1. Belajar melakukan observasi secara umum pada konteks atau subjek yang
dipilih atau fokus khusus.
6. Memperhatikan hal-hal detil dari objek observasi yang memperkuat apa yang
sedang diobservasi. Contoh: anak perempuan itu berurai air matanya.
Berulangkali ia mengusap air mata di pipinya dengan tissueyang diberikan oleh
temannya. Matanya memerah, suaranya sesenggukan, apa yang ia ucapkan tidak
jelas, dll.
7. Peka terhadap perilaku subjek dan dapat memberi reaksi perubahannya dengan
cepat. Kadang dalam suatu waktu ada beberapa perilaku yang terjadi, misalnya:
dari posisi duduk melamun tiba-tiba bangkit dari duduknya dan berlari ke arah
meja setrika dan mengambil baju di bawah setrika yang menempel di atasnya.
8. Peka terhadap etika-etika dalam melakukan observasi (yang telah dibahas pada
bab sebelumnya).
Tahap kedua adalah pengumpulan data. Pada tahap ini observer mulai
mengaplikasikan hal-hal yang telah dirancangnya pada tahap persiapan yaitu
mulai mengadakan observasi langsung di tempat yang telah ditentukan,
mengadakan pencatatan data-data penting yang ditemukan selama observasi
berlangsung sampai pada batas waktu yang telah ditentukan oleh observer atau
sampai observer merasa bahwa data yang dikumpulkannya telah cukup memadai
untuk diolah. Perlu diingat selama observasi berlangsung jangan sampai
memberikan intepretasi karena intepretasi dapat dilakukan setelah observasi
selesai.
Tahap ketiga adalah tahap analisis data dan penyusunan hasil observasi.
Pada tahap ini, observer melakukan analisis secara mendalam terhadap data-data
hasil observasi yang masih berupa data mentah dalam catatan lapangan. Tujuan
analisis data ini adalah memberikan pemaknaan terhadap perilaku yang diamati
dan menemukan jawaban dari permasalahan yang ada, setelah itu menguraikan
hasil temuan lapangan dalam laporan hasil observasi.
akan dilakukan. Hal ini biasa dikenal dengan istilah 5 W + 1 H (WHAT: apa yang
akan observasi, WHO: apa/siapa yang akan menjadi observee dan pelaku
observasi (observer), WHERE: tempat, WHEN: kapan observasi dilaksanakan,
WHY: sasaran observasi, HOW: bagaimana observasi dilakukan mengarah pada
perlengkapan, alat, metode pencatatan dan analisis datanya).
Rancangan observasi ini perlu disusun dengan cermat dan tepat agar
pelaksanaan observasi benar-benar dapat memperoleh data yang dibutuhkan, dan
memperoleh data yang akurat dan sistematis. Pada observasi sistematis,
perencanaan pelaksanaan observasi harus dilakukan secara detil dan jelas, dimulai
dengan menentukan apa (WHAT) yang akan diobservasi. Misalnya : tujuan dari
observasi adalah mengetahui bentuk dan intensitas perilaku school bullying
(kekerasan dalam setting sekolah), maka hal yang harus dilakukan pertama kali
adalah menentukan definisi atau batasan yang disebut sebagai bullying. Harus
diingat, bahwa penentuan batasan observasi harus memperhatikan bahwa
observasi diperoleh dengan pengamatan, bukan mengajukan pertanyaan seperti
wawancara, sehingga definisi juga harus mempertimbangkan pada batas mana
dapat diamati (perilaku tampak). Jadi dalam observasi bullying, hanya kekerasan
yang tampak saja yang dapat diobservasi. Misalnya kekerasan fisik, perilaku
verbal seperti mengancam dengan kata-kata, mengejek, merendahkan di depan
publik, dan non verbal langsung, seperti mengancam dengan kepalan tangan,
tatapan mata, dapat diobservasi. Sedangkan perilaku non verbal tak langsung
seperti mengirim surat kaleng, memanipulasi persahabatan sehingga korban
merasa tertekan dan terpaksa melakukan hal yang tidak diinginkan tidak dapat
diobservasi.
Jika topik yang akan diteliti adalah kelanjutan dari penelitian sebelumnya,
maka mungkin variabel yang akan diobservasi juga sama dengan penelitian
sebelumnya, sehingga dapat saja menggunakan definisi yang sama dengan
penelitian sebelumnya. Definisi yang sama ini memberikan keuntungan hasil
observasi dapat dibandingkandengan hasil penelitian sebelumnya.
b. Teori
Keputusan untuk menggunakan satu definisi mungkin terkait pandangan
satu teori tertentu. Jika penelitian sebelumnya telah menggunakan metode
pengukuran tertentu, dapat saja metode tersebut diikuti. Namun jika secara teoritis
disarankan untuk mengukur indikator yang berbeda dari perilaku tersebut, maka
dapat saja diputuskan untuk mengembangkan observasi sendiri yang berbeda
dengan penelitian sebelumnya.
Hal lain yang perlu untuk dipersiapkan adalah WHO (siapa yang menjadi observer
dan observee). Misalnya, jika ingin melakukan observasi terhadap perilaku anak
berkebutuhan khusus yang merasa tidak nyaman terhadap kehadiran orang baru,
maka guru dan orang terdekatnya yang lain lebih sesuai menjadi observer.
Namun, peneliti harus melatih terlebih dahulu Guru atau orang terdekat anak agar
hasil observasi tidak bias. Demikian juga menentukan siapa yang diobservasi.
Pada kasus tertentu, misalnya untuk kebutuhan asesment, tentu saja klien yang
bersangkutan yang akan diobservasi. Namun terkadang, dari hasil asesment
diketahui bahwa salah satu yang diduga penyebab masalah adalah keluarga,
teman, guru atau pengasuh anak yang bermasalah tersebut. Sehingga perlu
dilakuan observasi untuk mengetahui interaksiantara klien dengan lingkungan
sosialnyatersebut.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan apa yang telah observer tetapkan dalam
rancangan observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Hasil data yang telah dituliskan, kemudian diolah berdasarkan hasil observasi
yang diarahkan pada tiga aspek yaitu motivasi, emosi dan kognitif.