Anda di halaman 1dari 69

PENINGKATAN KETAJAMAN POLA ANOMALI SECARA

LATERAL DENGAN FIRST HORIZONTAL DERIVATIVE DAN


SECOND VERTICAL DERIVATIVE PADA DATA MAGNET
EKSPLORASI BIJIH BESI DI BAYOG ZAMBOANGA DEL SUR
FILIPINA

TUGAS AKHIR

Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar


12115031

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN

2019
PENINGKATAN KETAJAMAN POLA ANOMALI SECARA
LATERAL DENGAN FIRST HORIZONTAL DERIVATIVE DAN
SECOND VERTICAL DERIVATIVE PADA DATA MAGNET
EKSPLORASI BIJIH BESI DI BAYOG ZAMBOANGA DEL SUR
FILIPINA

TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar


12115031

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Sarjana dengan judul “Peningkatan Ketajaman Pola Anomali


Secara Lateral dengan First Horizontal Derivative dan Second Vertical
Derivative Pada Data Magnet Eksplorasi Bijih Besi di Bayog Zamboanga Del
Sur Filipina “ adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan
diserahkan sebelumnya, baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya ataupun
orang lain, baik di Institut Teknologi Sumatera maupun di institusi pendidikan
lainnya.

Lampung Selatan, 3 September 2019


Penulis,

Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar


NIM 12115031

Diperiksa dan disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si, M.T. Rizka, S.T., M.T.


NIP. 19720928 199903 1 001 NIP. 19880127 201803 2 001

Disahkan oleh,
Koordinator Program Studi Teknik Geofisika
Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Institut Teknologi Sumatera

Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S.


NIP. 19620923 199903 1 002

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Nama : …………………………………

NIM : …………………………………

Tanda Tangan : …………………………………

Tanggal : …………………………………

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:

Nama : Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar


NIM : 12115031
Program Studi : Teknik Geofisika
Jurusan : Teknologi Produksi dan Industri
Jenis karya : Tugas Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Institut Teknologi Sumatera Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Peningkatan Ketajaman Pola Anomali Secara Lateral dengan First
Horizontal Derivative dan Second Vertical Derivative Pada Data Magnet
Eksplorasi Bijih Besi di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Institut Teknologi Sumatera berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Lampung Selatan


Pada tanggal : 3 September 2019

Yang menyatakan (Falah Fadjariansyah K K)

iv
Peningkatan Ketajaman Pola Anomali Secara Lateral dengan First
Horizontal Derivative dan Second Vertical Derivative Pada Data Magnet
Eksplorasi Bijih Besi di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina
Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar (12115031)
Pembimbing :
Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si, M.T dan Rizka, S.T., M.T.

ABSTRAK

Telah dilakukan survei magnetik darat di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina oleh
team geologi Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). Hasil dari survei ini
mendapatkan Total Magnetic Intensity (TMI) di daerah penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan peningkatan ketajaman pola anomali TMI untuk
mendelineasi tubuh mineral bijih besi. Salah satu cara peningkatan ketajaman pola
anomali adalah dengan filter First Horizontal Derivative (FHD) dan Second
Vertical Derivative (SVD). Penelitian ini menggunakan FHD dan SVD untuk
menentukan batas tubuh mineral bijih besi di daerah penelitian serta untuk
memudahkan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini juga
melakukan forward modelling untuk melihat model bawah permukaan tubuh
mineral bijih besi di daerah penelitian. Profiling FHD dan SVD menjadi pedoman
dalam melakuan forward modelling untuk menentukan batas tubuh mineral bijih
besi di daerah penelitian.
Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif berada di anomali rendah pada
anomali residual. Pada anomali FHD, batas tubuh mineral bijih besi berada pada
anomali tinggi. Sedangkan pada anomali SVD, keberadaan tubuh mineral bijih besi
berada pada anomali rendah. Secara kuantitatif, pada lintasan A-A’ keberadaan
mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari permukaan (500 m) yang
terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada anomali residual. Pada lintasan
A-A’, respon anomali FHD dan SVD dapat mengetahui keberadaan dan batas tubuh
mineral bijih besi yang sebelumnya tidak diketahui dari respon anomali
residualnya.

Kata kunci : Bijih Besi, FHD, SVD.

v
Enhancement Anomaly with First Horizontal Derivative and Second Vertical
Derivative on Iron Ore Magnetic Exploration Data at Bayog Zamboanga Del
Sur Republic Of The Philipines
Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar (12115031)
Advisors :
Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si, M.T and Rizka, S.T., M.T

ABSTRACT

Ground magnetic survey has been done at Bayog Zamboanga Del Sur by the
geology team of Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). The results of this
survey obtain Total Magnetic Intensity (TMI) in the study area. This research is
trying to increase the sharpness of the TMI anomaly pattern to delineate the body
of iron ore. One way to increase the sharpness of anomaly patterns is the First
Horizontal Derivative (FHD) and Second Vertical Derivative (SVD) method. This
research use FHD and SVD to determine the body limits of iron ore minerals in the
study area and to facilitate qualitative and quantitative interpretation. This
research also made a forward modeling to see subsurface models of iron ore in the
study area. FHD and SVD profile as a guideline in process of forward modeling to
determine the body limits of iron ore minerals in the study area.
The distribution of iron ore body is qualitatively at low price in residual anomaly.
In FHD anomalies, iron ore body limits are at high anomalies. Whereas in the SVD
anomaly, the location of iron ore mineral body is at a low anomaly. Quantitatively,
in the line A-A', the location of iron ore minerals can be found from a depth of 50
m from the surface (500 m) and located along the 250 m to 460 m points in residual
anomalies. In the line of A-A’, the FHD and SVD anomaly respons can determine
the location and limits of iron ore bodies that were previously unknown from the
residual anomaly response.

Keyword: Iron ore bodies, FHD, SVD.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, atas limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul:
Peningkatan Ketajaman Pola Anomali Secara Lateral dengan First Horizontal
Derivative dan Second Vertical Derivative Pada Data Magnet Eksplorasi Bijih
Besi di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina. Ini untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata
Satu pada Program Studi Teknik Geofisika, Jurusan Teknologi Produksi Industri
dan Informasi, Institut Teknologi Sumatera.

Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Mama dan Papa yang
menjadi motivasi utama dalam menyelesaikan studi S1, serta Kakak dan Adik-
adikku yang telah memberi semangat dan kasih sayang serta perhatian moril
maupun materil. Semoga Allah Subhanallahu Wa Ta’ala selalu melimpahkan
Rahmat, Kesehatan, Karunia dan Keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik
yang telah diberikan kepada penulis.

Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si,
M.T selaku Pembimbing I dan Rizka, S.T., M.T selaku Pembimbing II yang telah
membantu penulisan Tugas Akhir ini. Serta ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Agus Laesanpura, M.S. selaku Ketua Program Studi Teknik Geofisika,
Institut Teknologi Sumatera.
2. Soni Satiawan, S.T, M.Sc. selaku dosen yang telah bersedia memberikan
bimbingannya selama melakukan tugas akhir kepada penulis.
3. Seluruh staff pengajar Program Studi Teknik Geofisika atas ilmu dan
pengalaman yang berharga, serta kesan yang luar biasa selama masa
perkuliahan.
4. Seluruh Dosen Institut Teknologi Bandung dan Universitas Lampung yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan.
5. Teman-teman kosan Bpk. Supardi (Arap, Rizal, Dayu, Andho, Latif dan
Rafif) yang telah menemani penulis dalam keadaan susah maupun senang.

vii
6. SOGE, teman-teman Teknik Geofisika 2015 yang telah memberikan
dukungan serta bantuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. HMTG Mayapada ITERA yang telah menjadi wadah untuk berkembang
diri secara akademik dan non akademik kepada penulis selama masa
perkuliahan.
8. Seluruh mahasiswa Teknik Geofisika yang telah memberikan pengalaman
berharga selama masa perkuliahan.

Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin Allahuma aamiin

Lampung Selatan, 3 September 2019


Penulis,

Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................... ii

ABSTRAK ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5

1.3 Tujuan .............................................................................................. 5

1.4 Sistematika Penulisan ....................................................................... 5

BAB II TEORI DASAR ............................................................................. 7

2.1 Geologi Regional.............................................................................. 7

2.1.1 Litologi ..................................................................................... 7

2.1.2 Geomorfologi............................................................................ 7

2.1.3 Struktur Geologi ....................................................................... 8

2.2 Genesa Endapan Bijih Besi............................................................... 9

2.3 Metode Magnetik ........................................................................... 11

2.3.1 Medan Magnetik ..................................................................... 12

2.3.2 Kemagnetan Bumi .................................................................. 13

2.3.3 Induksi Magnetik .................................................................... 15

2.3.4 Suseptibilitas batuan ............................................................... 16

ix
2.4 Upward Continuation ..................................................................... 18

2.5 Analisis Derivative ......................................................................... 19

2.5.1 First Horizontal Derivative ..................................................... 19

2.5.2 Second Vertical Derivative ...................................................... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 21

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 21

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 22

3.2.1 Data Magnetik Daerah Penelitian ............................................ 24

3.2.2 Penampang Resistivitas Daerah Penelitian .............................. 24

3.3 Pengolahan Data............................................................................. 24

3.3.1 TMI (Total Magnetic Intensity) ............................................... 24

3.3.2 Pemisahan Anomali ................................................................ 25

3.3.3 Analisis Derivative .................................................................. 25

3.3.4 Forward Modelling ................................................................. 25

3.4Diagram Alir Penelitian ................................................................... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 27

4.1 Total Magnetic Intensity (TMI) ...................................................... 27

4.2 International Geomagnetic Reference Field (IGRF) ....................... 28

4.3 Upward Continuation ..................................................................... 31

4.4 Anomali Residual ........................................................................... 33

4.5 First Horizontal Derivative (FHD) ................................................. 35

4.6 Second Vertical Derivative (SVD) .................................................. 36

4.7 Interpretasi Kualitatif...................................................................... 37

4.8 Interpretasi Kuantitatif .................................................................... 39

4.8.1 Profiling Anomali Residual, FHD dan SVD ............................ 39

4.8.2 Forward Modelling Anomali Residual .................................... 43

x
BAB V PENUTUP ................................................................................... 47

5.1 Kesimpulan .................................................................................... 47

5.2 Saran .............................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 48

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Anomaly Enhancement FHD dan SVD..................................... 4


