP.
+VCC : catu tegangan positif; −VCC : catu tegangan negatif
97
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
saja. Dalam daerah ini terdapat hubungan linier antara vo dan (vP −vN
), yang dapat dinyatakan dengan
vo = µ(v P − v N ) (5.4)
Konstanta µ disebut gain loop terbuka (open loop gain), yang dalam
Gb.5.11 adalah kemiringan kurva di daerah linier.
vo
+VCC Parameter Rentang Nilai
nilai ideal
µ 105÷108 ∞
vP − vN Ri 106÷1013Ω ∞Ω
Ro 10÷100 Ω 0Ω
−VCC ± VCC ±12 ÷ ±24 V
vN +
iN −
99
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
101
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
kita mempunyai dua macam gain, yaitu gain loop terbuka (µ) dan
gain loop tertutup (K). Gain loop terbuka sangat besar nilainya
namun ketidak pastiannya juga besar. Gain loop tertutup lebih kecil
namun nilainya dapat kita kendalikan dengan lebih cermat yaitu
dengan cara memilih resistor berkualitas baik, dengan ketelitian
cukup tinggi. Jadi dengan membuat umpan balik, kita memperoleh
gain yang lebih kecil tetapi dengan ketelitian lebih baik.
Dalam menghitung K di atas, kita menggunakan model ideal dengan
µ yang tak hingga besarnya. Dalam kenyataan, µ mempunyai nilai
besar tetapi tetap tertentu. Berapa besar pengaruh nilai µ yang
tertentu ini terhadap nilai K dapat kita analisis dengan menggunakan
rangkaian model sumber tak-bebas seperti pada Gb.5.12. yang
dilengkapi dengan umpan balik seperti pada Gb.5.14. Analisisnya
tidak kita lakukan di sini namun hasil yang akan diperoleh adalah
berbentuk
K
K* =
1 + (K / µ )
dengan K* adalah gain loop tertutup jika µ mempunyai nilai tertentu.
Model ideal akan memberikan hasil yang baik selama K << µ .
CONTOH 5.10:
Pada rangkaian penguat non-inversi di bawah ini tentukan
tegangan, arus dan daya pada beban RB.
2kΩ v
P iB
+
−
5V −+ vN
2kΩ +
vB RB =1kΩ
1kΩ −
Solusi :
iP = 0 → v P = v s = 5 V
1 v maka
iN = 0 → v N = vo = o
1+ 2 3
vo
=5 V → v o = 15 V
3
Jadi
vB
v B = vo = 15 V; i B = = 15 mA; p B = v B i B = 225 mW.
RB
Pemahaman :
Arus dari sumber 5 V adalah nol. Sumber ini tidak terbebani.
Daya yang diserap oleh beban berasal dari catu daya pada OP
AMP, yang tidak tergambarkan dalam rangkaian ini. OP AMP
mempunyai batas maksimum arus yang dapat ia berikan. Jika
kita misalkan arus maksimum yang dapat diberikan oleh OP
AMP dalam rangkaian di atas adalah 10 mA maka arus ini harus
dibagi antara beban dan rangkaian umpan balik. Karena iN = 0,
maka arus yang melalui rangkaian umpan balik, if, adalah :
vo 15
if = = = 5 mA
1+ 2 3
Arus yang melalui beban maksimum menjadi imaks = 10 − 5 = 5
mA. Agar tidak terjadi pembebanan berlebihan, resistansi beban
paling sedikit adalah :
vo
R B min =
= 3 kΩ
5
Daya maksimum yang bisa diberikan ke beban menjadi:
p B maks = v o imaks = 15 × 5 = 45 mW
Solusi:
R5
Karena iP = 0, maka v P = v A = vs
R 4 + R5
103
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
R1
Karena iN = 0 maka v N = vo
R1 + R 2
R5 R1 v R5 R + R2
vP = vN → vs = vo → o = × 1
R4 + R5 R1 + R2 v s R 4 + R5 R1
Soal-Soal
1. Sebuah pencatu daya dimodelkan sebagai sumber tegangan bebas
60 V dan resistansi seri Ri sebesar 0,5 Ω. Pada pembebanan 20
A, berapakah daya yang diberikan sumber dan yang diserap Ri ?
Berapakah daya yang diterima oleh beban dan pada tegangan
berapakah daya diterima.
2. Sebuah piranti pencatu daya dimodelkan sebagai sumber arus
praktis yang terdiri dari sumber arus bebas 2 A dengan resistor
paralel Rp = 100 Ω. Pada waktu dibebani, arus yang melalui Rp
adalah 0,2 A. Pada tegangan berapakah sumber arus bekerja ?
Berapakah daya yang diberikan oleh sumber arus ? Berapakah
daya yang diserap oleh Rp ? Berapakah daya yang diterima beban
? Berapa arus beban ?
3. Sebuah piranti aktif dimodelkan sebagai CCCS dengan arus
keluaran Io = 10If dimana If adalah arus pengendali. Piranti ini
dibebani resistor 300 Ω. Jika If = 100 mA, berapakah daya yang
diserap beban dan pada tegangan berapakah beban menyerap
daya ?
4. Sebuah piranti aktif dimodelkan sebagai VCVS dengan tegangan
keluaran Vo = 100Vf dimana Vf adalah tegangan pengendali.
Piranti ini dibebani resistor 50 Ω. Jika Vf = 2 V, berapakah daya
yang diserap beban dan berapakah arus beban ?
5. Sebuah piranti aktif dimodelkan sebagai VCCS dengan arus
keluaran Io = 2Vf dimana Vf adalah tegangan pengendali. Piranti
ini dibebani resistor 50 Ω. Jika Vf = 2 V, berapakah daya yang
diserap beban dan pada tegangan berapakah beban menyerap
daya ?
−
2kΩ 4V +
2kΩ + + vs + vo
is 1kΩ vo 4kΩ − +
2V − −
−
105
Model Piranti Aktif, Dioda, OpAmp
+
−
+ 2kΩ +
vs − vo
1kΩ
a). −
+
−
+ 2kΩ
vs 4kΩ +
− vo
1kΩ
2kΩ −
b).
+
2kΩ 2kΩ −
vs + 4kΩ +
− 1kΩ vo
1kΩ
−
2kΩ
c).
+
2kΩ 2kΩ −
+ 2kΩ +
vs1
− vo
+ 1kΩ
vs2 −
− 2kΩ
d).
107
Hukum-Hukum Dasar
ρl 0,018 × 300
R= = = 0,054 Ω
A 10
Jika kawat ini dipakai untuk saluran daya, diperlukan saluran
balik sehingga resistansi total adalah :
Rsaluran = 2 × 0,054 = 0,108 Ω
109
Hukum-Hukum Dasar
a) b) c)
Persilangan Persilangan Terminal dan
terhubung tak terhubung sambungan terminal
negatif). Perlu diingat bahwa arah arus di sini adalah arah referensi
dan bukan arah arus sebenarnya.
Hukum Arus Kirchhoff merupakan pernyataan prinsip konservasi
muatan. Jumlah elektron per detik yang datang dan yang pergi
haruslah sama, di titik manapun dalam rangkaian. Oleh karena itu
jumlah arus di suatu simpul harus nol. Jika tidak, akan terjadi
penumpukan muatan di simpul tersebut yang menurut hukum
Coulomb akan terjadi “ledakan muatan”; tetapi hal demikian tidak
pernah terjadi.
i1 i5 +
+ + i3
v1 1 loop 1 v3 3 loop 2 5 v5
− −
−
loop 3
C
HAK untuk simpul : HTK untuk loop :
A : − i1 − i 2 = 0 1 : − v1 + v 2 + v 3 = 0
B : + i2 − i3 − i4 = 0 2 : − v3 + v 4 + v5 = 0
C : + i1 + i 3 + i 4 = 0 3 : − v1 + v 2 + v 4 + v 5 = 0
Gb.6.4. HAK dan HTK
Hukum Tegangan Kirchhoff merupakan pernyataan kembali prinsip
konservasi energi. Dalam rangkaian pada Gb.6.4., sebagian piranti
mungkin berupa sumber dan sebagian yang lain berupa beban.
111
Hukum-Hukum Dasar
c). + v1 − d). + v1 − + vL −
+ L +
+ + R1
vs R 1 vC vs vC
− C − − C −
Solusi :
Aplikasi HTK untuk masing-masing rangkaian akan memberikan
a). − v s + v1 + v 2 = 0 → v s = i1 R1 + i2 R2
di L
b). − v s + v1 + v L = 0 → v s = v1 + v L = i1 R1 + L
dt
113
Hukum-Hukum Dasar
1
c). − v s + v1 + vC = 0 → v s = v1 + vC = i1 R1 +
C ∫
iC dt
d). − vs + v1 + vL + vC = 0
diL 1
→ vs = v1 + vL + vC = i1R1 + L +
dt C ∫ iC dt
CONTOH-6.4: Aplikasikan HAK untuk simpul A dari berbagai
macam bagian rangkaian di bawah ini. Nyatakan pula
persamaan yang diperoleh dengan tegangan elemen sebagai
peubah jika tegangan awal kapasitor dan arus awal induktor
adalah nol.
i1 R1 R2 i2 i1 R1 R2 i2
A A
+ v1 − + v2 − + v1 − + v2 −
+ R3 +
v3 i3 vL iL
a). − b). − L
i1 R1 C iC i1 R1 C iC
A A
+ v1 − + vC − + v1 − + vC −
+ R3 +
v3 i3 vL iL
c). − d). − L
Solusi :
Aplikasi HAK untuk simpul A pada bagian-bagian rangkaian
tersebut di atas memberikan:
v v v
a). i1 − i2 − i3 = 0 → 1 − 2 − 3 = 0
R1 R2 R3
v v 1
b). i1 − i2 − i L = 0 → 1 − 2 − ∫ v L dt = 0
R1 R2 L
v dv v
c). i1 − iC − i3 = 0 → 1 − C C − 3 = 0
R1 dt R3
v dv 1
d). i1 − iC − i L = 0 → 1 − C C −
R1 dt L ∫
v L dt = 0
Pemahaman :
Pada contoh 6.2. dan 6.3. di atas terlihat bahwa persamaan
rangkaian dapat berbentuk persamaan aljabar biasa, yaitu
apabila elemen-elemen rangkaian hanya terdiri dari resistor
saja, atau berbentuk persamaan diferensial orde satu atau
persamaan integro-diferensial. Dua bentuk persamaan terakhir
ini terjadi jika rangkaian mengandung elemen dinamis.
Solusi :
Aplikasi HAK pada simpul A memberikan :
i1 + i L + i 2 − iC = 0 → i 2 = iC − i L − i1
d (5 sin 2t )
→ i2 = 2 − 2 cos 2t − 3 = 18 cos 2t − 3 A
dt
Tegangan simpul-simpul non-referensi adalah
v A = vC = 5 sin 2t V
v B = v A + i1 R1 = 5 sin 2t + 6 V
d (2 cos 2t )
vC = v A + v L = 5 sin 2t + 4 = −11sin 2t V
dt
v D = v A + i2 R2 = 5sin 2t + 36 cos 2t − 6 V
115
Hukum-Hukum Dasar
i1 B i C i
2 3
Solusi :
Jika kita gabungkan simpul A, B, dan C menjadi satu simpul
super dan kita aplikasikan HAK, kita akan mendapatkan
persamaan untuk simpul super ABC :
i4 + i1 − i3 = 0 ⇒ i4 = i3 − i1 = 8 − 5 = 3 A
Aplikasi HAK untuk simpul C memberikan:
i2 + i5 − i3 = 0 ⇒ i5 = i3 − i2 = 8 − 2 = 6 A
Tegangan v dapat kita cari dengan mengaplikasikan HTK untuk
loop ABCA :
−v + 3i5 − 4i2 = 0 → v = 3 × 6 − 4 × 2 = 10 V
Soal-Soal
1. Tentukan tegangan dan arus di tiap elemen (termasuk sumber)
pada rangkaian-rangkaian berikut.
+ 5Ω 5Ω
30V − 1A
10Ω 10Ω
a) b)
5Ω 5Ω
2cos10t A 10Ω + 10Ω
20cos10t V −
c) d).
5Ω
+ 5Ω 2H
20cos10t V 0.1F 20cos10t V −
e) f)
117
Hukum-Hukum Dasar
1A
5Ω 5Ω − 10Ω
5Ω 10V
10Ω 10Ω + 5Ω
10Ω
a) b)
5cos10t A 5cos10t A
5Ω 5Ω
10µF 10µF
10Ω 10Ω
`10 10Ω
c) Ω d)
5Ω +
2H 10cos10t V 10Ω
10Ω −
e)
3. Tentukan tegangan dan arus di tiap elemen pada bagian rangkaian ini.
1A 10Ω
5Ω 2A 5Ω − 10Ω
5Ω 10V
10Ω 10Ω 5Ω 2A 10Ω + 5Ω
a) b)
1A
5Ω 5Ω 5A 5Ω − 10Ω 10Ω 5A
5Ω 10V 5Ω
2A 10Ω 10Ω 5Ω 10Ω + 10Ω
c) d)
119
Kaidah dan Teorema Rangkaian
+ + i1 +
i1 v2 2 i2 i2
v1 1 v2 2
- - -
121
Kaidah dan Teorema Rangkaian
i
R1 i
iR + bagian
+ + bagian
vs + vR − v lain is v lain
− R2
−
− rangkaian rangkaian
∆
7.1.7. Transformasi Y-∆
Dalam beberapa rangkaian mungkin terjadi hubungan yang tidak
dapat disebut sebagai hubungan seri, juga tidak paralel. Hubungan
semacam ini mengandung bagian rangkaian dengan tiga terminal
yang mungkin terhubung ∆ (segi tiga) atau terhubung Y (bintang)
seperti terlihat pada Gb.7.4. Menggantikan hubungan ∆ dengan
123
Kaidah dan Teorema Rangkaian
RA R3
RB
R2 R1
B A A
B
RC
Gb.7.4 Hubungan ∆ dan hubungan Y.
Kedua macam hubungan itu akan ekivalen jika dari tiap pasang
terminal A-B, B-C, C-A, terlihat resistor ekivalen yang sama. Jadi
kedua rangkaian itu harus memenuhi
RC (R A + RB )
R AB = = R1 + R2
R A + RB + RC
R A (RB + RC )
RBC = = R2 + R3 (7.8)
R A + RB + RC
RB (RC + R A )
RCA = = R3 + R1
R A + RB + RC
Dari (7.8) ini kita peroleh relasi rangkaian ekivalen Y dari suatu
rangkaian ∆, dan rangkaian ekivalen ∆ dari suatu rangkaian Y,
seperti berikut.
v s = v1 + v 2 + v3 = (R1 + R2 + R3 ) i
vs v
→i = = s
R1 + R2 + R3 Rtotal
125
Kaidah dan Teorema Rangkaian
i1 i2 i3
is G1 G2 G3
x K y=K x
masukan keluaran
Gb.7.7. Hubungan masukan – keluaran rangkaian linier.
127
Kaidah dan Teorema Rangkaian
+
+ RT B
VT _ v
−
sumber beban
Gb.7.9. Rangkaian ekivalen Thévenin
+
IN B
RN v
−
sumber beban
Gb.7.10. Rangkaian ekivalen Norton
129
Kaidah dan Teorema Rangkaian
i=0
i=0
+
+ RT
+ VT _ vht = VT
S vht _
_
i =ihs
S ihs = IN
IN
RN
A A
Semua
RT
sumber Rek RT = Rek
dimatikan VT = 0
B B
131
Kaidah dan Teorema Rangkaian
A i
RT + RL
VT _+
v
B
sumber beban
Gb.7.13. Alih sinyal dari seksi sumber ke beban
Kaidah pembagi tegangan, memberikan tegangan di A-B sebagai
RL
v= VT
R L + RT
Jika VT tidak berubah, tegangan v akan maksimum bila RL bernilai
sangat besar dibanding dengan RT. Keadaan idealnya adalah RL
bernilai tak terhingga, yang berarti rangkaian terbuka. Dalam
keadaan ini tegangan maksimum adalah vmax = VT = vht . Jadi
tegangan maksimum yang bisa diperoleh di terminal interkoneksi
adalah tegangan hubungan terbuka vht. .
