campuran panas beton kurang ekonomis atau terlalu mahal. Dibuat dengan
campuran agregat dan aspal cair (cut-back) yang diadakan dalam keadaaan dingin.
Cara pembuatan / pencampuran dilakukan setempat dimana perbaikan jalan akan
dilakukan dan biasanya dilakukan pula dalam suasana cuaca yang kering dan
panas. Pengolahan juga dapat dilakukan dengan unit yang stasioner , unit yang
berjalan atau unit yang setempat.
2.1.1.3 Aspal Beton yang Dicampur Sambil Jalan (Travel Mixing Plant)
Cara ini dengan menggunakan suatu alat pencampur yang dapat berjalan,
agregat yang dipakai dalam keadaan kering dan suhu udara biasa. Sedangkan
aspalnya biasanya aspal cair atau aspal AC yang dipanasi terlebih dahulu di dekat
tempat kerja. Agregat yang akan dipakai (setelah susunan butirnya diatur menurut
susunan butir yang baik) diisikan dalam mesin pengaduk yang berjalan itu,
kemudian aspal cair dicampurkan dalam jumlah yang tertentu, dan diaduk dalam
mesin tersebut, setelah selesai pengadukan campuran aspal + agregat itu langsung
dihamparkan dalam tebal yang tertentu.
2.1.1.4 Campuran Aspal Beton Dikerjakan Langsung di atas Jalan (Road Mix
Methode)
Cara ini hampir sama dengan cara Travel Mixing Plant tetapi alatnya lebih
sederhana, agregatnya juga harus kering, aspalnya berbentuk cair baik cut-back
maupun aspal panas) dan pekerjaan dilakukan pada suasana kering atau panas.
Agregat yang akan dipakai dihamparkan di atas jalan atau ditimbun dalam bentuk
jalur kemudian pada timbunan agregat ini disiram aspal cair dalam jumlah yang
diperkirakan, dibelakang alat penyiram aspal ini bergerak mengikuti mesin
pengaduk dapat dipakai disisi mesin grader, yang bertugas mengaduk campuran
agregat dan aspal itu sampai homogen dan dengan alat grader ini campuran yang
telah homogen tadi dihamparkan rata di atas jalan, lalu digilas atau dipadatkan.
3. Kadar aspal.
Kadar aspal yang rendah memudahkan terlepasnya lapisan sedang
kebanyakan aspal, lapisan aspal beton kurang stabil.
4. Mutu aspal sebagai perekat
Aspal yang dihasilkan tanpa proses cracking akan memenuhi standar
sebagai aspal perekat. Aspal bermutu rendah, seringkali menghasilkan
lapisan aspal beton yang regas.
a. Susunan butir
Susunan butir agregat menunjukkan pembagian besar butirnya.
Untuk menentukan susunan butir ini dipergunakan ayakan, dengan melakukan
analisa ayak. Cara penentuan analisa ayak ini sama seperti yang dilakukan dalam
penentuan besar butir agregat untuk pembuatan beton dengan semen. Ayakan
yang dipakai untuk menyusun besar butir agregat aspal beton sedikit berbeda,
yaitu dipakai susunan ayakan mulai dari 2 ½, 2, 1 ½ , ¾ , 5/8, ½ dan 3/8 inchi.
Untuk ayakan yang lebih halus dipakai ayakan no 4, 8, 16, 30, 50, 100 dan 200
(mesh).
Untuk ayakan dengan ukuran 2 ½ sampai dengan 3/8 inchi, kadang-kadang
ada juga yang berlobang bulat. Dalam pemakaian ayakan bulat ini perlu diketahui
juga bahwa bila partikel dari agregatnya bentuknya pipih atau panjang, bila
diayak dengan ayakan bulat, jumlah yang tembus akan lebih kecil dibandingkan
bila dipakai ayakan berlobang bujur sangkar.
diuji dengan alat Los Angeles tidak boleh lebih besar dari 50 % bagi agregat untuk
lapisan-lapisan base binder dan leveling course dan tidak boleh lebih dari 40 %
untuk lapisan aus. Beberapa persyaratan untuk lapisan ini ada yang lebih ketat
yaitu 35 % atau 27,5 %.
c. Kekekalan
Agregat butirannya harus kekal, dalam arti tidak akan berubah akibat
pengaruh cuaca basah atau kering serta kemungkinan adanya zat kimia yang dapat
merusaknya. Uji kekekalan ini, dilakukan dengan merendamnya dan
mengeringkannya secara bergantian (tiap 24 jam) dalam larutan jenuh Natrium
atau Magnesium sulfat sebanyak 5 kali. Bila di uji dengan cara itu, jumlah yang
hancur biasanya disyaratkan tidak boleh lebih dari 15 % ( Asphalt Institute ).
aspal cair, percobaan dilakukan pada suhu + 60OC selama 24 jam. Kemudian
sebelum diberi air, dibiarkan dulu dalam suhu ruang.
Pengertian istilah :
a. Maccadam : susunan agregat kasar yang seragam
b. Open graded : susunan agregat yang mengandung sedikit atau tanpa filler,
sehingga hasil pemadatan menghasilkan rongga yang relatif besar.
c. Coarse graded : menggunakan aggregat yang tertinggal di atas 8 mesh
d. Dense graded : susunan agregat yang terdiri dari butir-butir melalui
ukuran yang maksimum sampai ukuran terkecil termasuk butir filler, yang
cukup jumlahnya sehingga rongga pada susunan butir padat itu, besarnya
sama dengan besar butir filler.
e. Fine graded : menggunakan agregat yang tembus ayakan 8 mesh
f. Stone sheet : lapisan yang mengandung 25 % agregat kasar
g. Sand sheet : lapisan terbuat dari pasir, pakai atau tanpa butir filler, yang
susunan butir pasirnya tanpa diatur atau dikontrol. Sand sheet asphalt =
campuran aspal dengan pasir dibuat di unit pengolahan atau di tempat.
Pemakaiannya untuk dasar atau lapisan muka jalan.
h. Fine sheet : lapisan terbuat dari agregat butiran tembus 8 mesh
i. Asphalt base course : pondasi jalan yang dibuat dari agregat, dengan
perekat aspal
j. Asphalt binder course : lapisan antara base course dan surface course,
biasanya terbuat dari aspal beton dengan agregat kasar mengandung
sedikit atau tanpa butir filler
k. Leveling course : lapisan dengan berbagai ketebalan, dibuat untuk
meratakan permukaan jalan atau dapat disebut juga lapisan perata
l. Surface course : lapisan bagian paling atas dari suatu jalan. Disebut juga
lapisan aus
m. Asphalt mastic : campuran aspal dan mineral dengan perbandingan
sedemikian rupa sehingga masih dapat dituang baik dalam keadaan panas
atau dingin, yang kemudian dapat dipadatkan dengan cara pakai sendok
atau alat semacam, agar permukaannya rata.
n. Subbase course : lapisan yang berada di bawah asphalt base course. Bila
lapisan ini merupakan lapisan tanah yang telah padat, dapat juga disebut
subbase course.
menjadi semakin baik, sehingga campuran aspal beton sedemikian itu stabil (
kokoh ). Meskipun demikian, kenyataan didalam praktek, bahwa rongga-rongga
antara batuan tadi, akan tetap tidak dapat padat mutlak, sebab masih akan ada
sedikit mengandung gelembung udara diantara aspal tersebut. Biasanya terdapat
antara 2 – 6 % rongga udara.
Apabila susunan butir batu lebih longgar ( Gb 1.5e ) dan diberi aspal yang
lebih banyak, maka seolah-olah butir batu tadi mengapung didalam aspal.
Konstruksi aspal beton yang demikian kurang stabil, sebab karena perubahan suhu
dan tekanan, campuran akan mudah berubah bentuknya. Konstruksi yang
demikian ternyata juga masih mengandung udara, biasanya 2 % yang terdapat
terjebak didalam aspalnya.
Apabila sekarang jumlah aspalnya dikurangi, sehingga seolah-olah hanya
merekat antara butir agregat, memang kestabilan aspal betonnya juga cukup baik,
tetapi kadar udara menjadi lebih besar. Udara yang terlalu besar ini didalam
konstruksi akan membantu pengerasan aspal akibat pengaruh cuaca, sehingga
dapat mempercepat keregasan aspalnya dan konstruksi mudah pecah atau terlepas,
akibat beban lalu lintas.
Dari pengalaman memberikan secara teori, agar jumlah rongga udara yang
ada itu tidak lebih dari 6 % : Dalam terminologi aspal beton, jumlah udara
didalam aspal beton, biasanya dinyatakan dalam “persen kepadatan”. Sebagai
contoh, misalnya aspal beton dengan 96 % kepadatan berarti bahwa aspal beton
itu mengandung 4 % rongga udara. Rentang dari “persen kepadatan” aspal beton
biasanya berada diantara 94%-98 % yang berarti bahwa kandungan rongga udara
(voids) berkisar antara 6 sampai sekecilnya 2%.
Dari pengertian di atas, maka jelas bahwa jumlah rongga udara dalam aspal
beton mempengaruhi sifat ketahanan lama dari aspal beton dalam pemakainnya,
sehingga perlu diusahakan agar kadar udara tersebut sekecil mungkin, sampai
batas yang memungkinkan dalam praktek yaitu 2%. Tetapi pada kenyataannya, di
dalam pelaksanaan pembuatan aspal beton, dengan kepadatan 98 % ini
memerlukan pekerjaan yang amat teliti, atau cukup sukar pelaksanaannya, dan ada
kemungkinan aspal beton menjadi kebanyakan aspal, sehingga konstruksi tidak
3. Tentukan berat jenis dari agregat gabungan dan berat jenis aspal
4. Tentukan perbandingan dari tiap agregat yang akan dicampur sehingga
memenuhi susunan besar butir yang baik
5. Buat benda uji dengan jumlah aspal yang berbeda-beda.
6. Tentukan berat jenis dari benda uji campuran aspal dan agregat yang
telah dipadatkan.
7. Uji sifat stabilitas dari campuran yang telah dipadatkan itu
8. Hitung jumlah persen rongga ( void ) dari tiap benda uji, dan bila cara
perhitungan menghendaki, hitung VMA dan persen rongga yang terisi
aspal
9. Pilih jumlah aspal yang optimum dari data yang didapat. Bila fasilitas
laboratorium tidak mencukupi untuk penentuan hal tersebut, tentukan
kadar aspal dengan menggunakan hasil uji CKE (Centrifuge Kerosene
Equivalent)
bahwa apabila agregatnya merupakan agregat gabungan, maka perlu dicari berat
jenis rata-rata dari agregat gabungan itu.
4. Mencampur Agregat dari Beberapa Macam Untuk Mendapat Susunan
Butir yang Tertentu
Cara pengabungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik gradafis atau
matematis, seperti telah diuraikan terdahulu. Dengan sendirinya akan lebih mudah
melakukan gabungan, apabila butir agregat masing-masing telah
dibuat/disediakan menurut fraksi butirnya.
5. Menyiapkan Benda Uji Untuk Menentukan kepadatan dan Stabilitas
Semua cara yang rasional ialah memerlukan benda uji untuk diuji sifat
stabilitasnya di laboratorium. Jumlah benda uji yang dibuat dengan campuran
agregat yang telah ditentukan susunan butirnya seperti yang akan dipakai di
lapangan, ditambah aspal dalam jumlah yang berbeda, perlu dipersiapkan
dilaboratorium dan dicoba sifat kepadatan serta stabilitasnya.
Percobaan ini ada beberapa cara, dimana cara yang satu dengan yang
lainnya agak berbeda. Biasanya ada 4 cara yang dipakai, meskipun dari 4 cara itu,
ada satu yang paling umum yang juga dipakai di Indonesia oleh Dit Jen Bina
Marga Dept PU.
Keempat cara tsb adalah sebagai berikut :
a. Cara menurut Marshall
b. Cara menurut Hubbart Field
c. Cara menurut Hveem
d. Cara menurut Smith dengan uji triaxial
6. Berat jenis dari benda Uji yang dipadatkan
Benda uji campuran aspal beton yang telah dibuat ( menurut salah satu cara
tersebut diatas ), perlu ditentukan berat jenisnya.
7. Tentukan sifat stabilitas dari Benda uji yang telah dibuat menurut
masing masing cara pada point 5
8. Hitung persen maksimum kepadatan ( density ), persen rongga ( void )
dan rongga diantara butir agregat ( VMA ).
Bila berat jenis dari aggregat dan aspalnya diketahui, berat jenis yang
didapat secara teori dapat dihitung. Hasilnya disebut ‘Berat jenis maksimum
teoritis’, yang dapat dihitung sebagai berikut :
100
Go =
( 100 Wb ) / ga Wb / gb
G
= x 100 = R
Go
Dimana :
G = Berat jenis nyata dari benda uji pada 25oC
Go = Berat jenis maksimum teoritis
R = Persen maksimum kepadatan pada suhu 25oC
% voi d = 100 – R
G
VMA = 100 Wa
Ga
VMA (100 R )
Persen Rongga ( void ) berisi aspal = =
VMA
2. Dalam melakukan analisa ayak aggregat dapat dilakukan kering dan atau
basah. Analisa basah biasanya akan memberikan hasil yang berbeda dengan
analisa kering, terutama mengenai jumlah butir yang kecil (tembus 200 mesh ).
Sesuaikan analisa ayak ini dengan cara uji penentuan kadar aspal. kadar aspal
dilakukan dengan extraksi dan mencuci aggregatnya, maka analisa ayak ini
dilakukan dengan cara analisa basah.
Lain daripada hal tersebut di atas, The Asphalt Institude memberikan catatan
pula sebagai berikut :
1. Sifat Stabilitas dianggap cukup baik
A. Void kadarnya kurang dari 2%
agregat dan aspal. Dua hal yang menonjol dari pada cara Marshall
ini ialah menganalisa dari campuran yang telah dipadatkan itu, sifat
stabilitas dan kelembekannya (stability-flow), serta kepadatan dan
kadar rongga nya (density-void). Stabilitas dari benda coba adalah
beban maksimum yang dapat ditanggung oleh benda coba itu pada
suhu 60˚c (140˚F) dalam pound (1b). Harga kelembekan atau flow,
adalah jumlah gerakan atau deformasi/penurunan akibat
pembebanan, dihitung dalam unit = 1/100 in, pada pembebanan
maksimum untuk menentukan stabilitas.
2. Bejana datar dari plat baja, bentuk lingkaran dengan isi ± 1,2 liter
untuk mengaduk aspal dan aggregat.
3. Pemanas listrik, untuk memanasi aggregat, aspal atau alat lainnya.
4. Sendok atau sekup kecil untuk mengaduk aggregat yang panas, isi ±
300 - 600 ml.
5. Wadah untuk menuangkan aspal panas isi ± 3000 - 4000 ml.
6. Termometer logam sampai 250˚C.
7. Timbangan kapasitas 20 kg, dapat menimbang teliti 1 gram.
8. Sendok besar untuk mengaduk
9. Spatel yang besar, untuk mengaduk dll.
10. Pengaduk mekanis, bentuk Horbart mixer untuk semen, kapasitas 5
atau 10 liter, lengkap dengan pengaduk dari kawat.
11. Pemanas air, atau untuk waterbath, guna memanasi alat-alat yang
diperlukan (misalnya palu penumbuk dll)
12. Alat pemadat benda uji lengkap.
13. Cetakan benda uji lengkap dengan tabung penolong untuk
mengisi, serta plat dasar, dan pemegang cetakannya.
14. Alat extrusi untuk melepas benda uji dari cetakan.
15. Kranjang kawat untuk meredam/mendinginkan benda uji
16. Sarung tangan (sebaiknya dari asbes) untuk bekerja dengan panas.
17. Mesin uji untuk menentukan stabilitas benda uji.
Panaskan terlebih dulu palu pemadat dan cetakan benda uji, sehingga
suhunya lebih dari 90˚C (200˚F) dan hal ini dilakukan dengan
memanaskannya pakai air mendidih, atau dalam oven listrik pada
suhu antara 90 - 150˚C.
Dibagian dasar cetakan dipasang kertas saring ukuran diameter 4
inchi. Dan palu pemadat dipasangkan pada alat pemadatnya.
Setelah siap, campuran agregat + aspal yang masih panas (diatas
110˚C) segera dimasukkan ke dalam cetakan, dan bagian atasnya
dicembungkan sedikit berat campuran ± 1200 gram. Pasang cetakan
bersama isinya dibawah alat/palu pemadat yang juga dalam kondisi
panas.
Tumbuk cepat, sebanyak 50 kali tumbukan (untuk rencana jalan
dengan tekanan roda 100 psi), atau sebanyak 75 kali tumbukan
(untuk rencana jalan dengan 200 psi).
Setelah tumbukan selesai, lepaskan cetakannya dari alat pemadat lalu
dinginkan dalam air dingin ± 2 menit.
Lepaskan benda uji dari cetakannya, misalnya dengan alat extrusi ,
dan kemudian dengan hati-hati letakkan benda uji diatas alas yang
datar, ± 1 malam, sebelum pengujian. Beri tanda yang diperlukan
pada benda uji ini.
** Hasil benda uji yang padat itu, harus punya ukuran tinggi 2½
inchi ± 1/8 inchi. Bila ukuran benda uji ini diluar batas tersebut,
jumlah bahan campuran yang panas, dapat dihitung/diatur sbb :
2 , 5 x berat campuran yang dipakai
jumlah bahan panas
ukuran benda uji yang didapat