Anda di halaman 1dari 7

TAHAPAN OBSERVASI

Dalam melakukan observasi, seorang observer harus memiliki berbagai


keterampilan untuk menjadi seorang observer yang baik. Data hasil observasi
akan menjadi akurat dan menjadi data yang bermanfaat bila observasi tersebut
dilakukan oleh peneliti yang telah melewati latihan-latihan yang memadai, serta
telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap. Latihan-latihan yang
memadai tersebut berupa :

1. Belajar melakukan observasi secara umum pada konteks atau subjek yang
dipilih atau fokus khusus.

2. Menuliskan hasil observasi secara deskriptif tanpa adanya penambahan atau


pengurangan terhadap fenomena yang diamati.

3. Kedisiplinan mencatat kejadian di lapangan secara lengkap dan mendetil.

4. Memiliki kemampuan mengerti dan memahami kode atau tanda perilaku.

5. Dapat berbagi perhatian, mengingat bahwa objek atau stimulus yang


diobservasi banyak sekali, sehingga harus menetapkan dulu mana yang menjadi
fokus perhatian.

6. Memperhatikan hal-hal detil dari objek observasi yang memperkuat apa yang
sedang diobservasi. Contoh: anak perempuan itu berurai air matanya.
Berulangkali ia mengusap air mata di pipinya dengan tissueyang diberikan oleh
temannya. Matanya memerah, suaranya sesenggukan, apa yang ia ucapkan tidak
jelas, dll.

7. Peka terhadap perilaku subjek dan dapat memberi reaksi perubahannya dengan
cepat. Kadang dalam suatu waktu ada beberapa perilaku yang terjadi, misalnya:
dari posisi duduk melamun tiba-tiba bangkit dari duduknya dan berlari ke arah
meja setrika dan mengambil baju di bawah setrika yang menempel di atasnya.

8. Peka terhadap etika-etika dalam melakukan observasi (yang telah dibahas pada
bab sebelumnya).

Observasi memiliki 3 tahapan utama yaitu tahap persiapan, tahap


pengumpulan data dan tahap interpretasi hasil. Pada tahap pertama yaitu
persiapan, ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap persiapan yaitu:
menentukan tujuan, menentukan sasaran, menentukan ruang lingkup, menentukan
tempat dan waktu, mempersiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, dan informed
consent.

Tahap kedua adalah pengumpulan data. Pada tahap ini observer mulai
mengaplikasikan hal-hal yang telah dirancangnya pada tahap persiapan yaitu
mulai mengadakan observasi langsung di tempat yang telah ditentukan,
mengadakan pencatatan data-data penting yang ditemukan selama observasi
berlangsung sampai pada batas waktu yang telah ditentukan oleh observer atau
sampai observer merasa bahwa data yang dikumpulkannya telah cukup memadai
untuk diolah. Perlu diingat selama observasi berlangsung jangan sampai
memberikan intepretasi karena intepretasi dapat dilakukan setelah observasi
selesai.

Tahap ketiga adalah tahap analisis data dan penyusunan hasil observasi.
Pada tahap ini, observer melakukan analisis secara mendalam terhadap data-data
hasil observasi yang masih berupa data mentah dalam catatan lapangan. Tujuan
analisis data ini adalah memberikan pemaknaan terhadap perilaku yang diamati
dan menemukan jawaban dari permasalahan yang ada, setelah itu menguraikan
hasil temuan lapangan dalam laporan hasil observasi.

Pemaknaan atau interpretasi hasil observasi yang akurat, sangat ditentukan


oleh tahap persiapan terutama tahap penyusunan rancangan observasi. Pada tahap
ini seorang observer harus benarbenar memahami tujuan observasi yang akan
dilakukan, siapa yang akan menjadi subyek observasinya, kapan observasi akan
dilaksanakan, tempat observasi akan dilakukan, sampai pada bagaimana observasi

akan dilakukan. Hal ini biasa dikenal dengan istilah 5 W + 1 H (WHAT: apa yang
akan observasi, WHO: apa/siapa yang akan menjadi observee dan pelaku
observasi (observer), WHERE: tempat, WHEN: kapan observasi dilaksanakan,
WHY: sasaran observasi, HOW: bagaimana observasi dilakukan mengarah pada
perlengkapan, alat, metode pencatatan dan analisis datanya).

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tahapan tahapan


dalam melakukan observasi sebagai berikut,

1. Membuat Rancangan Observasi(Berdasarkan Rumus 5 W + 1 H)

Rancangan observasi ini perlu disusun dengan cermat dan tepat agar
pelaksanaan observasi benar-benar dapat memperoleh data yang dibutuhkan, dan
memperoleh data yang akurat dan sistematis. Pada observasi sistematis,
perencanaan pelaksanaan observasi harus dilakukan secara detil dan jelas, dimulai
dengan menentukan apa (WHAT) yang akan diobservasi. Misalnya : tujuan dari
observasi adalah mengetahui bentuk dan intensitas perilaku school bullying
(kekerasan dalam setting sekolah), maka hal yang harus dilakukan pertama kali
adalah menentukan definisi atau batasan yang disebut sebagai bullying. Harus
diingat, bahwa penentuan batasan observasi harus memperhatikan bahwa
observasi diperoleh dengan pengamatan, bukan mengajukan pertanyaan seperti
wawancara, sehingga definisi juga harus mempertimbangkan pada batas mana
dapat diamati (perilaku tampak). Jadi dalam observasi bullying, hanya kekerasan
yang tampak saja yang dapat diobservasi. Misalnya kekerasan fisik, perilaku
verbal seperti mengancam dengan kata-kata, mengejek, merendahkan di depan
publik, dan non verbal langsung, seperti mengancam dengan kepalan tangan,
tatapan mata, dapat diobservasi. Sedangkan perilaku non verbal tak langsung
seperti mengirim surat kaleng, memanipulasi persahabatan sehingga korban
merasa tertekan dan terpaksa melakukan hal yang tidak diinginkan tidak dapat
diobservasi.

