A. Nama-nama Sediaan
1. Caps, Capsul = Kapsul
2. Cr, Cream = Krim
3. Larutan untuk Telinga
Acne Cream = Krim Jerawat
Night Cream = Krim Malam
Vanishing Cream = Krim Pembersih
4. Larutan untuk Hidung
Sol Otic, Solution Otic = Obat Cuci Telinga
Gtt Auric, Guttae Auric = Tetes Telinga
5. Larutan untuk Mulut
Collutorium = Obat Cuci Mulut
Gargarisma, Gargle = Obat Kumur
Litus Oris = Obat Oles Bibir
Gtt Oris, Guttae Oris = Obat Tetes Mulut
6. Larutan Oral
Potio = Obat Minum
Syrup = Sirup
Elixir = Eliksir
7. Larutan Topikal
Lot, Lotio, Lotion = Obat Cuci / Pembasuh
8. Lin, Liniment = Obat Gosok
D. Kelarutan
( LARUTAN – ELIKSIR )
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai
pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain.
Perbedaan potio dan larutan adalah potio merupakan sediaan cair untuk
konsumsi obat secara oral, sedangkan larutan merupakan sediaan cair yang
bisa digunakan secara oral, topical dan parenteral.
Klasifikasi larutan berdasarkan pemberiannya :
- Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma,
pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau cairn konsolven.
Beberapa contoh sediaan larutan oral
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula dengan atau tanpa penambahan
bahan pewangi dan zat – zat obat.
- Komponen dari sirup :
1. Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk
memberi rasa manis dan kental.
2. Pengawet antimikroba.
3. Pembau.
4. Pewarna.
Larutan topical adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi seringkali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada
kulit, atau larutan lidokain oral topical untuk penggunaan pada mukosa mulut.
- Sediaan yang termasuk larutan topikal :
1. Gargarisma / obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan
umumnya dalam keadaan pekat yang harus diencerkan terlebih dahulu
sebelum digunakan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan
atau pengobatan infeksi tenggorokan contohnya betadin gargle.
2. Guttae nasalis / tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung
dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat
mengandung zat pensuspensi, pendapat da pengawet. Minyak lemak
atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
( Emulsi )
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi
dalam cairan pembawa di stabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur biasanya
air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir – butir kecil dalam
cairan yang lain.
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsa yang baik.
Semua emulgator bekerja dengan membentuk lapisan di sekeliling butir – butir
tetesan yang terdispersi dan lapisan ini berfungsi agar mencegah terjadinya dan
terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. Terdapat dua macam tipe emulsi
yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M dimana
fase inern air dan fase ekstern adalah minyak.
Emulgator (Bahan Pengemulsi) :
1. Emulgator alam dari tumbuh – tumbuhan :
a. Gom
- Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum.
- Lemak-lemak padat : PGA sama banyak.
Contoh : oleum cacao sebelumnya dilebur dulu di WB sampai meleleh
- Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
- Minyak lemak cair : PGA ½ × berat minyak
Kecuali oleum ricini, PGA : 1/3 × minyak
Oleum icoris, PGA : 3/10 × minyak
b. PGS
1 gr PGS = 49 PGA, untuk minyak kurang halus, sehingga PGS digunakan
untuk serbuk – serbuk yang tidak larut dalam air.
Berat PGS = 2% dari volume larutan = + air 7 × nya
c. Agar – agar
Berat agar-agar = 1 – 2%
Agar-agar + air mendidih qs, dinginkan pelan-pelan sampai suhu 45˚C
d. Emulgator lain ( pektin, metilselulosa, CMC 1 – 2% )
o Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur dan adeps lanae. Bahan-bahan ini
menghasilkan emulsi tipe M/A.
2. Emulgator buatan :
a. Sabun
Untuk pemakaian luar, dapat sebagai emulgator tipe o/w atau w/o
b. Tween 20 ; 40 ; 60 ; 80
c. Span 20 ; 40 ; 80
Cara Pembuatan Emulsi :
1. Metode gom kering
Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi minyak dengan ½ jumlah volume air dan
¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian
air dan 1 bagian emulgator.
- Pertama-tama gom didispersikan ke dalam minyak, lalu ditambahkan air
sekaligus dan diduk/digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk
korpus emulsi.
2. Metode gom basah
Disebut pula sebagai metode inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan
musilago atau melarutkan gom sebagai emulgator dan menggunakan perbandingan
4 ; 2 ; 1 sama seperti gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang
digunakan harus dilarutkan terlebih dahulu ke dalam air, misalnya metilselulosa 1
bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk dan ditambahkan minyak
sedikit-sedikit.