Arus yang mengalir ke beban adalah
i = VT /( R L + RT )
Dari hubungan ini jelas bahwa arus akan maksimum bila RL jauh
lebih kecil dibanding dengan RT atau mendekati nol (hubung
singkat). Jadi arus maksimum yang bisa diperoleh di terminal AB
adalah arus hubung singkat
imaks = VT / RT = I N = ihs
RLVT 2
p = vi =
(RL + RT )2
Dalam persamaan daya ini terlihat bahwa kondisi untuk
menghasilkan tegangan maksimum (RL = ∞) maupun arus
maksimum (RL = 0) menyebabkan daya menjadi nol. Ini berarti
bahwa nilai RL yang dapat menghasilkan alih daya maksimum harus
terletak di antara kedua nilai ektrem tersebut. Untuk mencarinya kita
turunkan p terhadap RL dan membuatnya bernilai 0.
dp
=
[(R L + RT )2 − 2 R L (R L + R T )]V T 2
=
RT − R L
VT 2 = 0
dR L (R L + R T )4 (R L + RT )3
Turunan itu akan menjadi nol bila RL = RT . Jadi alih daya akan
maksimum jika resistansi beban sama dengan resistansi Thévenin.
Jika keadaan seperti ini dicapai, dikatakan bahwa sumber dan beban
mencapai kesesuaian atau dalam keadaan “matched”.
Besar daya maksimum yang dialihkan diperoleh dengan
memasukkan kondisi RL = RT ke persamaan untuk daya p :
VT 2
pmaks = (7.17)
4 RT
Karena VT =IN RT maka :
I N 2 RT
pmaks = (7.18)
4
atau
V I v i
pmaks = T N = ht hs (7.19)
4 2 2
Dengan demikian maka
Rangkaian sumber ekivalen dengan resistansi Thévenin RT
akan memberikan daya maksimum kepada resistansi
beban RL bila RL = RT .
+ vk − + vk −
Rk Rsub
≡ + −
ik v sub = vk − Rsub × ik ik
Gb.7.14. Substitusi cabang rangkaian.
133
Kaidah dan Teorema Rangkaian
Secara umum dapat kita katakan bahwa jika suatu cabang pada
rangkaian berisi resistansi Rk yang bertegangan vk dan dialiri arus ik
maka resistansi pada cabang ini dapat kita substitusi dengan
Rsub + v sub
di mana vsub = vk − Rsub × ik
sedangkan Rsub dapat bernilai sembarang.
Mengubah isi suatu cabang dengan tetap mempertahankan nilai arus
dan tegangannya tidak akan mengubah relasi hukum Kirchhoff.
Oleh karena itulah teorema ini berlaku. Teorema ini dapat kita
manfaatkan untuk menggantikan resistansi yang berada di suatu
cabang dengan suatu sumber tegangan atau sebaliknya.
Soal-Soal
R, L, dan C Ekivalen.
1. Carilah resistansi ekivalen antara terminal A-B, A-C, A-D, B-C,
B-D, dan C-D.
A
20Ω 15Ω
D
A C 20Ω 40Ω
80Ω B
60Ω 10Ω
60Ω 30Ω
B D
a) b) C
A
80Ω 60Ω 60Ω
60Ω
B
a)
A
A
20mH 20µF 20µF
20mH
40mH 20µF
B
20mH B 10µF
b) c)
Sumber Ekivalen:
3. Dari rangkaian sumber arus berikut ini carilah rangkaian
ekivalen sumber tegangannya di terminal A-B.
A A
2A 10Ω 30Ω 2A 30Ω
B B
a) b)
135
Kaidah dan Teorema Rangkaian
20Ω
A
40Ω 2A 30Ω
B
c)
A
30Ω 30Ω
1A 2A
B
d)
4. Dari rangkaian sumber tegangan di bawah ini carilah rangkaian
ekivalen sumber arusnya di terminal A-B.
A A
+ 10Ω + 20Ω 30Ω
− 50V − 100V
B B
a) b)
40Ω 20Ω
A
+ 100V 80V
−
+ − B
c)
10Ω
20Ω 20Ω
5A 30Ω 5A 30Ω
a) b)
10Ω
3A 20Ω
30Ω
c)
20Ω
20Ω
4A 30Ω 10Ω
30Ω 24V + 30Ω
60Ω −
d) e)
+ 12Ω
24V − 20Ω 30Ω
f)
10Ω
+
24V −
40Ω 30Ω
g)
24Ω
24Ω
+ 1µF
24V − 20Ω 2A
30Ω 20Ω
30Ω
h) i)
10Ω
4A
1µF 30Ω
j)
10Ω
4A 30Ω
1µF
k)
137
Kaidah dan Teorema Rangkaian
+ 12Ω
24V − 1H 30Ω
l)
1H
+
24V − 40Ω 40Ω
m)
Proporsionalitas
6. Carilah hubungan antara keluaran vo dan masukan iin rangkaian di
samping ini, dan gambarkan diagram blok rangkaian.
10Ω +
iin= 3A vo
20Ω 30Ω
a) −
+ 10Ω +
vin= 24V − vo
40Ω 30Ω
b) −
Superposisi
7. Tentukan tegangan keluaran vo pada rangkaian di samping ini.
20Ω
40Ω
40Ω +
16V + vo
− + 40Ω
32V − −
a)
40Ω 20Ω
+
+ 40Ω vo
10V − +
40Ω − 30V −
b)
40Ω 20Ω +
+
64V − 40Ω vo
2A 40Ω
−
c)
40Ω 20Ω +
2A 2A vo
20Ω 40Ω
−
d)
A A
20Ω 30Ω 20Ω
2A 30Ω 2A
B B
a) b)
A
+ 40Ω 30Ω
− 10V
B
c)
A
30Ω 30Ω
1A 2A
B
d)
139
Kaidah dan Teorema Rangkaian
20Ω 30Ω
60V +
−
A B
40Ω 30Ω
e)
A
20Ω 16Ω
30V + 30Ω
− 2.5A 32Ω
B
f)
2 kΩ
1 kΩ 2 kΩ
+
− 5 mA RL
10V
a)
+ 10Ω 10Ω
10Ω RL
− VT 10Ω
b)
141
Metoda Analisis Dasar
CONTOH-8.1:
Carilah tegangan vx pada rangkaian di bawah ini.
+ vx −
30Ω B C 20Ω D
A
+ 10Ω
12 V −
30Ω 30Ω 10Ω
E
Solusi:
Rangkaian ini
mengandung
+ vx − 20Ω
beberapa bagian 30Ω
A B C D
yang berupa
hubungan seri 10Ω 10Ω
dan hubungan 12 V +
−
paralel elemen- 30Ω 30Ω
elemen. Bagian-
bagian tersebut E
dapat kita ganti 10Ω
dengan B C
rangkaian
ekivalennya, 0,4 A
dengan 30Ω 30Ω 30Ω 30Ω
memanfaatkan E
kaidah-kaidah 10Ω
rangkaian yang B C
telah kita
pelajari. Proses 0,4 A
ini dapat kita 15Ω 15Ω
amati pada
E
gambar berikut. + vx −
Langkah- B C
langkah yang +−
6V 15Ω 10Ω
kita tempuh
adalah sebagai 15Ω
berikut: E
10
Sumber tegangan ⇒ vx = × 6 = 1,5 V
yang tersambung 15 + 10 + 15
seri dengan
resistor 30 Ω dapat diganti dengan
sebuah sumber arus yang diparalel dengan resistor, sedang
sambungan seri resistor 10 & 20 Ω di cabang CDE dapat diganti
dengan sebuah resistor. Penggantian ini menghasilkan angkaian
dengan dua pasang resistor paralel 30 Ω , yang masing-masing
dapat diganti dengan satu resistor 15 Ω. Dengan langkah ini
sumber arus terparalel dengan resistor 15 Ω, yang kemudian
dapat diganti dengan sebuah sumber tegangan yang disambung
143
Metoda Analisis Dasar
CONTOH-8.2:
Carilah tegangan keluaran vo dari rangkaian di samping ini.
i1 i3 i5
A B
+
10Ω 20Ω 30Ω vo
36 V + i2 i4
− 20Ω 20Ω 10Ω −
Solusi:
Kita misalkan tegangan vo = 1 V. Kemudian secara berturut turut
kita hitung i5 , vC ,
i4 , i3 , vB , i2 , i1 , dan akhirnya vs yaitu tegangan sumber jika
keluarannya 1 V. Dari sini kemudian kita hitung faktor
proporsionalitas K, dan dengan nilai K yang diperoleh ini kita
hitung vo yang besarnya adalah K kali tegangan sumber
sebenarnya (yaitu 36 V).
v
Misalkan vo = 1 V → i5 = o = 0,1 A
10
vB = 0,1(30 + 10) = 4 V
v 4
→ i4 = B = = 0,2 A → i3 = i4 + i5 = 0,3 A
20 20
vA
v A = v B + i3 × 20 = 10 V → i2 = = 0,5 A → i1 = i2 + i3 = 0,8 A
20
v s = v A + i1 × 20 = 10 + 0,8 × 10 = 18 V
1 1
K= = → vo ( seharusnya) = K × 36 = 2 V
v s 18
145
Metoda Analisis Dasar
20Ω +
30 + 10Ω
_ 1,5A Vo
V
−
Solusi :
Matikan sumber arus. +
20Ω 10Ω
Rangkaian menjadi 30 + Vo1
seperti gambar di V −
−
samping ini.
10
Vo1 = × 30 = 10 V
10 + 20
20Ω +
10Ω
Matikan sumber tegangan. Vo2
1,5A
Rangkaian menjadi seperti −
gambar di samping ini.
20
Vo2 = × 1.5 × 10 = 10 V
20 + 10
Tegangan keluaran apabila kedua sumber bekerja bersama-
sama adalah
Vo = Vo1 + Vo 2 = 20 V
Solusi :
Untuk mencari tegangan sumber Thévenin VT di terminal AB,
kita lepaskan beban di AB, sehingga AB terbuka, i3 =0, dan
20
VT = v AB ht = v A' B = × 30 = 15 V
20 + 20
Resistansi Thévenin RT adalah resistansi yang dilihat dari
terminal AB ke arah sumber dengan sumber dimatikan (dalam
hal ini hubung singkat). Maka RT berupa resistor 10 Ω yang
terhubung seri dengan dua resistor 20 Ω yang tersambung
paralel. Jadi
A
20 × 20
RT = 10 + = 20 Ω +
20 + 20 20Ω v0
+
Rangkaian ekivalen Thévenin _ −
10Ω
adalah seperti gambar di samping 15 V
ini dan kita peroleh B
10
vo = × 15 = 5 V
10 + 20
CONTOH-8.5: + vx
B C D
Gunakan A −
rangkaian
+ 20Ω 10Ω 10Ω
ekivalen
− 30 V 10Ω
Thévenin untuk 20Ω 20Ω
menghitung
E
tegangan vx
pada rangkaian di samping ini.
Solusi :
Rangkaian ini telah kita analisis dengan menggunakan metoda
reduksi rangkaian. Kita akan mencoba melakukan analisis
dengan metoda rangkaian ekivalen Thévenin.
Jika resistor 10 Ω (yang harus kita cari tegangannya) kita
lepaskan, maka tidak ada arus mengalir pada cabang-cabang CE,
CD, dan DE sehingga tegangan simpul C sama dengan D sama
pula dengan E yaitu nol. Tegangan simpul B dapat kita cari
dengan kaidah pembagi tegangan
147
Metoda Analisis Dasar
20
vB = × 30 = 15 V .
20 + 20
Tegangan Thévenin: A
+
VT = v B − v C = 15 − 0 = 15 V . 20Ω vx
+
Resistansi Thévenin adalah
_ 10Ω −
15 V
resistansi yang dilihat dari terminal
B
BC setelah resistor 10 Ω dilepas.
RT = ( 20 || 20) + {20 || (10 + 10)} = 10 + 10 = 20 Ω
V 1
i = T − v
RT RT
dan persamaan untuk arus beban yaitu
i = f(v)
Dalam analisis rangkaian, kita harus menyelesaikan dua persamaan
itu secara simultan. Jika f(v) diketahui maka solusi persamaan dapat
dilakukan secara analitis. Tetapi pada umumnya solusi secara grafis
sudah cukup memadai. Berikut ini dipaparkan bagaimana cara grafis
tersebut dilaksanakan.
i
Misalkan karakteristik i-v titik
beban mempunyai bentuk kerja
tertentu, yang jika
Karakteristik i-v beban.
dipadukan dengan grafik iL
garis beban
i-v sumber (yaitu garis
beban) akan terlihat
_
seperti pada Gb.8.2. v
Kedua kurva akan vL
berpotongan di suatu Gb 8.2. Penentuan titik kerja.
titik. Titik potong
tersebut memberikan nilai arus i dan tegangan v yang memenuhi
149
Metoda Analisis Dasar
karakteristik sumber maupun beban. Titik ini disebut titik kerja, atau
dalam elektronika disebut Q-point. Arus dan tegangan beban adalah
iL dan vL.
RL
+ 1kΩ 500Ω
non
− 1kΩ linier
90V
B
i [mA] 50
30
10
10 30 50 v[V]
Solusi :
Beban dilepas untuk mencari rangkaian ekivalen Thévenin.
1
VT = v AB ht = × 60 = 45 V
1+1
RT = 500 + 1000 || 1000 = 1000 Ω
Rangkaian ekivalen dan garis beban yang diplot bersama
dengan karakteristik i-v beban adalah seperti di bawah ini.
A i [mA] 50
RL
+ 1kΩ 30
45V non
− linier
10
B
10 30 50 v[V]
CONTOH-8.7: is
Tentukanlah
tegangan
Rs + +
keluaran vo vs + v1 + µ v1 vo RL
serta daya yang − R1 −
− −
diserap oleh
beban RL pada
rangkaian dengan sumber tak-bebas VCVS di samping ini.
Solusi :
151
Metoda Analisis Dasar
v s2
p s = v s is =
Rs + r1
i i
2 L
Daya ini tidak i1
tergantung dari +
1kΩ 4kΩ
RL , yang 2mA 50i1 vo
berarti bahwa 1kΩ 1kΩ −
bertambahnya
daya yang
diserap oleh beban ( pL ) tidak mempengaruhi sumber tegangan
vs. Keadaan ini mencegah terjadinya interaksi antara beban dan
sumber, artinya tersambungnya RL tidak menjadi beban bagi vs .
Daya yang diserap oleh beban berasal dari catu daya pada
piranti aktif yang diwakili oleh VCVS, yang tidak diperlihatkan
pada diagram rangkaian. Sumber tak-bebas memberikan alih
daya yang sifatnya unilateral.
153
Metoda Analisis Dasar
CONTOH-8.9:
Carilah Rs i1 Ro A iL
rangkaian − +
ekivalen vs + RL
− Rp + r i1 v
Thévenin −
dilihat di B
terminal AB,
dari rangkaian dengan CCVS di samping ini.
Solusi :
Tegangan Thévenin VT adalah tegangan terminal AB terbuka
(jika beban RL dilepas), yaitu :
vs
VT = v AB ht = − ri1 = − r
Rs + R p
Tanda “−” ini karena arah referensi tegangan CCCS berlawanan
dengan referansi tegangan vAB. Arus hubung singkat di terminal
AB jika beban diganti dengan hubung singkat adalah :
− ri1 − rv s
iAB hs = =
Ro Ro ( R s + R p )
Resistansi Thévenin RT adalah :
v AB ht − rv s
/ − rv s
= Ro
RT = =
iAB hs R p + Rs Ro ( R s + R p )
Rangkaian Thévenin yang kita cari adalah seperti gambar di
bawah ini. Perhatikan polaritas dari tegangan
VT = − ri1 .
A
vs +
− Ro
r v RL
Rs + R p +
−
Soal-Soal
1. Carilah arus yang melalui beban RL dan daya yang diberikan oleh
sumber pada rangkaian berikut.
5Ω
10Ω
5Ω
10V + 10Ω RL
− 7.5Ω
a).
30Ω
10V + 40Ω 60Ω RL
− 120Ω
50Ω
b).
10Ω
5A 20Ω RL
20Ω 10Ω 20Ω 20Ω
c).
2. Carilah tegangan keluaran
vo pada rangkaian berikut 10Ω 10Ω +
ini. Berapakah resistansi
2A vo
beban yang harus
20Ω
dihubungkan ke terminal 20Ω −
keluaran agar terjadi alih
daya maksimum ?
