Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1 Evaluasi Penyelenggaraan BPJS

2.1.1 Konsep Evaluasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), “Evaluasi” diartikan sebagai penilaian. Sejalan

dengan hal tersebut Dunn (2003:608-609), memberikan arti pada istilah evaluasi bahwa:

“Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal),

pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha

untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih

spesifik, evaluasi, berkenaan dengan pruduksi informasi mengenai nilai atau manfaat

hasil kebijakan”.

Selanjutnya Siagian dalam Suwatno dkk (2002:16) mengungkapkan bahwa “Evaluasi

merupakan proses pengukuran dan membandingkan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.

Evaluasi atau penilaian merupakan fungsi organisasi, karena fungsi tersebut turut

menentukan mati hidup suatu organisasi”.

Evaluasi pada dasarnya adalah suatu proses pengukuran dan pembandingan hasil-hasil

kegiatan operasional yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai

menurut target dan standar yang telah ditetapkan. Evaluasi dimaksudkan untuk

memberikan penilaian tentang kinerja ataupun kemanfaatan sesuatu kegiatan tertentu

(LAN 2005). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, definisi evaluasi adalah
rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil

(outcome) terhadap rencana dan standar.

Gery desseler (1997) dalam Ndraha (2003:202) mendefinisikan evaluasi yaitu “Comparing

your subordinate’s actual performance on the standards that have been set.” Lebih lanjut

Ndraha (2003:201) mengatakan bahwa evaluasi adalah proses pembandingan antara

standar dengan fakta dan analisis hasilnya. Dalam model lain Menurut Ndraha (2003:202)

evaluasi diantaranya sebagai berikut:

1. Model before-after, yaitu pembandingan antara sebelum dan sesudah suatu tindakan

(perlakuan, treatment). Tolak ukurnya adalah kondisi before.

2. Model das sollen-das sein, yaitu membandingkan antara yang seharusnya dengan

yang nyatanya. Tolak ukurnya adalah das sollen.

3. Model koelompok control–kelompok tes, yaitu pembandingan antara kelompok

control (tanpa perlakuan) dengan kelompok tes (diberi perlakuan). Tolak ukurnya

adalah kelompok control.

Agar tidak terjadinya penyimpangan data atau bahkan kesalahan data, evaluator harus

memiliki langkah-langkah atau tahap apa yang akan dilakukan dalam melakukakan

kegiatan evaluasi hal tersebut diperuntukkan sebagai pedoman atau landasan bagi evaluator

sehingga hasil dari evaluasi tidak keluar dari konsep. Ndraha (2003:202) menyatakan ada

beberapa langkah dalam melakukan evaluasi:

1. Pembuatan standar (kendali, S); beberapa standar: das sollen, data sebelumnya

terhadap data-sesudah atau sebaliknya, atau data-test dengan data-kontrol.

2. Pemantauan fakta (F)


3. Perbandingan F dan S

4. Hasil perbandingan: F=S, F<S, F>S

5. a. ?----- > F=S ----- > ?

b. ?----- > F<S ----- > ?

c. ?----- > F>S ----- > ?

6. Analisis hasil perbandingan berdasarkan model-model di atas,

7. Tindak lanjut:

a. Tindakan korelatif

b. Tindakan afirmatif

c. Feedback

Proses evaluasi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yang berguna dalam

memberikan petunjuk bagaimana memperoleh informasi yang berguna dalam beberapa

kondisi. Semua pendekatan tersebut paling tidak mempunyai tujuan yang sama yaitu

bagaimana memperoleh informasi yang berarti atau tepat untuk klien atau pemakai.

Beberapa pendekatan tersebut seperti yang dikemukakan oleh Stecher, Brian M dan W.

Alan Davis dalam Tayibnapis (2008:23) adalah:

1. Pendekatan Experimental, yaitu pendekatan yang berorientasi pada penggunaan

experimental science dalam program evaluasi. Tujuannya untuk memperoleh

kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program tertentu yang

mengontrol sebanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh program.

2. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (Goal Oriented Approach), yaitu

pendekatan yang memberi petunjuk kepada pengembangan program, menjelaskan


hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil yang akan dicapai.

3. Pendekatan yang berfokus kepada keputusan (The Decision Focused Approach), yaitu

pendekatan yang menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk

pengelola program dalam menjalankan tugasnya.

4. Pendekatan yang berorientasi kepada pemakai (The User Oriented Approach), yaitu

pendekatan yang menggunakan cara mengumpulkan bukti-bukti empiris yang

membatasi pemakaian informasi.

5. Pendekatan yang responsif (The Responsive Approach), yaitu pendekatan yang

mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandangan dari semua orang yang

terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dengan program.

2.1.2 Konsep Tujuan Evaluasi

Kegiatan evaluasi merupakan penilaian terhadap suatu program atau kebijakan yang

dilakukan oleh evaluator dengan agenda atau tujuan tertentu. Menurut Subarsono

(2006:120), terdapat enam tujuan evaluasi, yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan melalui evaluasi maka dapat diketahui

derajad pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan;

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui biaya

dan manfaat dari suatu kebijakan;

3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan;

4. Mengukur dampak (poitif atau negatif) suatu kebijakan;

5. Untuk mengetahui apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi;

6. Sebagai masukan (input) untuk kebijakan yang akan terjadi.


Pendapat senada menurut Luankali (2007:94) tentang tujuan atau fungsi evaluasi adalah:

1. Memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya tentang kinerja kebijakan

(kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai via tindakan publik). Sebenarnya

tujuan–tujuan tertentu (%) dicapai.

2. Memberi sumbangan klarifikasi dan kritik terhadap nilai–nilai yang mendasar dari

pemilihan tujuan dan target.

Dari teori di atas secara spesifik bahwa evaluasi merupakan suatu aktivitas yang berkenaan

dengan produk informasi mengenai nilai atau manfaat hasil suatu program atau kegiatan.

Luankali (2007:94) menyatakan hasil atau manfaat dari evaluasi yang bersifat evaluatif

seperti antara lain:

1. Fokus nilai

2. Interdependensi data

3. Orientasi masa kini dan masa lampau

4. Dualitas nilai (tujuan sekaligus cara)

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dilihat bahwa tujuan dan manfaat dari evaluasi secara

umum digariskan sebagai tolak ukur dari suatu pencapaian hasil kerja (performance).

2.1.2. Manajemen kerja

Manajemen didefinisikan sebagai pengelolaan yang berarti suatu aktifitas, seni, cara, gaya,

pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, dalam mengendalikan atau mengelola

kegiatan. Tahapan manajemen dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,

operasi dan pemeliharaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, sampai pada


evaluasi dan monitoring (New Webster Dictionary, 1997; Echols & Shadily, 1988 dalam

Kodoatie, 2006:69). Dari sejumlah pemikiran modern tentang manajemen, beberapa

konsep manajemen yang digunakan dalam manajemen bencana yaitu manajemen klasik

dan pendekatan contingency. Manajemen klasik menjelaskan tugas-tugas manajemen

berdasarkan fungsi-fungsinya yaitu merencanakan, mengorganisir, memimpin dan

mengendalikan. Seringkali dimasukkan pula fungsi staffing ke dalam manajemen klasik.

Namun, banyak pendapat yang menganggap tugas ini telah termasuk dalam fungsi

mengorganisir (Soeharto, 1997:17).

Adapun pendekatan contingency atau situasional pada dasarnya berpendapat bahwa tidak

ada satu pun pendekatan manajemen terbaik yang dapat dipakai untuk mengelola setiap

macam kegiatan (Soeharto, 1997:17). Atau dengan kata lain, teknik pengelolaan yang

bekerja baik untuk suatu kegiatan tertentu tidak menjamin keberhasilan yang sama pada

kegiatan yang berbeda. Oleh karena itu, manajemen/pengelolaan harus bersifat luwes

(flexible).

