TBR ARDHILA - Manajemen Injeksi Lokal Pada Nyeri Bahu
TBR ARDHILA - Manajemen Injeksi Lokal Pada Nyeri Bahu
Disusun oleh:
Ardhila Aida Nirmala G4A015138
Pembimbing:
dr. Untung Gunarto, Sp.S
2017
2
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Ardhila Aida Nirmala G4A015138
Pembimbing:
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang...........................................................................................4
B. Jurnal.........................................................................................................5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi..............................................................................10
B. Definisi.....................................................................................................12
C. Etiologi.....................................................................................................12
D. Patofisiologi..............................................................................................13
E. Manifestasi Klinis.....................................................................................14
F. Diagnosis..................................................................................................16
G. Penatalaksanaan........................................................................................17
H. Manajemen Injeksi Lokal.........................................................................18
III. KESIMPULAN.............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 24
4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri bahu merupakan keluhan umum dengan prevalensi sekitar 16% di
komunitas. Nyeri bahu dapat terjadi akibat beberapa gangguan yang
mendasarinya termasuk rotator cuff tendinopathy, adhesive capsulitis (frozen
shoulder) dan osteoartritis. Kondisi ini mungkin dapat melumpuhkan dan
menyebabkan biaya ekonomi yang signifikan. Secara umum, perbedaan antara
gangguan yang mendasari nyeri bahu tidak selalu jelas dan diketahui bahwa
dokter umum biasanya menggunakan pendekatan pragmatis dengan
menggunakan istilah ‘nyeri bahu’ yang tidak spesifik daripada diagnosis
spesifik tertentu dalam catatan (Kuijpers et al., 2006; Linsell et al., 2006).
B. Jurnal
Pendahuluan:
Frozen shoulder merupakan sindrom klinis yang dikarakteristikkan
sebagai pembatasan yang menyakitkan dari gerakan aktif maupun pasif.
6
Biasanya dianggap sebagai self-limiting condition namun bukti yang ada tidak
menganggapnya demikian. Penyebabnya secara umum masih belum diketahui.
Tata nama variabel, laporan yang tidak konsisten mengenai tahapan penyakit
serta banyaknya terapi membuat kondisi ini membingungkan serta
berkontradiksi dari literatur yang ada.
Berbagai macam terapi intervensi yang tersedia bertujuan untuk
mengembalikan gerakan serta mengurangi nyeri pada pasien dengan frozen
shoulder. Hal ini termasuk istirahat, obat-obatan NSAID (Non-steroidal anti-
inflamatory drugs), mobilisasi aktif dan pasif, fisioterapi, oral dan intra-
artikular kortikosteroid, hidro-dilatasi, manipulasi dibawah anestesi,
arthroscopic capsular release dan blok saraf suprascapular. Terapi frozen
shoulder sendiri ini sulit karena belum ada satupun terapi yang digunakan saat
ini terbukti efektif. Injeksi kortikosteroid intra-artikular sendiri biasanya
digunakan untuk mengobati capsulitis adhesive.
Penelitian ini diadakan untuk mengevaluasi keefektivan dari injeksi
kortikosteroid (metilprednisolon) intra-artikular sebagai terapi frozen shoulder
dalam tindak lanjut ringan.
Metodologi:
Penelitian quasi eksperimental ini diadakan di departemen rawat jalan
Bedah Ortopedi, Hayatabad Medical Complex, Peshawar dari Februari 2010
sampai Oktober 2010. Perbaikan dalam nyeri dan disabilitas menggunakan
shoulder pain and disability index merupakan pengukuran hasil akhir yang
utama. Pasien yang dipilih dalam penelitian ini berdasarkan teknik non-
probability consecutive sampling. Pasien dengan frozen shoulder idiopatik usia
lebih dari 18 tahun dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan
diinklusi. Pasien dengan frozen shoulder idiopatik yang memiliki riwayat
injeksi lokal intra-artikular sebelumnya, frozen shoulder sekunder, dan lost to
follow selama 4 minggu dieksklusi. Persetujuan etik didapatkan dari review
isntitusional dan dewan etik.
Pasien didiagnosis sebagai kasus frozen shoulder idiopatik secara klinis
mengalami nyeri bahu setidaknya dalam durasi satu bulan dengan diiringi
keterbatasan gerakan glenohumeral aktif maupun pasif yang berat, dalam
7
segala rentang gerak khususnya rotasi internal, dengan X-rays normal dari
sendi glenohumeral yang terkait. Dalam memasukkan data pasien (nyeri bahu
dan disabilitas) dicatat dalam shoulder pain and disability index (tabel 1).