3. Gunakan metoda unit
output untuk mencari 15Ω 10Ω 15Ω 10Ω
tegangan keluaran Vo + + +
pada dua rangkaian 1A 30Ω Vo − 10V 30Ω Vo
berikut ini − −
155
Metoda Analisis Dasar
7. Pada rangkaian di
samping ini hitunglah 5 kΩ 5 kΩ
+ RL
arus yang melalui 10 V 5 kΩ
− 2 mA 2,5 kΩ
resistor beban RL.
8. Pada rangkaian di
samping ini hitunglah 8Ω
+ 30Ω
daya yang diserap 20Ω 2,5A
resistor 8 Ω dan daya − 50V
masing-masing sumber.
9. Pada rangkaian
5Ω + 5Ω
berikut ini, hitunglah + v1
v1 RL
arus yang melalui − 5 10Ω
7,5V - 10Ω 60Ω
beban RL.
− −
v2 = −10 V.
157
Metoda Analisis Umum
9.1.1. Dasar
Jika salah satu simpul dalam suatu rangkaian ditetapkan sebagai
simpul referensi yang dianggap bertegangan nol, maka tegangan
pada simpul-simpul yang lain dapat dinyatakan secara relatif
terhadap simpul referensi tersebut. Jika dalam suatu rangkaian
terdapat n simpul, sedangkan salah satu simpul ditetapkan sebagai
simpul referensi, maka masih ada (n – 1) simpul yang harus dihitung
tegangannya. Jadi untuk menyatakan rangkaian secara lengkap
dengan menggunakan tegangan simpul sebagai peubah, diperlukan
(n – 1) buah persamaan. Jika persamaan ini dapat dipecahkan,
berarti kita dapat memperoleh nilai tegangan di setiap simpul, yang
berarti pula bahwa kita dapat menghitung arus di setiap cabang.
Basis untuk memperoleh persamaan tegangan simpul adalah
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam analisis
rangkaian, yaitu persyaratan elemen dan persyaratan rangkaian.
Persyaratan elemen menyatakan bahwa karakteristik i-v dari setiap
elemen dalam rangkaian harus dipenuhi. Hal ini berarti bahwa
hubungan antara arus cabang (arus yang melalui elemen di cabang
tersebut), dengan tegangan simpul (tegangan kedua simpul yang
mengapit elemen / cabang yang bersangkutan) ditentukan oleh
karakteristik i-v elemen yang ada di cabang tersebut. Ini berarti pula
bahwa arus cabang dapat dinyatakan dengan tegangan simpul.
Sebagai contoh, bila sebuah resistor dengan konduktansi G berada di
antara simpul X dan Y, maka arus cabang tempat resistor itu berada
dapat ditulis sebagai
i XY = G (v X − vY ) (9.1)
dengan iXY adalah arus yang mengalir dari X ke Y, vX dan vY
masing-masing adalah tegangan simpul X dan simpul Y. Sementara
itu persyaratan rangkaian, yaitu hukum arus Kirchhoff (HAK), juga
harus dipenuhi. Oleh karena itu untuk suatu simpul M yang
terhubung ke k titik simpul lain melalui konduktansi Gi (i = 1sampai
k), berlaku
k k k
∑ iM =0= ∑Gi (vM − vi ) = vM ∑Gi − ∑Gi vi (9.2)
i =1 i =1 i =1
159
Metoda Analisis Umum
161
Metoda Analisis Umum
Solusi :
Rangkaian ini berbentuk tangga dan perhatikan bahwa di sini
kita mempunyai sumber arus, bukan sumber tegangan.
Langkah pertama adalah menentukan simpul referensi umum,
yang dalam hal ini kita tetapkan simpul E. Dengan demikian kita
mempunyai empat simpul yang bukan simpul referensi yaitu A,
B, C dan D.
163
Metoda Analisis Umum
Solusi :
Simpul A terhubung ke simpul referensi melalui sumber
tegangan. Dengan demikian simpul A merupakan simpul terikat
yang nilai tegangannya ditentukan oleh sumber tegangan, yaitu
30 V. Persamaan tegangan simpul yang dapat kita peroleh
adalah:
v A = 30
v B (G1 + G2 + G 3) − v AG1 − vC (G3 ) = 0
vC (G3 + G4 + G5 ) − v B (G3 ) − v D (G5 ) = 0
v D (G5 + G6 ) − vC (G5 ) = 0
Dengan memasukkan nilai-nilai konduktansi dan menuliskannya
dalam bentuk matriks, kita memperoleh
1 0 0 0 v A 30
1 1 1 1 1
− 20 + + − 0
20 20 10 10
vB 0
0 1 1 1 1 1 =
− + + −
10 10 20 10 10 vC 0
1 1 1
0 0 − +
10 10 10 v D 0
R1 15 V R5
A B _ C D
+
20 Ω 10 Ω
R3 R2 20 Ω R4 R6
10 Ω 20 Ω 10 Ω
E
Solusi :
Berbeda dengan contoh sebelumnya, dalam rangkaian ini
sumber tegangan tidak terhubung lagsung ke titik referensi
umum. Sumber tegangan dan simpul-simpul yang mengapitnya
165
Metoda Analisis Umum
Kita kalikan baris pertama dan ke-dua dengan 20 serta baris ke-
empat dengan 10 sehingga kita peroleh matriks dengan elemen-
elemen bilangan bulat. Setelah itu kita lakukan eliminasi Gauss
yang akan memberikan :
3 − 1 0 0 v A 0
0 5 9 − 6 v B 0
=
0 0 − 14 6 vC − 75
0 0 0 22 v D 75
167
Metoda Analisis Umum
Jika cabang ke-k merupakan anggota dari mesh X dan mesh Y yang
masing-masing mempunyai arus mesh IX dan IY , maka arus ik yang
melalui cabang tersebut adalah ik = IX – IY dengan X adalah mesh
yang mempunyai arah referensi arus yang sesuai dengan arah
referensi arus ik .
Perhatikan :
• Arus mesh bukanlah pengertian yang berbasis pada sifat
fisis rangkaian melainkan suatu peubah yang kita gunakan
dalam analisis rangkaian.
• Kita hanya membicarakan rangkaian planar; referensi arus
mesh di semua mesh mempunyai arah yang sama (dalam
hal ini kita pilih searah putaran jarum jam).
Metoda arus mesh pada dasarnya adalah mencari persamaan linier
dengan arus mesh sebagai peubah, yang secara lengkap merupakan
diskripsi dari rangkaian. Seperti halnya pada pembahasan metoda
tegangan simpul, kita akan melihat lebih dulu bagaimana
persamaan arus mesh tersebut dapat diperoleh.
9.2.1. Dasar
Metoda arus mesh, seperti halnya metoda tegangan simpul, berbasis
pada persyaratan elemen dan persyaratan rangkaian yang harus
dipenuhi dalam analisis rangkaian listrik. Perbedaan hanya terletak
pada persyaratan rangkaian; pada metoda tegangan simpul
digunakan hukum arus Kirchhoff (HAK) sedangkan pada metoda
arus mesh digunakan hukum tegangan Kirchhoff (HTK). Suatu
mesh tidak lain adalah bentuk loop yang paling sederhana. Oleh
karena itu hukum Kirchhoff untuk tegangan juga berlaku pada
mesh. Untuk suatu mesh X yang terbentuk dari m cabang yang
masing-masing berisi resistor, sedang sejumlah n dari m cabang ini
menjadi anggota dari mesh lain, berlaku
m m−n n
∑ vx = 0 = ∑ vx + ∑ v y
x =1 x =1 y =1
m−n (9.6)
∑ ( )
n
= IX ∑ Rx + Ry IX − I y
x =1 y =1
m−n n n
IX ∑ Rx + ∑ R y − ∑ I y R y = 0 (9.7)
x = 1 y =1 y =1
IX ∑ R X − ∑ I Y RY =0 (9.8)
dengan IX adalah arus mesh X, RX adalah resistor pada cabang-
cabang yang membentuk mesh X, IY adalah arus mesh lain yang
berhubungan dengan mesh X melalui cabang yang berisi resistor RY.
Persamaan (9.7) adalah persamaan arus mesh untuk suatu mesh
tertentu. Jika persamaan ini kita aplikasikan untuk semua mesh
pada suatu rangkaian kita akan mendapatkan persamaan arus mesh
untuk rangkaian tersebut. Jadi langkah-langkah dalam analisis
dengan menggunakan metoda arus mesh adalah :
1. Tentukan arah referensi arus mesh di setiap mesh dan juga
tegangan referensi pada tiap elemen.
2. Aplikasikan persamaan (9.7) untuk setiap mesh. Dengan
langkah ini kita memperoleh persamaan arus mesh dari
rangkaian.
3. Hitung arus mesh dari persamaan yang diperoleh pada langkah
kedua
169
Metoda Analisis Umum
Jadi rangkaian tiga mesh itu kita pandang sebagai terdiri dari dua
mesh saja, yaitu satu mesh biasa CDEC dan satu mesh-super
ABCEFA.
171
Metoda Analisis Umum
40 − 20 0 I A 30
− 20 50 − 20 I = 0
B
0 − 20 40 I C 0
4 − 2 0 I A 3
0 8 − 4 I = 3
B
0 0 12 I C 3
1 0 0 I A 1 1 0 0 I A 1
− 20 50 − 20 I = 0 − 2 5 − 2 I = 0
B B
0 − 20 40 I C 0 0 − 2 4 I C 0
1 0 0 I A 1
0 5 − 2 I = 2
B
0 0 8 I C 2
Dengan demikian maka nilai arus-arus mesh adalah :
IC = 0,25 A; IB = 0,5 A; IA = 1 A.
Selanjutnya arus cabang dan tegangan simpul dapat dihitung.
173
Metoda Analisis Umum
40 30 − 20 I A 0 4 3 − 2 I A 0
1 −1 0 I B = − 1 atau 1 − 1 0 I B = − 1
0 − 20 40 I C 0 0 − 1 2 I C 0
yang memberikan
4 3 − 2 I A 0
0 − 7 2 I = − 4
B
0 0 12 I C 4
m−n n n
IX ∑ Rx + ∑Ry − ∑I yRy = 0
x = 1 y = 1 y = 1
Aplikasi formula ini untuk seluruh mesh menghasilkan
persamaan arus mesh rangkaian.
• Mesh X yang mengandung sumber arus yang tidak menjadi
anggota dari mesh lain, arus mesh Ix ditentukan oleh sumber
arus tersebut.
• Sumber arus dan mesh-mesh yang mengapitnya dapat menjadi
mesh-super dengan suatu hubungan internal yaitu beda arus
mesh dari kedua mesh sama dengan arus sumber.
• Sumber tegangan di suatu cabang memberikan kepastian nilai
tegangan antara dua simpul di cabang tersebut dan nilai
tegangan ini langsung masuk dalam persamaan arus mesh.
Persamaan
tegangan simpul di simpul-simpul A, B, C, dan D pada
rangkaian ini adalah
v B − v A v B − vC
A: vA = 1V ; B: + =0 ;
10 RF
v D − vC v D
C : v C = −100v1 ; D: + =0
5 1
Karena disyaratkan agar vD = −10 V, maka dari persamaan
simpul C dan D kita dapat memperoleh nilai v1.
vC −5v D − v D 60
v1 = − = = = 0,6 V
100 100 100
Kalau kita masukkan nilai v1 ini ke persamaan simpul B akan
kita peroleh
0,6 − 1 0,6 + 100 × 0,6
+ =0
10 RF
10
⇒ R F = 60,6 × = 1515 kΩ ≈ 1,5 MΩ
0,4
175
Metoda Analisis Umum
Soal-Soal
1. Carilah tegangan dan arus di masing-masing elemen pada
rangkaian-rangkaian di bawah ini dan hitunglah daya yang
diberikan oleh sumber.
50Ω
100Ω 100Ω
+ + + 5V
5V 10V − −
−
a).
+ 5Ω 4Ω
30V − 3Ω 2A
b).
5 kΩ 7.5 kΩ
+
10 V − 2 mA
5 kΩ
c).
1kΩ
2kΩ
100mA 100mA
2kΩ
d).
100Ω
+ 100Ω 100Ω
10V − 100Ω 100Ω
e).
177
Metoda Analisis Umum
−
+
5 kΩ 10 V
10 kΩ
20 mA 5 kΩ 5 kΩ 10 mA
f).
100mA
1kΩ
2kΩ 1kΩ
100V + 1kΩ
− 2kΩ
1kΩ
g).
2. Tentukanlah v2 pada dua rangkaian di bawah ini.
20 kΩ
+ + +
v1 10 kΩ + v2
10 kΩ v − 1000v _
_ −
a).
20 kΩ
+ 10 kΩ 10 kΩ +
+ +
v1 v2
10 kΩ v − 1000v
_ − _
b).
3. Pada rangkaian di bawah ini, carilah hubungan masukan-keluaran
vo = Kvs .
I1 I2
50Ω 100I2
+
+ vs vo
− 100I1 1kΩ 1kΩ
1kΩ −
Dalam bab ini kita akan melihat beberapa contoh aplikasi analisis
rangkaian yang dapat memberikan gambaran keadaan nyata.
Rangkaian yang akan kita bahas meliputi rangkaian-rangkaian arus
searah meliputi alat ukur dan pengukuran arus searah, serta
rangkaian-rangkaian pemroses energi seperti saluran dan jaringan
distribusi daya dan penyediaan batere sebagai sumber tenaga.
Dengan mempelajari rangkaian pemroses energi ini, kita akan
• mampu menghitung parameter penyalur daya arus
searah.
• mampu melakukan perhitungan penyaluran daya arus
searah.
• mampu melakukan analisis rangkaian arus searah yang
diberikan dalam bentuk diagram satu garis.
• mampu melakukan perhitungan dalam susunan batere.
179
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
I I
+ V Rx + V
− −
a). b).
Solusi :
Untuk rangkaian a), tegangan pada Rx adalah V sedangkan arus
yang melalui Rx adalah
V V V
Ix = I − sehingga Rx = =
RV I x I − (V / RV )
sehingga
V V − IR I V
Rx = = = − RI
Ix I I
Pemahaman :
Kesalahan pengukuran akan kecil dan nilai Rx dapat dinyatakan
dengan Rx = V/I jika RV cukup besar pada rangkaian a) atau RI
cukup kecil pada rangkaian b).
181
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
183
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
a). Tegangan kerja kereta pertama (V1) dan kereta kedua (V2)
adalah:
V1 = 550 − 60(0,4 + 0,03) = 524,2 V
V2 = V1 − 20(0,8 + 0,06) = 507 V
b). Daya yang diserap saluran adalah
p saluran = 60 2 (0,4 + 0,03) + 20 2 (0,8 + 0,06)
= 1892 W = 1,89 kW
10.5. Diagram Satu Garis
Penggambaran saluran distribusi seperti pada contoh 10.6. di atas
dapat dilakukan dengan lebih sederhana, yaitu menggunakan
diagram satu garis. Cara inilah yang sering dilakukan dalam
praktik. Satu saluran digambarkan dengan hanya satu garis saja,
beban dinyatakan dengan kebutuhan daya atau besar arusnya. Posisi
gardu dan beban-beban dinyatakan dalam panjang saluran ataupun
resistansi saluran. Resistansi saluran dinyatakan sebagai resistansi
total yaitu jumlah resistansi kawat kirim dan resistansi kawat balik.
Sebagai contoh, diagram satu garis dari sistem penyaluran daya pada
contoh 10.6. dapat kita gambarkan sebagai berikut.