Penentuan APA yang diobservasi akan mempengaruhi BAGAIMANA (HOW)


data observasi akan dicatat. Misalnya saja, dua peneliti memiliki tujuan yang sama
yaitu melihat kepatuhan siswa terhadap Guru. Jika keduanya mendefinisikan
kepatuhan secara berbeda, maka metode pencatatan data juga akan berbeda.
Pembahasan terkait metode pencatatan data dapat dibaca secara detil pada Bab
VII.

Hal-hal lain yang perlu untuk diperhatikan dalam menentukan batasan


APA yang akan diobservasi yang meliputi :

a. Tradisi penelitian sebelumnya terkait variabel tersebut

Jika topik yang akan diteliti adalah kelanjutan dari penelitian sebelumnya,
maka mungkin variabel yang akan diobservasi juga sama dengan penelitian
sebelumnya, sehingga dapat saja menggunakan definisi yang sama dengan
penelitian sebelumnya. Definisi yang sama ini memberikan keuntungan hasil
observasi dapat dibandingkandengan hasil penelitian sebelumnya.

b. Teori
Keputusan untuk menggunakan satu definisi mungkin terkait pandangan
satu teori tertentu. Jika penelitian sebelumnya telah menggunakan metode
pengukuran tertentu, dapat saja metode tersebut diikuti. Namun jika secara teoritis
disarankan untuk mengukur indikator yang berbeda dari perilaku tersebut, maka
dapat saja diputuskan untuk mengembangkan observasi sendiri yang berbeda
dengan penelitian sebelumnya.

c. Ketersediaan teknik dan peralatan yang baru

Terkadang, terdapat variabel yang tidak dapat diobservasi karena


ketiadaan teknik dan peralatan yang dapat digunakan untuk mengukurnya.
Namun, perkembangan teknik dan peralatan baru membuka kesempatan untuk
mengukurnya. Misalnya, saat ini banyak area publik yang telah dilengkapi dengan
CCTV sehingga tersedia rekaman perilaku dari orang-orang umum. Jika pada
masa lalu upaya untuk mengamati perilaku disiplin orang berlalu lintas cukup
sulit, dengan adanya CCTV di tempat-tempat tertentu, dapat diperoleh gambar
yangdapat diputar ulang sebagai bahan observasi.

Tahap selanjutnya adalah menentukan KAPAN (WHEN) dan DIMANA


(WHERE) observasi dilaksanakan. Sebagaimana juga menentukan APA yang
diobservasi, penentuan waktu observasi juga dapat memperhatikan prosedur
penelitian sebelumnya yang mengobservasi topik yang sama, demikian juga
terkait hasil penelitian yang menyangkut waktunya. Misalnya, hasil penelitian
tentang bullying di sekolah menemukan bahwa perilaku kekerasan seringkali
dilakukan di tempat-tempat yang sepi seperti toilet, tempat parkir, dan sudut-sudut
sekolah. Kejadian bullying terjadi pada saat menjelang masuk kelas, istirahat, jam
olahraga, dan pulang sekolah. Maka dapat dipilih waktu yang tepat kapan
melakukan observasi, yaitu pada saat perilaku tersebut muncul. Demikian juga
ketersediaan peralatan yang dapat digunakan untuk mengobservasi. Misalnya, jika
pada tempa ttempat yang rawan terjadi bullying telah terpasang kamera, maka
observer dapat memastikan pada jam-jam rawan terjadi bullying, menggunakan
peralatan tersebut untuk merekam kejadian.

Hal lain yang perlu untuk dipersiapkan adalah WHO (siapa yang menjadi observer
dan observee). Misalnya, jika ingin melakukan observasi terhadap perilaku anak
berkebutuhan khusus yang merasa tidak nyaman terhadap kehadiran orang baru,
maka guru dan orang terdekatnya yang lain lebih sesuai menjadi observer.
Namun, peneliti harus melatih terlebih dahulu Guru atau orang terdekat anak agar
hasil observasi tidak bias. Demikian juga menentukan siapa yang diobservasi.
Pada kasus tertentu, misalnya untuk kebutuhan asesment, tentu saja klien yang
bersangkutan yang akan diobservasi. Namun terkadang, dari hasil asesment
diketahui bahwa salah satu yang diduga penyebab masalah adalah keluarga,
teman, guru atau pengasuh anak yang bermasalah tersebut. Sehingga perlu
dilakuan observasi untuk mengetahui interaksiantara klien dengan lingkungan
sosialnyatersebut.

2. Mengumpulkan Data (Melakukan Observasi)

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan apa yang telah observer tetapkan dalam
rancangan observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3. Menuliskan Data Hasil Observasi

Saat melakukan observasi, observer dituntut untuk sesegara mungkin melakukan


pencatatan terhadap hasil amatannya, hal ini dilakukan agar data hasil observasi
terjaga.
4. Melakukan Analisa Data Hasil Observasi

Hasil data yang telah dituliskan, kemudian diolah berdasarkan hasil observasi
yang diarahkan pada tiga aspek yaitu motivasi, emosi dan kognitif.

5. Membuat Kesimpulan Hasil Observasi(Interpretasi Data)

Kesimpulan yang dimuat harus berdasarkan serangkaian kesimpulan analisa data.

Anda mungkin juga menyukai