Anda di halaman 1dari 31

KETENTUAN UMUM

A. Nama-nama Sediaan
1. Caps, Capsul = Kapsul
2. Cr, Cream = Krim
3. Larutan untuk Telinga
 Acne Cream = Krim Jerawat
 Night Cream = Krim Malam
 Vanishing Cream = Krim Pembersih
4. Larutan untuk Hidung
 Sol Otic, Solution Otic = Obat Cuci Telinga
 Gtt Auric, Guttae Auric = Tetes Telinga
5. Larutan untuk Mulut
 Collutorium = Obat Cuci Mulut
 Gargarisma, Gargle = Obat Kumur
 Litus Oris = Obat Oles Bibir
 Gtt Oris, Guttae Oris = Obat Tetes Mulut
6. Larutan Oral
 Potio = Obat Minum
 Syrup = Sirup
 Elixir = Eliksir
7. Larutan Topikal
 Lot, Lotio, Lotion = Obat Cuci / Pembasuh
8. Lin, Liniment = Obat Gosok

B. Signa (Aturan Pakai)

SINGKATAN KEPANJANGAN ARTI


Ad ad Ana ad Sama banyak hingga
Ads Auris dexter sinistra Telingan kanan dan kiri
Adhib adhibitur Digunakan
As Auris sinistra Telinga kiri
Appl / applic Applicandum Gunakan
C Cochlear Sendok makan (15 ml)
Cth Cochlear thea Sendok the (5 ml)
d.i.2plo Da in duplo Berikan dua kalinya
Dil / dilute Dilutum Encer / cair
Gtt Gutthae Tetes
Haust Haustus Diminum sekaligus
M et V Mane et Vespere Pagi dan Sore / Petang
s. 1-0-1 c I Signa 1-0-1 cochlear 1 Pagi satu sendok makan
dan malam satu sendok
makan
T Ter Tiga
C. Zat-zat yang q.s ( SECUKUPNYA )
1. Adeps Lanae q.s = 2 %
2. Bentonit q.s = 5 %
3. Bentonit Magma q.s = 25 % ( Bentonit 5 %, Air = 95 % )
4. CMC / CMC Na q.s = 2 % + air panas 20 X
5. Oleum q.s = 1 – 2 tetes
6. Pewangi / parfum q.s = 1 – 2 tetes ( Ol. Citri, Ol. Rossae dll )
7. PGA q.s = tergantung bobot minyak
8. PGS q.s = 2 %

D. Kelarutan

Istilah Kelarutan Singkatan Jumlah bagian pelarut


diperlukan untuk
melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Sml Kurang dari 1
Mudah larut Ml 1 sampai 10
Larut L 10 sampai 30
Agak sukar larut Asl 30 sampai 100
Sukar larut Sl 100 sampai 1000
Angat sukar larut Ssl 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Ptl Lebih dari 10.000

E. Cara Menghitung Dosis Pemakaian


Perhitungan dosis untuk satu kali pemakaian untuk sediaan larutan obat dalam
5 mL
Untuk 1 cth = × berat zat aktif yang dihitung DM nya
v larutan
2 ×5 mL
Untuk 2 cth = × berat zat aktif yang dihitung DM nya
v larutan
Urutan untuk mencapai DM :
 FI edisi III
 Ekstra Farmakope
 FI edisi II
 FI edisi I
SOLUTIONES – ELIXIRA

( LARUTAN – ELIKSIR )

 Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai
pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain.
 Perbedaan potio dan larutan adalah potio merupakan sediaan cair untuk
konsumsi obat secara oral, sedangkan larutan merupakan sediaan cair yang
bisa digunakan secara oral, topical dan parenteral.
 Klasifikasi larutan berdasarkan pemberiannya :
- Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma,
pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau cairn konsolven.
 Beberapa contoh sediaan larutan oral
 Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula dengan atau tanpa penambahan
bahan pewangi dan zat – zat obat.
- Komponen dari sirup :
1. Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk
memberi rasa manis dan kental.
2. Pengawet antimikroba.
3. Pembau.
4. Pewarna.