Gambar 2.1 Peta geologi regional daerah penelitian .................................... 7
Gambar 2.2 Peta geomorfologi daerah penelitian ........................................ 8
Gambar 2.3 Peta struktur geologi daerah penelitian..................................... 9
Gambar 2.4 Elemen medan magnet bumi .................................................. 13
Gambar 2.5 International Geomagnetic Reference Field............................ 14
Gambar 2.6 Medan deklinasi utama bumi ................................................. 14
Gambar 2.7 Medan inklinasi utama bumi .................................................. 15
Gambar 2.8 Upward Continuation dari permukaan horizontal................... 18
Gambar 2.9 Respon First Horizontal Derivative dari profile magnetik ...... 19
Gambar 3.1 Desain survei magnetik ......................................................... 23
Gambar 3.2 Penampang resistivitas bawah permukaan .............................. 24
Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian ......................................................... 26
Gambar 4.1 Peta Total Magnetic Intensity (TMI) ...................................... 27
Gambar 4.2 Peta IGRF.............................................................................. 29
Gambar 4.3 Peta anomali lokal daerah penelitian ...................................... 30
Gambar 4.4 Proses upward continuation ................................................... 32
Gambar 4.5 Peta anomali residual ............................................................. 34
Gambar 4.6 Peta First Horizontal Derivative (FHD) ................................. 36
Gambar 4.7 Peta Second Vertical Derivative (SVD).................................. 37
Gambar 4.8 Sebaran tubuh mineral bijih besi ............................................ 38
Gambar 4.9 Lintasan profiling .................................................................. 40
Gambar 5.1 Profiling lintasan A-A’ .......................................................... 41
Gambar 5.2 Forward modelling lintasan A-A’ .......................................... 44
Gambar 5.3 Korelasi forward modelling dengan profiling ......................... 45

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Suseptibilitas batuan dan mineral ................................................ 16


Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian .......................................................... 22

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode Magnetik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk
menyelidiki kondisi bawah permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat
kemagnetan batuan. Metode ini banyak digunakan dalam eksplorasi bahan
galian yang bernilai ekonomis seperti emas, perak, timah, bijih besi, dan lain-
lain (Santoso, 2002). Metode magnetik digunakan dalam survei pendahuluan
untuk eksplorasi mineral karena memiliki sifat yang spontan ketika
mendeteksi benda-benda di bawah permukaan tanah dengan pengukuran
yang dilakukan di atas permukaan (Aufi, 2017). Metode magnetik memiliki
kelebihan berupa pengukuran yang relatif mudah dilakukan, akumulasi data
berkecepatan tinggi pada daerah penelitian yang relatif luas, waktu yang
relatif cepat, serta biaya yang tidak terlalu besar (Winda, 2015). Pengukuran
medan magnet bumi untuk keperluan eksplorasi dapat dilakukan di darat, laut,
dan udara.

Medan magnet yang terukur di lapangan merupakan total dari medan magnet
internal dan eksternal bumi. Medan magnet internal (intensitas magnet total)
terdiri dari 2 komponen bersuperposisi, yaitu komponen medan magnet
regional dan komponen medan magnet residual. Komponen medan magnet
regional bersumber dari benda anomali pada kedalaman yang besar sehingga
memiliki frekuensi rendah. Sebaliknya komponen medan magnet residual
atau lokal memberikan informasi sebaliknya, yaitu benda sumber anomali
pada kedalaman yang lebih dangkal (Satiawan, 2009).

Anomali medan magnetik dapat terukur dikarenakan adanya perbedaan


kondisi geologi bawah permukaan. Variasi yang terukur (anomali) berada
dalam latar belakang medan yang relatif besar. Variasi intensitas medan
magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan

1
magnetik di bawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar bagi
pendugaan keadaan geologi bawah permukaan.

Pengolahan data magnetik dilakukan untuk mendapatkan nilai TMI (Total


Magnetic Intensity) yang diinginkan. Untuk memperoleh nilai TMI perlu
dilakukan pengolahan data berupa koreksi harian untuk mereduksi efek
medan magnetik eksternal bumi. Pemisahan anomali regional – residual juga
dilakukan dalam tahapan pengolahan data, bertujuan untuk penajaman
(enhancement) pola anomali. Pemisahan anomali regional – residual dalam
pengolahan data magnetik dapat dilakukan dengan koreksi IGRF
(International Geomagnetic Reference Field) dan dengan filter panjang
gelombang.

Peningkatan ketajaman pola anomali (anomaly enhancement) data medan


potensial khususnya data magnetik dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Reduksi ke kutub dan reduksi ke ekuator, kontinuasi ke bawah, sinyal analitik
(Grandis & Yudhistira, 2001), transformasi logaritmik dan variansi (Sianturi,
2002) serta First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical
Derivative (SVD). Proses penajaman anomali bertujuan untuk mendelineasi
posisi anomali secara tepat dan juga untuk pemisahan anomali yang saling
berdekatan (Yudistira, 2004).

Zamboanga Del Sur (Selatan) adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau
Mindanao Filipina dan terdiri dari 26 municipality atau kota. Terdapat
sejumlah daerah pertambangan di provinsi ini, antara lain pertambangan yang
berkonsenstrasi pada mineral emas, tembaga, baja dan bijih besi. Bayog
adalah municipality yang terletak di provinsi Zamboanga Selatan, Filipina.
Secara geografi terletak pada 122°30’ Bujur Timur dan 7°15’ Lintang Utara.
Luas wilayah keseluruhannya adalah 4.734,91 km2. Kota Bayog terbagi
menjadi 29 barangay atau kecamatan. Kota Bayog diketahui memiliki
kekayaan sumber daya alam mineral, salah satunya adalah bijih besi.

2
Penelitian survei magnetik darat dilakukan di Bayog pada tahun 2009-2010
oleh tim Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). Survei magnetik
dilakukan karena ditemukan beberapa singkapan bijih besi di permukaan oleh
tim geologi AFAMC. Oleh karena itu untuk mengetahui penyebaran dan
kemenerusan dari keberadaan mineral bijih besi dan zona mineralisasi di
bawah permukaan dibutuhkan data magnetik. Hasil dari survei ini
mendapatkan peta sebaran nilai TMI (Total Magnetic Intensity).

Untuk mempertajam pola anomali magnetik dari peta TMI yang dihasilkan
maka diperlukan proses transformasi data atau pengolahan data lanjutan.
Proses filtering FHD dan SVD merupakan dua proses yang dapat dilakukan
dalam menajamkan pola anomali diantara banyak proses transformasi data
lainnya. Filter FHD dapat digunakan untuk menentukan lokasi batas kontak
kontras densitas horizontal dari data gayaberat (Zaenudin, 2013), berlaku juga
untuk kontak kontras suseptibilitas horizontal dari data magnetik. SVD
bersifat sebagai highpass filter, sehingga dapat menggambarkan anomali
residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal (Hartati, 2012).

Filter FHD dan SVD pada data medan potensial dilakukan untuk
mempertajam data, mendelineasi sumber anomali dan dapat memperjelas
pola anomali (Yudistira, 2004). Gambar 1.1 memperlihatkan perubahan
ketajaman data atau pola anomali (kiri) peta anomali, (kanan) slice profile di
tengah blok model dari arah Barat ke Timur, (a) anomali gaya berat dengan
dua buah blok model, memiliki kedalaman yang berbeda (2 dan 4 km) dan
memiliki kontras densitas -0.5 gr/cm3, (b) First Horizontal Derivative (FHD)
dan (c) Second Vertical Derivative (SVD) memperlihatkan perubahan
ketajaman pola anomali, memperjelas pola anomali, memberikan informasi
batas blok model pada respon dan perbedaan kedalaman dari kedua blok
model.

3
Gambar 1.1 Anomaly Enhancement (a) respon awal, (b) FHD, (c) SVD
(Grandis, 2017).

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan peningkatan ketajaman pola


anomali dengan mengaplikasikan FHD dan SVD pada data magnetik

4
eksplorasi bijih besi di Bayog. Hasil yang diharapkan adalah pola anomali
tubuh benda bijih besi semakin terlihat jelas batasnya, sehingga dapat
mempermudah proses interpretasi secara kualitatif nantinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah
ditentukan dalam pertanyaan yang diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara memisahkan anomali regional dan residual di daerah
penelitian?
2. Bagaimana cara meningkatkan anomali magnetik pada daerah penelitian?
3. Bagaimana cara mendelineasi secara lateral lokasi dan batas tubuh mineral
bijih besi di daerah penelitian ?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Memisahkan anomali regional dan residual dengan koreksi IGRF dan
upward continuation.
2. Melakukan peningkatan ketajaman anomali dengan First Horizontal
Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) pada data
magnetik.
3. Melakukan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif keberadaan dan
batas tubuh mineral bijih besi pada daerah penelitian secara lateral.

1.4 Sistematika penulisan


1. BAB I : PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan adalah bab yang menjelaskan latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : TEORI DASAR

5
Bab Teori Dasar adalah bab yang menjelaskan teori dasar yang digunakan
dalam penelitian yaitu teori dasar magnetik, analisis derivative serta
geologi daerah penelitian dan genesa endapan bijih besi.
3. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab metodologi penelitian adalah bab yang menjelaskan tentang alat dan
bahan penelitian, desain survei magnetik, pengolahan data dan diagram
alir penelitian.
4. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab Hasil dan Pembahasan membahas tentang hasil penajaman anomali
magnetik yang diperoleh dari pemisahan anomali dan analisis derivative
pada daerah penelitian.
5. BAB V : PENUTUP
Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran dari hasil yang telah didapatkan.

6
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Geologi Regional


2.1.1 Litologi
Secara regional, litologi batuan di provinsi Zamboaga Selatan terdiri dari
batuan berumur Pre-Tertiary, Eocene, Oligocene, Early Miocene, Middle
Miocene, Late Miocene, Pliocene-Pleistocene, dan Quarternary. Terdapat
batu Andesit, batuan sedimen gamping, batu sedimen pasir berlapis, endapan
alluvium, dan batuan metasedimen. Pada daerah penelitian terdapat struktur
berupa sesar naik dan sesar normal.

Gambar 2.1 Peta geologi regional daerah penelitian (Geological team


AFAMC, 2009).

2.1.2 Geomorfologi
Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah
endapan alluvial sungai Sibuguey, daratan tinggi Bubuan dan daerah

7
perbukitan. Pada tahap 1 survei magnetik terdapat morfologi daerah
perbukitan, pada tahap 2 terdapat morfologi endapan alluvial, daratan tinggi
dan daerah perbukitan, lalu pada tahap 3 terdapat daerah perbukitan dan
daratan tinggi.

Gambar 2.2 Peta geomorfologi daerah penelitian (Geological team


AFAMC, 2009).