Semua pasien menerima injeksi kortikosteroid intra-artikular. Diberikan dalam
campuran 2 ml (80 mg) metilprednisolon dan 1 ml lignocaine 2% (untuk
pereda nyeri lokal akibat injeksi intra-artikular), dalam jarum suntik tunggal.
Follow up setelah empat minggu disarankan dan skor SPADI dicatat untuk
variabel.
Data dianalisis dengan SPSS 10. Frekuensi dan persentasi dihitung untuk
variabel kategorik seperti jenis kelamin dan evaluasi bahu. Rata-rata dan
standar deviasi dihitung untuk variabel numerik seperti skor Visual Analogue
Scale dari nyeri dan disabilitas dalam baseline dan dalam interval empat
minggu. Student t test diaplikasikan untuk mengetahui perbedaan intensitas dari
nyeri dan disabilitas sebelum dan sesudah terapi dengan injeksi kortikosteroid
intra-artikular yang signifikan secara statistik. Nilai p <0.05 dianggap sebagai
level signifikan.
Hasil:
Sebanyak 126 pasien terdaftar. Tiga belas pasien lost to follow up selama 4
minggu dan dieksklusi. Analisis akhir dibuat pada 113 pasien. Usia rata-rata
pasien yang mengikuti penelitian ini adalah 49±9.3 tahun. Terdapat 62 (55%)
laki-laki dan 51 (45%) wanita. Pada 47 (42%) pasien, bahu sisi kanan
(dominan) yang terpengaruh sedangkan 66 (58%) pasien bahu sisi kiri (non-
dominan) yang terpengaruh.
Dengan menggunakan SPADI baseline subskala nyeri adalah 81±7.2 dimana
terdapat perbaikan menjadi 14.5±7.4 pada minggu ke 4 injeksi kortikosteroid
intra artikular pada sendi glenohumeral yang terlibat. Saat dibandingan secara
statistik nilai p yang signifikan 0.000 didapatkan. Baseline rata-rata skor
subskala disabilitas SPADI adalah 79.5±7.6 dimana terjadi perbaikan menjadi
25.6±18.2 pada minggu ke 4 injeksi intra-artikular pada sendi glenohumeral
yang terlibat (p 0.040).
8
Diskusi:
Frozen shoulder atau adhesif capsulitis merupakan masalah yang biasanya
dijumpai di praktik umum yang dpresentasikan sebagai nyeri yang mungkin
berat dengan berkurangnya fungsi dan gerakan secara bertahap. Kekakuan yang
menyakitkan pada bahu merupakan entitias klinis yang tidak jelas yang sulit
dinilai dan diobati. Efektivitas injeksi steroid pada follow up jangka pendek
tidak dapat dipungkiri namun efektivitas follow up pada jangka menengah dan
jangka panjang belum ditetapkan. Dalam penelitian ini kami menetapkan
perbaikan klinis yang ditandai pada populasi yang diteliti.
Baseline karakteristik dalam penelitian kami sejalan dengan yang telah
dilaporkan dalam kepustakaan. Tidak terdapat predileksi rasial yang dilaporkan
dalam kepustakaan, meskipun demikian wanita dianggap lebih banyak
terpengaruh dibandingkan pria. Frozen shoulder idiopatik mungkin dapat
mempengaruhi kedua bahu pada sebesar 16% pasien. Hal ini lebih umum pada
bahu kiri (non-dominan-66%) dibandingkan bahu kanan (dominan-47%).
Meskipun kepustakaan memberi kesan bahwa kondisi ini lebih umum terjadi
pada wanita, namun pada penelitian kami dan penelitian yang dilakukan oleh
Ahmad et al frekuensi lebih banyak pada pria.
Kortikosteroid intra-artikular memiliki efek aditif dalam meredakan nyeri
dengan cepat, terutama pada minggu pertama periode pengobatan. Pada pasien
dengan adhesive capsulitis yang memiliki gejala predominan, terapi
kortikosteroid intra-artikular dapat disarankan bersamaan dengan berolahraga.