1 km 2 km atau 0,43Ω 0,86Ω
550V 550V
40A 20A 40A 20A
(resistansi saluran 0.43Ω/km)
Solusi:
Dengan memperhitungkan saluran balik, resistansi saluran
menjadi dua kali lipat. Persamaan tegangan simpul untuk
“simpul” B dan C adalah
70 V B − 20 V C = 12650
53 , 3V C − 20 V B = 8153 , 3
V A − VB 255 − 251,3
I AB = = = 185 A ;
R AB 0,02
I BC = I AB − 100 = 85 A; I DC = 180 − I BC = 95 A
A B C D
Jika simpul B dan B' serta C dan C' kita pandang sebagai dua simpul
super, maka untuk keduanya berlaku
I AB − I BC + I BC '− I AB ' = 0 dan I BC − I CD + I CD '− I BC ' = 0
185
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
1 1 VA VC
VB + +I ' − − =0
RAB + R ' RBC + R ' BB RAB + R ' RBC + R '
AB BC AB BC
1 1 VB VD
VC + +I ' − − =0
RBC + R ' RCD + R ' CC RBC + R ' RCD + R '
BC CD BC CD
B C
A D
RAB+RAB’ RBC+RBC’ RCD+RCD’
IBB’ ICC’
187
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
Solusi :
V A = V X − 0,05 × 50 = 247,5 V;
V B = 250 − 0,1× 20 = 248 V;
VC = 250 − 0,04 × 60 = 247,6 V
3 − 1 0 VA 495
0 7 − 2 VB = 1239
0 0 125 VC 30954
(V X − V A ) 2 (250 − 247,58) 2
p XA = = = 117 W
R XA 0,05
(250 − 247,75) 2
p XB = = 50,6 W
0,1
(250 − 247,63) 2
p XC = = 146,4 W
0,04
(V A − VB ) 2 ( 247,58 − 247,75) 2
p AB = = = 0,3 W
0,1 0,1
(247,75 − 247,63) 2
p BC = = 0,1 W
0,15
189
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
30A I2
80A
B 0,02Ω C
I1 I3
0,01Ω 0,02Ω
70A A
D 60A
I6 0,01Ω 0,01
I4
F 0,03Ω Ω E
120A I5 60A
Solusi :
Aplikasi HTK untuk loop dan HAK untuk lima “simpul”
memberikan persamaan dalam bentuk matriks sebagai berikut :
1 2 2 1 3 1 I1 0
0 2 2 1 3 2 I2 − 70
0 0 2 1 3 4 I3 − 150
=
0 0 0 1 3 6 I4 − 390
0 0 0 0 3 7 I5 − 450
0 0 0 0 0 1 I6 − 81
10.7. Batere
Batere merupakan sumber daya arus searah yang banyak digunakan,
terutama untuk daya yang tidak terlalu besar serta keadaan darurat.
Untuk daya besar, susunan batere dicatu oleh sumber arus searah
yang diperoleh dari penyearahan arus bolak-balik. Berikut ini kita
akan melihat penyediaan batere, sedangkan penyearahan arus bolak-
balik akan kita lihat pada sub-bab berikutnya mengenai rangkaian
dengan dioda.
Suatu batere tersusun dari sel-sel yang merupakan sumber daya
searah melalui konversi energi kimia. Setiap sel mempunyai
tegangan yang tidak besar dan oleh karena itu untuk memperoleh
tegangan sumber yang kita inginkan, kita harus menyususn sel-sel
itu menjadi suatu susunan batere. Sebagai contoh, sumber daya
untuk mobil merupakan sumber dengan tegangan 12 V yang
tersusun dari 6 sel terhubung seri dan masing-masing sel
bertegangan 2 volt.
Penyediaan batere haruslah diusahakan optimal baik dilihat dari
pertimbangan ekonomis maupun teknis. Berikut ini suatu contoh
perhitungan penyediaan batere.
191
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
6A
Sel yang tersedia VTh + RTh
− 0,7 Ω
mempunyai ggl 2,1 V
sehingga diperlukan 4 buah
sel dihubungkan seri untuk
memperoleh tegangan 8,4 V. Susunan seri ini mempunyai
resistansi total sebesar 4×0,5=2 Ω. Untuk memperoleh RTh
sebesar 0,7 Ω (atau mendekati) diperlukan tiga susunan paralel,
yang akan meberikan Rekivalen = 0,66 Ω. Jadi kita memerlukan 4
× 3 = 12 sel, yang tersusun menjadi 4 seri 3 paralel seperti
terlihat pada gambar di bawah ini.
4×0,5 Ω
+ + + 6A
0.7 Ω
0,7
4×2,1 V
− − −
Pemahaman :
Jika susunan seri kita kurangi jumlah sel-nya, menjadi hanya 3,
maka tegangan total menjadi 3×2,1=6,3 V, dan resistansinya
menjadi 3×0,5=1,5 Ω. Dengan mempertahankan susunan tetap 3
paralel, resistansi ekivalen menjadi 0,5 Ω. Arus beban akan
menjadi
6,3/(0,5+0,7) = 5,025 A,
193
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
p panas = I 2 Rb = 20 2 × 1 = 400 W
195
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
Soal-Soal
1. Tegangan pada sebuah resistor R yang sedang dialiri arus searah
diukur dengan menggunakan sebuah voltmeter yang mempunyai
resistansi internal 20 kΩ. Voltmeter menunjuk 200 V. Jika arus
total adalah 0,05 A, hitunglah nilai R.
2. Arus yang melalui sebuah resistor R diukur menggunakan
ampermeter yang mempunyai resistansi internal 0,1 Ω (resistor R
dihubungkan seri dengan ampermeter). Jika tegangan yang
diberikan adalah 10 V dan ampermeter menunjuk 50 A. Hitung
R.
3. Sebuah voltmeter jika dihubungkan langsung ke sumber tegangan
menunjuk 240 V, jika melalui resistor seri 50 kΩ, ia
menunjukkan 90 V. Berapakah resistansi internalnya ?.
4. Sebuah voltmeter jika diserikan dengan resistor 50 kΩ menunjuk
90 V pada tegangan sumber 240 V. Jika resistor 50 kΩ diganti
dengan suatu resistansi Rx maka voltmeter menunjuk 3 V.
Dengan membandingkan dua pengukuran tersebut, hitunglah Rx .
5. Dua buah voltmeter masing-masing mempunyai resistansi internal
20 kΩ dan 30 kΩ. Jika mereka dihubungkan seri dan pada
hubungan seri ini diberikan tegangan 300 V, berapakah
penunjukkan masing-masing ?
6. Suatu batere terdiri dari 10 buah sel masing-masing mempunyai
emf 1,8 V dan resistansi internal 0,02 Ω. Jika sepuluh sel itu
dihubungkan seri untuk mencatu beban resistor 2,8 Ω, berapakah
daya yang diserap beban ? Jika sepuluh sel tersebut dihubungkan
paralel untuk mencatu beban yang sama, berapa daya diserap
beban ?
7. Dua buah batere 120 V mempunyai resistansi internal berbeda,
masing-masing 0,2 Ω dan 0,25 Ω. Kedua batere diparalelkan
untuk mencatu daya pada resistor 60 Ω. Hitunglah arus yang
diberikan oleh masing-masing batere.
8. Sebuah beban memerlukan arus 100 mA pada tegangan 5 V.
Sumber yang tersedia bertegangan 24 V. Untuk memenuhi
keperluan itu digunakan potensiometer yang resistansi totalnya
10 kΩ. Berapa daya diserap beban dan berapa daya diberikan
oleh sumber ?
14. Gambarkan diagram satu garis untuk sistem pada soal 11. Jika
beban A dan B dihubungkan dengan kabel konektor yang
resistansinya 0,1 Ω, dan beban B dan C dengan kabel konektor
0,015 Ω. hitung tegangan di masing-masing beban.
197
Rangkaian Pemroses Energi (Arus Searah)
15. Diagram satu garis suatu jaringan distribusi daya searah dengan
konfigurasi cincin adalah sebagai berikut. Jika sumber di A
bekerja pada 250 V, hitung tegangan masing-masing beban dan
arus di segmen-segmen jaringan distribusi.
120A 80A
0,01Ω
C D
0,005Ω 0,02Ω
0,02Ω
A E
B 0,04Ω 100A
16. Sebuah beban 100 A berada pada jarak 250 m dari pusat pencatu
daya. Jika tegangan jatuh pada beban tidak boleh lebih dari 5 V
dan jika resistivitas bahan konduktor kabel adalah 0,018
Ω.mm2/m, hitunglah penampang konduktor kabel yang
diperlukan.
Dalam bab ini kita akan melihat beberapa contoh aplikasi analisis
rangkaian, dengan contoh-contoh rangkaian pemrosesan sinyal. Kita
akan melihat rangkaian-rangkaian dengan menggunakan dioda dan
rangkaian dengan OP AMP.
Dengan mempelajari rangkaian pemroses sinyal di bab ini, kita akan
• memahami rangkaian penyearah, pemotong gelombang;
• mampu melakukan analisis rangkaian-rangkaian dioda;
• mampu melakukan analisis rangkaian-rangkaian OP AMP
dengan resistor.
• mampu melakukan analisis rangkaian-rangkaian OP AMP
dengan elemen dinamis.
• memahami hubungan-hubungan bertingkat rangkaian OP
AMP.
199
Rangkaian Pemroses Sinyal
i
Vm vs
A B iR
+ Ias
+ vD − vR ωt
+ 0
vs RL − 0 π 2π
C
Gb.11.1. Penyearah setengah gelombang.
D2
Gb.11.3. Penyearah gelombang penuh
dengan transformator ber-titik-tengah.
201
Rangkaian Pemroses Sinyal
15
T
10
vR ∆vC
5
=v
v
0 ωt
-5 0 0.05 0.1 0.15
-10
∆T
-15
Vas = 50 V → Vm ≈ 50 V → v = 50 sin(100πt ) V
(jika sumber yang tersedia 220 V, diperlukan transformator).
203
Rangkaian Pemroses Sinyal
umpan balik
Gb.11.7. Rangkaian penguat non-inversi
v v R
s + o = 0 sehingga v = − 2 v
R R
o R s
1 2 1
(11.7)
Kita lihat bahwa gain loop tertutup adalah K = − (R2 / R1). Tanda
negatif menunjukkan terjadinya pembalikan polaritas sinyal. Oleh
karena itu rangkaian ini disebut penguat inversi.
205
Rangkaian Pemroses Sinyal
CONTOH-11.2: Di R1 R2
samping ini adalah A
salah satu varian +
rangkaian penguat − vo
vs +
inversi. Tentukanlah − +
hubungan keluaran- R3
masukan dan
resistansi masukan.
Solusi :
Persamaan tegangan simpul untuk simpul A (terminal inversi) :
1 1 v v
v N + + i N − s − o = 0
R
1 R 2 R 1 R 2
CONTOH-11.3:
Pada variasi iin R R R2
4
B 1 A
rangkaian
+
penguat inversi di vo
samping ini, + −
vs R5
− +
tentukanlah
hubungan
keluaran-
masukan dan resistansi masukan.
Solusi :
Kita pandang rangkaian ini terdiri dari seksi sumber, yaitu
rangkaian sebelah kiri dari simpul B, dan seksi beban yaitu
rangkaian di sebelah kanan simpul B (rangkaian penguat
R1 R2
A
+
− vo
VT +
− +
207
Rangkaian Pemroses Sinyal
1 1 1 v v v
v N + + + i N − 1 − 2 − o = 0
R1 R2 RF R1 R2 R F
v v v
→ 1 + 2 + o =0
R1 R2 R F
Dari persamaan ini dapat diperoleh hubungan antara keluaran dan
masukan yaitu
v v R R
v o = − R F 1 + 2 = − F v1 − F v 2 = K1v1 + K 2 v 2 (11.8)
R1 R2 R1 R2
Jadi, tegangan keluaran merupakan jumlah dari tegangan masukan
yang masing-masing dikalikan dengan gain yang berkaitan. Jumlah
masukan sudah barang tentu tidak terbatas hanya dua. Jika terdapat
N masukan dengan tegangan masukan masing-masing vn dan
resistansi Rn maka
RF
vo = ∑ K n vn dengan Kn = −
n
Rn
(11.9)
R
CONTOH-11.4: Carilah
tegangan keluaran dari R
v1 −
rangkaian di samping vo
+
ini. v2
R
Solusi :
v1 − v2 = −(v1 + v 2 )
R R
vo = −
R R
Tegangan keluaran merupakan inversi dari jumlah tegangan
masukan.
CONTOH-11.5: Carilah R A
v1 +
tegangan keluaran dari vo
rangkaian di samping v2 −
R
ini. R
R
Solusi :
Persamaan tegangan
untuk simpul A adalah
1 1 v v
v P + + iP − 1 − 2 = 0
R R R R
v1 + v 2
→ vP =
2
Karena vN = vo/2, maka :
v1 + v 2 v o
= → vo = v1 + v 2
2 2
Tegangan keluaran merupakan jumlah tegangan masukan.
Pemahaman :
Masing-masing sumber pada rangkaian ini mengeluarkan arus :
v1 − v P v1 − v2 v − v P v 2 − v1
i1 = = ; i2 = 2 =
R 2R R 2R
Sumber-sumber terbebani secara tidak merata (tidak sama).
Pembebanan sumber tidak terjadi apabila v1 = v2. Hal ini
berbeda dengan rangkaian pada contoh 7.7.
Pada contoh 7.23. masing-masing sumber mengeluarkan arus
v1 − v N v1 v − v N v2
i1 = = ; i2 = 2 =
R R R R
Jadi pada rangkaian penjumlah inversi, sumber akan tetap
terbebani walaupun v1 = v2.
CONTOH 11.6:
Carilah tegangan keluaran
vo dari rangkaian 13kΩ A
pemjumlah di samping vo
ini. 5kΩ 65kΩ
Solusi : v1 + v2 + −
− −
+
Rangkaian penjumlah ini
mempunyai keluaran
v1 − v2 = −(5v1 + 13v2 )
65 65
vo = −
13 5
Pemahaman :
209
Rangkaian Pemroses Sinyal
v 2 = −(5,09v1 + 13,02v2 )
56 56
vo = − v1 −
11 4 .3
Dalam perancangan, kita harus melakukan kompromi seperti
ini. Tegangan keluaran yang kita peroleh akan mempunyai
kesalahan jika dibandingkan terhadap formulasi ideal yang
semula diinginkan. Namun dengan pemilihan komponen yang
tepat, kesalahan ini dapat dibatasi tidak lebih dari sesuatu nilai
yang ditetapkan; dalam contoh ini kesalahan tersebut tidak
lebih dari 2 %.
CONTOH 11.7:
Carilah vo pada rangkaian di bawah ini.
A
v1
R 2R vo
R/2 −
v2 B
+
Solusi :
Persamaan tegangan untuk simpul A dan B memberikan
211
Rangkaian Pemroses Sinyal
1 1 v vo 3v v v
vN + + iN − 1 − =0→ N = 1 + o
R 2R R 2R 2R R 2R
2v1 v o
→ vN = +
3 3
2 1 2v 2v
v P + + iP − 2 = 0 → v P = 2
R R R 3
Karena vN = vP maka
2v1 v o 2v 2
+ = → v o = 2v 2 − 2v1
3 3 3
Pemahaman :
Dalam rangkaian di atas, arus yang keluar dari masing-masing
sumber adalah
v1 − v N v1 − v P v1 − 2v 2 / 3 3v1 − 2v 2
i1 = = = =
R R R 3R
v2 2v 2
i2 = =
R + R / 2 3R
Terlihat di sini bahwa masing-masing sumber mendapat beban
yang berbeda. Kejadian seperti ini harus diperhatikan agar
jangan terjadi pembebanan berlebihan pada salah satu sumber.
Pembeban-an pada sumber akan tetap terjadi walaupun v1 = v2.
Pembebanan pada sumber dapat ditiadakan dengan
menghubungkan sumber langsung ke terminal masukan OP
AMP sehingga sumber akan melihat resistansi masukan yang
tak-hingga besarnya. Rangkaian yang kita bangun akan
memerlukan lebih dari satu OP AMP yang terangkai secara
bertingkat, suatu bentuk hubungan yang akan kita bahas
berikut ini.
v1 v2 v3 vo
K1 K2 K3
v1 v2 v3
+ vo
−
− −
+ +
213
Rangkaian Pemroses Sinyal
CONTOH-11.8: Tentukan R R
v1 + + vo
tegangan keluaran vo dari − +
1
hubungan bertingkat di − v
R
samping ini. + o
R
Solusi :
Tingkat pertama rangkaian v2 +
ini berupa penguat non-
inversi dengan keluaran v o1 = 2v1 . Keluaran ini menjadi
masukan di tingkat ke dua yang berupa sebuah penguat
diferensial dengan keluaran yang dapat diturunkan sebagai
berikut.
1 1 v v
v N + + i N − o1 − o = 0
R R R R
→ vo = 2v N − vo1 = 2v2 − 2v1
Pemahaman :
Keluaran dari rangkaian ini sama dengan rangkaian pada contoh-
11.7. Jelaslah bahwa suatu formulasi keluaran dapat dipenuhi
oleh lebih dari satu macam rangkaian. Rangkaian mana yang
dipilih dalam suatu perancangan tergantung dari berbagai
pertimbangan, baik teknis maupun ekonomi.