- Ada 3 macam sirup, yaitu :


1. Sirup simpleks, mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25%
b/v.
2. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa
zat tambahan digunakan untuk pengobatan.
3. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat
pewangi atau penyedap lain. Penambahan sirup ini bertujuan untuk
menutup rasa atau bau obat yang tidak enak.
 Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimasukan untuk
penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan.
Dibandingkan dengan sirup eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental
karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan akibatnya kurang efektif
dibanding sirup dalam menutupi rasa dalam senyawa obat.

 Larutan topical adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi seringkali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada
kulit, atau larutan lidokain oral topical untuk penggunaan pada mukosa mulut.
- Sediaan yang termasuk larutan topikal :
1. Gargarisma / obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan
umumnya dalam keadaan pekat yang harus diencerkan terlebih dahulu
sebelum digunakan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan
atau pengobatan infeksi tenggorokan contohnya betadin gargle.
2. Guttae nasalis / tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung
dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat
mengandung zat pensuspensi, pendapat da pengawet. Minyak lemak
atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai cairan pembawa.

- Larutan dibagi berdasarkan sistem pelarut dan zat pelarut :


1. Tingtur yaitu larutan mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat
dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.
2. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalamair, dari minyak
mudah menguap atau senyawa aromatik, atau bahan penguap lainnya.

- Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat larutan :


a. Kelarutan zat aktif harus jelas dan bisa larut
b. Kestabilan zat aktif dalam larutan / pelarut maupun konsolven harus
baik
c. Dosis takaran tepat
d. Penyimpanan yang sesuai
- Keuntungan bentuk larutan :
a. Merupakan campuran yang homogen
b. Dosis dapat dirubah – rubah dalam pembuatan
c. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit
diencerkan
d. Kerja awal lebih cepat karena obat cepat di absorpsi
e. Volume bentuk larutan lebih besar
f. Mudah diberikan pemanis, bau – bauan, pewarna dll.
EMULSA

( Emulsi )

 Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi
dalam cairan pembawa di stabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
 Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur biasanya
air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir – butir kecil dalam
cairan yang lain.
 Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsa yang baik.
 Semua emulgator bekerja dengan membentuk lapisan di sekeliling butir – butir
tetesan yang terdispersi dan lapisan ini berfungsi agar mencegah terjadinya dan
terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. Terdapat dua macam tipe emulsi
yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M dimana
fase inern air dan fase ekstern adalah minyak.
 Emulgator (Bahan Pengemulsi) :
1. Emulgator alam dari tumbuh – tumbuhan :
a. Gom
- Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum.
- Lemak-lemak padat : PGA sama banyak.
Contoh : oleum cacao sebelumnya dilebur dulu di WB sampai meleleh
- Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
- Minyak lemak cair : PGA ½ × berat minyak
Kecuali oleum ricini, PGA : 1/3 × minyak
Oleum icoris, PGA : 3/10 × minyak
b. PGS
1 gr PGS = 49 PGA, untuk minyak kurang halus, sehingga PGS digunakan
untuk serbuk – serbuk yang tidak larut dalam air.
Berat PGS = 2% dari volume larutan = + air 7 × nya
c. Agar – agar
Berat agar-agar = 1 – 2%
Agar-agar + air mendidih qs, dinginkan pelan-pelan sampai suhu 45˚C
d. Emulgator lain ( pektin, metilselulosa, CMC 1 – 2% )
o Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur dan adeps lanae. Bahan-bahan ini
menghasilkan emulsi tipe M/A.