Pada uji coba kontrol terandomisasi dari kortikosteroid intra-artikular
dibandingkan dengan plasebo dengan atau tanpa fisioterapi, seluruh peserta
diberikan program latihan di rumah yang sama. Ukuran hasil akhir dinilai pada
6 minggu. Diketahui bahwa kortikosteroid dapat memberi perbaikan dalam
nyeri dan disabilitas dibandingkan dengan plasebo.
Carrete et al membandingkan empat terapi: injeksi kortikosteroid intra-
artikular (dibawah kontrol fluoroscopik) ditambah fisioterapi, injeksi
kortikosteroid sendiri, injeksi salin ditambah fisioterapi, dan injeksi salin
sendiri. Peneliti menyimpulkan bahwa kortikosteroid intra-artikular (dengan
atau tanpa fisioterapi) memberikan perbaikan nyeri dan disabilitas secara
9
B. Definisi
Frozen shoulder merupakan penyakit dengan karakteristik nyeri dan
keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh orang
berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan. Frozen
shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali tidak
menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada foto rontgen
tetapi menunjukkan adanya pembatasan gerak. Frozen shoulder dapat
diidentikkan dengan capsulitis adhesive dan periarthritis yang ditandai dengan
keterbatasan gerak baik secara pasif maupun aktif pada semua pola
gerak[ CITATION Dav09 \l 1057 ].
C. Etiologi
Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatik atau akibat
kondisi yang menyebabkan sendi tidak dapat digunakan. Frozen shoulder
idiopatik sering terjadi pada dekade ke empat atau ke enam. Rotator cuff
tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar collum dan caput
humeri, stroke paralitik adalah faktor predisposisi yang sering menyebabkan
terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff tendinopati
13
dengan sekitar 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai frozen
shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak menjalani
fisioterapi juga memiliki risiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama juga
dapat menyebabkan frozen shoulder. Frozen shoulder dapat terjadi setelah
imobilisasi yang lama akibat trauma atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya
hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi pada sepertiga kasus pergerkannya
yang terbatas dapat terjadi pada kedua lengan[ CITATION Mor15 \l 1057 ].
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai
frozen shoulder, teori tersebut adalah[CITATION Kei101 \l 1057 ]:
1. Teori hormonal
Pada umumnya Capsulitis adhesive terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
2. Teori genetik
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari Capsulitis adhesive,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada
saat yang sama.
3. Teori auto immuno
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
4. Teori postur
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
D. Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama.
Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi
bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien
yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana
tidak tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi
tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti
sekunder dan bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan
reaksi timbunan protein, edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis
14
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi
dalam tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini
biasanya berjalan selama 1 hingga 3 tahun[ CITATION Mor15 \l 1057 ].
1. Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase
ini diawali dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri
saat tidur dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk
menghindari nyeri. Pasien akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah
deltoid. Sering kali pasien tidak akan meminta bantuan medis pada fase
ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan sendirinya. Mereka dapat
15
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada penderita didapatkan keluhan nyeri hebat dan atau keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS). Penderita tidak bisa menyisir rambut, memakai
baju, menggosok punggung waktu mandi, atau mengambil sesuatu dari
saku belakang. Keluhan lain pada dasarnya berupa gerakan abduksi-
eksternal rotasi, abduksi-internal rotasi, maupun keluhan keterbatasan gerak
lainnya[ CITATION Pri03 \l 1057 ].
2. Pemeriksaan Fisik
Capsulitis adhesive merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka
gerakan aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke
leher lengan atas dan punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya
nyeri. Gerakan pasif dan aktif terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi
dan rotasi interna lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu[
CITATION Pri03 \l 1057 ].
Tes “appley scratch” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi
lingkup gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus
medialis skapula dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala
(Gambar 2.3). Pada Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan
gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara
pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot
bahu sebagai penyebab keterbatasan[ CITATION Pri03 \l 1057 ].
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus “rotator cuff”. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat
bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot
17
3. Pemeriksaan Penunjang
Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu
penyakit juga dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penujang dilakukan sesuai dengan masing-masing penyakit. Pada
Capsulitis adhesive pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu
pemeriksaan radiologi (x-ray untuk menyingkirkan arthritis, tumor, dan
deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI atau arthrogram (dilakukan bila
tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu), dan pemeriksaan
ultrasound[ CITATION Lau09 \l 1057 ].
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan
diawali dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri,
dilanjutkan dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) untuk mengurangi
nyeri[ CITATION Mor15 \l 1057 ].
