Anda di halaman 1dari 23

OPTIMASI PRODUKSI XILANASE DAN APLIKASINYA PADA

PEMBUATAN GULA XILOSA dari TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Makalah Tugas Mata Kuliah Teknologi Enzim Dan Mikrobial

OLEH:

PARLAN
240120190501

MASTER TEKNOLOGI AGROINDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
I. PENDAHULUAN

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah utama dari industri

pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit. Persentase limbah TKKS adalah 23%

dari tandan buah segar, komponen utama dari TKKS adalah 35-42% selulosa, 25-35%

hemiselulosa dan lignin 11-23% (Mardawati, Stephanie; Arlene; Kresnowati, dan

Setiadi, 2013). Tingginya kandungan hemiselulosa tersebut berpotensi untuk

memproduksi gula xilosa oleh xilanase dengan memanfaatkan xilan melalui hidrolisis

enzimatis.

Xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa pada dinding sel

tumbuhan yang tersusun atas unit-unit gula xilosa yang terkait dengan ikatan glikosidik

β-1,4. Xilanase merupakan kelompok enzim yang memiliki kemampuan

menghidrolisis hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan menjadi xilosa (Mardawati,

Anett, Penia, 2014). Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memecah molekul

menjadi dua bagian dengan penambahan molekul air (H 2O), dengan tujuan untuk

mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana (Osvaldo, Panca

dan Faizal, 2012). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan asam kuat,

sedangkan dengan cara hayati menggunakan enzim murni atau mikroorganisme

penghasil enzim (Usmana, Sapta, dan Novi, 2012). Salah satunya adalah Trichoderma

sp. yang dapat menghasilakn enzim xilanase yang selanjutnya dapat digunakan untuk

hidrolisis xilan menjadi xilosa melalui proses fermentasi semi padat atau solid state

fermentation (Mardawati, Parlan, Tita dan Bambang, 2017).

Hidrolisis enzimatik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis

asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih
rendah (suhu rendah), berpotensi memberikan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan

peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif. Beberapa kelemahan dari

hidrolisis enzimatik antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, dan kerja

enzim dihambat oleh produk. Selain itu, terdapat beberapa langkah dalam hidrolisis

xilosa, yaitu pretreatment dan hidrolisis. Pretreatment menggunakan autoclave pada

suhu 1210c selama 15 menit yang bertujuan untuk memecah ikatan lignin dan merusak

struktur kristal selulosa agar mudah terurai menjadi komponen-komponen sederhana

untuk memudahkan proses peneterasi xilanase. Tahap fermentasi enzimatis bertujuan

untuk mengubah xilan menjadi xilosa oleh xilanase (Mardawati et al., 2017).

Pada fermentasi fase padat kadar air diperoleh dari penambahan media

pertumbuhan (moistening solution), penambahan moistening solution dimaksudkan

untuk memperbanyak jumlah sel dan membantu adaptasi sel terhadap kondisi

lingkungan baru (Alves-Prado et al., 2010). Metabolisme mikroorganisme

membutuhkan makronutrien seperti nitrogen, fosfor, kalium, sulfur, serta mikronutrien

seperti elemen kromium, kobalt, selenium, tungsten, magnesium, besi, seng, nikel,

molibdenum, dan lain- lain (Yang et al., 2013). Larutan garam mineral penting untuk

produksi enzim karena beberapa enzim seperti xilanase, selulase dan proteinase sangat

sensitif terhadap komposisi moistening solutions yang digunakan (Shah dan

Madamwar, 2005). Larutan garam yang mengandung campuran mineral esensial

seperti Mg, K, dan P perlu ditambahkan dengan konsentrasi tertentu ke dalam medium

fermentasi karena adanya penambahan satu atau beberapa kombinasi konsentrasi

larutan mineral berpengaruh terhadap proses fermentasi dan produk metabolit yang
dihasilkan oleh mikroba. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan

kajian lebih janjut untuk mengetahui kosnentrasi optimum larutan moistening solution.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang optimasi produksi xilanase melalui

fermentasi semi solid menggunakan substrat tandan kosong kelapa sawit oleh

Thricoderma viridae. Setelah mendapatkan enzim xilanase berikutnya diaplikasikan

pada pembuatan gula xilosa mengguanakan substrat xilan yang terdapat pada TKKS

menggunakan enzim xilanase hasil optimasi.


II. TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah padat

yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Indonesia sebagai penghasil kelapa

sawit terbesar di dunia dengan produksi dari tahun ke tahun semakin meningkat

seperti yang terlihat pada Gambar 1 memiliki potensi limbah TKKS yang sangat

besar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2015).

Gambar 1. Produksi Minyak Sawit di Indonesia Tahun 2013 - 2016


Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2015

Saat ini, limbah tandan kosong kelapa sawit hanya dimanfaatkan menjadi

pakan ternak dan pupuk kompos. Menurut Fauzi et al. (2005), dari 1 ton tandan

buah segar (TBS) yang diolah akan dihasilkan 23-25% TKKS, 13-15% serat, 6,5%

cangkang, 5,5-6% biji dan 16-20% crude palm oil (CPO). Misalnya produksi

minyak sawit pada tahun 2016 sekitar 33.500.691 ton, maka diperkirakan jumlah

limbah TKKS di Indonesia pada tahun 2016 yaitu 33.500.691 ton ton CPO/16% x

5
23% = ± 48,16 juta ton TKKS. TKKS termasuk biomassa lignoselulosa yang

memiliki banyak potensi untuk diolah menjadi bermacam-macam produk, namun

pemanfaatannya masih terbatas. Lignoselulosa merupakan karbohidrat kompleks

yang berasal dari tanaman dan tersusun dari lignin, hemiselulosa dan selulosa.

TKKS berpotensi diolah menjadi kompos, pakan ternak, briket, bahan bakar boiler,

pulp, kertas, bioetanol, dan serat (Yanti, 2013). Komposisi kimia dalam tandan

kosong kelapa sawit adalah selulosa (43-43,7%), hemiselulosa (22,93-23,67%) dan

lignin (21,28-22,10%) (Mardawati et al., 2014).

2.2 Komponen Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah salah satu polimer polisakarida heterogen yang paling

banyak melimpah di alam. Komponen terbesar dari hemiselulosa terdiri dari xilan,

galactomannan dan xiloglucan bercabang dan linear yang terikat ikatan hidrogen

dengan mikrofibril selulosa dalam dinding sel tanaman sehingga membentuk

jaringan yang kuat (de Vries and Visser, 2001).

Masing-masing komponen tersebut dapat dihidrolisis oleh enzim spesifik

misalnya : β-1,4-endoxylanase dan β-1,4-xilosidase untuk menghidrolisis xylan,

xyloglucanactivebeta-1,4-endoglukanase dan β-1,4-glukosidase untuk

menghidrolisis xyloglucan, dan β-1,4-endomannanase dan β-1,4-mannosidase

untuk menghidrolisis galactomannan (de Vries dan Visser, 2001). Struktur

hemiselulosa dan komponen dalam hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 2.


(a)

(b)

Gambar 2. (a) Struktur Hemiselulosa dan (b) Struktur Komponen dalam


Hemiselulosa
(Sumber: Amin et al., 2010)

Umumnya komponen hemiselulosa termasuk β-glukan, xilan, xiloglucan,

arabinoxilan, mannan, galactomannan, arabinan, galactan, polygalacturonan, dan

lain-lain yang merupakan target dari β-glukanase, xilanase, xyloglucanase,

Mannanase, arabinase, galactanase, poligalakturonase, glucuronidase, asetil xilan

esterase, dan enzim lainnya. Rantai utama hemiselulosa dapat terdiri dari satu jenis

monomer (homopolimer), seperti xilan, namun ada juga yang terdiri dari dua unit

atau lebih monomer (heteropolimer), seperti glukomanan.