2.1.3 Struktur Geologi


Pada daerah penelitian terdapat struktur geologi berupa sesar, dapat dilihat
pada gambar 2.3. Pada tahap 1 terdapat struktur sesar dengan 2 arah yang
berbeda, yaitu mengarah ke Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut – Barat
Daya. Selain itu terdapat juga indikasi sesar yang mengarah Timur Laut –
Barat Daya. Pada tahap 2 memiliki sesar kemenerusan dari tahap 1, namun
terdapat juga indikasi sesar yang mengarah Utara – Selatan. Pada tahap 3
memiliki kemenerusan pada indikasi sesar dari tahap 2 dan pada lokasi ini
hanya terdapat sesar yang mengarah Barat Laut – Tenggara. Berdasarkan peta
geologi struktur dapat dilihat, sesar yang mengarah Barat Laut – Tenggara
lebih muda dibandingkan dengan sesar yang mengarah Timur Laut – Barat

8
Daya. Hal tersebut diketahui dari perpotongan sesar, dimana sesar yang
memotong akan lebih muda dibandingkan dengan sesar yang terpotong.

Gambar 2.3 Peta struktur geologi daerah penelitian (Geological team


AFAMC, 2009).

2.2 Genesa Endapan Bijih Besi


Endapan bijih besi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder.
Pembentukan endapan bijih besi primer dapat terbentuk oleh proses
magmatik, metasomatik kontak, dan hidrotermal. Sedangkan endapan bijih
besi sekunder terbentuk oleh sedimenter, residual, dan oksidasi (Jensen and
Batemen,1981). Menurut Pardiarto dan Widodo (2007), pembentukan bijih
besi primer oleh proses magmatik dengan cara gravity settling dalam batuan
ultrabasa, kemudian diikuti dengan proses metasomatik yang diakhiri oleh
proses hidrotermal akibat terobosan batuan beku granitis.

9
Endapan bijih besi magmatik terbentuk dari magma mafik-ultramafik karena
proses kristalisasi pada temperatur tinggi dengan cara gravity settling dan
secara langsung berhubungan dengan evolusi magma induk (Mondal, 2008).
Mineral-mineral berat yang mengandung kalsium, magnesium dan besi,
cenderung memperkaya resevoir magma yang terletak di bagian bawah
reservoir dengan unsur-unsur tersebut (Gross, 1997). Proses ini menghasilkan
tubuh bijih besi masif dan disiminasi, bentuk lensa memanjang (podform),
lensa, tumpukan lapisan dalam batuan induk (Gross, 1997). Lapisan paling
bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat seperti mineral-
mineral bijih kromit, platina, dan besi-titan, dan lapisan di atasnya diperkaya
dengan mineral-mineral silikat yang lebih ringan.

Proses metasomatik kontak terjadi pada tekanan dan suhu yang sangat tinggi
terutama pada kontak terobosannya antara magma yang masih cair dengan
batuan di sekitarnya (country rocks). Suhu di daerah kontak akan berkisar
500-1.100oC. Akibat dari kontak ini, pengaruh temperatur tanpa adanya
perubahan kimia pada batuan sekitarnya akan terbentuk batuan metamorf,
sedangkan jika terjadi perubahan kimia oleh pertukaran dan penambahan ion
akan terbentuk endapan metasomatik (Jensen and Batemen, 1981). Mineral
logam hasil kontak metasomatik sangat bervariasi seperti magnetit dan
hematit, serta mineral aditifnya yaitu spinel, wolframit, kasiterit, arsenopirit,
pirit, sfalerit, kalkopirit dan galena.

Proses hidrotermal merupakan produk akhir dari proses diferensiasi


magmatik, dimana larutan hidrotermal ini banyak mengandung logam-logam
yang relatif ringan. Larutan ini makin jauh dari sumber magma, akan makin
kehilangan temperaturnya sehingga dikenal endapan Hipotermal (T 3000C-
5000C) Mesotermal (T 1500C-3500C) dan Epitermal (T 00C-2000C).
Berdasarkan bentuk endapannya dikenal 2 jenis endapan hidrotermal yaitu
cavity filing dan metasomatic replacement (Jensen and Batemen, 1981).

10
Endapan bijih besi sekunder terjadi karena proses pelapukan, transportasi dan
sedimentasi. Terbentuknya endapan ini dipengaruhi empat faktor yaitu
komposisi dan struktur batuan sumber, keadaan topografi, temperatur dan
iklim, medium transportasi dan waktu/lamanya proses (Jensen and Batemen,
1981).

Endapan laterit merupakan jenis endapan residu yang dihasilkan oleh proses
pelapukan yang terjadi pada batuan ultramafik-mafik dengan melibatkan
dekomposisi, pengendapan kembali dan akumulasi secara kimiawi. Proses
pelapukan batuan ultramafik-mafik berjalan secara intensif karena pengaruh
faktor-faktor kemiringan lereng yang relatif kecil, air tanah dan cuaca,
sehingga menghasilkan tanah laterit yang masih mengandung bongkahan
bijih besi hematit berukuran kerikil – kerakal (Pardiarto, 2007 ).

2.3 Metode Magnetik


Metode magnetik merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menghitung
medan magnet yang ada di bumi. Metode magnetik dalam aplikasi geofisika
akan tergantung pada pengukuran yang akurat dari anomali medan magnet
lokal yang dihasilkan variasi intensitas magnetisasi dalam formasi batuan.
Intensitas magnetik dalam batuan itu sendiri sebagian disebabkan oleh
induksi dari magnet bumi dan sisanya disebabkan oleh adanya magnetisasi
permanen. Intensitas dari induksi magnet akan bergantung pada suseptibilitas
magnetik batuannya dan gaya magnetnya, serta intensitas permanennya pada
sejarah geologi terbentuknya batuan tersebut.

Gaya magnetik menurut hukum Coloumb, bila terdapat muatan atau kutub
(P1 dan P2) yang berada dalam jarak r maka kedua muatan atau kutub
tersebut, bila sejenis akan tolak menolak sedangkan kalau berlawanan jenis
akan tarik-menarik dengan gaya (𝐹⃑𝑚 ) sebesar:

𝑃1 𝑃2
𝐹⃑𝑚 = 𝜇𝑟 2 𝑟
⃑ (2.1)

11
dimana, 𝐹⃑𝑚 adalah gaya magnetik monopole pada P1 dan P2, r adalah vektor
satuan berarah dari P1 ke P2, P adalah muatan kutub 1 dan 2 monopole, 𝜇
adalah permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa 𝜇 = 1).

2.3.1 Medan Magnetik


Gaya magnetik 𝐹⃑𝑚 per satuan muatan P1 di defenisikan sebagai kuat medan
magnetik terukur (H). Dengan demikian dihasilkan kuat medan magnet pada
muatan P1, dapat dinyatakan sebagai,

𝐹⃑ 𝑃
𝐻 = 𝑃 = 𝜇𝑟12 𝑟⃑ (2.2)
1

dimana, H adalah kuat medan magnetik terukur.

Medan magnet yang terukur terdiri dari 3 bagian:


1. Medan magnet utama (main field)
Berasal dari inti bumi, yang diketahui dimana inti dalam (padat) yang
konduktif serta kaya akan kandungan besi. Kemudian proses konveksi
mantel dengan inti luar bumi, serta kecepatan rotasi bumi yang tinggi.
2. Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang
merupakan hasil ionisasi di atmosfir yang ditimbulkan oleh sinar
ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan
dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfir,
maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
3. Medan magnet lokal (crustal field)
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal
field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung
mineral bermagnet seperti magnetit (Fe7S5), titanomagnetite (Fe2TiO4)
dan lain-lain yang berada di kerak bumi.

Dalam survei metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah
variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik).

12
2.3.2 Kemagnetan Bumi
Komponen medan magnet bumi biasa disebut elemen medan magnet bumi
yang mempunyai tiga arah utama dan dinyatakan dalam koordinat kartesian
(Gambar 2.4), yaitu komponen arah Utara Xe, komponen arah Timur Ye, dan
komponen arah ke bawah Ze. Isi dari elemen medan magnet bumi adalah
deklinasi (D) yaitu sudut Utara magnet bumi dengan komponen horizontal
yang dihitung dari Utara menuju Timur (sudut antara Utara magnet dan Utara
geografis), inklinasi (I) yaitu sudut antara medan magnet total dengan bidang
horizontal yang dihitung dari horizontal menuju ke bidang vertikal ke bawah
(sudut antara bidang horizontal dan vektor medan total), intensitas horizontal
(He) adalah magnitudo dari medan magnet total pada arah horizontal, dan
medan magnet total (Fe) adalah magnitudo dari vektor magnet total.

Gambar 2.4 Elemen medan magnet bumi (Telford, 1990).

Karena medan magnet utama berubah terhadap waktu, maka untuk


menyeragamkan nilai-nilai medan magnet utama dibuat standar nilai yang
dikenal dengan IGRF (International Geomagnetic Reference Field). IGRF
adalah suatu harga yang telah ditetapkan oleh IUGG (International Union of
Geodesy and Geophysics) untuk mengetahui harga medan magnet bumi dan
memiliki harga berbeda di setiap daerah. Nilai IGRF diperbaharui setiap 5
tahun sekali.

13
Gambar 2.5 International Geomagnetic Reference Field (Telford, 1990)

Nilai total intensitas medan utama berkisar 25.000nT - 65.000nT dan untuk
daerah penelitian nilai medan utamanya berkisar ±40.000 nT (Gambar 2.5).
Sedangkan nilai deklinasi dan inklinasi utama bumi berkisar -90o sampai 90o
dan untuk di daerah penelitian nilai deklinasinya berkisar 0o dan inklinasinya
berkisar 0o ditunjukkan oleh Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.

Gambar 2.6 Medan deklinasi utama bumi (Telford, 1990)

14
Gambar 2.7 Medan inklinasi utama bumi (Telford, 1990)

2.3.3 Induksi Magnetik


⃑⃑, maka besar intensitas
Jika suatu benda terinduksi oleh medan magnet 𝐻
magnetik yang dialami oleh benda tersebut adalah,

⃑⃑⃑ = 𝑘. 𝐻
𝑀 ⃑⃑ (2.3)

⃑⃑ adalah intensitas magnetisasi, k adalah suseptibilitas magnetik.


dimana, 𝐻

Suseptibilitas dinyatakan sebagai tingkat termagnetisasinya suatu benda


karena pengaruh medan magnet utama, dimana hubungan (k) dalam satuan SI
dan semu dinyatakan sebagai berikut:

𝑘 = 4𝜋𝑘′ (2.4)

dimana, 𝑘′ adalah suseptibilitas magnetik semu, k adalah suseptibilitas


magnetik (SI).

15
Adanya medan magnetik regional yang berasal dari bumi dapat menyebabkan
terjadinya induksi magnetik pada batuan di kerak bumi yang mempunyai
suseptibilitas tinggi. Medan magnetik yang dihasilkan pada batuan ini sering
disebut sebagai medan magnetik induksi atau medan magnetik sekunder.