Jika kita bandingkan rangkaian pada contoh-11.7 dan 11.8 akan
terlihat bahwa sumber-sumber pada contoh-11.7 terbebani
sedangkan pada contoh-11.8 sumber-sumber tidak terbebani
karena mereka terhubung pada penguat non-inversi yang
resistansi masukannya tak-hingga. Jika daya sumber sangat
terbatas, rangkaian pada contoh-11.8 akan menjadi pilihan
walaupun untuk itu diperlukan biaya lebih besar karena perlu
dua OP AMP.
Penguat Non-Inversi
v1 vo
v1 vo
R1 R2 K
_
+ R2
K =−
R1
Penguat Inversi
Gb.11.12. Rangkaian dan diagram blok penguat
non-inversi dan penguat inversi
215
Rangkaian Pemroses Sinyal
R1 vo v1
v1 K1 RF
RF K1 = −
v2 + vo R1
R2 − +
RF
+ v2 K2 = −
K2 R2
Penjumlah
vo
v1 v
R1 vo 1 K1 R2
R2 K1 = −
R3 − + vo R1
v2 +
+ R + R2 R4
K 2 = 1 ×
R4 v2
K2 R1 R3 + R4
Pengurang
Solusi :
Tingkat pertama adalah penguat inversi dengan K1 = −0,5.
Tingkat ke-dua adalah penjumlah inversi dengan K2 = −1 untuk
masukan vo1 dan v2.
Tingkat ke-tiga adalah penguat inversi dengan K3 = −0,5.
Diagram blok rangkaian ini dan keluarannya vo adalah sebagai
berikut:
−v2
v2 −1
+ 0,5v1−v2 −0,25v1−0,5v2
−0,5
−0,5v1 + vo
v1 −1
−0,5
0,5v1
= −C (vo )
vs d vo (t ) 1 t
R dt
atau ∫v o ( 0)
d (v o ) = −
RC 0 ∫
v s dt
217
Rangkaian Pemroses Sinyal
= −C (vs )
vo d v s (t ) 1 t
R dt
atau ∫v (0) d (v s ) = − RC ∫0 vodt
s
CONTOH-11.10:
Tentukan tegangan R3
keluaran vo pada
vs + R4 + vo
rangkaian di samping C R1 R2
−
ini. −
+ +
Solusi :
Rangkaian ini terdiri
dari diferensiator inversi dan penjumlah inversi. Diagram blok
dari rangkaian ini adalah :
− R4
R3 + vo
+
vs −R1C d − R4
dt R2
CONTOH-11.11:
Tentukan v1 + R2 + vo
R1 R5 C
tegangan − −
keluaran vo + +
pada v2 +
rangkaian di R3 R4
samping ini.
Solusi :
Rangkaian ini terdiri dari penguat diferensial dan integrator.
Diagram blok dari rangkaian ini adalah :
− R2
v1
R1 + 1 vo
R4 R + R2 +
−
R5C ∫
v2 × 1
R3 + R4 R1
219
Rangkaian Pemroses Sinyal
+ +
(a) (b)
Solusi :
Rangkaian a) :
di L t i L (t )
v N = vP = 0 → v L = vs = L
dt
→ v s dt = L
0 i L ( 0)
diL ∫ ∫
iL (0) adalah arus awal induktor. Jika arus awal ini nol maka
t i L (t ) 1 t
∫0 vs dt = L∫0 diL → i L (t ) =
L ∫0
v s dt
R t
vo = −
L ∫0 vs dt
Rangkaian b) : Jika arus awal induktor adalah nol maka
1 t
iL (t ) =
L ∫0 vo dt
Untuk terminal masukan inversi berlaku
vs 1 t v
iL +
R
+0=0→
L ∫0 vo dt + Rs =0
Soal-Soal
1. Carilah tegangan vo rangkaian di samping ini, jika vs = 380cos314t
V, dioda ideal.
vs + 1µF +
−
100k vo
1µF Ω −
+
vs + 2kΩ − vo
− + 1kΩ
−
b).
+
−
vs + 2kΩ 4kΩ +
− vo
1kΩ
2kΩ −
c).
221
Rangkaian Pemroses Sinyal
4kΩ i1
+
vs + 2kΩ − vo
− + 1kΩ
−
1kΩ
d).
2kΩ 2kΩ 4kΩ i1
+
vs + − vo
− 1kΩ + 1kΩ
−
1kΩ
e).
+
2kΩ 2kΩ −
vs + 4kΩ +
− 1kΩ vo
1kΩ
2kΩ −
f).
+
+ 2kΩ 2kΩ − 2kΩ
vs1 +
− vo
+ 1kΩ
−
vs2 −
2kΩ
g).
2kΩ 4kΩ
+
vs1 + 1kΩ − vo
− + 1kΩ
−
+ vs2 2kΩ
−
h).
10kΩ
10kΩ 5kΩ 10kΩ 20kΩ 10kΩ 50kΩ
+ +
vs − − − vo
+ + +
b).
223
Rangkaian Pemroses Sinyal
2kΩ 2kΩ +
− vs 2µF 100kΩ
+ + −
2kΩ vo + +
100kΩ vo
+ vs 2kΩ
0,5µF 100kΩ
a). b).
+ 2µF
vs 100kΩ
−
100kΩ + +
vo
c).
vs1 +
4kΩ 0,5µF
−
vs2 + + +
8kΩ vo
225
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
b
V = a + jb = a 2 + b 2 ∠ tan −1 (12.7)
a
Transformasi timbal balik antara pernyataan dalam bentuk sudut-
siku dan bentuk polar, memudahkan kita dalam melakukan operasi-
operasi fasor yang akan kita lihat berikut ini.
227
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
Jika A = A∠θ
maka (
− A = A∠ θ + 180 o ) (12.12)
= A∠( θ − 180 ) dan A o *
= A∠ − θ
Fasor Dengan Sudut Fasa 90o dan 0o. Bentuk sudut-siku dari
fasor dengan sudut 90o dan 0o adalah
A = A∠90 o = jA ;
B = B∠ − 90 o = − jB ; (12.13)
C = C∠0 = C o
V1 = 10∠ − 45 o atau
V1 = 10 cos(−45 ) + j10 sin( −45 o ) = 7,07 − j 7,07
o
b). Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku
adalah
V2 = 15∠30 o atau
V2 = 15 cos(30 ) + j15 sin(30 o ) = 12,99 + j 7,5
o
c). Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku
adalah
I1 = −4∠0 o atau I1 = −4 cos(0 o ) − j 4 sin(0 o ) = −4
229
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
d). Pernyataan fasor dalam bentuk polar dan bentuk sudut siku
adalah
I 2 = 3∠ − 90 o atau I 2 = 3 cos(−90 o ) + j 3 sin( −90 o ) = − j 3
−3
I 3 = (−4) 2 + (−3) 2 ∠ tan −1 = 5∠ 216,9
o
−4
V1 10∠ − 45 o
g). Z 1 = = = −2.5∠ − 45 o ;
I1 − 4∠0 o
V2 15∠30 o
Z2 = = = 5∠ − 60 o
I2 3∠90 o
Solusi :
a). Sinyal ini mempunyai amplitudo 150 V, dan sudut fasa −45o.
Frekuensi siklusnya 50 Hz yang berarti frekuensi sudutnya
ω = 2π × 50 = 314 rad/detik. Jadi di kawasan waktu sinyal
ini adalah v1 (t ) = 150 cos(314 t − 45 ) V
o
i (t ) = 7,07 cos(1000 t + 45 o )
i R (t ) = I Rm cos(ωt + θ) = I Rm e j ( ωt + θ)
v R (t ) = Ri R (t ) = RI Rm e j ( ωt + θ)
231
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
Hubungan arus dan tegangan resistor tetap seperti yang tel;ah kita
kenal selama ini, dengan faktor proporsionalitas R yang kita sebut
resistansi.
i L (t ) = I Lm cos(ωt + θ) = I Lm e j ( ωt + θ)
v L (t ) = L
di L (t )
=L
(
d I Lm e j ( ωt + θ))= jωL( I m e j ( ωt + θ) )
dt dt
Dalam bentuk fasor,
VL = jωL I L = jX L I L = Z L I L
(12.15)
dengan : X L = ωL dan Z L = jωL
Jadi dengan pernyataan sinyal dalam fasor, hubungan tegangan dan
arus induktor tidak lagi berbentuk hubungan diferensial, melainkan
berbentuk linier dengan faktor proporsionalitas sebesar ZL = jXL ;
XL kita sebut reaktansi induktif , ZL kita sebut impedansi induktor
i C (t ) = C
dv C
=C
(
d (V Cm e j ( ωt + θ) )
= jωC (VCm e j ( ωt + θ) )
dt dt
yang dalam bentuk fasor dapat kita tuliskan sebagai
I C = jωC VC atau
1 j
VC = IC = − I C = jX C I C = Z C I C (12.16)
jωC ωC
1 j
dengan : X C = dan Z C = −
ωC ωC
Seperti yang kita peroleh pada induktor, hubungan tegangan dan
arus kapasitor tidak lagi berupa hubungan integral, melainkan
v RL (t ) = v R (t ) + v L (t ) = RI m e j ( ωt + θ) + jωLI m e j ( ωt + θ)
= (R + jωL ) I m e j ( ωt + θ)
233
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
V
Ik = = Yk V (12.23)
Zk
dengan
n
1 1 1
Ytotal = ∑ Yk = Z1 + Z 2 + ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ + Z n (12.25)
k =1
235
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
1
Z R = R; Z L = jωL; ZC =
jωC
(12.29)
1
VR = RI R ; VL = jωL I L ; VC = IC
jωC
VL = Z L I L = ( j 500) × 0,4∠0 o
= 500∠90 o × 0,4∠0 o = 200∠90 o V
c). Bentuk gelombang tegangan pada induktor yang
dimaksudkan di sini adalah pernyataan di kawasan waktu
dari tegangan induktor. Dari hasil b) dengan mudah kita
nyatakan
v L (t ) = 200 cos(1000 t + 90 o ) V
Pemahaman: Im tegangan
Fasor tegangan dan fasor arus VL
A mendahului
pada induktor berbeda fasa arus 90o
sebesar 90o. Tegangan
mendahului arus dengan sudut IILL Re
90o.
237
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
V 120∠10 o
ZB = = = 24∠ − 30 o Ω
I 5∠40 o
V 120∠20 o
ZB = = = 24∠60 o Ω
I 5∠ − 40 o
= 24 cos(60 o ) + j 24 sin(60 o ) = 12 + j 20,8 Ω
Pemahaman :
Dalam contoh ini komponen imajiner impedansi beban bernilai
positif. Beban bersifat induktif. Pada beban yang bersifat
induktif sudut fasa arus lebih kecil dari sudut fasa tegangan.
Fasor arus ketinggalan dari tegangan atau arus lagging
terhadap tegangan. Im −
V
Fasor tegangan dan
fasor arus dalam
contoh ini
digambarkan seperti di Re
samping ini. − arus
I tertinggal dari
tegangan
Solusi :
Untuk bekerja di kawasan fasor, rangkaian ini kita
transformasikan menjadi rangkaian impedansi dan sumbernya
dinyatakan dalam fasor. Impedansi elemen dan tegangan
sumber menjadi
j
Z R = 100 Ω ; ZC = − = − j100 Ω ;
500 × 20 × 10−6
Z L = j500 × 50 × 10−3 = j 25 Ω
Vs = 250∠0o.
100Ω −j100Ω
+
Vs= − j25Ω
250∠0oV
239
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
ZC 100∠ − 90 o
VC = Vs = 250∠0 o = 200∠ − 53,13 o V
Z tot 125∠ − 36,87 o
ZL 25∠90 o
VL = Vs = 250∠0 o = 50∠126,87 o V
Z tot 125∠ − 36,87 o
Perhatikanlah bahwa
fasor-fasor tegangan
−
ini memenuhi HTK VC
Vs = VC + VR + VL
Pemahaman :
Tegangan di setiap elemen dapat pula dicari dengan mengalikan
arus dan impedansinya.
VR = Z R I = 100 × 2∠36,87 o = 200∠36,87 o V
VC = Z C I = 100∠ − 90 o × 2∠36,87 o = 200∠ − 53,13 o V
VL = Z L I = 25∠90 o × 2∠36,87 o = 50∠126,87 o V
300Ω
is 2 µF
0,4 H
241
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
Solusi :
Dengan ω = 1000, maka impedansi elemen dan fasor arus
sumber adalah
Z R = 300 Ω ;
j
ZC = − = − j 500 Ω ;
1000 × 2 × 10 −6
Z L = j1000 × 0,4 = j 400 Ω ; I s = 50∠0 o .
I1 I2 300 Ω
50∠0o mA −j500 Ω
j400 Ω
Is 50 × 10 −3 ∠0 o
VC = = = 39,5∠ − 18,4 o V
Ytot 12,65 × 10 − 4 ∠18,4
Re
−
−I VC
2
− − − −
VR = R I2 VL = jXL I2
243
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
Soal-Soal
1. Nyatakanlah sinyal-sinyal sinus berikut ini kedalam fasor dan
gambarkanlah diagram fasornya
a). v1 = 100 cos ωt b). v 2 = 75 cos( ωt − 90 o )
c). v3 = 50 cos( ωt + 45o ) d). v 4 = v1 + v 2
e). v5 = v1 − v3 f). v6 = v1 + v3
2. Nyatakanlah fasor-fasor berikut ini kedalam sinyal di kawasan
waktu, jika frekuensi adalah 300 rad/s
A
50Ω 40µF 0,1H
20µF
20Ω
B
245
Fasor, Impedansi, Kaidah Rangkaian
A
0,3H 1,6H
20µF 1,2kΩ
B
15. Pada rangkaian berikut, hitunglah impedansi yang terlihat dari
terminal A-B, jika frekuensi adalah 50Hz.
A
10µF 10µF
1H 200Ω
B
247
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
249
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
Solusi: 1 1
F F
Jika induktor 12Ω 18 6 ix
A B C
dilepaskan maka
untuk simpul A dan + + vx − 3
14cos2t − H
B berlaku 9Ω 3Ω
2
D
V A = 100 × 0,1∠ − 90 o = 10∠ − 90 o V
− j100
VB = × 20∠45 o = 0,995∠ − 5,7 × 20∠45 o
10 − j100
= 19,9∠39,3 o V
Tegangan Thévenin :
VT = V A − VB = 10∠ − 90 o − 19,9∠39.3 o
= − j10 − (15,4 + j12,6) = −15,6 − j 22,6 V
Impedansi Thévenin ZTh , dihitung dengan melihat impedansi
dari terminal AB dengan semua sumber dimatikan.
10 × ( − j100)
ZT = 100 + = 109,9 − j 0,99 Ω
10 − j100
D
Misalkan Ix = 1∠0o A.
VC
VC = j 3 V; I 4 = = j1 A;
3
I 3 = I x + I 4 = (1 + j1) A;
v
VB = VC + (− j 3)I 3 = j 3 − j 3(1 + j1) = 3 V
VB 1 4
I2 = = A ⇒ I1 = I 2 + I 3 = + j1 A
9 3 3
4
VA = VB + + j1(12 − j 9 ) = 28 V
3
v
I 1 1 14∠0 o
K= x = → Ix = VA = = 0,5∠0 o
VA 28 28 28
→ i x = 0,5 cos 2t
251
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
9Ω 3H
20cos4t V + io 1
_ F 3cos2t A
24
Solusi:
Rangkaian ini mengandung dua sumber tegangan dan sumber
arus yang mempunyai frekuensi berbeda. Oleh karena itu
transformasi rangkaian ke kawasan fasor untuk masing-masing
sumber juga berbeda, seperti terlihat pada gambar berikut.
9Ω j12Ω 9Ω j6Ω I o2
+ I o1
_ 20∠0o − j12Ω
− j6Ω 3∠0o
− j12(8 + j 6)
1 /(− j12) − j12 8 + j6
Io2 = × 3∠0 =
o
= × 3∠0o
1
+
1 8 + j 6 − j12 8 − j 6
− j12 8 + j 6
10∠36,9o
= × 3∠0o = 3∠73,8o A
10∠ − 36,9o
I o1 dan I o 2 tidak dapat dijumlahkan karena fasor ini
diperoleh dari sumber dengan frekuensinya yang tidak sama.
