Anda di halaman 1dari 6

KETAATAN KEPADA PEMIMPIN

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Maudhu’i

Dosen Pengampu : Drs. Zulkifli Lubis, MA.

Disusun Oleh :

Fahmi Febriansyah 1404618042

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020
A. Pemimpin dalam Islam

Pemimpin atau dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah Ulil Amri. Kata Ulul Amr
adalah susunan dari dua suku kata yaitu ulu dan al amr. Kata ulu diartikan dengan yang
punya, yang memilki misalnya dalam kata ulil al quwwah yang berarti memiliki
kekuatan, uli al-bab berarti yang mempunyai pikiran. Dalam bahasa Arab, masih menurut
Ibnu Mandzur, ia adalah kata tidak bisa berdiri sendiri, namun selalu harus berdampingan
dengan kata yang lain (idhafah). Sedangkan kata al-amr berarti kerajaan, urusan, perkara
dan semacamnya (Bay, 2011). Kemudian definisi al-amr, Ibnu Mandzur
mengatakan, “Seseorang memimpin pemerintahan, bila ia menjadi amir bagi mereka.
Amir adalah penguasa yang mengatur pemerintahannya di antara
rakyatnya.” (lihat; Lisanu Arab: 4/31).

Istilah ulil amri berkenaan dengan kehidupan bernegara, dapat diartikan sebagai
pemimpin, amir, presiden atau raja. Arti kata ini diambil dari makna yang dikandung oleh
surat an-Nisa’ ayat 59, karena ayat tersebut mewajibkan ketaatan kepada Allah, Rasul
dan ulil amri yang diaanggap sebagai pemimpin komunitas masyarakat muslim
sepeninggal Rasulullah SAW.

Secara umum yang dimaksud pemimpin (ulil amri) adalah orang- orang yang
memiliki perintah atau sebagai pemerintah, yaitu orang-orang yang memerintahi pada
manusia. Mengutip dari [ CITATION Kai11 \l 1033 ] terdapat berbagai istilah atau gelar yang
digunakan untuk menyebutkan pemimpin, seperti Khalifah, Ulil Amri, Malik dan Imam.

B. Memaknai Ketaatan kepada Pemimpin dalam Al-Qur’an

Apabila kaum muslimin telah menyetujui seseorang sebagai imam untuk


mengurus diri agama dan keduniaan mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban
kepada Allah dan umat, maka sang imam mempunyai hak-hak tertentu untuk dapat
melaksanakan peran besar yang telah diserahkan oleh umat kepadanya. Hak-hak ini
meliputi: mentaatinya dalam hal-hal yang baik, mebantunya pada hal-hal yang dia
perintahkan, menetapkan belanja yang mencukupi diri dan keluarganya dengan tidak
berlebihan atau kekurangan.

Didalam al-Quran surat an-Nisa ayat 59, Allah berfirman: “Wahai orang-orang
yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya serta kepada Ulil
Amri dari kalangan kamu sendiri,” Ayat-ayat sebelum dan sesudah ayat ini punya
hubungan yang erat. Pada ayat-ayat sebelumnya ada perintah untuk beribadah pada
Allah, tidak syirik serta berbakti pada orangtua, menganjurkan berinfaq dan lain-lain.
Perintah-perintah tersebut memiliki hikmah agung untuk membentuk kehidupan yang
indah di dunia. Lantas, melalui ayat 59 surah an-Nisa ini Allah memerintahkan kaum
mukmin supaya menaati Ulil Amri.

Dalam ayat 59, keharusan taat pada Ulil Amri didahului oleh keharusan taat pada
Allah dan Rasul-Nya. Menurut ulama tafsir, ada sedikit poin penting di sana. Bahwa
perintah taat kepada Ulil Amri tidak disertai dengan kata "taatilah" karena tidak memiliki
hak untuk ditaati apabila ketaatan kepada mereka itu bertentangan dengan ketaatan
kepada Allah Swt atau Rasul Saw.Ulil adalah bentuk jamak dari wali yang berarti
"pemilik" atau "yang mengurus" dan "menguasai". Bentuk jamak kata tersebut
menunjukkan bahwa mereka itu banyak, sedangkan kata al-amr adalah "perintah" atau
"urusan". Dengan demikian, Ulil Amri adalah orang-orang yang berwenang mengurus
seluruh urusan kaum muslim yang dapat diandalkan dalam menangani pelbagai persoalan
kemasyarakatan. Mereka bisa saja seorang penguasa/pemerintah, ulama atau yang
mewakili masyarakat dalam berbagai kelompok.
Para ulama berbeda pendapat ihwal makna Ulil Amri. Abu Hurairah menyatakan,
Ulil Amri adalah Umara' (pimpinan pemerintahan). Jabir bin Abdullah, Mujahid, Ibn
Abbas, Ata' bin Saib, Hasan al-Bashri dan Abu Aliyah berpandangan, Ulil Amri adalah
para ulama dan ahli fikih. Sebagian yang lain menyatakan, Ulil Amri adalah para sahabat
Nabi. Menurut Ikrimah, maknanya adalah Abu Bakar dan Umar.