2.3 Enzim Xilanase

Xilanase merupakan enzim yang mampu menghidrolisis ikatan β-1,4

glikosidik yang terdapat pada hemiselulosa dalam hal ini ialah xilan atau polimer

dari xilosa dan xilooligosakarida (Girindra, 1993). Enzim xilanase dapat dihasilkan

oleh bakteri dan kapang melalui proses fermentasi. Salah satu kapang yang dapat

7
menghasilkan xilanase adalah T. viridae melalui proses fermentasi (Budiman dan

Setiawan, 2010).

Xilanase dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat yang dihidrolisis, yaitu

endo-β-1,4-xilanase, β-1,4-xilosidase, asetil xilan esterase, α-L-

arabinofuranosidase dan α-D-glukoroidase, endo-β-1,4-xilanase, merupakan enzim

xilanas yang dihasilkan secara ekstraseluler (Biely, 1985). Hidrolisis xilan oleh

xilanase tejadi pada sisi aktif xilanse. Xilananse memiliki sisi aktif terdiri dari sisi

pengikat substrat dan kelompok katalitik. Struktur tiga dimensi enzim xilanase

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Tiga Dimensi Enzim Xilanase


(Sumber: Jeffries, 1996)

Terdapat dua mekanisme induksi xilanase oleh xilooligosakarida dan xilosa

(Gomes dkk., 1994 dikutip Setyawati, 2006). Mekanisme pertama,

xilooligosakarida ditransport langsung ke dalam sel dan kemudian dihidrolisis oleh

β-xiloksidase intraseluler menjadi xilosa. Mekanisme kedua, xilooligosakarida

dihidrolisis mejadi xilosa selama proses transportasi melalui membran ke dalam


matriks sel. Hidrolisis dilakukan oleh transporter penghidrolisis yang memiliki sisi

aktif untuk memecah ikatan β-1,4-ekso seperti yang dimiliki oleh β-xilosidase.

Kedua mekanisme tersebut akan menghasilkan xilosa yang merupakan induser

dalam sintetis xilanase. Regulasi biosintetis xilanase dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Biosintetis Xilanase


(Sumber : Kulkarni et al., 1999)

Beberapa mikroorganisme penghasil enzim xilanase pada proses fermentasi

fase padat dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Mikroorganisme Penghasil Xilanase pada Fermentasi Fasa Padat


Aktivitas
Mikroorganisme Substrat Sumber
Xilanase (U/g)
Thermoascus Tongkol jagung Kalogeris et al.,
61913
aurantiacus (1998)
Melanocarpus Jerami gandum Narang et al. (2001)
7760
albomyces
Sporotrichum Jerami gandum Topakas et al. (2003)
320
thermophile
9
Thermoascus Ampas tebu Dos Santos et al.
500
auranticus (2003)
Thermomyces Jerami sorgum Sonia et al. (2005)
11855
lanuginosus
Paecilomyces Jerami gandum Yang et al. (2006)
18580
themophila
Humicola Jerami gandum Kamra dan
lanuginosa 5978 Satyanarayana (2004)

Thermomyces Dedak gandum Gaffney et al. (2009)


2335
lanuginosus
Thermomyces Bagasse pulp Manimaran et al.
19320
lanuginosus (2009)
Sumber : Joshi dan Khare (2011)

2.4 Pemanfaatan Enzim Xilanase

Kebutuhan enzim xilanase di industri terus meningkat. Enzim xilanase pada

saat ini banyak dimanfaatkan untuk pembuatan gula xilosa, proses bleaching pada

pembuatan kertas, campuran makanan ternak, dan juga digunakan untuk industri

makanan dan minuman (Richana, 2002).

Pemanfaatan Xilanase untuk Proses Pembuatan Kertas. Xilanase digunakan

untuk menghilangkan hemiselulosa dalam proses bleaching pada industri kertas.

