MANAJEMEN NYERI
Instalasi Paliatif
Rumah Sakit Kanker Dharmais
Edisi Maret 2019
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Definisi...................................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................... 2
D. Ruang Lingkup ......................................................................................... 2
E. Tatalaksana............................................................................................... 2
BAB VPENUTUP............................................................................................... 44
A. LATAR BELAKANG
Rasa nyeri adalah penyebab paling sering membuat orang menderita dan
menyebabkan disabilitas serta merupakan alasan paling umum orang mencari
pertolongan medis. Nyeri juga merupakan gejala utama dalam banyak kondisi medis,
yang secara signifikan mengganggu kualitas hidup dan fungsi umum seseorang.
Kebutuhan untuk tatalaksana nyeri telah lama dimasukan sebagai salah satu hak
asasi manusia, dan pada tahun 1999 The joint Commission on Accreditation of
Healthcare Organization (JCAHO saat ini JCI) menyusun standar pelayanan untuk
menjamin seluruh pasien mendapatkan haknya untuk mendapatkan pengkajian dan
tatalaksana nyeri yang memadai, dan menyebut nyeri sebagai the fifth vital sign
(tanda vital kelima) yang harus di nilai secara rutin.
B. DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau berpotensi terjadinya
kerusakan jaringan atau tergambarkan seperti adanya kerusakan jaringan tersebut
(International Association for the Study of Pain/ IASP 1979).
1. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas (kurang
dari 6 minggu), yang memiliki hubungan waktu dan kausal dengan cedera atau
penyakit.
2. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama (> 12
minggu), dimana rasa nyerinya terus menerus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan kerusakan jaringan dan seringkali tidak diketahui penyebabnya
yang pasti.
3. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang terjadi pada jaringan yang intak yang
mendapatkan rangsangan kuat (disebut juga rangsang noksius), biasa disebabkan
suhu yang ekstrim, mekanik maupun kimiawi. Dapat berupa nyeri somatik atau
nyeri viseral.
4. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau kerusakan
sistem saraf perifer atau sentral, atau disebabkan adanya disfungsi sistem saraf
5. Nyeri kanker adalah nyeri yang menyertai kanker yang dapat disebabkan oleh
kankernya sendiri (cancer-related 60-90%), akibat terapinya (treatment-related 5-
20%) atau yang tidak berhubungan dengan kankernya (non-cancer-dependent 3-
10%). Nyeri kanker dapat bersifat akut atau kronik, nosiseptif, neuropatik, atau
campuran nosiseptif-neuropatik.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Menjadikan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sebagai RS bebas nyeri dan
berstandar internasional.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan skrining dan pengkajian nyeri pada pasien yang berada di RS.
D. RUANG LINGKUP
Semua pasien di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” di :
a. Unit Gawat Darurat
b. Rawat Inap
c. Rawat Jalan
E. TATA LAKSANA
Semua pasien yang masuk di RS. Kanker Dharmais dilakukan skrining terhadap
ada tidaknya nyeri. Skrining awal nyeri dilakukan saat pasien masuk Unit gawat
Darurat, Rawat Jalan maupun Rawat Inap yang dilakukan oleh perawat. Jika
ditemukan keluhan nyeri selanjutnya dilakukan pengkajian nyeri oleh dokter
dan/atau perawat secara komprehensif yang bertujuan menemukan penyebab nyeri
dan menentukan terapi yang optimal.
Manajemen nyeri yang optimal didasarkan pada etiologi dan karateristik nyeri serta
kondisi klinis pasien. Standar emas penilaian nyeri adalah self-report. Selanjutnya
dokter dan atau perawat wajib melakukan pengkajian nyeri secara rutin (seperti halnya
dalam pemeriksaan tanda vital) setiap melakukan visit/pemeriksaan pasien, dengan
cara memberi kesempatan bagi pasien untuk mengungkapkan, dengan kata-kata
mereka sendiri, bagaimana mereka merasakan rasa nyeri mereka atau menggunakan
alat bantu pengkajian nyeri.
PENGKAJIAN NYERI
A. PENGKAJIAN NYERI
1. Mnemonik PQRST dapat membantu dokter/perawat untuk melakukan pengkajian
nyeri
P : Provocative = hal yang mencetuskan nyeri (misal luka operasi, trauma,
tumor), faktor yang memberatkan dan meringankan nyeri.
Q : Quality = deskripsikan karakteristik nyeri, seperti apa dirasakan, seperti
tertusuk benda tajam, tumpul, terbakar, tersetrum, disertai rasa
kesemutan, dll
R : Regio/Radiation = daerah dimana nyeri dirasakan dan menjalar/tidak
S : Severity = intensitas nyeri, seberapa berat nyeri dirasakan
menggunakan skala 0 – 10
T : Time = Waktu yang berkaitan dengan nyeri, kapan saja muncul nyeri,
frekuensi, hilang timbul/terus menerus, breaktrough pain (renjatan nyeri)
c. Riwayat psikososial
Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
Identifikasi pengasuh/perawat utama (primer) pasien
Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
Pembatasan/restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang
berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.
Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien
dengan program penanganan/manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien
dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi/ psikofarmaka.
Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien/keluarga.
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
3. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik secara komprehensif terutama pada regio yang
dirasakan nyeri (ada tidaknya deformitas, tanda-tanda inflamasi, nyeri tekan,
trigger point) dan pemeriksaan sistem neuromuscular untuk mencari ada tidaknya
gangguan neurologis seperti kelemahan, hiperalgesia, alodinia, hipoestesia serta
pemeriksaan gangguan fungsi. Beberapa manuver yang memicu nyeri seperti
straight-leg test dan tes gerakan persendian dapat dilakukan untuk membantu
menegakan diagnosis.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah, radiologi (Rontgen, CT scan, MRI), bone scan,
dan lain sebagainya dilakukan sesuai dengan indikasi untuk menegakan diagnosis
penyebab nyeri.
BPS menggambarkan nyeri dalam rentan skor antara 3 (tidak nyeri) hingga 12
(nyeri paling hebat). Bila Skor 6 pasien perlu ditambahkan obat analgesik dan
sedasi.
SKOR
KRITERIA
0 1 2 Nilai
Face (Wajah)
Tidak ada Sesekali Dagu
ekspresi tertentu meringis atau gemetaran
atau senyum mengerutkan secara berkala
kening, menarik atau konstan,
diri, tidak tertarik rahang
mengepal
Legs (Kaki)
Posisi normal Gelisah, Menendang
atau santai khawatir, tegang atau menarik
kaki
Activity Melengkung,
Berbaring tenang, Menggeliat,
(Aktivitas) kaku atau
posisi normal, mondar-mandir, menyentak
bergerak dengan tegang
mudah
Cry (Tangis) Menangis
Tidak ada Mengerang atau
secara terus
teriakan (terjaga merintih, menerus,
atau tertidur) sesekali menjerit atau
isak tangis,
e. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan pemantauan setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat- obat intravena.
BAB III
MANAJEMEN NYERI
1. Farmakologi
Pemilihan obat untuk mengatasi nyeri disesuaikan dengan derajat nyeri yang
dirasakan oleh pasien (lihat Gambar 4). Konsep World Health Organization (WHO)
Three-Step Analgesic Ladder (1986) untuk membantu klinisi dalam pemilihan obat
anti nyeri (Gambar 3).
Skrining Nyeri
tiap shift Skala 1-3 Skala 4-6 Skala 7-10
d. Anti Konvulsan
a) Carbamazepine
Efektif untuk nyeri neuropatik.
Efek samping : somnolen, gangguan berjalan, pusing.
Dosis : 400 – 1800 mg/hari (2-3 kali perhari). Mulai dengan dosis kecil
(2x100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif.
b) Gabapentin
Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik.
Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik.
Dosis : 100 – 4800 mg/hari (3 – 4 kali sehari).
c) Pregabalin
Merupakan salah satu pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik.
Pregabalin 2-4 kali lebih efektif sebagai analgesik dibanding gabapentin.
Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik.
Dosis : 50-300 mg/hari (2-3 kali sehari).
e. Opioid
Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
Dosis opioid dapat disesuaikan pada setiap individu dengan menggunakan
metode titrasi.
Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
Efek samping Opioid ;
1. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada :
2) Morfin Parenteral
o Indikasi :
Jika terdapat gangguan menelan
Mual dan muntah hebat
Ada obstruksi usus
Penuruna kesadaran
Kebutuhan dosis morfin yang tinggi
Nyeri hebat pada pasien yang tidak patuh untuk minum
obat.
b) Oksikodon
Oksikodon merupakan opioid kuat dan agonis opioid komplit.
Berikatan dengan reseptor mu, kappa, delta.
Opioid semisintetik, derivat dari tebain.
Bioavailabilitas oral Oksikodon : 50–87% lebih besar dari
bioavailabilitas morfin yang hanya15–40%.
Dosis Equivalensi morfin : oksikodon 1.5 – 2 : 1.
Oksikodon memiliki efek samping mual dan muntah yang lebih
rendah dari morfin.