Sementara itu medan magnetik yang terukur oleh magnetometer adalah


medan magnet total, yang berupa gabungan antara medan magnetik utama
dan medan magnetik induksi berbentuk besaran skalar :

⃑⃑ = 𝜇0 (𝐻
𝐵 ⃑⃑ + 𝑀
⃑⃑⃑) = 𝜇0 (1 + 𝑘)𝐻
⃑⃑ (2.5)

dimana, 𝜇0 adalah permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7), 𝜇 adalah 𝜇0 (1+k)


permeabilitas magnetik relatif. Persamaan diatas dapat juga dituliskan,

⃑⃑ = 𝜇𝐻
𝐵 ⃑⃑ (2.6)

2.3.4 Suseptibilitas batuan


Suseptibilitas adalah kemampuan suatu material termagnetisasi yang
ditentukan oleh nilai suseptibilitas kemagnetan k pada Persamaan 2.3. Faktor
yang mempengaruhi nilai suseptibilitas magnet suatu material adalah litologi
batuan dan kandungan mineral batuan. Tabel 1 menunjukkan nilai
suseptibilitas magnet beragam batuan.

Tabel 1. Suseptibilitas batuan dan mineral (Telford et al, 1990)


Suseptibilitas x 103 (SI)
Jenis
Range Rata-rata
Batuan Sedimen
Dolomit 0-0,9 0,1
Batugamping 0-3 0,3
Batupasir 0-20 0,4
Serpih 0,01-15 1,6
Batuan Metamorf
Amphibolite 0,7
Sekis 0,3-3 1,4

16
Filit 1,5
Gneis 0,1-25
Kuarsit 4
Serpentinite 3-17
Sabak 0-35 6
Batuan Beku
Granit 0-50 2,5
Riolit 0,2-35
Dolorit 1-35 17
Augite-syenite 30-40
Olivine-diabase 25
Diabase 1-160 55
Porfiri 0,3-200 60
Gabro 1-90 70
Basalt 0,2-175 70
Diorit 0,6-120 85
Piroksenit 125
Peridotit 90-200 150
Andesit 160
3
Jenis Suseptibilitas x 10 (SI)
Mineral-mineral Range Rata-rata
Grapit 0,1
Kuarsa -0,01
Batu garam -0,01
Anhidrit gypsum -0,01
Kalsit -0,001 - -0,01
Batubara 0,02
Lempung 0,2
Kalkofirit 0,4
Siderit 1-4
Pirit 0,05-5 1,5
Limonit 2,5
Arsenopirit 3
Hematit 0,5-35 6,5
Kromit 3-110 7
Franklinit 430
Firhotit 1-6000 1500
Ilmenit 300-3500 1800
Magnetit 1200-19200 6000

17
2.4 Upward Continuation (Kontinuasi ke Atas)
Kontinuasi ke atas dilakukan dengan mentransformasikan medan potensial
yang diukur pada permukaan tertentu menuju ke medan potensial pada
permukaan lain yang jauh dari sumber. Transformasi ini mengurangi anomali
sebagai fungsi panjang gelombang. Semakin pendek panjang gelombang
maka semakin besar atenuasinya. Konsep dasar dari transformasi ini berasal
dari identitas ketiga teorema Green. Teorema ini menjelaskan bahwa apabila
suatu fungsi U adalah harmonik, kontinyu, dan mempunyai turunan yang
kontinyu di sepanjang daerah R, maka nilai U pada suatu titik P di dalam
daerah R (Gambar 2.8) dapat dinyatakan dengan persamaan (Blakely, 1996):

1 1 𝜕𝑈 𝜕 1
𝑈(𝑃) = 4𝜋 ∫𝑆 (𝑟 𝜕𝑛 − 𝑈 𝜕𝑛 𝑟 ) 𝑑𝑆 (2.7)

dengan S menunjukkan permukaan daerah R, n menunjukkan arah normal


keluar dan r adalah jarak dari titik P ke suatu titik permukaan S. Persamaan
di atas menjelaskan prinsip dasar dari kontinuasi ke atas, bahwa suatu medan
potensial dapat dihitung pada setiap titik di dalam suatu daerah berdasarkan
sifat medan magnet pada permukaan yang melingkupi daerah tersebut.

Gambar 2.8 Upward Continuation dari permukaan horizontal (Blakely,


1996)

18
2.5 Analisis Derivative
2.5.1 First Horizontal Derivative
First Horizontal Derivative (FHD) atau Turunan Mendatar Pertama
mempunyai nama lain yaitu Horizontal Gradient. FHD dari anomali
magnetik yang disebabkan oleh suatu body cenderung untuk menunjukkan
tepian dari body-nya tersebut. Jadi metode FHD dapat digunakan untuk
menentukan lokasi batas kontak kontras densitas horizontal dari data
gayaberat (Zaenudin, 2013), berlaku juga untuk kontak kontras suseptibilitas
horizontal dari data magnetik.

Turunan horizontal data medan potensial dapat langsung dihitung karena


umumnya data diukur pada titik yang tersebar secara spasial (x, y). Turunan
horizontal orde satu arah x dan arah y dapat dihitung melalui pendekatan
berikut (Blakely, 1996).

1⁄
𝜕𝐻𝑧 2 𝜕𝐻𝑧 2 2
𝐹𝐻𝐷 = (( 𝜕𝑥 ) + ( 𝜕𝑦 ) ) (2.8)

FHD cenderung memiliki nilai maksimal pada batas atau tepi dari body di
bawah permukaannya, ilustrasi respon FHD atau horizontal gradient dari
profile magnetik dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Respon First Horizontal Derivative dari profile magnetik


(Blakely, 1996)

19
2.5.2 Second Vertical Derivative
Second Vertical Derivative (SVD) dilakukan untuk memunculkan efek
dangkal dari pengaruh regionalnya dan untuk menentukan batas-batas
struktur yang ada di daerah penelitian, sehingga filter ini dapat menyelesaikan
anomali residual yang tidak mampu dipisahkan dengan metode pemisahan
regional-residual yang ada. Secara teoritis, metode ini diturunkan dari
persamaan Laplace’s (Telford, 1990):

𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2(∆𝐻)


∇2 ∆𝐻 = 0 dimana ∇2 ∆𝐻 = + + (2.9)
𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2

Sehingga persamaannya menjadi:

𝜕 2(∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻)


+ + =0 (3.1)
𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2

𝜕 2(∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2(∆𝐻)


= −[ + ] (3.2)
𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2

Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa second vertical


derivative (SVD) dari suatu anomali magnetik permukaan adalah sama
dengan negatif dari derivative dapat melalui derivative orde dua
horizontalnya yang lebih praktis dikerjakan. SVD bersifat sebagai highpass
filter, sehingga dapat menggambarkan anomali residual yang berasosiasi
dengan struktur dangkal (Hartati,2012).

SVD dalam domain gelombang

𝜕 2 (∆𝐻)
= |𝑘|2 𝐻𝑧 with |𝑘|2 = 𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2 (3.3)
𝜕𝑧 2

dimana 𝐻𝑧 adalah fourier transform dari ∆𝐻, kx dan ky adalah bilangan


gelombang dalam sumbu x dan sumbu y.

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Institut Teknologi Sumatera, Jati Agung, Lampung
Selatan. Pengolahan data di mulai pada bulan Maret sampai dengan Juli 2019,
jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian


No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Studi
1
Literatur
Pengolahan
2
Raw Data
Penulisan
3 Proposal
Penelitian
Seminar
4
Proposal
Pengolahan
5
Data Lanjut
Presentasi
6
dan Evaluasi
Penyusunan
7
Skripsi
Seminar
8
Hasil
9 Sidang Akhir

21
3.2 Alat dan Bahan
Penulis menggunakan data pengukuran magnetik eksplorasi bijih besi di kota
Bayog, diperoleh dari dosen pembimbing.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
• Data Magnetik eksplorasi bijih besi di kota Bayog
• Peta geologi daerah penelitian
• Penampang Resistivitas daerah penelitian
• Software Gemlink
• Software Geosoft Oasis Montaj
• Program USGS Gx Code
• Software Microsoft Excel dan Word 2016

3.2.1 Data Magnetik Daerah Penelitian


Pada penelitian ini menggunakan data survei magnetik darat. Total lintasan
survei adalah 64 lintasan. Setiap lintasan memiliki spasi yang rapat dan
renggang, dimana spasi rapat memiliki jarak 25 m, sedangkan jarak yang
renggang memiliki jarak 50 m. Spasi rapat dan renggang ditentukan dari
keberadaan anomali yang didapatkan pada kegiatan survei sebelumnya.
Setiap lintasan memiliki titik stasiun yang bervariasi mulai 20 titik sampai
190 titik. Area survei ini dibagi menjadi 3 area, yaitu area tahap 1 yang
terletak di paling bawah daerah penelitian, kemudian area tahap 2 yang
terletak di tengah daerah penelitian dan area tahap 3 yang terletak di paling
atas daerah penelitian. Desain survei magnetik pada daerah penelitian dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

22
Gambar 3.1 Desain survei magnetik

3.2.2 Penampang Resistivitas Daerah Penelitian


Survei magnetik memperoleh keberadaan anomali tubuh mineral bijih besi di
bawah permukaan. Setelah survei magnetik selesai, dilakukan survei
geofisika lanjut yaitu survei resistivitas. Survei resistivitas dilakukan pada
area tahap 1 survei magnetik. Panjang lintasan survei resistivitas adalah 400
meter dengan jarak antar elektroda 10 meter. Penampang resistivitas di daerah
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.

23
Gambar 3.2 Penampang resistivitas bawah permukaan di daerah penelitian
(Geological Team AFAMC, 2009)

Berdasarkan penampang resistivitas pada Gambar 3.2 terdapat 3 jenis batuan


berdasarkan nilai resistivitasnya, yaitu intrusi diorit dengan resistivitas tinggi
749 – 1751 ohm.m, tubuh mineral bijih besi dengan resistivitas menengah
58,5 – 320 ohm.m, dan batuan atau tanah penutup dengan resistivitas yang
rendah 0 – 25 ohm.m. Berdasarkan penampang resistivitas mineral bijih besi
berada mulai pada kedalaman 25 meter sampai 40 meter. Kemudian, intrusi
diorit berada pada kedalaman 50 meter di bawah permukaan.

3.3 Pengolahan Data


3.3.1 TMI (Total Magnetic Intensity)
Data awal magnetik dalam penelitian ini adalah data bacaan pengukuran di
lapangan. Data bacaan tersebut perlu dilakukan koreksi harian untuk
mereduksi medan magnet eksternal bumi. Pengolahan data koreksi harian
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Gemlink. Hasil dari koreksi

24
harian adalah TMI (Total Magnetic Intensity). Kemudian pengolahan data
selanjutnya adalah membuat peta TMI, proses ini dibantu dengan
menggunakan perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj.

