TUGAS AKHIR
2019
PENINGKATAN KETAJAMAN POLA ANOMALI SECARA
LATERAL DENGAN FIRST HORIZONTAL DERIVATIVE DAN
SECOND VERTICAL DERIVATIVE PADA DATA MAGNET
EKSPLORASI BIJIH BESI DI BAYOG ZAMBOANGA DEL SUR
FILIPINA
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing I Pembimbing II
Disahkan oleh,
Koordinator Program Studi Teknik Geofisika
Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Institut Teknologi Sumatera
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
Nama : …………………………………
NIM : …………………………………
Tanggal : …………………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
iv
Peningkatan Ketajaman Pola Anomali Secara Lateral dengan First
Horizontal Derivative dan Second Vertical Derivative Pada Data Magnet
Eksplorasi Bijih Besi di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina
Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar (12115031)
Pembimbing :
Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si, M.T dan Rizka, S.T., M.T.
ABSTRAK
Telah dilakukan survei magnetik darat di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina oleh
team geologi Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). Hasil dari survei ini
mendapatkan Total Magnetic Intensity (TMI) di daerah penelitian. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan peningkatan ketajaman pola anomali TMI untuk
mendelineasi tubuh mineral bijih besi. Salah satu cara peningkatan ketajaman pola
anomali adalah dengan filter First Horizontal Derivative (FHD) dan Second
Vertical Derivative (SVD). Penelitian ini menggunakan FHD dan SVD untuk
menentukan batas tubuh mineral bijih besi di daerah penelitian serta untuk
memudahkan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini juga
melakukan forward modelling untuk melihat model bawah permukaan tubuh
mineral bijih besi di daerah penelitian. Profiling FHD dan SVD menjadi pedoman
dalam melakuan forward modelling untuk menentukan batas tubuh mineral bijih
besi di daerah penelitian.
Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif berada di anomali rendah pada
anomali residual. Pada anomali FHD, batas tubuh mineral bijih besi berada pada
anomali tinggi. Sedangkan pada anomali SVD, keberadaan tubuh mineral bijih besi
berada pada anomali rendah. Secara kuantitatif, pada lintasan A-A’ keberadaan
mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari permukaan (500 m) yang
terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada anomali residual. Pada lintasan
A-A’, respon anomali FHD dan SVD dapat mengetahui keberadaan dan batas tubuh
mineral bijih besi yang sebelumnya tidak diketahui dari respon anomali
residualnya.
v
Enhancement Anomaly with First Horizontal Derivative and Second Vertical
Derivative on Iron Ore Magnetic Exploration Data at Bayog Zamboanga Del
Sur Republic Of The Philipines
Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar (12115031)
Advisors :
Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si, M.T and Rizka, S.T., M.T
ABSTRACT
Ground magnetic survey has been done at Bayog Zamboanga Del Sur by the
geology team of Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). The results of this
survey obtain Total Magnetic Intensity (TMI) in the study area. This research is
trying to increase the sharpness of the TMI anomaly pattern to delineate the body
of iron ore. One way to increase the sharpness of anomaly patterns is the First
Horizontal Derivative (FHD) and Second Vertical Derivative (SVD) method. This
research use FHD and SVD to determine the body limits of iron ore minerals in the
study area and to facilitate qualitative and quantitative interpretation. This
research also made a forward modeling to see subsurface models of iron ore in the
study area. FHD and SVD profile as a guideline in process of forward modeling to
determine the body limits of iron ore minerals in the study area.
The distribution of iron ore body is qualitatively at low price in residual anomaly.
In FHD anomalies, iron ore body limits are at high anomalies. Whereas in the SVD
anomaly, the location of iron ore mineral body is at a low anomaly. Quantitatively,
in the line A-A', the location of iron ore minerals can be found from a depth of 50
m from the surface (500 m) and located along the 250 m to 460 m points in residual
anomalies. In the line of A-A’, the FHD and SVD anomaly respons can determine
the location and limits of iron ore bodies that were previously unknown from the
residual anomaly response.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, atas limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul:
Peningkatan Ketajaman Pola Anomali Secara Lateral dengan First Horizontal
Derivative dan Second Vertical Derivative Pada Data Magnet Eksplorasi Bijih
Besi di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina. Ini untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata
Satu pada Program Studi Teknik Geofisika, Jurusan Teknologi Produksi Industri
dan Informasi, Institut Teknologi Sumatera.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Mama dan Papa yang
menjadi motivasi utama dalam menyelesaikan studi S1, serta Kakak dan Adik-
adikku yang telah memberi semangat dan kasih sayang serta perhatian moril
maupun materil. Semoga Allah Subhanallahu Wa Ta’ala selalu melimpahkan
Rahmat, Kesehatan, Karunia dan Keberkahan di dunia dan di akhirat atas budi baik
yang telah diberikan kepada penulis.
Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si,
M.T selaku Pembimbing I dan Rizka, S.T., M.T selaku Pembimbing II yang telah
membantu penulisan Tugas Akhir ini. Serta ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Agus Laesanpura, M.S. selaku Ketua Program Studi Teknik Geofisika,
Institut Teknologi Sumatera.
2. Soni Satiawan, S.T, M.Sc. selaku dosen yang telah bersedia memberikan
bimbingannya selama melakukan tugas akhir kepada penulis.
3. Seluruh staff pengajar Program Studi Teknik Geofisika atas ilmu dan
pengalaman yang berharga, serta kesan yang luar biasa selama masa
perkuliahan.
4. Seluruh Dosen Institut Teknologi Bandung dan Universitas Lampung yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan.