3. Metode botol
- Metode ini digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan menguap dan
minyak-minyak dengan kekentalan rendah.
- Dalam botol kering emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak.
Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat suatu volume air yang
sama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk dapat di encerkan dengan air
sampai volume yang tepat.
Contoh resep
R/ Oleum cacao 5
Camph 2
Sir. Simplex 15
S t dd 1 C
( Suspensi )
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak
boleh cepat mengendap, dan bila dikocok perlahan endapan harus segera terdispersi
kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi
kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang.
Menurut FI edisi III, suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Menurut FI edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
Menurut Formularium Nasional edisi II, suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau
tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang
ditetapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi :
- Ukuran partikel
- Sedikit banyaknya bergerak partikel (viskositas)
- Tolak-menolak antar partikel karena adanya muatan listrik
- Kadar partikel terdispersi
Ciri-ciri sediaan suspensi :
- Terbentuk dua fase yang heterogen
- Berwarna keruh
- Mempunyai diameter partikel > 100 nm
- Dapat disaring dengan kertas saring biasa
- Akan memisah jika didiamkan
Syarat-syarat suspensi :
Menurut FI edisi III adalah :
Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
sedia dituang
Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.
Menurut FI edisi IV adalah :
Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal
Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba
Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
Berikut ini bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai suspending agent, antara lain
yaitu :
1. Golongan Gom, terdiri dari :
a. PGS : 2% + air 7× PGS
b. Chondrus
c. Tragakan
d. Algin
- 1 – 2%
- Dipasaran dalam bentuk garamnya, yaitu natrium alginat.
2. Bahan pensuspensi alam bukan gom, terdiri dari :
a. Bentonit
b. Hectorite
c. Veegum
3. Bahan pensuspensi sintetis
a. Derivat selulosa :
- Metil selulosa
- Karboksimetil selulosa ( CMC ) : 1% + air 20× nya
- Hidroksimetil selulosa
b. Golongan organik polimer : Carbophol 934
Berikut ini adalah cara pembuatan suspensi, ada 2 cara yaitu :
1. Metode Dispersi
Serbuk bahan obat dimasukkan dalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian
baru diencerkan.
CMC/PGS + air untuk CMC/PGS, gerus homogen, + zat yang tidak larut
dalam air, kemudian gerus sampai terbentuk massa yang putih, + sirup-sirup
( kalau ada ), encerkan dengan air secukupnya, + zat-zat yang sudah
dicairkan dalam air, masukkan ke dalam botol + aquadest sampai batas
kalibrasi.
2. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik (etanol,
propilengglicol dan polietilen glicol) yang hendak dicampur dengan air. Setelah
larut dalam pelarut organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan larutan
pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus, tersuspensi dengan
bahan pensuspensi.
CMC/PGS + zat yang tidak larut dalam air, gerus homogen, + air untuk
CMC/PGS, gerus sampai terbentuk massa putih, + sirup-sirup ( kalau ada ),
encerkan dengan air secukupnya, + zat-zat yang sudah dihaluskan dalam air,
masukkan dalam botol, + aquadest sampai batas kalibrasi.
Jika dalam R/ ada oleum MP ( minyak atsiri ) sebagai pewangi maka diganti dengan aqua MP
dengan ketentuan sbb :
19 mg
Maka 1 tetes oleum MP = × 1000 mL = 38 mL aqua MP
500 mg
Untuk sirup-sirup dalam sediaan larutan / potio, hitung kadar sirupnya yakni :
- Jika kadar sirup > 16% maka DM 1 sendok × 1,3 ( untuk seluruh zat )
- Jika kadar sirup < 16% maka DM 1 sendok × 1 ( untuk seluruh zat )
Perhitungan penimbangan :
20
Kadar sirup thymi = × 100% = 20% ( >16% )
100
5 mL
Maka 1 cth codein HCl = × 1,3 × 0,1 = 0,0065 gr = 6,5 mg
100 mL
( Obat Tetes )
Guttae adalah sediaan cair berupa larutan, semulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk
obat dalam atau luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku dalam
Farmakope Indonesia. Sediaan obat tetes itu dapat berupa :
- Guttae = obat tetes
- Guttae Oris = tetes mulus
- Guttae Auriculares = tetes telinga
- Guttae Nasales = tetes hidung
- Guttae Ophtalmicae = tetes mata
Guttae, jika disebutkan guttae tanpa penjelasan lebih lanjut, dimaksudkan obat tetes
untuk obat dalam, obat tetes untuk obat dalam digunakan dengan cara di teteskan ke
dalam minuman atau makanan.
