Anda di halaman 1dari 54

PEDOMAN PELAYANAN UNIT MEDICAL

CHECK UP

PEMERINTAH KABUPATEN POSO


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH POSO
Jalan Jendral Sudirman no. 33 Poso
Telp. (0452) 21072, 23645
Fax. (0452) 324965
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan medical check up adalah salah satu bentuk dari pelayanan kedokteran.
Karena tingginya biaya perawatan pasien yang kompleks maka diperlukan suatu fasilitas
yang bisa memberikan pengobatan yang adekuat dengan biaya yang lebih sedikit dan
lebih sedikit intervensi. Bentuk pelayanan ini akan mengurangi pengeluaran biaya rumah
sakit pasien dengan adanya diagnosis awal dan pengobatan dini.

Tujuan dari pelayanan medical check up adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan
pasien secara berkala melalui prosedur dan tindakan yang dapat dipertanggung jawabkan.
(Standart Pelayanan Rumah sakit, dirjen yanmed depkes RI thn 1999). Sedangkan Fungsi
dari pelayanan medical check up adalah sebagai tempat konsultasi, pemeriksaan fisik
maupun penunjang (laboratorium dan radiologi) oleh dokter yang disediakan untuk
pasien agar dapat dilakukan pencegahan untuk penyakit atau memutuskan rantai
perjalanan penyakit sampai dilakukannya suatu pengobatan. Medical check up juga
berfungsi sebagai tempat untuk penemuan diagosis dini, yaitu tempat pemeriksaan pasien
pertama dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut dalam tahap pengobatan penyakit.

B. Tujuan
a. Memberikan pelayanan Medical Check Up yang efektif, dan memuaskan bagi pasien
yang menjalani pemeriksaan.
b. Mengetahui sedini mungkin kondisi kesehatan pada pasien serta mencegah
berkembangnya suatu kelainan atau penyakit.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Unit Medical Check Up Rumah Sakit Umum Daerah Poso
meliputi:
1. Unit laboratorium
2. Unit radiologi
3. Unit rekam medis
4. Pendaftaran
5. Kasir
D. Batasan Operasional
Untuk lebih mengarahkan pemahaman dibuat batasan istilah penting yang terkait dengan
kerangka pelayanan Unit Medical Check Up.
1. Rumah Sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit Tipe C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas.
3. Unit Medical Check Up adalah bagian pelayanan di rumah sakit yang memberikan
pelayanan pencegahan, konseling dan pengobatan terhadap pasien sesuai dengan jam
pelayanan medical check dimana dalam pelayanannya terkait dengan kegiatan
penunjang lain seperti laboratorium, radiologi dan farmasi.

E. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Poso sesuai
dengan:
1. UU. No. 1 th 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.02/Men/1980 Tahun
1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per.03/Men/1982 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. 228/2002 Tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib Dilaksanakan di Daerah
8. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1457/2003 tentang standar pelayanan minimal
bidang kesehatan di Kabupaten/Kotamadya
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1091/2004 Tentang Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kualifikasi Tenaga Dokter di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Umum Daerah
Poso adalah Dokter Umum, Dokter Gigi Menggunakan jasa pelayanan dokter tetap
dan Dokter Spesialis menggunakan jasa Pelayanan dokter tetap .
2. Kualifikasi Tenaga perawat di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Umum Daerah
Poso adalah tenaga perawat di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Umum Daerah
Poso yang berpengalaman di bidang Keperawatan.

B. Distribusi Ketenagaan
Dalam pelayanan Medical Check Up perlu menyediakan sumber daya manusia yang
kompeten, cekatan dan mempunyai kemampuan sesuai dengan perkembangan teknologi
sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal, efektif, dan efisien. Atas dasar
tersebut di atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan dan mendayagunakan
sumber-sumber yang ada. Untuk menunjang pelayanan Rawat Jalan di unit Medical
Check Up, maka dibutuhkan tenaga dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan
perawat yang mempunyai pengalaman, keterampilan dan pengetahuan yang sesuai.
Nama Pendidikan Sertifikat Jumlah Tenaga Keterangan
Jabatan Kebutuhan Yang Ada
Koordinator Dokter Sertifikat
MCu Umum Hiperkes
Dokter Dokter Sertifikat
Pelaksana Umum Hiperkes
MCU
Perawat S.Kep + Ners Minimal S1
MCU D-III Kep Keperawatan

Admin MCU S1 - Minimal S1


Akuntansi Akuntansi
C. Pengaturan Dinas
Pengaturan jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi perawat dan bidan
untuk melaksanakan tugas pelayanan di Unit Medical Check Up Rumah Sakit Umum
Daerah Poso. Pelayanan hanya 1 shift yaitu pukul 07.30-14.00 WITA.
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan
B. Standar Fasilitas
No Nama Ruangan Fungsi Ruangan Luas Ruangan Kebutuhan fasilitas
1. R.Tunggu Ruang dimana keluarga TV, meja, kursi
atau pengantar pasien
menunggu , dengan jumlah
kursi sesuai dengan
aktivitas pelayanan
2. R. VIP Ruang dimana pasien VIP TV, sofa, dispenser,
menunggu wastafel, meja tamu
3. R.Nurse Station Ruang untuk melakukan Sesuai Meja, kursi,
perencanaan, kebutuhan telepon/intercom,
pengorganisasian dan komputer,
pelayanan keperawatan, tensimeter,
pengaturan alur dan stetoskop,
evaluasi pasien. timbangan,
pengukur tinggi
badan, wastafel,
printer dll.