2. Emulgator buatan :
a. Sabun
Untuk pemakaian luar, dapat sebagai emulgator tipe o/w atau w/o
b. Tween 20 ; 40 ; 60 ; 80
c. Span 20 ; 40 ; 80
 Cara Pembuatan Emulsi :
1. Metode gom kering
Emulsi dibuat dengan jumlah komposisi minyak dengan ½ jumlah volume air dan
¼ jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian
air dan 1 bagian emulgator.
- Pertama-tama gom didispersikan ke dalam minyak, lalu ditambahkan air
sekaligus dan diduk/digerus dengan cepat dan searah hingga terbentuk
korpus emulsi.
2. Metode gom basah
Disebut pula sebagai metode inggris, cocok untuk penyiapan emulsi dengan
musilago atau melarutkan gom sebagai emulgator dan menggunakan perbandingan
4 ; 2 ; 1 sama seperti gom kering. Metode ini dipilih jika emulgator yang
digunakan harus dilarutkan terlebih dahulu ke dalam air, misalnya metilselulosa 1
bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk dan ditambahkan minyak
sedikit-sedikit.
3. Metode botol
- Metode ini digunakan untuk emulsi dari bahan-bahan menguap dan
minyak-minyak dengan kekentalan rendah.
- Dalam botol kering emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak.
Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat suatu volume air yang
sama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk dapat di encerkan dengan air
sampai volume yang tepat.

 Alat yang digunakan untuk pembuatan emulsi yang baik :


- Moertir dan stamper
- Botol
- Mixer atau blender
- Homogenizer
- Colloid mill
-

Contoh resep

Dr. Dema Naufarrel


SIP : 737/DN – 73 / I /2007
Jl. Raya Cigugur No. 28 Kuningan

No. ..... tgl. ....................

R/ Oleum cacao 5
Camph 2
Sir. Simplex 15
S t dd 1 C

Pro. Farhan (14 th)


Alamat : Jl. Langit Biru II / 73 Bandung
Penyelesaian :

- Oleum cacao dilelehkan dan dilarutkan camphora ke dalamnya.


- PGA yang digunakan adalah sama berat oleum cacao dan camphora selanjutnya dibuat
korpus emulsi dan seterusnya.
SUSPENSIONES

( Suspensi )

 Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak
boleh cepat mengendap, dan bila dikocok perlahan endapan harus segera terdispersi
kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas tetapi
kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang.
 Menurut FI edisi III, suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
 Menurut FI edisi IV, suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
 Menurut Formularium Nasional edisi II, suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan sempurna dalam cairan
pembawa atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau
tanpa zat tambahan yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang
ditetapkan.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi :
- Ukuran partikel
- Sedikit banyaknya bergerak partikel (viskositas)
- Tolak-menolak antar partikel karena adanya muatan listrik
- Kadar partikel terdispersi
 Ciri-ciri sediaan suspensi :
- Terbentuk dua fase yang heterogen
- Berwarna keruh
- Mempunyai diameter partikel > 100 nm
- Dapat disaring dengan kertas saring biasa
- Akan memisah jika didiamkan
 Syarat-syarat suspensi :
 Menurut FI edisi III adalah :
 Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
 Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
 Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
 Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
sedia dituang
 Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.
 Menurut FI edisi IV adalah :
 Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal
 Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba
 Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
 Berikut ini bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai suspending agent, antara lain
yaitu :
1. Golongan Gom, terdiri dari :
a. PGS : 2% + air 7× PGS
b. Chondrus
c. Tragakan
d. Algin
- 1 – 2%
- Dipasaran dalam bentuk garamnya, yaitu natrium alginat.
2. Bahan pensuspensi alam bukan gom, terdiri dari :
a. Bentonit
b. Hectorite
c. Veegum
3. Bahan pensuspensi sintetis
a. Derivat selulosa :
- Metil selulosa
- Karboksimetil selulosa ( CMC ) : 1% + air 20× nya
- Hidroksimetil selulosa
b. Golongan organik polimer : Carbophol 934
 Berikut ini adalah cara pembuatan suspensi, ada 2 cara yaitu :
1. Metode Dispersi
Serbuk bahan obat dimasukkan dalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian
baru diencerkan.
 CMC/PGS + air untuk CMC/PGS, gerus homogen, + zat yang tidak larut
dalam air, kemudian gerus sampai terbentuk massa yang putih, + sirup-sirup
( kalau ada ), encerkan dengan air secukupnya, + zat-zat yang sudah
dicairkan dalam air, masukkan ke dalam botol + aquadest sampai batas
kalibrasi.
2. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik (etanol,
propilengglicol dan polietilen glicol) yang hendak dicampur dengan air. Setelah
larut dalam pelarut organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan larutan
pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus, tersuspensi dengan
bahan pensuspensi.
 CMC/PGS + zat yang tidak larut dalam air, gerus homogen, + air untuk
CMC/PGS, gerus sampai terbentuk massa putih, + sirup-sirup ( kalau ada ),
encerkan dengan air secukupnya, + zat-zat yang sudah dihaluskan dalam air,
masukkan dalam botol, + aquadest sampai batas kalibrasi.

Jika dalam R/ ada oleum MP ( minyak atsiri ) sebagai pewangi maka diganti dengan aqua MP
dengan ketentuan sbb :

1 gtt oleum MP = 19 mg ( Ph.Ned; 79 )

Kadar aqua MP = 0,5% ( FI II, 69 )

= 0,5 = 0,5 gram = 500 mg zat dalam 1000 mL pelarut

19 mg
Maka 1 tetes oleum MP = × 1000 mL = 38 mL aqua MP
500 mg

Untuk sirup-sirup dalam sediaan larutan / potio, hitung kadar sirupnya yakni :

- Jika kadar sirup > 16% maka DM 1 sendok × 1,3 ( untuk seluruh zat )
- Jika kadar sirup < 16% maka DM 1 sendok × 1 ( untuk seluruh zat )

Contoh : R/ Sir. Thymi 20


Codein HCl 0,1
Aqua ad 100 mL
Mds 3 dd 1 cth

Perhitungan penimbangan :
20
Kadar sirup thymi = × 100% = 20% ( >16% )
100

5 mL
Maka 1 cth codein HCl = × 1,3 × 0,1 = 0,0065 gr = 6,5 mg
100 mL

Codein diganti dengan codein HCl sebanyak 1,17× nya


GUTTAE

( Obat Tetes )

 Guttae adalah sediaan cair berupa larutan, semulsi atau suspensi, dimaksudkan untuk
obat dalam atau luar, digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang
menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku dalam
Farmakope Indonesia. Sediaan obat tetes itu dapat berupa :
- Guttae = obat tetes
- Guttae Oris = tetes mulus
- Guttae Auriculares = tetes telinga
- Guttae Nasales = tetes hidung
- Guttae Ophtalmicae = tetes mata
 Guttae, jika disebutkan guttae tanpa penjelasan lebih lanjut, dimaksudkan obat tetes
untuk obat dalam, obat tetes untuk obat dalam digunakan dengan cara di teteskan ke
dalam minuman atau makanan.
 Guttae Oris adalah obat tetes yang diperuntukan untuk kumur-kumur, sebelum
digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan air dan tidak untuk ditelan.
 Guttae Auriculares adalah obat tetes yang digunakan dengan cara meneteskan obat
tetes ke dalam telinga. Bila tidak dinyatakan lain cairan pembawa yang digunakan
harus mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding
telinga, biasanya digunakan gliserin dan propilenglikol. Selain tersebut dapat pula
digunakan etanol, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Bila sediaan berupa
suspensi sebagai zat pensuspensi digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain
yang cocok. Kecuali dinyatakan lain PHb tetes telinga adalah 5,0 – 6,0 dan disimpan
dalam wadah tertutup rapat.
 Guttae Nasales adalah obat bebas yang digunakan dengan cara meneteskan obat ke
dalam rongga hidung yang mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
Sebagai cairan pembawa umumnya digunakan air. PH cairan pembawa sedapat
mungkin antara 5,5 – 7,5 dengan kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir
isotonis. Tidak boleh menggunakan cairan pembawa minyak mineral atau minyak
lemak.
 Guttae Ophtalmicae adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan
bola mata. Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu :
1. Steril
2. Sedapat mungkin isohidris
3. Sedapat mungkin isotonis
SALEP

A. PENGERTIAN SALEP
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Salep adalah sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.

B. DASAR SALEP (BASIS SALEP)


Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci
dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan
salah satu dasar salep tersebut.

1. Dasar salep hidrokarbon


Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti Vaselin Album
(White Petrolatum), Vaselin Flavum (Yellow Petrolatum), Cera Alba, Cera Flava,
Paraffin Liquidum, Paraffin Solidum dan Cetaceum.
Dasar salep ini hanya dapat bercampur dengan sejumlah kecil komponen berair.
Sifat dasar salep hidrokarbon sukar dicuci, tidak mengering dan tidak berubah
dalam waktu lama. Salep ini ditujukan untuk memperpanjang kontak bahan obat
dengan kulit dan bertindak sebagai penutup kulit. Dasar salep hidrokarbon
terutama digunakan sebagai bahan emolien.

2. Dasar salep serap


Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe:

a. Dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dan
minyak
contoh: Lanolin anhhidrat ( Adeps Lanae ), Parafin hidrofilik.

b. Dasar salep yang sudah membentuk emulsi air minyak.


Contoh : Adeps Lanae cum Aqua ( Lanolin ) dan Cold cream.
Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat
sehingga sukar dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hydrosue atau lanolin
ialah adeps lanae dengan aqua 25-27%. Salep ini dapat dicuci namun
kemungkinan bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah dicuci dengan
air, sehingga tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep serap juga
bermanfaat sebagai emolien.

3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air


Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air misalnya salep hidrofilik. Dasar
ini dinyatakan“dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dari kulit, sehingga
lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Dasar salep ini tampilannya
menyerupai krim karena fase terluarnya adalah air. Keuntungan lain dari dasar
salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang
terjadi pada kelainan dermatologik.

4. Dasar salep larut dalam air


Dasar salep ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen
larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep
yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan yang tak larut dalam
air seperti lanolin anhidrat, parafin dan malam (cera). Dasar salep ini lebih tepat
disebut “ gel “. Contoh dasar salep ini ialah polietilenglikol. Pemilihan dasar salep
untuk dipakai dalam formulasi salep bergantung pada beberapa faktor, seperti
kecepatan pelepasan bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat, kemampuan
mempertahankan kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar
salep, pengaruh obat terhadap dasar salep.

C. PENGGOLONGAN DASAR SALEP BERDASARKAN SIFAT FISIK


Berdasarkan sifat fisiknya basis salep ada yang berupa:
1. zat padat seperti : Cera alba, Cera flava, Cetaceum, Paraffin solidum,
Cetylalcohol, Acidum Stearinicum.
2. setengah padat seperti : Vaselin album, vaselin flavum, adeps lanae.
3. zat cair (cairan kental ) seperti : Oleum Sesami, Oleum Cocos dan Paraffin
liquidum.
Bila basis salep yang digunakan berupa zat setengah padat seperti Vaselin atau
Adeps lanae dapat langsung digunakan/dicampur dengan bahan obat. Tetapi bila
berupa campuran basis yang bentuk fisiknya setengah padat, padat dan cairan
maka harus dicampur dan dilebur hingga cair diatas waterbath, kemudian diaduk
hingga dingin dan homogen.

D. PEMILIHAN DASAR SALEP


Pemilihan dasar salep tergantung dari beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan,sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalkan obat -obat
yang cepat terhidrolisa, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
dasar salep yang mengandung air. Dasar salep kecuali dinyatakan lain, sebagai
bahan dasar digunakan Vaselin Putih. Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan
pemakaian, dapat dipilih salah satu bahan dasar salep yang disebutkan diatas.
Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal. Namun, dengan pertimbangan
faktor di atas diharapkan dapat diperoleh bentuk sediaan yang paling
baik.
E. INDIKASI SALEP
Salep dipakai untuk dermatosis (penyakit kulit) yang kering dan tebal (proses
kronik), termasuk likenifikasi (penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan kulit
tampak lebih jelas), hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama (pelepasan lapisan
tanduk dari permukaan kulit), berlapis, pada ulkus yang telah bersih.

E. MEKANISME KERJA SALEP


Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas
permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan
dasar hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep
serap (salep absorpsi) kerjanya terutama untuk mempercepat penetrasi karena
komponen airnya yang besar. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan
dasar salep larut dalam air mampu berpenetrasi jauh ke hipodermis sehingga
banyak dipakai pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang dalam.
G. KONTRAINDIKASI SALEP
Salep tidak dapat digunakan pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif
(luka yang bernanah) karena salep tidak dapat melekat, demikian pula pada
daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlengketan.
H. PEMERIAN
Basis salep tidak boleh berbau tengik.
I. HOMOGENITAS
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,harus
menunjukkan susunan yang homogen.
J. PENANDAAN
Pada etiket harus tertera “ Obat luar “
CREAM

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar. 
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. 
Menurut Formularian Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. 
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi m/a (krim berair) atau
emulsi a/m (krim berminyak). (The Pharmaceutical Codex 1994, hal 134) 
Secara tradisional, istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsentrasi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau minyak
dalam air (m/a).

B. Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak
atau alcohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan
untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada 2 tipe krim, yaitu :

1.Tipe M/A atau O/W 

Vanishing cream adalah kosmetika yang digunakan untuk maksud membersihkan,


melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream 

Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas.
Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis
lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk
beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular. Contoh : vanishing cream. 

sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit. 

2. Tipe A/M atau W/O 

Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool
alcohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi
2, missal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda. Jika
emulgator tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa. Contoh : Cold cream 
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa dingin
dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold
cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.

  C. Bahan-Bahan Penyusun Krim

a. Bahan – bahan penyusun krim, antara lain : 


- Zat berkhasiat 
- Minyak
- Air 
- Pengemulsi 
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan
sifat krim yang akan dibuat/dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan
emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alcohol, stearil alcohol, trietanolalamin
stearat, polisorbat, PEG.  

b. Bahan – bahan tambahan dalam sediaan krim, antara lain : 

1. Zat pengawet untuk meningkatkan stabilitas sediaan 


Bahan pengawer sering digunakan umumnya metal paraben 0,12 – 0,18 % propel
paraben 0,02 – 0,05 %. 
2. Pendapar untuk mempertahankan PH sediaan 
3. Pelembab 
4. Antioksidan untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak
jenuh.

D.Kelebihan & Kekurangan Sediaan Krim


1) Kelebihan
- Mudah menyebar rata
- Praktis
- Mudah dibersihkan atau dicuci
- Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
- Tidak lengket terutama tipe m/a
- Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
- Digunakan sebagai kosmetik
- Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun.
2) Kekurangan
- Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan
panas
- Mudah pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas
- Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu
system campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan
komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.

E. Stabilitas krim

Krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan
komposisi, misalnya adanya penambahan salah satu fase secara berlebihan.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai dengan pengenceran yang cocok
yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam waktu satu bulan.

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang
dikendaki. Sebagai bahan pengemulsi krim, dapat digunakan emulgid, lemak bulu
domba, setasiun, setilalkohol, stearilalkohol, golongan sorbitan, polisorbat, PEG, dan
sabun.

Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya adalah metilparaben


(nipagin) 0,12 – 0,18% dan propilparaben (nipasol) 0,02 – 0,05%.

F. Metode pembuatan krim :


1. Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan proses
emulsifikasi komponen tidak bercampur dengan air seperti minyak dan lilin
dicairkan bersama-sama di penangas air pada suhu 70-75 °C
2. semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air
dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak
3. larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak
yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10
menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak.
4. campuran perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus
sampai campuran mengental.
5. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka
beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara fase
lemak dengan fase cair.
GEL

 Gel merupakan sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya  dan mengandung zat aktif,
merupakan dispersi  koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang
saling  berikatan pada fase terdispersi. Dalam industri farmasi, sediaan gel banyak
digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan. Polimer yang biasa
digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,
karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil
selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan
polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi.
 Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem
semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
 Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi
yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa  organik,
masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
 Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan.

1. Penggolongan Gel Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV


Penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu :

a. Gel sistem dua fase

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun
magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin
homogenitas.

b. Gel sistem fase tunggal


Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan
cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari
gom alam misanya tragakan.

Keuntungan dan Kekurangan Gel


Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :

a. Keuntungan sediaan gel :

Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih
dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang,
elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada
kulit baik.

b. Kekurangan sediaan gel

Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai
perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,
kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
SUPPOSITORIA

1. Pengertian Suppositoria
Menurut Dirjen POM (1995), suppositoria adalah sediaan padat dalam
berbagai bobot dalam bentuk, yang diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra.
Bentuk dan ukurannya harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat
dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan
kejanggalan dalam penggelembungan begitu masuk dan harus bertahan untuk suatu
waktu dan suhu tertentu.
Supositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan, tetapi
untuk vagina khususnya tablet vagina yang dibuat dengan cara kompresi dapat
dimasukkan lebih jauh ke dalam saluran vagina dengan bantuan alat khusus (Ansel,
1989).

2. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya menurut Syamsuni
(2006), yaitu:
a. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk peluru,
digunakan lewat rektum atau anus. Menurut FI III bobotnya antara 2-3 g, yaitu
untuk dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV kurang lebih 2 g.
b. Suppositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonnjong, seperti kerucut, digunakan
lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya 5 g. Menurut FI
IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi memiliki bobot 5 g.
c. Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk batang
dengan panjang antara 7-14 cm.
3. Metode Pembuatan Suppositoria
Menurut Syamsuni (2006), metode pembuatan suppositoria yaitu:
a. Dengan Tangan
Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria yang
menggunakan bahan dasar oleum cacao berskala kecil, dan jika bahan obat tidak tahan
terhadap pemanasan. Metode ini cocok untuk iklim panas.
b. Dengan Mencetak Hasil Leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang memakai bahan
dasar gliserin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi karena akan
mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.
c. Dengan Kompres
Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria
dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000
suppositoria/jam.
Resep Pertemuan ke – 1

Dr. Dewi Anjarwati Dr. Sandi J


SIP : No. 376/DKK-DN/II/2015 SIP : No. 115/KW/2009
Jl. Buah Batu No.115 Bandung Jl. Paskal No.501 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 1A Bandung,Tgl. No. 1B Bandung, Tgl.

R/ Paracetamol 0,3 R/ Sir. Glyceril Guaiacolat 100 ml


Guaiafenesin 50 mg Contin
Fenilpropanolamin Hcl 15 mg Theophyllin 0,050/cth
Aquadest ad 5 ml
Mf Potio

S b dd cth I
Da 60 ml Mds 3 dd cth I

Pro : Anita Pro : Dinda


Umur : Umur :
Alamat : Jl. Pasteur 28 bandung Alamat :

Resep pertemuan ke – 2

Dr. Darma W Dr. Darma W


SIP : No. 13/KW/2005 SIP : No. 13/KW/2005
Jl. Jakarta No.23 Bandung Jl. Jakarta No.23 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 2A Bandung, Tgl. No. 2B Bandung, Tgl.

R/ Chloramphenicol palm 1,5


R/ Acetaminophenum 1,4
CMC 2%
Glycerolum 30 ml
Propilenglikol 10 gram
Propylenglicolum 6 ml
Syrupus simplex 9 gram
Etanol 6 ml
M.f. elixir ad 60 ml
Mf Susp. 60 ml

S. SoS 1 Cth
S 3 dd I cth
Max S 3 dd 2 cth
Pro : Kurnia

Pro : Fatia
Resep pertemuan ke – 3

Dr. Darma W Dr. Darma W


SIP : No. 13/KW/2005 SIP : No. 13/KW/2005
Jl. Jakarta No.23 Bandung Jl. Jakarta No.23 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 3A Bandung, Tgl. No. 4B Bandung, Tgl.

R/ Oleum Ricini 10 R/ Neomycin 0,07


PGA qs Lidocain Hcl 1%
Sacch Alba 7
Aqua ad 100
m.f guttae auric. 20 ml

Mf la emulsi S.t d gtt ads


S 1 dd C 1 an
Pro : Ny. Susilo
Pro : Ny. Misnah

Resep pertemuan ke – 4

Dr. Darma W Dr. Darma W


SIP : No. 13/KW/2005 SIP : No. 13/KW/2005
Jl. Jakarta No.23 Bandung Jl. Jakarta No.23 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 4A Bandung, Tgl. No. 7B Bandung, Tgl.

R/ Difenhydramin HCl 1% R/ Asam Salisilat 0,1


Calamin 8% Alumen 0,5
Champora 0,10% Ol. Mp gtt II
Aquadest ad 100 mL

Mf. Lotio 60 mL Mf. Gargarisma


S ue S 3× sehari dikumur

Pro : Andri Pro : Rudi

Resep pertemuan ke – 5

Dr. Darma W Dr. Darma W


SIP : No. 13/KW/2005 SIP : No. 13/KW/2005
Jl. Jakarta No.23 Bandung Jl. Jakarta No.23 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 5A Bandung, Tgl. No. 5B Bandung, Tgl.

R/ Liniment Methyl salisilat 20 cc


R/ Calamin Lotion 60 mL
Mds Ue Mds ue

Pro : Sultan Pro : Yulia

Resep Pertemuan ke – 6

Dr. Dewi Anjarwati Dr. Sandi J


SIP : No. 376/DKK-DN/II/2015 SIP : No. 115/KW/2009
Jl. Buah Batu No.115 Bandung Jl. Paskal No.501 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 9A Bandung, Tgl. No. 9B Bandung, Tgl.

R/ Antazolin HCl 0,1 R/ Salep Whitefield 15


Procain HCl 3% Contin
Mf Gutt auric 20 mL Sulfur PP 3%

S3 dd gtt II auric ds
Mds Ue
Pro : Elin
Pro : Doni

Resep Pertemuan ke – 7

Dr. Dewi Anjarwati Dr. Sandi J


SIP : No. 376/DKK-DN/II/2015 SIP : No. 115/KW/2009
Jl. Buah Batu No.115 Bandung Jl. Paskal No.501 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 7A Bandung, Tgl. No. 7B Bandung, Tgl.

R/ Ac. Stearat 10% R/ Salep Neomicyn 10


Gliserin 10%
TEA 2% m.f.ungt
Nipagin 0,2% S Ue
Aquadest ad 30
Pro : Imran
m.f. cream Umur/BB :
S ue Alamat :

Pro : Asep
Umur/BB :
Alamat :

Resep Pertemuan ke – 7

Dr. Dewi Anjarwati Dr. Sandi J


SIP : No. 376/DKK-DN/II/2015 SIP : No. 115/KW/2009
Jl. Buah Batu No.115 Bandung Jl. Paskal No.501 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 7A Bandung, Tgl. No. 7B Bandung, Tgl.

R/ Ac. Stearat 10% R/ Salep Neomicyn 10


Gliserin 10%
TEA 2% m.f.ungt
Nipagin 0,2% S Ue
Aquadest ad 30
Pro : Imran
m.f. cream Umur/BB :
S ue Alamat :

Pro : Asep
Umur/BB :
Alamat :

Resep Pertemuan ke – 8

Dr. Dewi Anjarwati Dr. Sandi J


SIP : No. 376/DKK-DN/II/2015 SIP : No. 115/KW/2009
Jl. Buah Batu No.115 Bandung Jl. Paskal No.501 Bandung
Telp. 022-3558190 Telp. 022-3558190
No. 8A Bandung, Tgl. No. 8B Bandung, Tgl.

R/ Liq. Faberi Sf 60 ml R/ Otolin ear drops 10 ml


Adde
Champora 0,500 S 3 dd gtt III ads

S oleskan sehari 2 kali

Pro : Ina
Pro : indri Umur/BB :
Umur/BB : Alamat :
Alamat :

Anda mungkin juga menyukai