Adapun penafsiran para mufassir atas Quran surat an-Nisa ayat 59 adalah sebagai
berikut :

Ath Thabari (Amul, Tabaristan, Iran, 225 H/839 M-Baghdad, Irak, 310 H/923 M).

Ath thabari dalam tafsirnya menerangkan Quran surat an-Nisa ayat 59 dengan
mengemukakan beberapa hadits tentang ketaatan terhadap pemimpin dalam Islam.
Diterangkannya bahwa yang di maksud dengan ulil amri dalam ayat ini adalah
bermacam-macam, antara lain bahwa ulil amri adalah para sultan, ada juga yang
mengatakan bahwa mereka adalah ahli ilmu dan fikih, sahabat-sahabat rasulullah, serta
ahli aqli dan agama. Ketaatan terhadap pemimpin berlaku atas pemimpin rakyat muslimin
yang juga dari golongan kaum muslimin itu sendiri. Ketaatan di tujukan atas semua
perintahnya yang membawa kepada kemashlahatan dan tidak ada taat bila diperintahkan
berbuat maksiat.

Ibnu Katsir ( 698 H/1349 M-774 H/1425 M)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa di dalam ayat ini Allah
memerintahkan untuk taat kepada-Nya. Kemudian kepada rasul-Nya, kemudian kepada
para umara (pemimpin) dan ulil amri termasuk di dalamnya pemerintah dan ulama,
sejalan menurut perkataan Abu Hurairah, sumber Ibnu Abbas dan lain-lain. Adapun taat
kepada pemimpin maka wajib dalam rangka taat kepada Allah dan tidak wajib dalam
perkara maksiat kepada Allah.

Dalam ayat ini Allah memerintahkan kaum mukminin untuk taat kepadanya dan
kepada Rasul-Nya yaitu dengan mengerjakan perintah keduanya baik yang wajib maupun
yang sunnah dengan menjauhi larangan dari keduanya. Dan Allah juga memerintahkan
kepada kaum mukminin untuk taat kepada ulil amri, yaitu orang yang mengurusi
kepentingan umat, baik itu umarah, pemerintah ataupun mufti-mufti karena
sesungguhnya tidak akan konsisten urusan Dien dan dunia kecuali dengan taat kepada
mereka dan mengharap pahala yang ada di sisinya. Akan tetapi dengan syarat mereka
tidak memerintahkan kepada kemaksiatan.

Hamka (Maninjau, Sumatera Barat, 16 Februari 1908-Jakarta, 24 Juli 1981).

Hamka dalam tafsirnya al Azhar menerangkan bahwa perintah dalam surah an-
Nisa ayat 59 berkaitan dengan ayat sebelumnya (an-Nisa : 58) yaitu perintah menunaikan
amanah kepada ahlinya, dan menegakkan keadilan atas manusia. Hamka memberikan
pengertian atas kata “ulil amri minkum” kedua daripada kamu. Maksudnya, yaitu mereka
yang berkuasa itu adalah daripada kamu juga, hak atau terpilih atau kamu akui
kekuasaannya, sebagai satu kenyataan.

Negara tempat berdiamnya kaum muslimin suatu waktu wajib dipertahankan dari
serangan musuh. mengatur siasat untuk mempertahankan negara itu adalah kewajiban ulil
amri. Maka apabila ulil amri memerintahkan tiap-tiap orang memanggul senjata
mempertahankan negara. Menjadi kewajiban agamalah mentaati perintah itu. bahkan
kalau musuh telah masuk ke dalam negeri, menjadi fardhu ain bagi tiap orang, laki-laki
dan perempuan memanggul senjata. Setelah pokok-pokok itu diketahui, maka bentuk
susunan ulil amri itu sendiri tidaklah dicampuri sampai kepada yang berkecil- kecil oleh
agama. Di zaman khulafaurrasyidin, penunjukan khalifah di laksanakan secara
musyawarah oleh orang-orang yang disebut “Ahlul Halli wal Aqdi” (yang mengikat dan
menguraikan). Pada waktu itu belum ada perwakilan rakyat, melainkan orang-orang
terkemuka yang diajak musyawarah dan oleh sebab itu diakui oleh orang banyak.