4. R. Makan Ruang tempat makan Kursi dan meja


pasien. makan
5. R. Ganti Ruang tempat pasien Gantungan baju,
berganti pakaian. Bucket pakaian
kotor, kaca, loker
pakaian.
6. R. Konsultasi Ruang konsultasi pasien Sesuai Lemari atau rak,
kebutuhan tempat tidur pasien,
EKG, Treadmil,
Otoscope,
Stetoscope, Snellen
Chart, Ishihara
Book, Sofa, kursi,
Spirometri,
Audiometri, dll.
7. Toilet Kamar mandi/Kloset Pria/wanita Kloset,wastafel,
Petugas/pasien masing2, luas 2-
3m2
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

1. Pasien medical check up diharuskan menunjukkan KTP yang masih berlaku di bagian
administrasi pendaftaran / Loket rawat jalan dan memilih paket medical check up sesuai
dengan keinginan pasien.
2. Pasien yang menggunakan jaminan/asuransi perusahaan diharuskan menunjukkan kartu
kesertaan / surat jaminan.
3. Setelah pendaftaran di administrasi, pasien membayar ke kasir kemudian melakukan
pemeriksaan penunjang medis (laboratorium, radiologi, dll) sesuai dengan paket yang
dipilih.
4. Setelah melakukan pemeriksaan penunjang medis, pasien akan diantar ke unit medical
check up untuk menunggu hasil dari pemeriksaan penunjang medis yang telah dilakukan.
5. Setelah semua hasil medical check up sudah ada, pasien akan berkonsultasi ke dokter
medical check up untuk dilakukan pemeriksaan fisik serta penjelasan tentang hasil dari
medical check up.
6. Setelah semua selesai, hasil akan diketik dan diserahkan kepada pasien dalam bentuk
laporan medical check up.

ALUR MEDICAL CHECK UP


Terlampir
BAB V

LOGISTIK

A. PENGERTIAN
Logistik adalah suatu ilmu pengetahuan/seni yang disertai dengan sebuah proses
mengenai penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan serta penghapusan terhadap
barang-barang atau alat-alat tertentu.
Logistik pada unit MCU meliputi alat kesehatan, bahan habis pakai, linen, formulir rekam
medis dan alat tulis. Dengan adanya logistik ini diharapkan tidak adanya hambatan dalam
pelayanan pasien dan pelayanan dapat berkesinambungan secara terus menerus.

B. TUJUAN
1. Terciptanya pelayanan yang berkesinambungan.
2. Meningkatnya efisiensi dan efektifitas pelayanan pasien.
3. Tersedianya logistik yang tertata rapi dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. TATA LAKSANA
Penatalaksaan logistik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit
berupa :
1. Prosedur pemesanan logistik.
1) Koordinator unit MCU melakukan pemesanan melalui sistem informasi terpadu
atau melalui formulir pemesanan barang.
2) Pihak logistik melakukan verifikasi dan menyetujui pemesanan, kemudian
menghubungi unit terkait pemesanan (gudang farmasi, logisitik, dan purchasing)
3) Unit terkait pemesanan menghubungi ruang MCU bila barang telah tersedia.
2. Pengambilan logistik.
1) Admin MCU mengambil barang-barang yang telah dipesan pada hari yang telah
dijadwalkan oleh RSUD Poso sesuai dengan unit yang terkait.
2) Alat kesehatan yang melewati purchasing akan diantar oleh petugas purchasing ke
unit MCU untuk selanjutnya diserah terimakan ke koordinator unit MCU.
3. Penyimpanan logistik.
1) Bahan habis pakai disimpan di lemari yang terletak di gudang unit MCU.
2) Linen diletakkan di lemari.
3) Alat kesehatan diletakkan sesuai dengan tempat yang telah disediakan sesuai
dengan kegunannya.
4) Formulir rekam medis diletakkan di rak susun di nurse station.
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko,

identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan

atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan

B. Tujuan

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit

4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan

kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien

Program keselamatan pasien (patient safety) dikelola oleh Panitia KPRS (Keselamatan

Pasien Rumah Sakit). Sesuai sistematika program yang telah ditetapkan oleh panitia

KPRS, maka tatalaksana bidang Keselamatan Pasien mengacu pada hal tersebut dengan

metode dan uraian sebagai berikut :

1. 7 (Tujuh) Standar Keselamatan Pasien yaitu :

1. Hak pasien;

2. Mendidik pasien dan keluarga;


3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan;

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien;

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

2. 7 ( Tujuh) Langkah menuju Keselamatan Pasien yaitu :

1. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien

2. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko

4. Kembangkan sistem pelaporan

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

Sedangkan aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan di semua unit

meliputi 9 (sembilan) solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yaitu :

1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike medication

names);

2. Pastikan identifikasi pasien;

3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;

4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;

5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;

6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;

7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;

8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;


9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di Unit MCU RSUD Poso mengacu pada buku

“Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana“ yang disusun

oleh K3 (Keselamatan Kerja Karyawan) RSUD Poso sedangkan uraian hal dimaksud adalah

sebagai berikut :

1. Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja

Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup pedoman

pelaksanaan tentang Keselamatan Kerja itu sendiri, Keselamatan Kerja dan Keselamatan

Rumah Sakit.

A. Keselamatan Kerja

Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit

Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor

lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu

proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam

melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.

Faktor-faktor lingkungan kerja di RSUD Poso terdiri dari faktor fisik, faktor

kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor ergonomik. Faktor-faktor

lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), maka

kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan kerja, gangguan kesehatan

bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.

a. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit

Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ;
1) Iklim kerja

Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan perpaduan

antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara, suhu radiasi,

kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai hasil aktivitas dari

seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sesuai dengan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP - 51/MEN/1999 tanggal 16

April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44, maka

akan mengakibatkan berbagai kelainan fisik dan fisiologis.

Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan sebagai berikut:

a) Terhadap lingkungan kerja

(1) Menyempurnakan sistem ventilasi

(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi

memperkecil panas radiasi

(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup

(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang memberikan

sumber panas

(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan tenaga

kerja

b) Terhadap tenaga kerja

(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi syarat

artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja

(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah

dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi tinggi

dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh permukaan

kulit dan berwarna putih


(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas

apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-

vasculer

c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin

(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang tidak

terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu dingin

(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian pelindung

(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui pem-

berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu meningkatkan

aktivitas

2) Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan

bising mengganggu (annoyance noise), yaitu kebisingan yang tidak

menghilangkan daya dengar, tetapi mengganggu konsentrasi/ketenangan.