5. Teman-teman kosan Bpk. Supardi (Arap, Rizal, Dayu, Andho, Latif dan
Rafif) yang telah menemani penulis dalam keadaan susah maupun senang.
vii
6. SOGE, teman-teman Teknik Geofisika 2015 yang telah memberikan
dukungan serta bantuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. HMTG Mayapada ITERA yang telah menjadi wadah untuk berkembang
diri secara akademik dan non akademik kepada penulis selama masa
perkuliahan.
8. Seluruh mahasiswa Teknik Geofisika yang telah memberikan pengalaman
berharga selama masa perkuliahan.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin Allahuma aamiin
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. v
2.1.2 Geomorfologi............................................................................ 7
ix
2.4 Upward Continuation ..................................................................... 18
x
BAB V PENUTUP ................................................................................... 47
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Medan magnet yang terukur di lapangan merupakan total dari medan magnet
internal dan eksternal bumi. Medan magnet internal (intensitas magnet total)
terdiri dari 2 komponen bersuperposisi, yaitu komponen medan magnet
regional dan komponen medan magnet residual. Komponen medan magnet
regional bersumber dari benda anomali pada kedalaman yang besar sehingga
memiliki frekuensi rendah. Sebaliknya komponen medan magnet residual
atau lokal memberikan informasi sebaliknya, yaitu benda sumber anomali
pada kedalaman yang lebih dangkal (Satiawan, 2009).
1
magnetik di bawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar bagi
pendugaan keadaan geologi bawah permukaan.
Zamboanga Del Sur (Selatan) adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau
Mindanao Filipina dan terdiri dari 26 municipality atau kota. Terdapat
sejumlah daerah pertambangan di provinsi ini, antara lain pertambangan yang
berkonsenstrasi pada mineral emas, tembaga, baja dan bijih besi. Bayog
adalah municipality yang terletak di provinsi Zamboanga Selatan, Filipina.
Secara geografi terletak pada 122°30’ Bujur Timur dan 7°15’ Lintang Utara.
Luas wilayah keseluruhannya adalah 4.734,91 km2. Kota Bayog terbagi
menjadi 29 barangay atau kecamatan. Kota Bayog diketahui memiliki
kekayaan sumber daya alam mineral, salah satunya adalah bijih besi.
2
Penelitian survei magnetik darat dilakukan di Bayog pada tahun 2009-2010
oleh tim Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). Survei magnetik
dilakukan karena ditemukan beberapa singkapan bijih besi di permukaan oleh
tim geologi AFAMC. Oleh karena itu untuk mengetahui penyebaran dan
kemenerusan dari keberadaan mineral bijih besi dan zona mineralisasi di
bawah permukaan dibutuhkan data magnetik. Hasil dari survei ini
mendapatkan peta sebaran nilai TMI (Total Magnetic Intensity).
Untuk mempertajam pola anomali magnetik dari peta TMI yang dihasilkan
maka diperlukan proses transformasi data atau pengolahan data lanjutan.
Proses filtering FHD dan SVD merupakan dua proses yang dapat dilakukan
dalam menajamkan pola anomali diantara banyak proses transformasi data
lainnya. Filter FHD dapat digunakan untuk menentukan lokasi batas kontak
kontras densitas horizontal dari data gayaberat (Zaenudin, 2013), berlaku juga
untuk kontak kontras suseptibilitas horizontal dari data magnetik. SVD
bersifat sebagai highpass filter, sehingga dapat menggambarkan anomali
residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal (Hartati, 2012).
Filter FHD dan SVD pada data medan potensial dilakukan untuk
mempertajam data, mendelineasi sumber anomali dan dapat memperjelas
pola anomali (Yudistira, 2004). Gambar 1.1 memperlihatkan perubahan
ketajaman data atau pola anomali (kiri) peta anomali, (kanan) slice profile di
tengah blok model dari arah Barat ke Timur, (a) anomali gaya berat dengan
dua buah blok model, memiliki kedalaman yang berbeda (2 dan 4 km) dan
memiliki kontras densitas -0.5 gr/cm3, (b) First Horizontal Derivative (FHD)
dan (c) Second Vertical Derivative (SVD) memperlihatkan perubahan
ketajaman pola anomali, memperjelas pola anomali, memberikan informasi
batas blok model pada respon dan perbedaan kedalaman dari kedua blok
model.
3
Gambar 1.1 Anomaly Enhancement (a) respon awal, (b) FHD, (c) SVD
(Grandis, 2017).
4
eksplorasi bijih besi di Bayog. Hasil yang diharapkan adalah pola anomali
tubuh benda bijih besi semakin terlihat jelas batasnya, sehingga dapat
mempermudah proses interpretasi secara kualitatif nantinya.
1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Memisahkan anomali regional dan residual dengan koreksi IGRF dan
upward continuation.
2. Melakukan peningkatan ketajaman anomali dengan First Horizontal
Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) pada data
magnetik.
3. Melakukan interpretasi secara kualitatif dan kuantitatif keberadaan dan
batas tubuh mineral bijih besi pada daerah penelitian secara lateral.
5
Bab Teori Dasar adalah bab yang menjelaskan teori dasar yang digunakan
dalam penelitian yaitu teori dasar magnetik, analisis derivative serta
geologi daerah penelitian dan genesa endapan bijih besi.
3. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab metodologi penelitian adalah bab yang menjelaskan tentang alat dan
bahan penelitian, desain survei magnetik, pengolahan data dan diagram
alir penelitian.
4. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab Hasil dan Pembahasan membahas tentang hasil penajaman anomali
magnetik yang diperoleh dari pemisahan anomali dan analisis derivative
pada daerah penelitian.
5. BAB V : PENUTUP
Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran dari hasil yang telah didapatkan.
6
BAB II
TEORI DASAR
2.1.2 Geomorfologi
Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi tiga bagian, yaitu daerah
endapan alluvial sungai Sibuguey, daratan tinggi Bubuan dan daerah
7
perbukitan. Pada tahap 1 survei magnetik terdapat morfologi daerah
perbukitan, pada tahap 2 terdapat morfologi endapan alluvial, daratan tinggi
dan daerah perbukitan, lalu pada tahap 3 terdapat daerah perbukitan dan
daratan tinggi.
8
Daya. Hal tersebut diketahui dari perpotongan sesar, dimana sesar yang
memotong akan lebih muda dibandingkan dengan sesar yang terpotong.
9
Endapan bijih besi magmatik terbentuk dari magma mafik-ultramafik karena
proses kristalisasi pada temperatur tinggi dengan cara gravity settling dan
secara langsung berhubungan dengan evolusi magma induk (Mondal, 2008).
Mineral-mineral berat yang mengandung kalsium, magnesium dan besi,
cenderung memperkaya resevoir magma yang terletak di bagian bawah
reservoir dengan unsur-unsur tersebut (Gross, 1997). Proses ini menghasilkan
tubuh bijih besi masif dan disiminasi, bentuk lensa memanjang (podform),
lensa, tumpukan lapisan dalam batuan induk (Gross, 1997). Lapisan paling
bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat seperti mineral-
mineral bijih kromit, platina, dan besi-titan, dan lapisan di atasnya diperkaya
dengan mineral-mineral silikat yang lebih ringan.
Proses metasomatik kontak terjadi pada tekanan dan suhu yang sangat tinggi
terutama pada kontak terobosannya antara magma yang masih cair dengan
batuan di sekitarnya (country rocks). Suhu di daerah kontak akan berkisar
500-1.100oC. Akibat dari kontak ini, pengaruh temperatur tanpa adanya
perubahan kimia pada batuan sekitarnya akan terbentuk batuan metamorf,
sedangkan jika terjadi perubahan kimia oleh pertukaran dan penambahan ion
akan terbentuk endapan metasomatik (Jensen and Batemen, 1981). Mineral
logam hasil kontak metasomatik sangat bervariasi seperti magnetit dan
hematit, serta mineral aditifnya yaitu spinel, wolframit, kasiterit, arsenopirit,
pirit, sfalerit, kalkopirit dan galena.
10
Endapan bijih besi sekunder terjadi karena proses pelapukan, transportasi dan
sedimentasi. Terbentuknya endapan ini dipengaruhi empat faktor yaitu
komposisi dan struktur batuan sumber, keadaan topografi, temperatur dan
iklim, medium transportasi dan waktu/lamanya proses (Jensen and Batemen,
1981).
Endapan laterit merupakan jenis endapan residu yang dihasilkan oleh proses
pelapukan yang terjadi pada batuan ultramafik-mafik dengan melibatkan
dekomposisi, pengendapan kembali dan akumulasi secara kimiawi. Proses
pelapukan batuan ultramafik-mafik berjalan secara intensif karena pengaruh
faktor-faktor kemiringan lereng yang relatif kecil, air tanah dan cuaca,
sehingga menghasilkan tanah laterit yang masih mengandung bongkahan
bijih besi hematit berukuran kerikil – kerakal (Pardiarto, 2007 ).
Gaya magnetik menurut hukum Coloumb, bila terdapat muatan atau kutub
(P1 dan P2) yang berada dalam jarak r maka kedua muatan atau kutub
tersebut, bila sejenis akan tolak menolak sedangkan kalau berlawanan jenis
akan tarik-menarik dengan gaya (𝐹⃑𝑚 ) sebesar:
𝑃1 𝑃2
𝐹⃑𝑚 = 𝜇𝑟 2 𝑟
⃑ (2.1)
11
dimana, 𝐹⃑𝑚 adalah gaya magnetik monopole pada P1 dan P2, r adalah vektor
satuan berarah dari P1 ke P2, P adalah muatan kutub 1 dan 2 monopole, 𝜇
adalah permeabilitas medium magnetik (untuk ruang hampa 𝜇 = 1).
𝐹⃑ 𝑃
𝐻 = 𝑃 = 𝜇𝑟12 𝑟⃑ (2.2)
1
Dalam survei metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah
variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik).
12
2.3.2 Kemagnetan Bumi
Komponen medan magnet bumi biasa disebut elemen medan magnet bumi
yang mempunyai tiga arah utama dan dinyatakan dalam koordinat kartesian
(Gambar 2.4), yaitu komponen arah Utara Xe, komponen arah Timur Ye, dan
komponen arah ke bawah Ze. Isi dari elemen medan magnet bumi adalah
deklinasi (D) yaitu sudut Utara magnet bumi dengan komponen horizontal
yang dihitung dari Utara menuju Timur (sudut antara Utara magnet dan Utara
geografis), inklinasi (I) yaitu sudut antara medan magnet total dengan bidang
horizontal yang dihitung dari horizontal menuju ke bidang vertikal ke bawah
(sudut antara bidang horizontal dan vektor medan total), intensitas horizontal
(He) adalah magnitudo dari medan magnet total pada arah horizontal, dan
medan magnet total (Fe) adalah magnitudo dari vektor magnet total.
13
Gambar 2.5 International Geomagnetic Reference Field (Telford, 1990)
Nilai total intensitas medan utama berkisar 25.000nT - 65.000nT dan untuk
daerah penelitian nilai medan utamanya berkisar ±40.000 nT (Gambar 2.5).
Sedangkan nilai deklinasi dan inklinasi utama bumi berkisar -90o sampai 90o
dan untuk di daerah penelitian nilai deklinasinya berkisar 0o dan inklinasinya
berkisar 0o ditunjukkan oleh Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
14
Gambar 2.7 Medan inklinasi utama bumi (Telford, 1990)
⃑⃑⃑ = 𝑘. 𝐻
𝑀 ⃑⃑ (2.3)
𝑘 = 4𝜋𝑘′ (2.4)
15
Adanya medan magnetik regional yang berasal dari bumi dapat menyebabkan
terjadinya induksi magnetik pada batuan di kerak bumi yang mempunyai
suseptibilitas tinggi. Medan magnetik yang dihasilkan pada batuan ini sering
disebut sebagai medan magnetik induksi atau medan magnetik sekunder.
⃑⃑ = 𝜇0 (𝐻
𝐵 ⃑⃑ + 𝑀
⃑⃑⃑) = 𝜇0 (1 + 𝑘)𝐻
⃑⃑ (2.5)
⃑⃑ = 𝜇𝐻
𝐵 ⃑⃑ (2.6)
16
Filit 1,5
Gneis 0,1-25
Kuarsit 4
Serpentinite 3-17
Sabak 0-35 6
Batuan Beku
Granit 0-50 2,5
Riolit 0,2-35
Dolorit 1-35 17
Augite-syenite 30-40
Olivine-diabase 25
Diabase 1-160 55
Porfiri 0,3-200 60
Gabro 1-90 70
Basalt 0,2-175 70
Diorit 0,6-120 85
Piroksenit 125
Peridotit 90-200 150
Andesit 160
3
Jenis Suseptibilitas x 10 (SI)
Mineral-mineral Range Rata-rata
Grapit 0,1
Kuarsa -0,01
Batu garam -0,01
Anhidrit gypsum -0,01
Kalsit -0,001 - -0,01
Batubara 0,02
Lempung 0,2
Kalkofirit 0,4
Siderit 1-4
Pirit 0,05-5 1,5
Limonit 2,5
Arsenopirit 3
Hematit 0,5-35 6,5
Kromit 3-110 7
Franklinit 430
Firhotit 1-6000 1500
Ilmenit 300-3500 1800
Magnetit 1200-19200 6000
17
2.4 Upward Continuation (Kontinuasi ke Atas)
Kontinuasi ke atas dilakukan dengan mentransformasikan medan potensial
yang diukur pada permukaan tertentu menuju ke medan potensial pada
permukaan lain yang jauh dari sumber. Transformasi ini mengurangi anomali
sebagai fungsi panjang gelombang. Semakin pendek panjang gelombang
maka semakin besar atenuasinya. Konsep dasar dari transformasi ini berasal
dari identitas ketiga teorema Green. Teorema ini menjelaskan bahwa apabila
suatu fungsi U adalah harmonik, kontinyu, dan mempunyai turunan yang
kontinyu di sepanjang daerah R, maka nilai U pada suatu titik P di dalam
daerah R (Gambar 2.8) dapat dinyatakan dengan persamaan (Blakely, 1996):
1 1 𝜕𝑈 𝜕 1
𝑈(𝑃) = 4𝜋 ∫𝑆 (𝑟 𝜕𝑛 − 𝑈 𝜕𝑛 𝑟 ) 𝑑𝑆 (2.7)
18
2.5 Analisis Derivative
2.5.1 First Horizontal Derivative
First Horizontal Derivative (FHD) atau Turunan Mendatar Pertama
mempunyai nama lain yaitu Horizontal Gradient. FHD dari anomali
magnetik yang disebabkan oleh suatu body cenderung untuk menunjukkan
tepian dari body-nya tersebut. Jadi metode FHD dapat digunakan untuk
menentukan lokasi batas kontak kontras densitas horizontal dari data
gayaberat (Zaenudin, 2013), berlaku juga untuk kontak kontras suseptibilitas
horizontal dari data magnetik.
1⁄
𝜕𝐻𝑧 2 𝜕𝐻𝑧 2 2
𝐹𝐻𝐷 = (( 𝜕𝑥 ) + ( 𝜕𝑦 ) ) (2.8)
FHD cenderung memiliki nilai maksimal pada batas atau tepi dari body di
bawah permukaannya, ilustrasi respon FHD atau horizontal gradient dari
profile magnetik dapat dilihat pada Gambar 2.9.
19
2.5.2 Second Vertical Derivative
Second Vertical Derivative (SVD) dilakukan untuk memunculkan efek
dangkal dari pengaruh regionalnya dan untuk menentukan batas-batas
struktur yang ada di daerah penelitian, sehingga filter ini dapat menyelesaikan
anomali residual yang tidak mampu dipisahkan dengan metode pemisahan
regional-residual yang ada. Secara teoritis, metode ini diturunkan dari
persamaan Laplace’s (Telford, 1990):
𝜕 2 (∆𝐻)
= |𝑘|2 𝐻𝑧 with |𝑘|2 = 𝑘𝑥2 + 𝑘𝑦2 (3.3)
𝜕𝑧 2
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
21
3.2 Alat dan Bahan
Penulis menggunakan data pengukuran magnetik eksplorasi bijih besi di kota
Bayog, diperoleh dari dosen pembimbing.
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
• Data Magnetik eksplorasi bijih besi di kota Bayog
• Peta geologi daerah penelitian
• Penampang Resistivitas daerah penelitian
• Software Gemlink
• Software Geosoft Oasis Montaj
• Program USGS Gx Code
• Software Microsoft Excel dan Word 2016
22
Gambar 3.1 Desain survei magnetik
23
Gambar 3.2 Penampang resistivitas bawah permukaan di daerah penelitian
(Geological Team AFAMC, 2009)
24
harian adalah TMI (Total Magnetic Intensity). Kemudian pengolahan data
selanjutnya adalah membuat peta TMI, proses ini dibantu dengan
menggunakan perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj.
25
3.4 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
daerah penelitian. Gradiasi warna pada peta menunjukkan variasi nilai
anomali medan magnet yang terdapat pada lokasi penelitian. Pada peta
anomali dibagi menjadi tiga kelompok warna dengan nilai anomali yang
rendah sampai dengan anomali tinggi. Warna biru tua sampai biru muda
menunjukkan nilai anomali rendah dengan rentang nilai 38400 nT sampai
dengan 39350 nT, tersebar pada daerah tahap 1 dan tahap 3 di lokasi
penelitian. Warna hijau sampai pada kuning menunjukkan anomali sedang
dengan rentang nilai anomali antara 39400 nT sampai 39550 nT, tersebar
pada daerah tahap 3 hingga tahap 2 bagian Utara. Pada daerah tahap 1 anomali
sedang berada di sekitar anomali rendah dan tinggi. Sedangkan untuk warna
jingga, merah, ungu menunjukkan nilai anomali tinggi dengan nilai antara
39600 nT sampai 40300 nT, tersebar di daerah tahap 2 yang memanjang arah
Barat-Timur, lalu tersebar di daerah tahap 1 dan tahap 3 yang berada disekitar
anomali sendang dan rendah.
28
anomali tinggi yang arah persebarannya Utara-Selatan. Arah perubahan nilai
tinggi-rendah adalah dari arah Tenggara ke Barat Laut.
Peta anomali dangkal yang diperoleh (Gambar 4.3) memiliki pola anomali
yang sama dengan pola anomali TMI, namun memiliki perbedaan nilai
anomalinya. Peta anomali dangkal di daerah penelitian menunjukkan rentang
nilai anomali antara -1262 nT sampai 562 nT, hasil tersebut merupakan
respon variasi medan magnet batuan yang dangkal pada daerah penelitian.
Pada peta anomali dangkal dibagi menjadi tiga kelompok warna dengan nilai
anomali yang rendah sampai dengan anomali tinggi. Warna biru tua sampai
29
biru muda menunjukkan nilai anomali rendah dengan rentang nilai -1262 nT
sampai dengan -356 nT, tersebar pada daerah tahap 1 dan tahap 3 di lokasi
penelitian. Warna hijau sampai pada kuning menunjukkan anomali sedang
dengan rentang nilai anomali antara -340 nT sampai -150 nT, tersebar pada
daerah tahap 3 hingga tahap 2 bagian Utara dan pada daerah tahap 1 anomali
sedang berada disekitar anomali rendah dan tinggi. Sedangkan untuk warna
jingga, merah, ungu menunjukkan nilai anomali tinggi dengan nilai antara -
140 nT sampai 562 nT, tersebar di daerah tahap 2 yang memanjang arah
Barat-Timur, lalu tersebar di daerah tahap 1 dan tahap 3 yang berada di sekitar
anomali sedang dan rendah.
30
4.3 Upward Continuation
Peta anomali medan magnet hasil koreksi IGRF belum menunjukkan anomali
residual daerah penelitian, namun masih berupa anomali residual dan noise.
Belum terpisahnya anomali residual dan noise akan mempersulit proses
interpretasi, sehingga perlu dilakukan pemisahan antara keduanya. Proses
pemisahan tersebut dilakukan dengan tahap upward continuation, sehingga
didapatkan anomali residual.
31
Gambar 4.4 Proses upward continuation dengan ketinggian (a) 5 m, (b) 10 m,
(c) 20 m, (d) 50 m.
32
4.4 Anomali Residual
Anomali residual merupakan anomali yang bersumber dari kedalaman yang
dangkal dari permukaan. Nilai anomali pada peta anomali residual akan lebih
rendah dibandingkan dengan anomali regionalnya, hal ini dikarenakan batuan
penyusun pada zona residual memiliki suseptibilitas yang lebih rendah.
33
Gambar 4.5 Peta anomali residual
Pola anomali residual yang diperoleh belum dapat memberi informasi yang
lebih detail mengenai keberadaan tubuh mineral bijih besi di bawah
permukaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan ketajaman pola
anomali untuk mendelineasi batas tubuh mineral bijih besi yang lebih detail
dan untuk mempermudah proses interpretasi baik secara kualitatif maupun
34
kuantitatif. Salah satu cara meningkatan ketajaman pola anomali adalah
dengan filter First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical
Derivative (SVD).
35
Gambar 4.6 Peta First Horizontal Derivative (FHD)
36
merupakan hasil turunan vertikal kedua dari anomali residual. Anomali
rendah (warna biru) banyak terlihat di daerah tahap 1 dan terdapat juga di
daerah tahap 3. Anomali tinggi dan sedang tersebar rata di daerah tahap 1, 2
dan 3 yang berada di sekitar anomali rendah.
37
38
Gambar 4.8 Sebaran tubuh mineral bijih besi berdasarkan peta anomali residual, FHD dan SVD
Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif berdasarkan peta anomali
residual, FHD dan SVD dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada anomali residual
sebaran tubuh mineral bijih besi diduga berada pada nilai anomali yang
rendah. Sebaran tubuh mineral bijih besi pada anomali residual yang
didapatkan sangat besar atau luas. Terdapat 3 lokasi pendugaan mineral bijih
besi, yaitu di bagian ujung Barat Daya lokasi penelitian, lalu berada di bagian
Barat area tahap 1 dan berada di Barat Laut daerah penelitian. Resolusi
anomali FHD dan SVD lebih tinggi dibandingkan dari resolusi anomali
residualnya untuk mengetahui sebaran tubuh mineral bijih besi. Pada anomali
FHD, indikasi batas tubuh mineral bijih besi berada pada anomali tinggi.
Sedangkan pada anomali SVD, indikasi keberadaan tubuh mineral bijih besi
berada pada anomali rendah. Anomali FHD dan SVD dapat memberikan
informasi lebih mengenai lokasi serta batas dari tubuh mineral bijih besi di
daerah penelitian. Tubuh mineral bijh besi tersebar paling banyak pada area
tahap 1 dan tahap 3. Anomali FHD dan SVD juga dapat mendeteksi
keberadaan tubuh mineral bijih besi yang tidak terlihat pada anomali
residualnya, yaitu pada bagian Timur pada area tahap 1.
39
koordinat yang sama. Lintasan profiling pada anomali residual, FHD dan
SVD menghasilkan profile seperti gambar di bawah ini. Total panjang
lintasan A-A’ adalah 620 meter.
40
41
Respon anomali FHD memiliki nilai berkisar dari 0 nT/m sampai 12 nT/m.
Profiling anomali FHD menunjukkan perubahan nilai selaras dengan
kemiringan dari anomali residualnya. Anomali FHD memiliki 4 nilai
maksimum atau puncak, yaitu 11 nT/m pada jarak 250 m, 4 nT/m pada jarak
350 m, 12 nT/m pada jarak 470 dan 4 nT/m pada jarak 600 m. Nilai
maksimum tersebut merupakan informasi adanya perbedaan kontras
suseptibilitas batuan di bawah permukaan. Sehingga dari anomali FHD dapat
diketahui bahwa terdapat perbedaan kontras suseptibilitas batuan di bawah
permukaan yang tidak terlihat oleh respon anomali residualnya.
Respon anomali SVD pada lintasan A-A’ terdapat rentang nilai positif dan
negatif, yaitu mulai dari 0,2 nT/m2 sampai -0,2 nT/m2. Mulai pada titik 150
terdapat perubahan nilai anomali SVD dan terus sepanjang lintasan A-A’.
Perubahan nilai tersebut diakibatkan oleh kemiringan dari respon pola
anomali residualnya. Perubahan nilai tinggi menunjukkan batas tubuh
mineral bijih besi, sedangkan perubahan nilai rendah menunjukkan
keberadaan tubuh mineral bijih besinya. Pada anomali SVD terdapat anomali
pada 570 m sampai 600 m yang tidak terdapat pada anomali residualnya.
Anomali tersebut diindikasikan sebagai tubuh mineral bijih besi yang terdapat
di bawah permukaan namun dengan kedalaman yang lebih dalam.
42
4.8.2 Forward Modelling Anomali Residual
Pemodelan bawah permukaan dilakukan dengan metode forward modelling
atau pemodelan kedepan. Forward modelling dilakukan pada data dari slice
lintasan yang sama dengan profling lintasan A-A’. selain itu, lintasan forward
modelling juga melewati daerah penampang resistivitas di daerah penelitian.
Data ketinggian titik pengukuran dimulai pada elevasi 500 meter diatas
permukaan laut (mdpl). Total panjang lintasan A-A’ adalah 620 meter.
Kedalaman target dari pemodelan adalah dari ketinggian 500 mdpl sampai 0
mdpl. Hasil dari forward modelling dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Hasil dari forward modelling lintasan A-A’ terdiri dari litologi batuan
metasedimen, batuan beku diorit dan mineral bijih besi. Dari respon anomali
residual dan penampang resistivitas dapat diketahui kondisi batuan di bawah
permukaan, dimana terdapat tubuh mineral bijih besi dan terdapat juga batuan
induk yaitu diorit. Batuan metasedimen memiliki nilai suseptibilitas yang
rendah, yaitu 0 SI. Batuan beku diorit memiliki nilai suseptibilitas yang
tinggi, yaitu 0,112 SI. Begitu juga dengan mineral bijih besi memiliki
suseptibilitas yang tinggi, yaitu bernilai 0,128 SI. Tingginya nilai
suseptibilitas antara mineral bijih besi dengan batuan sekitarnya yaitu
metasedimen sehingga menyebabkan respon anomali tinggi. Semakin tubuh
mineral bijih besi tersebut dekat ke permukaan, maka responnya akan
semakin tinggi juga.
43
44
Gambar 5.3 Korelasi forward modelling dengan profiling FHD dan SVD
Keberadaan mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari
permukaan (500 m) yang terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m.
Batuan beku diorit terletak tepat di bawah tubuh mineral bijih besi, yang
diinterpretasikan merupakan terjadi proses metasomatik kontak pada
pembentukan mineral bijih besi di daerah penelitian. Penulis menggunakan
beberapa informasi bantuan untuk melakukan forward modelling yaitu
penampang resistivitas, profiling FHD dan profiling SVD. Korelasi forward
modelling dengan profiling FHD dan SVD dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Berdasarkan Gambar 5.3 terdapat 3 tubuh bijih besi. Hal ini sebelumnya tidak
diketahui dari informasi profile anomali residual, namun dengan filter FHD
dan SVD dapat terlihat adanya respon berupa anomali rendah pada SVD dan
anomali naik pada FHD. Berdasarkan respon anomali residual, di tengah
lintasan A-A’ diketahui terdapat keberadaan dari tubuh mineral bijih besi di
bawah permukaan, namun anomali residual belum bisa memberikan
informasi lebih mengenai batas tubuh mineral bijih besinya. Sehingga penulis
menggunakan informasi dari profiling FHD dan SVD untuk mengetahui batas
antara tubuh mineral bijih besi. Pada area ini terdapat batas antara 2 tubuh
mineral bijih besi yang berdekatan terletak pada jarak 380 m dan kedalaman
50 m.
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Anomali residual di daerah penelitian dapat diperoleh dengan proses
koreksi IGRF serta metode upward continuation, dimana IGRF sebagai
anomali regionalnya dan upward continuation dilakukan untuk
menghilangkan noise di daerah penelitian.
2. Ketajaman pola anomali residual di daerah penelitian dapat ditingkatkan
dengan metode FHD dan SVD.
3. Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif berada di anomali rendah
pada anomali residual. Pada anomali FHD, batas tubuh mineral bijih besi
berada pada anomali tinggi. Sedangkan pada anomali SVD, keberadaan
tubuh mineral bijih besi berada pada anomali rendah.
Secara kuantitatif, pada lintasan A-A’ terdapat litologi batuan
metasedimen, batuan beku diorit dan mineral bijih besi. Keberadaan
mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari permukaan
(500 m) yang terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada anomali
residual. Pada lintasan A-A’, respon anomali FHD dan SVD dapat
mengetahui keberadaan dan batas tubuh mineral bijih besi yang
sebelumnya tidak diketahui dari respon anomali residualnya.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan survei geofisika lanjutan yang lebih detail di daerah
penelitian untuk mengetahui secara detail kondisi tubuh mineral bijih besi
di bawah permukaan.
2. Saran untuk penelitian berikutnya adalah menggunakan filter analisis
sinyal dan First Vertical Derivative (FVD) untuk peningkatan ketajaman
pola anomali pada data magnetik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Aufi, M. U., Tony, Y., & Dadan, D. W., 2017. Aplikasi metode magnetik untuk
identifikasi sebaran bijih besi di Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Youngster Physics Journal Vol. 6, No.4, Hal. 296-303.
Geological Team AFAMC. 2009. Iron ores exploration at parcel 2. Final report.
Municipality of Bayog Zamboanga Del Sur Province Republic of the
Philipines.
Grandis, H., & Dahrin, D. 2017. The Utility of Free Software for Gravity and
Magnetic Advanced Data Processing. IOP Science: Southest Asian
Conference on Geophysics.
Gross, G.A., Gower, C.F., & Lefebure, D.V., 1997. Magmatic Ti-Fe±V oxide
deposits. British Columbia Ministry of Employment and
Investment, 1, 24J-1 - 24J-3. http://www.unalmed.edu.co/rrodriguez
/magmaticTi-Feoxidedeposits.htm.
Jensen, M., & Bateman, A.M., 1981. Economic Mineral Deposits. Canada : Jhon
Wiley and Sons Inc.
48
Pardiarto, B., & Widodo, W., 2007. Genesa besi dan alumina laterit. Kelompok
Kerja Mineral. Pusat Sumber Daya Geologi Bul.,3,14-24.
Satiawan, Soni. 2009. Aplikasi Kontinuasi Keatas dan Filter Panjang Gelombang
Untuk Pemisahan Anomali Regional – Residual Pada Data Geomagnetik.
Paper Tugas Akhir. Bandung: ITB.
Sianturi, M.I., 2002, Transformasi Logaritmik dan Transformasi Variasi Pola Data
Anomali Magnetik. Tugas Akhir, Program Studi Geofisika Departemen GM-
ITB.
Telford, W.M., Goldrat, L.P., dan Sheriff, R.P., 1990, Applied Geophysics 2nd ed,
Cambridge University Pres, Cambridge.
Yudistira, T., Perdana, F., dan Grandis, H. 2004. Aplikasi Turunan Fraksional Pada
Data Magnet. Jurnal Geofisika. Bandung : ITB.
Zaenudin, A., Sarkowi, M., dan Suharno. 2013. Pemodelan Sintetik Gradien
Gayaberat Untuk Identfikasi Sesar. Jurusan Teknik Geofisika Fakultas
Teknik, UNILA.
49
PENINGKATAN KETAJAMAN POLA ANOMALI SECARA
LATERAL DENGAN FIRST HORIZONTAL DERIVATIVE DAN
SECOND VERTICAL DERIVATIVE PADA DATA MAGNET
EKSPLORASI BIJIH BESI DI BAYOG ZAMBOANGA DEL SUR
FILIPINA
Falah Fadjariansyah Kusuma Kautsar*a, Rizka b, Ahmad Zaenuddinc
a Institut Teknologi Sumatera
b Institut Teknologi Sumatera
c Universitas Lampung
* E-mail: falahfadjariansyah@gmail.com
Abstract: Ground magnetic survey has been done at Bayog Zamboanga Del Sur by the geology
team of Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). The results of this survey obtain Total
Magnetic Intensity (TMI) in the study area. This research is trying to increase the sharpness of
TMI anomaly pattern to delineate the body of iron ore. One way to increase the sharpness of
anomaly patterns is the First Horizontal Derivative (FHD) and Second Vertical Derivative (SVD)
method. FHD and SVD profile as a guideline in process of forward modeling to determine the
body limits of iron ore minerals in the study area. The distribution of iron ore body is qualitatively
at low price in residual anomaly. In FHD anomalies, iron ore body limits are at high anomalies.
Whereas in the SVD anomaly, the location of iron ore mineral body is at a low anomaly.
Quantitatively, at line A-A', the location of iron ore minerals can be found from a depth of 50 m
from the surface (500 m) and located along the 250 to 460 m points in residual anomalies. At
line of A-A’, the FHD and SVD anomaly respons can determine the location of iron ore bodies that
were previously unknown from the residual anomaly response.
Abstrak: Telah dilakukan survei magnetik darat di Bayog Zamboanga Del Sur Filipina oleh team
geologi Alpha First Asia Mining Corporation (AFAMC). Hasil dari survei ini mendapatkan Total
Magnetic Intensity (TMI) di daerah penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
peningkatan ketajaman pola anomali TMI untuk mendelineasi tubuh mineral bijih besi. Salah
satu cara peningkatan ketajaman pola anomali adalah dengan filter First Horizontal Derivative
(FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD). Penelitian ini juga melakukan forward modeling
untuk melihat model bawah permukaan tubuh mineral bijih besi di daerah penelitian. Profiling
FHD dan SVD menjadi pedoman dalam melakuan forward modeling untuk menentukan batas
tubuh mineral bijih besi di daerah penelitian. Sebaran tubuh mineral bijih besi secara kualitatif
berada di anomali rendah pada anomali residual. Pada anomali FHD, batas tubuh mineral bijih
besi berada pada anomali tinggi (7 nT/m). Sedangkan pada anomali SVD, keberadaan tubuh
mineral bijih besi berada pada anomali rendah (-0,128 nT/m2). Secara kuantitatif, pada lintasan
A-A’ keberadaan mineral bijih besi terdapat mulai dari kedalaman 50 m dari permukaan (500 m)
yang terletak di sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada anomali residual. Pada lintasan A-A’,
respon anomali FHD dan SVD dapat mengetahui keberadaan dan batas tubuh mineral bijih besi
yang sebelumnya tidak diketahui dari respon anomali residualnya.
B. Interpretasi Kuantitatif
Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 3
tubuh bijih besi. Hal ini sebelumnya tidak
diketahui dari informasi profile anomali
residual, namun dengan filter FHD dan SVD
dapat terlihat adanya respon berupa
anomali rendah pada SVD dan anomali naik
pada FHD. Berdasarkan respon anomali
residual, di tengah lintasan A-A’ diketahui
terdapat keberadaan dari tubuh mineral bijih
Gambar 7. Korelasi forward modeling dengan profiling
besi di bawah permukaan, namun anomali FHD dan SVD
residual belum bisa memberikan informasi
lebih mengenai batas tubuh mineral bijih Keberadaan mineral bijih besi terdapat mulai
besinya. Sehingga penulis menggunakan dari kedalaman 50 m dari permukaan (500
informasi dari profiling FHD dan SVD untuk m) yang terletak di sepanjang titik 250 m
mengetahui batas antara tubuh mineral bijih sampai 460 m. Batuan beku diorit terletak
besi. Pada area ini terdapat batas antara 2 tepat di bawah tubuh mineral bijih besi, yang
tubuh mineral bijih besi yang berdekatan diinterpretasikan merupakan terjadi proses
terletak pada jarak 380 m dan kedalaman 50 metasomatik kontak pada pembentukan
m. mineral bijih besi di daerah penelitian.
Penulis menggunakan beberapa informasi
bantuan untuk melakukan forward modeling
yaitu penampang resistivitas, profiling FHD
dan profiling SVD. Korelasi forward modeling
dengan profiling FHD dan SVD dapat dilihat
pada Gambar 7.
Kesimpulan
1. Ketajaman pola anomali residual di
daerah penelitian dapat ditingkatkan
dengan metode FHD dan SVD.
2. Sebaran tubuh mineral bijih besi secara [6] Blakely, R. J. 1996. Potential Theory in Gravity
kualitatif berada di anomali rendah pada and Magnetic Applications. Cambridge:
Cambridge University Press.
anomali residual. Pada anomali FHD, [7] Telford, W.M., Goldrat, L.P., dan Sheriff, R.P.,
batas tubuh mineral bijih besi berada 1990, Applied Geophysics 2nd ed, Cambridge
pada anomali tinggi. Sedangkan pada University Pres, Cambridge.
anomali SVD, keberadaan tubuh mineral
bijih besi berada pada anomali rendah.
Secara kuantitatif, pada lintasan A-A’
terdapat litologi batuan metasedimen,
batuan beku diorit dan mineral bijih besi.
Keberadaan mineral bijih besi terdapat
mulai dari kedalaman 50 m dari
permukaan (500 m) yang terletak di
sepanjang titik 250 m sampai 460 m pada
anomali residual. Pada lintasan A-A’,
respon anomali FHD dan SVD dapat
mengetahui keberadaan dan batas tubuh
mineral bijih besi yang sebelumnya tidak
diketahui dari respon anomali
residualnya.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan rasa syukur kepada
Allah SWT dan mengucapkan terimakasih
kepada kedua orangtua penulis, dosen
pembimbing Bapak Soni Satiawan, S.T.,
M.T., Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si,
M.T. dan Ibu Rizka, S.T., M.T. atas
bimbingan selama proses penelitian
hingga penulisan serta teman-teman
laskar magnetik atas saran dan dukungan
selama ini.
Daftar Pustaka
[1] Grandis, H., Yudistira, T. 2001. Transformasi Data
Magnetik Menggunakan Sumber Ekivalen 3-D.
Prosiding PIT HAGI ke-26, Jakarta.
[2] Sianturi, M.I. 2002. Transformasi Logaritmik dan
Transformasi Variasi Pola Data Anomali
Magnetik. Tugas Akhir, Program Studi Geofisika
Departemen GM-ITB.
[3] Yudistira, T., Perdana, F., dan Grandis, H. 2004.
Aplikasi Turunan Fraksional Pada Data Magnet.
Jurnal Geofisika. Bandung : ITB.
[4] Zaenudin, A., Sarkowi, M., dan Suharno. 2013.
Pemodelan Sintetik Gradien Gayaberat Untuk
Identfikasi Sesar. Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik, UNILA.
[5] Hartati, A. 2012. Identifikasi Struktur Patahan
Berdasarkan Analisa Derivative Metode
Gayaberat Di Pulau Sulawesi. Depok: Universitas
Indonesia.