Oleh karena itu kita harus mengembalikannya ke kawasan
waktu sebelum dijumlahkan. Dengan cara itu kita peroleh
io1 = 2 cos(4t − 36,9 o ) A dan io 2 = 3 cos(2t + 73,8 o ) A
sehingga io = io1 + io2
= 2 cos(4t − 36,9 o ) + 3 cos(2t + 73,8 o ) A
253
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
Solusi :
Rangkaian ini A B Ix
− +
mengandung V=
sumber tegangan o 50Ω
I1 = 10∠−90 V
dan sumber arus
0.1∠0o A −j50Ω
yang berfrekuensi j100Ω
sama, yaitu ω =
100. Akan tetapi sumber tegangannya dinyatakan dalam sinus
sedangkan sumber arusnya dalam cosinus. Kita perlu
mengubahnya dalam bentuk standar, yaitu bentuk cosinus,
dengan kesamaan
sehingga rangkaian A Iy
akan menjadi seperti
di samping 50Ω
I2
ini.Perhatikan bahwa I1 =
o −j50Ω
dengan transformasi 0.1∠0 A j100Ω
sumber ini kita
menghilangkan simpul B. Arus I y yang sekarang mengalir
melalui resistor 50Ω, bukanlah arus I x yang kita cari; sebab
jika I y dikalikan 50Ω, kita mendapatkan tegangan simpul A,
dan bukan tegangan Iy
simpul B tempat I x
50Ω
keluar.
I = I1 −I2
−j50Ω j100Ω
Sumber I1 dan I 2
terhubung paralel,
sehingga dapat digantikan oleh satu sumber arus saja yaitu I ,
seperti terlihat pada gambar berikut, dengan
I = I1 − I 2 = 0,1 − (− 0,1 − j 0,2) = 0,2 + j 0,2 A
255
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
1
(0,2 + j 0,2) 0,2 + j 0,2
I y = 50 = A
1 1 1 1 + j 0,5
+ +
50 j100 − j 50
10 + j10
→ VA = 50 × I y = V
1 + j 0.5
10 + j10 15
VB = VA + V = − j10 = = 13,4∠ − 26,6 o V
1 + j 0,5 1 + j 0,5
VB
Ix = = 0,27∠ − 26,6 A → i x = 0,27 cos(100t − 26,6) A.
50
CONTOH-13.6: Gunakan Ix
A − + B
metoda tegangan V=
50Ω
simpul untuk
I1 = 10∠−90oV
menyelesaikan 0,1∠0o A
persoalan pada contoh- −j50Ω j100Ω
13.5.
Solusi :
Untuk menyelesaikan persoalan ini rangkaian fasor dari
contoh-13.5 digambar lagi seperti berikut:
Simpul referensi kita tentukan seperti terlihat pada gambar
tersebut. Simpul A, B, dan sumber tegangan menjadi simpul-
super karena A dan B keduanya bukan simpul referensi.
Persamaan tegangan simpul dapat kita peroleh dengan cara
yang sama seperti untuk rangkaian di kawasan waktu, akan
tetapi di sini kita bekerja di kawasan fasor dengan impedansi-
impedansi.
V V V
A : − I1 + A + B + B = 0
− j 50 j100 50
B : VA − VB = − V = 10∠90 o = j10
I= I1 I2 I3
0,1∠0o A
−j50Ω j100Ω 50Ω
Solusi :
257
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
1 0 0 I 1 0 .1
j 50 − j 50 + j100 − j100 I = − j10
2 atau
0 − j100 50 + j100 I 3 0
1 0 0 I 1 0 .1
j 5 j 5 − j10 I = − j1
2
0 − j 2 1 + j 2 I 3 0
Eliminasi Gauss memberikan
1 0 0 I 1 0 .1
0
j 5 − j10 I 2 = − j1.5
0 0 5 − j10 I 3 − j 3
− j3 3∠ − 90 o
I1 = 0,1∠0 0 A ; I 3 = = = 0,27∠ − 26,6 o A
5 − j10 5 5∠ − 63,4
ω0 L 1 L/C
Q= = = (13.5)
R ω 0 RC R
259
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
1 1
ω1 L − = − R dan ω 2 L − = R atau
ω1C ω 2 C
ω12 LC + ω1 RC − 1 = 0 dan ω 22 LC − ω 2 RC − 1 = 0
XL = ω L |Z|
R 2 XL
+R XL + XC R
0
→ω 0 →ω
−R ω1 ω0 XC
ω2 ω1 ω0 ω2
XC = −1/ωC
261
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
Soal-Soal
1. Hitunglah tegangan keluaran vo pada rangkaian-rangkaian berikut
ini.
0,5kΩ 0,25H +
+
− 10cos1000t 0.6kΩ
0,6kΩ vo
2µF
a).
V −
2µF +
2cos2000t 0,3kΩ vo
A 0,2kΩ
b). −
+ 100Ω 200Ω +
− 100∠0oV −j50Ω Vo
−j100Ω −
c).
j15Ω +
+ 30Ω +
− Vo 30Ω −
100∠0oV − 50∠0oV
d).
j15Ω +
+ 30Ω +
− Vo 30Ω − j30Ω −
100∠0oV − 50∠0oV
e).
j15Ω +
30Ω +
4∠0oA Vo 30Ω − j30Ω −
− 50∠0oV
f).
3H
+ 60Ω 30Ω +
− 50cos10t 50cos20t −
a) V V
5µF
+ −
100Ω 200sin2000t
V 0,1H
b) 2cos1000t A
A
+ 100Ω 100Ω
− 1µF 2cos104t A
20cos104t V
b). B
263
Teorema dan Metoda Analisis di Kawasan Fasor
14.1. Umum
Dalam analisis rangkaian arus bolak-balik keadaan mantap pada bab
sebelumnya, kita lebih memusatkan perhatian pada besaran arus dan
tegangan, belum mempersoalkan daya. Di bab inilah kita akan
membahas tentang daya.
Analisis daya pada sistem arus bolak-balik, tertuju pada pemecahan
tiga macam persoalan yaitu:
a. Mencari tanggapan rangkaian dengan rangkaian beban dan
sumber yang diketahui. Persoalan semacam inilah yang kita
bahas pada sub-bab sebelumnya, dengan penekanan pada
perhitungan tegangan dan arus. Persoalan ini masih akan kita
lihat lagi, dengan penekanan pada persoalan dayanya.
b. Mencari kondisi rangkaian beban agar terjadi alih daya
maksimum apabila rangkaian sumber diketahui. Persoalan ini
banyak kita jumpai dalam sistem pemroses sinyal, yang
merupakan suatu rangkaian dengan sumber yang terbatas
kemampuannya. Pada rangkaian seperti ini kita harus berusaha
melakukan penyesuaian-penyesuaian pada rangkaian beban
agar alih daya ke beban menjadi maksimum. Dengan kata lain
kita berusaha agar daya yang tersedia digunakan sebaik-
baiknya.
c. Mencari rangkaian sumber agar kebutuhan daya pada beban
terpenuhi dan sumber bekerja sesuai dengan kemampuannya.
Persoalan ini kita jumpai dalam sistem tenaga listrik yang
bertujuan memasok kebutuhan energi listrik pada suatu tingkat
265
Analisis Daya
yang tidak lain adalah komponen searah dari (14.2) karena nilai
rata-rata dari suku kedua dan ke-tiga adalah nol.
267
Analisis Daya
0
t
p = −Qsin2ωt : daya reaktif, tidak
memberikan alih energi netto
Gb.14.1. Komponen-komponen Daya
S = V I* (14.9)
yang merupakan perkalian fasor tegangan dengan konjugat dari
fasor arus. Dengan menggunakan definisi ini dan persamaan (14.6),
maka daya kompleks pada terminal beban menjadi
Im S = V I∗
jQ Im
θ P
Re Re
P θ
− jQ
∗
S=VI
Gb.14.2. Segitiga Daya.
269
Analisis Daya
Pada gambar ini P adalah positif, artinya alih daya terjadi dari arah
sumber ke beban atau beban menyerap daya. Segitiga daya ini bisa
terletak di kuadran pertama atau kuadran keempat, tergantung
apakah Q positif atau negatif.
Besar daya kompleks S adalah
S = Vrms I rms (14.12)
yang kita sebut juga sebagai daya tampak dan mempunyai satuan
volt-amper (VA).
Hubungan antara daya kompleks dan daya rata-rata serta daya
reaktif adalah
S = P + jQ
P = S cos θ = V rms I rms cos θ (14.13)
Q = S sin θ = V rms I rms sin θ
I (leading ) Im
Im P
Re
θ V θ
Re − jQ
∗ ∗
I S =VI
Faktor daya leading
Gb.14.3. Fasor Tegangan dan Arus dan Segitiga Daya.
V
ZB = atau V = ZBI (14.15)
I
Dengan hubungan ini maka daya kompleks yang dialihkan ke beban
dapat diuraikan sebagai
2
S = V I* = Z B I I* = Z B I
(14.16)
= (R B + jX B )I rms
2
= R B I rms
2
+ jX B I rms
2
271
Analisis Daya
P = R B I rms
2
dan Q = X B I rms
2
(14.18)
Persamaan pertama (14.18) menunjukkan bahwa daya rata-rata
terkait dengan resistansi beban. Nilai P yang positif menunjukkan
bahwa seluruh daya rata-rata diserap oleh resistansi beban atau
dengan kata lain resistansi bebanlah yang menyerap daya rata-rata.
Persamaan kedua (14.18) menunjukkan bahwa daya reaktif terkait
dengan reaktansi beban. Jika daya reaktif Q bernilai positif, maka
reaktansi beban juga bernilai positif, yang berarti beban bersifat
induktif. Jika Q negatif berarti beban negatif dan ini berarti bahwa
beban bersifat kapasitif.
Jika beban berupa resistor murni, maka tidak terdapat perbedaan
sudut fasa antara tegangan dan arus beban. Seluruh daya yang
dialihkan ke beban adalah daya rata-rata. Untuk keadaan ini,
r
S R = V I * = Z B I I * = (R B + j 0 ) I
2
(14.19)
= (R B ) I = (R B )I rms
2 2
SC = V I * = Z B I I * = (0 + jX C ) I
2
(14.20)
1 2
= ( jX C ) I = ( jX C )I rms
2 2
= − j I rms
ωC
Jika beban berupa induktor, perbedaan sudut fasa antara tegangan
dan arus beban adalah +90o dan daya yang dialihkan ke beban
hanya berupa daya reaktif yang positif. Untuk keadaan ini,
S L = V I * = Z B I I * = (0 + jX L ) I = ( jX L ) I
2 2
(14.21)
=( ) 2
jX L I rms = ( jωL ) 2
I rms
273
Analisis Daya
P 3640
RB = = = 47,5 Ω
2
I rms (8,75) 2
Reaktansi beban adalah
Q −2100
XB = = = −27,4 Ω
2
I rms (8,75) 2
275
Analisis Daya
V = 10 ∠ − 90 o V
A B
− +
I2 I4 I5
I1 = I3
0,1∠0o A −j50Ω j100Ω 50Ω
C
Solusi :
Dengan mengambil simpul B sebagai simpul referensi, simpul
A menjadi terikat dan tinggallah simpul C yang perlu kita cari
tegangannya.
1 1 1 1
VC + + − VA + 0,1∠0 = 0 atau
o
50 j100 − j 50 − j 50
VC [2 + j1] − VA [ j 2] = −10∠0 o
I 3 = I 2 − I1
V A − VC 10∠90 o − (−12 + j 6) j10 + 12 − j 6
I2 = = =
− j 50 − j 50 − j 50
= −0,08 + j 0,24 A
⇒ I 3 = I 2 − I1 = −0,08 + j 0,24 − 0.1∠0 o = −0,18 + j 0,24 A
− VC 12 − j 6
I5 = = = 0,24 − j 0,12 = 0,268∠26,6 o A
50 50
2
⇒ PR = RI rms
2
= R I5 = 50 × (0,268) 2 = 3,6 W
277
Analisis Daya
2
2 VT RB
PB = I R B = (14.23)
( RT + R B ) + ( X T + X B ) 2
2
Jika kita anggap bahwa resistansi beban konstan, maka apabila kita
ingin agar PB menjadi tinggi, kita harus mengusahakan agar XB =
−XT .pada persamaan (14.23). Hal ini selalu mungkin kita lakukan
karena reaktansi dapat dibuat bernilai negatif ataupun positif.
Dengan menyesuaikan reaktansi beban, maka kita dapat membuat
impedansi beban merupakan konjugat dari impedansi Thévenin.
Dengan penyesuaian impedansi beban demikian ini kita dapat
memperoleh alih daya yang tinggi. Langkah ini akan membuat
impedansi keseluruhan yang dilihat oleh sumber tegangan Thévenin
tinggallah resistansi (RT + RB) saja.
Dengan membuat XB = −XT, maka besarnya daya rata-rata pada
beban adalah
2
VT RB
PB = (14.24)
( RT + R B ) 2
Inilah daya pada beban paling tinggi yang dapat diperoleh jika RB
bernilai konstan. Jika RB dapat diubah nilainya, maka dengan
menerapkan persyaratan untuk alih daya maksimum pada rangkaian
resistif yang telah pernah kita bahas yaitu bahwa resistansi beban
harus sama dengan resistansi Thévenin, maka persyaratan agar
terjadi alih daya maksimum pada rangkaian arus bolak-balik
haruslah
R B = RT dan X B = −XT (14.25)
Jika kondisi ini dicapai maka besarnya daya maksimum yang
dialihkan adalah
2 2
VT RB VT
PBMAX = = (14.26)
(2 R B ) 2 4R B
Perhatikanlah bahwa formula untuk terjadinya alih daya maksimum
ini diperoleh dengan kondisi sumber yang tetap sedangkan
impedansi beban disesuaikan untuk memperoleh kondisi yang kita
sebut sebagai kesesuaian konjugat.
279
Analisis Daya
CONTOH-14.3:
Terminal AB A
pada rangkaian 50Ω j100Ω
+
− beban
berikut ini o
−j50Ω
merupakan 10∠0 V
B
terminal hubung
untuk menyambungkan beban ke seksi sumber. Hitunglah
berapa daya maksimum yang dapat diperoleh dari rangkaian
seksi sumber ini.
Solusi :
Untuk memecahkan persoalan ini, kita mencari lebih dulu
rangkaian ekivalen Thévenin dari seksi sumber tersebut.
Tegangan dan impedansi Thévenin adalah
− j 50 − j1
VT = ×10∠0 o = × 10 = −5 − j 5 V
50 + j100 − j 50 1 + j1
− j 50(50 + j100)
ZT = = 25 − j 75 Ω
− j 50 + 50 + j100
A
50+ j100 Ω
+ beban
− −j50Ω 25+j75 Ω
10∠0o V B
Dari rangkaian inilah arus sumber harus kita hitung, yang akan
memberikan
10∠0 o
Is =
(− j 50)(25 + j 75)
50 + j100 +
− j 50 + 25 + j 75
10
= = 0,1∠0 o A
− j 50 + 150
50 + j100 +
1 + j1
S = Vs I *s = 10∠0 o × 0,1∠0 o = 1 + j 0 VA
2 2
Ps = 50 I s + 25 I B = 50 × (0,1) 2 + 25 × ( 0,02 ) 2 = 1 W
281
Analisis Daya
v1 N1 i1 N 2
= dan =
v2 N 2 i2 N1
N1 ZT
a= = (14.31)
N2 ZB
A
50Ω j100Ω
+ beban
− o
−j50Ω 25+j60 Ω
10∠0 V
B
Solusi :
Tegangan dan impedansi Thévenin telah dihitung pada contoh
sebelumnya, yaitu
VT = −5 − j 5 V dan Z T = 25 − j 75 Ω
N1 ZT 25 2 + 75 2
a= = = = 1,1028 ≈ 1,1
N2 ZB 25 2 + 60 2
Daya maksimum yang dapat diperoleh dari terminal AB adalah
283
Analisis Daya
2
VT Z 1 cos θ
PB =
(RT + Z1 cos θ) + (X T + Z1 sin θ)2
2
2 2
VT a RB
=
(RT + a 2 RB ) + (X
2
T + a2 X B )
2
50 × 1,216 × 25
= = 0,49 W
(25 + 1,216 × 25)2 + (− 75 + 1,216 × 60)2
Pemahaman:
Perhatikanlah bahwa resistansi beban dalam contoh ini sama
dengan resistansi beban dalam contoh sebelumnya. Seandainya
digunakan cara penyesuaian impedansi, reaktansi beban dapat
dibuat menjadi j75 dan daya beban menjadi 0,5 W. Dengan cara
sisipan transformator, daya yang dapat diserap beban sedikit
lebih kecil dibanding dengan daya maksimum beban jika cara
penyesuaian impedansi digunakan.