3.3.2 Pemisahan Anomali Regional, Residual dan Noise


Setelah didapatkan peta TMI, langkah selanjutnya adalah melakukan
pemisahan anomali regional, residual dan noise. Pemisahan anomali
dilakukan untuk mendapatkan respon medan magnet pada target yang
diinginkan. Pada penelitian ini target yang diinginkan berada pada anomali
residual. Anomali regional didapatkan dengan koreksi IGRF. Setelah itu, data
TMI dikurangi dengan IGRF untuk mendapatkan anomali dangkal. Anomali
dangkal masih berisi komponen medan magnet residual dan anomali noise.
Pemisahan anomali residual dan noise dilakukan dengan metode upward
continuation. Hasil dari upward continuation mendapatkan anomali residual.
Proses ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak Geosoft Oasis
Montaj.

3.3.3 Analisis Derivative


Analisis derivative yang digunakan pada penelitian ini adalah First
Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) pada
peta anomali TMI dan residual. Proses ini dibantu dengan menggunakan
perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj dan program USGS Gx code.

3.3.4 Forward Modelling


Forward modelling dilakukan dengan proses slicing pada peta anomali
residualnya untuk mendapatkan respon anomalinya. Lalu,dibuat model 2D
batuan bawah permukaan yang disesuaikan dengan respon anomali
residualnya. Penyesuaian juga dilakukan terhadap anomali FHD dan SVD
yang sudah dihasilkan untuk membantu pembuatan model 2D bawah
permukaan. Forward modelling 2D dilakukan sampai mendapatkan garis
yang cocok antara model dan data.

25
3.4 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah.

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Total Magnetic Intensity (TMI)


Pengolahan data magnetik dilakukan untuk menghasilkan Total Magnetic
Intensity. Data yang diolah merupakan data koordinat, waktu pengukuran,
bacaan alat di base dan rover. Peta TMI pada daerah penelitian dapat dilihat
pada Gambar 4.1. Data medan magnet di plot menggunakan perangkat lunak
Geosoft Oasis Montaj.

Gambar 4.1 Peta Total Magnetic Intensity (TMI)

Peta Total Magnetic Intensity (TMI) (Gambar 4.1) di daerah penelitian


menunjukkan rentang nilai anomali antara 38400 nT sampai 40300 nT. Hasil
tersebut merupakan respon variasi medan magnet batuan yang ada pada

27
daerah penelitian. Gradiasi warna pada peta menunjukkan variasi nilai
anomali medan magnet yang terdapat pada lokasi penelitian. Pada peta
anomali dibagi menjadi tiga kelompok warna dengan nilai anomali yang
rendah sampai dengan anomali tinggi. Warna biru tua sampai biru muda
menunjukkan nilai anomali rendah dengan rentang nilai 38400 nT sampai
dengan 39350 nT, tersebar pada daerah tahap 1 dan tahap 3 di lokasi
penelitian. Warna hijau sampai pada kuning menunjukkan anomali sedang
dengan rentang nilai anomali antara 39400 nT sampai 39550 nT, tersebar
pada daerah tahap 3 hingga tahap 2 bagian Utara. Pada daerah tahap 1 anomali
sedang berada di sekitar anomali rendah dan tinggi. Sedangkan untuk warna
jingga, merah, ungu menunjukkan nilai anomali tinggi dengan nilai antara
39600 nT sampai 40300 nT, tersebar di daerah tahap 2 yang memanjang arah
Barat-Timur, lalu tersebar di daerah tahap 1 dan tahap 3 yang berada disekitar
anomali sendang dan rendah.

4.2 International Geomagnetic Reference Field (IGRF)


Data anomali magnetik yang didapatkan pada penelitian ini merupakan hasil
akumulasi dari berbagai macam data, antara lain data anomali regional,
residual dan noise. Koreksi IGRF dilakukan untuk mendapatkan anomali
lokal (residual dan noise) di daerah penelitian, dimana IGRF merupakan
anomali regionalnya. Anomali regional merupakan nilai anomali yang
didapatkan dari sumber dengan kedalaman yang sangat dalam, anomali ini
dicirikan dengan frekuensi rendah. IGRF dapat diperoleh dengan
memasukkan koordinat latitude, longtitude dan tanggal pengukuran pada
perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj.

Peta International Geomagnetic Reference Field (IGRF) (Gambar 4.2) atau


anomali regional di daerah penelitian menunjukkan rentang nilai anomali
antara 39720 nT sampai 39725 nT. Besar inklinasi daerah penelitian pada
tanggal pengukuran adalah 0,8o sedangkan deklinasinya sebesar -0,1o. Pada
peta anomali regional terdapat nilai anomali yang rendah sampai dengan

28
anomali tinggi yang arah persebarannya Utara-Selatan. Arah perubahan nilai
tinggi-rendah adalah dari arah Tenggara ke Barat Laut.

Gambar 4.2 Peta International Geomagnetic Reference Field (IGRF)

Setelah dilakukan koreksi IGRF akan didapatkan anomali lokal, yaitu


anomali residual dan noise. Peta anomali lokal didapatkan dengan proses
pengurangan anomali TMI dengan IGRF. Proses ini dilakuan dengan
menggunakan perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj.

Peta anomali dangkal yang diperoleh (Gambar 4.3) memiliki pola anomali
yang sama dengan pola anomali TMI, namun memiliki perbedaan nilai
anomalinya. Peta anomali dangkal di daerah penelitian menunjukkan rentang
nilai anomali antara -1262 nT sampai 562 nT, hasil tersebut merupakan
respon variasi medan magnet batuan yang dangkal pada daerah penelitian.
Pada peta anomali dangkal dibagi menjadi tiga kelompok warna dengan nilai
anomali yang rendah sampai dengan anomali tinggi. Warna biru tua sampai

29
biru muda menunjukkan nilai anomali rendah dengan rentang nilai -1262 nT
sampai dengan -356 nT, tersebar pada daerah tahap 1 dan tahap 3 di lokasi
penelitian. Warna hijau sampai pada kuning menunjukkan anomali sedang
dengan rentang nilai anomali antara -340 nT sampai -150 nT, tersebar pada
daerah tahap 3 hingga tahap 2 bagian Utara dan pada daerah tahap 1 anomali
sedang berada disekitar anomali rendah dan tinggi. Sedangkan untuk warna
jingga, merah, ungu menunjukkan nilai anomali tinggi dengan nilai antara -
140 nT sampai 562 nT, tersebar di daerah tahap 2 yang memanjang arah
Barat-Timur, lalu tersebar di daerah tahap 1 dan tahap 3 yang berada di sekitar
anomali sedang dan rendah.

Gambar 4.3 Peta anomali lokal daerah penelitian

30
4.3 Upward Continuation
Peta anomali medan magnet hasil koreksi IGRF belum menunjukkan anomali
residual daerah penelitian, namun masih berupa anomali residual dan noise.
Belum terpisahnya anomali residual dan noise akan mempersulit proses
interpretasi, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara keduanya. Proses
pemisahan tersebut dilakukan dengan tahap upward continuation, sehingga
didapatkan anomali residual.

Upward continuation menggunakan proses low pass filtering, yaitu untuk


filtering noise dan menyisakan anomali residual saja. Proses ini berguna
untuk mengoreksi medan potensial pada tempat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ketinggian tempat pengukuran.

Dalam penelitian ini proses upward continuation dilakukan dengan


pengangkatan pada ketinggian 5 m, 10 m, 20 m, dan 50 m. Hal tersebut
dilakukan untuk melihat perbedaan anomali residual daerah penelitian pada
tiap-tiap ketinggian kontinuasi yang diterapkan. Pola anomali yang sudah
tidak ada noise akan menjadi lebih smooth atau halus. Pola anomali yang
lebih halus dipilih sebagai dasar untuk proses berikutnya yaitu pemodelan.
Proses upward continuation di berbagai ketinggian ditunjukkan pada Gambar
4.4.

31
Gambar 4.4 Proses upward continuation dengan ketinggian (a) 5 m, (b) 10 m,
(c) 20 m, (d) 50 m.

Proses kontinuasi pada penelitian ini berhenti pada ketinggian 50 m karena


memperlihatkan adanya pola anomali yang lebih halus. Hal ini juga dapat
menggambarkan bahwa hasil upward continuation pada ketinggian 50 m
merupakan nilai anomali residual tanpa adanya sinyal noise. Dari Gambar 4.4
terlihat adanya peningkatan kehalusan pola anomali medan magnet seiring
dengan naiknya filter yang diaplikasikan.

32
4.4 Anomali Residual
Anomali residual merupakan anomali yang bersumber dari kedalaman yang
dangkal dari permukaan. Nilai anomali pada peta anomali residual akan lebih
rendah dibandingkan dengan anomali regionalnya, hal ini dikarenakan batuan
penyusun pada zona residual memiliki suseptibilitas yang lebih rendah.

Peta anomali residual (Gambar 4.5) di daerah penelitian menunjukkan


rentang nilai anomali antara 139,3 nT sampai -713,6 nT, hasil tersebut
merupakan respon variasi medan magnet batuan yang dangkal pada daerah
penelitian. Pola anomali ini dibagi kedalam tiga lajur anomali yang berbeda.
Warna biru tua sampai biru muda menunjukkan nilai anomali rendah dengan
rentang nilai -713,6 nT sampai dengan -300 nT, tersebar di bagian Barat pada
daerah tahap 1 dan di Timur pada daerah tahap 3 di lokasi penelitian. Warna
hijau sampai pada kuning menunjukkan anomali sedang dengan rentang nilai
anomali antara -300 nT sampai -190 nT, tersebar pada daerah tahap 3 hingga
tahap 2 bagian Utara dan pada daerah tahap 1 anomali sedang berada di
sekitar anomali rendah dan tinggi. Sedangkan untuk warna jingga, merah,
ungu menunjukkan nilai anomali tinggi dengan nilai antara -190 nT sampai
139,3 nT, tersebar di daerah tahap 2 yang memanjang arah Barat-Timur, lalu
tersebar di Selatan daerah tahap 1 dan Timur Laut daerah tahap 3.

33
Gambar 4.5 Peta anomali residual

Data penelitian berada di Municipality Bayog, Zamboanga Del Sur Province,


Republic of The Philippines. Secara medan magnet bumi daerah penelitian
berada di titik nol derajat ekuator bumi, dimana besarnya nilai inklinasi
daerah penelitian adalah 0,8o. Pada inklinasi nol derajat, anomali medan
magnet akan memberi nilai rendah pada batuan yang seharusnya memiliki
anomali tinggi. Sehingga anomali rendah pada daerah penelitian diduga
sebagai lokasi keberadaan tubuh mineral bijih besi di bawah permukaan,
sedangkan anomali tinggi diduga sebagai batas dari tubuh mineral bijih besi.

Pola anomali residual yang diperoleh belum dapat memberi informasi yang
lebih detail mengenai keberadaan tubuh mineral bijih besi di bawah
permukaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan ketajaman pola
anomali untuk mendelineasi batas tubuh mineral bijih besi yang lebih detail
dan untuk mempermudah proses interpretasi baik secara kualitatif maupun

34
kuantitatif. Salah satu cara meningkatan ketajaman pola anomali adalah
dengan filter First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical
Derivative (SVD).

