Anda di halaman 1dari 161

LAPORAN PRAKTIKUM

BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum ini. Shalawat
beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada umatnya sampai akhir
zaman. Laporan praktikum Budidaya Tanaman Perkebunan ini disusun sebagai
syarat untuk memenuhi kewajiban dari mata kuliah Budidaya Tanaman
Perkebunan. Selesainya laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan dan
kerjasama berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Tridjoko Agustono, M.P., dan Ibu Ir. Kartini, M. S., selaku Dosen

Mata Kuliah Budidaya Tanaman Perkebunan;

2. Andi Abdul Sani H., selaku Asisten Praktikum.

3. Orang tua, dan teman-teman, dan pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan

satu persatu

Penyusunan laporan akhir praktikum ini, penulis menyadari masih terdapat


banyak kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja. Penulis
mengharapkan masukan yang membangun agar dapat menjadi lebih baik, semoga
laporan praktikum ini mendapat ridho dari Allah SWT dan dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Purwokerto, 22 Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA I
PROFIL PTPN IX KEBUN KRUMPUT

PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet merupakan salah satu komoditas yang saat ini berkembang pesat di

Indonesia. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini

posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand.

Tanaman karet yang saat ini lebih banyak digunakan adalah adalah karet sintetik,

tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih

merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.

Beberapa bagian tanaman karet yang dapat dimanatkan yaitu bagian biji, kayu dan

lateks. Bagian-bagian tersebut dapat dimanfaatkan sebgai minyak cat, mebel,

banbusa, benang dan lain sebagainya.

Mengingat banyaknya kebutuhan manusia yang digunakan dari bahan

karet maka muncul berbagai perusahaan perkebunan baik tu milik swasta maupun

milik Negara. Perusahaan ini kebnayakan merupakan perusahaan agrobisnis.

Dengan adanya perusaan agrobisnis ini harapannya produk pertanian baik itu

hortikultura maupun perkebunan memiliki nilai dan mutu yang tinggi sehingga

mampu bersaing dengan Negara-negara lainnya.

Terlebih lagi Negara Indonesia merupakan Negara Agraris yang sector

terbesar kita yaitu pertanian. oleh karena itu pengenalan profile PTPN IX ini harus

kita ketahui terlebih dahulu untuk memudahkan kita mendapatkan informasi

mengenai hal-hal apa saja tentang PTPN IX. Praktikum kali ini dilakukan di

kebun karet Krumput Banyumas dengan metode observasi.


B. Tujuan

1. Mengetahui kelembagaan PTPN IX Kebun Krumput

2. Mengetahui structural organisasi pada PTPN IX Kebun Krumput

3. Mengetahui luas lahan PTPN IX Kebun Krumput

4. Mengetahui komoditas yang dibudidayakan di PTPN IX Kebun Krumput

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karet merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peranan yang sangat


penting di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan pekerjaan bagi sekitar 1,4

juta kepala keluarga, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan

sebagai salah satu sumber devisa non-migas. Produktifitas dan pertumbuhan

tanaman karet dipengaruhi oleh faktor keadaan tanaman pada awal pembibitan,

yaitu: klon entres yang unggul dan murni, bibit batang bawah yang prima,

lingkungan tumbuh yang berhubungan dengan kondisi kesuburan tanah,

manajemen pemeliharaan tanaman, dan sistem eksploitasi (sadapan) yang

disiapkan(Widyati, 2011).

Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS

dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga

memulai produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan

optimal antara 2.000 mm sampai 2.500 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar

antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari,

produksi akan berkurang. tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah

dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari

permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal

diperlukan berkisar antara 25° sampai 35°C(Anwar, 2001).

Tanaman karet merupakan pohon dengan ketinggiannya dapat mencapai 30-

40 m. Sistem perakarannya padat atau kompak akar tunggangnya dapat

menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat

menyebar sejauh 10 m. Batangya bulat atau silindris, kulit kayunya halus, rata,

berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus (Siregar, 1995). Karet

merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi didalam upaya


peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir

terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1 juta ton tahun 1985 menjadi 1,3

juta ton tahun 1995 dan 1,9 juta ton tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi

ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2,25 milyar, merupakan 5% dari pendapatan

devisa non-migas. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang

cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan

Kalimantan (Kamarijani. 1983).

Tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama

lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri

pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet

lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya

mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi

belum optimal, sehingga diperlukan upaya pemanfaatan lebih lanjut

(Djohana,1993).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum meliputi alat tulis, alat

dokumentasi, lembar pengamatan, dan data profil PTPN IX Kebun Krumput

B. Prosedur Kerja

1. Praktikan berkumpul di aula PTPN IX Kebun Krumput

2. Praktikan mendengarkan penjelasan tentang profil PTPN IX Kebun Krumput

yang dijelaskan oleh petugas.

3. Praktikan mencatat penjelasan ke dalam lembar pengamatan


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) didirikan pada tanggal 11 Maret

1996 berdasarkan ketentuan Pemerintah No.14 Th.1996. yang tertuang dalam

Akta Notaris Harun Kamil, S.H. No. 42 Th. 1996 yang disahkan oleh menteri

Kehakiman No. C2-8337.HT.01.01.TH 96 tanggal 8 Agustus 1996.Lalu, diubah

dengan Akta Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo, S.H. No.1 tanggal 9 Agustus2002

dan disahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman dan HakAsasiManusiaNomor :

C-19302 HT.01.04 TH. 2002 tanggal 7 Oktober 2002.Pada tanggal 14 Februari

1996, PT. Perkebunan Nusantara IX ini merupakan perusahaan yang dilebur dari

PT. Perkebunan Nusantara XV-XVI (Persero) danPT. Perkebunan Nusantara

XVII (Persero).

Perkebunan Nusantara IX saat ini memiliki wilayah kerja di Provinsi Jawa

Tengah mengelola komoditi utama perusahaan yaitu karet, gula, tetes, teh dan

kopi. Mengelola kebun sebanyak 15 unit, 8 Pabrik Gula, 1 Unit Wisata Agro dan

1 Unit Produksi dan Pemasaran Produk Hilir.

Sejalan dengan perubahan lingkungan bisnis perusahaan PT Perkebunan

Nusantara IX melakukan transformasi bisnis dalam unit kebun dan non kebun.

Transformasi bisnis di unit kebun antara lain penanaman tebu sendiri di lahan

HGU hasil konversi dari tanaman karet untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
tebu.

Perusahaan juga melakukan penanaman budidaya kayu secara monokultur

di lahan yang kurang cocok untuk komoditi pokok dan intercrop di lahan-lahan

marjinal untuk pemanfaatan lahan seperti ditepi kanan dan kiri jalan dan lahan

yang terlalu curam. Selain itu perusahaan juga mengelola budidaya hortikultura

dalam rangka optimalisasi lahan untuk menambah pendapatan perusahaan yaitu

tanaman buah-buahan seperti jeruk, buah naga, pisang, serta tanaman untuk

minyak atsiri yaitu sereh wangi.

Tranformasi bisnis yang dilakukan dalam unit non kebun yaitu

optimalisasi kawasan potensial untuk wisata agro, resort dan cafe, serta produksi

dan pemasaran produk hilir. Saat ini PTPN IX memliki 9 kawasan wisata agro, 4

resort yang terdiri dari 1 Banaran Resort yang dikelola oleh unit usaha non kebun

dan 3 resort yang dikelola oleh kebun serta 8 cafe Banaran 9 Coffee and Tea.

PT Perkebunan Nusantara IX memiliki dua Divisi. Pertama, Divisi

Tanaman Tahunan yang membudidayakan dan menghasilkan produk- produk dari

tanaman karet, kopi,dan teh. Kedua, Divisi Tanaman Semusim (Pabrik Gula) yang

menghasilkan produk-produk dari tanaman tebu. Produk-produk PT Perkebunan

Nusantara IX dipasarkan di pasar domestik maupun pasar luar negeri sebagian

besar dalam bentuk bulk. Selain usaha pokok tersebut di atas, PT Perkebunan

Nusantara IX juga mengelola komoditi sampingan seperti Pala, Kelapa dan

Horticultura dalam luasan areal yang terbatas. Dalam perkembangannya PT

Perkebunan Nusantara IX memanfaatkan asset berupa areal yang memiliki potensi

wisata untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata.


Berikut adalah tabel Sejarah singkat PT. Perkebunan Nusantara IX

(persero) kebun krumput

Tabel 1. Sejarah PTPN IX Kebun Krumput Banyumas

N
TAHUN URAIAN SEJARAH
O
1. 1916-1945 Kebun Krumput dikuasai oleh Pemerintah Belanda
Dengan PP RI No. 4 Tahun 1946 Kebun Krumput

2. 1946-1957 dikuasai oleh pemerintah RI menjadi PPN lama

berkedudukan di Jakarta
3. UU RI No. 86 Tahun 1958 telah di Nasionalisasi
1958-1962
dengan PP RI No. 24 Tahun 1958 Kebun Krumput

menjadi PPN Baru Unit IV yang kantor Direksinya di

Semarang
4. 1963-1967 PP RI No. 13 Th. 1963 didirikan BPU PPN Karet dan

Aneka Tanaman
Dasar PP No. 13 Th. 1968 BPU PPN dibubarkan dan

5. 1968-1971 didirikan Perusahaan Negara yang disebut PNP XVIII,

yang merupakan penggabungan BPU karet dan Aneka

Tanaman
Dasar PP RI No. 23 Th. 1972 PNP XVIII dirubah

6. 1972 bentuknya menjadi PT Perkebunan XVIII (Persero)

Kebun Krumput
Dasar SK Direksi PTP XVIII (Persero) No.

XVIII/D/Kpts/355/1973 tanggal 1 Juli 1973 telah

7. 1973-1994 menetapkan penggabungan kebun ex PPN Karet XIII

Kebun Krumput dan Kubangkangkung digabung


menjadi satu kebun yaitu PTP XVIII (Persero) Kebun

Krumput/Kubangkangkung dengan kedudukan

Administratur di Kebun Krumput.


8. 1994-1996 Pada bulan Mei 1994 diadakan Restrukturisasi menjadi

Group PTP Jawa Tengah dan sebagai pengelola

Direksi PTP XXI-XXII Surabaya.


9. 1996-sekarang Dengan terbitnya PP RI No. 14 Tahun 1996 Tanggal

14 Februari 1996 telah digabung PTP XVIII (Persero)

dan PTP XV-XVI (Persero) menjadi PTP Nusantara

IX (Persero) selanjutnya untuk Kebun Krumput

meliputi Kebun Kubangkangkung berubah nama

menjadi PTP Nusantara IX (Persero) Kebun Krumput.

Tabel 2. Identitas PTPN IX Kebun Krumput Banyumas

Nama perusahaan PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Krumput


Kebun Krumput – Banyumas

Telp. (0281) 796028


Alamat Perusahaan
Faximile : (0281) 796028

Kode Pos 53192 Banyumas


Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara
Status Perusahaan Anak Perusahaan PTP N III
No, : 42, tanggal 11 Maret 1996
Akta Pendirian Perusahaan
Notaris Harun Kamil, SH
Bidang Usaha Perkebunan
NPWP No. : 1.061.137.4-521.001

 Visi dan Misi PTPN IX Krumput

a. Visi Perusahaan :
Menjadi perusahaan Agrobisnis dan Agroindustri yang berdaya saing

tinggi dan tumbuh berkembang bersama mitra.

b. Misi Perusahaan :

1. Memproduksi dan memasarkan produk karet, teh, kopi, kakao, gula dan tetes

ke pasar domestik dan internasional secara profesional untuk menghasilkan

pertumbuhan laba (profit growth) dan mendukung kelestarian lingkungan.

2. Mengembangkan cakupan bisnis melalui diversufukasi usaha, yaitu produk

hilir, wisata agro, dan wisata lainnya, untuk mendukung kinerja perusahaan.

3. Mengembangkan sinergi dengan mitra usaha strategis dan masyarakat

lingkungan usaha untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.

Struktur organisasi pada PTPN IX Krumput terdiri dari dua divisi yaitu

divisi tanaman tahunan (membudidayakan dan menghasilkan produk-produk dari

tanaman karet, kopi, kakao dan teh) dan divisi tanaman semusim (pabrik gula)

yang menghasilkan produk-produk dari tanaman tebu. Struktur organisasi pada

teknik / pengolahan PTP Nusantara IX Kebun Krumput terdiri dari mandor besar,

staf bagian pengolahan, giling, pengasapan, sortasi, teknik, traksi dan

administrasi.

Gambar 1 Bagan Organisasi


Gambar 1 Struktur Organisasi Teknik
Pengolahan PTPN IX Kebun Krumput
Gambar 2 Denah BSS PTPN IX Kebun Krumput
STRUKTUR ORGANISASI
PTPN IX
DIVISI TANAMAN TAHUNAN
KEBUN KRUMPUT
(Total Areal Konsesi 2051,25 Ha)

Gambar 3 Struktur Oganisasi PTPN IX Kebun Krumput Divisi Tanaman Tahunan


Secara geografis, Kebun Krumput terletak pada 70-350 – 70-400 LS dan

1090-100 – 1090-200 BT yang secara administratif masuk dalam 2 wilayah

Kabupaten, yakni Kabupaten Banyumas seluas 1.202,88 Ha yang meliputi

Afdeling Krumput dan Tumiyang serta Kabupaten Cilacap seluas 848,37 Ha

yakni Afdeling Kubangkangkung.

Topografi yang cenderung berbukit (afd. Krumput dan Tumiyang) dengan

elevasi 50 - 400 dengan jenis tanah Latosol dan Regosol dan ketinggian tempat

175 – 250 m dpl. Sedangkan Afdeling Kubangkangkung memiliki topografi

datar/landai dengan jenis tanah Clay dan kedap air dengan ketinggian tempat 30

m dpl. PTPN IX Krumput mengusahakan komoditi teh, kopi, kakao, karet dan

tebu dengan areal konsensi seluas 39.137 ha. Budidaya karet diusahakan pada

areal seluas 23.546,11 ha. Teh 1.471,28 ha. Kopi 3.028 ha. Kakao 2.432,81 ha dan

tanaman tebu seluas 7.422 ha. Selain usaha pokok tersebut di atas, PT Perkebunan

Nusantara IX (Persero) juga mengelola komoditi sampingan seperti pala, kapok,

dan kelapa dalam luasan areal yang terbatas serta agrowisata di Kebun Banaran

dan Kebun Kaligua. Agrowisata Kebun Banaran di lengkapi dengan Coffee Shop

”Kampoeng Kopi Banaran”. Coffee Shop dengan bahan baku kopi Banaran juga

didirikan di Cikukun, di PG Gondang Baru, dan diperluas di tempat-tempat lain

yang potensial; Wisata Loco Antik di PG Pangka serta wisata sejarah dan

Museum Gula di PG Gondang Baru dan PG Tasikmadu.

Jenis klon-klon yang ditanam di Kebun Krumput adalah PB260, BPN24,

BPN1 dan RRIC 100. Budidaya tanaman karet ini mempunyai banyak tahapan-
tahapan. Untuk menghasilkan tanaman yang baik, maka harus di okulasi. Okulasi

merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan

menempelkan mata entres dari satu tanaman ke tanaman sejenis dengan tujuan

mendapatkan sifat yang unggul. (Chairil,2001).


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), disingkat PTPN IX, dibentuk

berdasarkan PP No. 14 Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan

yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan

penggabungan kebun-kebun di wilayah Jawa Tengah dari eks PTP XV-XVI

dan PTP XVIII.PTPN IX mengusahakan komoditi teh, karet, kopi, kakao dan

tebu dengan areal konsesi seluas 39.137 ha.

2. Keadaan lahan yang baik dan pengelolaannya pada PTPN IX krumput

menunjang tercapainya visi dan misi yang dibuat kemudian memperbesar

produksi dari tanaman karet.

B. Saran

Sebaiknya praktikan pada saat diberi penjelasan dan pengarahan dari pihak

PTPN IX Krumput harus lebih diperhatikan lagi dan dicatat selengkap mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil. 2001.Manejemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian


Karet. Medan

Djohana. 1993. Pengaruh Ketinggian Tempat dan kemiringan Lereng


terhadapProduksi Karet (Hevea brassilensis Muell) di Kebun PTPN III
TapanuliSelatan.J. Online Agroekoteknologi. Vol 2: (3),P. 981-989.

Kamarijani.1983. Perencanaan Unit Pengolahan. Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Siregar, Tumpal.H.S 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Towaha , J dan U. Daras. 2013. Peluang Pemanfaatan Kayu Karet


(Heveabrasiliensis) Sebagai Kayu Industri. Warta Penelitian dan
PengembanganTanaman Industri. Vol 19 (2): 26-31.

Widyati Enny, 2011. Kajian Optimasi Pengelolaan Lahan Gambut dan Isu
Perubahan Iklim. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi. Jurnal
Tekno Hutan Tanaman Vol.4 No.2, Agustus 2011, 57 –68. Bogor
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA II
PENGOLAHAN LAHAN

PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam family Euphorbiacea,

disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai, ataupun hapea. Karet

merupakan salah satu komodits perkebunan yang penting sebagai sumber devisa

non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya

peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam

bidang teknologi budidaya dan pasca panen. Agar tanaman karet dapat tumbuh

dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak maka perlu diperhatikan

syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang diinginkan tanaman ini. Apabila

tanaman karet ditanam pada lahan yang tidak sesuai dengan habitatnya maka

pertumbuhan akan terhambat.

Karet merupakan salah satu sumber pendapatan, kesempatan kerja maupun

devisa Negara. Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman karet. Oleh sebab itu kesuburan tanah pada perkebunan karet

perlu dijaga dengan pengolahan tanah yang optimal. Tanah merupakan

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan

atau degradasi.

Tanah dapat mengalami kerusakan biasanya sering menimbulkan masalah

yang baru karena ternyata sumberdaya alam tersebut tidak dapat dipergunakan

lagi atau tidak dapat lagi mendukung kehidupan dan aktifitas untuk pertumbuhan

tanaman selanjutnya. Kerusakan tanah dan lahan dapat terjadi oleh kehilangan
unsur hara dan bahan organic didaerah perakaran, terkumpulnya garam didaerah

perakaran, penjenuhan tanah oleh air, dan erosi. Tanaman karet dapat tumbuh

diberbagai kondisi tanah, namun hal ini tentunya juga perlu adanya pengolahan

tanah yang optimal untuk menunjang hasil pertumbuhan karet yang dapat

menghasilkan produk getah karet yang diinginkan

B. Tujuan

1. Mengetahui pengolahan tanah untuk tanaman karet.

2. Mengetahui tipe teras yang biasa digunakan pada lahan tanaman karet.

3. Mengetahui syarat tumbuh tanaman karet.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Karet merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang

mempunyai peranan cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya

sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan devisa Negara.

Luas areal perkebunan karet Indonesia merupakan yang terluas didunia, yaitu

sekitar 3,4 juta ha. Karet merupakan komoditas perkebunan yang peranannya

sangat penting di Indonesia. Selain sebagai sumber devisa Negara kedua setelah

perkebunan kelapa sawit, karet juga mampu mendorong pertumbuhan sentra-

sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangannya. Produktivitas

perkebunan besar Negara 1.327 kg/ha dengan perkebunan besar swasta sebesar

1.565 kg/ha. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh usia tanaman

lebih dari 20 tahun, pemeliharaan kebun kurang baik dan sebagian tanaman

menggunakan bahan tanam biji sapuan (seedling), bukan dari klon unggul.

(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010).

Tanaman karet juga telah menghidupi jutaan orang,karena sebagian besar

perkebunan karet diusahakan oleh rakyat. Luas total perkebunan karet di

Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar. Dari total areal tersebut, 84,5%

merupakan kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% milik Negara

(Setiawan dan Handoko, 2010). Dari segi luas lahan, perkebunan karet rakyat

terbesar namun produktivitasnya masih rendah yakni 926 kg/ha jika dibandingkan

produktivitas perkebunan besar swasta sebesar 1.565 kg/ha. Selain produksi

lateks, pohon karet yang telah habis masa produksi, kayunya dapat digunakan

untuk pembuatan mebel (Mokhatar, 2011).


Penanaman karet dikenal dengan dua istilah yaitu replanting dan

newplanting. Replanting adalah usaha penanaman ulang di areal karet karena

tanaman lama sudah tidak produktif lagi sedangkan newplanting adalah usaha

penanaman karet diareal yang belum pernah dipakai untuk budidaya karet.

Pengolahan tanah dan persiapan tanam kedua cara ini tidak jauh berbeda, yang

berbeda hanya penebangan pohon lama dan pohon-pohon besar atau alang-alang.

Persiapan tanam sebenarnya merupakan perencanaan sebelum penanaman.

Persiapan yang teliti akan mengurangi biaya dan pekerjaan (Yardha, dkk. 2007)

Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan

tanah yang merupakan salah satu kegiatan sebelum tanaman karet ditanam.

Pengolahan tanah dilakukan agar tanaman karet tumbuh subur dengan baik dan

unsur haranya terpenuhi, selain itu pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga

dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Selama ini usaha

peningkatan produksi lateks dilaksanakan melalui berbagai usaha antara lain

melaksanakan teknis budidaya yang baik (Rusdi. 2014).

Intensitas pengolahan tanah untuk setiap lahan berbeda-beda. Pembukaan

hutan primer, pertama dilakukan penebangan pohon kemudian batang dan cabang-

cabangnya dipotong-potong agar dapat diangkut ke tempat lain dan mudah

menjadi kering serta tidak mengganggu pekerjaan selanjutnya. Pembongkaran

tungga harus dilakukan karena pembabadan atau penebasan semak-semak dan

pembakaran sisa-sisa tumbuhan tersebut untuk pembersihan lahan. Pelaksanaan

pengolahan tanah dengan pembajakan atau pencangkulan untuk meratakan dan

memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Mengatur keadaan air bisa dibuat saluran
drainase karena sangat penting dilahan perkebunan karet. Pembuatan teras juga

penting, baik teras individual ataupun teras kolektif. Selain itu pembuatan jalan-

jalan kebun sangat perlu untuk memperlancar berbagai macam pekerjaan yang

akan dilaksanakan dikebun (Andrian, dkk. 2014).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum meliputi alat tulis,

perkebunan karet yang akan di kunjungi.

B. Prosedur Kerja

1. Alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.

2. Mahasiswa ditugaskan ke lapangan untuk mengamati keadaan perkebunan

dan mendengarkan materi tentang pengolahan lahan yang akan disampaikan

pemateri.