C. Hadits-Hadits tentang Taat Kepada Pemimpin

‫الطا َع ِة َوإِنْ َتأَم ََّر‬ ِ ‫أ ُ ْوصِ ْي ُك ْم ِب َت ْق َوى‬


َّ ‫ َوال َّسمْع َو‬, ‫هللا َع َّز َو َج َّل‬
ِ
َ ‫َع َل ْي‬
‫ك َع ْب ٌد‬
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla,
tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya
(budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)

‫ َفإِ َذا أُم َِر‬، ‫ َما َل ْم ي ُْؤ َمرْ ِب َمعْ صِ َي ٍة‬، ‫ فِي َما أَ َحبَّ َو َك ِر َه‬، ‫َع َلى ْال َمرْ ِء ْالمُسْ ل ِِم‬
‫مْع َوالَ َطا َع َة‬َ ‫ِب َمعْ صِ َي ٍة َفالَ َس‬
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci
selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat,
maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari)

‫ ِه‬6‫لَّى هَّللا ُ َع َل ْي‬6‫ص‬ َ ِ ‫و َل هَّللا‬6‫ر َة أَنَّ َر ُس‬6َ 6‫ال ٍِح َعنْ أَ ِبي ه َُر ْي‬6‫ص‬ َ ‫رْ َو َة َعنْ أَ ِبي‬66‫ا ُم بْنُ ُع‬6‫ِش‬ َ ‫َو َر َوى ه‬
‫ َمعُوا َل ُه ْم‬6 ‫اس‬ ِ 6‫ا ِج ُر ِبفُ ُج‬66‫ َو َيلِي ُك ْم ْال َف‬، ‫ { َس َيلِي ُك ْم َبعْ دِي وُ اَل ةٌ َف َيلِي ُك ْم ْال َبرُّ ِب ِبرِّ ِه‬:‫َو َسلَّ َم َقا َل‬
ْ ‫ َف‬، ‫ور ِه‬6
‫ َوإِنْ أَ َساءُوا َف َل ُك ْم َو َع َلي ِْه ْم‬، ‫ َفإِنْ أَحْ َس ُنوا َف َل ُك ْم َو َل ُه ْم‬، ‫َوأَطِ يعُوا فِي ُك ِّل َما َوا َف َق ْال َح َّق‬

."Sepeninggalku nanti ada pemimpin-pemimpin yang akan memimpin kalian, pemimpin


yang baik akan memimpin dengan kebaikannya dan pemimpin yang fajir akan memimpin
kalian dengan kefajirannya. Maka dengarlah dan taatilah mereka pada perkara-perkara
yang sesuai dengan kebenaran saja. Apabila mereka berbuat baik maka kebaikannya
adalah bagimu dan untuk mereka, jika mereka berbuat buruk maka bagimu (untuk tetap
berbuat baik) dan bagi mereka (keburukan mereka)." (HR Bukhari & Muslim)
DAFTAR PUSTAKA

Tuasikal, Muhammad Abduh. 2013. Taat pada Pemimpin yang Zalim, diakses
dari https://rumaysho.com/3111-taat-pada-pemimpin-yang-zalim.html, pada 11 Mei
2020.

Kurdi, Salim dkk. 2017. Konsep Taat Kepada Pemimpin (Ulil Amri) di Dalam
Surah An-Nisa: 59, Al-Anfal : 46, Al-Maidah : 48-49 (Analisis Tafsir Al-Qurthubi, Al-
Mishbah dan Ibnu Katsir). Banjarmasin: Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Bay, Kaizal. 2011. Pengertian Ulil Amri dalam Al – Qur’an dan Implementasinya
dalam Masyarakat Muslim. Jurnal Ushuluddin Vol. XVII (hlm. 115 – 129). Riau :
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Panggabean, Islahuddin. 2019. Mengkaji Makna Taat pada Ulil Amri, diakses dari
https://hariansib.com/Mimbar-Agama-Islam/Mengkaji-Makna-Taat-pada-Ulil-Amri, pada
11 Mei 2020.

Anda mungkin juga menyukai