Enzim ini sebagai pengganti cara kimia sehingga pencemaran racun limbah kimia

akan dihindari dan lebih murah (Ruizarribas et al., 1995). Xilanase merupakan

enzim yang pertama kali dilaporkan untuk pemutihan kertas dan seka-rang telah

digunakan pada beberapa pabrik kertas (Bourbonnais et al., 1997).

Pemanfaatan Xilanase sebagai Gula Xilosa. Xilanase juga dapat digunakan untuk

menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi gula xilosa. Xilan banyak diperoleh

dari limbah pertanian dan industri makanan. Pengembangan proses hidrolisis secara

enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan limbah hemiselulosa

(Goswami dan Seema, 2015).


2.5 Gula Xilosa

Xilosa adalah gula yang diisolasi dari bahan berlignoselulosa dengan proses

hidrolisa asam atau enzim, Xilosa diklasifikasikan sebagai monosakarida tipe

aldopentosa yang memiliki lima atom carbon dan satu gugus aldehid. Xilosa

merupakan salah satu penyusun utama dari hemiselulosa, yang terkandung sekitar

30 % dalam tanaman. Fraksi hemiselulosa dapat dihidrolisa dengan mudah oleh

asam. Jika sellulosa dan hemiselulosa dimanfaatkan dalam proses hidrolisis secara

efisien, hemiselulosa akan terhidrolisa secara komplit menjadi D-xilosa (50 – 70 %

w/w) dan L-arabinosa (5 – 15 % w/w), dan sellulosa akan dikonversi menjadi

glucose (Ladish, 1989; Cao et al 1995; Puls & Schuseil, 1993).

Xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa pada dinding sel

tumbuhan yang terikat pada selulosa, pektin, lignin dan polisakarida lainnya untuk

membentuk dinding sel. Xilan adalah senyawa dengan rantai utama homopolimer

yang tersusun atas unit unit gula xilosa yang terkait dengan ikatan glikosidik β-1,4.

Jumlah xilan di berbagai macam kayu bervariasi tergantung dari jenis kayunya dan

bisa mencapai lebih dari 20 % (Fengel dan Wegener, 1999). Komponen xilan juga

melimpah pada limbahlimbah pertanian seperti dedak gandum 12,3%, bagas tebu

9,6% dan sekam padi 12,1% (Richana dkk.,2004). Karena jumlah xilan di alam

sangat besar dimana merupakan jumlah terbesar kedua setelah selulosa

(Subramaniyan dan Prema, 2002), maka xilan merupakan komponen yang sangat

menjanjikan untuk dikonversi menjadi gula xilosa (Hidayat dan Herlis, 2015).

11
2.6 Fermentasi Fase Padat

Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk

menghasilkan metabolit primer dan sekunder dalam suatu lingkungan yang

dikendalikan. Fermentasi fase padat adalah salah satu cara fermentasi substrat pada

kondisi kelembaban tinggi dengan media pertumbuhan yang ketersediaan airnya

tercukupi (Amir et al., 2011).

Saat ini produksi enzim banyak dilakukan dengan menggunakan metode

fermentasi fasa padat atau solid state fermentation (fermentasi fase padat). Prinsip

dasar fermentasi fase padat adalah pertumbuhan mikroba pada substrat padat

dengan kadar air rendah namun substrat harus memiliki kadar air yang cukup untuk

mendukung pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Lonsane et al., 1985; dikutip

Lio, 2012). Keuntungan dari fermentasi fase padat diantaranya adalah medium

fermentasi yang lebih murah, peralatan dan pengaturan operasi sederhana diperoleh

jumlah produk yang lebih tinggi, kebutuhan energi yang rendah, proses scaling up

yang lebih mudah, stabilitas produk yang lebih tinggi dan pengendalian

kontaminasi lebih mudah karena rendahnya kadar air saat fermentasi berlangsung

(Hema et al., 2006; dikutip Lio, 2012).

