Anda di halaman 1dari 10

Romusha dan Kondisi Psikologis serta Fisik Masyarakat Pada Saat Itu

Oleh Fitri Nur Aini

Email: aini.jiminie10@gmail.com

Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UHAMKA

Abstrak: Pemerintahan Jepang menguasai Indonesia selama 3,5 tahun. Selama


itu pula terjadi hal-hal yang melanggar perikemanusiaan, salah satunya adalah
“Romusha”. Romusha merupakan kerja paksa yang dilakukan pada masa
pemerintahan Jepang. Para romusha ini dipaksa kerja untuk memperbaiki sistem
ekonomi Jepang. Mereka dipaksa kerja hingga diperjualbelikan ke luar negeri
untuk dijadikan pekerja tanpa upah. Para romusha ini juga tidak diberi pangan
secara tidak layak yang menyebabkan kondisi psikologis mereka terganggu.
Didalam jurnal ini akan dijelaskan secara rinci mengenai romusha dan
berakhirnya.

Kata Kunci: Romusha, Jepang

Abstract: The Japanese government controlled Indonesia for 3.5 years. During
that time things happened that violated humanity, one of which was "Romusha".
Romusha was forced labor carried out during the Japanese administration. The
romushas were forced to work to improve the Japanese economic system. They
are forced to work until they are traded abroad to become workers without pay.
The romushas are also not given food improperly which causes their
psychological condition disturbed. In this journal will be explained in detail
about romusha and its end.

Keywords: Romusha, Japanese


Pendahuluan

Seperti yang kita ketahui, Jepang telah menguasai Indonesia selama kurang
lebih 3,5 tahun. Selama itu pula Jepang memberikan kesan yang buruk bagi
rakyat Indonesia. Salah satunya ialah diadakannya kerja paksa yang bernama “
Romusha”. Romusha ini memiliki arti “ serdadu kerja” , atau pekerja sebagai
buruh kasar. Tujuan pokok dari romusha ini awalnya memberi sumber daya kerja
bagi rakyat pulau Jawa yang penduduknya semakin padat. Para penggaguran ini
pun diperkerjakan sebagai romusha.

Memang awalnya tugas mereka hanya memperbaiki beberapa fasilitas dan


bersifat memberi kesempatan bekerja. Hingga akhir tahun 1943, kebutuhan
romusha semakin diperlukan. Daerah yang kelebihan tenaga romusha harus
mengirimkan ke daerah yang kekurangan tenaga. Semakin hari para tenaga kerja
romusha ini terus bertambah,bermula dari pulau Jawa merambat hingga pula
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi. Pada akhirnya pemerintahan Jepang mewajibkan
para kepala desa atau pemimpin desa ini untuk mengirimkan pemuda-pemuda
untuk dijadikan tenaga kerja Jepang.

Pemimpin desa ini bertugas untuk mengendalikan para romusha agar bekerja
dengan semestinya. Dikarenakan banyaknya para pekerja ini, Jepang
mengirimkan mereka ke luar negeri untuk diperjualbelikan dan dijadikan prajurit
perang. Ia dikirimkan ke Singapura, Thailand dan negara Asia tenggara lainnya.
Para romusha ini memilki waktu kontrak yang berbeda-beda tergantung dengan
tugasnya. Akan tetapi, banyak dari mereka yang tidak bisa pulang dikarenakan
sakit parah dan meninggalkana dalam keadaan sedang bertugas, baik dalam
keadaan penyakit dan kecelakaan. Pekerja ini tidak diberi kehidupan yang layak,
makanan yang seadanya, pakaian menggunakan karung goni bahkan ada yang
tidak memakai pakaian. Kondisi itu menyebabkan fisik dan psikologis para
romusha ini melemah.

Soekarno pada saat itu dianggap menyetujui romusha, bahkan bisa dibilang
dia yang mengirimkan para pemuda itu ke luar jawa atau ke luar negeri. Beliau
mengatakan bahwa romusha merupakan sebuah harga yang tidak akan mati.
Banyak yang berpendapat bahwa Soekarno tergiur dengan janji dari Jepang yang
ingin memerdekan Indonesia. Kondisi ini menyebakan Indonesia terbelah
menjadi beberapa golongan.