3. Hasil praktikum dicatat pada kertas folio dengan alat tulis.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir
B. Pembahasan

Stacking adalah membuka areal hutan dengan mengunakan alat berat dan

menyusun potongan-potongan kayu sesuai pancang rumpukan yang telah

ditentukan. Pembukaan lahan di sini  mengunakan zero burning, kegiatan

pembukaan lahan disini mengunakan sistem buka lahan dengan menggunakan alat

berat (stacking).  Namun bila terdapat pohon yang besar dan sulit di tumbang

maka pohon tersebut dapat disusul dengan tumbang manual (sinso) sehingga areal

dapat benar-benar terbuka. Team  senso kayu biasanya ada dari kontraktor alat

berat tersebut .

Membangun perkebunan karet diperlukan teknologi budidaya karet yang

mencakup beberapa kegiatan yaitu : syarat tumbuh tanaman karet, klon-klon

rekomendasi, bahan tanam/bibit, pemeliharaan tanaman, pemupukan,

pengendalian hama/ penyakit dan penyadapan/panen. Syarat tumbuh tanaman

karet memerlukan kondisi-kondisi tertentu yang merupakan syarat hidupnya.

Lebih rinci syarat tumbuh diuraikan sebagai berikut :

a. Iklim

Daerah yang cocok adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU, dengan suhu

harian 25-30°C.

b. Curah hujan
Tanam karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.000-2.500 mm/tahun

dengan hari hujan berkisar 100 s/d 150 HH/tahun. Lebih baik lagi jika curah

hujan merata sepanjang tahun. Sebagai tanaman tropis karet membutuhkan

sinar matahari sepanjang hari, minimum 5-7 jam/hari.

c. Tinggi tempat

Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200-

400 m dari permukaan laut (dol). Pada ketinggian > 400m dpl dan suhu

harian lebih dari 30°C, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh

dengan baik.

d. Angin

Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk

penanaman karet. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan

berbatang besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman

biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.

e. Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik

tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika

yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi

dan drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena

kandungan haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur,

tetapi sifat fisiknya kurang baik sehingga drainase dan aerasinya kurang baik.

Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di Negara

ini dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa


dikembangkan menjadi perkebunan karet dengan hasil yang vukup baik.

Padas pada lapisan olah tanah tidak disukai yanaman karet karena

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan akar,sehingga proses

pengambilan hara dari dalam tanah terganggu. Derajat keasaman mendekati

normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6. Batas

toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya

antara lain : aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri

dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan < 16% serta

permukaan air tanah < 100cm. (Damanik, 2010).

Menurut Sukartaatmadja (2004), pengertian terasering adalah bangunan

konservasi tanah dan air yang secara mekanis dibuat untuk memperkecil

kemiringan lereng atau mengurangi panjang lereng dengan cara menggali dan

mengurug tanah melintang lereng. Definisi lain dari terasering adalah suatu pola

atau teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat (berteras- teras) sebagai

upaya pencegahan erosi tanah. Pembuatan terasering bermanfaat untuk

meningkatkan peresapan air ke dalam tanah dan mengurangi jumlah aliran

permukaan sehingga memperkecil resiko pengikisan oleh air. Berikut beberapa

jenis-jenis terasering :

1. Teras Datar (level terrace)

Teras datar dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 %

dengan tujuan memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah. Teras

datar dibuat dengan jalan menggali tanah menurut garis tinggi dan tanah

galiannnya ditimbunkan ke tepi luar, sehingga air dapat tertahan dan


terkumpul. Pematang yang terjadi ditanami dengan rumput.

Gambar 4 Teras Datar (level terrace)


2. Teras Kridit (ridge terrace)

Teras kridit dibuat pada tanah yang landai dengan kemiringan 3 - 10

%, bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras kridit

di mulai dengan membuat jalur penguat teras sejajar garis tinggi dan

ditanami dengan tanaman seperti caliandra.

Gambar 5 Teras Kridit (ridge terrace)

3. Teras Guludan (cotour terrace)

Teras guludan dibuat pada tanah yang mempunyai kemiringan 10 - 50 % dan

bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah.


Gambar 6 Teras Guludan
4. Teras Bangku (bench terrace)

Teras bangku dibuat pada lahan dengan kelerengan 10 - 30 % dan

bertujuan untuk mencegah erosi pada lereng yang ditanami palawija

Gambar 7 Teras Bangku (bench terrace)

5. Teras Individu

Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 %

yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di daerah

yang curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga

memungkinkan pembuatan teras individu.

Gambar 8 Teras Individu


6. Teras Kebun

Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 –

50 % yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan.

Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal

tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi

penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan

dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di

antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah.

Gambar 9 Teras Kebun

7. Teras Saluran

Teras saluran atau lebih dikenal dengan rorak atau parit buntu adalah teknik

konservasi tanah dan air berupa pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat

untuk meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari

bidang olah. 
Gambar 10 Gambaran Teras
Saluran

Gambar 11 Contoh Teras


Saluran Pada Lahan

8. Teras Batu

Teras batu adalah penggunaan batu untuk membuat dinding dengan jarak

yang sesuai di sepanjang garis kontur pada lahan miring.

Gambar 12 Teras Batu

Menurut Jayanto (2009), berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat

tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah

gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama

struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat

kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah

aluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan
aerasenya kurang baik. Oleh karena itu, PT. Perkebunan Nusantara IX Krumput

memilih tanah jenis latosol untuk pertanaman karetnya. Sifat kimia yang dijumpai

adalah memiliki kemasaman tinggi (pH 4,5 - 6,5). Kandungan hara rendah

dengan kadar bahan organik rendah hingga sedang (3 - 10 %) di lapisan atas dan

semakin ke bawah semakin rendah. Kapasitas tukar kation rendah. Kejenuhan

basa rendah sampai sedang (20 - 65 %). Kandungan Al dan Fe yang dapat

dipertukarkan relatif tinggi. Kandungan silika dan seskuioksida tinggi, strukturnya

baik, permaebilitas dan stabilitas agregat tinggi, serta kepekaan terhadap erosi

rendah (Soepraptohardjo, 1961).

Sifat‐sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain:

a. Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu‐batuan dan lapisan cadas

b. Aerase dan drainase cukup

c. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air

d. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir

e. Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm

f. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

g. Reaksi tanah dengan pH 4,5 ‐ pH 6,5

h. Kemiringan tanah < 16% dan

i. Permukaan air tanah < 100 cm (Jayanto, 2009)


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengolahan tanah di PT. Perkebunan Nusantara IX Krumput dilakukan

dengan cara berkelanjutan, di mana pada awal pembukaaan lahan pengolahan

tanah bertujuan untuk menggemburkan tanah. Pengolahan tanah selanjutnya

bertujuan untuk membersihkan areal draenase dan selokan agar tidak

tersumbat baik oleh kotoran maupun gulma, sehingga pengairan dapat

berjalan dengan baik. Kondisi lahan di PT. Perkebunan Nusantara IX

Krumput dalam kondisi yang baik, permukaan tanah ditanami oleh tanaman

legume untuk mengurangi pertumbuhan gulma.

2. Teras yang digunakan pada PT. Perkebunan Nusantara IX Krumput adalah

teras sabuk gunung, dimana fungsi teras ini untuk konservasi tanah terutama

untuk mengurangi erosi dan menjaga pertumbuhan tanaman karet lebih baik

dan produktif.

3. Syarat tumbuh tanaman karet memerlukan kondisi-kondisi tertentu yang

merupakan syarat hidupnya seperti iklim, curah hujan, tinggi tempat, angin,

dan tanah.

B. Saran

Sebaiknya praktikan diberikan waktu untuk praktik terkait dengan

pengolahan lahan yang sederhana, sehingga ilmu yang di dapat tidak hanya lewat
materi saja karena jika praktikan mempraktikkan langsung akan mudah diingat.

DAFTAR PUSTAKA

Andrian, dkk. 2014. Pengaruh ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap
produksi karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di kebun Hapeson PTPN
III Tapanuli Selatan. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol.2, No.3 : 981
– 989.

Damanik, S., M. Syakir, M. Tasma, dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca
Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Luas lahan dan produksi perkebunan


seluruh indonesia menurut pengusahaan. http://Direktorat Jenderal
Perkebunan.deptan.go.id. [16 Juni 2012].

Jayanto, Adi D. 2009. Budidaya Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Rusdi evizal. 2014. Dasar – dasar Produksi Perkebunan. Graha ilmu. Yogyakarta

Soepraptohardjo, M. 1961. Tanah Merah di Indonesia. Contr. Gen Agric. Res. Sta.
No. 161. Bogor.
Sukartaatmadja. 2004. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Yardha, dkk. 2007. Teknik Budidaya dan Pembibitan Karet Unggul di Propinsi
Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Jambi.
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA III
PEMBIBITAN TANAMAN KARET

PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet merupakan komoditas yang sangat strategis bagi perekonomian

Indonesia, terutama ditinjau dari total areal, sumber devisa, jumlah penduduk

yang mata pencahariannya bergantung pada perkebunan karet dan peranannya

sebagai pelestari lingkungan. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang menyumbang devisa besar bagi perekonomian Indonesia.

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai

peranan penting dalam kontribusinya bagi perekonomian negara Indonesia. Hasil

devisa yang diperoleh dari perkebunan karet cukup besar. Perkebunan karet di

Indonesia terbagi atas perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta, dan

perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan karet di Indonesia mencapai 3.262.291

hektar. Dari total areal perkebunan karet tersebut 84,5% diantaranya merupakan

kebun milik rakyat, 8,4% milik swasta dan hanya 7,1% milik negara.

Luas areal pertanaman karet di Indonesia sampai tahun 2000 seluas

3.601.036 ha dengan total produksi 1.607.109 ton yang terdiri atas perkebunan

rakyat 3.120.089 ha dengan produksi 1.210.475 ton, perkebunan besar negara

216.617 ha dengan produksi 187.304 ton dan perkebunan besar swasta

273.009dengan produksi 209.330 ton.Tahun 2000 negara Indonesia menduduki

kedua setelah Thailand sebagai produsen dan pengekspor karet alam dengan
volume ekspor sebesar 1.482.051 dengan kontribusi 30,8%. Bagi negara

Indonesia karet alat merupakan komoditas ekspor ketiga setelah minyak bumi dan

kayu. Meskipun ekspor karet Indonesia terus mengalami fluktuasi, baik volume

maupun nilai yang berakibat perubahan harga di pasar Internasional, tetapi

komoditas ini memberi perolehan devisa cukup besar dari ekspor nonmigas.

Ekspor Indonesia pada tahun 2003 naik dengan nilai 1.494,1 juta US$ dengan

volume sekitar 1.650.343 ton.

Penggunaan karet alam dasawarsa terakhir ini mengalami perubahan selera

konsumen dalam hal mutu. Mutu yang diinginkan khususnya untuk industri ban

mobil dengan menggunakan teknologi canggih nampaknya semakin berat. Mutu

teknis dan mutu konsisten yang tinggi, bebas kontaminan serta adanya jaminan

mutu terpadu (Total Quality Assurance) mengacu pada ISO 9.000 dan 14.000

yang mengarah kepada permintaan karet alam sebagai bahan baku industri.

Industri ban mobil menggunakan karet alam yang mempunyai keunggulan yaitu

bersifat selling resistence dan fleck eracking yang sangat rendah dan mudah

didaur ulang.

PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) merupakan Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) yang bergerak dibidang perkebunan. Salah satu komoditas yang

diusahakan adalah tanaman karet yang berlokasi di daerah Krumput Kabupaten

Banyumas. Usaha peningkatan produktivitas lahan dan kualitas lateks yang

dihasilkan maka perlu dilakukan rehabilitasi, peremajaan, dan konversi tanaman

karet. Salah satu langkah awal untuk meningkatkan produksi adalah dengan

menciptakan bibit unggul. Keberhasilan pembibitan tanaman karet sangat


dipengaruhi teknik dan pemeliharaan bibit yang baik, karena keberhasilan dalam

pembibitan merupakan bagian yang sangat penting dalam produksi karet.

B. Tujuan

1. Mengetahui tahapan pembibitan tanaman karet di PTPN IX Kebun Krumput,

Banyumas

2. Mengetahui klon tanaman karet yang digunakan di PTPN IX Kebun

Krumput.

3. Mengetahui ciri-ciri mata tunas yang baik digunakan untuk tanaman karet.

4. Mengetahui kendala yang dihadapi oleh PTPN IX Kebun Krumput dalam

proses pembibitan karet.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi

didalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Tanaman ini diperbanyak memalui

okulasi, sehingga untuk menghasilkan bibit yang baik perlu mempersiapkan

adanya batang bawah dan batang atas, batang bawah berupa tanaman semaian dari

biji-biji klon karet yang dianjurkan, sedangkan tanaman batang bawah berasal dari

mata klon anjuran (Purwanta, 2008).

Menurut Fauzi (2008), klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Fa……..mili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

.0..Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi

dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang

tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di

beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke

arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama

lateks (Nazarrudin dan Paimin, 2006).

Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya antara lain; aerasi dan drainase
cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah

pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air tanah < 100 cm.

Menurut Setyamidjaja (1993), langkah – langkah pembibitan tanaman karet

adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan biji

a. Bunga dan buah

Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (Monoecus). Pada

satu tangkai bunga yang berbentuk majemuk terdapat bunga jantan dan bunga

betina. Bunga betina tedapat pada ujung cabang sedangkan bunga jantan

terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Penyerbukan bunga dapat

terjadi dengan penyerbukan sendiri dan silang. Proses pemasakan buah

berlangsung selama 5-6 bulan. Musim panen biji berlangsung pendek hanya

sekitar 1,5 bulan.

b. Kebun induk biji

Pohon induk biji adalah tanaman karet yang berasal dari klon

tertentu yang berfungsi sebagai pohon penghasil biji yang akan dijadikan

benih. Biji yang dihasilkan oleh induk biji disebut biji klon (clonal seeds)

c. Benih

Tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif.

Biji yang akan digunakan untuk bibit adalah biji yang umumnya berasal dari

kebun induk biji.

d. Penyediaan biji

Penyediaan biji yang dibutuhkan harus sesuai dengan keadaan


iklim. Biji karet tidak tahan disimpan lama, karena daya kecambahnya cepat

sekali menurun.

e. Pengepakan biji

Biji yang akan dikirim ke tempat lain yang jauh, maka

pengirimannya harus dilakukan dengan cara dipak atau dikemas dalam peti

kayu, agar biji tamapak segar dan tetap meiliki daya kecambah yang baik.

f. Pengiriman biji

Pengiriman biji karet harus dilaksanakan secara cepat. Bila

pengiriman dalam jarak yang jauh dan waktu yang dibutuhkan lama, maka

sebaiknya pengiriman dilakukan denga pesawat udara. Bila pengiriman

dilakukan dengan angkutan darat, sebaiknya dilakukan pada malam hari agar

terhindar dari sinar matahari.

2. Menyiapkan batang bawah

a. Seleksi biji

Seleksi biji harus dilakukan terlebih dahulu sebelum biji

dikecambahkan. Penyeleksian biji dilakukan dengan tes biji untuk

memisahkan biji yang baik dan biji yang jelek. Seleksi biji berfungsi untuk

memastikan kemurnian klon biji dari satu areal perkebunan agar tidak

tercampur dengan klon dari areal lain. Cara menyeleksi biji dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu metode “pemantulan” dan “perendaman”.

b. Persemaian kecambah (Prenursery)

Persemaian perkecambahan adalah persemaian untuk

mengecambahkan benih karet agar bibit tumbuh seragam dan untuk


memisahkan biji yang pertumbuhannya lambat serta kurang baik.

c. Persemaian bibit (Nursery)

Persemaian bibit merupakan tempat untuk pemeliharaan bibit yang

akan diokulasi. Biji yang sudah berkecambah segera dipindahkan ke tempat

persemaian untuk meningkatkan pertumbuhannya (Setiawan, 2006).

d. Membuat kebun entres

Kayu okulasi atau entres adalah tunas muda dari pohon induk yang

memiliki mata tunas untuk dijadikan bahan okulasi. Entres dapat disediakan

dari kebun sumber kayu okulasi (kebun entres) yang dibuat sendiri atau dibeli

dari balai-balai penelitian karet.

e. Okulasi

Okulasi merupakan penempelan mata tunas dari tanaman batang

atas pada tanaman batang bawah yang keduanya bersifat unggul. Tujuan dari

okulasi adalah agar produksi tanaman karet lebih tinggi (Amirin, 1982).

3. Pembibitan polibag

Penggunaan bibit polibag dalam pembibitan tanaman karet bertujuan

untuk memperoleh pertumbuhan tanaman karet yang merata dan mengurangi

akibat dari pemindahan bibit ke lapangan karena bibit yang dipindahkan

mempunyai payung dan akarnya dalam keadaan utuh. Tujuan dari pembibitan

polibag yaitu supaya mendapatkan tanaman yang tumbuh seragam dan mudah

saat ditanam dilapangan.

 Klon anjuran skala besar (Klon Komersil). Daya adaptasi telah teruji secara

luas dan potensi hasilnya pada tingkat pengujian telah dikonfirmasikan


dengan hasil yang dicapai pada skala komersial.

 Dapat ditanam dalam skala luas pada Perkebunan Besar atau Perkebunan

Rakyat dengan ketentuan tidak bersifat monoklonal dalam hamparan yang

luas.

 Untuk program pengembangan terdapat 20 klon anjuran skala besar yang

dibagi dalam tiga tipe yaitu klon penghasil lateks, penghasil lateks-kayu, dan

penghasil kayu-lateks.

 Klon harapan (Anjuran skala kecil)

a. Untuk perkebunan besar dengan ukuran luas penanaman tidak melebihi

satu blok penanaman (25 ha) per kebun.

b. Terbukti sangat memberi harapan dari hasil pengujian pendahuluan.

c. Memiliki potensi hasil lebih tinggi dibanding klon anjuran yang tersedia.

d. Saat ini tersedia 56 klon harapan yang terdiri dari 40 klon seri IRR hasil

penelitian dalam negeri dan 16 klon introduksi/pertukaran multilateral

dari Malaysia (10 klon), India (3 klon), dan Sri Lanka (3 klon).

e. Potensi hasil klon unggul anjuran.

Potensi keunggulan klon karet diukur dari kemampuan menghasilkan

lateks dan kemampuan menghasilkan kayu/biomassa non-lateks.

Berdasarkan pola produksi dari klon dalam menghasilkan lateks selama

25 tahun penyadapan dan potensi produksi kayu yang dipanen saat

peremajaan maka klon-klon unggul yang tersedia saat ini dibagi dalam

tiga tipe yaitu tipe 1 (penghasil lateks), tipe 2 (klon penghasil lateks-

kayu), dan tipe 3 (klon penghasil kayu-lateks) (Azwar dan Suhendry,


1998).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi alat tulis,

kamera, dan perkebunan karet yang akan dikunjungi.


B. Prosedur Kerja

1. Praktikan diberangkatkan menuju PT Perkebunan Nusantara IX Krumput,

Banyumas dengan didampingi asisten dan dosen pengampu.

2. Praktikan mendengarkan penjelasan dari petugas perkebunan mengenai

pembibitan tanaman karet.

3. Hasil praktikum dicatat pada kertas folio.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan
Pembibitan tanaman adalah tahapan untuk menyiapkan bahan tanam

berupa bibit tanaman baru yang berasal dari suatu pohon induk, di suatu tempat

tertentu (Roshetko, 2012). Pembibitan tanaman karet di PTPN kebun krumput

yaitu dengan cara menanam benih langsung di polybag, setelah 3-4 bulan baru di

okulasi. Pembibitan Tabela yang dilakukan di kebun krumput terdiri dari 72.500

polibag dan memiliki keunggulan seperti perakarannya tidak terpotong-potong,

kurang dari 1 tahun sudah bisa ditanam di lahan atau lapangan. Dari 72.500

diambil sekitar 25.000 sisanya digunakan untuk sandangan. Penyebab gagalnya

karena terkena jamur akar, penyiraman kurang dan lain-lain. kegiatan yang

dilakukan untuk pembibitan tabela adalah mengumpulkan top soil, pupuk kandang

1/3 dari tanah, rick fospat 200 gram, belerang 50 gram diberikan dengan cara

dicampur, diayak dan dimasukkan ke polibag, ukuran polibag yang digunakan 60

x 20. Sistem tanam benih langsung (tabela) adalah penanaman tanaman tanpa

melalui pesemaian dan pemindahan bibit. Perbanyakan tanaman merupakan seran

gkaian kegiatan yang diperlukan untuk penyediaan materi tanaman baik untuk keg

iatan penelitian maupun program penanaman secara luas.

Menurut Prastowo (2006) penyediaan bibit atau bisa disebut pembibitan mer

upakan kegiatan menyediakan bibit yang tepat varietasnya dan memiliki karakter

unggul secara morfologis, fisiologis dan genetic akan sangat membantu keberhasil

an tanaman dilapangan.

Tahap- tahap pembibitan karet :

1. Persiapan lahan pembibitan

Lahan harus sudah bersih, dan lengkap dengan instalasi air dan jalan
sebelum penanaman kecambah di lakukan.  Supaya mudah dalam perawatan dan

transportasi. Lahan yang di siapkan untuk pembibitan yaitu 5x15 meter

2. Pembuatan bedengan dan naungan

            Dalam pembuatan bedengan untuk pembibitan di buat dengan arah

memanjang dari barat ke timur, panjang bedengan di sesuaikan dengan lahan

sedangkan lebar bedengan 1,2 meter. Jarak antara bedengan 0,6 – 1,0 meter yang

bertujuan untuk mempermudah perawatan kelapa sawit. Tiap bedengan di buat

palang kayu pada tepi bedengan yang berfungsi untuk menahan polybag supaya

tidak roboh. Naungan di buat untuk melindungi bibit dari factor seperti hujan,

Pembuatan naungan dalam pembibitan pre nursery tidak mutlak dan dapat di

tiadakan apabila penyiraman terjain baik dan teratur, Itu berarti naungan hanya di

rekomendasikan apabila penyiraman tidak terjamin dan kurang baik

pelaksanaanya. Bahan yang di gunakan untuk atap naungan dapat menggunakan

daun kelapa sawit atau paranet, tinggi atap 2 meter.

3. Menyiapkan media tanam

            Untuk melakukan pembibitan kita perlu menyiapkan media tanam sebagai

media tumbuh dari tanaman yang kita budidayakan, untuk media tanam yang kita

gunakan adalah top soil ( tanah lapisan atas ) Media tanam di ayak dengan

saringan 1 x 1 cm untuk mencegah masuknya gumpalan-gumpalan tanah serta

bersih dari sampah serta kotoran lainya berupa kerkil dan sisa-sisa akar.