2.7 Optimasi Kondisi Fermentasi (SSF)

Optimasi kondisi pada fermnetasi fase padat sangat penting dalam

mendukung pertumbuhan mikroorganisme dan memaksimalkan hasil produksi.

Parameter untuk optimasi SSF yang harus diperhatikan adalah sumber karbon dan

nitrogen, adaptasi inokulum, pH, suhu, waktu inkubasi, kadar air (water content)

(Bhargav et al., 2008; dikutip Lio, 2012). Salah satu faktor utama keberhasilan
proses SSF adalah pemilihan substrat padat. Substrat padat tersebut digunakan

sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi mikroba untuk melakukan aktivitas

hidupnya (Shah dan Madamwar, 2005).

pH dan Suhu

Adanya perubahan pH dan temperatur lingkungan akan mengakibatkan

aktivitas enzim ikut mengalami perubahan. Karena itu tiap enzim mempunyai pH

dan temperatur tertentu yang menyebabkan aktifitasnya mencapai keadaan

optimum. Pada kondisi suhu optimum aktivitas enzim akan mencapai aktivitas

tertinggi ( Sadikin, 2002). Reaksi enzim yang terjadi di bawah suhu optimum akan

menyebabkan kakunya struktur protein, sehingga digesti substrat tidak optimal,

sedangkan di atas suhu optimal akan menyebabkan rusaknya struktur protein enzim,

sehingga akan menurunkan aktivitas enzim. Rusaknya struktur lipatan protein

berada dalam struktur primer disebut denaturasi (Madigan dkk., 2012).

Derajat keasaman (pH) berkaitan dengan keberadaan ion hidrogen (H+),

konsentrasi ion hidrogen sangat mempengaruhi aktivitas enzim, Karena enzim aktif

apabila asam amino yang merupakan sisi aktif enzim berada dalam keadaan ionisasi

tepat (Volk dan Wheeler 1995). pH terlalu asam atau terlalu basa akan

menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga enzim tidak aktif (Kandel dan

McKane, 1986). Aktivitas enzim juga dipengaruhi oleh adanya senyawa spesifik

yang terikat pada enzim. Senyawa inhibitor dapat menghambat aktivitas enzim

sedangkan senyawa activator dapat mgningkatkan aktivitas enzim (Volk dan

Wheeler, 1995).

Sumber Karbon dan Nitrogen

13
T. viridae dan Aspergillus hanya menggunakan xilan sebagai sumber karbon

dalam memproduksi enzim xilanase dan keberadaan sumber karbon ini akan

mempengaruhi perkusor dalam mensintesis protein (Kulkarni et al., 1998). Dalam

penelitian Suvarna Lakshmi et al. (2011) sumber nitrogen organik dari urea dan

pepton merupakan sumber nitrogen yang paling baik dalam memproduksi enzim

xilanase (37.799 U g-1 dan 28.520 U g-1) oleh A. terreus dan A. fumigatus. Seyis

dan Aksoz (2005) melaporkan bahwa penambahan amonium sulfat (NH 4)2SO4

meningkatkan produksi xilanase oleh Trichoderma harzianum pada konsentrasi

0,14% dari variasi konsentrasi 0,12%, 0,14% dan 0,16%.

Sumber alternatif lain yang bisa digunakan sebagai sumber karbon bisa

digantikan dengan glukosa, laktosa, sukrosa, maltosa atau karboksimetilselulosa

(CMC) dan aktivitas spesifik tertinggi terjadi pada xilan sebagai sumber karbon

yang ditambahkan 0,2% glukosa (Seyis dan Aksoz, 2005). Aktivitas enzim xilanase

sangat dipengaruhi oleh ekstrak ragi yang digunakan. Penelitian dilakukan oleh

Haltrich et al. (1996) dengan S. commune untuk memproduksi enzim xilanase

menggunakan yeast ekstrak konsentrasi tinggi, pada saat konsentrasi dinaikkan dari

45 menjadi 90 g/L pada media cair ternyata pembentukan xilanase menjadi dua kali

lipat. Kemudian Purkarthofer et al. (1993) dengan Thermomyces lanuginosus

menggunakan yeast ekstrak dengan komposisi 1,75%, 2,1%, 5,7%, dan 7,0 % pada

fermentasi padat, ternyata hasil terbaik dicapai pada konsentrasi 1,75 %.

Waktu Inkubasi

Hasil penelitian Septiningrum dan Chandra (2011) menunjukkan aktivitas

xylanase dari Bacillus circulans tertinggi diperoleh pada hari ke-4 dengan aktivitas

11.006 U/mL. Sedangkan peneliti yang dilakukan oleh Febrianti dkk (2014)
melaporkan bahwa waktu inkubasi optimum adalah 60 jam, dengan aktivitas

xilanase dari substrat tandan kosong kelapa sawitdan kulit apel oleh T. viridae

berturut-turut sebesar 20.875 Unit dan 20.653 Unit. Hal ini serupa dengan

penelitian yang dilakukan oleh Windari dkk (2014) waktu inkubasi optimum pada

produksi xilanase dari T. viridae menggunakan fermentasi semi padat dengan

substrat kulit kedelai dan kulit kacang hijau terjadi pada waktu inkubasi 60 jam

dengan aktivitas xilanase sebesar 18,71 U untuk substrat kulit kedelai dan 18,57 U.

Kadar Air (Water Content)

Kadar air (water content) merupakan faktor terpenting penentu keberhasilan

proses fermentasai fase padat (SSF) (Shah dan Madamwar, 2005). Kadar air dalam

proses fermentasai fase padat diperoleh dengan cara membasahi substrat padat

dengan moistening solutions dengan rasio tertentu. Jika kadar air proses SSF terlalu

tinggi, porositas substrat akan menurun akibatnya ukuran partikel dan tekstur

substrat berubah, dan transfer oksigen menjadi rendah. Sebaliknya, jika kadar air

proses SSF terlalu rendah akan menurunkan kelarutan nutrisi dari substrat padat

akibatnya pertumbuhan mikroba terganggu sehingga produksi enzim akan

terhambat. Kadar air ini berpengaruh terhadap sifat fisik substrat padat yang

digunakan sebagai medium fermentasi yang pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap pertumbuhan mikroba dan biosintesis produk (Xin dan Geng, 2010).

III. PRODUKSI ENZIM XILANASE

3.1 Alat dan Bahan

Bahan baku yang digunakan pada percobaan adalah tandan kosong kelapa

sawit, biakan mikroba lama T. viridae, Popatoes Dextrose Agar (PDA), garam

15
mineral. Alat yang digunakan dalam percobaan adalah inkubator, autoklaf,

sentrifuse, waterbath, timbangan analitik,

3.2 Prosedur Penelitian

a) Preparasi Sampel

(a) (b)

(c)

Gambar 6. (a) Pembuatan Bahan Baku, (b) Biayakan dan (c) Pembuatan Koji
b) Proses Produksi Xilanase

Proses produksi enzim xilanase dilakukan dengan mencampurkan 6,3 gram

substrat (tandan kosong kelapa sawit) dengan 10 mL moistening solution

(Mardawati et al., 2013) yang merupakan hasil optimasi produksi enzim xilanase

dengan fermentasi fasa padat menggunakan T. viridae. Penambahan moistening

solution dimaksudkan untuk memperbanyak jumlah sel dan membantu adapatasi

sel terhadap kondisi lingkungan baru (Alves-Prado et al., 2010). Metabolisme

mikroorganisme membutuhkan makronutrien seperti nitrogen, fosfor, kalium,

sulfur, serta mikronutrien seperti elemen kromium, kobalt, selenium, tungsten,

magnesium, besi, seng, nikel, molibdenum, dan lain- lain (Yang et al., 2013).