4.5 First Horizontal Derivative (FHD)


Filter First Horizontal Derivative (FHD) dapat digunakan untuk menentukan
lokasi batas kontak kontras suseptibilitas horizontal dari data magnetik. Filter
FHD digunakan untuk menunjukkan batas tubuh mineral bijih besi dari
anomali magnetik. Pola anomali pada daerah yang terdapat mineral bijih besi
dibawah permukaan akan terlihat cenderung memiliki karakteristik yang
tajam berupa nilai maksimum, minimum dan maksimum lagi. Nilai
maksimum merupakan batas dari tubuh mineral bijih besi, sedangkan nilai
minimum yang diapit oleh nilai maksimum merupakan keberadaan tubuh
mineral bijih besi.

Peta FHD (Gambar 4.6) di daerah penelitian menunjukkan perubahan nilai


anomali, yaitu anomali tinggi pada daerah yang diindikasi keberadaan tubuh
mineral bijih besi. Anomali tinggi pada peta FHD menunjukkan batas tubuh
mineral bijih besi di bawah permukaan. Peta FHD di daerah penelitian
memiliki rentang nilai anomali antara 0,144 nT/m sampai dengan 7,117
nT/m. Hasil tersebut merupakan hasil turunan mendatar pertama dari anomali
residual. Anomali tinggi cenderung terkumpul di bagian Barat dan Selatan
pada area tahap 1 dan bagian Timur pada area tahap 2.

35
Gambar 4.6 Peta First Horizontal Derivative (FHD)

4.6 Second Vertical Derivative (SVD)


Second Vertical Derivative (SVD) digunakan untuk memunculkan sifat-sifat
anomali yang bersifat lokal/dangkal yang ditunjukkan untuk mengetahui
keberadaan serta batas tubuh mineral bijih besi di bawah permukaan. SVD
dapat meningkatkan ketajaman data yang berfrekuensi tinggi, sehingga hasil
yang diperoleh adalah pola anomali semakin tegas atau tajam dari pola
anomali yang sebelumnya. SVD juga dapat digunakan untuk mendelineasi
benda sumber anomali, pada penelitian ini benda sumber anomali adalah
tubuh mineral bijih besi. Pada penelitian ini, proses filter SVD dilakukan
dengan menggunakan program Gx USGS pada perangkat lunak Geosoft
Oasis Montaj.

Peta SVD (Gambar 4.6) di daerah penelitian menunjukkan rentang nilai


anomali antara -0,128 nT/m2 sampai dengan 1,21 nT/m2. Hasil tersebut

36
merupakan hasil turunan vertikal kedua dari anomali residual. Anomali
rendah (warna biru) banyak terlihat di daerah tahap 1 dan terdapat juga di
daerah tahap 3. Anomali tinggi dan sedang tersebar rata di daerah tahap 1, 2
dan 3 yang berada di sekitar anomali rendah.

Gambar 4.7 Peta Second Vertical Derivative (SVD)

4.7 Interpretasi Kualitatif


Interpretasi kualitatif bertujuan untuk mengetahui pola atau pesebaran tubuh
mineral bijih besi secara lateral dari anomali residual yang didapatkan serta
dengan bantuan peta anomali FHD dan SVD. Hasil dari interpretasi ini
diharapkan akan dapat mengetahui letak serta batas dari tubuh mineral bijih
besi dengan resolusi yang lebih tinggi pada daerah penelitian.

37
38

Gambar 4.8 Sebaran tubuh mineral bijih besi berdasarkan peta anomali residual, FHD dan SVD
Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif berdasarkan peta anomali
residual, FHD dan SVD dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada anomali residual
sebaran tubuh mineral bijih besi diduga berada pada nilai anomali yang
rendah. Sebaran tubuh mineral bijih besi pada anomali residual yang
didapatkan sangat besar atau luas. Terdapat 3 lokasi pendugaan mineral bijih
besi, yaitu di bagian ujung Barat Daya lokasi penelitian, lalu berada di bagian
Barat area tahap 1 dan berada di Barat Laut daerah penelitian. Resolusi
anomali FHD dan SVD lebih tinggi dibandingkan dari resolusi anomali
residualnya untuk mengetahui sebaran tubuh mineral bijih besi. Pada anomali
FHD, indikasi batas tubuh mineral bijih besi berada pada anomali tinggi.
Sedangkan pada anomali SVD, indikasi keberadaan tubuh mineral bijih besi
berada pada anomali rendah. Anomali FHD dan SVD dapat memberikan
informasi lebih mengenai lokasi serta batas dari tubuh mineral bijih besi di
daerah penelitian. Tubuh mineral bijh besi tersebar paling banyak pada area
tahap 1 dan tahap 3. Anomali FHD dan SVD juga dapat mendeteksi
keberadaan tubuh mineral bijih besi yang tidak terlihat pada anomali
residualnya, yaitu pada bagian Timur pada area tahap 1.

4.8 Interpretasi Kuantitatif


Setelah dilakukan delineasi tubuh mineral bijih besi dari peta FHD dan SVD,
akan dilakukan interpretasi secara kuantitatif dengan melihan secara profiling
dan forward modelling dari nilai anomali residual, FHD dan SVD. Profiling
dilakukan untuk mengetahui keberadaan tubuh mineral bijih besi yang
dilewati oleh lintasan profiling. Forward modelling dilakukan untuk
mengetahui keberadaan tubuh mineral bijih besi secara kedalamannya.
Berdasarkan Gambar 4.9 dilakukan slicing dengan 3 lintasan untuk melihat
respon nilai anomali residual, FHD dan SVD.

4.8.1 Profiling Anomali Residual, FHD dan SVD


Pada Gambar 4.9 proses slicing dilakukan melewati keberadaan tubuh
mineral bijih besi guna melihat lineasi dari nilai anomali FHD dan SVD.
Lintasan profiling dilakukan pada anomali residual, FHD dan SVD pada

39
koordinat yang sama. Lintasan profiling pada anomali residual, FHD dan
SVD menghasilkan profile seperti gambar di bawah ini. Total panjang
lintasan A-A’ adalah 620 meter.

Gambar 4.9 Lintasan profiling anomali residual, FHD dan SVD

40
41

Gambar 5.1 Profiling lintasan A-A


Hasil slice lintasan A-A’ (Gambar 5.1) menunjukkan 3 respon pola anomali,
yaitu anomali residual, anomali FHD dan anomali SVD. Respon anomali
residual yang bernilai negatif menunjukkan keberadaan tubuh mineral bijih
besi di daerah penelitian. Respon anomali residual pada lintasan A-A’
memiliki nilai berkisar dari 100 nT sampai -1200 nT. Pada profiling anomali
residual terdapat anomali negatif tinggi sepanjang 130 m sampai 560 m.
Anomali negatif yang bernilai maksimal -1200 nT berada pada titik 300 m
pada lintasan A-A’. Dari anomali residual diketahui keberadaan tubuh
mineral bijih besi berada sepanjang 130 m sampai 560 m.

Respon anomali FHD memiliki nilai berkisar dari 0 nT/m sampai 12 nT/m.
Profiling anomali FHD menunjukkan perubahan nilai selaras dengan
kemiringan dari anomali residualnya. Anomali FHD memiliki 4 nilai
maksimum atau puncak, yaitu 11 nT/m pada jarak 250 m, 4 nT/m pada jarak
350 m, 12 nT/m pada jarak 470 dan 4 nT/m pada jarak 600 m. Nilai
maksimum tersebut merupakan informasi adanya perbedaan kontras
suseptibilitas batuan di bawah permukaan. Sehingga dari anomali FHD dapat
diketahui bahwa terdapat perbedaan kontras suseptibilitas batuan di bawah
permukaan yang tidak terlihat oleh respon anomali residualnya.

Respon anomali SVD pada lintasan A-A’ terdapat rentang nilai positif dan
negatif, yaitu mulai dari 0,2 nT/m2 sampai -0,2 nT/m2. Mulai pada titik 150
terdapat perubahan nilai anomali SVD dan terus sepanjang lintasan A-A’.
Perubahan nilai tersebut diakibatkan oleh kemiringan dari respon pola
anomali residualnya. Perubahan nilai tinggi menunjukkan batas tubuh
mineral bijih besi, sedangkan perubahan nilai rendah menunjukkan
keberadaan tubuh mineral bijih besinya. Pada anomali SVD terdapat anomali
pada 570 m sampai 600 m yang tidak terdapat pada anomali residualnya.
Anomali tersebut diindikasikan sebagai tubuh mineral bijih besi yang terdapat
di bawah permukaan namun dengan kedalaman yang lebih dalam.

42
4.8.2 Forward Modelling Anomali Residual
Pemodelan bawah permukaan dilakukan dengan metode forward modelling
atau pemodelan kedepan. Forward modelling dilakukan pada data dari slice
lintasan yang sama dengan profling lintasan A-A’. selain itu, lintasan forward
modelling juga melewati daerah penampang resistivitas di daerah penelitian.
Data ketinggian titik pengukuran dimulai pada elevasi 500 meter diatas
permukaan laut (mdpl). Total panjang lintasan A-A’ adalah 620 meter.
Kedalaman target dari pemodelan adalah dari ketinggian 500 mdpl sampai 0
mdpl. Hasil dari forward modelling dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Hasil dari forward modelling lintasan A-A’ terdiri dari litologi batuan
metasedimen, batuan beku diorit dan mineral bijih besi. Dari respon anomali
residual dan penampang resistivitas dapat diketahui kondisi batuan di bawah
permukaan, dimana terdapat tubuh mineral bijih besi dan terdapat juga batuan
induk yaitu diorit. Batuan metasedimen memiliki nilai suseptibilitas yang
rendah, yaitu 0 SI. Batuan beku diorit memiliki nilai suseptibilitas yang
tinggi, yaitu 0,112 SI. Begitu juga dengan mineral bijih besi memiliki
suseptibilitas yang tinggi, yaitu bernilai 0,128 SI. Tingginya nilai
suseptibilitas antara mineral bijih besi dengan batuan sekitarnya yaitu
metasedimen sehingga menyebabkan respon anomali tinggi. Semakin tubuh
mineral bijih besi tersebut dekat ke permukaan, maka responnya akan
semakin tinggi juga.

43
44

Gambar 5.2 Forward modelling lintasan A-A’.


45

Gambar 5.3 Korelasi forward modelling dengan profiling FHD dan SVD
Keberadaan mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari
permukaan (500 m) yang terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m.
Batuan beku diorit terletak tepat di bawah tubuh mineral bijih besi, yang
diinterpretasikan merupakan terjadi proses metasomatik kontak pada
pembentukan mineral bijih besi di daerah penelitian. Penulis menggunakan
beberapa informasi bantuan untuk melakukan forward modelling yaitu
penampang resistivitas, profiling FHD dan profiling SVD. Korelasi forward
modelling dengan profiling FHD dan SVD dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Berdasarkan Gambar 5.3 terdapat 3 tubuh bijih besi. Hal ini sebelumnya tidak
diketahui dari informasi profile anomali residual, namun dengan filter FHD
dan SVD dapat terlihat adanya respon berupa anomali rendah pada SVD dan
anomali naik pada FHD. Berdasarkan respon anomali residual, di tengah
lintasan A-A’ diketahui terdapat keberadaan dari tubuh mineral bijih besi di
bawah permukaan, namun anomali residual belum bisa memberikan
informasi lebih mengenai batas tubuh mineral bijih besinya. Sehingga penulis
menggunakan informasi dari profiling FHD dan SVD untuk mengetahui batas
antara tubuh mineral bijih besi. Pada area ini terdapat batas antara 2 tubuh
mineral bijih besi yang berdekatan terletak pada jarak 380 m dan kedalaman
50 m.

46
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Anomali residual di daerah penelitian dapat diperoleh dengan proses
koreksi IGRF serta metode upward continuation, dimana IGRF sebagai
anomali regionalnya dan upward continuation dilakukan untuk
menghilangkan noise di daerah penelitian.
2. Ketajaman pola anomali residual di daerah penelitian dapat ditingkatkan
dengan metode FHD dan SVD.
3. Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif berada di anomali rendah
pada anomali residual. Pada anomali FHD, batas tubuh mineral bijih besi
berada pada anomali tinggi. Sedangkan pada anomali SVD, keberadaan
tubuh mineral bijih besi berada pada anomali rendah.
Secara kuantitatif, pada lintasan A-A’ terdapat litologi batuan
metasedimen, batuan beku diorit dan mineral bijih besi. Keberadaan
mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari permukaan
(500 m) yang terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada anomali
residual. Pada lintasan A-A’, respon anomali FHD dan SVD dapat
mengetahui keberadaan dan batas tubuh mineral bijih besi yang
sebelumnya tidak diketahui dari respon anomali residualnya.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan survei geofisika lanjutan yang lebih detail di daerah
penelitian untuk mengetahui secara detail kondisi tubuh mineral bijih besi
di bawah permukaan.
2. Saran untuk penelitian berikutnya adalah menggunakan filter analisis
sinyal dan First Vertical Derivative (FVD) untuk peningkatan ketajaman
pola anomali pada data magnetik.

47
DAFTAR PUSTAKA

Aufi, M. U., Tony, Y., & Dadan, D. W., 2017. Aplikasi metode magnetik untuk
identifikasi sebaran bijih besi di Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Youngster Physics Journal Vol. 6, No.4, Hal. 296-303.

Blakely, R. J. 1996. Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications.


Cambridge: Cambridge University Press.

Geological Team AFAMC. 2009. Iron ores exploration at parcel 2. Final report.
Municipality of Bayog Zamboanga Del Sur Province Republic of the
Philipines.

Grandis, H., & Dahrin, D. 2017. The Utility of Free Software for Gravity and
Magnetic Advanced Data Processing. IOP Science: Southest Asian
Conference on Geophysics.

Grandis, H., Yudistira, T., 2001. Transformasi Data Magnetik Menggunakan


Sumber Ekivalen 3-D. Prosiding PIT HAGI ke-26, Jakarta

Gross, G.A., Gower, C.F., & Lefebure, D.V., 1997. Magmatic Ti-Fe±V oxide
deposits. British Columbia Ministry of Employment and
Investment, 1, 24J-1 - 24J-3. http://www.unalmed.edu.co/rrodriguez
/magmaticTi-Feoxidedeposits.htm.

Hartati, A. 2012. Identifikasi Struktur Patahan Berdasarkan Analisa Derivative


Metode Gayaberat Di Pulau Sulawesi. (Skripsi) Depok: Universitas
Indonesia.

Jensen, M., & Bateman, A.M., 1981. Economic Mineral Deposits. Canada : Jhon
Wiley and Sons Inc.

Mondal, S.K., 2008. Orthomagmatic ore deposites related to ultramafic-mafic


rocks. Journal of the Geological Society of India, 72, 583-
594.http://sisirgeology.googlepages.com/contents.pdf.

48
Pardiarto, B., & Widodo, W., 2007. Genesa besi dan alumina laterit. Kelompok
Kerja Mineral. Pusat Sumber Daya Geologi Bul.,3,14-24.

Santoso, Djoko.2002. Pangantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB.

Satiawan, Soni. 2009. Aplikasi Kontinuasi Keatas dan Filter Panjang Gelombang
Untuk Pemisahan Anomali Regional – Residual Pada Data Geomagnetik.
Paper Tugas Akhir. Bandung: ITB.

Sianturi, M.I., 2002, Transformasi Logaritmik dan Transformasi Variasi Pola Data
Anomali Magnetik. Tugas Akhir, Program Studi Geofisika Departemen GM-
ITB.

Telford, W.M., Goldrat, L.P., dan Sheriff, R.P., 1990, Applied Geophysics 2nd ed,
Cambridge University Pres, Cambridge.

Winda, Herianto, Sukamto, U., 2015, Penyelidikan Geomagnet Untuk Pendugaan


Bijih Besi PT Berkah Alam Semesta Di Desa Bana Kecamatan Bontacani,
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Jurnal Teknologi Pertambangan.

Yudistira, T., Perdana, F., dan Grandis, H. 2004. Aplikasi Turunan Fraksional Pada
Data Magnet. Jurnal Geofisika. Bandung : ITB.

Zaenudin, A., Sarkowi, M., dan Suharno. 2013. Pemodelan Sintetik Gradien
Gayaberat Untuk Identfikasi Sesar. Jurusan Teknik Geofisika Fakultas
Teknik, UNILA.

49
PENINGKATAN KETAJAMAN POLA ANOMALI SECARA
LATERAL DENGAN FIRST HORIZONTAL DERIVATIVE DAN
SECOND VERTICAL DERIVATIVE PADA DATA MAGNET
EKSPLORASI BIJIH BESI DI BAYOG ZAMBOANGA DEL SUR
FILIPINA
Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar*a, Rizka b, Ahmad Zaenuddinc
a Institut Teknologi Sumatera
b Institut Teknologi Sumatera
c Universitas Lampung

* E-mail: falahfadjariansyah@gmail.com

Abstract: Ground magnetic survey has been done at Bayog Zamboanga Del Sur by the geology
team of Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). The results of this survey obtain Total
Magnetic Intensity (TMI) in the study area. This research is trying to increase the sharpness of
TMI anomaly pattern to delineate the body of iron ore. One way to increase the sharpness of
anomaly patterns is the First Horizontal Derivative (FHD) and Second Vertical Derivative (SVD)
method. FHD and SVD profile as a guideline in process of forward modeling to determine the
body limits of iron ore minerals in the study area. The distribution of iron ore body is qualitatively
at low price in residual anomaly. In FHD anomalies, iron ore body limits are at high anomalies.
Whereas in the SVD anomaly, the location of iron ore mineral body is at a low anomaly.
Quantitatively, at line A-A', the location of iron ore minerals can be found from a depth of 50 m
from the surface (500 m) and located along the 250 to 460 m points in residual anomalies. At
line of A-A’, the FHD and SVD anomaly respons can determine the location of iron ore bodies that
were previously unknown from the residual anomaly response.

Keywords: Iron ore bodies, FHD, SVD.

Abstrak: Telah dilakukan survei magnetik darat di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina oleh team
geologi Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). Hasil dari survei ini mendapatkan Total
Magnetic Intensity (TMI) di daerah penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
peningkatan ketajaman pola anomali TMI untuk mendelineasi tubuh mineral bijih besi. Salah
satu cara peningkatan ketajaman pola anomali adalah dengan filter First Horizontal Derivative
(FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD). Penelitian ini juga melakukan forward modeling
untuk melihat model bawah permukaan tubuh mineral bijih besi di daerah penelitian. Profiling
FHD dan SVD menjadi pedoman dalam melakuan forward modeling untuk menentukan batas
tubuh mineral bijih besi di daerah penelitian. Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif
berada di anomali rendah pada anomali residual. Pada anomali FHD, batas tubuh mineral bijih
besi berada pada anomali tinggi (7 nT/m). Sedangkan pada anomali SVD, keberadaan tubuh
mineral bijih besi berada pada anomali rendah (-0,128 nT/m2). Secara kuantitatif, pada lintasan
A-A’ keberadaan mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari permukaan (500 m)
yang terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada anomali residual. Pada lintasan A-A’,
respon anomali FHD dan SVD dapat mengetahui keberadaan dan batas tubuh mineral bijih besi
yang sebelumnya tidak diketahui dari respon anomali residualnya.

Kata Kunci : Bijih Besi, FHD, SVD.


dari anomali magnetik yang disebabkan
Pendahuluan oleh suatu body cenderung untuk
Penelitian survei magnetik darat dilakukan di menunjukkan tepian dari body-nya
Bayog pada tahun 2009-2010 oleh tim Alpha tersebut. Jadi metode FHD dapat
First Asia Mining Corporation (AFAMC). digunakan untuk menentukan lokasi
Survei magnetik dilakukan karena ditemukan batas kontak kontras densitas horizontal
beberapa singkapan bijih besi di permukaan dari data gayaberat [4], berlaku juga
oleh tim geologi AFAMC. Oleh karena itu untuk kontak kontras suseptibilitas
untuk mengetahui penyebaran dan horizontal dari data magnetik.
kemenerusan dari keberadaan mineral bijih
besi dan zona mineralisasi di bawah Turunan horizontal data medan potensial
permukaan dibutuhkan data magnetik. Hasil dapat langsung dihitung karena
dari survei ini mendapatkan peta sebaran umumnya data diukur pada titik yang
nilai TMI (Total Magnetic Intensity). tersebar secara spasial (x, y). Turunan
horizontal orde satu arah x dan arah y
Untuk mempertajam pola anomali magnetik dapat dihitung melalui pendekatan
dari peta TMI yang dihasilkan maka berikut [6].
diperlukan proses transformasi data atau
pengolahan data lanjutan. Peningkatan 1⁄
𝜕𝐻 2 𝜕𝐻 2 2
ketajaman pola anomali (anomaly 𝐹𝐻𝐷 = (( 𝜕𝑥𝑧 ) + ( 𝜕𝑦𝑧 ) ) (1)
enhancement) data medan potensial
khususnya data magnetik dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Reduksi ke kutub dan
reduksi ke ekuator, kontinuasi ke bawah, FHD cenderung memiliki nilai maksimal pada
sinyal analitik [1], transformasi logaritmik batas atau tepi dari body di bawah
dan variansi [2] serta First Horizontal permukaannya, ilustrasi respon FHD atau
Derivative (FHD) dan Second Vertical horizontal gradient dari profile magnetik
Derivative (SVD). Proses penajaman anomali dapat dilihat pada Gambar 1.
bertujuan untuk mendelineasi posisi anomali
secara tepat dan juga untuk pemisahan
anomali yang saling berdekatan [3].