Metode

Artikel ini dibuat menggunakan metodekualitatif dengan cara


mengumpulkan data dari berbagai sumber dan referensi yang kami dapatkan
berupa buku, jurrnal, dan beberapa narasumber saksi sejarah.

Pembahasan

A. Latar Belakang Romusha dan Kebijakannya

Didalam pembahasan ini akan dijelaskan secara rinci tentang romusha dan
kebijakan-kebijakannya. Romusha merupakan tenaga buruh kerja paksa yang
direkrut berumur sekira 16-40 tahun, baik perempuan dan laki-laki. Praktik
romusha ini dimobilisasi mengunakan struktur pemerintahan yang paling relatif
dekat di level kecamatan (son), desa (ku), dan rukun tetangga (Tonarigumi).
Mereka bekerja untuk Militer Jepang melalui aparat pemerintahan lokal dengan
instruksi bersifat sukarela dan memaksa. Setiap tiga wilayah yang dibagi tiga
pemerintahan militer, memiliki dan mengorgaisasi pekrja sebagai romusha.
Namun yang banyak dimobilisasi masal ialah orang yang berasal dari Pulau
Jawa. Pemobilisasian dilakukan untuk wilayah yang menurut Kepala
Pemerintahan Jepang perlu dieksplorasi seperti di wilayah Sumatera,Kalimantan,
Jawa Bagian Selatan. Romusha ini juga dapat di ekspor ke luar negeri seperti
Singapore, Filipina, Malaysia, dan Birma. Tentu pengaturan suplai tenaga kerja
dilihat melalui tingkat kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai oleh Pemerintah
Militer Jepang di ketiga wilyah administratif.

Untuk angka pengerahan ini banyak peneliti mengajukan sumber yang


berbeda-beda. Para peneliti yang membahas romusha seperti Kurasawa, Sato,
Raben, menyebutkan data romusha yang dikirimkan ke wilayah Asia Bagian
Selatan dan Pasifik sebanyak 300.000 orang Jawa. Namun Kurasawa
menggunakan dokumen dari Jepang mengungkap jumlah romusha yang
dimobilisasi oleh Pemerintah Militer Jepang, mencapai jumlah 4 juta jiwa. Para
romusha ini banyak dari kalangan para petani yang lahannya digusur untuk
pembuatan pabrik dan proyek pembangunan. Selain itu, para romusha ini berasal
dari pengganguran dikarenakan jatuhnya perekonomian hindia Belanda. Mereka
bertugas untuk membangun jembatan, pelabuhan, dsb.

Militer Jepang memeras habis tenaga romusha, hingga para buruh ini
berhasil memperbaiki penyulingan minyak di Balikpapan dalam kurun tak sampai
setahun. Bukan hanya warga Balikpapan tetapi etnis dari dayak dan Banjar juga
ikut dipekerjakan di perusahaan minyak tersebut. Mereka yang bekerja disitu
tergiur oleh gaji sebesar 2 gulden perhari, tapi faktanya berkata lain. Armada
tempur Jepang pun kian kuat menghadapi Perang Dunia II. Itu yang
menyebabkan pesawat tempur Jepang bersama-sama dengan Jerman sebagai
koalisi, tak pernah kehabisan bahan bakar.

Untuk melakukan eksploitasi batu bara, pemerintahan militer Jepang bekerja


sama dengan Sumitomo dengan mendirikan perusahaan Bayah Kozan Sumitomo
Kabusyiki Kaisya. Tidak hanya berpusat pada daerah Bayah saja, namun
menyebar kebanyak titik dipantai selatan Banten. Para romusha diperkejakan di
daerah ini,bukan hanya warga situ saja, tetapi banyak warga lain daerah yang ikut
bergabung . Mereka yang bekerja disitu tidak dapat menolak dikarenakan akan
berdampak buruk bagi keluarganya,

Berdasarkan kondisi fisik, romusha dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu


(1) kelompok romusha dengan kondisi fisik lemah; (2) kelompok romusha
dengan kondisi fisik sedang; dan (3) kelompok romusha dengan kondisi fisik
yang prima. Pembagian kelompok berdasarkan kondisi fisik dilakukan agar
memudahkan dalam penempatan di pertambangan Bayah.
Mereka harus meregang nyawa akibat keracunan gas, tertimpa longsoran,
dan bencana lainnya di dalam lubang tambang. Tidak ada catatan jumlah pasti
berapa banyak romusha yang tewas di Bayah selama kegiatan pembangunan dan
penambangan batu bara, termasuk pembangunan jalur kereta api Saketi—Bayah.
Pada proyek pembangunan jalur kereta api Saketi—Bayah, jumlah romusha yang
menjadi korban mencapai 90.000 jiwa

B. Kondisi Psikologis dan Fisik Masyarakat Saat itu

Mereka diperkerjakan sangat tidak beprikemanusiawi, memang awalnya


tujuan Jepang diperuntukkan oleh para penggangur tersebut. Namun, pada
akhirnya Jepang memperlakukan romusha ini sangat tidak layak. Ada sekitar
delapan ribu romusha yang diberangkatkan ke Singapura untuk menambahkan
pasukan prajurit Jepang. Akan tetapi, kurang dari setengah yang pulang ke
Indonesia. Sebagian dari mereka ada yang tertembak di lautan ketika ingin
kembali , sebagian yang lain tertangkap di Singapura bersamaan dengan tentara
prajurit Jepang.

Meski para romusha ini mempunyai kontrak selama tiga bulan, Mereka
sangat diperlakukan tidak adil. Banyak dari mereka yang kekurangan gizi akibat
makanannya yang kurang layak. Serta tidak mendapatkan pakaian yang kurang
layak juga. Banyaknya korban romusha atau kerja paksa dari seluruh Indonesia
merenggang nyawa, akibat kekerasan fisik dilakukan militer Jepang, perkelahian
antar sesama, dan serangan berbagai jenis penyakit, dan lingkungan yang buruk.
Para pekerja paksa juga harus menahan lapar selama seminggu ketika berlayar.
Tidak ada air bersih apalagi makanan di atas bahtera milik Jepang. Hanya air
kotor yang mereka minum supaya bertahan hidup. Fisik mereka yang sudah
bagikan kulit saja tanpa daging. Ini menjadikan psikologis para pekerja ini terus-
menerus diterjang oleh para militer Jepang.

Para buruh itu bekerja setiap hari, sedari pagi hingga pukul lima sore dengan
istirahat satu jam. Tentu saja itu yang membuat para pekerja ini menderita
penyakit fisik maupun mental. Tenaga mereka terlalu diforsir secara terus-
menerus oleh para militer Jepang. Bahkan para romusha ini disiksa dan dibantai
didalam sebuah gua di lereng Gunung Slamet bagian Barat, Kecamatan
Paguyangan, Brebes. Gua ini digunakan sebagai tempat persembunyian prajurit
Jepang. Didalam gua ini juga tercatat masa kelam dari para pekerja ini. Banyak
sekali ruangan-ruangan tahanan yang digunakan oleh para tentara Jepang untuk
menyiksa romusha ini. Jalur Gua yang rumit dan bercabang menjadi saksi para
pekerja romusha ini mengerjakan pengambilan batu tambang dengan bantuan alat
yang sederhana.

Ini yang menyebabkan para pekerja romusha tersebut jatuh sakit dan tewas
ditempat. Banyak dari mereka yang terkena penyakit malaria serta koreng.
Mayat-mayat romusha itu dikuburkan secara massal dan sangat tidak layak.
Mereka juga dipekerjakan untuk membangun rel kereta api di tengah hutan
belantara, dimana keadaan alam disitu sangatlah ganas. Para romusha yang
dipekerjakan diluar negeri diangkut menggunakan transportasi seadanya. Kereta
yang kapasitasnya terbatas dipenuhi oleh para romusha. Mereka dipadatkan
seperti hewan berisi ribuan-ribuan para pekerja dengan udara yang minim.

C. Perbedaan dan Persamaan Antara Romusha dan Kerja Rodi

Ada beberapa hal perbedaan romusha dengan kerja rodi pada saat Belanda.
Pada saat itu tokoh-tokoh nasional seperti, Soekarno, Hatta dan Tan Malaka
mulai memfasilitasi para pekerja yang dikirim ke luar negeri. Berbeda dengan
kerja rodi yang pada saat itu para rakyat Indonesia sama sekali tidak difasilitasi
dan juga belum adanya tokoh atau organisasi pergerakan. Pada saat kerja rodi,
rakyat Indonesia dipaksa oleh pemerintahan Belanda untuk membangun jalan
raya sepanjang 1.000 km. Mereka diperkerjakan tanpa upah selama setahun dan
dtidak menggunnakan kontrak. Daendells menyuruh para pekerja itu untuk
membuat jalan secepat mungkin. Jalan sepanjang itu seharusnya tidak mungkin
setahun selsai, pastilah ada pengorbanan dari para pekerja ini.

Meski hampir memiliki kesamaaan antara romusha dengan kerja rodi. Salah
satunya Hatta memfasilitasi para buruh yang bekerja di luar negeri, seperti tempat
tinggal, pakaian dsb. Mereka juga mendapatkan tanda kehormatan sama dengan
prajurit PETA dan Heiho. Sesekali Hatta juga memberikan pakaian dan makanan
bagi para keluarga romusha. Soekarno saat itu juga mengerahkan sebagian
barisan pelopornya untuk mengikuti romusha. Awalnya memang romusha
dipergunakan sebagai alasan untuk membuka lapangan kerja, tetapi akhirnya
romusha ini berubah sifat menjadi memaksa.

Adapula persamaan romusha dengan kerja rodi ialah mereka melakakukan


kerja paksa ini atas dasar untuk membangun kembali perekonomian mereka.
Kerja rodi dan romusha sama-sama memilki kenangan yang pahit. Dimana
banyak korban dari kedua kerja paksa ini. Para pekerja ini dipaksa melakukan
pekerjaan ini hingga nyawa merenggutnya. Bahkan para pekerja ini diberi
makanan yang tidak layak, dan pakaian yang tidak layak juga. Jikalau menyebut
kesaamaan dari kedua ini sangatlah banyak. Dahulu memang para pemerintah
Jepang dan Belanda sangat keji, memaksa para pekerja-pekerja itu untuk
melakukan suatu kerjaan yang berat. Mereka memang tidak punya rasa
keperimanusiaan.

D. Akhir dari Romusha

Tentulah akhir dari romusha ini sangatlah tragis, para pekerja romusha ini
memilki hal yang kelam dalam hidupnya. Baik yang sudah tidak bernyawa
maupun yang masih hidup hingga kini. Romusha meninggalkan luka dan duka
yang cukup mendalam. Banyak dari pekerja tidak dapat bertemu kembali dengan
para keluaraganya. Ribuan orang tidak pernah kembali, mereka gugur ketika
sedang bekerja di alam negeri maupun luar negeri. Mereka selalu disiksa hingga
tersisa kulit sebagai pembalut tulang. Tanda berakhirnya romusha ini ialah ketika
para sekutu mulai menyerang. Ketika serbuan itu bermula pada tanggal 1 juli
1945, kondisi romusha semakin memburuk.

Setelah kekalahan Jepang, para romusha yang tersiksa melarikan diri karena
takut dianggap rakyat Jepang. Dalam kesehatan yang tidak memungkinkan para
romusha ini berjalan kaki menuju tempat tinggalnya dan menyelamatkan diri.
Tubuh-tubuh yang ringkih menyebabkan mereka tewas ditengah jalan. Dan juga
mereka terkena penyakit mematikan, seperti malaria.

Dengan cara memobilisasi Jepang dapat melulukan hati Indonesia dengan


janji-janji manisnya. Bahkan para toko nasionalis juga termakan oleh janji manis
Jepang. Mereka menjanjikan kemerdekaan untuk rakyat Indonesia. Soekarno
merupakan salah satu tokoh yang diajak untuk mempropagandakan keinginan
Jepang terhdapa rakyat Indonesia dan juga menyediakan tenaga kerja romusha.

Soekarno menjadi orang yang paling disalahkan oleh para rakyat Indonesia
karena ia yang datang keberbagai daerah Jawa untuk berpidato mempengaruhi
dan mengajak rakyat menjadi romusha demi kemakmuran Asia Timur Raya yang
dipimpin Jepang. Soekarno mengaku salah dalam hal itu, namun Soekarno
beralasan bahwa semua ia lakukan karena rakyat belum sanggup melakukan
perlawanan langsung kepada Jepang dan Soekarno yakin dengan strategi politik
yang dia buat akan dapat memerdekakan Indonesia dan itu terbukti benar. Namun
disaat itu sebenarnya ada kesempatan Soekarno dan tokoh nasionalis lain untuk
memperbaiki kondisi hidup romusha tetapi tidak pernah terealisasi.

Kesimpulan

Romusha merupakan kebijakan Jepang yan sangat kejam, bahkan hingga


sekrang masih terasa atau masih terkenang kekejamannya. Jepang yang tadinya
membuat romusha untuk memperkerjakan rakyat Indonesia yang pengangguran.
Akan tetapi, seiring waktu menjadi ganas dan keji, menjadikan rakyat Indonesia
sebagai budak atau pekerja tanpa upah yang diberi makan secara tidak layak.

Korban dari romusha ini mencapai akan beribu-ribu bahkan berjuta-juta jiwa
melayang . Para romusha yang dipekerjakan diluar negeri diangkut menggunakan
transportasi seadanya. Kereta yang kapasitasnya terbatas dipenuhi oleh para
romusha. Mereka dipadatkan seperti hewan berisi ribuan-ribuan para pekerja
dengan udara yang minim. Sedangkan, para romusha yang meninggal ditempat
dimakamkan secara tidak layak.
Soekarno yang dianggap mendukung romusha banyak ditentang oleh rakyat
Indonesia. Soekarno mengaku salah dalam hal itu, namun Soekarno beralasan
bahwa semua ia lakukan karena rakyat belum sanggup melakukan perlawanan
langsung kepada Jepang dan Soekarno yakin dengan strategi politik yang dia buat
akan dapat memerdekakan Indonesia dan itu terbukti benar.

Oleh karena itu, sejarah kelam ini tidak boleh dihilangkan dari sejarah
Indonesia. Supaya kita para remaja atau generasi masa kini tau betapa prahnya
dahulu ketika kita masih dijajah, baik Jepang maupun Belanda. Perjuang rakyat
saat itu saat itu sangatlah beharga. Untuk mencapai suatu kemerdekaan mereka
melalui jalan perjuangan yang panjang. Banyak dari mereka yang gugur ditengah
jalan. Perjuang mereka lah yang patut dijadikan contoh oleh generasi sekarang
ini.
Daftar Pustaka

Hermawan, Iwan. 2017. Kapata Arkeologi .“Lubang Tambang Batu Bara Bayah:
Jejak Romusha di Banten Selatan”. Volume 13 no 4.
Jong, De. 1987. Pendudukan Jepang di Indonesia. Den Haag: Kesaint Blanc.

Kasenda, Peter. 2015. Soekarno di Bawah Bendera Jepang. Jakarta: PT Kompas


Media Nusantara.

Nababan, Andi. G. 2018. Kebijakan Kerja Paksa Romusha pada Masa


Pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945).

Anda mungkin juga menyukai