Biasanya tingkat kebisingan rendah dan suaranya tidak keras. Sedangkan

bising yang menyebabkan kehilangan daya dengar, yaitu kebisingan yang

menyebabkan ketulian pada tingkat kebisingan yang tinggi. Nilai Ambang

Batas Kebisingan (NAB) telah diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga

Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 dan Keputusan Dirjen PPM & PLP

No.HK.00.06.64.44.

Kebisingan dapat menyebabkan berbagai pengaruh terhadap tenaga kerja

seperti :

a)Gangguan Fisiologis

b) Gangguan Tidur
c)Gangguan Komunikasi

d) Gangguan Psikologis

e)Gangguan Pendengaran

Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan

Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengurangi

tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha yang

dapat ditempuh dengan cara :

a) Pengendalian secara teknis

(1) Mengurangi kebisingan pada sumbernya, misalnya memasang

peredam pada tempat-tempat sumber bising

(2) Merawat mesin-mesin secara teratur

(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada

yang goyang

b) Pengendalian secara administratif

Pengaturan secara administratif dilakukan dengan mengatur waktu

pemaparan yaitu tidak berada dilingkuan kerja yang mempunyai

kebisingan dengan intensitas melampaui Nilai Ambang Batas (NAB)

c) Pengendalian secara medis

(1) Pemeriksaan sebelum bekerja

(2) Pemeriksaan berkala

d) Penggunaan alat pelindung diri

(1) Ear muff (tutup telinga)

(2) Ear plug (sumbat telinga)

3) Pencahayaan
Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata serta tidak

menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau perencanaan atau design dari

pemasangan lampu ruangan kerja. Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan

“Lux” yaitu satuan penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus

cahaya sebesar satu lumen. Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja

diatur dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang

syarat-syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan dan

Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.

Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :

a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja

b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata

c) Kerusakan indra mata

d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan

Pengendalian bahaya fisik akibat Intensitas cahaya

a) Membersihkan secara rutin instalasi penerangan termasuk lampunya

b) Secepatnya mengganti dan memperbaiki instalasi penerangan dan lampu-

lampu yang rusak

c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar

jendela tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup

d) Penambahan penerangan lokal apabila penerangan umum tidak

mencukupi untuk jenis pekerjaan-pekerjaan tertentu

4) Getaran

Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi karena

mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu


motor dapat menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh

tenaga kerja yang mengoperasikannya.

Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan dengan

keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999, Keputusan

Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan menurut Internasional Standar

Organisation (ISO,1979) batas aman bagi kesehatan, yaitu getaran paling

kecil yang dapat mengganggu kesehatan adalah 14 mm/detik.

Pengaruh dari getaran adalah:

a) Menggangu kenyamanan kerja

b) Mempercepat terjadinya kelelahan

c) Membahayakan kesehatan

Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran

a) Isolasi sumber getaran

b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap getaran, diselingi dengan waktu

istirahat yang cukup

d) Melengkapi peralatan mekanis yang dapat menahan atau menyerap

getaran

e) Merawat mesin secara rutin

5) Gelombang Radiasi

Radiasi dapat ditimbulkan oleh peralatan-peralatan dengan kemajuan

teknologi yang sangat pesat sekarang ini. Radiasi gelombang elektromagnetik

terdiri dari radiasi yang mengion dan radiasi yang tidak mengion, seperti

gelombang-gelombang mikro, sinar laser, sinar tampak (termasuk sinar dari

layar monitor), sinar infra red, sinar ultra violet.


Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga

Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari

pada radiasi adalah:

a) Menyebabkan kemandulan

b) Menyebabkan mutasi gen

c) Menyebabkan berbagai penyakit mata

d) Menyebabkan iritasi kulit

Pengendalian bahaya fisik akibat Radiasi

a) Isolasi sumber radiasi

b) Bila mungkin pekerjaan dilaksanakan secara remote kontrol

c) Mengurangi waktu pemaparan terhadap radiasi, diselingi waktu istirahat

yang cukup

d) Menggunakan alat pelindung diri

e) Merawat mesin secara rutin dan Pemberian makanan tambahan

b. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit

Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan kecelakaan atau

penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada umumnya bersifat mudah

terbakar (flammable); atau mudah meledak (eksplosive); atau cepat bereaksi

dengan bahan lain (reaktif); atau berupa senyawa asam yang kuat dan pekat

(korosif) atau senyawa basa kuat (kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant”

yaitu gas yang sangat banyak memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen

menjadi sangat rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan lemas.

Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat irritant

terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan radang/ infeksi;

atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan efek lansung pada
bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran pernapasan) melainkan

memberi efek pada organ-organ yang berada di dalam tubuh, seperti system syaraf

pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor

Kimia di udara Lingkungan Kerja telah diatur dengan Surat Edaran Menteri

Tenaga Nomor : SE – 01 /MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia

dilingkungan kerja rumah sakit terdapat banyak diruang ruang seperti :

1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan)

2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll)

3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)

4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih

alat)

5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)

6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)

7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci)

Pengendalian bahaya kimia

1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau

bahan.

2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan disimpan

dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari bahan tahan api,

mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah terjadinya akumulasi

gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan juga harus disesuaikan,

setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang penyimpanan selalu bersih,

tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.


3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia

dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena

dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.

4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana

aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja

juga harus diperhatikan.

5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat memapar

pekerja

6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja

harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan

Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.

7) Penggunaan alat pelindung diri

8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus terhadap

pekerja

c. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit

Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit yang di

sebabkan oleh agent biologi atau Mikro organisme.

Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :

1) Kelompok Bakteri , misalnya: Streptococcus, Salmonella, Staphylococcus

2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV

3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes

4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris

5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis

Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi

dengan berbagai cara, misalnya:


1) Melalui saluran pernapasan

2) Melalui kontak kulit

3) Melalui saluran pencernaan

4) Melalui peredaran darah

Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber penularan antara

lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum

Pengendalian bahaya biologi

1) Peningkatan pengetahuan dan kepedulian petugas kesehatan terhadap penyakit

infeksi nosokomial

2) Protap untuk setiap pekerjaan dan tindakan

3) Prosedur pengelolaan spesimen (darah, urine, tinja, sputum, dan lainnya)

4) Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi peralatan medis, meja, lantai dan

sebagainya

5) Isolasi pasien (penyakit khusus)

6) Sanitasi lingkungan Rumah Sakit

7) Pemeriksaan kesehatan berkala untuk petugas

8) Melaksanakan pengelolaan limbah rumah sakit

9) Pelatihan pengendalian Infeksi Nosokomial

10) Penggunaan alat pelindung diri

2. Pedoman Praktis Ergonomik

Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat

diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan

pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi praktis

bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang ergonomi.

Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi
lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-hatan

Kerja yang lebih baik.

Pedoman praktis ergonomik mencakup semua masalah aspek utama dari ergonomi

yang diperlukan di tempat kerja yang meliputi :

a. Penyimpanan dan Penanganan Material

b. Pencahayaan di Tempat Kerja

c. Bangunan dan Lingkungannya

d. Bahaya-bahaya Lingkungan Kerja

e. Fasilitas Umum

f. Peralatan Pelindung Diri

Hal-hal tersebut di atas sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah ergonomi

sesuai situasi yang ada di lingkungan kerja setempat.

a. Penyimpanan dan Penanganan Material

1) Jalur pengangkutan harus bebas hambatan dengan rambu-rambu yang jelas

2) Gang dan Koridor agar cukup lebar sehingga memungkinkan dilakukannya

transportasi dua arah.

3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas rintangan.

4) Buatlah “Jembatan” (turunan/tanjakan) dengan sudut kelandaian antara 5 – 8 %

pada batas permukaan lantai yang berbeda pada jalur/jalan di ruang kerja.

5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material yang

dibutuhkan.

6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut material.

7) Gunakan rak beroda untuk mengurangi pekerjaan memuat maupun mem-bongkar.

8) Di tempat kerja, gunakan rak bersekat-sekat yang dapat menampung lebih banyak

barang, agar mengurangi jumlah barang yang harus di pindah-pindahkan.


9) Gunakan alat bantu mekanis untuk mengangkat, menurunkan maupun

memindahkan benda-benda yang berat.

10) Kurangi penanganan barang / material, dengan cara menggunakan alat-alat bantu.

11) Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi beberapa bagian

yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan, kotak, nampan dan lain-lain.

12) Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak, dan

lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian yang dapat

dijadikan pegangan.

13) Bila memindahkan barang secara manual (tanpa alat), usahakan sesedikit mungkin

gerakan meninggikan atau merendahkan dari posisi ketinggian semula

14) Bila memindahkan benda-benda yang berat, lakukan secara mendatar dengan

didorong atau ditarik, jangan diangkat maupun diturunkan

15) Sewaktu mengerjakan benda/barang, membawa, mengangkat dan sebagai-nya

hindari gerakan membungkuk maupun memutar pinggang

16) Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita

17) Lakukan gerakan mengangkat dan menurunkan barang secara perlahan-lahan, dan

hindarkan gerakan memutar pinggang ataupun membungkukkan badan

18) Bila kita mengangkat beban/benda panjang, tumpukan sebagian beban berat di

atas bahu (dipikul), agar terjaga keseimbangan tubuh

19) Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-kan

pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan pekerjaan-

pekerjaan ringan

20) Sediakan dan tempatkan bak sampah pada posisi yang memudahkan penggu-

naannya
21) Jalur-jalur keluar bangunan (untuk keadaan darurat), agar diberi

tanda/ga-ris/tulisan yang jelas, serta harus bersih dari benda-benda yang dapat

menghambat.

b. Pencahayaan di tempat kerja

1) Tingkatkan pemanfaatan cahaya alami di siang hari

2) Jika ruang kerja memerlukan penambahan cahaya, berikan cat berwarna lembut

pada dinding dan plafon

3) Penerangan harus selalu dinyalakan di mana para pekerja berada, misalnya di

gang-gang, tangga dan lain-lain

4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka dapat

bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat

5) Sediakan penerangan khusus di tempat kerja untuk maksud pekerjaan pengawasan

dan agar pekerja dapat melaksanakan pekerjaannya lebih teliti

6) Untuk mengurangi cahaya yang menyilaukan secara langsung, pindahkan sumber

cahaya atau pasang pelindung

7) Hilangkan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya dari sekitar tempat

kerja untuk menghindarkan sinar pantulan yang menyilaukan

8) Pilihlah sistem pencahayaan yang memadai untuk pekerjaan yang memerlukan

pengamatan dari jarak yang dekat serta dilakukan secara berulang-ulang

9) Bersihkan selalu jendela-jendela dan rawat selalu sumber-sumber penerangan

c. Bangunan dan Lingkungannya

1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam ruangan

2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar

ruangan
3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber dingin

4) Pasanglah sistem pengaturan udara yang memadai sehingga para pekerja dapat

melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien

5) Perbanyak penggunaaan sistem ventilasi alami untuk meningkatkan kenyamanan

udara di dalam ruang kerja

6) Tingkatkan fungsi dan perawatan sistem ventilasi untuk memastikan tersedianya

udara bersih di ruang kerja

d. Pengendalian Bahan-Bahan dan Subtansi yang Berbahaya

1) Pasangkan sekat atau penutup pada bagian-bagian dari mesin-mesin yang

memiliki tingkat kebisingan yang tinggi

2) Untuk mengurangi kebisingan, rawatlah mesin mesin dan peralatannya yang

terkait secara teratur

3) Pastikan bahwa faktor kebisingan ditempat kerja tidak mempengaruhi faktor

komunikasi, keselamatan serta efisiensi kerja

4) Kurangi fakor getaran yang dapat mempengaruhi pekerja dalam usaha

meningkatkan keselamatan, kesehatan dan efisiensi kerja

5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya sengatan

listrik maupun panas

6) Pastikan bahwa kabel-kabel yang menghubungkan peralatan dan lampu-lampu

berada dalam kondisi aman

7) Lindungi para pekerja dari bahaya bahan-bahan kimia sedemikian rupa sehingga

mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan efisien


e. Fasilitas Umum

1) Sediakan dan lakukan perawatan yang baik, termasuk mengganti dan mencuci

berbagai fasilitas sanitasi yang ada, agar kerapian maupun kebersihan dan

kesehatan terjaga

2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan kondisi

yang baik dan nyaman untuk para pengguna

3) Tingkatkan fasilitas kesejahteraan dan pelayanan, sejalan dengan usaha

peningkatan kinerja para pekerja

4) Sediakan tempat/ruangan khusus bagi para pekerja untuk mengadakan rapat,

pertemuan, dan program pelatihan

5) Beri tanda-tanda yang jelas pada ruang/area di mana di tempat tersebut

diharuskan menggunakan alat pelindung diri

6) Sediakan alat pelindung diri yang memadai dan mampu melindungi para

karyawan sesuai dengan peruntukannya

7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka

gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya bagi

pekerja yang menggunakannya

8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara

teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi serta

pelatihan pemakaian

9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila

diperlukan

10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja

11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung diri,

serta lakukan program perawatan secara teratur


12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri

13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan

perawatan dan kebersihan secara rutin

3. Keamanan Pasien

Untuk menjamin keamanan pasien selama menjalani pengobatan di Rumah Sakit

Umum Daerah Cengkareng, perlu dilengkapi dengan adanya perlengkapan keamanan bagi

pasien, antara lain:

a. Pegangan sepanjang tangga dan dinding

Perlunya pegangan sepanjang tangga dan dinding dimaksudkan agar pasien, termasuk

keluarga dan karyawan dapat berpegangan saat menaiki atau menuruni tangga, dan bagi

pasien yang dalam kondisi lemah, apabila tidak menggunakan kursi roda, dapat berjalan

dengan berpegangan pada dinding.

b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel

Pegangan di toilet pasien untuk membantu pasien yang kondisinya lemah agar tidak

terjatuh saat berada dalam toilet. Bel di toiet ditujukan untuk memudah-kan pasien

meminta pertolongan apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan saat berada dalam

toilet.

c. Pintu dapat dibuka dari luar

Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar apabila terjadi

sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan pintu, petugas dapat segera

memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh tubuh pasien.

d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya

Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari kepala anak +/-

10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur dan mencegah terjadinya

kecelakaan pada anak-anak.


e. Sumber listrik mempunyai penutup/pengaman

Untuk mencegah/mengurangi bahaya yang mungkin timbul dari sumber listrik terutama

diruangan rawat inap.

f. Sumber air panas mempunyai kendali otomatis

Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air panas perlu

memiliki kendali otomatis.

g. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting

Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah harus selalu

terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin terhadap

perlengkapan ini.

h. Tersedia emergency suction

Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu siap pakai dan

dapat dipergunakan setiap saat.

i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat

Setiap kamar perawatan dilengkapi dengan bel yang letaknya mudah dijangkau serta

lampu darurat yang otomatis menyala ketika dibutuhkan.

4. Penanggulangan Kecelakaan Kerja

Penanggulangan kecelakaan akibat kerja, merupakan pertolongan pertama yang

harus segera diberikan kepada tenaga kerja yang menderita kecelakaan atau penyakit

mendadak ditempat kerja.

Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat

pada korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan oleh dokter atau

petugas kesehatan lainnya, dengan tujuan:

(1) Menyelamatkan nyawa korban;


(2) Meringankan penderitaan korban;

(3) Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah;

(4) Mempertahankan daya tahan korban;

(5) Mencarikan pertolongan lebih lanjut.

a. Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan Kerja

Tindakan-tindakan yang penting adalah:

(1) Tidak boleh panik;

(2) Memperhatikan nafas korban;

(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke

mulut);

(4) Memperhatikan perdarahan.

(5) Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan tangan, dengan

menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih

(6) Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.

(7)Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-

keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang, nafas

hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya.

b. Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja dari

bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan cara

kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah

pengganti dari kedua usaha tersebut.


Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah

enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif

terhadap bahaya.

Kelemahan penggunaan APD

Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena:

(1) Memakai APD yang tak tepat;

(2) Cara pemakaian APD yang salah;

(3) APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;

Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah

penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD tetap

baik, misalnya ;

(1) APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;

(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge;

(3) APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;

c. Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah Sakit

Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat komitmen

dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, dengan kerangka

dan program kerja yang mencakup kegiatan secara menyeluruh yang bersifat umum

dan operasional. Kebijakan tersebut dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja

agar prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan

menjadi bagian dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya

pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain pengendalian

teknis juga perlu memperhatikan pengendalian administratif, dimana salah satu hal

yang perlu mendapat perhatian adalah sistem pencatatan dan pelaporan kecelakaan

kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa kecelakaan kerja


1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja

2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan

3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja

Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-benarnya

agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara penanggulang-annya.

5. Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan berba-haya

dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat menimbulkan gangguan

kesehatan akibat bahan yang terkandung di dalamnya dan menjadi mata rantai

penyebaran penyakit, selain itu juga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara,

air dan tanah.

Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan jenis

pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan menjadi

sampah medis dan sampah non medis.

(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/

Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor, verband,

kateter, swab, plaster, dll.

(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi, Ruang

Diklat, dll.

Penggolongan tersebut di atas bertujuan:

(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna kantong)

(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis

(3) Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya tergolong

medis atau bukan


(4) Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat

a. Limbah Berbahaya dan Sejenisnya

1) Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau

bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.

Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera melalui

sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah,

cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan citotoksik atau radioaktif.

Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan

lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-jarum untuk

membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan karena akan menyebabkan

accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan

kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan

tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif

dan untuk pengumpulan gas darah.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan

diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses

pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir

dimusnahkan dengan incinerator.

2) Limbah infeksius

Limbah infeksius memiliki pengertian ;

a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit

menular (perawatan insentif)


b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari

poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir

dimusnahkan dengan incinerator.

3) Limbah jaringan tubuh

Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah,

bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat dibuang

ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

4) Limbah citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontami-

nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi

citotoksik.

Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan absorben

yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang peracikan

terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula

absorpsi, atau pembersih lainnya.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir

dimusnahkan dengan incenerator.

Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ; tinja ,

urine dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air kotor.

Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus diencer-kan

dengan benar.

5) Limbah farmasi

Limbah farmasi berasal dari ;

a) Obat-obatan kadaluarsa
b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi

atau kemasan yang terkontaminasi

c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat

d) Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan

e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan

Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip –

prinsip berikut hendaknya dapat dijadikan pertimbangan.

a) Limbah farmasi hendaknya diwadahi dengan kontainer non reaktif

b) Bilamana memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan anti-

biotik) hendaknya dierap dengan sawdust dikemas dengan kantong plastik

dan dibakar dengan incenerator

c) Bila proses penguapan dilakukan untuk membuang limbah farmasi

hendaknya dilakukan di tempat terbuka jauh dari api, motor elektrik, atau

intake conditioner. Proses penguapan dapat menimbulkan pencemaran udara

karena itu metode ini hendaknya hanya digunakan untuk limbah farmasi

dengan sifat racun rendah. Bahan ditempatkan dalam wadah non reaktif yang

mempunyai bidang permukaan luas.

d) Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. Secara umum,

tidak disarankan untuk membuangnya ke dalam saluran air kotor.

6) Limbah bahan kimia

Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, vete-

rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke

dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan.

Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat
diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk

berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.

Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah

mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan

menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia,

prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping). Disarankan

untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih

lanjut.

7) Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang

berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat berasal

dari antara lain; tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay & bac-teriologis

(baik cair, padat maupun gas).

Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan pembuangan

limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit mungkin memperoleh

paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi harus bertanggung jawab untuk

penanganan yang aman, penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif.

Pejabat ini harus bertanggung jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif

dan mencari petunjuk, bila diperlukan unit yang menghasilkan limbah radioaktif

hendaknya menetapkan area khusus untuk penyimpanan limbah radioaktif , yang

harus dikemas dengan benar. Tempat khusus tersebut hendaknya diamankan dan

hanya digunakan untuk tujuan itu.

8) Limbah plastik

Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah

penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang


medis disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plasik lain seperti pada

tempat makanan, kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi

meningkatnya jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu

dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas jika

terkontaminasi bahan berbahaya.

Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik terkontaminasi dapat

dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum.

Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek berikut:

a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang

berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang mengandung PVC (Poly

Vynil Chlorida) akan menghasilkan hidrogen chlorida, sementara itu

pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti plastik formaldehida

urea akan menghasilkan oksida nitrogen.

b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk

pembakaran dengan incinerator akan membantu pencapaian pembakaran

sempurna dan mengurangi biaya operasi incenerator

c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan

karena akan menghasilkan pemaparan pada operator dan masyarakat umum.

d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi

sehingga produk racun potensial dari pembakaran mungkin juga berubah.

Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali strategi

penanganan limbah plastik ini

e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan

akan meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan pertimbangan


dalam pemisahan sampah dan untuk sampah plastik setelah aman sebaiknya

diupayakan daur ulang.

b. Prosedur Penanganan dan Penampungan

1) Pemisahan dan Pengurangan

Dalam pengembangan strategi pengelolaan limbah, alur limbah harus di-

identifikasikan dan dipilah-pilah. Reduksi keseluruhan volume limbah, hendak-

nya merupakan proses yang kontinue. Pilah-pilah dan reduksi volume limbah

klinis dan yang sejenis merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk

petugas pembuang sampah, petugas emergency dan masyarakat.

Pemilahan dan reduksi volume limbah hendaknya mempertimbangkan hal-

hal sebagai berikut ;

a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah

b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan

pemisahan limbah B3 dan non B3

c) Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia Non B3

d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk

mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.

Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil

adalah kunci pembuangan yang baik. Dengan limbah berada dalam kantong atau

kontainer yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan akan

mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dalam penanganannya.

2) Penampungan

Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman dan

hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan


pembedaan warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari

kesalahan petugas dalam pengelolaan.

Keseragaman standar kantong & kontainer limbah memberikan keuntungan

sebagai berikut:

a) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar

instasni/unit

b) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan

rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit.

c) Pengurangan biaya produksi kantong & kontainer

3) Pengangkutan

Dalam strategi pembuangan limbah rumah sakit hendaknya memasukkan

prosedur pengangkutan limbah internal dan eksternal. Pengangkutan internal

biasanya berawal dari titik penampungan ke onsite incinerator dengan kereta

dorong. Peralatan tersebut harus diberi label dan dibersihkan secara reguler dan

hanay digunakan untuk mengangkut sampah . Setiap petugas hendaknya diberi

APD (alat pelindung diri) khusus.

Pengangkutan sampah klinins dan yang sejenis ke tempat pembuangan di

luar memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus diikuti oleh seluruh

petugas yang terlibat. Prosedur tersebut harus memenuhi peraturan angkutan

lokal. Bila limbah klinis dan yang sejenis diangkut dengan kontainer khusus, kuat

dan tidak bocor. Kontainer harus mudah ditangani dan harus mudah dibersihkan.

4) Pemusnahan

Incinerator digunakan untuk melakukan proses pembakaran yang dilaksana-

kan dalam ruang ganda incinerator yang mempunyai mekanisme pemantauan

secara ketat dan pengendalian parameter pembakaran. Limbah yang combustible


dapat dibakar bila incinerator yang tepat tersedia, bila tidak justru akan merusak

dinding ruang incinerator. Residu dari incinerator/abu bisa dibuang langsung ke

landfill, namun tidak untuk residu yang mengandung logam berat.

6. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau

konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Yang termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun adalah:

a. Memancarkan radiasi

Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif yang

mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan yang

dilaluinya, misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma,

dll

b. Mudah meledak

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-bangan

kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan

meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila

terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.

c. Mudah menyala atau terbakar

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengim-bangan

kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan

mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala (flash ponit) rendah (210C)

d. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi,

mengakibatkan reaksi eksothermis (keluar panas)

e. Racun

Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan

kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan

kulit atau mulut.

f. Korosif

Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan

pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun

dengan temperatur uji 550C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama

atau lebih dari 12,5 (basa)

g. Karsinogenik

Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan tubuh.

h. Iritasi

Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.

i. Teratogenik

Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.

j. Mutagenik

Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat

merubah genetika.

k. Arus listrik

Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat bahaya dipengaruhi oleh:

a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai LD50

atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya


b. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan

dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang sangat berbahaya adalah yang

melalui saluran pernapasan karena tanpa disadari B3 akan masuk ke dalam tubuh

bersama udara yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M2 selama 8 jam kerja dan

sulit dikeluarkan kembali dari dalam tubuh.

c. Konsentrasi dan lama paparan

d. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam B3 dengan sifat dan

daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau

pengobatan

e. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing-masing individu mempunyai

daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia.

Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3:

a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan

karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas

yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau kode

untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi didapatkan dari lembar

data keselamatan bahan (MSDS).

b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai

sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi

resiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.

c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan

meliputi:

1) Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi, penggunaan alat

perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan.


2) Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label, penyediaan

lembar MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pemantauan rutin

dan pendidikan atau latihan.

3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman

4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang

d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara lain:

1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan yang

kurang berbahaya

2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit mungkin

dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat lebih

sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai kebutuhan sehingga resiko dalam

penyimpanan kecil.

3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan berbahaya

yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara penyimpanan, cara

pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/ tumpahan, cara pengobatan bila

terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada

penyalur atau produsen bahan berbahaya yang bersangkutan.

4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan kontaminan bahan

berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara berkala agar kontaminan

tidak melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan.

5) Upayakan agar tenaga kerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan

mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja

yang aman.

6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat

melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.


7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan petunjuk

teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai dan jelas.

8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-bahan

berbahaya

9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan aman, bersih,

dan terpelihara dengan baik

10) Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara memelihara

instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali atau

daur ulang.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Peningkatan mutu dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif

dan integratif memantau dan menilai mutu pelayanan Rumah Sakit, memecahkan masalah-

masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu Rumah Sakit akan menjadi

lebih baik. Peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau pelayanan

dengan penggunaan sumberdaya secara tepat dan efisien, walaupun disadari bahwa mutu

memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih

banyak atau mutu rendah biayanya lebih rendah, dan agar dapat dilaksanakan secara efektif

dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan

mutu. Dalam membahas konsep dasar ini maka akan dibahas dulu tentang konsep mutu baru

kemudian dibahas tentang konsep upaya peningkatan mutu.

A. Mutu Rumah Sakit

1. Pengertian Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang

secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.

a) Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.

b) Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu

dicurahkan pada pekerjaan.

c) Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.

2. Definisi Mutu Rumah Sakit Umum Daerah Poso

Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Poso untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai

dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber

daya yang tersedia di Rumah Sakit Umum Daerah Poso secara wajar, efisien, efektif

serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan

sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit

Umum Daerah Poso dan masyarakat konsumen.

3. Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu

Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, pihak-pihak tersebut adalah:

a) Konsumen

b) Pembayar/ perusahaan/ asuransi

c) Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Poso

d) Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Poso

e) Masyarakat

f) Pemerintah

g) Ikatan Profesi

Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya

terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional.


4. Dimensi Mutu

Dimensi atau aspeknya adalah:

a) Keprofesian

b) Efisiensi

c) Keamanan pasien

d) Kepuasan pasien

e) Aspek sosial budaya

5. Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses dan Outcome

Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang

rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu sistem. Aspek

tersebut terdiri dari struktur, proses dan outcome.

1) Struktur :

Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan dan

sumber daya lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan. Baik tidaknya struktur

dapat diukur dari kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-komponen

struktur itu.

2) Proses :

Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi,

diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi

penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari relevansinya bagi

pasien, efektifitasnya dan mutu proses itu sendiri.

Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu asuhan.

3) Outcome :

Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain terhadap

pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya serta kepuasan
provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan

mutu proses yang baik. Sebaiknya outcome yang buruk adalah kelanjutan struktur

atau proses yang buruk.

B. Upaya Peningkatan Mutu Rumah Sakit

1. Definisi

Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang

menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut

memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan

memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan

Rumah Sakit Umum Daerah Poso berdaya guna dan berhasil guna.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu Rumah Sakit

Umum Daerah Poso secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang

optimal.

b. Tujuan Khusus

Tercapainya peningkatan mutu Rumah Sakit Umum Daerah Poso melalui:

a. Optimalisasi tenaga, sarana, dan prasarana.

b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan yang

dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan pelayanan

kesehatan.

3. Rencana kegiatan

1) Survei Kepuasan
Survei kepuasan diperlukan untuk mengetahui dan mengevaluasi mutu

pelayanan yang telah diberikan. Survei ini diberikan kepada pasien dalam bentuk

kertas survei yang diisi setelah mendapatkan pelayanan.

2) Peningkatan Mutu Internal

Tujuan pemantapan mutu internal adalah :

a. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan

mempertimbangkan diagnosa klinis

b. Mempertinggi kesiagaan tenaga sehingga pelayanan MCU optimal dan aman.

c. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, MCU, pencatatan,

dan pelaporan MCU dilakukan secara benar.

d. Mendeteksi kesalahan dan mengetahui sumbernya

e. Membantu perbaikan pelayanan MCU melalui peningkatan mutu pemeriksaan

MCU.

Cakupan obyek pemantapan mutu internal meliputi indetifikasi pasien,

a) Identifikasi pasien

Sebelum MCU dilakukan harus memastikan identitas pasien sama dengan rekam

medis.

b) Kecepatan pelayanan

Pelayanan MCU di Rumah Sakit Umum Daerah Poso di ukur berdasarkan

kecepatan dalam melayanin pasien MCU sampai pasien mendapatkan hasil dari

MCU.