Saat ini tersedia dalam sediaan controlled released (CR) 10 mg,
15 mg, 20mg, yang diberikan setiap 12 jam peroral dan injeksi
10 mg/ml dan immediate release Oxycodone capsule 5 mg, 10
mg serta sirup.
c) Fentanyl
Fentanyl tidak memiliki bentuk aktif metabolit. Efek samping
terhadap susunan saraf pusat lebih sedikit dibanding dengan
morfin. Efek konstipasi juga lebih ringan.
Pemberian dapat melalui transdermal atau parenteral.
Pemberian IV atau SK memiliki durasi singkat sehingga dapat
digunakan untuk nyeri renjatan, insiden atau prosedur.
Continious
Opioid Demand Dose Lockout (min)
Basal
Morphine 1 – 2 mg 6 – 10 0 – 2 mg/h
Hydromorphone 0.2 – 0.4 mg 6 – 10 0 – 0.4 mg/h
Fentanyl 20 – 50 µg 5 – 10 0 – 60 µg/h
Sufentanil 4 – 6 µg 5 – 10 0 – 8 µg/h
Meperidinet 10 – 20 mg 6 – 10 0 – 20 mg/h
Tramadol 10 – 20 mg 6 – 10 0 – 20 mg/h
Lima konsep penting dari pendekatan WHO untuk terapi obat pada pasien
nyeri kanker yaitu :
(1) 'By the ladder' Pemberian analgesik secara bertahap sesuai
dengan level nyeri anak (ringan, sedang, berat).
Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah ke
level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
Pada nyeri hebat pasien harus diberikan opioid kuat onset cepat.
Dan harus dievaluasi setiap 15 menit – 60 menit (Lihat Manajemen
nyeri hebat hal 40). Pada pasien yang mendapat terapi opioid,
pemberian parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik
adjuvant.
(2) 'By the clock' Mengacu pada waktu pemberian analgesik.
Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam (disesuaikan
dengan masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak
boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar
intermiten dan tidak dapat diprediksi.
(3) 'By the mouth' Mengacu pada jalur pemberian oral.
Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasif,
dan efektif; biasanya per oral.
Panduan Manajemen Nyeri
Rev.Maret 2019 29
(4) ‘For the invidual’ Mengacu individulisasi terapi.
Tidak ada standarisasi dosis dan jenis terapi. Manajemen nyeri
berdasarkan level nyeri yang dilaporkan pasien sehingga pemberian
analgesik yang sesuai dengan kondisi masing-masing individu.
Lakukan monitor dan pengkajian nyeri secara teratur.
Sesuaikan dosis analgesic sesuai keluhan pasien.
(5) Attention to details Mengacu pada pemantauan ketat terhadap
segala faktor yang mempengaruhi nyeri pasien termasuk faktor
biopsikososial.
Ketoprofen
Ketorolac
Selain analgetik tersebut di atas, tatalaksana nyeri kanker yang bersifat multi-
modal dapat pula di dampingi dengan pemberian :
(1) Terapi Adjuvant
Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri tetapi
dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu
Pasien dengan nyeri neuropatik dapat diberikan tricyclic
antidepressant dan atau anti-konvulsan.
Beberapa jenis adjuvant yang sering diberikan untuk tatalaksana nyeri
di antaranya :
a. Anti depresan : Amitriptilin (Tricyclic antidepressant) initial dose 0.2–
0.5 mg/kg PO titrasi hingga 0.25mg/kg setiap 2–3 hari, dosis
pemeliharaan: 0.2–3 mg/kg. Alternatif lainnya : Nortriptiline. Dapat
bermanfaat sebagai analgesik multimodal : antagonis adrenergic
alfa-2, kortikosteroid, anestesi topical.
b. Relaksan otot : Benzodiazepin. Dapat digunakan sebagai analgesik
untuk nyeri musculoskeletal.
c. Ketamine adalah agen anestesi yang memiliki cara kerja sebagai
non-competitive blocker reseptor the N-methyl-D-aspartate (NMDA).
Dapat digunakan secara parenteral dan oral untuk mengatasi nyeri
neuropatik yang tidak respon terhadap terapi opioid dan adjuvant
lainnya. Obat ini memiliki efek psikomimetik yang signifikan,
sehingga sering digunakan sebagai ketamine dosis rendah.