4. Pengisian Polibag

            Polibag diisi dengan top soil yang telah di siapkan, Plibag yang digunakan

yaitu plibag yang berukuran 15 x 23 cm dengan ketebalan 0,1 mmberwarna hitam


dan memiliki lubang draenase, Polybag diisi dengan tanah sampai ¾  bagian dari

polibag tersebut, kemudian polibag di susun pada bedengan yang telah di siapkan.

5. Pembuatan Papan informasi

            Pembuatan papan informasi bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan

sumber bibit kelapa sawit, serta untuk mengetahui keseragaman usia bibit di

pembibitan untuk keperluan penanaman di lapangan. Dengan menggunakan papan

triplek yang berukuran 20 x 30 cm dengan warna dasar putih dan tulisan warna

hitam

6. Penanaman Kecambah

            Sebelum bibit di tanam di polybag perlu dilakukan sortasi bibit dengan

cara di rendam pada air dengan kreteria ¾ bagian benih yang tenggelam dalam air,

selain itu juga dapat di lakukan dengan cara memantulkan biji karet pada lantai,

biji yang terpantul itu adalah biji yang kita pilih untuk di tanam.

Cara penanaman benih karet :

a.    Buat lubang pada polibag dengan menggunakan jari/ dapat langsung

menekan biji karet di permukaan tanah.

b.    Tanah tidak boleh di padatkan.

7. Penyiraman

            Penyiraman adalah salah satu perlakuan pemeliharaan yang terpenting dan

harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya terutama dalam

pembibitan. Penyiraman bibit dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Bila pada

malam hari turun hujan > 8 mm, maka besok paginya tidak perlu
disiram.Kebutuhan air adalah 0,2 - 0,3 liter per polybag per hari. Penyiraman

dilakukan dengan menggunakan selang air yang dilengkapi dengan kepala gembor

di ujungnya, sehingga tidak terjadi erosi pada permukaan tanah babybag,

Penyiraman dapat juga dilakukan dengan gembor dan persediaan air diambil dari

drum yang ditempatkan pada pembibitan.

8. Pemupukan

Pemupukan dalam pembibitan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

unsure hara pada tanah di dalam polybag. Pupuk yang di gunakan yaitu NPK

dengan dosis 5 gram / polybag (Sumarmadji, 2003)

Pembibitan memiliki syarat sebagai berikut:

1. Lokasi

Dekat dengan sumber air dan airnya, dekat jalan yang dapat dilewati

kendaraan roda empat, terpusat sehingga memudahkan dalam perawatan dan

pengawasan, lahan datar dan drainase yang baik.

2. Kondisi iklim

Daerah yang ideal untuk lokasi kebun pembibitan adalah daerah yang bersuhu

udara sejuk, kelembaban udara yang relatif tinggi, serta curah hujan yang

cukup akan menunjang pertumbuhan awal bibit tanaman.

3. Sumber daya produksi

Sumber daya manusia yang terampil, rajin dan cinta tanaman.

Teknik pembibitan yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IX

Krumput yaitu menggunakan teknik okulasi yaitu dengan menempelkan mata


tunas yang berasal dari batang atas ke batang bawah yang telah dibibitkan terlebih

dahulu. Menurut Rahardja dan Wiryanta (2003), okulasi atau budding adalah

teknik memperbanyak tanaman secara vegetatif dengan cara menggabungkan dua

tanaman atau lebih. Penggabungan dilakukan dengan cara mengambil mata tunas

dari cabang pohon induk, lalu dimasukkan atau ditempelkan dibagian batang

bawah yang sebagian kulitnya telah dikupas membentuk huruf T tegak, T terbalik,

H, U tegak dan U terbalik.

Pembibitan tanaman karet di kebun kerumput dilakukan dengan dua cara

yaitu :

1. Kebun Entres

Kebun entres yaitu kebun untuk perbanyakan calon batang atas. Pemanenan

entres dilakukan disini. Bahan tanam yang digunakan yaitu stum mata tidur, stum

mini dan bibit polibag. Mata entres terdiri dari dua jenis, yaitu mata tunas prima

dan mata burung. Pada kebun Krumput ini memakai mata tunas prima.

Pembibitan pada kebun entres ini dilakukan dengan cara menanam bibit

tanaman karet yang nantinya akan dipakai batang atasnya tepatnya entresnya

untuk okulasi. Entres yang digunakan untuk okulasi adalah tanaman karet yang

telah dilakukan peremajaan selama 6 bulan. Hal ini dilakukan agar entres tumbuh

banyak dan dapat digunakan untuk bahan okulasi selanjutnya. Tanaman karet

yang digunakan sebagai entres ini dapat digunakan hingga 8 tahun karena apabila

lebih dari itu, tanaman karet tidak produktif lagi atau hasil produksinya

berkurang.

Pengambilan entres untuk okulasi sebaiknya dilakukan pada jam 6 pagi


hari. Pastikan saat pengambilan entres, mata tunas prima berada ditengahnya.

Setelah pengambilan mata prima, luka yang disebabkan oleh sayatan dioleskan

parafin. Hal ini bertujuan agar menutup luka pada tanaman karet agar lateks yang

keluar tidak banyak dan menghindari tanaman karet menjadi layu. Setelah

dioleskan parafin, ditutup dengan pelepah pisang dan diikat tidak terlalu kencang

agar tidak bergeser. Apabila bergeser nantinya akan menimbulkan memar pada

tanaman karet.

Kelebihan dengan cara okulasi dapat diperoleh tanaman yang dengan

produktifitas yang tinggi, pertumbuhan tanaman yang seragam, penyiapan benih

relatif singkat dan pada musim gugur daun pada tanaman karet daun yang gugur

dari satu klon akan serentak pada waktu tertentu, dengan demikian akan

memudahkan pengendalian penyakit Oidium hevea bila terjadi (Sianturi, 2001).

Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara okulasi

yaitu: terkadang suatu tanaman hasil okulasi ada yang kurang normal terjadi

karena tidak adanya keserasian antara batang bawah dengan batang atas (entres),

perlu menggunakan tenaga ahli untuk pengokulasian ini dan bila salah satu syarat

dalam kegiatan pengokulasian tidak terpenuhi kemngkinan gagal atau mata entres

tidak tumbuh sangat besar (Sianturi, 2001).

2. Kebun Batang Bawah

Kebun batang bawah yaitu kebun dimana bibit batang bawah ( rootstock )

yang berasal dari biji dikembangbiakan. Seleksi biji dilakukan di kebun batang

bawah. Pada kebun batang bawah, batang yang bawah harus memiliki daya
tumbuh yang baik, kompatibel dengan batang atas, berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan dan hasil batang atas, memiliki sistem perakaran yang baik dan

tahan terhadap angin serta organisme pengganggu akar.

Batang bawah memegang peranan yang sangat penting dalam proses

okulasi. Kesalahan pemilihan dan penggunaan batang bawah dapat menurunkan

produksi hingga 40%. Batang bawah ditumbuhkan dari biji. Biiji dapat berasal

dari kebun biji yang kedua induknya diketahui atau juga berasa dari kebun

produksi yang dirawat dengan baik. Biji yang digunakan sebagai calon batang

bawah adalah biji yang minimal salah satu induknya diketahui. Biji sapuan tidak

dianjurkan karena kedua pohon induknya tidak diketahui secara jelas. Pohon yang

sudah berumur 1525 tahun menghasilkan biji yang memiliki daya kecambah

optimal.

Teknik pembiakan vegetatif dengan cara penyambungan ini memiliki

kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari proses penyambungan tanaman adalah

sifat perkaran dari tanaman lebih kuat, buah yang di hasilkan sama dengan induk

batang bagian atas, proses pembuhan lebih cepat di bandingkan yang lainnya.

Santoso (2006) juga menyebutkan bahwa keunggulan bibit okulasi antara lain: (1)

Hasil produksi lebih tinggi, (2) Bisa menurunkan sifat induknya, (3) Dapat

dikembangbiakan dengan jumlah banyak, (4) Dapat menghasilkan bibit dalam

satu klon, dan (5) Umur untuk reproduksi lebih cepat. Kelemahan bibit okulasi

antara lain: (1) Umur tanaman lebih pendek, (2) Masa reproduksi lebih pendek,

(3) Tidak tahan terhadap hama dan penyakit, (4) Akar tunggang tidak produktif

sepenuhnya dan (5) Biaya operasional okulasi lebih tinggi.


Berikut ini merupakan cara melakukan Okulasi di kebun karet Krumput:

a. Membuat jendela berbentuk segi empat pada batang bawah dengan cara

mengiris kulit sampai batas kayu dari arah bawah ke atas, ukuran jendela

tergantung dari besarnya pohon.

b. Mengambil mata okulasi dari batang entres dilakukan dengan cara membuat

jendela seperti pada batang bawah. Mata okulasi yang diambil adalah mata

prima yaitu mata okulasi yang hidup.

c. Membuka mata jendela batang bawah tetapi sebelum dilakukan pembukaan

maka getah yang keluar dari irisan jendela harus dibersihkan dengan kain lap

sampai kering. Setelah jendela dibuka kemudian menempelkan mata okulasi

dan membalut tempelan tersebut dengan pembalut plastik.

Jenis – jenis mata okulasi yang berada di kebun karet Krumput diantaranya

adalah mata sisik yang terdapat di ujung iternodia, pertumbuhannya paling lambat

maka tunas ini tidak baik digunakan dalam okulasi, mata prima yaitu mata tunas

yang terletak di ketiak daun. Mata ini yang baik digunakan untuk okulasi.

Letaknya dibagian tengah internodia. Mata palsu yaitu mata tunas yang tidak

terdapat pada ketiak daun, tetapi berada dibawah internodia, jumlahnya natara 3-5

mata. Mata ini tidak baik untuk dipakai dalam okulasi karena tidak akan tumbuh.

Hal-hal yang perlukan selama perawatan okulasi d iantaranya adalah:

1. Pemeriksaan okulasi

Pemeriksaan okulasi ada 3 tahap, yaitu: (1) pemeriksaan pada saat

okulasi berumur 21 hari, (2) pemeriksaan pada saat okulasi berumur 28 hari,

(3) pemeriksaan pada saat okulasi berumur 35 hari.


2. Penyerongan atau pemotongan

Penyerongan atau pemotongan dilakukan 2 bulan setelah pemeriksaan

terakhir. 2 – 3 minggu sebelum bibit dipindahkan ke polibag maka dilakukan

penyerongan setinggi 5 cm diatas jendela okulasi.

3. Pendongkelan bibit

Bibit diserong setelah 2 – 3 minggu kemudian mata okulasi mulai

membengkak atau mlentis. Saat yang terbaik untuk memindahkan bibit ke

polibag adalah pada saat tunas dalam stadia mlentis karena apabila tunasnya

sudah tumbuh akan terjadi resiko kerusakan dalam pengangkutan maupun

penanaman di polibag. Cara mendongkel bibit harus sampai ke ujung akar,

kedalaman pendongkelan 6070 cm, kemudian akar tunggangnya dipotong

menyerong minimal sepanjang 40-45 cm dari leher akar..

Kelebihan pembibitan dengan sistem tabela adalah waktu yang relatif

singkat yakni hanya membutuhkan waktu 6 bulan, murah , perakaran kuat, tahan

kekeringan serta persentase tumbuh lebih tinggi. Namun perawatan nya lebih

sulit. Bila dibandingkan antara penggunaan cara tanam pindah dengan cara tanam

tabela, maka cara tanam tabela akan memberikan beberapa keuntungan, antara

lain :

1. Biaya tenaga kerja diluar panen 25–30 persen lebih rendah

2. Biaya sarana produksi 5–10 persen lebih rendah.

3. Hasil per hektar 10–25 persen lebih tinggi dan harga gabah maupun beras

lebih tinggi (karena kualitas lebih baik).

4. Pendapatan bersih petani meningkat.


Penanaman tanaman karet dilakukan pada awal musim penghujan, terutama

pada bulan Desember sampai Januari, dimana pada saat itu intensitas hujan sangat

tinggi. saat tersebut merupakan awal yang baik/optimal untuk memulai

penanaman dan harus berakhir sebelum musim kemarau. Waktu okulasi yang baik

menurut PTPN IX Krumput yaitu pada pagi hari dari pukul 06.00-10.00 dan sore

hari pada pukul 15.00-17.00. Pada waktu okulasi dibungkus dengan menggunakan

pelepah pisang agar menjaga kelembaban dan agar tidak lecet. Pemerikasaan

okulasi pertama dilakukan setelah 2-3 minggu pelaksanaan okulasi. Kemudian

pemeriksaan kedua dilakukan setelah 2 minggu pemerikasaan pertama. Okulasi

yang tidak berhasil diberi tanda dengan mengikat plastik dibatangnya. Sehingga

dapat dilakukan okulasi kembali pada sisi lain dari batang bawah. Sedangkan

okulasi yang berhasil diberi tanda dengan warna cat yang disesuaikan dengan

jenis tanamannya.

Penanaman tanaman karet di kebun Krumput ini menggunakan bibit karet

klon unggul seperti PB 240. Selain PB 240, kebun karet Krumput ini juga

menanam klon-klon karet seperti IRR 112, IRR 118 dan PB 260. Biasanya,

perkebunan karet tersebut lebih dominan menggunakan klon PB 240 karena

produksi lateks tinggi, mata prima yang banyak dan berkualitas baik dibandingkan

dengan klon-klon karet lainnya. Seperti misalnya klon karet IRR 112 Menurut

Budiman (2012), klon tersebut memiliki mata prima yang sedikit atau jarang

ditemukan pada calon batang atas tidak seperti klon PB 240 yang memiliki mata

prima atau mata tunas yang banyak. Walaupun demikian, di kebun Krumput ini

para petani menanam tanaman karet dengan klon-klon yang berbeda pada
lahannya atau dapat dikatakan bahwa pada suatu lahan terdapat berbagai macam

jenis klon karet. Hal ini dilakukan agar menghindari terjadinya penurunan

produksi dan untuk meng-cover tanaman klon karet unggul tersebut.

Mata tunas yang baik adalah yang berasal dari kebun entres yang sehat,

umurnya hampir sama dengan umur bibit batang bawah dan jenis mata untuk

okulasi coklat (umur batang bawah kurang lebih 7 bulan dan berwarna cokelat)

adalah mata ketiak daun. Standar mata tunas Menurut Sagian (2010) adalah

sebagai berikut:

1. Berasal dari kebun entres yang terawat baik sesuai anjuran.

2. Umur kayu okulasi setelah penyerongan kuran dari 3 hari dan jaringan

masih segar.

3. Berasal dari klon anjuran dengan kemurnian 100%.

4. Mata tunas yang berasal dari ketiak daun digunakan untuk okulasi

cokelat (umur batang bawah kurang lebih 7 bulan dan berwarna cokelat)

dan mata sisik yang berasal dari daun yang rudimenter digunakan untuk

okulasi tanaman muda (3-4 bulan).

Kendala pembibitan di perkebunan Nusantara IX Krumput yaitu serangan

OPT. Penyakit yang sering menyerang pembibitan yaitu embun tepung yang

menyerang saat musim hujan. Gejalanya yaitu daun keriting dan pengendalian

dilakukan dengan meyemprot belerang. Tungau, trips dan apis. Selain itu juga

pada saat dilakukan pembibitan biji kadang tidak tumbuh sehingga harus barter

dengan kebun lain. Menurut Sagala (2012), salah satu kendala utama dalam

pengembangan perkebunan karet saat ini justru terletak pada kelangkaan bahan
tanaman yang bermutu berupa bibit karet okulasi dari klon anjuran, dan juga

kendala dalam melakukan pembibitan tanaman karet yang biasanya ditemui

adalah dibutuhkannya keterampilan agar mata entres dapat menyatu saat

diokulasi. Sehingga tidak semua orang dapat melakukan okulasi tanaman karet.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tahap-tahap dalam pembibitan pada PTPN IX Krumput adalah persemaian

untuk menghasilkan batang bawah, dan kebun entres untuk menghasilkan


batang atas, kemudian dilakukan okulasi menggunakan okulasi hijau.

2. Klon yang digunakan di PTPN IX Kebun Krumput adalah jenis PB 260.

3. Ciri-ciri mata tunas yang baik :

a. Berasal dari kebun entres yang terawat baik sesuai anjuran.

b. Umur kayu okulasi setelah penyerongan kurang dari 3 hari dan jaringan

masih segar.

c. Berasal dari klon anjuran dengan kemurnian 100%.

d. Mata tunas yang berasal dari ketiak daun digunakan untuk okulasi

cokelat (umur batang bawah kurang lebih 7 bulan dan berwarna coklat)

dan mata sisik yang berasal dari daun yang rudimenter digunakan untuk

okulasi tanaman muda (3-4 bulan).

4. Kendala pembibitan di perkebunan Nusantara IX Krumput yaitu serangan

OPT.

B. Saran

Sebaiknya waktu kunjungan ke Kebun tidak bersama dengan kelas lain

agar lebih efektif dalam pengambilan informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin. 1982. Pengokulasian Karet. Balai Penelitian Perkebunan, Bogor.

Azwar, R., dan I. Suhendry. 1998. Kemajuan Pemuliaan Karet dan Dampaknya
terhadap Peningkatan Produktivitas. Prosiding Lokakarya Nasional
Pemuliaan Karet 1998 dan Diskusi Prospek Karet Alam Abad 21. Pusat
Penelitian karet, Medan 8-9 Desember.
Budiman Haryanto, S.P. 2012, Budi Daya Karet Unggul, Yogyakarta: Pustaka
Baru Press

Fauzi, A. 2008. Kesesuaian Lahan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)


Berdasarkan Aspek Agroklimat di Sulawesi Tenggara. Skripsi.
Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Nazarrudin dan Paimin, 2006. Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Prastowo N, J.M. Roshetko. 2006.Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif


Tanaman Buah.World Agroforestry Centre (ICRAF) dan Winrock
International. Bogor, Indonesia. p. 100. ISBN 979 - 3198 -28 – 1.

Rahardja dan W. Wiryanta. 2003. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman.


AgroMedia Pustaka, Jakarta. 104 p.

Roshetko JM, Purnomosidhi P, Tarigan J, Setiawan A, Prahmono A, Surgana M.


2012. Pembuatan Pembibitan Tanaman. Lembar Informasi AgFor No
1. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA
Regional Offi ce. 6p.

Santoso, B. 2006. Variasi Pertumbuhan jati Muda hasil Okulasi. Jurnal Penelitia
n Hutan Tanaman, 3 (3): 165-173.

Setiawan, 2006. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Agromedia Pustak, Solo.

Sianturi, H. S. D. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara


Press. Medan.

Sumarmadji. 2003.Teknik dan Tingkat Keberhasilan Okulasi Beberapa Klon


Karet Anjuran Di Kebun Visitor Plot BPTP Jambi. Buletin Teknik
Pertanian. 15 (1): 33-36.

LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA IV
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN TANAMAN PENUTUP TANAH
(Legume Cover Crop)
PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman penutup tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan cover

crop adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah
dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia dan

sifat fisik tanah.

Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya

perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, (2)

menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh,

dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan

tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air

hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar

infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup

tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-

syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji, (b)

mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi

tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak

mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak

menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap

gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g)

mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim

atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah,

dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan

sulur-sulur yang membelit.

Cover crop atau tanaman penutup umumnya adalah tanaman yang berasal

dari famili legumineceae (tanaman legume/ kacang-kacangan). Cover crop atau


tanaman penutup tanah berperan sebagai penahan kelembaban tanah di daerah

perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet. Selain berfungsi

menjaga kelembaban tanah di areal sekitar perkebunan, cover crop juga memiliki

peran sebagai penggembur tanah.

Tanaman jenis legume, memiliki akar yang biasanya bersimbiosis dengan

bakteri rhizobium yang dapat mengikat nitrogen (N) secara langsung dari udara.

Selain itu, perakarannya tidak terlalu dalam dan merupakan akar serabut, sehingga

akar tanaman penutup ini dapat membuat tanah tetap gembur. Dengan adanya

tanaman penutup kelembaban tanah dapat terjaga dengan baik. Tanaman penutup

biasanya ditanam secara tumpang sari.

Cover crop/ tanaman penutup dapat meningkatkan kualitas tanah dengan

meningkatkan tingkat bahan organik tanah melalui input tutupan biomassa

tanaman dari waktu ke waktu.

Kualitas tanah dikelola untuk menghasilkan situasi optimal untuk tanaman

berkembang. Faktor utama kualitas tanah adalah salinasi tanah, pH, keseimbangan

mikroorganisme dan pencegahan kontaminasi tanah.

B. Tujuan

1. Mahasiswa memahami pengertian dan manfaat dari tanaman penutup tanah.

2. Mahasiswa memahami jenis-jenis tanaman penutup tanah.

3. Mahasiswa mengetahui jenis tanaman penutup tanah yang cocok untuk

perkebunan karet.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada umumnya selama masa tanaman belum menghasilkan atau sebelum

tajuk saling menutup, gawangan ditanami dengan tanaman penutup tanah

leguminosa yang merambat atau legume cover crop (LCC). Dlam budidaya

tanaman karet, pengelolaan LCC selama periode belum menghasilkan sudah

merupakan standard baku teknis. Walaupun sudah terbukti dampak positif,


penanaman LCC pada perkebunan rakyat kurang berkembang. Hal ini disebabkan

karena perkebunan tidak dapat merasakan keuntungannya secara langsung dari

tanaman penutup tanah. Meskipun secara umum karet memiliki kemampuan

tumbuh yang lebih baik pada tanah-tanah bermasalah dari pada tanaman pangan,

ternyata perlu juga diperhatikan lingkungan tumbuhnya. Ekosistem karet tanpa

adanya penutup tanah sangat membahayakan kestabilan lingkungan disbanding

dengan hutan belukar (Siregar, 1984).