C. INDIKATOR MUTU

Indikator mutu ini diperlukan untuk mengetahui dan mengevaluasi mutu pelayanan

yang telah diberikan. Pelaksanaannya melalui program Indikator Mutu Rumah Sakit yang

ada dimasing-masing unit melalui komputer yang berhubungan langsung dengan tim
PMKP, adapun pengisiannya oleh semua staf yang ada di unit tersebut dengan cara

sensus harian dan pengecekkan oleh seorang yang bertanggung jawab, untuk Unit

Medical Check Up ini penanggung jawabnya adalah “ ………………………………. “.

Adapun indikator mutu ini meliputi :

Ruang lingkup Hasil pelaporan Medical Check Up


Dimensi mutu Akses Pelayanan
Hasil Medical Check Up dapat diambil oleh pasien dalam 2x24
Tujuan
jam
Hasil pelaporan medical check up adalah waktu yang diperlukan
Definisi operasional mulai pasien mendaftar, dilayani oleh dokter medical check up
sampai pasien menerima seluruh hasil pemeriksaan medical
check up.
Semua pasien yang datang ke unit medical check up pasien
Kriteria inklusi
pribadi pukul 07:30 WIB s/d 14:00 WIB.
Kriteria eksklusi -

Numerator Jumlah kumulatif pasien medical check up yang menerima hasil


MCU dalam 2x24 jam.
Denominator Jumlah seluruh pasien medical check up yang disurvey.
Semakin lama waktu yang digunakan oleh pasien untuk
Dasar pemikiran menunggu maka tingkat kepuasan pasien akan semakin
menurun.
Tipe Indikator Proses dan outcome
Sumber Data Sensus harian pasien medical check up
Wilayah Pengamatan Unit Medical Check Up
Pengumpulan Data Sensus harian
Jangka waktu laporan 1 bulan
Standar ≤ 2 x 24 jam
Penanggungjawab Koordinator Unit Medical Check Up
Frekuensi penilaian
1 Bulan
data
Periode waktu
1 Bulan
laporan
Analisis data Selama 3 bulanan
Sosialisasi hasil data Rapat Unit dan laporan
Nama alat atau sistem
Sensus harian
audit
Target sample Semua pasien unit medical check up
Ruanglingkup Kepuasan pelanggan pada unit medical check up
Dimensi mutu Kenyamanan Pasien
Terselenggaranya pelayanan medical check up yang mampu
Tujuan
memberikan kepuasan pelanggan

Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan


Definisi operasional
terhadap pelayanan yang diberikan
Kriteria inklusi Pasien yang mengisi kuesioner kepuasan pelayanan unit MCU.

Kriteriaeksklusi -

Numerator Jumlah kumulatif pasien yang dari pelayanan unit MCU.

Denominator Jumlah seluruh pasien medical check up


Kepuasan pelanggan adalah outcome dari mutu pelayanan yang
Dasar pemikiran baik, semakin tinggi kepuasan pasien menjadi bukti mutu
pelayanan yang semakin baik.

Tipe Indikator Proses dan Outcome

Sumber Data Survey

Wilayah Pengamatan Unit Medical Check Up


Pengumpulan Data Survey dan sensus harian
Jangkawaktulaporan 1 bulan
Standar 100%
Penanggungjawab Koordinator Medical Check Up
Frekuensi penilaian
1 Bulan
data
Periode waktu
1 Bulan
laporan
Analisis data 3bulan
Sosialisasi hasil data Rapat Unit dan laporan evaluasi
Nama alat atau sistem
Sensus harian
audit
Target sample Semua pasien unit medical check up
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan, maka

fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu

terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap

pasien, keluarga maupun masyarakat. Dengan latar belakang diatas, maka program

pengendalian / peningkatan mutu pelayanan merupakan prioritas utama di semua rumah

sakit.

Unit Medical Check Up RS Umum Daerah Poso, maka program pengendalian /

peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :

1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan administratif

2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang terkait

3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan Standar

Pelayanan Minimal, Indikator Mutu, dan penyusunan SPO)

4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan

5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan, meliputi Rapat Bulanan

6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan langkah

perbaikan / peningkatan mutu

Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” Unit MCU RS Umum Daerah Poso secara

sistematis melalui berbagai tahapan sebagai berikut :

a. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO (alur kerja) yang relevan

atau terkait

b. Sosialisasi standar mutu

c. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)

d. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN terkait
Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas adalah

sebagai berikut :

A. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi :

- Penetapan Standar Asuhan Keperawatan

- Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan keperawatan

- Pembuatan atau penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan

B. Sosialisasi Standar Mutu

Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu : surat, rapat rutin.

C. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)

Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana standar mutu

yang telah ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan oleh petugas di lapangan.

Aplikasi kegiatan MONEV ini meliputi :

- Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Koordinator MCU

- Rapat manajerial

- Rapat rutin bulanan

D. Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV. Penetapan

dengan ”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis dalam kegiatan Monitoring

dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION PLAN” tersebut diharapkan mampu

memfasilitasi percepatan pencapaian standar mutu yang telah ditetapkan


BAB IX

PENUTUP

Buku Pedoman Pelayanan Unit Medical Check Up ini disusun dalam rangka

memberikan acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di unit pelayanan MCU RSUD Poso

agar dapat menyelenggarakan pelayanan MCU yang bermutu, aman, efektif dan efisien

dengan mengutamakan keselamatan pasien. Apabila di kemudian hari diperlukan adanya

perubahan, maka Buku Pedoman Pelayanan Unit Medical Check Up ini akan disempurnakan.
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMENRUMAH SAKIT UMUM DAERAH POSO

PEDOMAN PELAYANAN MEDICAL CHECK UP


TANDA
KETERANGAN TANGGAL
TANGAN

PembuatDokumen

Hayatullah B. Thalib, S.Kep,Ns.,MARS Authorized Person

dr. Massalinri Hasmar, M.Epid.,M.Kes.,Sp.S Direktur

Anda mungkin juga menyukai