Guttae Oris adalah obat tetes yang diperuntukan untuk kumur-kumur, sebelum
digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan air dan tidak untuk ditelan.
Guttae Auriculares adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat
tetes ke dalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain cairan pembawa yang digunakan
harus mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding
telinga, biasanya digunakan gliserin dan propilenglikol. Selain tersebut dapat pula
digunakan etanol, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Bila sediaan berupa
suspensi sebagai zat pensuspensi digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain
yang cocok. Kecuali dinyatakan lain PHb tetes telinga adalah 5,0 – 6,0 dan disimpan
dalam wadah tertutup rapat.
Guttae Nasales adalah obat bebas yang digunakan dengan cara meneteskan obat ke
dalam rongga hidung yang mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
Sebagai cairan pembawa umumnya digunakan air. PH cairan pembawa sedapat
mungkin antara 5,5 – 7,5 dengan kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir
isotonis. Tidak boleh menggunakan cairan pembawa minyak mineral atau minyak
lemak.
Guttae Ophtalmicae adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan
bola mata. Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu :
1. Steril
2. Sedapat mungkin isohidris
3. Sedapat mungkin isotonis
SALEP
A. PENGERTIAN SALEP
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Salep adalah sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.
a. Dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dan
minyak
contoh: Lanolin anhhidrat ( Adeps Lanae ), Parafin hidrofilik.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai.
Menurut Formularian Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim berair) atau
emulsi a/m (krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134)
Secara tradisional, istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsentrasi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak
dalam air (m/a).
B. Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak
atau alcohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan
untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada 2 tipe krim, yaitu :
Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas.
Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis
lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk
beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular. Contoh : vanishing cream.
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool
alcohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi
2, missal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika
emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Contoh : Cold cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin
dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold
cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
E. Stabilitas krim
Krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan
komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara berlebihan.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan pengenceran yang cocok
yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam waktu satu bulan.
Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu
domba, setasiun, setilalkohol, stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan
sabun.
Gel merupakan sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif,
merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang
saling berikatan pada fase terdispersi. Dalam industri farmasi, sediaan gel banyak
digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan. Polimer yang biasa
digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,
karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil
selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan
polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem
semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi
yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik,
masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun
magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas.
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih
dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang,
elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada
kulit baik.
Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai
perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
SUPPOSITORIA
1. Pengertian Suppositoria
Menurut Dirjen POM (1995), suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra.
Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat
dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan
kejanggalan dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu
waktu dan suhu tertentu.
Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi
untuk vagina khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat
dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel,
1989).
2. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya menurut Syamsuni
(2006), yaitu:
a. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk peluru,
digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI III bobotnya antara 2-3 g, yaitu
untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV kurang lebih 2 g.
b. Suppositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonnjong, seperti kerucut, digunakan
lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya 5 g. Menurut FI
IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki bobot 5 g.
c. Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk batang
dengan panjang antara 7-14 cm.
3. Metode Pembuatan Suppositoria
Menurut Syamsuni (2006), metode pembuatan suppositoria yaitu:
a. Dengan Tangan
Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria yang
menggunakan bahan dasar oleum cacao berskala kecil, dan jika bahan obat tidak tahan
terhadap pemanasan. Metode ini cocok untuk iklim panas.
b. Dengan Mencetak Hasil Leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang memakai bahan
dasar gliserin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi karena akan
mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.
c. Dengan Kompres
Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria
dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000
suppositoria/jam.
Resep Pertemuan ke – 1
S b dd cth I
Da 60 ml Mds 3 dd cth I
Resep pertemuan ke – 2
S. SoS 1 Cth
S 3 dd I cth
Max S 3 dd 2 cth
Pro : Kurnia
Pro : Fatia
Resep pertemuan ke – 3
Resep pertemuan ke – 4
Resep pertemuan ke – 5
Resep Pertemuan ke – 6
S3 dd gtt II auric ds
Mds Ue
Pro : Elin
Pro : Doni
Resep Pertemuan ke – 7
Pro : Asep
Umur/BB :
Alamat :
Resep Pertemuan ke – 7
Pro : Asep
Umur/BB :
Alamat :
Resep Pertemuan ke – 8
Pro : Ina
Pro : indri Umur/BB :
Umur/BB : Alamat :
Alamat :