Bagaimanakah jika impedansi beban pada contoh ini bukan
(25 + j 60) Ω melainkan (25 − j 60) Ω ? Dalam hal ini Z B
tidak berubah sehingga nilai a tetap seperti yang telah dihitung
yaitu a = 1,1 atau a = 1,21 . Daya yang diserap beban menjadi
2
50 × 1,21 × 25
PB = = 0,06 W
(25 + 1,21 × 25)2 + (− 75 − 1,21 × 60)2
Seandainya tidak disisipkan transformator, daya pada beban
hampir sama besar yaitu
50 × 25
PB = = 0,06 W
(25 + 25)2 + (− 75 − 60)2
Jadi dalam hal terakhir ini, di mana impedansi beban bersifat
kapasitif sedangkan impedansi Thévenin juga kapasitif,
penyisipan transformator tidaklah memperbaiki alih daya.
Penyisipan transformator akan memperbaiki alih daya jika
impedansi Thévenin dan impedansi beban memiliki sifat yang
berlawanan; jika yang satu kapasitif yang lain haruslah induktif.
Rasio transformasi dari transformator akan membuat impedansi
Soal-Soal
1. Hitunglah daya rata-rata, daya reaktif, dan faktor daya pada suatu
piranti, jika tegangan dan arusnya adalah
285
Analisis Daya
15.1. Transformator
Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam
sistem komunikasi, transformator digunakan pada rentang frekuensi
audio sampai frekuensi radio dan video, untuk berbagai keperluan.
Kita mengenal misalnya input transformers, interstage
transformers, output transformers pada rangkaian radio dan televisi.
Transformator juga dimanfaatkan dalam sistem komunikasi untuk
penyesuaian impedansi agar tercapai transfer daya maksimum.
Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator
berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi. Dengan
transformator tegangan tinggi ini penyaluran daya listrik dapat
dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat
ditekan. Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan
transformator penurun tegangan, dari tegangan menengah 20 kV
menjadi 380 V untuk distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor
pada tegangan 220 V. Transformator daya tersebut pada umumnya
merupakan transformator tiga-fasa. Dalam pembahasan ini kita akan
melihat transformator satu-fasa lebih dulu.
Kita telah mempelajari transformator ideal pada waktu membahas
rangkaian listrik. Berikut ini kita akan melihat transformator tidak
ideal sebagai piranti pemroses daya. Akan tetapi kita hanya akan
membahas hal-hal yang fundamental saja, karena transformator akan
dipelajari secara lebih mendalam pada pelajaran mengenai mesin-
mesin listrik.
287
Penyediaan Daya
If φ
+ +
∼ E11 N1 N2 EE2
− − 2
Vs
E1 N
= 1 ≡ a = rasio transformasi (15.5)
E2 N 2
I f R1 φl E1 = E 2 jI f X 1
Iφ V1 Iφ I f R1
If If
φ φ
289
Penyediaan Daya
( )
Pertambahan arus primer I1 − I f disebut arus penyeimbang yang
akan mempertahankan φ. Makin besar arus sekunder, makin besar
pula arus penyeimbang yang diperlukan yang berarti makin besar
pula arus primer. Dengan cara inilah terjadinya transfer daya dari
primer ke sekunder. Dari (15.9) kita peroleh arus magnetisasi
I f = I1 −
N2
N1
( ) I
I 2 = I1 − 2
a
(15.10)
291
Penyediaan Daya
V1
E2 j I1 X
E1
jI 2 X 2 I1 R1
I 2′ I2 V2 I 2 R2
If
γ I1
φ
Gb.15.5. Diagram fasor lengkap, transformator berbeban resistif (a
> 1).
293
Penyediaan Daya
295
Penyediaan Daya
I1 = I 2′
V1
j I 2′ X e
V 2′
I ′2 I 2′ R e
297
Penyediaan Daya
fasor. Dalam analisis ini, kita harus mencari kondisi sumber agar
dapat memenuhi permintaan beban. Dalam memenuhi kebutuhan
beban itu, kondisi kerja sumber belum tentu baik; misalnya faktor
daya terlalu rendah. Oleh karena itu kita harus melakukan usaha
untuk memperbaiki faktor daya tersebut. Perbaikan faktor daya ini
dilakukan dengan menambahkan kapasitor paralel dengan beban
(yang pada umumnya bersifat induktif) sehingga daya reaktif yang
harus diberikan oleh sumber menurun tetapi daya nyata yang
diperlukan beban tetap terpenuhi. Untuk menjelaskan persoalan ini
kita akan langsung melihat pada suatu contoh.
CONTOH-15.4: Dua buah beban dihubungkan paralel. Beban
pertama memerlukan daya 10 kW pada faktor daya 0,8
lagging. Beban kedua memerlukan 8 kW pada faktor daya
0,75 lagging. Tegangan yang diberikan oleh sumber adalah
380 V rms. Jika impedansi saluran dapat diabaikan,
berapakah daya kompleks yang harus disediakan oleh
sumber ?
Solusi :
Daya kompleks yang diperlukan oleh masing-masing beban
adalah
P1
S1 = P1 + jQ1 = P1 + j S1 sin θ1 = P1 + j sin θ1
cos θ1
= P1 + jP1 tan θ1
= 10 + j10 tan(cos −1 0,8) = 10 + j 7,5 kVA
S 2 = P2 + jP2 tan θ 2 = 8 + j8 tan(cos −1 0,75) = 8 + j 7 kVA
299
Penyediaan Daya
S12
Im jQ12
S12C -jQC
Q12C
P12 Re
Arus beban ini mengalir melalui saluran yang terdiri dari dua
kawat. Daya yang diserap oleh impedansi pada saluran adalah
2
Sk = 2× Z k × I B = 2 × (0,2 + j1) × 49,87 2
= 0,99 + j 4,97 kVA
Total daya yang harus dikeluarkan oleh sumber adalah
S s = S12C + S k = 18 + j 5,92 + 0,99 + j 4,97
= 18,99 + j10,89 kVA
Tegangan kerja sumber haruslah
S S (18,99 + j10,89) × 1000 21891∠29,8 o
Vs = s = s = =
I *s I *B 49,87∠18,2 o 49,87∠18,2 o
= 439∠11,6 o V
301
Penyediaan Daya
Vs 0,2 + j2 Ω 0,2 + j2 Ω
beban 1 beban 2
10 kW 8 kW
cos ϕ = 1 cos ϕ = 1
S1 10000 + j 0
I1 = = = 25,8∠6,4 o A
V1* 387,6∠ − 6,4 o
Soal-Soal
1. Sebuah beban menyerap daya 2,5 kVA pada faktor daya 0,9
lagging. Beban ini dicatu melalui kabel dari sebuah sumber yang
bekerja pada tegangan 2400 V rms. Di sisi sumber tercatat
bahwa daya yang keluar adalah 2,65 kVA dengan faktor daya
0,88 lagging. Hitunglah arus saluran, impedansi saluran dan
impedansi beban. Hitung pula pada tegangan berapa beban
beroperasi.
2. Pada sumber tegangan 220 V rms, 50 Hz, dihubungkan dua buah
beban (paralel). Beban pertama menyerap daya 10 kVA pada
faktor daya 0,9 lagging. Beban kedua menyerap daya rata-rata 8
kW dan daya reaktif 6 kVAR. Jika impedansi saluran dapat
diabaikan, berapakah daya total yang diberikan sumber serta
faktor dayanya ?
303
Penyediaan Daya
305
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
C
C
+ VCN
− VAB C A
N − + A A
VBN +− VAN
N
B
B B
V AN = V fn ∠0 o
VBN = V fn ∠ − 120 o (16.1)
VCN = V fn ∠ − 240 o
Tegangan antara fasa dengan fasa kita sebut tegangan fasa-fasa yaitu
VAB , VBC , dan VCA yang fasor-fasornya adalah
V AB = V AN + V NB = V AN − VBN
VBC = VBN + V NC = V BN − VCN (16.2)
VCA = VCN + V NA = VCN − V AN
V AB = V AN − VBN = V fn ∠0 o − V fn ∠ − 120 o
1 3 3 3
= V fn (1 + j 0) − V fn − − j = V fn + j (16.3)
2 2 2
2
= V fn 3∠30 o
307
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
Im
VCN
VCA
30o V AB
o
30
Re
V AN
V BN 30o
V BC
VBC = V fn 3∠ − 90 o
(16.4)
VCA = V fn 3∠ − 210 o
Jadi amplitudo tegangan fasa-fasa adalah √3 kali lebih besar dari
amplitudo tegangan fasa-netral
V ff = V fn 3 (16.5)
sedangkan sudut fasanya berbeda 30o.
V AN = 220∠30 0 V ; V AB = 380∠ + 60 0 V;
VBN = 220∠ − 90 0 V ; VBC = 380∠ − 60 0 V;
VCN = 220∠ − 210 0 V VBC = 380∠ − 190 0 V
IA Z
N
IN A Z Z
IC C
V AN V V
IA = ; I B = BN ; I C = CN (16.6)
Z Z Z
Dalam persamaan (16.6) VAN , VBN , dan VCN adalah tegangan-
tegangan fasa yang berbeda fasa 120o satu terhadap lainnya. Karena
tegangan ini dibagi oleh Z yang sama untuk mendapatkan arus fasa,
jelaslah bahwa masing-masing arus fasa akan tergeser dengan sudut
yang sama dari tegangan fasa yang bersangkutan.
Jika kita tetap menggunakan VAN sebagai referensi maka
VAN V fn ∠0
o
V fn
IA = = = ∠−θ = If∠−θ
Z Z ∠θ Z
VBN V fn ∠ − 120
o
V fn
IB = = = ∠(−120o − θ) = I f ∠(−θ − 120o )
Z Z ∠θ Z
VCN V fn ∠ − 240
o
V fn
IC = = = ∠(−240o − θ) = I f ∠(−θ − 240o )
Z Z ∠θ Z
(16.7)
Persamaan (16.7) memperlihatkan bahwa arus-arus fasa mempunyai
amplitudo sama, dan satu sama lain berbeda fasa 120o. Diagram
fasor tegangan dan arus diperlihatkan pada Gb.16.5.
309
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
Jika kita aplikasikan HAK untuk titik netral pada Gb.16.4., maka
I N + I A + I B + IC = 0
sehingga (16.9)
( )
I N = − I A + I B + IC = 0
Im
VCN IC
θ
Re
θ V AN
IB θ IA
V BN
S 3 f = V ff I A 3∠θ (16.11)
P3 f = V ff I A 3 cos θ = S 3 f cos θ
(16.12)
Q3 f = V ff I A 3 sin θ = S 3 f sin θ
V AN 220∠0 o 220∠0 o
IA = = = = 44∠ − 36,8 o A
Z 3 + j4 5∠36,8 o
I B = 44∠(−36,8 o − 120 o ) = 44∠ − 156,8 o A
I C = 44∠ − 276,8 o A
311
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
P3 f == 3 × 4 × 44 2 = 23,2 kW dan
Q3 f = 3 × 3 × 44 2 = 17,4 kVAR
I AB
IA
A
B
I CA
I BC
C
IC
Gb.16.6. Beban terhubung ∆. Arus saluran ≠ Arus fasa
Jika kita hanya ingin menghitung arus saluran, kita dapat
memanfaatkan transformasi hubungan Y-∆, sehingga beban yang
terhubung ∆ menjadi terhubung Y dengan
Z
ZY = (16.13)
3
Diagram fasor tegangan dan arus untuk beban yang terhubung ∆ ini,
dengan mengambil VAB sebagai referensi, terlihat pada Gb.16.7.
Im
VCA I CA
θ
Re
θ V AB
I BC θ I AB
− I CA
V BC IA
V AB V ff ∠0
o
V ff
I AB = = = ∠−θ
Z Z ∠θ Z
I BC = I AB ∠ − θ − 120 o ; (16.16)
I CA = I AB ∠ − θ − 240 o
313
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
I A = I AB 3∠(−θ − 30 o ) = I f 3∠(−θ − 30 o )
I B = I BC 3∠(−θ − 150 o ) = I f 3∠(−θ − 150 o ) (16.17)
I C = I CA 3∠(−θ − 270 ) = I f
o
3∠(−θ − 270 ) o
P3 f = V ff I A 3 cos θ = S 3 f cos θ
(16.19)
Q3 f = V ff I A 3 sin θ = S 3 f sin θ
S 3 f = V ff I A 3∠θ
S 3 f = V ff I A 3 (16.20)
IB
Im − V BN V AB
VCN
I CA
I AB B θ
IA
I BC Re
A θ V AN
IC I CA
C I BC θ I AB
V BN
V AB = V AN 3∠(θ AN + 30 o ) = 380∠30 o
VBC = 380∠ − 90 o
VCA = 380∠ − 210 o
Arus-arus fasa adalah
V AB 380∠30 o 380∠30 o
I AB = = = = 76∠ − 6,8 o A
Z 4 + j3 5∠36,8 o
I BC = 76∠ − 6,8 o − 120 o = 76∠ − 126,8 o A
I CA = 76∠ − 6,8 o − 240 o = 76∠ − 246,8 o A
dan arus-arus saluran adalah
315
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
Jika kita bandingkanlah besarnya arus saluran, arus fasa, dan daya
tiga-fasa yang diserap beban pada hubungan Y dan ∆ pada dua
contoh 16.2 dan 16.3 kita peroleh gambaran seperti dalam tabel
berikut.
Hubungan Y Hubungan ∆
Arus saluran Is |IA| = 44 A |IA| = 131,6 A
Arus per fasa If |IA| = 44 A |IAB| = 76 A
Daya total |S3f| 29 kVA 86,64 kVA
Dari tabel ini terlihat bahwa pada hubungan Y arus fasa maupun
arus saluran serta daya lebih rendah dari arus dan daya pada
hubungan ∆. Inilah prinsip starter Y-∆ untuk motor asinkron.
Motor di-start pada hubungan Y kemudian hubungan diubah ke ∆
setelah motor berjalan. Dengan demikian arus pada waktu start tidak
terlalu tinggi.
CONTOH-16.4: Sebuah beban seimbang terhubung Y. Arus di fasa
A adalah IA= 100∠−30o A rms , dan tegangan jala-jala VAB =
380∠30o V rms. Tentukanlah impedansi per fasa.
Solusi :
Hubungan beban adalah seperti gambar berikut.
IB B
380 V IA Z
N
A Z Z
IC
C
Tegangan fasa-netral adalah
V AB 380
V AN = ∠(θ v − 30 o ) = ∠(30 o − 30 o ) = 220∠0 o V
3 3
Impedansi per fasa adalah
V AN 220∠0 o
Z= = = 2,2∠30 o = 1,9 + j1,1 Ω
IA 100∠ − 30 o
V AB 380∠30 o
Z= = = 6,6∠30 o = 5,7 + j 3,3 Ω
I AB 57,7∠0 o
317
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
S 3 f = 3V fn I f* = 3 × V fn ∠θ v × I f ∠ − θ i = 3V fn I f ∠(θ v − θ i )
⇒ S 3 f = 3V fn I f = V ff I f 3
S3 f 50000
Is = I f = = = 60 A
V ff 3 480 3
b). Karena faktor daya juga diketahui, maka dengan mudah kita
dapat menghitung daya rata-rata P dan daya reaktif Q.
Kemudian dari nilai yang didapat ini kita menghitung resistansi
dan reaktansi beban
P = S 3 f cos ϕ = 50 × 0,9 = 45 kW ;
Solusi :
Dalam persoalan ini, beban 100 kW dihubungkan pada jala-jala
4800 V, artinya tegangan beban harus 4800 V. Karena saluran
antara sumber dan beban mempunyai impedansi, maka sumber
tidak hanya memberikan daya ke beban saja, tetapi juga harus
mengeluarkan daya untuk mengatasi rugi-rugi di saluran.
Sementara itu, arus yang dikeluarkan oleh sumber harus sama
dengan arus yang melalui saluran dan sama pula dengan arus
yang masuk ke beban, baik beban terhubung Y ataupun ∆.