(2) Bisphosponat
b. Non Farmakologi
Nyeri terkadang bukan timbul akibat penyakit yang dialami pasien,
namun disebabkan oleh prosedur yang harus ia jalani. Pendekatan
Panduan Manajemen Nyeri
Rev.Maret 2019 36
nonmedikamentosa dapat memperbesar kesempatan anak untuk
terlibat sepenuhnya dalam membuat keputusan. Hal ini memungkinkan
kebebasan bagi anak untuk berpikir, mengalami, mengeksplorasi,
mempertanyakan, dan mencari jawaban, serta memungkinkan mereka
merasa bangga karena melakukan sesuatu untuk diri mereka sendiri.
Anak dan keluarga sebaiknya berpatisipasi aktif dalam manajemen
nyeri.
Distraksi adalah metode yang paling sering digunakan untuk
mengalihkan perhatian anak-anak dari rangsangan yang menyakitkan
sehingga diharapkan mengurangi rasa sakit dan kecemasan. Hal ini
akan efektif bila dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Metode distraksi dibagi menjadi 2, yaitu :
(1) Distraksi aktif mendorong partisipasi anak dalam aktivitas
selama prosedur.
(2) Distraksi pasif mengharuskan anak tetap diam sementara
petugas kesehatan secara aktif mengalihkan perhatian anak
(menyanyi, berbicara, atau membaca buku).
Intervensi untuk meminimalkan rasa sakit dapat berupa intervensi
kognitif, perilaku, atau gabungan.
(1) Intervensi kognitif lebih sering dipakai untuk anak-anak yang
lebih tua untuk mengalihkan perhatian dari rasa sakit yang
berhubungan dengan prosedur (misalnya, menghitung,
mendengarkan musik, berbicara tentang hal lain).
Hal yang dapat dikerjakan saat intervensi kognitif misalnya
permainan imajinasi, penjelasan mengenai prosedur yang akan
dikerjakan (sesuai dengan kemampuan penerimaan anak),
memberikan pikiran positif, mengurangi kecemasan pada
orangtua, permainan/tontonan video atau televisi.
(2). Intervensi perilaku antara lain latihan pernapasan, memberi
contoh sikap postif, memperkenalkan prosedur yang akan
dikerjakan secara bertahap, pemberian hadiah, serta pendekatan
orangtua.
Pemberian sukrosa efektif untuk meredakan rasa nyeri pada bayi
prematur dan cukup bulan hingga usia 1 bulan, dengan efektifitas
analgetik selama 3-5 menit. Metode ini dapat lebih dirasakan
manfaatnya bila dikombinasi dengan menyusu atau menghisap
dot/empeng. Menyusu sendiri merupakan pilihan terbaik bagi bayi yang
akan menjalani prosedur ringan dan singkat, seperti pemasangan
Nyeri tidak berubah Nyeri berkurang < 50% Nyeri berkurang > 50%
Pengkajian ulang 60 menit Pengkajian ulang 60 menit Ubah dosis total 24 jam
menjadi opioid kerja
panjang (controlled release)
Nyeri tidak berubah Nyeri berkurang < 50% Nyeri berkurang > 50%
Pengkajian ulang 15 menit Pengkajian ulang 15 menit Ubah dosis total 24 jam
menjadi opioid kerja
panjang (controlled release)
Pelayanan nyeri di rumah sakit dilakukan 24 jam dengan penanggung jawab adalah
dokter DPJP. Apabila keluhan nyeri pasien tidak dapat ditangani oleh DPJP dengan
skor ≥ 4 dalam waktu 1x24 jam maka harus dikonsultasikan ke tim manajemen nyeri
untuk pemberian terapi nyeri sesuai kebutuhan.
Pasien Nyeri
Skala Nyeri ≥4 ?
Tidak
Ya
Tidak,
Skala Nyeri ≥4
Konsultasi kepada
Tim Manajemen Nyeri
Skala Nyeri <4 ? Tidak
Tidak Ya
Nyeri Teratasi SELESAI
D. DOKUMENTASI
1. Pengkajian nyeri yang sudah terintegrasi di dalam formulir pengkajian awal
pasien.
2. Formulir Pemantuan Nyeri dalam rekam medis.
A. Monitoring
B. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanan manajemen
nyeri yang telah dilakukan dan sejauh mana pemanfaatan panduan manajemen
nyeri dan sumber-sumber yang tersedia. Evaluasi dilakukan secara periodik setiap
6 bulan sekali. Berdasarkan hasil evaluasi dilakukan rencana tindak lanjut
perbaikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan dan acuan untuk perencanaan
yang akan datang serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan sumber daya
manusianya.
PENUTUP
Dengan ditetapkannya Panduan Manajemen Nyeri ini, maka setiap personil Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” agar melaksanakan ketentuan tentang Panduan Manajemen Nyeri
dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada Tanggal : Maret 2019
ABDUL KADIR