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan
radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis
18
digunakan untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu.
Kortison diinjeksikan pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada
kondisi ini[ CITATION Mor15 \l 1057 ].
Kapsul bahu juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga
terjadi rupture pada kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena
kontraksi. Tindakan ini disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa
penelitian yang meragukan kegunaan terapi tersebut[ CITATION Mor15 \l
1057 ].
Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk
melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan
sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan berupa
arthroskopi[ CITATION Mor15 \l 1057 ].
untuk melihat apakah nyeri benar-benar berasal dari sendi. Kedua, dapat
digunakan sebagai terapi dalam meredakan inflamasi dan nyeri yang
disebabkan berbagai kondisi[ CITATION Orl16 \l 1057 ].
Injeksi steroid berisi kortikosteroid (triamcinolone, methylprednisolone,
dexamerhasone) dan agen mati rasa anestesi (lidocaine, bupivacaine). Obat ini
langsung dimasukkan ke sendi yang nyeri, ke dalam kapsul sendi. Injeksi
kortikosteroid dapat mengurangi inflamasi dan bekerja efektif saat dimasukkan
langsung ke area yang sakit. Pereda nyeri ini dapat bertahan dari beberapa hari
sampai beberapa tahun, memungkinkan kondisi pasien membaik dengan terapi
fisik dan program latihan. Secara khusus, injeksi sendi direkomendasikan untuk
mereka yang tidak merespon terhadap terapi konservatif lain, seperti medikasi
oral anti inflamasi, istirahat, atau terapi fisik[ CITATION Orl16 \l 1057 ].
Injeksi sendi steroid dilakukan menggunakan tuntunan fluoroscopic (x-ray)
dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang sedang terinfeksi, hamil, atau
memiliki masalah perdarahan. Injeksi ini mungkin dapat sedikit meningkatkan
kadar gula darah pada pasien dengan diabetes. Selain itu mungkin juga dapat
meningkatkan tekanan darah atau tekanan intra okular sementara pada pasien
dengan glaukoma [ CITATION Orl16 \l 1057 ].
Prosedur ini dapat dilakukan oleh physiatrists (PM&R), radiologists,
anesthesiologists, neurologists, dan surgeons. Pasien yang sedang
menggunakan aspirin atau dalam medikasi antikoagulan atau antiplatelet
mungkin harus menghentikan pengobatan selama beberapa hari sebelum
dilakukannya prosedur [ CITATION Orl16 \l 1057 ].
Pada saat dilakukannya prosedur, pasien harus menandatangani informed
consent, menginformasikan daftar obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat
ini, dan obat apa saja yang membuat alergi. Prosedur ini mungkin dapat
berjalan 15-45 menit yang diikuti oleh periode pemulihan [ CITATION Orl16 \l
1057 ].
Langkah-langkah dalam prosedur injeksi lokal (Orlando & Lynch, 2016;
Rastogi et al., 2016):
1. Persiapkan pasien
20
merasakan nyeri lagi, prosedur dapat diulangi. Jika pasien tidak mengalami
perbaikan nyeri sama sekali, terapi lain dapat direkomendasikan [ CITATION
Orl16 \l 1057 ].
Dengan risiko yang sedikit, injeksi sendi steroid dapat dipertimbangkan
sebagai terapi non-bedah yang sesuai untuk beberapa pasien. Risiko yang
berpotensial berkaitan dengan pemasukan jarum suntik termasuk perdarahan,
infeksi, reaksi alergi, nyeri kepala, dan kerusakan saraf (jarang). Efek samping
kortikosteroid mungkin dapat menyebabkan peningkatan berat badan
sementara, retensi air, flushing (hot flashes), perubahan emosi yang cepat
(mood swings) atau insomnia, dan peningkatan kadar gula darah pada pasien
diabetes. Efek ini biasanya hilang dalam 7-10 hari [ CITATION Orl16 \l 1057 ].
Gambar 2.6. Konsep injeksi dengan bantuan ultrasound probe. A. Gambar tiga-dimensi
memperlihatkan probe sebelum menekan kulit; B. Gambar tiga-dimensi memperlihatkan
ujung probe berlawanan jarum telah ditekan ke dalam kulit sementara ujung yang lebih
dekat diangkat dengan lembut. Manuver meratakan sudut antara probe dan jarum,
memudahkan visualisasi jarum[ CITATION Ras16 \l 1057 ].
23
III. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA