Penyusun:
Sarwedi Oemarmadi
Budihardjo Hardjowiyono
Hayie Muhammad
Editor:
Kiki Bambang Kisworo
Design Cover:
Iriawan Cahyadi
Diterbitkan oleh:
Indonesia Procurement Watch
Jl. Tebet Raya No.3A Jakarta Selatan
Telp/Fax : 021-8296452
BARANGSIAPA MENGCOPY, MEMPERBANYAK ATAU MENGUTIP
SELURUH ATAU SEBAGIAN BUKU INI, HARUS MENDAPAT IZIN DARI
INDONESIA PROCUREMENT WATCH
Didukung oleh:
USAID-LGSP
Korupsi adalah salah satu dari sekian banyak masalah besar yang sedang kita hadapi sekarang ini. Tidak ada cara mudah
dan jalan pintas untuk memberantas korupsi. Korupsi, sampai tingkat tertentu akan selalu hadir di tengah-tengah kita.
Kita sadar bahwa korupsi, tidak saja mengancam sistem kenegaraan kita tetapi juga menghambat pembangunan dan
menurunkan tingkat kesejahteraan jutaan orang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Korupsi telah menciptakan
pemerintahan irasional, pemerintahan yang didorong oleh keserakahan, bukan oleh tekad untuk mensejahterakan masyarakat.
Salah satu lahan korupsi yang paling subur adalah pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa pemerintah
melibatkan dana yang sangat besar. Hampir 40 % pengeluaran belanja negara digunakan untuk pengadaan barang dan
jasa. Angka tersebut tidak termasuk dana yang dikelola oleh BUMN, parastatal, kontraktor kemitraan dan belum mencakup
anggaran pemerintah daerah. Hasil kajian Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan Bank Dunia dan Bank
Pembangunan Asia yang tertuang dalam “Country Procurement Assesment Report (CPAR)” tahun 2001, menyebutkan
10% - 50% pengadaan barang dan jasa mengalami kebocoran. Kajian ini memperkuat dugaan bahwa pengadaan barang
dan jasa adalah sasaran empuk para pelaku korupsi. Untuk itu tidak ada cara lain bahwa upaya pemberantasan korupsi
harus dimulai dari pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas maka disusunlah Toolkit Anti
Korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa ini.
Tujuan dari di susunnya Toolkit Anti Korupsi di bidang Pengadaan, dimaksudkan untuk menjadi ‘alat atau ‘instrumen’ dari
segenap Iapisan dan kekuatan masyarakat di Indonesia, agar dapat secara aktif berperanserta mencegah merajalelanya
penyakit korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Masyarakat selanjutnya dapat melakukan fungsinya
sebagai ‘peniup pluit’ (whistleblower) atau semacam “Watchdog”, yang akan segera memberikan alarm atau upaya
pencegahan dini yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan tindakan preventif maupun represif
yang diperlukan.
Akhirnya semoga buku kecil dan sederhana ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas dalam upaya pemberantasan
korupsi, khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Selamat berjuang membasmi korupsi.
USAID/lndonesia bersyukur atas prakarsa Indonesia Procurement Watch untuk membekali anggota masyarakat dan LSM
yang peduli dengan informasi dan perangkat yang diperlukan untuk memerangi korupsi.
Upaya ini semakin besar artinya bila kita pertimbangkan betapa besar korupsi telah merugikan ekonomi negara ini dan
dampak kerugiannya terhadap kehidupan setiap warga. Kami di USAID bertekad membantu pemerintah dan warga
Indonesia dalam upaya memberantas korupsi.
USAID gembira dapat mendukung IPW dalam mengembangkan perangkat ini sehingga dapat digunakan oleh masyarakat
dan LSM untuk membangun pemerintahan daerah yang bertanggungjawab. Melalui program Local Governance Support
Program (LGSP), kami juga membantu pemerintah daerah dengan meningkatkan keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan agar mereka semakin tanggap dan mampu dalam memberi pertanggungjawaban kepada warganya.
Bagi mereka yang akan memanfaatkan dokumen ini, saya ucapkan semoga berhasil!
William M. Frej
USAID/lndonesia Mission/Director
Puji syukur kami ucapkan kepada ALLAH SWT, karena atas izin dan perkenanNya akhirnya buku “Toolkit Anti Korupsi
Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah” ini dapat kami terbitkan. Penerbitan buku ini sebenarnya telah lama IPW
rencanakan, namun karena kesibukan dan kendala teknis baru sekarang buku ini dapat kami terbitkan.
Dengan terbitnya buku Toolkit Anti Korupsi Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini, kiranya dapat menjadi pegangan
bagi para aktivis anti korupsi, mahasiswa, praktisi hukum dan siapa saja yang berminat dan peduli terhadap pemberantasan
korupsi khususnya korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa publik.
Dalam kesempatan ini IPW menyampaikan terima kasih kepada Bappenas dan ADB (Asian Development Bank), sehingga
buku ini dapat diketahui dan digunakan oleh masyarakat secara luas. Selain itu IPW juga menyampaikan ucapan terimakasih
kepada USAID-LGSP sehingga memungkinkan penerbitan buku ini. Serta pihak-pihak yang telah banyak memberikan
dukungan dan dorongan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu atas penerbitan buku ini.
Semoga buku ini memberi manfaat dalam pelaksanaan good governance dan upaya-upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Budihardjo Hardjowijono
Direktur Eksekutif
3. Program Anti Korupsi di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Public Procurement) ..................................... 9
a. Landasan Good Governance sebagai Platform Dasar Program Anti Korupsi di Bidang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah .................................................................................................................................................................. 9
b. Mempelajari Patologi di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ...................................................................... 10
c. Tujuan dan Kegunaan dari Toolkit Anti Korupsi di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ...................... 19
5. Catatan .............................................................................................................................................................................................. 81
Lampiran .................................................................................................................................................................................................. 84
Profil Indonesia Procurement Watch ............................................................................................................................................... 91
PEMBUKAAN
“...... dalam pemberantasan KKN diperlukan revitalisasi institusi hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan dan
Kehakiman..”
“..... harus dipilih juga pejabat yang bebas KKN, penegak hukum yang berani, tegas dalam menindak pelanggaran
hukum dan akan memberikan hukuman yang berat dan setimpal kepada koruptor..”
(Susilo Bambang Yudhoyono - Presiden RI)
“..... Perlu ada pengawasan dan sistem yang kuat disertai shock therapy dan kontinuitas dalam tindakan. Untuk
korupsi masa lalu, semua yang masih ada harus berjalan dan dibuka kembali. Pelakunya tetap diadili, siapapun dia..”
(Jusuf Kalla - Wakil Presiden RI)
a. Landasan "Good Governance" atau "Pemerintahan yang Baik" sebagai Platform Dasar Program
Anti Korupsi di bidang Pengadaan Barang Pemerintah
Berbagai 'penyakit' yang mungkin sudah dapat dideteksi dan di-diagnosis, perlu diidentifikasi untuk kemudian dicarikan
terapi pengobatannya yang paling mujarab dan efektif. Harus diakui bahwa tidak ada birokrasi pemerintahan yang
sama sekali bebas dari berbagai penyakit. Sebaliknya, tidak semua jajaran birokrasi pemerintah yang menderita
penyakit semacam ini. Dari analisis keadaan internal dan eksternal, dalam melakukan pendalaman tentang patologi
di bidang pengadaan barang pemerintah, maka perlu terlebih dahulu dikemukakan beberapa fakta yang dapat
dijadikan bahan masukan secara objektif dan proporsional, tentang praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah
yang belum berorientasi pada prinsip 'Good Procurement Governance' yang berbasis pada azas 'keterbukaan', 'akuntabilitas
publik', 'partisipasi masyarakat' dan 'supremasi hukum'.
Pada dasarnya pilar-pilar utama dari 'Good Governance' seperti halnya azas 'keterbukaan', 'akuntabilitas publik', 'partisipasi
masyarakat' dan 'supremasi hukum' bukan lagi barang asing atau baru dalam tatanan kenegaraan dan kelembagaan
di Indonesia. Mulai dari jiwa UUD 1945 beserta keseluruhan perangkat perundang-undangan dan peraturan yang
berlaku di negeri ini, serta nilai-nilai etika dan moral yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, termasuk pula sistem
manajemen pengadaan barang pemerintah yang berdasarkan ilmu dan pengalaman yang secara rutin diselenggarakan
oleh kelompok birokrat selama hampir empat puluh tahun yang lalu, seharusnya sangat kondusif dan akomodatif
terhadap adopsi dari keempat prinsip dasar pemerintahan seperti tersebut di atas. Akan tetapi sebagaimana yang
telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat, maka prinsip-prinsip yang baik, akan lebih mudah untuk diucapkan
dibanding dengan kewajiban untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang baik tersebut. Setidaknya dalam kaitan dengan
proses-proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, Keppres No.18 tahun 2000 yang diubah dalam Keppres No.
80 Tahun 2003 dan seluruh perubahannya, telah memberikan acuan dasar dan petunjuk teknis tentang pengadaan
Arti 'patologi' di bidang kedokteran adalah ilmu pengetahuan tentang penyakit. Pentingnya mempelajari patologi
ialah agar setiap pihak yang berkepentingan dengan penyakit manusia, mulai dari akademisi, para praktisi seperti
dokter, ahli kesehatan masyarakat, sampai kepada orang-orang kebanyakan dapat mengetahui segala hal yang
berhubungan dengan eksistensi berbagai penyakit yang pada umumnya diderita oleh manusia. Dengan demikian
pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan kesehatan manusia, atau siapa saja untuk dapat mempelajarinya, serta
selanjutnya dapat melakukan upaya-upaya pencegahan (preventif), pengobatan (represif) dan pemulihan keadaan
tubuh (recovery). Ilmu tentang penyakit atau 'patologi' di bidang kesehatan maupun kedokteran, dapat diaplikasikan
secara 'analogi' bagi penyakit yang yang diderita oleh masyarakat, khususnya ihwal tentang penyakit masyarakat
yang sering melanda birokrasi pemerintah. Salah satu kegiatan penting di lingkungan birokrasi pemerintah, khususnya
dalam konteks 'pengadaan barang dan jasa' disebut dengan penyakit KKN. Penyakit ini sangat merugikan keuangan
negara dan sekaligus dapat berakibat menurunnya atau berkurangnya mutu dan jumlah pelayanan yang seharusnya
diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terganggunya kelangsungan
1. Perencanaan Pengadaan
Perencanaan pengadaan adalah tahap awal dalam kegiatan pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang bertujuan untuk membuat Rencana
Pengadaan (Procurement Plan) yang mempersiapkan dan mencantumkan
secara rinci mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu, mutu, biaya,
dan manfaat dari pengadaan barang dan jasa untuk keperluan peme-
rintah, yang dibiayai dari dana APBN, APBD maupun BLN. Rencana
Pengadaan akan menjadi acuan utama dalam kegiatan pengadaan barang
dan jasa pemerintah per paket pekerjaan.
8. Penjelasan Lelang
Aanwijzing adalah pertemuan penjelasan lisan dari pihak pemberi kerja,
yang dalam hal ini diwakili oleh Panitia Pengadaan dihadap keseluruhan
calon peserta pelelangan. Penjelasan dan tanya jawab dilakukan tentang
hal teknis maupun administratif, agar tidak terjadi perbedaan persepsi
maupun kekeliruan dalam pengajuan penawarannya. Kegiatannya
meliputi antara lain: 1) kegiatan ini harus bersifat terbuka dan dibuat
berita acaranya oleh panitia; 2) informasi yang diberikan dalam bentuk
addendum dokumen lelang; 3) bila penjelasan lapangan diperlukan,
panitia tidak diperkenankan memungut biaya untuk kegiatan tersebut.
c. Tujuan dan Kegunaan Toolkit Anti Korupsi di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Melalui tinjauan secara parsial dari setiap segmentasi pengadaan barang dan jasa pemerintah, seperti telah diuraikan
di atas, maka akan dapat dilakukan upaya untuk melakukan 'diagnosis' dari penyakit- penyakit KKN yang biasanya
melanda praktik pengadaan barang dan jasa publik di Indonesia. Dari upaya diagnosis, keseluruhan kekuatan masyarakat
(publik, bisnis dan masyarakat madani), akan dapat ditengarai secara kasat mata maupun terselubung 'simtom' atau
indikator-indikator dari penyakit yang sedang berjangkit. Tujuan dari diformulasikannya Toolkit Anti Korupsi di
bidang Pengadaan, dimaksudkan untuk menjadi 'alat' atau 'instrumen' bagi segenap lapisan dan kekuatan masyarakat
PAT O L O G I
BIDANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
1
jasa pemerintah yang peranannya sangat strategis dan menentukan. Kegiatan ini
bertujuan untuk mempersiapkan secara rinci mengenai target, waktu, mutu, biaya,
dan manfaat dari paket-paket pengadaan barang dan jasa untuk keperluan
pemerintah, yang dibiayai dari dana APBN maupun Bantuan Luar Negeri.
KKN dalam kegiatan pengadaan pemerintah, pada umumnya dimulai dari segmen
Perencanaan Pengadaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa 'asal muasal' dari penyakit
PERENCANAAN KKN bermula dari kegiatan penyusunan Rencana Pengadaan, di antaranya adalah:
PENGADAAN 1. Penggelembungan Anggaran
2. Rencana Pengadaan yang Diarahkan
3. Penentuan Jadwal Waktu yang Tidak Realistis
4. Pemaketan Pekerjaan yang Direkayasa
Penyakit 1A
PENGGELEMBUNGAN ANGGARAN
SIMTOM
Penggelembungan rencana pengadaan, dapat terjadi pada berbagai aspek: biaya, kualitas, bahan, volume dan
sebagainya. Rencana yang dibuat tidak realistis dan biasanya berlebihan, jauh di atas kebutuhan yang sebenarnya.
Akibatnya, terjadi pembengkakan jumlah anggaran APBN/APBD yang merupakan pemborosan dan memperbesar
peluang kebocoran.
Penyakit 1C
REKAYASA PEMAKETAN UNTUK KKN
SIMTOM
Perencanaan pengadaan meliputi kegiatan pembagian dan pengaturan paket pengadaan menjadi beberapa paket
proyek, atau sebaliknya, menggabungkan beberapa kegiatan menjadi satu paket proyek untuk alasan yang
menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya. Pemaketan seharusnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan
aspek efisiensi dan efektifitas, namun pada praktiknya banyak yang direkayasa untuk kepentingan KKN. Contohnya,
pemaketan dengan membagi proyek kepada beberapa pengusaha yang berasal dari kelompok tertentu dalam
rangka 'tender arisan' atau 'proyek bagi-bagi untung'. Beberapa proyek dijadikan satu paket besar, sehingga
pada kenyataannya hanya bisa dikerjakan oleh perusahaan besar dan kuat.
TERAPI
• Rencana anggaran pengadaan dikaji ulang melalui program pengawasan ketat dan pengawasan masyarakat
yang diperkuat dengan peraturan dan undang-undang. Isu ini harus dibenahi secara total dan sistemik
karena kelemahan yang ada merupakan kelemahan sistem yang akan berulang. Melalui keterbukaan dan
partisipasi masyarakat masalah ini akan mudah dibenahi.
• Spesifikasi teknis harus dikaji untuk melihat apakah spesifikasi itu mengarah pada produk tertentu. Bila
terbukti benar, dokumen harus dibatalkan. Disamping itu, kriteria evaluasi juga perlu diteliti kembali
melalui program waskat (pengawasan melekat) dan wasmas (pengawasan masyarakat).
• Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu kajian ulang melalui program keterbukaan (disclosure)
yang memungkinkan masyarakat memberi masukan terhadap rencana pengadaan itu. Dengan
memperhatikan pasal-pasal di atas, tender arisan jelas mengarah pada tindakan kolutif yang hanya dapat
dieliminasi melalui program keterbukaan.
2
dan ditunjuk oleh pemimpin proyek, setelah seluruh kegiatan persiapan administrasi
pelaksanaan proyek selesai. Penunjukkan keanggotaan panitia pelelangan idealnya
harus berlandaskan kepada kriteria profesionalisme, sehingga panitia lelang yang
terbentuk di unit-unit kerja pemerintah akan memiliki kredibilitas dan kemandirian
serta bekerja secara profesional. Hal tersebut sangat penting, karena kedudukan
panitia lelang akan sangat menentukan keberhasilan dan 'bersih' tidaknya suatu
proses pengadaan dilaksanakan oleh unit organisasi yang bersangkutan. Panitia lelang
PEMBENTUKKAN pada prinsipnya memiliki beberapa kewenangan, di antaranya adalah:
1. Menyusun dokumen tender;
PANITIA LELANG 2. Menyusun kriteria dan menyeleksi calon peserta tender;
3. Melakukan kegiatan kegiatan tender sampai dengan penetapan pemenang;
4. Melaksanakan tugas secara profesional.
Kegiatan pada segmentasi Pembentukan Panitia Lelang perlu diwaspadai sebagai hal yang dapat menjadi penyebab
berkembangnya penyakit KKN dalam proses pengadaan pemerintah. Sebab tugas dan peranan panitia pengadaan
akan sangat berpengaruh terhadap 'bersih' tidaknya proses pengadaan barang di suatu unit kerja pemerintah.
Panitia lelang akan menentukan 'hitam' atau 'putih'nya suatu proses pengadaan pemerintah dari dimulai-nya awal
kegiatan pengadaan sampai ditandatanganinya kontrak perjanjian kerja. Pada segmentasi ini terdapat awal berjangkinya
penyakit-penyakit KKN yang perlu diwaspadai, di antaranya dengan tersusun atau terbentuknya Panitia Lelang yang
tidak dilandasi dengan kriteria kemampuan teknis, kredibilitas serta integritas yang memadai dari anggotanya.
Akibatnya hasil kinerja dari panitia menjadi tidak maksimal, penuh dengan nuansa KKN, serta pemerintah tidak
memperoleh barang dan jasa seperti yang diharapkan, baik dalam ukuran kualitas, kuantitas, harga dan ketapatan
waktu. Kinerja panitia yang pada umumnya dapat menjadi sumber penyakit KKN, antara lain :
1. Panitia tidak memiliki integritas
2. Panitia yang memihak
3. Panitia yang tertutup dan tidak transparan
SIMTOM
Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau penilaian
yang sama di antara para peserta lelang. Pada umumnya hal seperti ini
terjadi karena adanya unsur suap atau sogok, dari pihak pengusaha yang
ingin memenangkan tender, atau adanya tekanan dan pengaruh dari pihak
atasan langsung mereka yang mempunyai niatan untuk melakukan KKN.
Panitia juga cenderung menghambat akses informasi dari pihak-pihak
yang dianggap dapat menghalangi langkah-langkah mereka. Sikap tertutup
ini menyuburkan peluang terjadinya praktik penyimpangan lain dalam
proses pengadaan.
Penyakit 2B
INTEGRITAS PANITIA LEMAH
SIMTOM
Pada umumnya apabila nuansa KKN telah mewarnai cara kerja panitia, maka mereka cenderung menjadi tidak
objektif, tidak jujur, bekerja tanpa visi, tidak profesional, tidak transparan, dan tidak bertanggungjawab. Karena
pertimbangan dan keputusan yang ditetapkan oleh panitia, hanya berdasarkan suap atau 'janji' untuk menerima
sesuatu dari peserta calon pemenang yang dijagokan oleh suara terbanyak dari anggota panitia. Lemahnya
integritas mental dan kompetensi panitia, membuat proses pengadaan selalu rentan terhadap ancaman penyakit-
penyakit KKN.
SIMTOM
Panitia cenderung memberi keistimewaan pada kelompok tertentu. Putusan dari panitia selalu mengacu kepada
'kesepakatan' atau 'aturan-aturan' pelelangan yang tidak tertulis. Tindakan dan kebijakan panitia lebih berpihak
kepada kelompok tertentu yang telah 'memberikan janji' atau memberikan 'sesuatu' yang berharga, sehingga
mereka bersedia untuk mengabaikan kehendak kelompok lainnya. Diupayakan - kelompok lain tidak lulus
dalam proses. Panitia bekerja dengan subjektivitas yang tinggi, selalu mengacu pada kriteria yang tidak baku, dan
muncul kelompok-kelompok yang memiliki kedekatan dengan pimpinan proyek sehingga kualitas produk
pengadaan relatif rendah tetapi harganya tinggi, serta timbulnya kasus-kasus 'tender arisan' atau ' pelelangan
yang telah diatur'.
Penyakit 2D
PANITIA TIDAK INDEPENDEN
SIMTOM
Panitia dikendalikan atau dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pihak tertentu. Dalam melaksanakan
tugas, panitia bekerja secara tidak akuntabel, profesional, dan lamban karena mereka selalu menunggu perintah
atau petunjuk dari pihak atasan, yang sebenarnya tidak memiliki otoritas di bidang pengadaan. Panitia pada
akhirnya ibarat robot yang tidak memiliki kebebasan dalam melakukan analisis maupun pertimbangan teknis
yang diperlukan. Oleh karena kemudi telah sepenuhnya diambil alih oleh atasan atau pihak pendana "operasi
tender" calon pemenang lelang.
SIMTOM
Dalam banyak pengadaan, panitia sering tidak dapat menolak intervensi atasan langsung. Apabila panitia di
intervensi atasan dapat dipastikan proses pengadaan berjalan tidak adil dan jujur. Kepentingan atasan menjadikan
panitia tidak dapat bekerja secara profesional.
TERAPI 2
(1) Keanggotaan panitia pengadaan seharusnya disusun secara berhati-hati dan tidak asal tunjuk, perlu dipilih
dari orang-orang yang 'bersih' tanpa 'cacat', berpengalaman di bidang pengadaan, menguasai pengetahuan
tentang prosedur dan teknis pengadaan. (2) Panitia yang telah ditunjuk seharusnya dapat menyediakan informasi
kepada semua pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat pemerhati agar mereka dapat memonitor,
mengevaluasi, dan memberi masukan mengenai kinerja yang telah dan sedang berlangsung. (3) Aturan main,
guideline atau juklak untuk panitia harus ditegakkan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. (4) Demikian
pula penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) harus dikembangkan dan dilaksanakan bagi mereka
yang telah berjasa atau melakukan kesalahan dalam tugasnya selaku anggota panitia, dan (5) Monitoring
pelaksanaan tugas panitia harus diperketat dan laporan periodik tugas dilakukan secara seksama. Pimpinan
proyek atau para atasan langsung hendaknya bertindak sebagai pengawas yang aktif. Untuk memperkuat
upaya tersebut, masukan masyarakat mengenai rekomendasi panitia harus diperhatikan dan ditindaklanjuti.
3
peserta pelelangan, berdasarkan syarat administratif, teknis, dan pengalaman serta
seleksi dari perusahaan (kontraktor/konsultan/dan supplier), yang diperkirakan
mampu melaksanakan pekerjaan yang akan ditender atau dilelangkan. Prakualifikasi
dilaksanakan sebelum tender dalam rangka menjaring calon yang sanggup
melaksanakan pekerjaan.
Penyakit KKN di bidang pengadaan, dapat pula dimulai dari segmen kegiatan
PRAKUALIFIKASI Prakualifikasi Perusahaan. Melalui seleksi yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan
atau Panitia Prakualifikasi, dapat dihasilkan sejumlah perusahaan yang dinilai berbobot,
PERUSAHAAN bonafid dan profesional. Lolosnya perusahaan yang ternyata tidak memenuhi syarat
yang telah ditentukan, pada umumnya disebabkan oleh karena adanya unsur-unsur
KKN yang dilakukan oleh anggota panitia agar perusahaan-perusahaan tertentu
saja yang lolos dari seleksi. Atau juga disebabkan oleh perusahaan yang tidak memenuhi syarat, melakukan upaya
rekayasa terhadap data, surat keterangan dan informasi yang 'palsu' atau 'asli tapi palsu'.
Penyakit 3A
DOKUMEN ADMINISTRATIF TIDAK MEMENUHI SYARAT
SIMTOM
Hal-hal yang sering dijumpai dalam praktik, ternyata seringkali dokumen mitra kerja tidak memenuhi syarat,
karena tidak didukung oleh data yang benar, namun diluluskan oleh panitia. Data sertifikasi palsu, atau ada surat
tugas tanpa dokumen. Dengan dalih berbagai alasan dan rujukan, panitia meluluskan peserta lelang. Dengan
jurus tersebut azas pembuktian terbatas tidak diperlukan lagi. Bilamana perusahaan yang tidak 'memenuhi
Penyakit 3B
DOKUMEN ADMINISTRATIF 'ASPAL'
SIMTOM
Dokumen sertifikasi mitra kerja asli, namun tidak didukung oleh status nyata dari perusahaan (karena memang
tidak ada). Agar proses prakualifikasi ini berjalan lancar dipakailah azas "saling percaya". Akibatnya panitia
dengan mudah meluluskan peserta tender yang memiliki dokumen 'aspal', walaupun pada proses informalnya
tetap dipakai azas pembuktian tidak langsung yang bermuara pada suap.
Penyakit 3C
TIDAK DILAKUKAN LEGALISASI DOKUMEN
SIMTOM
Dokumen prakualifikasi tidak diperkuat oleh data yang otentik dan pengesahan dari pihak yang berwenang.
Namun dokumen ini malah diluluskan karena praktik KKN.
SIMTOM
Dokumen prakualifikasi tidak diperkuat oleh data yang otentik dan pengesahan dari pihak yang berwenang.
Namun dokumen ini diluluskan karena praktik KKN.
Penyakit 3E
TIDAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN LAPANGAN
SIMTOM
Panitia tidak memeriksa kondisi perusahaan secara langsung ke lokasi perusahaan berada. Biasanya perusahaan
yang tidak diperiksa adalah perusahaan yang akan dimenangkan. Jika dilakukan pemeriksaan lapangan hanya
dilakukan secara proforma.
TERAPI 3
(1) Guidelines, Kriteria dan Cara Memberikan Penilaian untuk pegangan baku panitia harus disosialisasikan
secara luas kepada semua pihak yang berkepentingan, (atasan, pengawas ekstern dan intern, perusahaan
peserta seleksi dan masyarakat)
26 Anti Korupsi
Toolkit 31
(2) Keputusan penentuan hasil seleksi oleh panitia harus
akuntabel dan dapat diuji keabsahan dan kebenarannya,
sehingga setiap upaya rekayasa, sanggahan dari pihak yang
bersangkutan, dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan.
(3) Pengamatan dan masukan dari masyarakat juga sangat
diperlukan di kegiatan ini, informasi tentang perusahaan
yang sudah 'cacat', pernah dimasukkan 'daftar hitam',
melakukan tindakan sepihak yang merugikan pemberi
pekerjaan, sangat diperlukan untuk menentukan berhak
tidaknya suatu perusahaan ikut dalam proses pelelangan
selanjutnya.
4
teknis dan rinci dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh pihak perusahaan
pemasok barang dan jasa, mulai dari lingkup pekerjaan, mutu, jumlah, ukuran, jenis,
waktu pelaksanaan, dan metode kerja dari keseluruhan pekerjaan yang akan
dilelangkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
Dokumen disusun secara sederhana oleh panitia agar mudah dipahami dan menjadi
pedoman baku bagi seluruh pihak.
PENYUSUNAN Dokumen Pelelangan meliputi petunjuk kepada peserta lelang, syarat kontrak, syarat
DOKUMEN LELANG teknis, daftar pekerjaan yang akan dikontrakkan, usulan perjanjian, serta gambar-
gambar teknis dan referensi yang diperlukan oleh peserta tender. Agar informasi
yang diterima seluruh pihak identik, maka perubahan apapun dalam dokumen lelang
harus segera diumumkan/disampaikan pada pihak yang terlibat. Kegiatan pada tahap
ini, dapat dijadikan kesempatan untuk melakukan KKN, oleh karena spesifikasi teknis yang disyaratkan, kualitas dan
kuantitas barang, tempat penyerahan barang, tenggang waktu lamanya pekerjaan dan penyerahan barang, adalah
hal-hal yang mengandung kesempatan untuk melakukan tawar menawar dengan produsen dan supplier barang, dan
pemilik barang, agar 'merek' barangnya yang dipakai, atau persediaan barangnya dapat cepat laku terjual di pasaran.
Vendor atau rekanan semacam itu akan berusaha mempengaruhi para pejabat atau anggota panitia lelang, untuk
memasukkan persyaratan serta spesifikasi yang mengarah ke tipe, jenis, kemampuan dan kualitas dari barang yang
dimiliki atau dijualnya. Oleh sebab itu beberapa penyakit KKN yang sering terjadi adalah:
1. Melakukan Rekayasa Kriteria Evaluasi
2. Dokumen Lelang Non Standar
3. Dokumen Lelang yang Tidak Lengkap
2. Dokumen Lelang yang Mengarah atau Bias
SIMTOM
Spesifikasi teknis yang direkayasa untuk mengarah pada suatu produk tertentu, atau membuat kriteria yang
ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak tertentu, pada umumnya dimaksudkan untuk memperlancar
upaya KKN.
Kasus yang umum terjadi, adalah untuk paket pembelian peralatan atau mesin tertentu, agar barang yang
ditawarkan oleh pembuat atau supplier, dengan janji komisi yang menggiurkan dibeli atau dipakai oleh proyek.
Maka spesifikasi teknis yang disusun oleh panitia untuk pembuatan dokumen tender diarahkan kepada produk
tersebut. Dengan maksud agar perusahaan pemasok barang akan mencari produk dimaksud, atau mencari
distributor barang yang bersangkutan. Di lain pihak jumlah perusahaan yang berminat untuk ikut dalam ten-
der, dengan sendirinya berkurang dan hanya kelompok tertentu saja yang berpartisipasi dalam proses
selanjutnya. Kasus ini akan merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah karena tidak dapat memperoleh
barang dengan harga yang wajar. Termasuk kerugian dari produsen atau pabrikan lain yang tidak berkesempatan
untuk memasarkan produknya.
Penyakit 4B
REKAYASA KRITERIA EVALUASI
SIMTOM
Kriteria evaluasi dalam dokumen lelang diberikan penambahan persyaratan atau ketentuan yang tidak relevan
atau dibutuhkan dengan maksud untuk mempermudah terjadinya KKN. Penambahan dilakukan untuk membatasi
Penyakit 4C
DOKUMEN LELANG NON-STANDAR
SIMTOM
Dokumen lelang dibuat dengan tidak mengikuti kaidah dokumen lelang. Misalnya instruksi kepada peserta
lelang dibuat dengan menambah syarat yang sukar, persyaratan tentang penyusunan pendukung dokumen
penawaran yang seharusnya tidak diperlukan namun diminta dan kalau tidak dipenuhi dapat mematikan,
persyaratan tentang prakualifikasi yang seharusnya tidak lagi dimuat namun menjadi persyaratan yang
mematikan. Hanya kelompok tertentu yang akhirnya berhasil "berkat" praktik KKN dengan panitia lelang
atau dengan kelompok yang lain.
Hal ini berawal dari upaya kelompok tertentu agar menang tender melalui rekayasa dokumen sehingga
mitra kerja yang gugur secara suka rela menerima dokumen rekayasa ini. Cacat dalam dokumen tersebut
hanya dapat diungkap melalui suatu cermatan yang tajam terhadap apa yang seharusnya ditegakkan oleh
panitia dalam menyusun Dokumen Pengadaan.
SIMTOM
Karena ketidakmampuan panitia dalam menyusun dokumen lelang dengan baik dan benar, hal tersebut akan
memperbesar peluang untuk berbuat KKN. Kekurangan dan kelebihan pada isi, makna, pengertian dokumen
akan memberi kesempatan dan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk berperan dalam
proses pengadaan barang dan jasa.
Dalam upaya mendalami isi dokumen lelang, mitra kerja yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa akan
mengalami kebingungan dan kesimpangsiuran. Kelemahan seperti ini membuka peluang untuk pengusaha yang
akan memanfaatkan kekurangan informasi sebagai upaya untuk menjatuhkan saingan mereka. Dalam kondisi
seperti ini ada kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan untuk melakukan kolusi antara pengusaha
dengan pihak panitia, untuk melakukan pengaturan tender dengan penyusunan dan pembuatan dokumen
tender yang 'bias' atau bermakna ganda, dengan maksud untuk membuat kebingungan, kesimpangsiuran dan
kekeliruan dalam membuat penawaran teknis dan harga, yang pada akhirnya penawar gagal untuk menyajikan
penawaran yang benar dan memenuhi syarat.
SIMTOM
Untuk mengelabui atau menyesatkan peserta lain yang bukan kelompok kolusi panitia, panitia sengaja membuat
dokumen lelang Aspal, agar dalam mengikuti dan menyusun penawaran perusahaan tersebut salah, dan
akhirnya akan dikalahkan.
TERAPI 4
(1) Dokumen lelang sebelum dipakai untuk tender harus dikaji ulang oleh pihak-pihak terkait, seperti
atasan langsung, bagian yang akan memakai barang (users), staf ahli dan pejabat lain. Dengan melakukan
konsultasi kepada pihak-pihak yang berkaitan, maka apabila terdapat koreksi, masukan baru tambahan
dan pengurangan, segera dapat dikerjakan sebelum dokumen disebarluaskan ke pihak luar.
(2) Terapi lainnya adalah dengan meningkatkan kemampuan profesionalisme panitia dalam penyusunan
dokumen lelang.
(3) Dokumen lelang harus dibuat transparan sehingga dapat diakses oleh masyarakat. Bila terdapat keganjilan
karena ada rekayasa KKN, masyarakat segera dapat memberi masukan sebelum dokumen tersebut
digunakan dalam tender. Masyarakat pemerhati harus diberi kesempatan untuk memonitor dan memberi
masukan.
5
adanya pelelangan pekerjaan yang akan diselenggarakan oleh pemerintah. Dengan
demikian telah disyaratkan dalam aturan yang berlaku, bahwa pengumuman
pelelangan barang dan jasa pemerintah harus disebarluaskan melalui media massa.
Pada dasarnya, pengumuman tersebut mewakili proses pernyataan minat secara
formal bagi perusahaan yang telah lulus kualifikasi untuk mengikuti tender.
Kegiatan pengumuman pelelangan dapat menjadi sumber penyakit KKN, apabila
PENGUMUMAN pengumuman direkayasa bersama-sama antara anggota panitia dengan rekanan calon
pemenang.Ini dilakukan dengan maksud untuk menutup kemungkinan ikutnya calon-
LELANG calon pesertal dari luar lingkungan kelompoknya, yang kemungkinan akan menawar
lebih rendah dari tawaran yang sudah direkayasa. Maka pada umumnya sering terjadi
'pengumuman lelang' menjadi, antara lain :
1. Pengumuman Lelang Semu atau Fiktif
2. Jangka Waktu Pengumuman yang Relatif Singkat
3. Pengumuman yang Tidak Lengkap
SIMTOM
Pengumuman lelang dibuat melalui media yang mempunyai jangkauan publik sangat terbatas. Misalnya pada
surat kabar bertiras rendah atau kolusi dengan media tertentu untuk menerbitkan edisi 'khusus' yang sangat
terbatas. Dengan pengumuman yang tidak dapat dipertanggungjawabkan berarti menghilangkan kesempatan
kompetisi yang sehat, tidak ada peminat dari pemasok barang dan jasa yang akan mengikuti proses pelelangan,
dan pada akhirnya keluaran proses selanjutnya adalah pemenang yang KKN.
Penyakit 5B
PENGUMUMAN LELANG TIDAK LENGKAP
SIMTOM
Informasi dalam pengumuman lelang dibuat tidak lengkap dan tidak memadai. Di balik itu, informasi yang 'tidak
diumumkan' diberikan khusus secara tersendiri kepada pengusaha yang diproyeksikan untuk memenangkan
lelang dan dibuat selengkap mungkin. Hal ini mempersempit peluang pesaing lain untuk bertarung secara 'fair'
dan gagal menyerahkan syarat-syarat secara lengkap dan tepat waktu.
Pasal 6:
“Melaksanakan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah secara konsisten untuk mencegah berbagai kebocoran dan pemborosan
penggunaan uang negara baik yang berasal dari APBN maupun APBD”
6
kepada para peminat, harus di-
berikan secara lengkap dengan
cuma-cuma maupun dengan biaya
yang telah ditentukan. Penyerahan
ini juga harus dalam waktu yang
sesuai dengan jadwal yang telah
PENGAMBILAN ditetapkan oleh panitia. Sesuai
Keppres 80/2003, dokumen
DOKUMEN LELANG lelang diberikan secara gratis. Untuk mempermudah distribusi, dokumen lelang dapat
dibagi menjadi dokumen tetap dan tidak tetap. Isi dokumen adalah instruksi standar
untuk bidder, syarat-syarat umum kontrak, spesifikasi teknis umum, contoh-contoh
dokumen yang umum diberlakukan seperti surat penawaran, bid bond/guarantee,
performance bond/guarantee, dan surat usulan ajudicator. Keterbukaan dalam penyelenggaraan tahap ini akan mengurangi
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pengadaan secara keseluruhan.
Penyakit 6A
DOKUMEN LELANG YANG DISERAHKAN TIDAK SAMA (INKONSISTEN)
SIMTOM
Dalam proses penyempurnaan dokumen dijumpai dokumen konsep dan dokumen final. Untuk maksud
mengalahkan peserta lain yang tidak ikut dalam kelompok kolusi, mereka diberi dokumen yang masih 'konsep'.
Akibatnya banyak peserta gugur akibat tidak memenuhi kriteria evaluasi yang seharusnya. Peserta yang tidak
gugur hanya kelompok tertentu (termasuk dalam kelompok KKN karena memiliki dokumen lengkap).
SIMTOM
Hanya sedikit peserta yang memperoleh dokumen (kelompok KKN) dan terlihat adanya pengaturan dalam
tender. Dalih yang digunakan untuk menjustifikasi perbuatan itu adalah keterbatasan waktu pelaksanaan
pekerjaan atau musim hujan yang segera datang. Peserta yang masih "sempat" mengambil dokumen ialah
mereka yang dekat dengan pimpinan proyek.
Penyakit 6C
LOKASI PENGAMBILAN DOKUMEN SULIT DICARI
SIMTOM
Penyampaian dokumen lelang ditentukan oleh panitia di tempat yang sukar ditemukan dan papan pengumuman
tidak dipasang. Termasuk juga upaya untuk memindahkan lokasi pengambilan dokumen dilakukan secara
mendadak, hanya beberapa jam sebelum penutupan dan hanya diumumkan dengan tempelan petunjuk kertas
pengumuman. Hal itu dimaksudkan agar para peminat pelelangan yang datang mengambil hanya mereka yang
kenal baik dengan panitia, serta peminat lainnya masih sibuk mencari lokasi yang sebenarnya, sementara
waktu penutupan sudah mendesak.
(1) Seharusnya ada aturan yang menentukan bahwa panitia tidak diperkenankan mengubah ketentuan
yang telah diumumkan dan disebarluaskan kepada para peserta lelang dan publik, agar dapat mengurangi
upaya rekayasa yang bernuansa KKN.
(2) Dokumen yang direkayasa menjadi tidak konsisten antara peserta lelang yang satu dengan lainnya
seharusnya dapat mengakibatkan dibatalkannya suatu proses pelelangan yang sedang berjalan. Sesuai
dengan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka
masyarakat dapat melaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengambil
tindakan hukum atas terjadinya proses tender yang bernuansa KKN.
7
tukan perkiraan besaran biaya
pekerjaan yang akan dilelangkan,
berdasarkan harga pasaran yang
berlaku patokan jenis, ukuran
volume, metode dan pekerjaan
PENYUSUNAN sesuai dengan rancang bangun
pekerjaan dimaksud serta per-
HARGA PERKIRAAN hitungan kenaikan harga dan wak-
tu pelaksanaan pekerjaan. Harga
SENDIRI Perkiraan Sendiri diperlukan
dalam penyusunan anggaran, proses pengadaan, dan pelaksanaan. Harga Perkiraan
Sendiri berperan dalam penentuan pemenang; setiap peserta lelang memperoleh
akses untuk mengetahui Harga Perkiraan Sendiri. Penyusun Harga Perkiraan Sendiri harus mengkaji studi kelayakan,
engineering design, data harga kontrak di sekitar pekerjaan yang dilelangkan, harga pasar yang berlaku, dan harga
yang dikeluarkan oleh pemerintah/manufaktur atau perusahaan jasa. Dalam kaitannya dengan praktik KKN, penentuan
HPS oleh otoritas proyek dapat terjadi untuk maksud dan tujuan untuk memperoleh 'pembenaran' atas harga
penawaran yang telah direkayasa.
SIMTOM
Walaupun sudah ada pedoman bahwa Harga Perkiraan Sendiri tidak bersifat rahasia, bukan berarti mitra kerja
mudah memperoleh dokumen tersebut. Hanya kelompok tertentu yang mudah memperoleh akses terhadap
dokumen Harga Perkiraan Sendiri. Apabila tender yang dilakukan bukan tender 'arisan' atau tender yang 'diatur',
maka HPS sangat penting untuk mengetahui kekuatan lawan, dan juga indikasi alokasi biaya yang tersedia dalam
anggaran proyek. Maksud menutup-nutupi HPS adalah agar peserta lelang yang tidak diproyeksikan untuk menjadi
pemenang, akan kehilangan 'jejak' dalam mengajukan harga penawaran yang 'wajar'. Sehingga kemungkinan para
penawar hanya meraba-raba harga yang dianggap pantas, sehingga pada kenyataannya penawar yang mendekati
ceiling HPs, hanya mereka yang memperoleh 'bocoran', sedangkan lainnya jauh berada di atas atau di bawah
harga ceiling HPS.
Penyakit 7B
PENGGELEMBUNGAN (MARK-UP)
SIMTOM
Nilai penawaran mendekati Harga Perkiraan Sendiri karena sudah diatur sebelumnya dengan mitra kerja. Nilai
kontrak menjadi tinggi karena nilai yang ditawarkan pemenang akan dekat dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri.
Koefisien dan faktor yang mempengaruhi suatu harga tidak menguntungkan. Produktivitas rendah karena upaya
ini digunakan untuk ber-KKN oleh pihak-pihak terkait. Mitra kerja terkait akan memanfaatkan nilai Harga
Perkiraan Sendiri.
SIMTOM
Biasanya yang menyusun HPS adalah panitia, namun dalam rangka kolusi, yang menyusun adalah 'calon pemenang'.
Dengan demikian cara dan data serta metode mirip dengan penawaran dari mitra kerja dalam rangka kolusi
(disamping panitia juga tidak berkemampuan menyusun HPS sendiri).
TERAPI 7
(1) Sesuai dengan peraturan yang berlaku HPS harus dibuka kepada peserta tender, agar terjadi persaingan
sehat diantara mereka dalam menentukan harga yang paling reasonable atau wajar dan paling
menguntungkan pemerintah, serta tidak mengandung unsur KKN.
(2) Otoritas Proyek, agar tidak dibiarkan bekerja secara tertutup dan eksklusif. Usahakan agar setiap saat
mereka harus memberikan laporan kepada atasan langsungnya, pengguna (users) barang dan pihak pengawas
internal dilingkup organisasi masing-masing. Panitia Pembelian harus dapat menjelaskan kepada semua
pihak yang terkait, tentang bagaimana membuat analisis harga dalam rangka menyusun HPS.
SIMTOM
Pembatasan informasi oleh panitia agar hanya kelompok dekat saja yang memiliki informasi lengkap. Dalam
penawaran, ada cluster yang penawarannya lengkap dan ada cluster lain yang penawarannya tidak lengkap. Bila
para peserta tidak jeli melihat dokumen lelang yang dibagikan, maka mereka akan terjebak dalam kerugian.
Akibatnya tidak ada transparansi informasi, sehingga mengakibatkan ketimpangan dalam persaingan. Pengaturan
tender akan mengarah pada ekonomi biaya tinggi. Dunia usaha dirugikan secara menyeluruh akibat ulah
sekelompok pengusaha sehingga akuntabilitas yang dibina dengan susah payah, hilang dalam sekejap. Dalam
penawaran terlihat ada sekelompok penawar yang unggul dan ada yang "compang-camping" dalam penawarannya.
Penyakit 8B
INFORMASI DAN DESKRIPSI TERBATAS
SIMTOM
Panitia memberikan penjelasan dalam bentuk 'pertanyaan' (question) dan 'jawaban' (answer).Adakalanya formulasi
dan distribusi 'perubahan'(addendum) selama pertemuan, tidak merata antar peserta (setelah aanwijzing).
Penjelasan yang parsial dimaksudkan untuk ber-KKN, sehingga kelompok yang ikut KKN akan memperoleh
informasi yang lebih sempurna. Sebaliknya pihak yang tidak ber-KKN akan menyampaikan penawaran yang
kurang sempurna dan cenderung dinyatakan gugur secara administratif
Seharusnya seluruh kegiatan proses pengadaan dimuat di website atau di kantor-kantor yang dapat diakses
oleh siapa saja. Demikian pula diseminasi dan sosialisasi petunjuk pelaksanaan dari panitia ke semua institusi
agar masyarakat luas cepat menyadari bila panitia melakukan penyimpangan dalam tugasnya. Dengan demikian
tindakan preventif dan represif dapat segera ditegakkan.
SIMTOM
Relokasi tempat penyerahan dokumen penawaran dilakukan oleh panitia dalam rangka pengaturan tender. Hal
ini dimaksudkan untuk menyingkirkan peserta yang tidak termasuk dalam kelompok KKN mereka. Sebaliknya,
kelompok mereka telah diberitahukan sebelum memasukan penawaran. Saat melakukan relokasi, panitia
sudah membuat skenario sedemikian rupa agar peserta non kelompok akan terlambat datang. Kelompok yang
datang lebih awal adalah kelompok yang ber-KKN dengan panitia.
Penyakit 9B
PENERIMAAN DOKUMEN PENAWARAN YANG TERLAMBAT
SIMTOM
Penawar biasanya menyampaikan penawaran pada detik-detik terakhir. Faktor transportasi dapat saja menjadi
hambatan dalam proses penyampaian tersebut, sehingga dokumen terlambat disampaikan. Sesuai yang tertera
di juklak, panitia dilarang menerima dokumen yang terlambat namun dalam KKN, hal ini sering terjadi.
Penyakit 9C
PENYERAHAN DOKUMEN FIKTIF
SIMTOM
Dalam rangka menjatuhkan lawan usaha, mitra kerja melakukan tindakan ilegal yakni memasukkan dokumen
palsu atas nama penawar lain. Dokumen palsu tersebut memiliki banyak kesamaan dengan dokumen lain,
TERAPI 9
1. Monitor pelaksanaan tender dengan seksama. Perlu adanya pengawas pengadaan dari masyarakat dan
LSM pemerhati.
2. Sosialisasikan tugas pokok dan fungsi panitia ke institusi terkait termasuk pemerhati pengadaan, bila
akses ke arah itu sudah terbuka.
3. Perlu undang-undang tentang kebebasan memperoleh informasi, agar masyarakat dapat melakukan
pemantauan.
4. Kelompok yang survive (lulus) dari proses relokasi tersebut adalah mitra kerja yang ber-KKN. Mitra
kerja jenis ini akan mendorong proses pengadaan yang tidak berlandaskan prinsip-prinsip good gover-
nance. Implementasi proyek pun mengarah pada "high cost economy"
5. Guideline kepanitiaan harus ditegakkan dan perlu ada pengamat dari masyarakat.
6. Sempurnakan aturan tentang pemerhati pengadaan. Pemerhati diharapkan dapat berpartisipasi aktif
dalam proses pelaksanaan tender. Masukan dari masyarakat pemerhati diharapkan menjadi masukan
untuk penyempurnaan pelaksanaan tender.
SIMTOM
• Hal tersebut dimaksudkan untuk memenangkan calon yang berani menyuap dengan jumlah yang tidak
sedikit. Dari penyusunan kriteria awal, telah diterapkan hal-hal khusus yang sukar dipenuhi oleh mitra
kerja untuk menjustifikasi kelompok tertentu
• Penawar yang tidak kompeten ternyata mampu memenangkan tender
• Simtom lainnya adalah perusahaan bonafid akan gugur, sebaliknya perusahaan yang kinerjanya lebih
buruk akan lulus evaluasi administratif.
Penyakit 10B
PENGGANTIAN DOKUMEN PENAWARAN
SIMTOM
• Penggantian dokumen untuk memenangkan mitra kerja tertentu dengan cara menyisipkan revisi dokumen
di dalam dokumen awal.
• Dengan evaluasi tertutup yang dilakukan di tempat tersembunyi dan sukar dijangkau, panitia dapat
berbuat apa saja dalam menangani dokumen termasuk mengganti atau menukar dokumen penawar.
• Walaupun penawar bukan yang terendah, dokumen dirubah dan diganti sedemikian rupa, sehingga setelah
dilakukan koreksi aritmatik penawar tersebut dapat menjadi pemenang (karena terendah).
SIMTOM
Pemilihan tempat evaluasi yang tersembunyi untuk memudahkan panitia mengatur segala sesuatunya dalam
rangka KKN. Sesungguhnya pemilihan tempat yang terpencil dan tersembunyi dimaksudkan untuk memperoleh
hasil yang mantap karena tidak banyak gangguan dari pihak luar yang akan mempengaruhi jalannya evaluasi.
Namun pada kenyataannya justru dengan terpencilnya lokasi evaluasi, akan dimanfaatkan panitia untuk
melakukan KKN dengan mitra kerja.
Penyakit 10D
PESERTA LELANG TERPOLA DALAM RANGKA BERKOLUSI
SIMTOM
Pengaturan lelang seperti ini banyak dijumpai dalam tender arisan, sehingga beban evaluasi panitia tidak
banyak dan panitia hanya mengevaluasi syarat minimum tertentu. Jumlah peserta yang ikut prakualifikasi,
memasukkan dokumen, dan yang lulus semakin menurun secara mencolok, dengan pola 15-10-5 penawar,
contohnya. Pada tender yang diatur, akan tampak jumlah peserta prakualifikasi banyak, namun yang lulus dan
ikut tender hanya separuhnya. Selanjutnya ditemukan setengah dari total peserta memasukkan penawaran
yang salah dan akhirnya tinggal 3 peserta. Simtom pada tender arisan tidak terlampau jelas, namun akan
terlihat pada proses berikutnya (banyak surat kuasa, banyak kecerobohan, banyak kesamaan isi, pengetikan
sama, dan nomor jaminan berurutan).
1. Perubahan penyampaian dokumen terbagi dua; satu dokumen dikirim ke atasan (bukan pimpro) dan
dibuka setelah rekomendasi dikeluarkan dengan mencocokkan dokumen yang telah dievaluasi dengan
dokumen tersebut.
2. Evaluasi seharusnya dilakukan di kantor proyek, monitoring dilaksanakan secara periodik di mana
keterlibatan masyarakat dapat dijadikan input bagi evaluasi tersebut.
3. Progres Report oleh panitia secara teratur harus diberikan kepada pimpro, disertai daftar simak tentang
apa yang telah dilalui dalam proses evaluasi
SIMTOM
• Pengumuman yang disebarluaskan kepada publik sangat terbatas (dengan maksud mengurangi sanggahan).
• Proses pengadaan adalah proses yang mengkaitkan kegiatan birokrat dengan kegiatan publik. Bila semua
langkah pengadaan hanya terbuka bagi mitra kerja, maka publik akan betul-betul buta mengenai proses
tersebut.
• Ketertutupan panitia akan terus berlangsung hingga tahapan akhir proses pengadaan. Untuk menghindari
kondisi itu, panitia harus lebih terbuka pada publik.
• Informasi baru akan dibuka setelah pelaksanaan pekerjaan.
• Sanggahan tidak ada, masukan dari publik tidak ada karena tidak terbaca.
Penyakit 11B
PENGUMUMAN TANGGAL DITUNDA
SIMTOM
Pengumuman agar terlambat dari hari yang ditentukan karena proses suap/sogok terjadi. Secara psikis, calon
pemenang yang sudah tahu akan menang, ingin kemenangan itu segera diumumkan agar tidak terjadi perubahan.
Hal tersebut dilakukan dengan menyogok panitia. Bila suap tersebut diterima, maka telah terjadi kesalahan
yang bersifat random.
SIMTOM
• Tidak ada masukan dari masyarakat.
• Sejak awal proses, sudah ada upaya untuk mengelabui pihak pemerhati dan mitra kerja, yakni melalui
pengumuman yang tidak informatif.
• Hal di atas memunculkan hambatan pada mekanisme pasca evaluasi dan mengurangi sanggahan dari
mitra kerja.
TERAPI 11
Perlunya penggunaan media yang jangkauannya luas seperti website, buletin dan papan pengumuman agar
masyarakat mengetahui informasi pengadaan pemerintah dengan cepat dan lengkap.
SIMTOM
Pengumuman yang dilakukan panitia akan ditanggapi oleh mitra kerja yang kurang setuju dengan hasil evaluasi.
Mereka mengkritik tugas panitia yang menyimpang dari pedoman yang ada serta menunjukkan bukti bahwa
panitia ber-KKN dengan kelompok mitra kerja tertentu. Respon yang disampaikan panitia kepada pejabat yang
berwenang kurang mencerminkan jawaban atas sanggahan yang disampaikan oleh mitra kerja. Proses pengadaan
tertutup dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Merugikan proses pengadaan dari segi waktu.
Penyakit 12B
SUBSTANSI SANGGAHAN TIDAK DITANGGAPI
SIMTOM
• Adanya polemik berkepanjangan namun surat rekomendasi tetap dengan alasan kekhawatiran
keterlambatan proyek
• Jawaban yang disusun oleh panitia yang nantinya akan disampaikan oleh pejabat terkait, tidak menyentuh
substansi sanggahan. "Bahwa sanggahan immaterial", demikian kira-kira bunyi tanggapannya, sesuai dengan
klausul instruksi kepada bidder. Seluruh sanggahan diarahkan pada klausul mengenai evaluasi penawaran
dan hak panitia tentang kerahasiaan dokumen evaluasi tersebut.
Penyakit 12C
SANGGAHAN PROFORMA UNTUK MENGHINDARI TUDUHAN TENDER DIATUR
SIMTOM
• Jumlah penyanggah cukup banyak, namun isi sanggahan bernuansa asal menyanggah, tanpa menghiraukan
materi sanggahan, sehingga terlihat bahwa sanggahan mitra kerja adalah sanggahan yang dibuat-buat.
• Jawaban yang disusun oleh panitia yang nantinya akan disampaikan oleh pejabat terkait, tidak menyentuh
substansi sanggahan. "Bahwa sanggahan immaterial", demikian kira-kira bunyi tanggapannya, sesuai dengan
klausul instruksi kepada bidder. Seluruh sanggahan diarahkan pada klausul mengenai evaluasi penawaran
dan hak panitia tentang kerahasiaan dokumen evaluasi tersebut dan ini paling mudah dibuat.
TERAPI 12
Publik harus diinformasikan mengenai proses pengadaan dan mereka juga diperlukan sebagai pengawas yang
dapat memonitor proses pengadaan secara komprehensif.
Sumber: Bahan tertulis Raker Kejaksaan Agung dengan Komisi III DPR, 1 September 2005
SIMTOM
Penunjukan sudah dikeluarkan, namun proses sanggahan belum selesai, data pendukung berita acara tentang
sanggah-jawab belum ada, seolah-olah tidak ada sanggahan. Panitia bekerja secara tertutup. Mereka memasuki
tahap berikutnya sebelum menyelesaikan proses yang seharusnya mereka selesaikan lebih dulu.
Penyakit 13B
SURAT PENUNJUKAN YANG SENGAJA DITUNDA PENGELUARANNYA
SIMTOM
Pada hari yang telah ditentukan surat penunjukan belum dikeluarkan oleh proyek. Ada berbagai alasan untuk
membenarkan langkah tersebut. Dibalik itu semua, adalah perlu adanya uang pelicin. Terjadi penundaan kegiatan
berikutnya yang akan memperlambat proses selanjutnya. Masyarakat pemerhati dan dunia usaha tidak lagi menaruh
percaya dan hormat pada lembaga tersebut
Penyakit 13C
SURAT PENUNJUKAN YANG DIKELUARKAN DENGAN TERBURU-BURU
SIMTOM
Dengan dikeluarkan surat tersebut seolah-olah tidak ada masalah tentang tender yang sedang dilaksanakan.
Namun dalam kenyataannya, saat proses sanggah- jawab sedang berlangsung sehingga sangat merugikan mitra
Penyakit 13D
SURAT PENUNJUKAN YANG TIDAK SAH
SIMTOM
Surat Penunjukan yang belum lengkap sudah beredar atau sudah sampai kepada calon pemenang, dalam hal ini
posisinya masih sangat 'lemah', sebab ada kemungkinan sanggahan benar. Surat ini bisa jadi tanggal dan tanda
tangan belum ada, dan belum memiliki kekuatan hukum. Hal ini bisa membuka peluang semacam suap kepada
pihak tertentu bahwa calon pemenang tersebut memang betul menang, ada kemungkinan dalam proses akhirnya
urutan pertama gugur dan yang mendapat kemenangan adalah urutan terendah berikutnya.
TERAPI 13
Perlu kehati-hatian dalam menerbitkan Surat Penunjukan, data-data pendukung agar dilengkapi dan dipenuhi
oleh pihak rekanan dan proyek.
SIMTOM
Jaminan pelaksanaan belum ada sehingga kontrak belum dapat ditandatangani, (ini terjadi pada mitra kerja
yang kurang memiliki kemampuan keuangan). Mitra kerja tidak saja kesulitan dalam memulai pekerjaannya,
karena kemampuan keuangannya terbatas. Akhirnya, mereka sulit memenuhi persyaratan yang diminta seperti
jaminan pelaksanaan, uang muka, dan mobilisasi pengadaan. KKN biasanya dimulai di sini karena disatu pihak
rekanan berusaha mengulur waktu, sementara proyek mendesak dan mengancam untuk memutuskan atau
mencabut Surat Penunjukan Pemenang/SPK atau membatalkan penandatanganan kontrak.
Penyakit 14B
PENANDATANGANAN KONTRAK SECARA TERTUTUP
SIMTOM
Penandatanganan kontrak yang sengaja ditutup-tutupi, untuk menghindari adanya publikasi, ini terjadi karena
kontrak yang tumpang tindih dengan kontrak lainnya atau kontrak fiktif
Penyakit 14C
PENANDATANGANAN KONTRAK TIDAK SAH
SIMTOM
Kontrak ditandatangani tanpa adanya dukungan yang disyaratkan, atau data pendukung yang kurang dipercaya.
SIMTOM
Penandatangan kontrak bukan orang yang namanya tercantum dalam akte perusahaan atau akte perubahan
yang telah disahkan oleh notaris. Kadang Akte dibuat hanya dengan hasil rapat yang disahkan oleh Notaris.
Yang sebenarnya bukan Akte Perubahan yang sesungguhnya.
Tujuannya:
(1) Dilakukan terhadap perusahaan peserta tender yang disewa atau perusahaan yang dipinjam oleh
orang lain.
(2) Praktik untuk menghindari pajak
(3) Praktek perusahaan untuk melepas tanggung jawa jika dibelakang hari timbul permasalahan hukum
dan tuntutan ganti rugi.
TERAPI 14
(1) Perlu dibuat guideline terkait dengan pelaksanaan tugas pemimpin proyek, dan kepanitiaan dengan
jelas dan baku termasuk konsekuensinya.
(2) Monitoring atasan dilakukan dengan seksama, untuk setiap tahap kegiatan harus dilaporkan dan data
tercatat semuanya.
(3) Masyarakat selaku stakeholder harus diberi kesempatan memperoleh akses informasi tentang proses
pengadaan pemerintah.
SIMTOM
Amandemen yang sengaja dilakukan, untuk menghindari sanksi karena keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
(bukan karena keadaan KAHAR) tetapi karena ketidakmampuan pihak penyedia barang/jasa, baik secara
teknis maupun keuangan/modal. Amandemen dilakukan untuk menghindari penyitaan jaminan oleh pengguna
barang/jasa.
Penyakit 15B
AMANDEMEN MENAIKKAN HARGA
SIMTOM
Untuk memenangkan pelelangan, penyedia barang/jasa menawar dengan harga serendah-rendahnya. Setelah
menang, meminta amandemen untuk menaikkan harga barang/jasa sesuai dengan harga awal (HPS). Dalam
kasus ini keterlibatan pengguna barang/jasa sangat besar, sejak dari awal penawaran pekerjaan.
SIMTOM
Dalam melaksanakan pekerjaan penyedia barang/jasa, ternyata harga yang ditawarkan tidak sesuai lagi ketika
penawaran dibuat (bukan karena keadaan KAHAR). Penyedia mengurangi kualitas dan kuantitas barang agar
tidak mengalami kerugian. Alasan inflasi yang tinggi, harga-harga barang/material melonjak tajam dan kenaikan
harga karena perbedaan kurs dollar, sering dijadikan alasan untuk meminta amandemen.
TERAPI 15
Perlu penelitian yang mendalam dan hati-hati terhadap permintaan amandemen dari penyedia barang/jasa di
luar ketentuan keadaan KAHAR.
SIMTOM
Volume proyek yang diserahterimakan ternyata tidak sama antara kontrak dengan volume yang dilaksanakan
oleh pihak rekanan.Apabila perbedaan tersebut dikarenakan adanya contract change order (CCO) yang didukung
oleh aturan main yang berlaku maka hal tersebut dapat dibenarkan. Tetapi apabila tidak didukung oleh
prosedur yang benar maka telah terdapat unsur kesengajaan untuk usaha memperkaya diri sendiri. Pada
umumnya yang sering terjadi adalah pihak direksi selaku pemilik pekerjaan melakukan 'kolusi' dengan pihak
rekanan untuk mengurangi volume pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan tetapi tidak dilaksanakan, dengan
maksud agar 'pekerjaan fiktif' tersebut dijadikan uang untuk keperluan direksi.
Penyakit 16B
MUTU/KUALITAS PEKERJAAN LEBIH RENDAH
DARI KETENTUAN DALAM SPESIFIKASI TEKNIK
SIMTOM
Serah terima pekerjaan pada dasarnya baru dapat terjadi apabila semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai
dengan volume, mutu, dan waktu, sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak. Di dalam praktik terdapat
usaha KKN melalui upaya menurunkan mutu barang atau pekerjaan yang jauh berbeda dengan spesifikasi
teknik yang tertera dalam penawaran atau kontrak. Perbedaan spesifikasi teknik dengan mutu barang yang
diserahkan kepada proyek melibatkan pihak direksi pekerjaan dan rekanan, dengan asumsi kedua belah
pihak akan memperoleh keuntungan, tetapi negara dan masyarakat akan dirugikan.
SIMTOM
Serah terima pekerjaan pada dasarnya baru dapat terjadi apabila semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai
dengan volume, mutu, dan waktu, sebagaimana tertuang dalam dokumen kontrak. Dalam pelaksanaannya
penyerahan dapat dilakukan secara imparsial, atau secara menyeluruh. Hasil pekerjaan tersebut sesuai dengan
prosedur dilakukan melalui dalam dua tahap.Tahap pertama adalah serah terima sementara setelah pemimpin
proyek menerima usulan serah terima dari mitra kerja pelaksana berdasarkan berita acara serta serah
terima pekerjaan bahwa pekerjaan telah selesai dan mitra kerja berhak menerima pembayaran 90% dari nilai
kontrak.Tahap berikutnya adalah setelah masa percobaan/atau masa pemeliharaan untuk masa tertentu,
melihat kewajaran pekerjaan serta kesesuaian hasil pekerjaan dengan spesifikasi teknik. Pada saat inilah
sesunggguhnya muncul penyakit akibat ketidaksesuaian antara hasil pekerjaan dengan ketentuan yang tertuang
dalam spesifikasi teknik. Sedangkan pengadaan barang dilakukan dengan proses test run. Bentuk dari
ketidaksesuaian tersebut untuk sementara berwujud deformasi bentuk permukaan dari pekerjaan yang
diserahkan, deformasi tersebut kadang-kadang tidak tampak, dan adakalanya kenampakan tersebut baru
terlihat setelah kurun waktu tertentu sehingga sulit untuk melakukan deteksi pada dampak penyimpangan
kualitas dalam waktu singkat. Dalam pekerjaan fisik, Simtom dini dari deviasi kualitas berbentuk: permukaan
retak, bergelombang, dan terjadi deformasi bentuk. Dalam pekerjaan konsultan, Simtom dalam waktu singkat
kurang dapat dilihat dan hanya ditemukan melalui suatu kajian, maka untuk pekerjaan konsultan, lebih kepada
kejujuran dari para profesional. Dalam pengadaan barang, Simtom akan lebih nyata tampak, karena kinerja
dari barang dengan kualitas yang rendah tidak akan sempurna (seperti komputer hang, mesin foto kopi
macet, otomotif menemukan banyak hambatan, dan kualitas peralatan kantor dan produk kurang prima.
SIMTOM
Terjadinya CCO dalam pelaksanaan kontrak adalah sesuatu yang umum terjadi, karena tidak mungkin suatu
desain dapat merepresentasikan rupa/bentuk topografi.Terlebih tentang apa-apa yang terkandung didalamnya.
CCO merupakan perangkat legal untuk melakukan penyesuaian kontrak agar kontrak dapat dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Namun dalam hal terjadi deviasi pelaksanaan pekerjaan sebagai akibat
adanya komitmen dalam KKN, CCO merupakan tempat yang paling populer untuk menempatkan dana yang
susah dipertanggungjawabkan. Dalam ini CCO dapat dilakukan terhadap pergantian volume material yang
murah (dikurangi) ke volume material yang bernilai tinggi, sehingga terjadi kenaikan harga karena volume
material yang mahal diperbesar. CCO terjadi pula pada pekerjaan konstruksi tambahan sebagai sesuatu hal
yang memang harus dilakukan karena pada awal pekerjaan volume jenis pekerjaan tersebut dipasang kecil.
CCO terjadi juga pada pekerjaaan yang sederhana namun pelaksananya akan memperoleh benefit yang lebih
besar. Dalam CCO, memang mungkin terjadi penyesuaian akan tetapi mungkin ditujukan untuk
mengakomodasi volume fiktif yang tidak mudah dibuktikan (bila sudah tertimbun oleh lapisan yang lain.)
Akibatnya, terjadi kenaikan nilai kontrak ke arah kenaikan maksimum, sehingga seolah-olah dana maximum
yang tersedia merupakan hak bagi pelaksana. Dapat juga terjadi kekeliruan komunal antara pengawas lapangan,
pelaksana, direksi lapangan sehingga seluruh dokumen dimanfaatkan dalam rangka pemenuhan komitmen
KKN. Kemungkinan besar terjadi pengunduran penyelesaian pekerjaan sebagai akibat perubahan lingkup
pekerjaan. Karena CCO memang digunakan oleh pelaksana sebagai kamuflase, mitra kerja akhirnya tidak
peduli lagi terhadap mutu hasil pekerjaan. Negara akan dirugikan karena mitra kerja tidak lagi memikirkan
kuantitas yang efisien bagi pekerjaan, yang mereka upayakan adalah pembayaran lewat kolusi.
SIMTOM
Penyerahan barang/jasa fiktif. Tidak ada sama sekali bukti bahwa pekerjaan dilakukan atau barang diadakan.
Hal ini dilakukan karena terjadi kolusi antara panitia dan kontraktor/pemborong sejak dari awal dan sangat
tertutup.
Penyakit 16F
TIDAK MENERAPKAN MASA JAMINAN
SIMTOM
Menerima pekerjaan barang atau jasa tanpa menerapkan jaminan pekerjaan barang/jasa. Akibatnya pekerjaan
barang/jasa yang mengalami kerusakan sebelum masa jaminan habis tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya.
Penyakit 16G
MEMINTA ADDENDUM
SIMTOM
Addendum sebagai siasat atau cara sah untuk memberi jalan bagi perusahaan yang terlambat melakukan
pekerjaan karena kelemahan kemampuan dan keterbatasan modal untuk meneruskan atau melanjutkan
proyek sesuai jadwal.
TERAPI 16
Sosialisasikan Kode Etik Profesional dari asosiasi kepada seluruh jajaran profesi. Penghargaan
pada kode etik tersebut diharapkan akan mencegah dunia usaha untuk melacurkan profesi
demi uang. Sebagai kelanjutannya, diperlukan suatu peradilan profesi agar pelanggar kode
etik dihukum oleh masyarakat profesi itu sendiri. Peran serta aktif masyarakat yang
independen diperlukan untuk ikut serta mengawasi dan memonitor kegiatan pengadaan
pemerintah, khususnya penyerahan hasil akhir proyek.
2. Pasca Kualifikasi
Untuk barang/pekerjaan yang sederhana tidak perlu prakualifikasi. Siapa saja yang merasa mempunyai
kemampuan disilakan menawar. Di sini biaya menyiapkan penawaran tidak sebesar pada barang/pekerjaan
kompleks. Jadi kerugian jika tidak memenangkan lelang juga tidak besar. Namun, tidak pula berarti
yang tidak punya pengalaman, personil, peralatan, dan finansial dapat memenangkan lelang. Dalam
dokumen lelang harus sudah dijelaskan bahwa yang akan ditunjuk sebagai pemenang lelang hanyalah
yang harga penawarannya paling murah dan mempunyai kemampuan melaksanakan kontrak pengadaan
barang/pekerjaan tersebut dalam arti kata mempunyai pengalaman, personil, peralatan, dan finansial.
Dengan pasca kualifikasi persaingan akan lebih besar dan akan menyebabkan harga penawaran semakin
rendah. Oleh karena itu cara ini yang lebih diinginkan agar harga hasil lelang lebih rendah.
Seperti dijelaskan di muka, pengadaan barang/pekerjaan yang kompleks dan bernilai rupiah tinggi perlu
diadakan prakualifikasi.Yang sering jadi permasalahan adalah apa yang disebut sebagai barang/pekerjaan
kompleks. Bagi panitia lelang yang menginginkan persaingan terbatas sehingga lebih mudah “mengatur”
pengadaan barang/pekerjaan yang sebenarnya tidak kompleks dapat saja dinyatakan kompleks sehingga
harus dilakukan prakualifikasi. Tidak ada sanksi atas penetapan kompleks tidaknya suatu pengadaan
barang/pekerjaan.
3. Penjelasan/Aanwijzing
Yang dimaksud dengan penjelasan lelang/aanwijzing (Bahasa Belanda), adalah kegiatan menjelaskan isi
dokumen lelang secara lisan di hadapan para peserta lelang apabila diperkirakan dokumen lelang tersebut
kurang jelas. Untuk pengadaan pekerjaan konstruksi, misalnya membangun bendungan, jembatan dll,
penjelasan yang menyangkut selain isi dokumen lelang juga menyebutkan penjelasan tentang lokasi
?
‘
Pengumuman
Akhir ambil
dokumen
Pemasukan
dokumen
Undangan
Penjelasan
Pemasukan
penawaran
Catatan:
1. Perlu tambahan waktu untuk Pendaftaran, Masa Sanggah Pra K dan Penyusunan BAP/Adendum
2. Waktu bisa dikurangi untuk Evaluasi Penawaran, Penetapan Pemenang Lelang dan Penandatanganan Kontrak
Indonesia Procurement Watch (IPW) adalah organisasi masyarakat sipil (civil society organization) nirlaba, non-
partisan yang didirikan oleh para aktivis anti korupsi dan pemerhati pengadaan barang dan jasa publik (public
procurement).
VISI
Sebagai suatu lembaga masyarakat IPW didirikan dan dikembangkan untuk suatu visi: Terwujudnya sistem
pengadaan barang dan jasa publik yang bebas korupsi, kolusi, komisi dan nepotisme, berdasarkan prinsip-
prinsip bersih, transparan dan profesional.
MISI
IPW pun dikembangkan dengan misi: Memerangi korupsi, kolusi, komisi dan nepotisme pada seluruh kegiatan
pengadaan barang dan jasa publik melalui pengembangan peran masyarakat, membantu pemerintah dalam
perumusan kebijakan dan implementasi, serta mendorong profesionalisme dan etika seluruh pihak yang terkait.
Diharapkan IPW dapat mendorong secara aktif dan efektif terwujudnya tata pemerintahan Indonesia yang
baik dan bersih (good governance). Dalam kiprahnya, IPW menjalankan peran sebagai pusat kajian dan rekomendasi
kebijakan, pemberdayaan masyarakat, pelatihan dan pengembangan jaringan komunikasi serta pemantauan.
Kajian dan Pemantauan
IPW dengan sumberdaya para ahli pengadaan publik yang dimiliki, bertujuan memberikan kontribusi sebesar-
besarnya pada pengembangan kerangka hukum maupun sistem manajemen pengadaan publik. Peran ini diwujudkan
melalui penyelenggaraan berbagai bentuk kajian seperti penelitian, forum diskusi, seminar dan pelatihan yang
hasilnya disampaikan sebagai rekomendasi. IPW juga terbuka pada permintaan berbagai pihak untuk bekerjasama
dalam membangun sistem dan prosedur pengadaan barang dan jasa publik di seluruh Indonesia.
Kiki Bambang
Dr. Todung Mulya Lubis Hayie Muhammad
Media/Development
Mar’ie Muhammad Program Director
Firmansyah Rahim
Sidahlta Arif Budianto
Al Mulyadi Mamoer
Treasurer
Sarwedi Oemarmadi
Harmawan Kaeni
Ari Sukmawan
Soeroto Prayitno
Networking
Rusman Ismail
Djoko Susilo
R. Muhammad Rusdi
General
PENGADUAN MASYARAKAT
Indonesia Procurement Watch
Wisma Seecons Lantai 2, Jalan Tebet Raya No. 3A
Jakarta Selatan Tel/Fax (021) 837 86886
www.iprocwatch.org
10 10/06/2002 Biaya Pelatihan Hakim Pengadilan Agama Mahkamah Agung 854.020.000,00 Wahyu Widiana
Rl ke Mesir
11 18/07/2002 Diberikan kepada Anggota Komisi VI DPR Rl (1999-2004) 5.000.000,00 Ghofur Djawahir
12 13/01/2004 Tiket Taufiq Kamil dan Keluarga serta rombongan ke luar negeri 44.150.000,00 M. Abd. Rosjad
13 Jul s/d Agust 2004 Biaya Tiket Terdakwa dan Keluarga serta rombongan 181.273.713,00 M. Khaolani
ke luar negeri
13. 30 / 09 / 2002 Diberikan kepada Ketua dan Wakil Ketua Komisi dan Wakil Ketua 26.642.000,00 Ghofur Djawahir
Komisi VI DPR Rl (periode 1999-2004) untuk menghadiri undangan
ke Amerika Serikat.
14. 01 / 10 / 2002 Biaya fiskal 5 orang isteri anggota Komisi VI DPR Rl 5.000.000,00 Ghofur Djawahir
(periode 1999-2004) ke Arab Saudi
15. 02 / 10 / 2002 Biaya umroh dan living cost Hariyanti Sekretariat DPR Rl 14.511.000,00 Ghofur Djawahir
dan 1.235.000,00
16. 18 / 11 / 2002 Diberikan untuk biaya umroh 4 orang anak Jimly Asshidiqie 54.780.000,00 Nurdin Nasution
dan 1.200.000,00
17. 22 / 11 / 2002 Hadiah Lembaran para pejabat dan staf Ditjen BIPH 113.850.000,00 Lukman, SH, dkk
18. 25 / 11 / 2002 Tunjangan Hari Raya Idul Fitri 1413 H untuk Komisi VI DPR Rl 279.000.000,0 Ghofur Djawahir
(periode 1999 - 2004)
19. Jan s/d Des 2003 Honorarium, Insentif, lembur, uang lelang, uang makan, transport, 1.429.371.298,00 Antara lain Taufiq Kamil
yang diterima oleh beberapa pegawai Ditjen BIPH beberapa kali Rp. 54.905.000,00
dalam setiap bulan
20. Jan s/d Sep 2004 Honorarium, Insentif, lembur, uang lelah, uang makan, transport, 966.985.160,00 Antara lain Taufiq Kamil
yang diterima Ditjen BIPH beberapa kali dalam setiap bulan Rp. 41.782.500,00
21. 04 / 02 / 2004 Diberikan kepada Roqib Anggota Komisi VI DPR Rl 6.000.000,00 Roqib
(periode 1999-2004)
22. 08 / 06 / 2004 Kunjungan kerja Terdakwa 100.000.000,00 M. Khaolani
23. 29 / 06 / 2004 Biaya peliputan Metro TV tentang dialog Zakat 150.000.000,00 Tulus
24. 01 / 07 / 2004 Kegiatan Terdakwa dalam rangka Tarling 100.000.000,00 M. Khaolani
25. 30 / 07 / 2004 Kepentingan Terdakwa 100.000.000,00 Terdakwa
26. 03 / 09 / 2004 Biaya pembahasan RUU Wakaf 274.000.000,00 Tulus
15 / 09 / 2004 dan 400.000.000,00
43. Nop. s/d Des 2002 Bantuan Dirjen BIPH 334.860.000,00 Antara lain Drs. H. Taufiq
Kamil Rp.1.680.000,00
44. Des’02 s/d Des‘03 Uang Taktis Terdakwa 1.264.597.500,00 Terdakwa
45. Jan s/d Nov 2003 Uang Taktis Taufiq Kamil 715.869.500,00 Antara lain Taufiq Kamil
Rp.20.365.000,00
46. Jan s/d Des 2003 Bantuan Terdakwa 1.456.736.500,00 Antara lain cicilan rumah
Abduh Paddare
Rp. 50.000.000,00 dan
Terdakwa (THR Rp.
25.000.000,00 dan
operasional THR
Rp.150.000.000,00)
47. Jan s/d Des 2003 Pembayaran Tunjangan Fungsional Pengelola BPDAU 867.000.000,00 Antara lain Terdakwa
Rp.180.000.000,00
48. Jan 2003 Kepentingan Terdakwa 25.000.000,00 Tuhari Sawanto
49. 17/01/2003 Bantuan Terdakwa kepada Ormas dalam rangka kunjungan kerja, 157.000.000,00 Sofyan Ali
namun kenyataannya digunakan untuk penyelesaian Kasus Batu Tulis
Bogor
50. Feb s/d Juli 2003 Pembayaran Tiket Taufiq Kamil dan Keluarga serta rombongan 179.026.674,00 Taufiq Kamil
ke luar negeri
51. Feb s/d Des 2003 Pembayaran Tiket Taufiq Kamil dan Keluarga serta rombongan 179.026.674,00 M. Khaolani
ke luar negeri
52. Feb s/d Des 2003 Pembayaran Tiket Terdakwa dan Keluarga serta rombongan 535.408.729,00 M. Khaolani
ke luar negeri
53. 14/04/2003 Diberikan kepada Tim Auditor BPK Rl 139.415.000,00 Enin Yusuf Suparta
54. 16/04/2003 Uang transport Tim Auditor BPK Rl 15.000.000,00 Tuhari Sawanto
55. 28/04/2004 Operasional Menteri Agama sehubungan dengan Audit BPIH BPK Rl 22.225.000,00 Enin Yusuf Suparta
Tahun 2003 (US$ 2.500,00)
dan 44.450.000,00
(US$ 5,000.00)
56. Juni s/d Des 2003 Sumbangan Terdakwa untuk 30 undangan pernikahan 117.500.000,00 Kel. Bupati Karimun
Rp. 5.000.000,00 Kel. Syaiful
Masykur Rp.2.500.000,00
dan Kel. M. Anwar Ibrahim
Rp.2.500.000,00
57. 097 06 / 2003 Biaya pasca pemeriksaan BPIH dan DAU Tahun 2003 67.400.000,00 Enin Yusuf S.
58. 03 / 07 / 2003 Diberikan kepada Auditor BPK Rl 15.000.000,00 Heriyansah
59. 23 / 09 / 2003 Uang Transport Auditor BPK Rl 10.000.000,00 Khairiansyah
60. Sep s/d Okt 2003 Uang Taktis Pegawai Depag 131.134.500,00 Antara lain Nurdin Nasution