Campuran dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kemudian dilakukan

pretreatment. Pretreatment yang dilakukan adalah menggunakan autoklaf yang

merupakan hasil optimal dalam memproduksi enzim xilanase (Surya, 2016). Proses

pembuatan medium fermentasi (moistening solution), pretreatment, dan proses

produksi dapat dilihat pada Gambar 7.

(b)

(a)

17
(c)

Gambar 7. (a) Pembuatan larutan garam, (b) Substrat dan (c) Fermentasi

c) Proses Pemanenan

Pemanenan adalah proses pengambilan hasil fermentasi enzim xilanase.

Hasil pemanenan pada penelitian ini adalah ekstrak kasar enzim xilanase (crude

enzyme) dari supernatan. Larutan hasil fermentasi ditambahkan akuades sebanyak

40 mL (4 kali jumlah moistening solution). Pengadukan kemudian dilakukan

menggunakan shaker (100 rpm selama 1 jam pada suhu ruangan (250C).

Pengadukan dengan kecepatan yang rendah dan konstan akan menghindari

terbentuknya busa, yang menandakan bahwa enzim telah terdenaturasi (Handayani

& Ratnadewi, 2013). Ekstrak enzim selanjutnya saring secara vakum dengan

medium kertas saring dan disentrifugasi (10000 rpm selama 10 menit pada suhu

4OC) untuk menghilangkan substrat. Pengamatan yang dilakukan terhadap ekstrak

kasar enzim xilanase adalah nilai aktivitas enzim dan kadar protein. Proses

pemanenan enzim xilanase dapat dilihat pada Gambar 8.


Gambar 8. Proses Pemanenan Enzim Kasar Xilanase

19
VI PRODUKSI XILOSA oleh Xilanase
Daftar Pusataka

Alves-Prado, H.F., Pavezzi, F.C., Leite, R.S.R., de Oliveira, V.M., Sette, L.D.,
Dasilva, R., 2010. Screening and Production Study of Microbial Xylanase
Producers from Brazilian Cerrado. Appl. Biochem. Biotechnol. 161, 333–
346. doi:10.1007/s12010-009-8823-5.

Amin, N.A.S., N. Ya’aini, M. Misson, R. Haron dan M. Mohamed. 2010.


Pretreatment Of Empty Palm Fruit Bunch For Lignin Degradation. Journal
of Applied Sciences. 10 (12) : 1181 – 1186.

Amir, I., Zahid, A., Yusuf, Z., Iqbal H., Aish, M., Muhammad, I., dan Sajid, M.
2011. Optimization of Cellulase Enzyme Production from Corn Cobs
using Alternaria Alternata by Solid State Fermentation. Journal of Cell and
Molecular Biology. 9(2):51-56.

Budiman, A., dan S. Setiawan. 2010. Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama


Inkubasi dan pH dalam Proses Isolasi Enzim Xilanase dengan
Menggunakan Media Jerami Padi. Universitas Diponegoro, Semarang.

Biely, P., 1985. Microbial Xylanolytic Systems. Trends Biotechnol. Volume 3:


286–290.

Bourbonnais, R., M.G. Paice, B. Freiermuth, E. Bodie, and S. Borneman. 1997.


Reactives of various mediators and laccases withkraft pulp and lignin
model compounds. Apll. Environ. Microbiol. 63:4632.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas


Kelapa Sawit 2013-2015. Laporan Direktorat Jenderal Perkebunan.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

De Vries R. P dan Visser J. 2001. Aspergillus Enzymes Involved in Degradation of


Plant Cell Wall Polysaccharides. Microbiol Mol Biol. 65 (4) : 497–522.

Fauzi, Y., E.W. Yustina., S. Iman., dan R. Hartono. 2005. Kelapa Sawit : Budidaya,
Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Febrianti, N. T., Sutrisno dan D. Purwonugroho. 2014. Penentuan Waktu


Fermentasi Optimum Produksi Xilanase dari Trichoderma viridae
Menggunakan Substrat Kulit Apel dan Klobot Jagung dengan Fermentasi
Semi Padat. Kimia.Student Journal. 1 (2) : 168-174.

Girindra A. 1993. Biokimia I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gomes, J., Gomes, I., Steiner,W., Esterbauer, H. 1992. Production of Cellulase and
Xylanase by a Wild Strain of Trichoderma viride. Applied Microbiology
and Biotechnology. Vol. 36 : 701–707.
Goswami, Girish K dan Seema Rawat. 2015. Microbial Xylanases and Their
Industrial Applications. Int. J. Curr. Res. Aca. Rev. 3 (6) : 436 -450.

Haltrich D, Nidetzky B, Kulbe KD, Steiner W, Zupancic S. 1996. Production of


Fungal Xylanases. Bios Technol 58: 137-161.

Jeffries, T.W. 1996. Biochemistry and Genetics of Microbial Xylanases.


http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www2.biotech.wisc.edu/
jeffries/x ylanase_review/xyl_rev2.gif&imgrefurl.

Joshi, Chetna dan S.K. Khare. 2011. Utilization of Deoiled Jatropha Curcas Seed
Cake for Production of Xylanase from Thermophilic scytalidium
Thermophilum. Bioresource Technology. 102 : 1722–1726.

Kulkarni, N., A. Shendye dan M. Rao. 1999. Molecular and Biotechnological


Aspects of Xylanases. FEMS Microbiology Review. 23 : 411-456.

Lio. Y. J. 2012. Using Soybean and Corn Processing Co-Products in Different


Fermentation Systems. Graduate Theses and Dissertations. Paper 12767.
Iowa State University.

Mardawati, E., Stephanie, Arlene, Kresnowati, M., Setiadi, T., 2013. Proceeding:
Optimization of Xylanase Production from Palm Oil Empty Fruit Bunches.
Int. Semin. Biorenewable Resour. Util. Energy Chem.

Mardawati, E., Werner, A., Bley, T., Kresnowati, M., & Setiadi, T. 2014. The
Enzymatic Hydrolysis of Oil Palm Empty Fruit Bunches to Xylose.
Journal of Japan Institute of Energy, 93, 973-978.
http://dx.doi.org/10.3775/jie.93.973.

Richana, Nur. 2002. Produksi dan Prospek Enzim Xilanasedalam Pengenbangan


Bioindustri di Indonesia. Buletin Agro Bio. 5 (1) : 29-36.

Ruizarribas, A., J. M. Fernandez Abalos, P. Sanches, A.L. Gardu, dan R.I.


Santamaria. 1995. Over production purification and biochemical
characterization of xylanase I (xys 1) from Streptomyces halstedii JM8.
Apll. and Environ. Microbiol. 61(6):2414-2419.

Septiningrum, Krisna dan C. Apriana. P. Produksi Xilanase dari Tandan kosong


kelapa sawitDengan Sistem Bioproses Menggunakan Bacillus circulans
untuk Pra-Pemutihan Pulp. Jurnal Riset Industri. 5 (1) : 87-97.

Xin, F. and Geng, A. 2010. Horticultural Waste as the Substrate for Cellulase and
Hemicellulase Production by Trichoderma reesei under Solid State
Fermentation. Available at: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19707729.
Applied Biochemistry and Biotechnology, 162 (1): 295-306.
Yang, S.-T., El-Ensashy, H., Thongchul, N., 2013. Bioprocessing Technologies in
Biorefinery for Sustainable Production of Fuels, Chemicals, and Polymers.
John Wiley & Sons.

Yanti, M. 2013. Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat (H2SO4) dan Waktu Hidrolisis
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) terhadap Kadar Gula Reduksi
sebagai Bahan Baku Bioetanol. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.

23

Anda mungkin juga menyukai