Filter FHD dapat digunakan untuk


menentukan lokasi batas kontak kontras
densitas horizontal dari data gayaberat [4],
berlaku juga untuk kontak kontras
suseptibilitas horizontal dari data magnetik.
SVD bersifat sebagai highpass filter, sehingga
dapat menggambarkan anomali residual
Gambar 1. Respon First Horizontal Derivative dari
yang berasosiasi dengan struktur dangkal profile magnetik (Blakely, 1996)
[5]. Filter FHD dan SVD pada data medan
potensial dilakukan untuk mempertajam
data, mendelineasi sumber anomali dan B. Second Vertical Derivative
dapat memperjelas pola anomali [3]. Second Vertical Derivative (SVD)
dilakukan untuk memunculkan efek
Teori Dasar dangkal dari pengaruh regionalnya dan
untuk menentukan batas-batas struktur
A. First Horizontal Derivative
yang ada di daerah penelitian, sehingga
First Horizontal Derivative (FHD) atau
filter ini dapat menyelesaikan anomali
Turunan Mendatar Pertama mempunyai
residual yang tidak mampu dipisahkan
nama lain yaitu Horizontal Gradient. FHD
dengan metode pemisahan regional- Setelah didapatkan peta TMI, langkah
residual yang ada. Secara teoritis, selanjutnya adalah melakukan
metode ini diturunkan dari persamaan pemisahan anomali regional, residual dan
Laplace’s [7]: noise. Pemisahan anomali dilakukan
untuk mendapatkan respon medan
magnet pada target yang diinginkan.
∇2 ∆𝐻 = 0 (2)
Pada penelitian ini target yang diinginkan
𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) berada pada anomali residual. Anomali
∇2 ∆𝐻 = 𝜕𝑥 2
+ 𝜕𝑦2
+ 𝜕𝑧 2
(3)
regional didapatkan dengan koreksi IGRF.
𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻)
Setelah itu, data TMI dikurangi dengan
𝜕𝑥 2
+ 𝜕𝑦2
+ 𝜕𝑧 2
=0 (4) IGRF untuk mendapatkan anomali
dangkal. Anomali dangkal masih berisi
𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻) 𝜕 2 (∆𝐻)
= −[ + ] (5) komponen medan magnet residual dan
𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦2
anomali noise. Pemisahan anomali
residual dan noise dilakukan dengan
metode upward continuation. Hasil dari
Berdasarkan persamaan di atas dapat upward continuation mendapatkan
diketahui bahwa second vertical
anomali residual. Proses ini dibantu
derivative (SVD) dari suatu anomali dengan menggunakan perangkat lunak
magnetik permukaan adalah sama
Geosoft Oasis Montaj.
dengan negatif dari derivative dapat
melalui derivative orde dua horizontalnya
Kemudian analisis derivative yang digunakan
yang lebih praktis dikerjakan. SVD
pada penelitian ini adalah First Horizontal
bersifat sebagai highpass filter, sehingga
Derivative (FHD) dan Second Vertical
dapat menggambarkan anomali residual
Derivative (SVD) pada peta anomali TMI dan
yang berasosiasi dengan struktur dangkal
residual. Proses ini dibantu dengan
[5].
menggunakan perangkat lunak Geosoft
Oasis Montaj dan program USGS Gx code.
𝜕 2 (∆𝐻)
= |𝑘|2 𝐻𝑧 dengan |𝑘|2 = 𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2 (6)
𝜕𝑧 2 Model bawah permukaan dilakukan dengan
metode forward modeling. Forward
modeling dilakukan dengan proses slicing
dimana 𝐻𝑧 adalah fourier transform dari ∆𝐻, pada peta anomali residualnya untuk
kx dan ky adalah bilangan gelombang dalam mendapatkan respon anomalinya.
sumbu x dan sumbu y. Lalu,dibuat model 2D batuan bawah
permukaan yang disesuaikan dengan respon
anomali residualnya. Penyesuaian juga
Metodologi dilakukan terhadap anomali FHD dan SVD
Data awal magnetik dalam penelitian ini yang sudah dihasilkan untuk membantu
adalah data bacaan pengukuran di pembuatan model 2D bawah permukaan.
lapangan. Data bacaan tersebut perlu Forward modeling 2D dilakukan sampai
dilakukan koreksi harian untuk mereduksi mendapatkan garis yang cocok antara model
medan magnet eksternal bumi. dan data.
Pengolahan data koreksi harian dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak
Gemlink. Hasil dari koreksi harian adalah
TMI (Total Magnetic Intensity). Kemudian
pengolahan data selanjutnya adalah
membuat peta TMI. Proses ini dibantu
dengan menggunakan perangkat lunak
Geosoft Oasis Montaj.
(Gambar 5), indikasi keberadaan tubuh
mineral bijih besi berada pada anomali
rendah. Anomali FHD dan SVD dapat
memberikan informasi lebih mengenai lokasi
serta batas dari tubuh mineral bijih besi di
daerah penelitian. Tubuh mineral bijh besi
tersebar paling banyak pada area selatan
dan timur laut. Anomali FHD dan SVD juga
dapat mendeteksi keberadaan tubuh
mineral bijih besi yang tidak terlihat pada
anomali residualnya, yaitu pada bagian
Timur pada area bawah.

Gambar 3. Peta anomali residual


Gambar 2. Diagrm alir penelitian

Hasil dan Pembahasan


A. Interpretasi Kualitatif
Berdasarkan anomali residual (Gambar 3),
sebaran tubuh mineral bijih besi diduga
berada pada nilai anomali yang rendah.
Sebaran tubuh mineral bijih besi pada
anomali residual yang didapatkan sangat
besar atau luas. Terdapat 3 lokasi pendugaan
mineral bijih besi, yaitu di bagian ujung Barat
Daya lokasi penelitian, lalu berada di bagian
Barat area bawah dan berada di Barat Laut
daerah penelitian. Resolusi anomali FHD dan
SVD lebih tinggi dibandingkan dari resolusi
anomali residualnya untuk mengetahui
sebaran tubuh mineral bijih besi. Pada
anomali FHD (Gambar 4), indikasi batas
tubuh mineral bijih besi berada pada Gambar 4. Peta FHD
anomali tinggi. Sedangkan pada anomali SVD
Gambar 5. Peta SVD Gambar 6. Lintasan profiling dan forward modeling

B. Interpretasi Kuantitatif
Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 3
tubuh bijih besi. Hal ini sebelumnya tidak
diketahui dari informasi profile anomali
residual, namun dengan filter FHD dan SVD
dapat terlihat adanya respon berupa
anomali rendah pada SVD dan anomali naik
pada FHD. Berdasarkan respon anomali
residual, di tengah lintasan A-A’ diketahui
terdapat keberadaan dari tubuh mineral bijih
Gambar 7. Korelasi forward modeling dengan profiling
besi di bawah permukaan, namun anomali FHD dan SVD
residual belum bisa memberikan informasi
lebih mengenai batas tubuh mineral bijih Keberadaan mineral bijih besi terdapat mulai
besinya. Sehingga penulis menggunakan dari kedalaman 50 m dari permukaan (500
informasi dari profiling FHD dan SVD untuk m) yang terletak di sepanjang titik 250 m
mengetahui batas antara tubuh mineral bijih sampai 460 m. Batuan beku diorit terletak
besi. Pada area ini terdapat batas antara 2 tepat di bawah tubuh mineral bijih besi, yang
tubuh mineral bijih besi yang berdekatan diinterpretasikan merupakan terjadi proses
terletak pada jarak 380 m dan kedalaman 50 metasomatik kontak pada pembentukan
m. mineral bijih besi di daerah penelitian.
Penulis menggunakan beberapa informasi
bantuan untuk melakukan forward modeling
yaitu penampang resistivitas, profiling FHD
dan profiling SVD. Korelasi forward modeling
dengan profiling FHD dan SVD dapat dilihat
pada Gambar 7.

Kesimpulan
1. Ketajaman pola anomali residual di
daerah penelitian dapat ditingkatkan
dengan metode FHD dan SVD.
2. Sebaran tubuh mineral bijih besi secara [6] Blakely, R. J. 1996. Potential Theory in Gravity
kualitatif berada di anomali rendah pada and Magnetic Applications. Cambridge:
Cambridge University Press.
anomali residual. Pada anomali FHD, [7] Telford, W.M., Goldrat, L.P., dan Sheriff, R.P.,
batas tubuh mineral bijih besi berada 1990, Applied Geophysics 2nd ed, Cambridge
pada anomali tinggi. Sedangkan pada University Pres, Cambridge.
anomali SVD, keberadaan tubuh mineral
bijih besi berada pada anomali rendah.
Secara kuantitatif, pada lintasan A-A’
terdapat litologi batuan metasedimen,
batuan beku diorit dan mineral bijih besi.
Keberadaan mineral bijih besi terdapat
mulai dari kedalaman 50 m dari
permukaan (500 m) yang terletak di
sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada
anomali residual. Pada lintasan A-A’,
respon anomali FHD dan SVD dapat
mengetahui keberadaan dan batas tubuh
mineral bijih besi yang sebelumnya tidak
diketahui dari respon anomali
residualnya.

Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan rasa syukur kepada
Allah SWT dan mengucapkan terimakasih
kepada kedua orangtua penulis, dosen
pembimbing Bapak Soni Satiawan, S.T.,
M.T., Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si,
M.T. dan Ibu Rizka, S.T., M.T. atas
bimbingan selama proses penelitian
hingga penulisan serta teman-teman
laskar magnetik atas saran dan dukungan
selama ini.

Daftar Pustaka
[1] Grandis, H., Yudistira, T. 2001. Transformasi Data
Magnetik Menggunakan Sumber Ekivalen 3-D.
Prosiding PIT HAGI ke-26, Jakarta.
[2] Sianturi, M.I. 2002. Transformasi Logaritmik dan
Transformasi Variasi Pola Data Anomali
Magnetik. Tugas Akhir, Program Studi Geofisika
Departemen GM-ITB.
[3] Yudistira, T., Perdana, F., dan Grandis, H. 2004.
Aplikasi Turunan Fraksional Pada Data Magnet.
Jurnal Geofisika. Bandung : ITB.
[4] Zaenudin, A., Sarkowi, M., dan Suharno. 2013.
Pemodelan Sintetik Gradien Gayaberat Untuk
Identfikasi Sesar. Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik, UNILA.
[5] Hartati, A. 2012. Identifikasi Struktur Patahan
Berdasarkan Analisa Derivative Metode
Gayaberat Di Pulau Sulawesi. Depok: Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai