1. Keserakahan, tidak kompeten, tidak jujur, konflik kepentingan, tidak transparan, kurangnya keberanian moral, dan minimnya manajemn risiko Dalam kasus manapun, karena pendapatan investasi yang sangat rendah, banyak investor institusi dan individu mengejar hasil dan membutakan diri mereka dari risiko yang ada karena mereka putus asa untuk mencapai sesuatu yang dianggap sebagai imbal hasil yang atraktif dan masuk akal. Para menajer pendanaan yang lebih memilih jenis kredit yang terbaik (yang paling aman atau paling dipahami) akan memperoleh imbal hasil yang lebih rendah yang dapat mengarah pada hilangnya pangsa pasar. Hal ini membuat dewan direksi yang memiliki penilaian yang lebih baik, menunjukan prilaku yang tidak optimal. Dalam kasus pemberi pinjaman awal, beberapa pihak mungkin percaya akan kemungkinan perburuan teaser loan, tetapi kebanyakan pasti lebih mengerti risikonya. Mereka yang paham akan risikonya, merupakan bagian dari sekelompok orang yang membantu dan bersekongkol dalam pengalihan risiko kepada investor yang tidak memiliki banyak informasi dan tidak menaruh kecurigaan apapun. Dalam kelompok ini termasuk para penasihat investasi dan selainnya yang mengantongi pendapatan yang sangat besar dari bonus dan opsi-opsi saham dan induk perusahaan berdasarkan pada penghasilan yang pencatatannya dilebih- lebihkan. 2. Kurangnya Regulasi dan Pengambilan Keputusan yang Baik Keberanian moral merupakan komoditas yang langka, dan harus dihargai keberadaannya. Terbukti bahwa tanpa peraturan yang tepat dan efektif, krisis pinjaman subprime mengilustrasikan bahwa krisis penyesuaian pasar bebas (freemarket adjusment meltdow) datang terlambat untuk melindungi banyak pihak dari kerugian, dan dinilai terlalu mengerikan untuk dibiarkan terjadi. Pemerintah telah mengambil langkah untuk menyelamatkan sistem dari pada membiarkan hukuman akhir pasar bebas untuk beroprasi secara penuh. Lebih jauh lagi, prinsip yang membiarkan pasar untuk beroprasi atas kepentingan pribadu itu dipertanyakan. Bahwa Alan Greenspran menyakatan bahwa “ saya membuat kesalahan dalam menganggap kepentingan pribadi perusahaan, khususnya Bank dan lainnya, adalah bahwa mereka mampu unutk melindungi pemegang saham mereka dan ekuitas perusahaan mereka. Dengan adanya permasalahan inilah saatnya untuk mengintegrasikan cara berpikir etis untuk memperkenalkan pertimbangan kepentingan di luar kepentingan jangka pendek pemegang saham dan eksekutif ke dalam proses pembuatan keputusan perusahaan yang biasanya berdasarkan keuntungan, imbal hasil pemegang saham seperti dividen, dan pertimbangan-pertimbangan legal. Karena beberapa yurisdiksi legal mengecualikan pertimbangan seperti itu, langkah awal adalah untuk membuatnya diperbolehkan, setidaknya, bagi dewan dreksi agar secara spesifik mengikutsertakan etika dalam pengambilan keputusan finansial mereka. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk memperbesar cakupan hal yang dipertimbangkan diluar kepentingan jangka pendek pemegang saat ini dan eksekutif.