Menurut Arsyad (2006), salah satu metode yang dikembangkan untuk

merehabilitasi tanah adalah dengan menggunakan metode vegetatif, yaitu

menggunakan tanaman penutup tanah yang umumnya berasal dari famili

Leguminosa atau biasa disebut dengan LCC. Tanaman penutup tanah yang

biasanya digunakan adalah jenis kacang-kacangan antara lain Calopogonium

mucunoides, Centrosema pubescens, dan Pueraria javanica. a). Calopogonium

mucunoides Nama Inggris Calopo, Nama Indonesia Kalopogonium, Nama Lokal

(Indonesia), kacang asu (Jawa). Kalopogonium berasal dari Amerika tropis dan

Hindia Barat. Kacang ini telah diperkenalkan ke Asia dan Afrika tropis pada awal

tahun 1900 dan ke Australia pada tahun 1930. Kalopogonium telah digunakan

sebagai pupuk hijau dan tanaman penutup tanah di Sumatra pada tahun 1922 dan

kemudian di perkebunan karet dan perkebunan serat karung di Jawa Tengah dan

Jawa Timur, dan telah tersebar ke seluruh daerah tropis. Kalopogonium dapat

tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 mdpl, tetapi dapat beradaptasi

dengan baik pada ketinggian 300-1500 mdpl. Kacang ini cocok pada iklim tropis

lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm/tahun. Kacang ini tahan
terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat

tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah

antara 4.5 - 5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat kalopogonium

mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi. Kalopogonium

dikenal baik sebagai satu jenis kacang polong pelopor yang berharga untuk

melindungi permukaan lahan, mengurangi temperatur lahan, memperbaiki

kandungan Nitrogen, meningkatkan kesuburan lahan dan mengendalikan

pertumbuhan rumput liar. Tanaman ini sering ditanam bersama dengan centro (C.

pubescens) dan kacang ruji (P. phaseoloides).

Centrosema pubescens Centrosema pubescens nama Inggrisnya Centro,

butterfly pea, nama Indonesia Sentro. Sentro berasal dari Amerika Tengah dan

Selatan. Tanaman ini merupakan salah satu dari jenis legum yang paling luas

penyebarannya di kawasan tropis. Sentro diintroduksi ke kawasan Asia Tenggara

dari kawasan tropis Amerika pada abad ke 19. Saat ini Sentro telah dapat tumbuh

alami di dataran-dataran rendah di pulau Jawa. C. pubescens dapat tumbuh pada

ketinggian 0 – 1000 mdpl. Tanaman ini tahan akan kekeringan dan mampu

tumbuh baik pada tanah miskin hara. Tanaman legum ini tumbuh menjalar pada

permukaan tanah atau bisa membelit ke kiri atas pada tanaman lain yang tumbuh

di dekatnya. C. pubescens berguna sebagai tanaman penutup lahan, tanaman

pencegah erosi, tanaman pupuk hijau dan tanaman sumber pakan ternak.

Pueraria javanica Genus Pueraria termasuk legum dari subfamili

Papilionacecae. Nama daerah kacang ruji, krandang (Sunda), kacang alit (Jawa),

batok (Madura), dengan nama pasaran PJ. Tanaman ini merupakan tumbuhan asli
Asia, banyak dijumpai di Asia Tenggara. Tumbuhan ini tumbuh menjalar dan

merambat ke arah kiri, mempunyai batang yang kuat, mempunyai perakaran yang

dalam, diameter pangkal batang bisa mencapai 6 cm. Ada dua jenis yang

digunakan sebagai tanaman penutup tanah yaitu P. javanica dan P. phaseoloides

(kudzu tropik). P. javanica dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai

dengan 1000 mdpl, toleran pada tanah asam, pertumbuhan lambat pada 3 bulan

pertama. P. javanica dan P. phaseoloides ditanam untuk dimanfaatkan sebagai

penutup tanah, pencegah erosi, sumber pupuk hijau, pemberantas alang-alang dan

pakan ternak, akarnya mampu mengikat tanah dan cocok sebagai tanaman

pencegah erosi, sebagai tanaman penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, karet

atau kelapa biasanya di kombinasikan dengan Centrosema sp, Calopogonium sp,

dan Psophocarpus sp.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu kamera, alat tulis, dan perkebunan

karet yang akan dikunjungi


B. Prosedur Kerja

1. Praktikkan diberangkatkan ke PTPN IX Kebun Krumput.

2. Praktikkan dijelaskan tentang penanaman dan pemeliharaan tanaman penutup

tanah (Legume Cover Crop).

3. Penjelasan dari pembimbing lapangan dicatat pada kertas folio.

4. Hasil pengamatan disusun menjadi laporan praktikum.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir
B. Pembahasan

Legume cover crop atau tanaman penutup umumnya adalah tanaman yang

berasal dari famili legumineceae (tanaman legume/ kacang-kacangan). Cover crop

atau tanaman penutup tanah berperan sebagai penahan kelembaban tanah di

daerah perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet. Selain

berfungsi menjaga kelembaban tanah di areal sekitar perkebunan, cover crop juga

memiliki peran sebagai penggembur tanah (Arsyad, 2006).

Keuntungan pemasangan Legume cover crop:

1. Menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan

aliran air di atas permukaan tanah.

2. Menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang

jatuh.

3. Melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan

tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan

dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan

memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi

(Syamsulbahri, 1996).

Adapun jenis – jenis tanaman penutup tanah dibagi menjadi 2 tipe yaitu

Menjalar dan Pelindung perdu. Jenis LCC untuk masing – masing tipe yaitu :

1. Menjalar, terdiri dari :

 Centrosema pubescens ( CP )

Daun berbentuk ellips, berukuran kecil dan permukaan agak licin.

Kelebihan dari CP adalah dapat tumbuh pada ketinggian 0-300 m diatas


permukaan laut; tahan naungan dan kekeringan; dapat menghasilkan biji

sebanyak 1.000 kg/ha. Sedangkan Kelemahan dari CP adalah

Pertumbuhan agak lambat dan berumur pendek.

 Pueraria javanica ( PJ )

Pueraria Javanica atau PJ adalah tanaman Penutup Tanah / LCC (Legume

Cover Crop) yang biasa digunakan oleh perkebunan karet dan kelapa sawit

sebagai tumbuhan pioneer yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, PJ

adalah sejenis kacangan yang cepat menjalar sebab memiliki keunggulan

dalam mengikat unsur N (nitrogen) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman

utama (karet atau kelapa sawit) yang belum dewasa, juga kacangan ini

menurunkan suhu tanah pada saat kemarau.

 Calopogonium mucunoides ( CM )

Kacangan CM berasal dari Amerika Selatan, daun agak kecil dan tidak

berbulu. Kelebihan dari CM adalah Dapat tumbuh pada ketinggian 0-300

m diatas permukaan laut; produksi daun selama 5 bulan dapat mencapai 20

ton sehingga sangat baik sebagai pensuplai unsur N kedalam tanah; bijinya

kecil-kecil memiliki daya tumbuh sedang. Sedangkan Kelemahan dari CM

adalah Tidak tahan bersaing dengan gulma; berumur pendek.

 Psopocarphus polustris ( PP )

Kelebihan dari PP adalah Dapat tumbuh pada ketinggian 0-1.000 m diatas

permukaan laut; tahan naungan dan kekeringan; dapat tumbuh pada tanah

asam seperti gambut. Adapun Kelemahan dari PP yaitu Pertumbuhan


pada 3 bulan pertama agak lambat

 Calopogonium caeruleum ( CC )

Kelebihan dari CC adalah Tumbuh merambat dan mudah dibedakan

karena daunnya hijau mengkilat, permukaannya licin, berduri halus,

berbentuk oval/hati dengan ukuran 3-5 cm; tahan naungan, tahan bersaing

dengan gulma lain, toleran terhadap hama dan tahan kekeringan; dapat

distek. Penanaman dengan stek diperlukan 1.000-1.300 stek/ha.

Kelemahan dari CC adalah Kemampuan menghasilkan biji Rendah; harga

cukup mahal

 Desmodium ovalifolium ( DO )

 Mucuna conchinchinensis ( MC )

Tumbuhnya menjalar tetapi dapat juga tegak, batang agak kecil dan lemah,

polongan biji berbulu tebal. Kelebihan dari MC adalah Pertumbuhan

sangat cepat dan dalam 3 bulan sudah 100% menutup. Sedangkan

Kelemahan dari MC adalah Secara alamiah mati setelah 6-8 bulan.

 Mucuna bracteata

Adalah satu jenis kacangan yang konon berasal dari India. Kacangan ini

dianggap memiliki kelebihan.

2. Pelindung perdu, yaitu :

 Flemingia congesta

 Crotalaria anagyroides

 Tephrosia vogelii
 Caliandra callothyrsus ( putih )

 Caliandra tetragona ( merah )

Tanaman penutup tanah yang ditanam pada kebun Krumput ini yaitu

Mukuna (Mucuna bracteata). Tanaman ini dipilih sebagai LCC pada kebun karet

tersebut karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Mucuna Bracteata (MB)

berasal dari India. Kacangan MB ini tahan terhadap kekeringan dan naungan.

Kapasitas Fiksasi nitrogen MB ini tinggi. Dia tumbuh sangat cepat dan menutup

lahan sangat cepat, karena itu dia menekan pertumbuhan gulma-gulma lainnya.

MB sebagai kacang-kacangan akan menyediakan mulsa organik yang tebal yang

mana dapat membantu untuk mengurangi pupuk yang hilang mengalir, karena

hujan deras. Lapisan tebal dari sampah daunnya juga akan membantu untuk

mengurangi erosi tanah sehingga kondisi tanah tidak akan memburuk dari waktu

ke waktu.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Legume cover crop atau tanaman penutup umumnya adalah tanaman yang
berasal dari famili legumineceae (tanaman legume/ kacang-kacangan).

2. Adapun jenis – jenis tanaman penutup tanah dibagi menjadi 2 tipe yaitu

Menjalar dan Pelindung perdu. Jenis LCC untuk masing – masing tipe yaitu:

a. Menjalar, terdiri dari Centrosema pubescens ( CP ), Pueraria javanica

( PJ ), Calopogonium mucunoides ( CM ), Psopocarphus polustris ( PP ),

Calopogonium caeruleum ( CC ), Desmodium ovalifolium ( DO ),

Mucuna conchinchinensis ( MC ), Mucuna bracteata

b. Pelindung perdu, yaitu Flemingia congesta, Crotalaria anagyroides,

Tephrosia vogelii, Caliandra callothyrsus ( putih ), Caliandra tetragona

( merah ).

3. Tanaman penutup tanah yang ditanam pada kebun karet yaitu Mukuna

(Mucuna bracteata). Tanaman ini dipilih sebagai LCC pada kebun karet

tersebut karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Mucuna Bracteata (MB)

berasal dari India. Kacangan MB ini tahan terhadap kekeringan dan

naungan. Kapasitas Fiksasi nitrogen MB ini tinggi. Dia tumbuh sangat cepat

dan menutup lahan sangat cepat, karena itu dia menekan pertumbuhan

gulma-gulma lainnya.

B. Saran

Sebaiknya waktu kunjungan ke Kebun tidak bersama dengan kelas lain

agar lebih efektif dalam pengambilan informasi.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Revisi ke-3. IPB Press: Bogor.

Lu, Y. C., K. B. Watkins, J. R. Teasdale, and A. A. Abdul-Baki. 2000. Cover


crops in sustainable food production. Food Reviews International 16:121-
157.
Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA V
PEMELIHARAAN TANAMAN KARET BELUM MENGHASILKAN
(TBM) DAN TANAMAN KARET MENGHASILKAN (TM)
PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman karet merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi

Indonesia. Tanaman ini sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda,


Diperkirakan terdapat lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia.

Bahkan sekitar 85% perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan karet

yang dikelola oleh rakyat, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik

negara atau swasta. Karet merupakan salah satu hasil perkebunan terkemuka di

Indonesia karena banyak menunjang perokonomian negara yaitu sebagai bahan

yang diekspor dan menjadi sumber devisa negara. Perkembangan industry

otomotif yang terus melaju menjadikan permintaan karet di tingkat nasional

maupun internasional terus tinggi. Kondisi iklim di Indonesia juga sesuai untuk

budidaya karet sehingga menjadikan tanaman karet menjadi komoditas yang

sangan potensial untuk dikembangkan.

Pemeliharaan tanaman adalah bagian penting dalam budidaya karet.

Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi

pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman. Secara

umum, pertumbuhan karet dapat dibagi menjadi dua, yaitu tanaman karet yang

belum menghasilkan dan tanaman karet yang sudah menghasilkan (TM). Areal

pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman

sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma maupun organisme

pengganggu tumbuhan lainnya sehingga pertumbuhan karet dapat optimal. Oleh

karena itu dalam praktikum ini dikenalkan hal-hal terkait pemeliharaan TBM dan

TM sehingga dapat memberikan pemahaman kepada setiap praktikan dalam

kajian budidaya tanaman karet.


B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui pemeliharaan

tanaman karet belum menghasilkan dan tanaman karet menghasilkan di

Perkebunan Karet PTPN IX Krumput Banyumas.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman karet (Havea Brasiliensis) berasal dari Brazil. Tanaman karet

merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Tanaman karet mulai dikenal
di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, karet ditanam dikebun

Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet

dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di

Indonesia (Setiawan dan Andoko, 2005). Menurut Nazaruddin dan Paimin (1998)

klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea braziliensis


Pengembangan perkebunan karet di Indonesia dipengaruhi oleh faktor

strategis yang saling berkaitan dan sangat menentukan keberlanjutan perkebunan

karet, salah satunya adalah produktivitas. Upaya untuk meningkatkan

produktivitas karet pada perkebunan rakyat dibutuhkan tujuh hal yang harus

diperhatikan dan dilakukan dalam budidaya karet. Hal tersebut antara lain

pembuatan bahan tanam, persiapan lahan dan penanaman, penanaman sela,

pemeliharaan tanaman, penyadapan, pengolahan hasil (Aima, 2000).

Tanaman karet cocok ditanam pada daerah tropis antara 15o LS dan 15 o
LU.

Curah hujan tahunan tidak kurang dari 2000 mm, optimal antara 2.500 – 4.000

mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Produksi karet akan menurun

apabila terjadi hujan pada pagi hari. Tanaman karet tumbuh optimal pada
ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat maka

pertumbuhan karet akan semakin lambat dan hasilnya lebih rendah (Setyamidjaja,

1993). Tanaman karet relative toleran pada tanah-tanah marginal yang kurang

subur. Tanaman karet menghendaki tanah dengan struktur ringan, sehingga

mudah ditembus air. pH yang sesuai untuk tanaman karet adalah mendekati

normal (4 - 9) dan untuk pertumbuhan optimal 5 – 6. Topografi tanah yang datar

lebih baik dibandingkan dengan yang berbukit (Setiawan dan Andoko, 2005).

Menurut Situmorang dan Budiman (2003), tanaman karet merupakan

pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa

mencapai 1525 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki

percabangan yang tinggi diatas. Pertumbuhan karet di beberapa kebun condong

arah tumbuh tanamanya agak miring k earah utara. Batang tanaman ini

mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks

Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu aspek penting dalam

budidaya karet. Keberhasilan budidaya karet ditentukan salah satunya oleh

tindakan pemeliharaan yang dilakukan. Aspek pemeliharaan tersebut meliputi

pembersihan areal tanam dan tanaman, penyiangan gulma, teknik penggemburan,

dan aerasi tanag, teknik penyiraman, teknik pemupukan tanaman, pemangkasan

dan pengendalian hama penyakit (Tumpal dan Irwan, 2013).

Pemeliharaan tanaman pada sistem monokultur maupun agroforestri

umumnya berupa penyiangan kebun, pemupukan, pemangkasan tunas dan

percabangan yang tidak perlu, dan pembentukan percabangan. Tanaman karet

mencapai puncak produktivitasnya pada usia antara 12–20 tahun. Setelah umur
tersebut, maka produktivitasnya menurun dan perlu diremajakan ketika berumur

25–30 tahun (Janudianto et al., 2013).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan meliputi alat tulis,papan jalan, kamera,
tanaman karet belum menghasilkan (TBM) dan tanaman karet menghasilkan

(TM).

B. Prosedur Kerja

1. Mahasiswa mendengarkan penjelasan dari para petugas kebun dengan

seksama.

2. Diamati pertanaman dan pohon karet TBM dan TM.

3. Dicatat penjelasan petugas tentang pemeliharaan tanaman karet TBM dan

TM.

4. Dilakukan Tanya jawab antara mahsiswa dengan petugas agar data yang

didapat lebih lengkap dan jelas.

5. Hasil pengamatan dan Tanya jawab ditulis.

6. Data yang didapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan laporan

praktikum.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir
B. Pembahasan

Tanaman karet merupakan komoditas perkebunan penting bagi masyarakat

Indonesia. Bahkan Indonesia menjadi salah satu produsen karet terbesar di dunia,

selain Malaysia yang merupakan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

Produksi karet yang tinggi sangat ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya klon

yang digunakan, kondisi lingkungan tumbuh-tanaman, dan pemeliharaan tanaman

karet itu sendiri. Dijelaskan oleh Anwar (2001) bahwa pemeliharaan yang umum

dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pengendalian gulma,

pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman. Areal pertanaman karet, baik

tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM)

harus bebas dari gulma seperti alang-alang (Imperata cylindrica), Mikania

micrantha, eupatorium (Eupatorium sp), sehingga tanaman dapat tumbuh dengan

baik.

Tanaman karet belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman karet

menghasilkan (TM) harus selalu dijaga kondisinya agar dapat terus tumbuh

dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi. Pemeliharaan TBM

merupakan pemeliharaan tanaman yang dilakukan pada tanaman karet muda yang

masih belum berproduksi. Pemeliharaan ini bertujuan untuk menjaga tanaman

agar pertumbuhan vegetatif tanaman tidak terhambat, sehingga saat berproduksi

dapat menghasilkan lateks yang optimal. Sementara itu, pemeliharaan TM adalah

pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman karet yang telah memasuki masa

produksi. Hal ini dilakukan agar dapat tetap menjaga stabilitas produksi lateks

dari tanaman karet yang telah memasuki usia produktif, sehingga memiliki umur
produksi yang lama. TBM dan TM yang kurang terawat akan berpengaruh

terhadap kualitas dan kuantitas produksi karet, sehingga memengaruhi daya jual

produksi karet di pasaran. Berdasarkan kondisi tersebut dapat kita pahami bahwa

perawatan atau pemeliharaan karet di setiap fase pertumbuhannya begitu penting

agar produksi yang dihasilkan sesuai yang diharapkan petani.

TBM merupakan tanaman karet yang belum mampu menghasilkan lateks,

sehingga belum disadap. TM merupakan tanaman karet yang sudah memasuki

usia produktif sehingga sudah dapat disadap. Tujuan pemeliharaan karet secara

keseluruhan antara lain untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan dan produksi

serta menjaga kondisi lahan dan tanaman. Oleh karena tanaman karet

dikelompokkan menjadi TBM dan TM, maka pemeliharaan tanaman karet yang

dilakukan petani dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pemeliharaan tanaman

belum menghasilkan (TBM) dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM).

Kondisi TBM di kebun Krumput yang diamati masing-masing berumur 1

tahun. Beberapa hal yang dilakukan terkait pemeliharaan TBM di kebun Krumput

diantaranya pemupukan, perawatan gondang-gandung dan rorak, perbaikan teras,

dan pengendalian hama penyakit tanaman karet yang masih muda. Pemeliharaan

pada tanaman karet muda di pembibitan ditujukan untuk menjaga kondisi karet

sehingga dapat menurunkan kemungkinan kegagalan tunas pada masa pembibitan.

Memasuki masa TBM, pemeliharaan pada tanaman karet bertujuan untuk menjaga

kondisi karet agar optimal selama pertumbuhan menuju masa produksi.

Tindakan pemeliharaan TBM penting karena masa TBM akan

mempengaruhi cepatnya pertumbuhan yang pada akhirnya berdampak pada waktu


matang sadap. Matang sadap yang lebih cepat tentu akan menguntungkan bagi

suatu produksi karet. Walaupun lebih banyak dipengaruhi oleh tipe klon, namun

pemeliharaan dalam hal ini berperan dalam menjaga tanaman karet terhindar dari

hama dan penyakit yang mungkin menyerang. Menurut Syakir et al. (2010),

pemeliharaan tanaman karet belum menghasilkan terdiri dari lima komponen,

yaitu penyulaman, penyiangan, pemupukan, seleksi dan penjarangan, dan

pemeliharaan tanaman dengan penutup tanah.

Tanaman karet yang telah menghasilkan merupakan periode pertumbuhan

karet yang paling penting. Kondisi yang terdapat pada TM akan berpengaruh

langsung pada hasil produksi karet sadapan. Oleh karenanya pemeliharaan pada

masa TM ditujukan untuk menjaga kondisi pohon karet selama sadap, dan juga

memperpanjang waktu sadap. Pemeliharaan yang baik dapat memperpanjang

masa produksi dan meningkatkan kecepatan regenerasi kulit karet selanjutnya.

Syakir et al., (2010) menyatakan bahwa pemeliharaan tanaman pada masa

produksi hanya meliputi penyiangan dan pemupukan.

Kondisi tanaman menghasilkan (TM) di kebun Krumput yang diamati

sudah berumur sekitar 10 tahun. Lingkungan sekitar TM cukup rimbun, terdapat

beberapa jenis gulma yang berada di sekitar pertanaman karet. Adapun kondisi

tanaman penutup tanah/LCC di sekitar TM sudah langka. Tanaman penutup tanah

dari family legume (Legume Cover Crop) lebih dominan terdapat di pertanaman

karet yang masih muda atau belum menghasilkan. Fokus kajian dalam tanaman

karet menghasilkan (TM) sebagaimana yang disampaikan petugas lapang pada

praktikum ini adalah terkait penyadapan. Pemeliharaan tanaman dilakukan untuk


menciptakan kondisi tanaman menjadi baik sehingga tanaman tersebut dapat

tumbuh, berkembang, dan menghasilkan dengan baik. Berdasarkan penjelasan

Yardha et al. (2007), pemeliharaan tanaman bertujuan untuk menjaga dan

meningkatkan kesuburan tanah; mengurangi persaingan dengan tumbuhan lain,

baik dalam pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari dan udara ; mencegah

terjadinya serangan hama dan penyakit yang biasa merusak atau musuh dari

tanaman karet. Faktor-faktor yang memengaruhi pemeliharaan yaitu berupa faktor

iklim, tanah, dan kondisi dari pohon karet di perkebunan. Kondisi kesuburan

tanah merupakan faktor yang paling mempengaruhi tindakan pemeliharaan.

Nutrisi tanah yang tidak mencukupi dapat menurunkan produksi karet dalam

perkebunan per hektar, hal ini dikarenakan dalam suatu perkebunan, nutrisi dalam

tanah dibutuhkan dalam jumlah yang banyak.