Salah satu pemikir manajemen modern, yaitu Henry Fayol (1841-1925) adalah orang

pertama yang menjelaskan secara sistematis bermacam aspek pengetahuan manajemen

dengan menghubungkan fungsi-fungsinya. Fungsi-fungsi yang dimaksud kenal sebagai

manajemen klasik. H. Koontz (1982 dalam Soeharto 1997:17) mendefinisikan manajemen

adalah proses merencanakan (planning), mengorganisir (organizing), memimpin (leading)

dan mengendalikan (controlling) kegiatan anggota serta sumber daya yang lain untuk

mencapai sasaran organisasi yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan proses ialah

mengerjakan sesuatu dengan pendekatan yang sistematis. Sedang sumber daya organisasi

adalah tenaga, keahlian, peralatan, dana dan informasi.


2.2. Penyelenggaraan BPJS

2.2.1. Sejarah JKN

Pada tahun 1949 Prof G.A Siwabessy selaku menteri keseatan mengajukan sebuah

gagasan peyelengaraan program asuransi kesehatan semsta(Universal elath insurance)

yang kepesertaanya mencakup pegawai negeri sipil beserta anggota keluarganya saja.

Pada tahun 1968 pemerintah menerbitkan Permenkes no 1 tahun 1968 dalam bentuk

badan peyelenggara dana pemeliharaankesehatan (BPDPK) yang mengatur pemeliharaan

kesehatan bagi pegaai Negara dan penerima pension berserta keluarganya. Kemudian

keluar PP no 22 dan 23 tahun 1984 BPDPK berubah setatus menjadi BUMN yaitu Perum

Husada Bakti (PHB) yang melayani jaminan keseatan bagi PNS pensiunan PNS, veteran,

perintis kemerdekaan, dan anggota keluarganya.

Pada tahun 1992 PHB berubah status menjadi PT Akses (persero) melalui PP no 6 tahun

1992 dan mulai menjagkau karyaan BUMN melalui program akses komersil.

Pada jaunari 2000 PT Askes (Persero) dipercaya pemerinta melaksanakan program jaminan

Kesehatan bagi masyarakat miskin yang kemudian hari dikenal sebagai Askeskin sebanyak

60 juta jiwa yang iurannya dibayar oleh Pemerintah pusat.

Pada 1 januari 2014 PT Akses bertranformasi menjadi Badan peyelengara program jaminan

sosian di bidang kesetan yang di tetapkan dalam UU no 24 tahun 2011.melalui program

kesehatan untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia trlindungi oleh aminan kesehatan

yang kompherensif adil dan merata ( sumber:www.BPJSKesehatan.go.id)


2.2.2. Tugas, fungsi dan Kewenangan BPJS

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS

adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan

dan BPJS Ketenagakerjaan.

Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak

konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan

yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah

satu pilar kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan

pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial

dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi,

tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara

pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur

kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.

2.2.2.1. FUNGSI BPJS

UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan

program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan

secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program,

yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan

jaminan kematian.

Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh

manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja

mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta

menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau

meninggal dunia.

Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan

yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena

memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang

dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.


2.2.2.2. TUGAS BPJS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;

c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

e. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan

ketentuan program jaminan sosial; dan

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada

peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data

kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari

Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau

membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka

sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.

Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima

pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.


2.2.2.3. WEWENANG

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:

a. Menagih pembayaran Iuran;

b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka

panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,

keamanan dana, dan hasil yang memadai;

c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja

dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan jaminan sosial nasional;

d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran

fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh

Pemerintah;

e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak

memenuhi kewajibannya;

g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai

ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program

jaminan sosial.

Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal

terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan


pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada

BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. 

2.2.3. Mekanisme Jaminan Kesehatan nasional di Rumah Sakit

kesehatan nasional yang di kembangkan di Indonesia merupakan bagian dari

system jaminan social nasional yang di selengarakan dengan mekanisme asuransi

kesehatan social yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan undang-undang no.40

tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

masarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran

atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Penyelengaraan jaminan kesehatan nasional di Rumah sakit

Sistem pembagian jasa pelayanan BPJS

Anda mungkin juga menyukai