Daya beban :
100
PB = 100 kW = S B cos ϕ → SB = = 125 kVA
0,8
Q B = S B sin ϕ = 125 × 0,6 = 75 kVAR
⇒ S B = PB + jQ B = 100 + j 75 kVA
Besarnya arus yang mengalir ke beban dapat dicari karena
tegangan beban diharuskan 4800 V :
319
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
100
PB = V B I B cos ϕ 3 → I B = = 15 A
4800 × 0,8 × 3
Daya kompleks yang diserap saluran adalah tiga kali (karena
ada tiga kawat saluran) tegangan jatuh di saluran kali arus
saluran konjugat, atau tiga kali impedansi saluran kali pangkat
dua besarnya arus :
2
S sal = 3Vsal I *sal = 3Z I sal I *sal = 3Z I sal = 3ZI sal
2
Jadi
S sal = 3 × (2 + j 20) × 15 2 = 1350 + j13500 VA
= 1,35 + j13,5 kVA
Daya total yang harus dikeluarkan oleh sumber adalah
S S = S B + S sal = 100 + j 75 + 1,35 + j13,5 = 101,35 + j88,5 kVA
Dari daya total yang harus dikeluarkan oleh sumber ini kita
dapat menghitung tegangan sumber karena arus yang keluar
dari sumber harus sama dengan arus yang melalui saluran.
S S = VS I S 3 = VS I B 3
SS 134,5 × 1000
⇒ VS = = = 5180 V rms
IB 3 15 3
Z1 = R1 + jX1 Z2 = R2 + jX 2
V1fn V2fn
VS cosϕ2
cosϕ1
Solusi:
Dengan tegangan beban ke-dua digunakan sebagai referensi,
maka
V2 = V2 ∠0 o , I 2 = I 2 ∠ − ϕ o2
321
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
Vs
V1 j I l1 X 1
R1 I l1
ϕ2 ϕ1 I jI l 2 X 2
1 V2
I l1 R2 Il2
I 2 = Il2
Soal-Soal
1. Jika tegangan fasa-netral pada suatu rangkaian tiga-fasa ABC
yang terhubung Y adalah 220 V rms, tuliskan fasor-fasor
tegangan fasa-netral dan tegangan fasa-fasa dengan mengambil
tegangan fasa-netral VAN sebagai fasor referensi. Urutan fasa
adalah positif. Gambarkan pula diagram fasor tegangan-tegangan
tersebut.
2. Jika tegangan fasa-fasa dalam suatu rangkaian tiga-fasa ABC
yang terhubung Y adalah 380 V rms, tuliskan fasor-fasor
tegangan fasa-netral dan tegangan fasa-fasa dengan mengambil
tegangan fasa-fasa VAB sebagai fasor referensi. Urutan fasa
adalah positif. Gambarkan pula diagram fasor tegangan-tegangan
tersebut.
3. Jika arus fasa dalam suatu rangkaian tiga-fasa ABC yang
terhubung ∆ adalah 22 A rms, tuliskan fasor-fasor arus fasa dan
arus fasa saluran dengan mengambil arus fasa IAB sebagai fasor
referensi. Urutan fasa adalah positif. Gambarkan pula diagram
fasor arus-arus tersebut.
4. Suatu beban tiga-fasa seimbang terhubung Y mempunyai
impedansi per fasa 8 + j6 Ω, dihubungkan pada jaringan tiga-
fasa ABC yang bertegangan fasa-fasa 380 V rms. Urutan fasa
positif. Hitung arus saluran dan gambarkan diagram fasor arus
saluran dengan mengambil tegangan fasa-netral VAN sebagai
referensi. Berapakah daya kompleks total yang diserap beban ?
323
Pengenalan Sistem Tiga-fasa
Resistor
Rangkaian pemroses energi maupun pemroses sinyal memerlukan
resistor yang sedapat mungkin “murni”. Gejala adanya induktansi
maupun kapasitansi pada piranti ini harus diusahakan sekecil
mungkin. Resistor juga harus mempunyai koefisien temperatur yang
rendah agar dalam operasinya perubahan nilai resistansi sebagai
akibat kenaikan temperatur masih dalam batas-batas yang dapat
diterima. Nilai resistansi yang diperlukan dalam rangkaian listrik
bisa tinggi bahkan sangat tinggi, terutama dalam rangkaian
elektronika, antara 103 sampai 108 Ω. Sementara itu material yang
sesuai untuk membangun resistor mempunyai resistivitas ρ kurang
dari 10−6 Ωm. Oleh karena itu dikembangkan konstruksi serta cara-
cara pembuatan resistor yang dapat memenuhi persyaratan-
persayaratan teknis (termasuk dimensi) serta pertimbangan-
pertimbangan ekonomis.
I.1. Konstruksi
Lapisan Tipis (Thin Films). Di atas permukaan suatu bahan
pendukung (substrat) dibuat lapisan tipis bahan resistif melalui
proses evaporasi (penguapan) ataupun sputtering dalam vakum.
Bahan-bahan metal seperti aluminium, perak, emas, dan Ni-Cr dapat
dengan mudah diuapkan dalam vakum untuk membentuk lapisan
tipis di atas permukaan substrat. Ketebalan lapisan yang diperoleh
adalah sekitar 10 nm. Setelah lapisan tipis ini terbentuk, dilakukan
“pengupasan” lapisan menuruti pola-pola tertentu untuk
memperoleh lebar dan panjang lapisan yang diinginkan sesuai
dengan nilai resistansi yang diperlukan. Proses “pengupasan” dapat
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan air jet yang
mengandung partikel-partikel abrasif, atau penguapan dengan
berkas sinar laser atau berkas elektron. Sering juga digunakan proses
photolithography.
Lapisan Tebal (Thick Film). Tebal lapisan bahan resistif aktif di
sini adalah antara 10 − 15 µm, dibuat dengan teknik sablon. Pola-
pola alur resistor dibuat lebih dahulu pada screen yang kemudian
diletakkan tetap sekitar 1 − 3 mm di atas permukaan substrat. Cat
Lampiran I 325
dengan kekentalan tertentu, yang merupakan bahan resistor,
diletakkan di atas screen kemudian disapukan merata menggunakan
penyapu dari karet-keras dengan tekanan yang cukup agar screen
menyentuh permukaan substrat. Jika penyapuan dihentikan screen
akan kembali pada posisi semula dan terbentuklah pola-pola cat di
atas substrat. Kekentalan cat harus dibuat sedemikian rupa sehingga
pada waktu screen terangkat, cat yang berada di atas substrat
meluber ke tempat yang semula tertutup oleh benang / kawat screen.
Dengan demikian ketebalan lapisan tidak terlalu bervariasi.
Cat bahan resistor diperoleh melalui pencampuran tepung bahan
konduktif (biasanya oksida misalnya PdO, RuO2, dengan
koduktivitas 106 − 106 Sm−1) dengan tepung silikat (boro-silikat
timbal) serta campuran bahan organik. Setelah pola-pola resistor
terbentuk di atas permukaan substrat, dilakukan pemanasan secara
terkendali pada temperatur antara 100 − 150 oC sehingga larutan
organik menguap. Sisa-sisa bahan organik yang masih tersisa
dihilangkan dengan pemanasan pada temperatur 200 − 400 oC. Yang
tertinggal adalah campuran silikat dan komponen resistif aktif yang
akan melekat dengan baik pada permukaan substrat melalui
pemanasan pada temperatur 800 oC.
Gulungan Kawat. Untuk memperoleh kemampuan arus yang lebih
tinggi, dibuat resistor dari gulungan kawat. Untuk mengurangi efek
induktansi pada gulungan kawat ini dilakukan cara penggulungan
tertentu, misalnya penggulungan bifilar.
Resistor Dalam Rangkaian Terintegrasi. Selain konstruksi tersebut
di atas, kita mengenal resistor-resistor dalam rangkaian terintegrasi.
Tabel-I.3: Potensiometer
Type & Nilai Numerik Toleransi ±% Daya [W]
Komposit: 50 Ω - 5 MΩ 10 2
Lapisan Logam:
2,5 0,5 ÷ 1
50 Ω - 10 kΩ
Kawat gulung:
2,5 1 ÷ 1000
10 Ω - 100 kΩ
Lampiran I 327
Halaman Kosong
Lampiran II 329
Dari (II.2) dan (II.3) kita dapat menentukan kerapatan energi dalam
dielektrik yang diperkenankan, yaitu
Cd 2 ε r ε 0Vk ε r ε 0 E b2
2
1 2 1 2
CV k volume = CV k = =
2 2 εrε0 2d 2 2η 2
(II.4)
Persamaan (II.4) menunjukkan bahwa dalam memilih dielektrik
untuk kapasitor tegangan tinggi faktor εrEb2 perlu diperhatikan.
Muatan yang dapat tersimpan dalam kapasitor adalah q = CVk .
Efisiensi penyimpanan muatan adalah q/ volume menjadi
q C
= Vk (II.5)
volume volume
Jadi efisiensi penyinpanan muatan sama dengan efisiensi volume
kali tegangan kerjanya.
IC I tot
C Rp δ
I Rp VC
Gb.II.1. Rangkaian ekivalen kapasitor dengan resistor paralel.
.
Rs IC = I R
Vtot
V Rs
C δ
VC
Gb.II.2. Rangkaian ekivalen kapasitor dengan resistor seri.
Lampiran II 331
ini sering disebut e.s.r. (equivalent series resistance). Untuk
frekuensi tinggi, selain resistansi kita perlu memperhitungkan pula
adanya gejala induktansi L pada sambungan-sambungan kawat serta
elektroda. Dalam hal terakhir ini rangkaian ekivalen kapasitor
berupa rangkaian seri resistor Rs, iduktor Ls dan kapasitor ideal C,
yang pada frekuensi tinggi tertentu bisa terjadi resonansi.
dengan ε′r adalah bagian riil dan ε′r′ adalah bagian imajiner dari
permitivitas. Dengan pengertian ini maka arus kapasitor adalah
A
I C = jωCVC = jωε *r ε 0 VC
d
(II.18)
= jω(ε′r − jε′r′ )ε 0 VC = jωε′r C 0 VC + ωε′r′ C0 VC
A
d
dengan C0 adalah kapasitansi dalam vakum yang mempunyai
ε*r = ε′r − jε′r′ = 1 − j 0 .
Im
IC
ωε′r C0VC
Re
ω ε ′r′ C 0 VC VC
Gb.II.3. Diagram fasor arus kapasitor.
Pada Gb.II.3. jelas terlihat bahwa
Lampiran II 333
ε ′r′
= tan δ (II.19)
ε ′r
elektroda
dielektrik
Gb.II.4. Kapasitor pita polimer.
Lampiran II 335
dielektrik dielektrik
elektroda
dielektrik
dielektrik dielektrik
Lampiran II 337
Halaman Kosong
y= x
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4
s = Ae jθ (III.7)
s1 + s 2 = (2 + j 3) + (3 + j 4) = 5 + j 7
s1 − s 2 = (2 + j 3) − (3 + j 4) = −1 − j1
( s1 )( s 2 ) = (2 + j 3)(3 + j 4) = (6 − 12) + j (8 + 9) = −6 + j17
s1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1
= × = = + j
s2 3 + j4 3 − j4 3 +4
2 2 25 25
4
Sudut fasanya adalah ∠s = θ = tan −1 = 0,93 rad .
3
Representasi polar adalah: s = 5e j0,93
Re
s*= σ − jω
s = σ − jω .
Untuk beberapa nilai s kita dapat nilai X(s) pada tabel dan
gambar berikut:
s X(s)
s1 1 + j1 X1 −2 + j 2
s2 2 + j2 X2 0 + j4
s3 2 + j0 X3 0 + j0
X2
4
3
X1 s2
2
s1
1
X3 s3
0
-2 -1 0 1 2
Setiap nilai s memberikan X(s). Ada satu nilai s yang khusus yaitu
yang memberikan nilai X ( s ) = 0 + j 0 ; s ini kita sebut zero yang
artinya membuat fungsi kompleks menjadi bernilai nol.
Suatu fungsi kompleks X(s) dikatakan mempunyai zero di s = z1
jika
lim X ( s ) = 0
s → z1
s−b
CONTOH: Tinjau suatu fungsi kompleks X ( s ) = , a≠b
s−a
Fungsi ini mempunyai pole di s = a dan zero di
s=b
bm s m + bm −1s m −1 + L + b0 B( s )
X (s) = n −1
=
an s + an −1s
n
+ L + a0 A( s )
Jika koefisien X(s) nyata maka akar-akar kompleks dari B(s) dan
A(s) akan berupa pasangan konjugat. Bentuk pernyataan fungsi
rasional seperti (III.11) ini memperlihatkan dengan jelas pole dan
zero-nya. Pada umumnya kita menghadapi fungsi yang proper,
sehingga jumlah zero lebih kecil dari jumlah pole. Dalam keadaan
demikian sering kita menganggap bahwa fungsi demikian
mempunyai (n − m) zero di tak hingga.
( s + 1)
Fungsi ini dapat ditulis sebagai X 1 ( s ) = .
( s + 4)
Im
× 1
× Re
−2 −1
× −1 1
Zero ada di s = 1 ;
Pole ada di s = −1, (−2−j1), (−2+j1).
Dari relasi (III.2) ini kita dapat menyatakan bahwa A cos θ adalah
bagian nyata dari bilangan kompleks Ae jθ yang kita tuliskan
A cos θ = Re Ae jθ (III.13)
Jika relasi (III.13) ini kita tetapkan sebagai relasi untuk menyatakan
fungsi sinus (yang dalam hal ini dinyatakan sebagai cosinus) maka
penulisan Re di ruas kanan (III.13) tidak perlu dituliskan lagi sehingga
A cos θ = Ae jθ (III.14)
Relasi (III.14) inilah pernyataan besaran sinusoidal menggunakan
bilangan kompleks: A di ruas kiri adalah amplitudo besaran sinusoidal,
dan A di ruas kanan adalah panjang vektor pernyataan bilangan
komplek secara vektor. Karena dalam pernyataan bilangan kompleks
secara vektor θ adalah sudut antara arah vektor dengan sumbu nyata,
maka kita dapat menyatakan bilangan kompleks dengan menyatakan
panjang vektor dan sudutnya
Ae jθ = A∠θ (III.15)
sehingga (III.14) menjadi
A cos θ = A∠θ (III.16)
Dalam besaran-besaran berbentuk sinusoidal dengan amlitudo A,
misalnya tegangan sinusoidal, θ merupakan fungsi waktu yang dapat
kita tulis θ = ωt + ψ ; ω adalah frekuensi sudut dalam radian/detik, dan
ψ adalah sudut fasa yaitu pergeseran sudut yang sudah terjadi pada
t = 0 . Dari (III.16) kita dapat menyatakan
V1 = V1∠α1 = V1e jα 1 ; V2 = V2 ∠α 2 = V2 e jα 2
⇒ V1 × V2 = V1V2 e j (α1 + α 2 ) = V1V2 ∠(α1 + α 2 )
V1 = V1∠α1 , I1 = I1∠β1 ⇒ I1∗ = I1∠ − β1
⇒ V1 × I1∗ = V1I1∠(α1 − β1 )
Indeks 353
o setengah gelombang 48, 90,
Op Amp 97, 98, 99, 204 199
parabolik 30 signum 31
p sinus 17
pembagi arus 125, 234 sinus teredam 25
pembagi tegangan 125, 2333 sinyal persegi 49
pemotong gelombang 93 sinyal segitiga 49
penguat inversi 205 sinyal waktu diskrit 9
penguat non-inversi 101, 205 sinyal waktu kontinyu 9
pengukuran resistansi 181 spektrum sinyal 39
pengurang 210 struktur dasar 3
penjumlah 207 sumber praktis 84
pensaklaran 95 sumber arus bebas 82
periodik 35 sumber ekivalen 122
peubah sinyal 9 sumber tak-bebas 87
proporsionalitas 126, 247 sumber tegangan bebas 81
r superposisi 127, 145, 247, 251
ramp 24 t
rangkaian ekivalen 295, 296 tegangan 8
rangkaian ekivalen Thévenin tegangan simpul 158, 256
249, 253 teorema Millman 128
rangkaian penyangga 100, 204 teorema substitusi 133
reduksi rangkaian 142, 254 teorema Tellegen 134
referensi sinyal 9 teorema Thévenin 128
resistansi ekivalen 120 theorema Norton 129
kabel 182 tiga-fasa 305, 306
resistor 55, 56, 57, 231 transformasi Y-∆ 123
resonansi 259, 261 transformator 74, 287
s u
saklar 73 unit output 144, 250
saluran udara 183 v
segitiga daya 269 VCCS 87, 88
VCVS 87, 88