Keterkaitan antara beberapa faktor tersebut dapat menjadi dasar dalam

melaksanakan pemeliharaan tanaman. Syukur et al., (2014) menyatakan bahwa

interaksi antara genetik tanaman dengan lingkungan akan menentukan hasil

tanaman. Lebih lanjut dijelaskan juga oleh Yardha et al. (2007) misalnya dalam

hal pemupukan tanaman. Perlu diketahui bahwa pemupukan merupakan bagian

penting dalam pemeliharaan tanaman. Dosis pemupukan ditentukan oleh umur

tanaman, kondisi tanah dan iklim, serta kondisi tanaman. Pemupukan perlu

memerhatikan beberapa hal, yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat sasaran, dan tepat

dosis. Kondisi tanah yang terlalu masam ataupun basa juga tidak sesuai untuk

pemupukan karena memungkinkan terjadinya berbagai reaksi dalam tanah yang

dapat menghambat terserapnya pupuk bagi tanaman.


Umur tanaman juga berpengaruh terhadap pemeliharaan tanaman,

misalnya dalam hal pemupukan, penyiangan, seleksi, dan penjarangan. Kebutuhan

tanaman karet dalam setiap fase pertumbuhannya berbeda-beda. Proses fisiologi

tanaman karet akan terus mengalami fluktuasi seiring penambahan umur tanaman.

Terkait factor iklim atau cuaca, hal ini juga menjadi perhatian dalam pemeliharaan

tanaman. Sebagai contoh misalnya ketika kondisi hujan atau terjadi angin

kencang, maka tindakan pemeliharaan tanaman seperti penyemprotan tanaman

menjadi tidak efektif.

Faktor yang paling penting dalam hal ini adalah kondisi tanah. Rosyid et

al. (2005) menyatakan bahwa karet dikenal sebagai tumbuhan yang mudah rebah

pada pertumbuhan awalnya, sehingga dibutuhkan struktur tanah yang kuat dan

tidak terlalu lempung atau berpasir. Tanah yang terlalu becek akan menyulitkan

penyiangan dan pemupukan. Selain itu tanah yang teralu kering juga menjadikan

tanaman karet harus lebih banyak diairi, sehingga memengaruhi teknik irigasi

yang harus diaplikasikan. Karet merupakan tanaman perkebunan, bahkan di kebun

Krumput penanaman karet dilakukan pada lahan yang kontur tanahnya miring

berundak. Potensi erosi menjadi suatu masalah yang perlu ditanggulangi karena

struktur tanah jelas akan berubah, nutrisi pada top soil tercuci, dan adanya run off

yang berkelanjutan, sehingga perlu dilakukan pemeliharaan yang cocok.

Pengamatan pada perkebunan Krumput tidak jauh berbeda dengan

literature yang kami temukan, yaitu Samidjaja (1993) yang menjelaskan bahwa

masa TBM pada tanaman karet didefinisikan sebagai masa dari sejak penanaman

bahan tanam di lapangan sampai tercapainya kriteria matang sadap. Matang sadap
tanaman karet secara teknis dicapai apabila lilit batang pada ketinggian 1 meter

dari pertautan okulasi telah mencapai 45 cm dengan ketebalan kulit minimal 7

mm. pada kondisi ini status tanaman karet berubah dari tanaman belum

menghasilkan (TBM) menjadi Tanaman Menghasilkan (TM) dengan syarat 60%

dari populasi tanaman di kebun telah matang sadap.

Tahapan-tahapan penting dalam TBM diantaranya

penyulaman/penyisipan, penunassan, induksi percabangan, pengendalian gulma,

serta pengendalian hama dan penyakit.

1. Penyulaman

Penyulaman dilakukan secara kondisional ketika tanaman telah dinilai

tidak dapat melanjutkan pertumbuhannya, entah karena penyakit atau karena

kelainan. Penyulaman dilakukan dengan tanaman yang masih disimpan dalam

polybag. Namun Syakir et al. (2010) menyatakan bahwa kegiatan

penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1 - 2 tahun karena saat itu

sudah ada kepastian tanaman yang hidup dan yang mati. Karena penyulaman

dilakukan saat tanaman berumur 1- 2 tahun, bibit yang digunakan berupa

bibit stum tinggi berumur 1 - 2 tahun agar tanaman bisa seragam.

2. Penunasan

Penunasan atau penghilangan tunas adalah kegiatan menghilangkan tunas

palsu yang tidak produktif pada tanaman karet. Penghilangan ini untuk

memaksimalkan pertumbuhan tunas aktif atau yang biasa disebut sebagai

tunas prima. Tunas prima merupakan tunas yang nantinya akan digunakan

dalam proses okulasi, dan diketahui memiliki kemungkinan yang tinggi untuk
proses dalam proses okulasi.

3. Induksi percabangan

Menurut Janudianto et al. (2013), induksi atau pembentukan percabangan

pada tanaman karet sangat tergantung pada jenis klonnya. Teknik-teknik

dalam induksi percabangan tersebut antara lain penyanggulan, pengguguran

daun, pengikatan batang, pembuangan ujung tunas, dan pemenggalan batang.

Cara yang paling dianjurkan adalah dengan teknik penyanggulan karena lebih

mudah, murah, dan tidak melukai batang karet. Selain itu, percabangan juga

akan mudah dan banyak muncul. Penyanggulan dilakukan apabila tanaman

karet telah mencapai ketinggian 3 m namun belum membentuk percabangan.

Cara paling banyak untuk pembentukan percabangan yang dilakukan di

kebun Krumput adalah dengan teknik topping. Yardha et al. (2007)

menjelaskan bahwa pembentukan cabang biasanya dilakukan dengan 2 cara,

yaitu topping dengan cara penyanggulan atau membungkus bagian ujung

daun. Topping dilakukan dengan cara pemotongan batang pada ketinggian 3

meter pada bagian batang yang berwarna coklat. Bekas pemotongan harus

diolesi dengan parafin atau TB 192. Penyanggulan dilakukan pada ketinggian

3 meter dengan menyatukan daun bagian ujung yang sudah tua, kemudian

atau biasa juga dengan membungkus daun ujung dengan menggunakan

plastik. Cabang yang terbentuk sebaiknya hanya tiga cabang, apabila

terbentuk lebih, maka perlu dilakukan pengurangan cabangcabang kecil

dengan cara dipotong, luka bekas potongan diolesi parafin atau TB 192.

2. Pengendalian gulma
Pengendalian gulma dibagi menjadi dua teknis, yaitu dengan

menggunakan kimiawi dan kultur teknis. Pengendalian gulma dalam suatu

perkebunan menjadi pekerjaan yang penting mengingat arealnya yang luas

dan jarak antar tanaman yang renggang. Pada perkebunan Krumput, untuk

menghindari tumbuhnya gulma, akhirnya dilakukan pengendalian dengan

menggunakan tanaman legume cover crops. Pada kasus parah, dalam masa

TBM juga beberapa kali digunakan pengendalian dengan menggunakan

bahan kimia dengan bahan aktif Phosphat untuk daun sempit, dan Tiphormon

untuk gulma berdaun lebar.

3. Pengendalian hama dan penyakit

Hama tanaman karet yang terdapat di kebun Krumput sebagian besar

adalah belalang. Belalang menjadi hama bagi tanaman karet pada fase

penyemaian dengan cara memakan daun-daun yang masih muda. Serangga

ini tergolong sangat rakus. Jika daun muda habis, mereka tak segan-segan

memakan daun-daun tua, bahkan tangkainya (Syakir et al., 2010). Selain

belalang, hama lain yang penting dalam perkebunan karet adalah rayap, kutu,

dan beberapa golongan mamalia. Pengendalian hama belalang dapat

dilakukan secara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida Thiodan

dengan dosis 1,5 ml/liter air. Penyemprotan dilakukan 1 - 2 minggu sekali

tergantung pada intensitas serangannya.

Penyakit yang sering menyerang tanaman karet adalah penyakit embun

epung atau mildew. Penyakit Mildew adalah penyakit yang disebabkan oleh

jamur Oidium sp. Gejala penyakit ini ditandai oleh pada daun terdapat massa
tepung berwarna putih melekat pada permukaan bawah daun, kemudian

berkembang menyebabkan bercak transparan sehingga pertumbuhan daun

tidak normal, agak berkeriput. Massa tepung jamur tersebut dapat juga

menutupi permukaan atas daun. Daun muda yang masih berwarna coklat

tembaga jika terserang akan gugur, sedangkan daun-daun yang lebih dewasa

tidak gugur akan tetapi fungsi untuk berfotosintesis tidak maksimal (Darwis,

2014). Pengendalian penyakit ini di kebun Krumput dilakukan dengan

memakai fungsida berbahan aktif Daetin, atau dengan aplikasi belerang.

Telah sedikit disinggung dalam pembahasan sebelumnya bahwa pada fase

pemeliharaan tanaman TBM, digunakan Legume Cover Crops (LCC) sebagai

penutup tanah. Menurut Arsyad (2006), tanaman penutup tanah adalah tanaman

yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi

dan atau untuk memperbaiki sifat kima dan sifat fisik tanah. Tanaman penutup

tanah dari famili Leguminosa atau biasa disebut dengan Legume Cover Crop

(LCC). Lebih sesuai dijadikan sebagai tanaman penutup tanah karena dapat

mengikat nitrogen. Susetyo (2006) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tanaman

kekacangan yang dapat digunakan sebagai LCC, yaitu Calopogoniumm

mucunoides, Calopogonium caeraleum, Pueraria javanica, Sentrosoma

pubescens dan yang baru di introduksi dari India adalah Mucuna bracteata.

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan LCC di pertanaman karet

adalah dapat meningkatkan serapan hara N bagi karet, dan dapat mencegah erosi

di perkebunan. Dijelaskan oleh Achmad dan Aji (2016) bahwa fungsi LCC dapat

bermanfaat sebagai mulsa sehingga pada saat musim kemarau dapat menjaga
kelembaban tanah. Selain itu dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, LCC

dalam jangka panjang dapat berfungsi sebagai sumber hara bagi tanaman,

memperbaiki KTK tanah pasiran yang rendah dan mengaktifkan mikroba dalam

tanah.

Tanaman penutup tanah yang berasal dari tanaman leguminosa dapat

mengikat N sehingga meningkatkan ketersediaan N untuk tanaman utama. Bahan

organik dapat diharapkan memperbaiki struktur tanah dari berbutir tunggal

menjadi bentuk gumpal sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran

agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar,

bahkan bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah menjadi baik atau remah,

dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat (Achmad dan Aji, 2016).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa pemberian Legume cover

crop (LCC) memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman karet, dan

mampu menjaga kondisi tanah di perkebunan karet sehingga resiko erosi di

perkebunan karet bisa diminimalisir. Beberapa jenis tanaman legume yang baik

untuk digunakan di perkebunan karet adalah sebagai berikut:

 Calopogonium mucunoides

Menurut Prayudaningsih et al. (2015), kalopogonium dapat tumbuh

mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 mdpl, tetapi dapat beradaptasi

dengan baik pada ketinggian 300-1500 mdpl. Kacang ini cocok pada iklim

tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm/tahun. Kacang

ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering

yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun
dengan pH rendah antara 4.5 - 5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat

Kalopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi

ekologi.

 Pueraria javanica

Tanaman ini merupakan legum tahunan dengan batang memanjat atau

melilit dan berbulu, panjang sulur 1-3 meter,daun besar berjumlah tiga

(trifoliat), bungabunganya kecil berwarna lembayung muda hingga ungu.

Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah yang miskin unsur hara dan tahan

terhadap naungan yang ringan maupun penyinaran yang penuh. Umumnya

ditemukan hingga ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut di pulau

Jawa. Tanaman ini menghasilkan biji yang 13 relatif sedikit sehingga

umumnya perbanyakan dengan cara stek. Disamping sebagai hijauan sumber

protein dan mineral yang disukai ternak ruminansia, Pueraria javanica juga

berperan sebagai penutup tanah, menekan pertumbuhan gulma, mengurangi

erosi dan sebagai pupuk hijau (Mannetje dan Jones, 2000).

 Centrosema pubescens

Tanaman ini merupakan tanaman tahunan, di pangkal batang

sering berkayu, membelit ke kiri atau menjalar dengan panjang 1 – 4

meter. Dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 300 mdpl, cukup toleran

terhadap kesuburan tanah yang rendah, musim kering yang dibutuhkan

mencapai 4,5 bulan, curah hujan tahunan 1500 mm, sangat toleran

terhadap penggenangan, pertumbuhan awal lama, ketahanan terhadap

naungan sedang sampai tinggi (Susetyo, 2006).


Jenis LCC yang digunakan pada perkebunan krumput adalah dari tipe

Mucuna bracteata atau yang biasa disebut Makonah. Mucuna sp adalah salah satu

jenis penutup tanah yang dikembangkan sebagai pengendali pupuk dan tanaman

pupuk hijauan. Selain itu menurut Darian (2007), tanaman jenis ini toleran

terhadap kondisi abiotik yang ekstrim antara lain kondisi kekeringan, kesuburan

tanah yang rendah dan kemasaman tanah yang tinggi. LCC ini merupakan salah

sau jenis yang merambar dan bersifat tahunan. Tanaman ini digunakan karena

memiliki beberapa keunggulanan, yaitu pertumbuhannya cepat, produksi

biomassa tinggi, tahan terhadap naungan, tahan terhadap kekeringan, menekan

pertumbuhan gulma dan tidak disukai ternak. LCC sering kali menjadi cara

ampuh untuk mengendalikan gulma dalam suatu perkebunan karet. Selain itu juga

terdapat beberapa manfaat dari penggunaan LCC pada perkebunan karet seperti

yang dilaporkan oleh Nusyirwan (2014), yaitu:

a) Melindungi permukaan tanah serta mengurangi bahaya erosi

b) Menambah bahan organik tanah

c) Memperbaiki atau mempertahankan struktur tanah

d) Memperbaiki perembesan air, yang berarti menyimpan air dalam tanah,

e) Mengurangi suhu tanah dan lamanya dekomposisi bahan organik,

f) Memperkecil kehilangan unsur hara karena pencucian

g) Memompa unsur hara dari lapisan tanah bawah ke lapisan tanah atas oleh

perakarannya yang dalam

Penutup tanah jenis leguminosa tertentu dapat mengikat nitrogen udara

serta mengembalikannya kembali ke dalam tanah dalam bentuk bahan organik.


Aspek penting yang lain dalam pemeliharaan tanaman karet adalah pemeliharaan

tanaman yang telah masuk masa produksi, atau lebih dikenal istilah tanaman

menghasilkan (TM). Syakir et al, (2010) menjelaskan bahwa pemeliharaan

tanaman selama masa produksi dimaksudkan agar kondisi tanaman dalam keadaan

baik; produksinya tetap, bahkan meningkat sesuai dengan umur tanaman; dan

masa produktifnya makin panjang. Beberapa pemeliharaan yang dilakukan di

perkebunan Krumput adalah sebagai berikut:

1) Penyiangan

Penyiangan lahan karet pada masa produksi bertujuan sama dengan

penyiangan pada masa sebelum produksi, yaitu mengendalikan pertumbuhan

gulma agar tidak mengganggu tanaman utama. Penyiangan bisa dilakukan

secara manual, kimiawi, atau gabungan dari keduanya. Cara manual atau

mekanis adalah pemberantasan gulma menggunakan peralatan, seperti

cangkul, parang, atau sabit. Jika gulmanya berupa rumput-rumputan,

penyiangan bisa menggunakan cangkul, sehingga perakarannya ikut tercabut.

Jika gulma berupa semak atau perdu, penyiangannya harus dengan cara

didongkel dengan bantuan cangkul dan parang. Pemberantasan gulma secara

manual hanya memungkinkan jika areal perkebunan karet tidak terlalu luas

(Syakir et al., 2010).

Penyiangan di kebun Krumput dilakukan dengan cara konvensional dan

kimiawi. Kimiawi tentu saja menggunakan herbisida. Pada perkebunan TM,

herbisida yang dipakai masih sama dengan TBM, yaitu yang memiliki bahan

aktif Phosphat atu Tiphormon. Sedangkan pengendalian gulma secara


konvensional dilakukan dengan menggunakan babad, cangkul, atau dongkel.

Penyiangan dilakukan secara kondisional, dengan berbekal laporan dari

observasi harian yang dilakukan di perkebunan.

2) Pemupukan

Cara pemupukan tanaman karet pada masa produksi sama dengan masa

sebelum produksi, yaitu pupuk dimasukkan ke dalam lubang yang digali

melingkar dengan jarak 1 – 1,5 meter dari pohon. Bisa juga pupuk

dimasukkan ke dalam alur berbentuk garis di antara tanaman dengan jarak 1,5

meter dari pohon. Sebelum pemupukan dilakukan, harus dipastikan tanah

sudah bebas dari gulma. Jika frekuensi pemupukan tanaman karet sebelum

masa produksi dilakukan sekali dalam setahun, pemupukan tanaman karet

pada masa produksi dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada pergantian

musim. Dosis pemupukan tergantung pada jenis tanah tempat karet

dibudidayakan (Syakir et al., 2010).

Pemupukan pada fase TM kurang lebih sama dengan fase TBM.

Pemupukan dilakukan persemester dengan menggunakan Urea, SP 36 dan

KCl. Dosis per semester yang digunakan adalah Urea sebanyak 100 gr,

sedangkan SP-36 sebanyak 75 gr, dan KCl sebanyak 100 gr. Penggunaan

Kiserit pun masih tetap dilakukan, sebanyak 50 gr, namun dengan tujuan

yang berbeda dengan pada fase TBM, yaitu untuk memicu regenerasi

pertumbuhan kulit baru pada pohon karet.

Bagian yang sangat penting untuk diketahui terkait tanaman karet yang

menghasilkan (TM) adalah bagian penyadapan. Kebun karet yang memiliki


tingkat pertumbuhannormal siap disadap pada umur lima tahun dengan masa

produksi selama 25 - 35 tahun. Pohon karet siap sadap adalah pohon yang

sudah memiliki tinggi satu meter dari batas pertautan okulasi atau dari

permukaan tanah untuk tanaman asal biji dan memiliki lingkar batang atau

lilit batang 45 cm. Kebun karet mulai disadap bila 55% pohonnya sudah

menunjukkan matang sadap. Jika belum mencapai 55% maka sebaiknya

penyadapan ditunda (Syakir et al., 2010).

Praktikum yang kami lakukan di kebun kare PTPN IX Krumput

didampingi oleh beberapa petugas lapang, salah satunya adalah Pak Sunarto.

Beliau menduduki posisi sebagai Kepala Bagian Afdeling di kebun Krumput.

Luas kebun karet Krumput sekitar 1000 Ha. Hasil praktikum yang kami lakukan

di kebun Krumput adalah bahwa TBM dan TM di kebun tersebut berada dalam

kondisi yang baik.

Sanitasi lingkungan di sekitar TBM lebih terjaga dengan baik daripada di

sekitar TM. Beberapa TBM di kebun Krumput sudah mulai berfungsi sebagai

TM. Pada kebun TBM, terdapat istilah gawangan, gondang-gandung, dan rorak.

Gondanggandung merupakan semacam parit berukuran 40 x 60 cm yang

berfungsi untuk menampung seresah. Rorak adalah bagian yang berfungsi untuk

menangggulangi erosi. Pemberian pupuk pada TBM dilakukan selama dua kali

dalam setahun. Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk (NPK). Pemberian

pupuk untuk semester I diberikan pada bulan Februari-Maret. Adapun aplikasi

pupuk kandang dilakukan satu tahun sekali, dengan dosis 10 gr/pohon secara

selektif.
Tanaman menghasilkan (TM) bisa disadap jika 60 % dari total TBM sudah

memenuhi syarat. Ciri-ciri tanaman karet tersebut untuk dapat disadap antara lain

lilit batang sudah mencapai 45 cm. Penyadapan dilakukan pada irisan di batang

karet dengan sudut sadap 40 - 450. Tanaman karet yang sudah bisa dsadap akan

dikelompokkan ke dalam blok-blok untuk diberikan kepada tenaga penyadap.

Satu blok terdiri dari 500 pohon.

Buka sadap dilakukan pada jarak 130 cm dari pertautan okulasi. Pohon

yang disadap harus dapat terpakai selama 5 tahun untuk satu daerah irisan.

Penyadapan dilakukan dengan kedalaman 0,7 – 1,5 mm. Rumus sadap yang

digunakan adalah S2D3. Arti dari rumus tersebut adalah S2, berarti penyadapan

setengah lingkaran batang pohon, D3 artinya pohon disadap 3 hari sekali. Syakir

et al., (2010) menjelaskan bahwa jika disadap 3 hari sekali maka kulit karet yang

terpakai adalah 2 cm/ bulan atau 8 cm/kuartal atau 24 cm/tahun. Agar lebih

mudah dikontrol maka pada bidang sadap atau kulit pohon karet biasanya diberi

tanda-tanda pembatas untuk melakukan pengirisan. Tanda-tanda ini biasanya

dibuat untuk konsumsi per kuartal atau per 2 bulan dengan jumlah tanda 2 - 3

buah. Urutan penyadapan sebagaimana yang dijelaskan oleh petugas lapang di

kebun Krumput adalah sebagai berikut:

1) Mengambil scrab/sisa getah karet yang menempel di jalur irisan sadap.

2) Membuat garis depan dan belakang.

3) Memasang talang dan biting. Talang terletak pada jarak 10 cm dari irisan

terakhir. Biting diletakkan pada posisi 5 cm dari talang.

4) Menyayat batang karet. Sudut irisan 45o, batang disayat dengan pisau
sadap. Kedalaman penyadapan optimum 0,7 mm, tidak boleh lebih dari 1,5

cm karena berdampak pada produksi lateks untuk jangka waktu ke depan.

5) Memasang mangkok/penampung.

Penyadapan dilakukan antara pukul 04.00-08.00. Pengambilan lateks pada

pohon dilakukan setelah tidak menetes. Hasil pengamatan yang kami lakukan

sesuai dengan penjelasan Syakir et al. (2010) yang menjelaskan bahwa usia

produktif tanaman karet untuk disadap dapat mencapai 25 tahun dengan teknik

penyadapan yang benar. Adanya pemberian LCC pada pertanaman karet mampu

meningkatkan serapan N bagi tanaman karet sehingga baik untuk pertumbuhan

tanaman.

Penyadapan karet dilakukan pada pukul 05.00-06.00 pagi, sedangkan

pengumpulan lateksnya dilakukan antara pukul 08.00-10.00. Hal ini mengingat

adanya tekanan turgor dalam sel tanaman karet. Turgor adalah tekanan pada

dinding sel oleh isi sel. Banyak sedikitnya isi sel berpengaruh pada besar kecilnya

tekanan pada dinding sel. Semakin banyak isi sel, semakin besar pula tekanan

pada dinding sel. Tekanan yang besar akan memperbanyak lateks yang keluar dari

pembuluh lateks. Oleh sebab itu, penyadapan dianjurkan dimulai saat turgor

masih tinggi, yaitu saat belum terjadi pengurangan isi sel melalui penguapan oleh

daun atau pada saat matahari belum tinggi.


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemeliharaan memegang peranan penting dalam peningkatan produktivitas

tanaman.

2. Tindakan pemeliharaan fase TBM meliputi : penyisipan/penyulaman,

pemeliharaan tanaman penutup tanah LCC (Legume Cover Crop), penunasan


(pembuangan tunas palsu), induksi percabangan, pengendalian gulma,

pemupukan, dan pengendalian hama-penyakit.

3. Pemeliharaan pada fase TM berkaitan dengan kualitas dan kuantitas produksi

tanaman. Kegiatan pemeliharaan paada fase TM diantaranya : manajemen

tajuk, pengendalian gulma, pemupukan, dan pengendalian hama-penyakit.

B. Saran

Praktikum sebaiknya tidak di satukan dengan jurusan lain karena

walaupun sama tetapi menjadi tidak efisien dan praktikkan banyak sehingga tidak

semua mendengar dan memperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad., S.R., dan Y.B.S. Aji. 2016. Pertumbuhan Tanaman Karet Belum
Menghasilkan Di Lahan Pesisir Pantai Dan Upaya Pengelolaan Lahannya
(Studi Kasus: Kebun Balong, Jawa Tengah). Warta Perkaretan. 35(1) :
11-24

Aima, H.M. 2000.Pengembangan Karet Rakyat di Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah


Universitas Batang Hari Jambi. 2(1) : 1-8.

Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi dan Budidaya Karet. Pusat Penelitian
Karet. Medan

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.


Darwis, Hilda Syafitri. 2014. Beberapa Jenis Penyakit Daun di Pembibitan Karet.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-288-beberapa-jenis-
penyakit-daun-di-pembibitan-karet.html diakses 23 Desember 2018.

Darian, A. 2007. Bahan pembenah tanah : Prospek dan kendala pemanfaatannya.


Sinar Tani edisi 16 Mei 2007. Jakarta

Janudianto., et al. 2013. Panduan Budidaya Karet untuk Petani Skala Kecil.
World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office.
Bogor.
Mannetje, L. and R. M. Jones.2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No.
4.Pakan.PT Balai Pustaka Jakarta bekerjasama dengan Prosea
Indonesia,Bogor.

Nusyirwan, 2014, Optimalisasi Lahan Suboptimal Melalui Penanaman Mucuna


braceata, Prosiding dalam Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2013
Palembang 26 - 27 September.

Paimin, W., dan S. Nazaruddin. 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prayudaningsih, Retno., et al. 2015. Dampak Fasilitatif Tumbuhan Legum


Penutup Tanah Dan Tanaman Bermikoriza Pada Suksesi Primer Di
Lahan Bekas Tambang Kapur. J.Mannusia dan Lingkungan. 22(3) : 310-
318.

Rosyid, M.J., et al. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Karet Bagi Pola Peremajaan
Karet Model Pastisipatif di Kabupaten Sarolangon dan Merangin
Provinsi Jambi. Pusat Penelitian Karet. Balai Penelitian Sembawa.

Setiawan, D. H. dan A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet,


Agromedia Pustaka, Jakarta.

Situmorang, A. dan Budiman, A. 2003. Pengendalian Penyakit Tanaman Karet.


Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat. Balai Penelitian Sembawa.

Setyamidjaja, D.1993. Budidaya Karet. Kanisius. Yogyakarta.

Suseno, R. S. dan Suwarti. 1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit Yang
Diasap (Ribbed Smoked Sheet). Balai Penelitian Perkebunan Bogor.
Bogor.

Susetyo, Imam dan Sudiharto, 2006, Penutup Tanah Kacang (Legume Cover
Crops) di Perkebunan karet. (online).
http://sitp.rpn.co.id/uploads/riset/karet/Prosiding%20Karet
%202006%20Pe nutup%20Tanah%20Kacangan.pdf diakses 23
Desember 2018.

Syakir, M., et al. 2010. Budidaya dan Pascapanen Karet. Pusat Peneliian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Syukur, Muhammad., et al. 2015. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Tumpal dan Irwan. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Yardha, S. Edi., dan Mugiyanto. 2007. Teknik Pembibitan Dan Budidaya Karet
Unggul Di Provinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Kotabaru, Jambi.

LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA VI
PENYADAPAN TANAMAN KARET
PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting di


Indonesia. Dalam bidang pertanian, hasil dari tanaman karet dapat ,menunjang

perekonomian Negara. Indonesia memiliki lahan karet mencapai 2,7-3 juta hektar.

Produktivitas lahan karet di Indonesia rata-rata rendah dan mutu karet yang

dihasilkan kurang memuaskan. Di pasaran Internasional karet Indonesia terkenal

sebagai karet yangm memiliki mutu rendah. Indonesia berpotensi besar untuk

menjadi produsen utama dalam dekade-dekade mendatang. Hal ini dikarenakan

Indonesia mempunyai potensi sumber daya yang sangat memadai.

Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet yang ada di

Indonesia adalah rendahmua produktivitas karet rakyat. Hal ini disebabkan

sebagian besar tanaman masih menggunakan bahan tanam asal biji, tingginya

proporsi areal tanaman karet yang telah tua, tusak atau tidak produktif dan

teknologi. Umumnya petani skala kecil mengusahakan dengan system tradisional.

Berbeda dengan yang diusahakan oleh perusahaan pemerinrah atau swasta,

dimana dalam pengusahaannya dilakukan dalam skala besar dengan menggunakan

system teknologi modern.

Lokasi juga merupakan salah satu permasalahan dalam perkebunan karet.

Lokasi kebun yang jauh dari pabrik pengolah karet dan letak kebun yang

terpencar-pencar dalam skala luasan yang relative kecil dengan akses yang

terbatas terhadap fasilitas angkutan, sehingga biaya transportasi menjadi tinggi.

B. Tujuan

1. Mengetahui kriteria bidang sadap pada tanaman karet di PTPN IX Kebun

Krumput.
2. Mengetahui ciri-ciri tanaman karet yang siap disadap serta factor yang

mempengaruhi hasil sadapan.

3. Mengetahui urutan sekaligus teknik penyadapan di PTPN IX Kebun

Krumput.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Syamsulbahri (1996), karet termasuk tanaman getah-getahan

karena mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (lateks)

dengan kadar antara 30-35% yang mengalir keluar apabila jaringan tanaman
terlukai. Proses ini dinamakan penyadapan, yang oleh Siswoputranto (1981)

dikatakan nerupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya produktivitas

perkebunan karet.

Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan

agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sertasistem dan

manajemen sadap. Apabila factor-faktor tersebut dapat terpenuhi, maka tanaman

karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria

matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari

permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi

tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap

dipanen (Anwar, 2001).

Perkebunan karet rakyat dengan perkebunan milik Negara biasanya

berbeda dari system dan manajemen sadapnya. Menurut Barlow (1970),

penyadapan yang tidak benar banyak dijumpai pada perkebunan karet rakyat.

Kerusakan bidang sadapyang sering terjadi antara lain disebabkan oleh cara

penyadapan yang ceroboh dengan konsumsi kulit yang sangat boros dan frekuensi

penyadapan yang tidak menentu. Intensitas penyadapan yang dilakukan petani

umumnya tinggi, yaitu 150% atau lebih. Sedangkan sistem penyadapan modern di

perkebunan-perkebunan milik negara (PNP/ PTP)menggunakan komponen

penting yang dikemukakan oleh Spillane (1989),yaitu sistem penyadapan jangka

panjang (long tapping system), sistem penyadapan mikro (micro tapping system)

sebagai salah satu usaha untuk memperpendek masa nonproduktif (tanaman


belum menghasilkan/ TBM), dan klasifikasi penyadap (Spillane, 1989).

Cara perbanyakan tanaman juga memberikan pengaruh yang cukup berarti

dalam produksi lateks yang pada umumnya menggunakan teknik okulasi.

Produksi tanaman hasil okulasi akan baik bila terdapat kesesuaian karakter

agronomis antara batang atas dan batang bawah. Menurut Dijkman (1951),

penurunan produktivitas akibat ketidaksesuaian batang atas dan batang bawah

dapat mencapai 40%.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan meliputi: pohon karet di PTPN IX Kebun

Krumput, papan jalan, alat tulis dan kamera.


B. Prosedur Kerja

1. Praktikan diberangkatkan ke PTPN IX Kebun Krumput.

2. Praktikan dijelaskan tentang persiapan teknik penyadapan, kondisi dan

persyaratan oleh pembimbing lapang.

3. Penjelasan dari pembimbing lapang dicatat pada kertas folio.

4. Hasil pengamatan disusun menjadi laporan praktikum.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Terlampir

B. Pembahasan
Menurut Siswanto (1997), penyadapan adalah mengiris kulit batang

sedemikian rupa sehingga sebagian besar sel pembuluh lateks terpotong dan

cairan lateks yang berada di dalamya bisa menetes keluar. Pada prinsipnya,

penyadapan merupakan proses mengeluarkan lateks dari dalam pembuluh lateks.

Penyadapan harus bisa mengeluarkan lateks sesuai dengan kapasitas potensial

yang dimiliki oleh tanaman karet serta tetap bisa menjaga keberlanjutan produksi

lateks. Dengan demikian, pengetahuan tentang pembuluh lateks dalam suatu

tanaman karet menjadi sebuah keniscayaan untuk diketahui. Heru dan Andoko

(2008) menambahkan penyadapan adalah kegiatan pemutusan atau pelukaan

lateks. Pembuluh lateks yang terputus atau terluka tersebut akan pulih kembali

seiring berjalannya waktu, sehingga jika dilakukan penyadapan untuk kedua

kalinya tetap akan mengeluarkan lateks.

Keluarnya lateks terjadi karena tekanan pada pembuluh lateks sebagai

akibat adanya tekanan turgor, yaitu tekanan pada dinding sel oleh isi sel. Semakin

banyak isi sel semakin besar tekanan pada dinding sel atau turgor. Dengan

semakin besarnya turgor ini semakin besar tekanan pada pembuluh lateks dan

semakin banyak lateks yang keluar melalui pembuluh lateks (Balai Penelitian

Perkebunan Sembawa, 1982).

Berdasarkan cara dan arah penyadapan, maka sadapan karet dibedakan

menjadi 5 macam, yaitu :

1) Sadap tusuk (Puncture Tapping)

2) Sadap ke arah bawah (Down Ward Tapping)

3) Sadap ke arah atas (Up Ward Tapping), sadap ke arah atas biasa dan sadap ke
arah atas ATS (Alternate Tapping Sistem)

4) Sadap kombinasi arah atas dan bawah bersamaan

5) Sadap mati/cacah runcah (CCRC)

Panjang irisan sadap berpengaruh terhadap produksi lateks, pertumbuhan

tanaman, kontinuitas produksi, dan kesehatan tanaman. Panjang irisan sadap

hanya setengah bidang permukaan kulit tanaman karet (1/2 S). Penyadapan

dilaksanakan satu bidang terlebih dahulu, baru setelah satu bidang habis,

dilanjutkan penyadapan di bidang yang lainnya. Dari awal buka sadap hingga

habisnya satu bidang diusahakan dilaksanakan selama 5 tahun. Ini berkaitan

dengan kemampuan kulit kayu dalam meregenerasi dan melakukan suksesi. Untuk

memulihkan kulit kayu sepanjang 130 cm, tanaman keret membutuhkan waktu 5

tahun. Oleh karena itu, penyadapan satu bidang hendaknya bisa mencapai waktu 5

tahun juga.bidang sadap harus diletakkan pada arah yang sama dengan arah

pergerakan penyadap, yaitu dari arah Timur-Barat (pada jarak antar tanaman yang

pendek / 3m).

Teknik lain terkait penyadapan adalah Double Cutting. Double Cutting

adalah sistem sadap yang dilaksanakan secara bersamaaan antara Sadap Arah Atas

dengan Sadap Arah Bawah pada satu bidang. Double Cutting juga dilakukan ½ S,

artinya satu bidang terlebih dahulu baru setelah 5 tahun berganti ke bidang yang

lain. Pisau yang digunakan untuk untuk Sadap Arah Atas berbeda dengan pisau

untuk Sadap Arah Bawah. Sadap Arah Atas menggunakan pisau sadap dorong,

sedangkan Sadap Arah Bawah menggunakan pisau sadap tarik.

Ada beberapa tipe penyadapan yang dilakukan pada Kebun PTPN IX


Nusantara Karet di Krumput, yaitu:

1. Sadapan ke bawah (down ward tapping)

Faktor yang perlu diperhatikan : dalam rangka pemungutan hasil, faktor

utama yang harus diperhatikan adalah kebersihan alat-alat (pisau sadap,

mangkok, ember, lateks, dan lain – lain). Umur ekonomis tanaman ditentukan

oleh cara dan sistem sadap disamping faktor lain.Kriteria sadapnya adalah

setelah tanaman berumur 5 tahun diadakan pengurangan lingkaran batang

yang pertama. Kriteria untuk matang sadap adalah lingkaran batang harus

mencapai 45 cm dan pada tinggi 1 meter diatas tanah untuk tanaman asal

semalam dan 1 meter diatas pertautan untuk tanaman asal okulasi, jumlah

tanaman yang memenuhi kriteria tersebut harus mencapai 60-70% dari

jumlah pohon persatuan luas. Keunggulannya adalah diperoleh hasil sadap

yang stabil dalam produksinya, namun juga dipengaruhi oleh skill dan metode

menyadap yang baik.

2. Sadapan keatas (up ward tapping)

Sadapan keatas bukanlah suatu teknik sadapan yang hanya digunakan

untuk sadapan mati pada tahun-tahun terakhir dari umur yang memberikan

keuntungan ekonomis dari pohon karet. Teknik tersebut dapat juga sebagai

sistem yang diintegrasikan dalam suatu program eksploitasi jangka panjang

dari tanaman karet. Keunggulannya adalah hasil sisa bagian penyadapan

dapat dimanfaatkan untuk menambah hasil diluar produksi tetap.

Hal ini dilakukan untuk menghasikan produksi lateks secara optimal pada

setiap pohon karet. Penyadapan pada bidang sadap atas dilakukan setelah bidang
sadap bawah disadap hingga mencapai pertautan okulasi. Penyadapan pada bidang

sadap atas menggunakan pisau sadap khusus dengan arah sadapan ke atas dan

dengan kemiringan tertentu sehingga mampu memotong pembuluh lateks secara

optimal. Pada beberapa pohon yang telah mencapai umur lanjut maka

diberlakukan system sadap mati atau cacah runcah pada bagian yang diperkirakan

masih mampu menghasilkan lateks. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan

produksi lateks pada pohon sebelum akhirnya diremajakan. Keunggulan dari

system sadap atas maupun bidang sadap bawah akan diperoleh hasil lateks dalam

jumlah yang lebih optimal dibandingkan dengan system sadap lainnya.

Menggunakan system setengah spiral pembuluh lateks akan terpotong secara tepat

sehingga cairan lateks mampu dikeluarkan sebanyak mungkin dari sarung

pembuluh lateks.

Kriteria bidang sadap tanaman karet merupakan penggambaran bidang

sadap pada kebun yang sudah mencapai matang sadap. Tanaman karet siap sadap

bila sudah matang sadap pohon. Kesanggupan tanaman untuk disadap dapat

ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”. Diameter untuk pohon yang layak

sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari pertautan sirkulasi dengan tebal kulit

minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus sehat. Pohon karet biasanya dapat

disadap sesudah berumur 5-6 tahun.Semakin bertambah umur tanaman semakin

meningkatkan produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun produksi lateksnya dapat

dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 26 tahun produksinya akan menurun.

Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas

kambium dengan menggunakan pisau sadap. Jika penyadapan terlalu dalam dapat
membahayakan kesehatan tanaman, dan juga untuk mempercepat kesembuhan

luka sayatan maka diharapkan sadapan tidak menyentuh kayu (xilem) akan tetapi

paling dalam 1,5 mm sebelum kambium).

Kriteria tanaman karet yang sudah siap disadap adalah :

1. Umur Tanaman

Dalam keadaan pertumbuhan normal, tanaman karet akan siap disadap

pada umur 5 – 6 tahun. Namun demikian seringkali dijumpai tanaman belum

siap disadap walau umurnya sudah lebih dari 6 tahun.Hal ini terjadi akibat

kondisi lingkungan dan pemeliharaan yang kurang mendukung pertumbuhan

tanaman. Sebenarnya Penyadapan karet dapat dilakukan pada usia kurang

dari 5 tahun dengan syarat kondisi lingkungan dan pemeliharaan dilakukan

dengan sangat baik sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Artinya

umur tanaman karet tidak dapat digunakan sebagai pedoman untuk

menetapkan matang sadap dan hanya dapat digunakan sebagai pedoman

untuk pengukuran lilit batang.

2. Pengukuran Lilit Batang

Lilit batang telah disepakati sebagai pedoman untuk mengetahui

pertumbuhan tanaman karet, karena hasil tanaman karet berupa lateks

diperoleh dari batangnya (kulit batang).Tanaman karet dikatakan matang

sadap apabila lilit batang sudah mencapai 45 cm atau lebih.Pengukuran lilit

batang untuk menentukan matang sadap mulai dilakukan pada waktu tanaman

berumur 4 tahun.Lilit batang diukur pada ketinggian batang 100 cm dari

pertautan mata okulasi.


3. Matang Sadap Kebun

Penyadapan dapat dimulai setelah kebun karet memenuhi kriteria

matang sadap kebun.Kebun dikatakan matang sadap kebun apabila jumlah

tanaman yang sudah matang sadap pohon sudah mencapi 60% atau lebih.Pada

kebun yang terpelihara dengan baik, jumlah tanaman yang matang sadap

pohon biasanya telah mencapai 60-70% pada umur 4-5 tahun.

Faktor yang mempengaruhi hasil sadapan karet secara kualitas maupun

kuantitas yaitu:

a. Kedalaman irisan

Kedalaman irisan akan memengaruhi jumlah pembuluh lateks yang

terpotong. Semakin banyak pembuluh lateks yang terpotong maka semakin

banyak lateks yang keluar. Tetapi kedalaman sadapan pun ada batasannya,

yaitu 1-1.5 mm dari kambium. Selain kedalaman sadapan faktor waktu sadap

sangat mempengaruhi hasil lateks. Menurut hasil penelitian pada kedalaman

kulit 0.5 mm dari lapisan kambium memiliki jumlah pembuluh lateks

terbanyak, yaitu kurang lebih 80 lingkaran pembuluh lateks. Sedangkan

kedalaman irisan yang dianjurkan adalah 1–1.5 mm dari lapisan kambium,

karena pada kedalaman kulit 0.5 mm sangat rawan terhadap kerusakan

kambium dan akan berpengaruh terhadap produksi selanjutnya.

b. Tekanan turgor

Kondisi fisiologis pembuluh lateks yang tepat untuk penyadapan adalah pada

tekanan turgor 10-14 atm. Segera setelah pohon disadap, tekanan turgor

menurun dan air dari sel-sel tetangga menembus dinding pembuluh lateks

sehingga lateks mengalir sepanjang irisan sadap. Lateks yang diperoleh dari
penyadapan tidak saja berasal dari pembuluh lateks yang terlukai tetapi

merupakan kumpulan lateks yang mengalir dari daerah aliran lateks.

Lamanya aliran lateks ditentukan oleh besarnya tekanan turgor dalam

pembuluh lateks dan kecepatan koagulasi pada alur sadap. Turgor adalah

tekanan pada dinding sel oleh isi sel. Banyak sedikitnya isi sel berpengaruh

pada besar kecilnya tekanan pada dinding sel.

c. Curah hujan

Curah hujan, jika pada dini hari terjadi hujan maka penyadapan tidak dapat

dilakukan karena akan menurunkan kualitas lateks akibat tercampurnya lateks

dengan air hujan.

d. Ketebalan irisan sadap

Lateks akan mengalir dengan cepat pada awalnya, dan semakin lama

akhirnya akan semakin lambat hingga akhirnya terhenti sama sekali. Hal ini

disebabkan tersumbatnya ujung pembuluh lateks dengan gumpalan lateks.

Sumbatan berupa lapisan yang sangat tipis. Lateks akan mengalir bila

sumbatan dibuang dengan cara mengiris kulit pada hari sadap berikutnya

dengan ketebalan 1.5 mm – 2 mm setiap penyadapan.

e. Frekuensi penyadapan

Frekuensi penyadapan adalah jumlah penyadapan yang dilakukan dalam

jangka waktu tertentu. Penentuan frekuensi penyadapan sangat erat kaitannya

dengan panjang irisan dan intensitas penyadapan. Dengan panjang irisan ½

spiral (1/2 S) , frekuensi penyadapan yang dianjurkan untuk karet rakyat

adalah satu kali dalam 3 hari (d/3) untuk 2 tahun pertama penyadapan, dan

kemudian diubah menjadi satu kali dalam dalam 2 hari (d/2) untuk tahun
selanjutnya. Menjelang peremajaan tanaman, panjang irisan dan frekuensi

penyadapan dapat dilakukan secara bebas.

Penyadapan hendaknya dilaksanakan sepagi mungkin, antara pukul 04.00

hingga 07.30. pada pagi hari, tekanan turgor sel tanaman maksimal sehingga

jumlah lateks dan aliran lateks yang keluar juga maksimal. Selain itu, belum

terbitnya matahari juga meminimalkan menggumpalnya lateks sebelum mencapai

mangkuk sadap akibat panas yang ditimbulkan cahaya matahari. Pada dua tahun

pertama setelah buka sadap, penyadapan dilaksanakan 3 hari sekali (d/3). Untuk

tahun-tahun selanjutnya, penyadapan bisa dilaksanakan 2 hari sekali (d/2).

Adapun penyakit yang menyerang tanaman karet, yaitu :

1. Jamur Upas

Penyebab jamur upas adalah jamur Corticium salmonicolor. Gejala

Serangan yang ditimbulkan yaitu:

a. Stadium sarang laba-laba

Pada permukaan kulit bagian pangkal atau atas percabangan tampak

benang putih seperti sutera mirip sarang laba-laba.

b. Stadium bongkol

Adanya bintil-bintil putih pada permukaan jaring labalaba.

c. Stadium kortisium

Jamur membentuk selimut yaitu kumpulan benangbenang jamur berwarna

merah muda. Jamur telah masuk ke jaringan kayu.

d. Stadium nekator

Jamur membentuk lapisan tebal berwarna hitam yang terdiri dari jaringan
kulit yang membusuk dan kumpulan tetesan lateks yang berwarna coklat

kehitaman meleleh di permukaan bagian terserang. Cabang atau ranting

yang terserang akan membusuk dan mati serta mudah patah.


Pengendalian :

a. Menanam klon yang tahan seperti BPM 107, PB 260, PB 330, AVROS

2037, PBM 109, IRR 104, PB 217, PB 340, PBM 1, PR 261 dan RRIC

100 IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118.

b. Jarak tanam diatur tidak terlalu rapat.

c. Cabang/ranting yang telah mati dipotong dan dimusnahkan.

d. Cabang yang masih menunjukkan gejala awal (sarang laba-laba) segera

dioles dengan fungisida Bubur Bordo atau fungsida berbahan aktif

Tridermorf hingga 30 cm ke atas dan ke bawah bagian yang terserang.

e. Bubur bordo dan fungisida yang mengandung unsur tembaga tidak

dianjurkan pada tanaman yang telah disadap, karena dapat merusak mutu

lateks.

2. Kanker Garis.

Cendawan penyebab penyakit kanker garis sama dengan biang keladi

kanker bercak, yakni Phytophthora palmivora. Infeksi cendawan ini

mengakibatkan kerusakan berupa benjolan-benjolan atau cekungan-cekungan

di bekas bidang sadap lama, sehingga penyadapan berikutnya sulit

dilakukan.Penyakit ini umumnya berjangkit di kebun-kebun berkelembaban

tinggi, terletak di wilayah beriklim basah, serta di kebunkebun yang

penyadapannya terlalu dekat dengan tanah.

Gejala serangan penyakit kanker garis dapat dilihat dari adanya selaput

tipis putih dan tidak begitu jelas menutup alur sadap.Jika dikerok atau diiris,

di bawah kulit yang terletak di atas irisan sadap terlihat garis-garis tegak
berwarna cokelat kehitaman. Dalam perkembangannya, garis-garis ini akan

menyatu membentuk jalur hitam yang tampak seperti retakan membujur di

kulit pulihan. Pada beberapa kasus, di bawah kulit yang baru pulih akan

terbentuk gumpalan lateks yang bisa menyebabkan pecahnya kulit. Dari

pecahan kulit ini akan keluar tetesantetesan lateks berwarna cokelat yang

berbau busuk. Karena rusak, pemulihan kulit akan terhambat. Agar

pengendalian penyakit bisa dilakukan sedini mungkin, perlu dilakukan

pemeriksaan yang cermat pada seluruh tanaman setiap hari sadap selama

musim hujan.

Usaha-usaha yang bisa dilakukan untuk pengendalian penyakit ini sebagai

berikut:

a. Penyadapan jangan terlalu dalam dan tidak terlalu dekat dengan tanah.

Sebelum digunakan pisau sadap diolesi fungisida Difolatan 4 F 1 % atau

Difolatan 80 WPl %.

b. Pengendaliannya bisa dilakukan dengan mengoleskan fungisida

Difolatan 4 F 2%, Difolatan 80 WP 2%, Demosan 0,5%, atau Actidione

0,5 % di jalur selebar 5-10 cm di atas dan di bawah alur sadap

menggunakan kuas segera setelah dilakukan penyadapan atau paling baik

setelah pemungutan lateks yang belum membeku. Setelah sembuh,

bidang sadap ditutup dengan Secony CP 2295 A.

3. Mouldy rot.

Penyebab penyakit Mouldy rot adalah cendawan Ceratocystis jimbriata

dengan benang-benang hifa yang membentuk lapisan berwarna kelabu di


bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan di bagian tanaman yang sakit

dan bisa bertahan lama dalam kondisi kering.Akibat yang ditimbulkan

penyakit ini sarat dengan kanker garis, yaitu menimbulkan luka-luka di

bidang sadap, sehingga pemulihan kulit menjadi terganggu. Luka-luka

tersebut meninggalkan bekas bergelombang di bidang sadap, sehingga

menyulitkan penyadapan berikutnya. Bahkan, dalam beberapa kasus bidang

sadap menjadi rusak, sehingga tidak bisa dilakukan penyadapan lagi. Penyakit

ini mudah berjangkit pada musim hujan, terutama di daerah-daerah

berkelembaban tinggi dan beriklim basah. Penyadapan yang terlalu dekat

dengan tanah juga bisa memicu serangan penyakit ini. Penularan penyakit ini

melalui spora yang diterbangkan angin, sehingga jangkauan penyebarannya

menjadi luas. Penularan bisa juga melalui pisau sadap yang baru saja

digunakan menyadap tanaman yang sakit.

Gejala serangan penyakit ini ditandai dengan munculnya selaput tipis

berwarna putih pada bidang sadap di dekat alur penyadapan.Dalam

perkembangannya, selaput tersebut membentuk lapisan seperti beledu

berwarna kelabu sejajar alur sadap. Jika lapisan ini dikerok akan terlihat

bintik-bintik berwarna cokelat atau hitam. Lebih lanjut, serangan ini akan

meluas ke kambium dan bagian kayu. Serangan dikategorikan sudah parah

jika bagian yang sakit terlihat membusuk berwarna hitam kecokelatan. Bekas

serangan tersebut akan membentuk cekungan berwarna hitam seperti melilit

sejajar alur sadap. Upaya pengendalianyang dapat dilakukan adalah dengan

cara sebagai berikut:


a. Jarak tanam jangan terlalu rapat dan tanaman penutup tanah rutin

dipangkas agar kebun tidak lembab.

b. Kegiatan penyadapan jangan terlalu sering dan jika perlu saat serangan

menghebat kegiatan penyadapan dihentikan.

c. Sebelum penyadapan, pisau yang akan digunakan dicelupkan ke larutan

Difolatan 4 F 1% atau Difolatan 80 WP 1%.

4. Brown Blast.

Penyakit Brown blast bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme,

melainkan karena penyadapan yang terlalu sering, apalagi jika disertai

penggunaan bahan perangsang lateks. Penyakit ini juga sering menyerang

tanaman yang terlalu subur, berasal dari biji, dan tanaman yang sedang

membentuk daun baru.

Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan tidak mengalirnya lateks dari

sebagian alur sadap.Beberapa minggu kemudian seluruh alur sadap menjadi

kering dan tidak mengeluarkan lateks. Bagian yang kering berubah warna

menjadi cokelat karena terbentuk gum (blendok).Kulit menjadi pecah-pecah

dan di batang terjadi pembengkakan atau tonjolan. Penyakit ini berbahaya

karena bisa menurunkan produktivitas lateks dalam jumlah yang cukup

signifikan karena alur sadap mengering, sehingga tidak bisa mengalirkan

lateks.Penyakit ini bisa meluas ke kulit yang seumur di tanaman yang sama.

Agar penyakit ini terdeteksi sejak dini, perlu dilakukan pemeriksaan tanaman

setiap hari, terutama di kebun-kebun yang disadap dengan intensitas terlalu

tinggi.
Beberapa upaya pengendalian yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Jangan melakukan penyadapan terlalu sering dan dianjurkan mengurangi

penggunaan bahan perangsang lateks, terutama pada klon-klon yang peka

terhadap brown blast, seperti PR 255, PR 261, dan BPM 1.

b. Tanaman yang kulitnya tidak bisa disadap lagi sebaiknya tidak disadap.
I. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Karet yang bisa disadap yaitu tanaman ketika karet yang berada dalam suatu

hamparan lahan harus sudah matang sadap pohon dan matang sadap kebun.

Ciri utama tanaman karet yang sudah matang sadap pohon adalah lilit batang

yang sudah mencapai 45 cm pada ketinggian 100 cm dari pertautan okulasi.

Matang sadap kebun adalah jumlah tanaman yang sudah matang sadap pohon

dalam suatu areal pertanaman karet sudah mencapai 60–70 % ketika berusia

4-5 tahun.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sadapan antara lain: kedalaman irisan,

tekanan turgor, curah hujan, ketebalan irisan sadap dan frekuensi penyadapan.

3. Urutan penyadapan di PTPN IX Kebun Krumput : a. menyekrap : diambil dan

dikumpulkan, b. membuat parit (membuka garis depan dan belakang), c.

memasang/memperbaiki talang dan paku, d. mengiris, e. memasang mangkuk, f.

memulung (setelah lateks tidak menetes).

B. Saran

Sebaiknya pada saat dilaksanakan praktikum dibagi menjadi beberapa

kelompok dengan satu pemandu di setiap kelompok agar pada saat penyampaian

materi dapat tersampaikan semuanya.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat


Penelitian Karet. Medan.

Balai Penelitian Perkebunan Sembawa. 1982. Penyadapan Tanaman Karet.


Departemen Pertanian. Tirta Yasa. Palembang. 32 hal.

Dijkman, M.J. 1951. Hevea thirty years of research in the Far East. University of
Miami Press, Miami.

Heru, D. S. dan A. Andoko. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: PT.
Agromedia Pustaka. 166 hal.

Siswoputranto, P. S. 1981. Perkembangan Karet Internasional. Lembaga


Penunjang Pembangunan Nasional, Jakarta.

Spillane, J. J. 1989. Komoditi Karet Peranannya dalam Perekonomian Indonesia.


Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

ACARA VII
PENGOLAHAN HASIL GETAH KARET

PJ Asisten:
Andi Abdul Sani H.
(A1D015070)

Oleh:
Anissya Tri Rahayu
(A0A017004)/7

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranananya

di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta tenaga

kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi sebagai salah satu sumber devisa

nonmigas, pemasok bahan baku karet, dan berperan penting dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi(Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai

umur 30 tahun. Habitus tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman

dapat mencapai 15-20 meter. Modal utama dalam pengusahan tanaman ini adalah

batang setinggi 2,5 sampai 3 meter dimana terdapat pembuluh lateks. Oleh karena

itu fokus pengelolaan tanaman karet ini adalah bagaimana mengelola batang

tanaman ini seefisien mungkin (Paimin, 2006).

Pemeliharaan , panen dan pasca panen pada tanaman karet merupakan

kegiatan yang harus diperhatikan dengan benar. Dimulai dari pemeliharaan,

pemeliharaan merupakan kegiatan perawatan tanaman karet seperti, tanaman

bebas dari gulma (tanaman pengganggu), bebas dari hama , dan kecukupan akan

unsur  hara yang diperlukan tanaman, dan tidak lupa  perawatan juga bertujuan

supaya tanaman tetap sehat dan memiliki umur produktifitas yang panjang.

Setelah itu kegiatan pada panen, panen merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

memperoleh hasil produksi yang tinggi dengan  mengetahui dan menggunakan

cara kegiatan penen yang baik dan benar serta mengikuti aturan. Dan diharapkan
juga dapat menghasilkan keuntungan yang berkesinambungan. kegiatan yang

terakhir yaitu pasca panen, merupakan kegiatan pengolahan bahan mentah hingga

menjadi bahan jadi yang siap dipasarkan. Kegiatan ini juga penting untuk

diperhatikan karena jika tidak maka bahan jadi pada Unit Usaha ini akan kalah

bersaing dengan produk jadi dari negara lain. Hal yang harus diperhatikan dalam

kegiatan ini yaitu kebersihan dari kontaminasi, karena hal tersebut merupakan

kunci dari produk yang berkualitas.

B. Tujuan

1. Mengetahui tahapan pengolahan hasil yang dilakukan oleh kebun karet

Krunput.

2. Menentukan ciri-ciri getah karet yang memiliki kualitas baik.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari

getah karet.

4. Mengetahui pemanfaatan getah karet di kebun Krumput.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman karet merupakan tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok

untuk tanaman karet adalah pada zone 15°LS dan 15°LU. Bila di tanam di luar

zone tersebut, pertumbuhannya lebih lambat, yang akan berpengaruh pada waktu

memulai produksinya. Tanaman karet merupakan tanaman yang tumbuh tinggi

dan berbatang cukup besar. Tinggi tanaman karet dewasa mencapai 15-25 m

Bagian dari tanaman karet yang dimanfaatkan adalah getah karet dan kayu atau

batang karet (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet tergolong mudah diusahakan. Negara Indonesia merupakan

negara yang cocok untuk ditanami tanaman karet. Luas lahan karet yang dimiliki

Indonesia mencapai 2,7-3 juta hektar. Perkebunan karet yang luas dan besar

banyak diusahakan oleh perusahaan negara dan perusahaan swasta. Perkebunan

karet dalam skala kecil umumnya banyak dimiliki dan diusahakan oleh rakyat.

Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia

yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi baha-bahan yang bersifat

elastic. Namun, setiap bahan memiliki sifat bahan dasar yang berbeda, misalnya

kekuatan tensil, daya ulur maksimum, daya lentur dan terutama pada proses

pengolahannya serta prestasinya sebagai barang jadi (Spillane, 1989).

Menurut (Zuhra, 2006), jenis-jenis karet terbagi menjadi dua, yaitu karet alam

dan karet sintetis. Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Karet

alam mempunyai daya lentur yang tinggi dan dapat dibentuk dengan panas yang

rendah. Daya tahan karet terhadap benturan, goresan dan koyakan sangat baik. Karet

alam memiliki beberapa jenis yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.

Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah
kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang

sudah dikenal luas adalah:

a. Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang

diperoleh dari pohon karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi

menjadi 4 macam, yaitu:

1. Lateks kebun

Lateks kebun adlaah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon

karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan baik dengan

tambahan atau tanpa zat antikoagulan.

2. Sheet angin

Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah

disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang

sudah digiling tetapi belum jadi.

3. Slab tipis

Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah

digumpalkan dengan asam semut.

4. Lump segar

Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan

lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.

b. Karet alam konvensional

Jenis-jenis karet alam konvensional pada dasarnya hanya terdiri dari golongan

karet sheet dan creepe. Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional

adalah sebagai berikut:


1. Ribbed smoked sheet (RSS)

RSS adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses

pengasapan dengan baik.

2. White crepe dan pale crepe

White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau

muda dan ada yang tebal dan tipis.

3. Estate brown crepe

Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna coklat dan banyak

dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau estate.

4. Compo crepe

Compo crepe adalah jenis karet yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon,

potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.

5. Thin brown crepe remilis

Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling

ulang.

6. Thick blanket crepe ambers

Thick blanket crepe ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna

coklat, biasanya dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan

lump serta scrap dari perkebunan atau kebun rakyat yang baik mutunya.

7. Flat bark crepe

Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang

dihasilkan dari scarp karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah

yang berwarna hitam.


8. Pure smoked blanket crepe

Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan

karet asap yang khusus berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau

sheet bongkah, atau dari sisa pemotongan RSS.

9. Off crepe

Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar.

c. Lateks pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk

lembaran atau padatan lainnya.

d. Karet bongkah

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang

menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.

e. Karet spesifikasi teknis

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga

terjamin mutu teknisnya.

f. Tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang

setengah jadi, sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk

pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam

lainnya.

g. Karet reklim

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas,

terutamaban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berkalan.

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku


minyak bumi. Karet sintetis yang dibuat akan memiliki sifat yang khas. Pada karet

sintetis ada jenis karet yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak,

pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas. Menurut Zuhra (2006), berdasarkan

tujuan pemanfaatannya ada dua macam karet sintetis, yaitu :

1. Karet sintetis untuk kegunaan umum

a. SBR (Styrene butadiene rubber)

Jenis SBR paling banyak di produksi dan digunakan. Jenis ini memiliki

ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga

rendah. SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan

yang lebih rendah dibandingkan vulkanisir karet alam.

b. BR (Butadiene rubber)

Jenis BR tergolong jenis karet yang lebih lemah jika dibandingkan dengan

SBR. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya sulit. Untuk membuat

suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.

c. IR (Isoprene rubber)

Jenis IR memiliki sifat yang sama dengan karet alam. IR memiliki

kelebihan lain dibandingkan karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan

viskositasnya lebih mantap.

2. Karet sintetis untuk kegunaan khusus

a. IIR (Isobutene isoprene rubber)

IIR dapat tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal

karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, IIR lambat matang

sehingga memerlukan bahan mepercepat dan belerang.


b. NBR (Nytrile butadiene rubber)

NBR memiliki kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifat dari

NBR adalah tahan terhadap minyak, karena terdapat kandungan akrilonitril

didalamnya. Tetapi, NBR sulit untuk diplastisasi. Untuk dapat diplastisasi

NBR memerlukan penambahan bahan penguat dan bahan pelunak senyawa

ester.

c. CR (Chloroprene rubber)

CR dapat tahan terhadap minyak, juga pada pengaruh oksigen dan ozon di

udara, juga terhadap panas atau nyala api. Pebuatan CR divulkanisasi

dengan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan

pemercepat tertentu.

d. EPR (Ethylene propylene rubber)

Pada proses vulkanisasinya EPR dapat ditambahkan dengan belerang.

Bahan pengisi dan bahan pelunak yang ditambahkan tidak memberikan

pengaruh terhadap daya tahan. EPR dapat tahan terhadap sinar matahari,

ozon, dan unsur cuaca lainnya, tetapi daya lekat yang dimiliki EPR rendah.

Lateks (getah karet) adalah suatu larutan koloid dengan partikel karet dan

bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu media yang mengandung banyak

macam zat (suspansi). Lateks memiliki warna purih susu sampai kekuningan

tergantung dari klon tanaman. Lateks mengandung 24-40% bahan karet mentah

(crude rubber) dan 60-75% serum (air dan bahan yang mudah larut). Bahan karet

mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2%

gula, 0.5% garam dari Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn dan Fe. Partikel karet tersebar
merata dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3 mikron atau 0,2 milyar partikel

padat permililiter lateks. Lateks dapat membeku pada suhu 32°F karena terjadi

koagulasi (Goutara, dkk., 1985).

Karet lembaran asap atau Ribbed Smoke Sheet (RSS) adalah salah satu

produk karet olahan dari getah tanaman karet yang diperoleh secara perkebunan

maupun perorangan. Dalam pasar industri RSS memiliki manfaat yaitu, sebagai

bahan baku pembuatan industri otomotif dan ban. Negara pengekspor terbesar di

dunia diantaranya adalah Indonesia, Thailand, dan Malaysia. Indonesia cenderung

mengekspor karet ke negara Amerika Serikat (Suseno, dkk., 1989).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu pohon karet di PTPN IX Kebun

Krumput, papan jalan, alat tulis, dan kamera.

B. Prosedur Kerja

1. Praktikan diberangkatkan ke PTPN IX Kebun Krumput.

2. Praktikan dijelaskan tentang proses pengolahan hasil getah karet oleh

pembimbing lapangan.

3. Penjelasan dari pembimbing lapangan dicatat pada kertas folio

4. Hasil pengamatan disusun menjadi laporan praktikum.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

Praktikum Budidaya Tanaman Perkebunan dilaksanakan di PTPN IX

Kebun Karet, Krumput, Banyumas. Pada PTPN IX yang mengusahakan

komoditas karet, dilakukan mulai dari pembibitan karet sampai pengolahan

pascapanen karet. Dalam tahapan pengolahan pascapanen karet, membutuhkan

waktu yang lama, dengan ketelitian yang tinggi dan energi sumberdaya manusia

yang cukup besar. Tahapan-tahapan dari pengolahan pascapanen karet yang

dilakukan di PTPN IX Kebun Karet Krumput, Banyumas, yaitu :

1. Pengumpulan bahan baku karet

Pengumpulan lateks dilakukan 3-4 jam setelah penyadapan. Lateks

dari mangkok dituangkan ke dalam ember pengumupul dengan menggunakan

spatel (alat yang digunakan untuk memudahkan menumpahkan lateks dari

mangkok kedalam ember pengumpul). Bila lateks dalam emeber pengumpul

telah penuh, kemudian dipindahkan kedalam ember (ember yang digunakan

adalah ember yang dibuat dari bahan seng yang tidak berkarat atau

alumunium).

2. Penerimaan lateks dan penyaringan

Lateks hasil sadapan yang berasal dari kebun kebun karet, yang

diangkut dengan berbagai cara oleh para kariawan yang kemudian diantarkan
kepabrik karet. Dipabrik karet ini telah disediakan tempat atau bak

penampungan untuk menampung semua hasil penyadapan yang berbentuk

lateks. Sebelum di masukan ke dalam bak penampungan, pada lateks terlebih

dahulu ditambahkan amonia. Proses penambahan ammonia tersebut di

tambahkan untuk mencegah terjadinya proses penggumpalan oleh latex itu

sendiri.

Gambar 13 Tempat penyaringan lateks

Lateks yang sudah di tambahkan amonia kemudian di tuangkan ke bak

penampungan untuk dilakukan proses penyaringan terlebih dahulu. Proses

penyaringan ini di lakukan untuk menyaring adanya bahan-bahan campuran

seperti plastik, daun-daun, ranting-ranting kecil, karet yang menggumpal dan

masih banyak lagi kandungan yang lainnya. Lateks hasil saringan ini

kemudian di tampung lagi dalam sebuah wadah atau bak yang berbentuk

sumur.

Pada wadah yang berbentuk sumur ini, semua karet hasil penyaringan

di tampung untuk diaduk agar supaya busa dari lateks tersebut dapat diambil

dan di buang. Di pabrik pengolahan hasil lateks Krumput, menyediakan dua

buah wadah berbentuk sumur untuk menampung hasil dari lateks yang di
kumpulkan dari kebun karet.

3. Pengenceran lateks

Gambar 14 Pengenceran

Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah

menurunkan kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh

kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku

sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%,

15%, 16%, atau 20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.

4. Pengaliran cairan lateks

Pada pengolahan cairan lateks, cairan lateks yang sudah di saring dan

di beri ammonia di alirkan melalui wadah panjang terbuka kurang dengan

lebar kurang lebih 20 centi meter. Ciran lateks tersebut di alirkan dan

kemudian di tampung dalam 40 (empat puluh) wadah atau bak yang di beri 26

(dua puluh enam) sekat yang telah di bersikan sebelumnya.Wadah atau bak

pengaliran cairan lateks ini di beri lubang setiap satu meter, untuk

memudahkan kariawan dalam menampung cairan lateks tersebut pada wadah

tempat untuk menggumpalkan karet. Setiap anggota karyawan menggunakan

potongan potongan pengalir cairan ini untuk menampungnya di wadah

berikutnya. Panjang dari potongan potongan tersebut kurang lebih dua meter.
5. Proses penggumpalan

Proses penggumpalan adalah proses untuk menggumpalkan cairan

lateks  yang akan membentuk  persegi panjang dengan panjang kurang lebih

1-1,5 meter. Sebelum digumpalkan, cairan lateks sebelumnya di alirkan dan di

tampung kedalam wadah atau bak yang memiliki panjang 2-2,5 meter dan

lebar 1-1,5 yang kemudian diberi 26(dua puluh enam) sekat untuk membentuk

26 (dua puluh enam) lembaran gumpalan lateks.

Gambar 15 Penggumpalan Lateks

Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran

banyaknya cairan lateks yang akan di tampung pada wadah tersebut. Wadah

atau bak penampung tersebut memiliki tinggi 75 cm, sedangkan setiap wadah

hanya dapat di isi kurang lebih 24 cm cairan lateks untuk digumpalkan.

Setelah wadah atau bak tersebut diisi dengan ukuran tersebut, maka 1 cm nya

di isi dengan asam semut. Berarti semua cairan dalam wadah tersebut

memiliki tinggi 25cmyang berisi lateks dan asam semut itu sendiri, kemudian

cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak empat kali adukan secara

bertahap. Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa busa cairan

lateks yang kemudian di buang pada tempat pembuangan yang tersalur pada
penampungan limbah. Kemudian sekat-sekat tesebut dipasang dengan antara

setiap sekatnya kurang lebih 20 cm.

Proses penambahan asam semut disini, bertujuan untuk mempercepat

penggumpalan lateks. Setelah proses pemasangan sekat selesai, wadah tersebut

ditutup dengan menggunakan terpal untuk mencegah terjadinya oksidasi oleh

udara. Dengan menunggu sekitar satu jam, lateks tersebut dengan sendirinya

akan menggumpal. Kemudian lateks yang telah menggumpal pada wadah

tesebut diisi air, dengan tujuan lateks tersebut tidak melekat pada wadah

tersebut sehingga mudah untuk diangkat dan dikeluarkan. Dengan menunggu

sekitar satu jam, barulah karet di angkat kemudian di alirkan dengan air pada

tempat penggilingan.

6. Penggilingan

Proses penggilingan dilakukan setelah menunggu satu jam gumpalan

karet yang didiamkan pada pengaliran menuju alat penggilingan. Setelah

menunggu kurang lebih satu jam, barulah gumpalan lateks tersebut digiling

sehingga membentuk lembaran-lembaran karet dengan ketebalan pada setiap

lembaran karet tersebut setebal 3 cm.

Lembaran-lembaran karet hasil penggilingan tersebut kemudian

dikeringkan dahulu sebelum diangkut ke proses pengasapan. Lembaran lateks

yang digiling tersebut harus berbentuk lembaran panjang dan diusahakan

supaya tidak terbentuk lembaran pendek. Lembaran karet tersebut tidak

membentuk lembaran rata, akan tetapi lembaran terbentuk dengan lembaran

berbintik-bintik yang telah dibuat pada alat penggilingan. Proses pembuatan


bintik-bintik ini supaya karet tidak mudah rusak oleh jamur dan pengaruh

lainya. Setelah kering, kemudian lembaran karet di angkut ke ruang

pengasapan.

Gambar 16 Mesin Giling Gambar 17 Lembaran Karet


Yang Sudah Melalui
Penggilingan

7. Pengasapan/pengeringan

Gambar 18 Lembaran Karet yang Baru Saja


Dilakukan Pengasapan
Proses pengasapan adalah proses yang di lakukan untuk merubah warna

lembaran karet dari warna putih menjadi warna cokelat. Pada proses

pengasapan ini juga dilakukan untuk mengeringkan lembaran karet. Proses

pengasapan dilakukan pada sebuah ruangan yang disebut kamar asap. Proses

pengasapan dilakukan sebanyak lima hari dengan bahan bakar yang


digunakan adalah kayu karet 2,5 sampai dengan 3 ton setiap harinya,

tergantung pada banyaknya produksi.

Setiap harinya proses pengasapan di lakukan dengan kamar asap yang

mempunyai suhu yang berbeda beda. Suhu kamar sesuai hari lembaran karet

dalam kamar asap sebagai berikut :

 Hari pertama suhu yang digunakan adalah 40 derajat celcius

Gambar 19 Hari Ke 1 Gambar 20 Temperature 40


Pengasapan Derajat Celcius
 Hari kedua suhu yang digunakan adalah 45 derajat celcius

Gambar 21 Hari Ke 2 Gambar 22 Temperature 45


Pengasapan Derajat Celcius

 Hari ketiga suhu yang digunakan adalah 50 derajat celcius


Gambar 23
Gambar 24 Hari Ke
Temperature 50
3 Pengasapan
Derajat Celcius

 Hari keempat suhu yang digunakan adalah 55 derajat celcius

 Hari kelima atau hari terakhir suhu yang digunakan adalah 60 derajat

celcius

Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau lebih. Jika suhu kurang ,

atau melebihi suhu yang di tentukan, maka akan sangat berpengaruh pada hasil

yang didapatkan. Setelah lima hari berada di dalam kamar asap, kemudian

lembaran lembaran karet di angkut keruang sortasi dengan warna lembaran karet

yang sudah ditentukan dan layak masuk kedalam ruang sortasi.

Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan sheet supaya tahan lama saat

disimpan karena dengan menggunakan asap yang mengandung fenol akan dapat

mencegah tumbuhnya mikroorganisme dalam sheet, untuk mengeringkan sheet

supaya tida mudah diserang mikroorganisme, untuk memberikan warna coklat

muda dengan asap sehingga mutunya meningkat. Pengeringan dapat dilakukan

dengan menggunakan kayu bakar dan panas. Perlu pengaturan sirkulasi udara dan

jumah asap untuk mendapatkan hasil pengeringan yang baik.Lembaran-lembaran

yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan dikeringkan dengan

cara dijemur pada selayan-selayan di pabrik. Salah satu alasan kenapa di pabrik

selalu tinggi bertujuan sebagai penjemuran lembaran sheet. Lembaran lembaran


yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan dikeringkan dengan

cara dijemur pada selayan selayan di pabrik. Salah satu alasan kenapa di pabrik

selalu tinggi bertujuan sebagai penjemuran lembaran sheet.

Tujuan dari tahapan ini yaitu, untuk menurunkan kadar air dan member

warna serta mengawetkan lembaran karet. Teknik yang digunakan harus sesuai,

dengan tujuan agar hasil yang diperoleh memiiki warna yang baik. Tahapan ini

dilakukan didalam rumah asap yang menyerupai oven dengan ukuran raksasa.

8. Sortasi

Sortasi merupakan tahapan pengumpulan lembaran-lembaran karet

sebelum pengepakan. Lembaran-lembaran karet akan dipisahkan sesuai warna

dari karet atau dapat disebut RSS. Lembaran karet dapat dibedakan dengan empat

RSS yaitu RSS 1, RSS 2, RSS 3, dan RSS 4. Setiap RSS memiliki warna yang

sama tetapi ada perbedaan di setiap RSS.

Gambar 25 Tempat Grading


dan Sortasi

Proses cutting juga dilakukan di dalam ruang sortasi. Proses cutting,

dilakukan pemeriksaan terhadap karet karet yang rusak. Kerusakan pada karet

dapat dilihat dengan adanya warna putih pada lembaran lembaran karet dengan

menggunakan lampu neon warna putih, kemudian lembaran karet yang


mempunyai warna bintik-bintik putih di dalamnya akan digunting. Lembaran

karet yang bersih dari bintik bintik berwarna putih disimpan sesuai warna RSS

masing masing dan lembaran karet yang memiliki warna bintik bintik putih di

simpan untuk didaur ulang.

9. Pengepakan

Gambar 26 Karet yang Sudah Melalui Pengepakan

Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi. Pengepakan di

lakukan dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu. Untuk RSS yang utuh

berat yang harus ditimbang untuk pengepakan adalah 113/ ball, sedangkan untuk

cutting 116/ ball. Namun setiap pengepakan tidak semuanya mempunyai berat

seperti yang ditentukan di atas. Berat dari pengepakan dapat disesuaikan dengan

pesanan pemasok. Sebelum dilakukan pengepakan, lembaran karet tersebut

dipress terlebih dahulu dan kemudian dilakukan pengepakan setelah itu lembaran

karet tersebut dibungkus yang dinamakan pembungkusan ball dan diberi merk.

Lembaran karet di bedakan dengan empat RSS yaitu RSS 1, RSS 2, RSS

3, dan RSS 4. Setiap RSS di bedakan dengan warna dari lembaran karet tersebut.

RSS 1,2,3, dan 4 mempunyai warna sama yaitu warna cokelat tetapi ada

perbedaan di setiap RSS seperti contoh RSS1 lebih cokelat di bandingkan RSS4

yang mempunyai warna cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3
dimana keempatnya mempunyai warna mirip namun berbeda.

10. Pengepresan dan pembungkusan

Gambar 28 Karet yang Gambar 27 Prosedur Pengiriman Karet


Sudah Siap Di Kirim
Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet

kering. Bahan yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 50

kg/bandela yang akan dikemas. Pembungkusan dilakukan dengan tujuan untuk

menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas kontaminan lain.

Menurut Agustina (2010), cara menghitung volume air untuk pengenceran

lateks adalah sebagi berikut.

K 3 Lateks−K 3 Standar x V . Bak Pembeku


KA =
K 3 Lateks

KA = Kadar air

K3 Lateks = Kadar Karet Kering Lateks

K3 Standar = Kadar Karet Kering standar

V Bak Pembeku = Volume bak pembeku

Sedangkan untuk rumus penentuan K3 (Kadar Karet Kering)adalah :

K3 = Berat Basah x Faktor Pengering

Berat kering
Faktor Pengering ( FP )= × 100 %
berat basah
Menurut Agustina (2010), ciri-ciri lateks yang berkualitas adalah :

1. Baunya segar, seperti ketela yang baru dipotong.

2. Mempunyai KKK yang tinggi.

3. Tidak mengandung kotoran.

4. pH berkisar antara 6,5-7.

5. Tidak terdapat bintik-bintik karet menggumpal.

6. Warna cairan putih berkilau.

Lateks sebagain bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas

yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya

adalah (Setyamidjaja, 1993) :

1. Faktor di kebun

Faktor di kebun terdiri atas jenis klon karet yang ditanam di perkebunan,

sistem sadap yang digunakan oleh para penyadap, kebersihan pohon dan lain-

lain.

2. Iklim Pada saat musim hujan air hujan yang jatuh kedalam mangkok lateks

yang masih di pohon akan menurunkan hasil lateks. Karena, lateks akan

tumpah, atau meluap ke tanah. Tetapi pada saat musim kemarau lateks yang

dihasilkan tidak stabil.

3. Alat-alat yang digunakan

Bahan alat-alat yang digunakan juga berpengaruh dalam pengumpulan dan

pengangkutan yang baik terbuat dari alumunium atau baja tahan karat.

4. Pengangkutan
Pada saat pengangkutan ember yang terbuat dari alumunium yang tahan karat

juga berpengaruh. Hal ini dapat disebabkan jalan yang ada di perkebunan

masih jalanan yang berbatu, sehingga lateks akan terkena gunjangan, dan

dapat memungkinkan hasil lateks yang telah dikumpulkan berkurang. Jarak

antara perkebunan dan jangka waktu yang ditempuh untuk pengangkutan dari

perkebunan ke pabrik juga berpengaruh.

5. Kualitas air dalam pengolahan

Menurut Agustina (2010), dalam proses pengolahan akan menimbulkan sisa

proses produksi berupa limbah cair. Limbah dah dihasilkan dari libah cair

yang sudah menggumpal. Pada PTPN IX limbah-limbah tersebut dapat

dimanfaatkan dengan penanganan yang harus benar-benar diperhatikan.

Penanganan tersebut berupa :

a. Limbah cair

Limbah cair banyak dihasilkan meskipun akhirnya menggumpal menjadi

limbah padat. Di PT Perkebunan Nusantara IX limbah cair dialirkan

dalam kolam pembuangan limbah yang pada akhirnya limbah dapat

meresap ke dalam tanah, mengingat kandungan dalam limbah tersebut

sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman sekitarnya.

Sebelumnya PT Perkebunan Nusantara IX mengalirkan limbah cair ini

kesawah-sawah penduduk sekitar namun ada sebagian warga yang tidak

setuju. Selain itu limbah cair yang berbusa juga menimbulkan bau yang

sangat menyengat, untuk mengurangi bau diberikan bionetral.

d. Limbah padat
Pada saat proses pengolahan lateks, akan menghasilkan busa yang diseser

dan ditampung dalam bak dan dicampuri dengan formic acid. Busa

didiamkan selama beberapa hari hingga menggumpal. Limbah padat ini

dapat dimanfaatkan menjadi brown crepe. Selain limbah padat yang

dihasilkan dari busa, limbah padat juga dihasilkan dari limbah cair yang

menggumpal. Limbah ini juga dapat dimanfaatkan dengan diolah lagi

menjadi brown crepe.

Menurut Ompusunggu (1987), bahan penggumpalan (koagulasi) lateks

terjadi karena penteralan muatan partikel karet, sehingga daya interaksi karet

dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan

bergabung sesamanya membentuk gumpalan. Penggumpalan karet di dalam lateks

kebun dapat dilakukan dengan penambahan asam dengan menurunkan pH

sehingga tercapai titik isoelektriknya yaitu pH dimana muatan positif protein

seimbang dengan muatan negatif, sehingga elektrokinetik potensial sama dengan

nol. Senyawa-senyawa penggumpal yang sering digunakan dalam proses

koagulasi lateks antara lain :

a. Asam semut atau asam fomiat (CHOOH), berupa cairan yang jernih dan

tidak berwarna, bebrau merangsang dan mudah larut dalam air.

b. Asam cuka atau asam asetat (CH3COOH), berupa cairan jernih, tidak

berwarna dan mudah larut dalam air.

Asam fomiat atau asam asetat banyak digunakan sebagai asam penggumpal

karena karet yang dihasilkan bermutu baik. Sedangkan penggunaan asam kuat

seperti asam sulfat atau nitrat dapat merusak mutu karet yang digumpalkan. Petani
karet sering menggunakan tawas (Al3+) sebagai bahan baku penggumpal lateks.

Sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik, karena dapat

mempertinggi kadar abu dan kotoran karet. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi

logam akan mempercepat oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadinya

pengusangan karet dan PRI (Plastisit Retention Index) menjadi rendah

(Ompusunggu, 1987).

Air juga merupakan bahan tambahan dala pengolahan lateks. Air berfungsi

sebagai bahan pengencer sehingga komposisi lateks sesuai dengan standar atau

ketentuan industri. Selain itu juga digunakan untuk mencuci peralatan,

menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat pada koagulum serta merendam

koagulum agar tidak lengket pada roll penggiling (Agustina, 2010)

PTPN IX Kebun Karet, Krumput, Banyumas memiliki persyaratan terhadap

air yang akan ditambahkan pada lateks saat pngolahan. Persayaratan air tersebut

yaitu :

a. Tidak berwarna dan tidak berbau.

b. Air memiliki pH 6-7.

c. Memiliki kandungan-kandungan tertentu pada air.

d. CO3 (karbonat) tidak melebihi 300 mg/liter.

e. Kadar Fe tidak melebihi 1 mg/liter.

f. Kadar Mn dan C4 (urea) tidak melebihi 0,5 mg/liter.

g. 1 kg karet kering ditambahkan dengan air sebanyak ± 30 liter.

6. Bahan-bahan kimia yang digunakan.

7. Komposisi lateks.

Adapun perbedaan dan manfaat karet dalam kehidupan sehari hari yaitu :
1. Karet alam

Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang-barang. Barang yag

dibuat dari karet alam, antara lain aneka ban kendaraan, sepatu, sabuk, penggerak

mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator dan bahan-bahan

pembungkus logam. Karet juga bisa digunakan untuk tahanan dudukan

mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada

alat-alat lain sehingga pintu terpasang dengan kuat dan tahan getar serta tidak

tembus air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga

digunakan karet (Zuhra, 2006).

2. Karet sintetis

Jenis karet sintetis NBR dapat digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk

bensin dan minyak, membrane seal, gasket serta barang lain yang dipakai

untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas. Jenis CR dapat

digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket dan

sabuk pengangkut. Jenis IIR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ban

kendaraan bermotor, pembungkus kawat listrik, pelapis bagian dalam tangki

penyimpan lemak atau minyak. Jenis EPR djuga dapat dimanfaatkan sebagai

pembungkus kawat listrik (Zuhra, 2006).

Selain manfaat dari lateks, karet memiliki manfaat lain. Manfaat ini

memberi keuntungan yang tidak sedikit bagi pemilik perkebunan karet. Biasanya

tanaman karet yang sudah tua perlu diremajakan dan diganti dengan tanaman

muda yang masih segar dan berasal dari klon yang lebih produktif. Tanaman tua

yang ditebang dapat dimanfaatkan bagian batangnya atau diambil kayunya

(Zuhra, 2006).
Perkembangan karet di indonesia mula-mula berawal dari perekembangan

pesat di Malaysia dan Ceylon. Perkebunana besar karet di sumatara pada tahun

1902 dan di jawa pada tahun 1906 merupakan titik awal perekembangan karet di

indonesia. Sejak saat itulah perekebunan karet mengalami perluasan yang cepat,

walaupun terjadi pula masa suram. Seiring berjalannya waktu muncullah

perkebunan-perkebunan karet di indonesia berdasarkan status pengusahaannya

yaitu perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta

(Setyamidjaja, 1993).

Perkebunan rakyat merupakan perkebunan yang di usahakan oleh rakyat

(petani karet) terutama di luar jawa, yang masih banyak tanah ladang yang mudah

dijadikan perkebunan karet dengan cara murah. Karet rakyat ini berkembang

sedemikan rupa, sehingga produksinya melampaui produksi karet perkebunan

besar. Perkembangan karet rakyat ini dimulai antara tahun 1904-1910.Sementara

perkebunan negara dan perkebunan swasta merupakan perkebunan yang dimiliki

oleh negara dan pemilik perusahaan. Perkembangannya sangat begitu cepat

terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok manusia maupun sebagai sumber

devisa (Setyamidjaja, 1993).

Dewasa ini, luas areal tanaman karet mencapai 3,04 juta hektar dimana

83,4% (2,54 juta hektar) adalah karet rakyat. oleh karena itu jika kita bandingkan

perbedaan berdasarkan status pengusahaannya maka perkebunan rakyat memiliki

perbedaan yang sangat signifikan dibanding dengan perkebunan besar negar dan

perkebunan besar swasta. Selain sebagai sumber devisa, karet rayat juga memiliki

arti sosial yang sangat penting karena mendukung lebih dari 10 juta jiwa keluarga

petani yan mengusahakan komoditas ini.


Berdasarkan Statistik Direktorat Jendral Perkebunan (2012) menunjukan

bahwa laju pertumbuhan produksi dan produkitivitas perkebunan rakyat lebih

tinggi. Produksi dan produktivitas karet rakyat di Indonesia pada tahun 2006

sampai tahun 2011 berfluktuasi dan cenderung meningkat, sedangkan luas areal

selalu menunjukkan peningkatan. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan produksi karet rakyat di Indonesia disebabkan oleh perluasan areal

kebun karet rakyat.

I. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengolahan getah karet yang dilakukan di PT Perkebunan Nusantara IX

kebun Krumput Banyumas meliputi: penerimaan lateks kebun dari tangki;

penyaringan lateks pengencera; pembekuan/penggumpalan; penggilingan dalam


bentuk sheet; pengasapan, sortasi (RSS 1,2 ,3,4 dan Cutting); pengepresan,

pengepakan dan penyimpananan pada gudang dengan pengecatan/pelaburan untuk

mengurangi kontaminasi, dan pengiriman ke luar negeri maupun dalam negeri.

B. Saran

Sebaiknya dalam pelaksanaan praktikum lebih efisien dan kondusif,

sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Mayasari. 2010. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Akhir Karet


Setengah Jadi pada PTPN IX Karanganyar. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret, Solo.

Anwar, Chairil. 2001. Manejemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat


Penelitian Karet. Medan.
Anwar, Chairil. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Tekno
Ekonomi Agribisnis Karet. Indonesia Konsultan. Jakarta.

Goutara, B. Djatmiko, W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet. IPB, Bogor.

Ompusunggu, M. 1987. Pengolahan Lateks Pekat. Sungei Putih : Balai Penelitian


Perkebunan
Setyamidjaja, D., 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta.

Spillane, J. 1989. Kooditi Karet. Kanisius, Yogyakarta.

Suseno, R.S. dan Suwarti. 1989. Pedoman Teknis Pengolahan Karet Sit Yang
Diasap (Ribbed Smoked Sheet). Balai Penelitian Perkebunan Bogor,
Bogor.
Zuhra, Cut Fatimah. 2006. Karet. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara,
Medan.

LAMPIRAN
Gambar 29 Lahan Kebun Gambar 30 Penyadapan
Krumput

Gambar 31 Kayu yang


Gambar 32 Bulking
Digunakan Untuk
Tank
Pengasapan

Gambar 34 Alat RIWAYAT HIDUP Gambar 33 Getah


Timbang Sheet Karet Karet yang Sudah
yang Disortir diSadap

Anissya Tri Rahayu, dilahirkan di Kabupaten Banjarnegara


tepatnya di Desa Mandiraja Wetan, Kecamatan Mandiraja pada tanggal 12 Maret
1998. Anak ketiga dari 3 bersaudara pasangan dari Bapak Tumran Amad Sumarto
dan Ibu Sumiyati. Saat ini penulis bertempat tinggal di Mandiraja Wetan
RT06/01, kode pos 53473 dengan nomor telepon 0895391439808 dan e-mail
anissyatrianis@gmail.com. Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak-kanak
di TK Aisyiyah Mandiraja Wetan lulus tahun 2004, kemudian melanjutkan ke
tingkat dasar di SDN 1 Mandiraja Wetan lulus tahun 2010. Setelah lulus
melanjutkan ke jenjang tingkat menengah pertama di SMPN 1 Mandiraja lulus
tahun 2013. Jenjang pendidikan menengah atas lulus tahun 2016 di SMAN 1
Purwareja Klampok sebelum melanjutkan ke Program Studi D3 Agrobisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman di tahun 2017 dan sekarang
sedang menempuh pendidikan pada semester tiga (3).

Anda mungkin juga menyukai