Anda di halaman 1dari 8

http://jurnal.fk.unand.ac.

id 31

Tinjauan Pustaka

Neuropati Auditori
Sukri Rahman, Rossy Rosalinda

Abstrak
Latar belakang: Neuropati auditori merupakan suatu gangguan pendengaran yang jarang terjadi dengan
prevalensi yang belum diketahui secara pasti dan membutuhkan identifikasi dan diagnosis secara dini. Tujuan:
Untuk menjelaskan gambaran audiologi dan elektrofisiologi neuropati auditori sehingga dapat menentukan terapi
dan intervensi yang efektif. Tinjauan Pustaka: Neuropati auditori merupakan bagian dari tuli sensorineural,
dimana suara dapat masuk hingga telinga dalam, tetapi transmisi sinyal dari telinga dalam ke otak terganggu pada
jaras tertentu. Kelainan ini dapat mengenai semua umur mulai dari bayi hingga dewasa. Pasien dengan neuropati
auditori dapat memiliki derajat pendengaran yang normal atau mengalami penurunan dari ringan hingga tuli sangat
berat, tetapi selalu memiliki kemampuan persepsi bicara yang buruk. Neuropati auditori ditandai dengan hasil
abnormal pada brainstem evoked response audiometry (BERA), tetapi otoacoustic emission (OAE) yang normal.
Kelainan ini membutuhkan pendekatan manajemen yang berbeda untuk masalah pendengaran dan komunikasi
dibandingkan tuli perifer lainnya. Kesimpulan: Evaluasi klinis dan audiologi yang akurat dibutuhkan pada
neuropati auditori, dan pada akhirnya, diagnosis yang tepat memberikan strategi terapi dan rehabilitasi yang lebih
baik.

Kata kunci: Neuropati auditori, BERA, OAE, persepsi bicara

Abstract
Background: Auditory neuropathy is a rare hearing disorder which is the prevalence not well established
and need an early identification and diagnosis. Purpose: To describe the audiological and electrophysiological
features of auditory neuropathy in order to determine the effective treatment and intervention. Literature Review:
Auditory neuropathy is a kind of sensorineural hearing loss, in which sounds enter the inner ear normally, but the
signal transmission from the inner ear to the brain is impaired in some ways. It can affect people of all ages from
infant to adult. Patients with auditory neuropathy may have normal hearing or hearing loss ranging from mild to
profound hearing loss, but they always have poor speech perception abilities. Auditory neuropathy is characterized
by the abnormal result of the auditory brainstem response (BERA), but in the presence of preserved otoacoustic
emissions (OAE). It requires a different management approach to the auditory and communication problems that
used for usual peripheral hearing losses. Conclusion: An accurate clinical and audiological evaluation are needed
in auditory neuropathy, and finally, a correct diagnosis allow better treatment and rehabilitative strategies.

Keywords: Auditory neuropathy, BERA, OAE, speech perception

Affiliasi penulis : Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Istilah lain untuk neuropati auditori adalah dis-
Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
sinkronisasi auditori (Berlin dkk, 2002), tuli neural
Korespondensi : Sukri Rahman, Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas (Rapin dan Gravel, 2003), atau de-sinkronisasi auditori
6
Andalas Padang. sukrirahman@fk.unand.ac.id Telp: 0751-810900 (Ray dkk, 2006).
Adanya teknologi dan prosedur terbaru
Pendahuluan membuat kelainan ini dapat dibedakan dengan tuli
Istilah neuropati auditori pertama kali sensorineural lainnya. Gravel dan Rapin (2006)
dikenalkan oleh Starr dkk pada tahun 1996. Namun menjelaskan berbagai tuli sensorineural berdasarkan
kelainan ini bukan merupakan sesuatu yang baru lokasi lesinya yaitu tuli sensoris (mengenai sel rambut
karena telah pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti dalam), neuropati auditori (patologi pada sel ganglion
1,2
sebelumnya. Kasus neuropati auditori pertama kali spiralis dan akson nervus koklearis), tuli sentral
ditemukan oleh Davis dan Hirsch pada tahun 1970 (mengenai jaras auditori sentral) dan gangguan
sebagai suatu penemuan yang paradoks karena konduksi saraf (bila tidak ditemukan kelainan seperti
terdapat perbedaan antara hasil brainstem evoked yang disebutkan di atas). Starr dkk (1996) membagi
response audiometry (BERA) yang abnormal dengan neuropati auditori ke dalam dua tipe yaitu pre-sinaps
hasil otoacoustic emission (OAE) dan ambang dengar (tipe I) apabila terdapat keterlibatan sel rambut dan
3,4,5
yang masih normal. Penemuan yang sama juga post-sinaps (tipe II) apabila terdapat keterlibatan
1
dilaporkan oleh Worthington dan Peters pada tahun nervus koklearis.
1980, Lenhardt pada tahun 1981 dan Kraus pada Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyebab
1,4
tahun 1984. dan mekanisme patologis terjadinya neuropati auditori,

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 32

pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam Penyebab neuropati auditori dapat dibagi
menegakkan kelainan ini dan pilihan penanganan menjadi dua yaitu kongenital, berupa kelainan genetik
yang tepat dalam meningkatkan fungsi pendengaran. (mutasi gen otoferlin/OTOF, sindrom Charcot-Marie-
Tooth, ataksia Friedrich) dan didapat, meliputi risiko
Definisi
perinatal (prematuritas, hiperbilirubinemia,
Neuropati auditori termasuk bagian dari tuli hipoksia/asfiksia perinatal, pemakaian ventilator
sensorineural yang merupakan suatu istilah yang mekanik, perdarahan intrakranial post-natal), paparan
cukup luas dan menggambarkan adanya gangguan obat ototoksik, proses infeksi (mumps dan meningitis),
pada aktivitas saraf aferen pada jaras auditori perifer gangguan imun (sindrom Guillain-Barre), polineuropati
1-4,10,11
dan sentral. Istilah dis-sinkronisasi diartikan sebagai pada diabetes mellitus, serta trauma kepala.
ketidakmampuan sinkronisasi aktivitas saraf pada Namun sekitar 50% kasus neuropati auditori tidak
2,10
regio temporal sehingga menyebabkan keterbatasan diketahui etiologinya.
4
pada persepsi auditori. Lotfi dan Mehrkian (2007) mendapatkan
Neuropati auditori ditandai dengan fungsi sel rambut sebanyak 73% pasien dengan neuropati auditori
luar koklea secara elektrofisiologis yang masih normal memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
atau mendekati normal, tetapi terdapat gangguan pendengaran yang mengarah pada neuropati auditori
1,3,5,7
pada konduksi saraf sepanjang jaras auditori. dan 62% memiliki faktor risiko seperti anoksia,
hiperbilirubinemia, meningitis, dan paparan obat
Kekerapan
ototoksik. Madden dkk (2002) menemukan dari 22
Data mengenai prevalensi neuropati auditori pasien dengan neuropati auditori, sebanyak 11 (50%)
hingga saat ini belum diketahui secara jelas. Berbagai memiliki riwayat hiperbilirubinemia, 10 (45%) dengan
kepustakaan melaporkan angka dengan tingkat variasi riwayat prematur, 9 (41%) dengan paparan obat
yang tinggi yaitu antara 0,5-15% dari tuli ototoksik, 8 (36%) dengan penurunan pendengaran
3,5
sensorineural. Pada salah satu penelitian di Hong pada keluarga, 8 (36%) dengan riwayat penggunaan
Kong dilaporkan prevalensi neuropati auditori sebesar ventilator mekanik, dan 2 (9%) dengan cerebral
10
2,44%, sedangkan di Jerman dilaporkan sebesar palsy.
3
0,94%. Dari skrining dengan OAE yang dilakukan
Rance dkk (1999) dan Madden dkk (2002) oleh Dowley dkk (2009) pada 40.050 bayi, didapatkan
melaporkan prevalensi neuropati auditori yang lebih sebanyak 30 bayi menderita tuli sensorineural, dan 12
tinggi, masing-masing sebesar 11% dan 5,1%. Berg (40%) bayi termasuk ke dalam neuropati auditori.
dkk (2005) menemukan insidensi neuropati auditori di Semua bayi dengan neuropati auditori ini dirawat di
antara populasi yang berisiko sebesar 24%. neonatal intensive care unit (NICU) dan sebanyak 10
Sementara itu pada penelitian yang dilakukan oleh (83%) menggunakan ventilator selama lebih dari lima
Khairi dkk (2009) didapatkan dari 211 anak dengan tuli hari, 9 (75%) terpapar gentamisin, 8 (67%) menderita
sensorineural sebanyak 3 anak (1,42%) menderita sepsis, 7 (58%) dengan kelahiran prematur dan 4
7 8
neuropati auditori. (33%) menderita hiperbilirubinemia.
3
Dari penelitian oleh Lotfi dan Mehrkian (2007) pada
Patofisiologi
anak sekolah dengan gangguan pendengaran
didapatkan sebesar 1,54% anak menderita neuropati Pada awalnya, neuropati auditori dijelaskan
auditori dan sebesar 53% mengalami neuropati sebagai suatu kelainan tunggal yang ditandai dengan
auditori unilateral. adanya gangguan pada nervus koklearis dengan sel
Kasus neuropati auditori telah dilaporkan rambut luar yang masih normal. Namun kelainan ini
pada semua umur mulai dari bayi baru lahir hingga ternyata merupakan suatu spektrum yang
dewasa berusia lebih dari 60 tahun. Namun mayoritas mempengaruhi berbagai jaras auditori dimulai dari sel
kasus ditemukan pada usia kurang dari 10 tahun. rambut dalam, sinaps antara sel rambut dalam dan
Distribusi jenis kelamin pada kelainan ini sama antara nervus koklearis, hingga nervus koklearis itu
8,9 1,5,10,12
laki-laki dan perempuan. sendiri. Gambaran klinis dengan variasi yang
luas pada neuropati auditori kemungkinan disebabkan
Etiologi
oleh perbedaan lokasi lesi dan penyebab yang
10
Neuropati auditori dapat terjadi pada populasi mendasari. Neuropati auditori mempengaruhi
umum, tetapi lebih sering ditemukan pada anak aktivitas sinkronisasi normal jaras auditori, tanpa
13
dengan risiko tinggi untuk gangguan pendengaran. mempengaruhi fungsi amplifikasi sel rambut luar.
Foerst dkk (2006) menemukan dari 32 anak dengan Neuropati auditori disebabkan oleh rusaknya
neuropati auditori, sebanyak 27 anak berisiko tinggi pelepasan transmiter secara bersamaan dari vesikel
untuk gangguan pendengaran dan hanya lima anak yang berlekatan pada sinaps sel rambut dalam yang
tidak memiliki risiko tinggi. Prematuritas dengan menghasilkan gangguan pada saraf aferen. Gangguan
komplikasi postpartum merupakan faktor risiko pada nervus koklearis dapat muncul akibat demielinasi
tersering untuk terjadinya neuropati auditori dan diikuti yang menurunkan potensial aksi dan menghambat
7
dengan hiperbilirubinemia. arus listrik, atau penyakit aksonal primer dengan
hilangnya serabut saraf dan potensial aksi yang kecil.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 33

Kedua gangguan ini mempengaruhi potensial aksi dari pemeriksaan BOA dengan mengamati respon refleks
serabut saraf terpanjang karena degenerasi sepanjang bayi terhadap suara, tetapi tidak diinterpretasi sebagai
serabut saraf dan saraf-saraf ini memberikan suplai ambang dengar atau batas respon dengar minimum.
pada apeks koklea yang diduga menyebabkan Keterbatasan BOA adalah hanya mengukur kesadaran
6
gangguan pada frekuensi rendah. Defisiensi nervus bayi dan tidak dapat menentukan ambang dengar
koklearis dapat terjadi akibat kegagalan secara pasti dengan tingkat variabilitas yang tinggi
perkembangan baik secara parsial (hipoplasia) dan (tergantung kondisi, kesadaran, dan perhatian pasien)
12
komplit (aplasia atau agenesis). dan tidak dapat dijadikan sebagai patokan untuk
1
Sel rambut dalam secara khusus sensitif pemasangan alat bantu dengar.
terhadap hipoksia dibandingkan sel rambut luar, dan Pemeriksaan VRA dilakukan bila bayi telah
juga terhadap beberapa zat toksik seperti karbopentin dapat duduk dan memiliki kontrol kepala yang baik.
dan gentamisin. Kerusakan sinaps dapat menimbulkan Pada pemeriksaan ini digunakan media visual seperti
gangguan pada saturasi respon, sebagai contoh, mainan, cahaya atau video untuk mengkondisikan
suatu stimulus yang diberikan 3-11 kali dalam satu anak respon terhadap suara. Pemeriksaan ini dimulai
detik dapat dideteksi secara lengkap, tetapi tidak pada anak berusia 6-7 bulan. Untuk anak yang lebih
demikian pada stimulus yang diberikan sebanyak 20 tua, berusia sekitar 5 tahun, dapat dilakukan
8
kali dalam satu detik. pemeriksaan audiometri bermain. Audiogram yang
akurat untuk kedua telinga biasanya didapatkan
Diagnosis 1,12
setelah sekurang-kurangnya dua kali kunjungan.
Anamnesis
Frekuensi evaluasi audiometri behavioral tergantung
Pasien dengan neuropati auditori sering pada status perkembangan dan kerjasama anak,
mengeluhkan mereka dapat mendengar suara, tetapi tetapi sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap tiga
3,13 5
tidak dapat memahami percakapan. Kurangnya bulan hingga anak usia 6 tahun.
pengenalan terhadap bahasa ini diakibatkan oleh
2. Pemeriksaan Timpanometri
gangguan yang berat pada kemampuan proses
13
diskriminasi di regio temporal. Pada neuropati auditori, refleks akustik
Pada neuropati auditori terdapat penurunan biasanya tidak muncul baik pada stimulasi ipsilateral
pada kemampuan persepsi bicara yang tidak sesuai maupun kontralateral, meskipun pada beberapa kasus
4,10
dengan derajat tuli. Beberapa pasien tidak mengalami refleks ini dapat muncul. Refleks akustik stapedius
kesulitan dalam berkomunikasi, sementara yang lain tidak muncul atau abnormal karena gangguan pada
5
tuli secara fungsional. Pasien biasanya mengalami konduksi saraf dari sinyal auditori.
1
kesulitan dalam mendengar pada keadaan bising.
3. Pemeriksaan OAE
Pemeriksaan Diagnostik 3
Lotfi dan Mehrkian (2007) menemukan sebanyak
Evaluasi yang komprehensif diperlukan 69,23% pasien dengan neuropati auditori memiliki
dalam mendiagnosis neuropati auditori yang respon OAE yang baik, 19,23% pasien tidak terdapat
melibatkan berbagai bidang diantaranya audiologi, respon pada OAE dan 11,53% memiliki respon OAE
1 2
radiologi, pediatrik dan neuropediatrik, serta genetik. yang buruk. Dari penelitian Shehata dkk (2008)
Pemeriksaan audiologi yang terhadap 16 anak dengan neuropati auditori
direkomendasikan untuk neuropati auditori adalah didapatkan sebanyak 80% masih menunjukkan OAE
audiometri dengan audiometri nada murni atau yang normal. Diagnosis neuropati auditori ditegakkan
behavioral audiometry (visual reinforcement dengan hasil OAE yang masih normal yang
audiometry/VRA, behavioral observational menandakan fungsi sel rambut luar koklea masih
4,6
audiometry/BOA, audiometri bermain), acoustic baik.
immitance meliputi timpanometri dan pemeriksaan Pilihan pemeriksaan OAE dalam
refleks akustik, otoacoustic emmission (OAE), mendiagnosis neuropati auditori adalah distortion-
brainstem evoked response audiometry (BERA), product OAE (gambar 8). Distortion-product OAE
elektrokokleografi (EcochG) dan pemeriksaan (DPOAE) diukur pada masing-masing telinga untuk
1,2
persepsi bicara. dua nada primer (f1 dan f2), dengan rasio gabungan
f2/f1 adalah 1,2 dan level gabungan 65 dB SPL (L1)
1. Pemeriksaan Audiometri
dan 55 dB SPL (L2). Frekuensi f2 secara khusus
Pada neuropati auditori, ambang dengar dinaikkan bertahap dari 1500 hingga 6000 Hz. Adanya
nada murni (pure tone threshold) dapat berkisar dari DPOAE pada masing-masing frekuensi ditentukan
atau mendekati normal hingga tuli yang sangat berat. dengan kriteria kombinasi meliputi rasio signal-to-
12
Kemampuan proses auditori secara khas terganggu noise ≥10 dB dan absolute noise level ≤ -15 dB SPL.
pada pasien ini, terutama pada lingkungan
1,2,4,6,8
bising.
Pada bayi, dilakukan pemeriksaan behavioral
1,7
audiometry dengan BOA atau VRA. Untuk bayi
berusia kurang dari 6 bulan dapat dilakukan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 34

respon gelombang V dapat dideteksi secara visual.


Sekurang-kurangnya dua gelombang pada masing-
masing level stimulus direkam untuk verifikasi dalam
12
identifikasi gelombang.
5. Pemeriksaan ASSR

Auditory steady-state response (ASSR)


merupakan suatu pemeriksaan objektif alternatif dalam
menilai jaras auditori dari perifer hingga sentral yang
menggabungkan spesifisitas berbagai frekuensi dan
stimulasi tingkat tinggi. Auditory steady-state response
membangkitkan nada yang berkesinambungan pada
Gambar 1. DPOAE secara skematik14 amplitudo dan/atau frekuensi tertentu. Pemeriksaan ini
dilakukan pada kasus tuli sensorineural sangat berat
4. Pemeriksaan BERA dimana respon BERA tidak muncul. Hanya sedikit
Gambaran khas neuropati auditori pada penelitian yang melaporkan aplikasi ASSR pada anak
15
pemeriksaan BERA adalah ditemukannya gambaran dengan neuropati auditori.
BERA yang abnormal, memanjang atau tidak ada, Respon ASSR didapatkan pada tingkat sinyal
dengan adanya gelombang mikrofonik koklea (gambar yang lebih tinggi (>80 dbHL) pada neuropati auditori,
9).
6,10 tetapi respon ini akan meningkat meskipun audiogram
Mikrofonik koklea merupakan respon pre- behavioral masih menunjukkan hasil yang normal.
neural yang dihasilkan oleh polarisasi dan depolarisasi Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk
1
sel rambut koklea (muncul sebelum gelombang I pada menentukan ambang dengar pada neuropati auditori.
BERA). Mikrofonik koklea dapat ditemukan pada 6. Pemeriksaan Elektrokokleografi
telinga normal, tuli sensorineural tipikal, dan neuropati
auditori. Mikrofonik koklea pada neuropati auditori Pada elektrokokleografi (EcochG) didapatkan
disertai dengan respon neural yang abnormal atau gelombang mikrofonik koklea yang panjang dan
tidak ada. Amplitudo gelombang ini semakin besar fluktuatif, dengan amplitudo yang meningkat dan
2
pada pasien dengan gangguan pada sistem saraf ambang dengar normal (gambar 10).
pusat.
1 Pada penelitian yang dilakukan oleh Shehata
2
Gelombang mikrofonik koklea dibedakan dkk (2008) , dari 16 anak yang dilakukan pemeriksaan
dengan respon neural melalui dua kriteria yaitu dengan EcochG trans-timpani, sebanyak 13 (81,2%)
polaritas mikrofonik koklea akan terbalik dengan menunjukkan gelombang mikrofonik koklea yang
inversi polaritas stimulus dan latensi mikrofonik koklea panjang dan berfluktuatif dengan nilai ambang
akan konstan dengan perubahan tingkat stimulus. mikrofonik koklea berkisar antara 40-60 dB.
Apabila suatu respon dicurigai merupakan mikrofonik
koklea (khususnya pada stimulus yang relatif tinggi),
analisis harus dikonfirmasi dengan stimulus rarefaction
dan condensation. Untuk membedakan gelombang ini
dari artefak stimulus, tabung suara yang digabungkan
dengan transduser pada earphone dilepaskan tanpa
mengubah posisi elektroda dan transduser. Bila
menghilang, maka gelombang ini merupakan
mikrofonik koklea. Namun bila menetap, gelombang ini
1,12
adalah suatu artefak stimulus.

Gambar 3. Gelombang mikrofonik koklea pada EcochG2


Gambar 2. Mikrofonik koklea pada BERA1

7. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan BERA dinilai pada dua tipe
stimulus utama minimum yaitu 100 µsec click dan 250 Pemeriksaan radiologi (MRI/CT) dilakukan
Hz tone burst. Ambang dengar BERA fisiologis untuk melihat malformasi pada telinga dalam dan
didapatkan pada level stimulus terendah dimana integritas nervus koklearis. Dari 140 pasien neuropati

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 35

auditori yang dilakukan pemeriksaan MRI, sebanyak Alat Bantu Dengar (ABD)
35 (25%) ditemukan defisiensi nervus koklearis berupa
Penggunaan alat bantu dengar (ABD)
hipoplasia atau aplasia nervus koklearis dan mengenai
konvensional memberikan manfaat pada beberapa
satu telinga sebanyak 24 (69%) dan kedua telinga
1 pasien dengan neuropati auditori, sementara pasien
sebanyak 11 (31%). Buchman dkk (2006) melaporkan
yang lain dengan gangguan yang berat tidak
9 dari 51 pasien dengan neuropati auditori (18%) 4
menunjukkan perbaikan. Berbagai penelitian telah
memiliki nervus koklearis yang aplasia atau hipoplasia
dilakukan pada pasien anak dan dewasa yang
yang diidentifikasi melalui MRI (magnetic resonance
menderita neuropati auditori dan didapatkan berbagai
imaging). Pemeriksaan MRI direkomendasikan pada
5 derajat manfaat dalam penggunaan amplifikasi ABD,
pasien dengan kandidat implan koklea.
tetapi belum dapat menjawab secara sistematis
8. Pemeriksaan Persepsi Bicara apakah ABD memberikan keuntungan pada neuropati
auditori. Keterbatasan dalam angka prevalensi dan
Pemeriksaan untuk menilai persepsi bicara
adanya heterogenitas membuat kelainan ini sulit untuk
dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner IT- 5
dianalisis.
MAIS (Infant-Toddler Meaningful Auditory Integration
Banyak ahli audiologi berpendapat bahwa
Scale) atau MAIS (Meaningful Auditory Integration
ABD tidak dapat membantu pada kasus neuropati
Scale), kata dan fonem MLNT (Multisyllabic Lexical
auditori. Alat bantu dengar dapat menghilangkan
Neighborhood Test)/LNT (Lexical Neighborhood Test),
persepsi dan intensitas suara yang tinggi dapat
kata dan fonem PB-K (Phonetically Balanced
merusak koklea yang masih utuh. Namun terdapat
Kindergarten), serta kalimat HINT (Hearing in Noise
1 penemuan lain yang melaporkan hilangnya respon
Test) pada lingkungan tenang dan bising. Variabilitas
OAE secara spontan pada pasien neuropati auditori
kemampuan persepsi bicara pada pasien dewasa
meskipun tanpa pemasangan ABD. Selain itu juga
dengan neuropati auditori telah dilaporkan pada
dilaporkan pasien dengan amplifikasi ABD secara
beberapa studi. Data persepsi bicara yang didapatkan
ekstensif tetap menunjukkan respon OAE yang
pada pasien dewasa dengan auditori neuropati tidak 5
normal.
semudah yang didapatkan pada pasien anak-anak.
Pemasangan ABD harus diseleksi secara hati-hati,
Pada neuropati auditori, kemampuan persepsi bicara 4
terutama dalam pengaturan amplifikasinya.
biasanya tidak proporsional dengan ambang dengar
5 Pemasangan ABD dengan gain dan output yang
yang dimiliki. Persepsi bicara pada pasien ini lebih
6 terbatas pada tingkat ambang dengar terutama pada
buruk dibandingkan tuli sensorineural.
pasien dengan tuli ringan harus dipertimbangkan agar
Gangguan pada aktivitas nervus koklearis
didapatkan manfaat tanpa menimbulkan risiko yang
tidak menghasilkan penurunan sensitivitas yang
besar. Meskipun fitting ABD dengan gain yang ringan
signifikan, tetapi menyebabkan kesulitan dalam
telah diterima secara klinis, namun sulit untuk
memahami pembicaraan. Pasien dengan neuropati
mengevaluasi apakah terdapat manfaat yang tepat
auditori memiliki kemampuan auditori yang baik, tetapi 5
dalam penggunaan ABD pada pasien ini. Secara
memiliki kemampuan diskriminasi kata yang sangat
2,7 umum, amplifikasi konvensional tidak dapat
buruk.
memperbaiki pemahaman bicara pada pasien dengan
Diagnosis Banding neuropati auditori selama nervus koklearis terganggu.
Oleh karena itu, penggunaan ABD sebagai
Berdasarkan lokasi lesi, neuropati auditori 7
tatalaksana pada pasien ini masih belum jelas.
dibedakan dengan tuli sensoris, tuli neural, tuli
16 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
sensorineural dan tuli sentral. Pada neuropati
Rance dkk (2002) yang membandingkan kemampuan
auditori, kelainan berada pada sel rambut dalam,
persepsi bicara setelah pemasangan alat bantu
sinaps antara sel rambut dalam dan nervus koklearis,
dengar pada 15 anak dengan neuropati auditori,
dan nervus koklearis. Pada tuli sensoris, kelainan
didapatkan hasil sebesar 50% menunjukkan perbaikan
hanya mengenai sel rambut dalam. Pada tuli neural,
pada persepsi bicara dan 50% tidak mengalami
kelainan berada sepanjang jaras auditori perifer 1
perbaikan yang berarti (gambar 11).
dengan lokus patologi tidak dapat ditentukan. Pada tuli
sentral, terdapat kelainan pada jaras auditori sentral.
Pada tuli sensorineural, kelainan mengenai sel rambut
dalam hingga jaras auditori dengan lokus patologi
1,16
tidak dapat ditentukan.
Penatalaksanaan

Pasien dengan neuropati auditori


membutuhkan penanganan masalah pendengaran
dan komunikasi yang berbeda dengan tuli
3
sensorineural lainnya. Penanganan pasien dengan
4 Gambar 4. Persepsi bicara pada neuropati auditori setelah
neuropati auditori hingga saat ini masih kontroversi.
pemasangan ABD1

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 36

Pemasangan ABD dapat membantu pada dengan implan koklea, didapatkan hasil perbaikan
beberapa kasus, tetapi harus dipastikan pasien yang sama antara keduanya (tabel 1).
menggunakannya dengan tepat dan konsisten.
Sebelum pemasangan ABD, sebaiknya diberikan Tabel 1. Perbandingan persepsi bicara setelah
konseling terhadap orang tua bahwa ABD mungkin pemasangan ABD dan implan koklea pada neuropati
17
dapat atau tidak akan memperbaiki fungsi bicara dan auditori
bahasa pada anak dengan neuropati auditori.
Skor Fonem
Kuesioner menggunakan IT-MAIS dan Early Listening Subjek
CNC (%)
Function (ELF) dapat membantu dalam evaluasi
NA (ABD) 55,1 ± 24,8
amplifikasi ABD pada anak yang lebih muda. Anak
dengan neuropati auditori seharusnya dimonitor setiap NA (implan koklea) 59,6 ± 20,6
bulan untuk perubahan sensitivitas pendengarannya CNC Consonant/Nucleus-Vowel/Consonant
yang berguna dalam pengaturan amplifikasi ABD dan
evaluasi perkembangan bicaranya. Lamanya waktu Shehata dkk (2008) melakukan penelitian
yang dibutuhkan untuk mengevaluasi manfaat atau pada 16 anak dengan neuropati auditori, didapatkan
kerugian dari amplifikasi ditentukan oleh tingkat sebanyak dua anak dapat sembuh spontan, dua anak
perkembangan anak dan konsistensi penggunaan menggunakan ABD dan 12 anak menggunakan implan
1,5
amplifikasi. koklea setelah tidak didapatkan cukup manfaat
Pada beberapa kasus, anak segera tidak dengan ABD. Dari pemeriksaan audiometri tutur,
menunjukkan perbaikan respon terhadap amplifikasi. didapatkan hasil diskriminasi kata yang lebih besar
2
Berbagai data meliputi hasil audiologi, laporan orang pada implan koklea dibandingkan ABD (gambar 12).
tua, dan perbaikan dalam perkembangan bicara dan
bahasa dapat membantu dalam menentukan lamanya
percobaan untuk amplifikasi. Bila ABD menunjukkan
sedikit manfaat, evaluasi lebih lanjut diperlukan untuk
menentukan apakah anak dapat sebagai kandidat
dalam penggunaan implan koklea. Adanya pengaruh
negatif lingkungan bising pada pemahaman bicara
pasien dengan neuropati auditori, teknologi frequency
modulation (FM) dapat dipertimbangkan baik pada
5
pasien dengan pemasangan ABD atau implan koklea.
Implan Koklea

Setelah beberapa tahun neuropati auditori Gambar 5. Hasil diskriminasi kata pada pasien neuropati
dikenal, terdapat berbagai penelitian yang menyatakan auditori dengan pemasangan ABD dan implan koklea2
adanya manfaat pemasangan implan koklea. Pada
kasus neuropati auditori yang pertama kali dilaporkan Meskipun beberapa pasien menunjukkan
dengan pemasangan implan koklea, terdapat perbaikan dengan implan koklea, tetapi terdapat
perbaikan yang progresif pada kemampuan bicara dan beberapa kasus yang tidak menunjukkan perbaikan.
bahasa pada satu tahun pertama. Sininger dan Selain itu persepsi bicara pada neuropati auditori
Trautwein (2000) melaporkan kasus dengan hasil dengan implan koklea lebih buruk dibandingkan
7,11
temuan BERA yang normal setelah pemasangan kelompok sensorineural dengan implan koklea.
5
implan koklea. Rekomendasi implan koklea pada pasien
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Fabry neuropati auditori tidak secara otomatis dilakukan.
(2000) bahwa terdapat perbaikan pada fungsi auditori Pada kasus dengan amplifikasi masih memberikan
5
setelah pemasangan implan koklea. Pada beberapa hasil yang baik, implan koklea belum perlu digunakan.
kasus neuropati auditori, implan koklea dapat
Implan Batang Otak
membuat jalan pintas pada lokasi lesi (sel rambut
dalam atau sinaps). Selain itu stimulasi listrik dapat Neuropati auditori merupakan penyakit yang
mengembalikan sinkronisasi nervus koklearis. heterogen dimana kerusakan dapat terjadi dari
Stimulasi listrik lebih efektif dalam produksi disinkronisasi sel rambut dalam, neuron nervus
sinkronisasi respon neural dibandingkan stimulasi koklearis primer, hingga bagian nervus koklearis yang
akustik. Lebih lanjut, stimulasi pulsatil bifasik yang lebih proksimal. Beberapa pasien menunjukkan
dihasilkan dari elektroda implan dapat meningkatkan perbaikan setelah pemasangan implan koklea,
5
sinkronisasi aktivitas nervus koklearis. sedangkan beberapa yang lain tidak menunjukkan
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rance keberhasilan dengan intervensi ini. Pada pasien
17
dan Barker (2008) pada 20 pasien dengan neuropati dengan neuropati auditori berat yang gagal dengan
auditori yang membandingkan persepsi bicara pada pemasangan implan koklea dapat dilakukan
10 pasien dengan pemasangan ABD dan 10 pasien pemasangan implan batang otak (auditory brainstem
implant). Oleh karena lokasi stimulasi dengan implan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 37

koklea kemungkinan pada sel ganglion spiralis, sinyal Daftar Pustaka


yang diberikan tidak dapat sampai ke sentral, terutama
pada neuropati auditori yang melibatkan serabut 1. Roush P. Auditory neuropathy spectrum
18
nervus koklearis. Untuk lebih efektif, sinyal listrik disorder (ANSD): Diagnosis and
harus melewati lesi pada neuron dan mencapai jaras management. 2009. [update 2009 Oct 3;
auditori sentral secara langsung, yang didapatkan cited 2011 Jan 8] Available from:
18,19
dengan implan batang otak. http://www.csd.jmu.edu/iccs09_material
Elektroda dari implan batang otak diletakkan s/proush/P.%20Roush%20Auditory%20
pada resesus lateralis ventrikel ke-4 melalui foramen Neuropathy%20Dx%20&%20Mgmt
Luschka yang ditempatkan pada permukaan nukleus 2. Shehata-Dieler WE, Muller J, Volter C,
20,21
koklearis. Hagen R. Auditory neuropathy.
Wurzburg University. 2008. [update
Prognosis
2008 Apr 9; cited 2011 March 3].
Berbagai faktor mempengaruhi prognosis Available from:http://www.hno.uni-
neuropati auditori meliputi usia saat didiagnosis dan wuerzburg.de
ditatalaksana, ketepatan alat bantu dengar, 3. Lotfi Y, Mehrkian S. The prevalence of
konsistensi penggunaan alat bantu dengar, kualitas auditory neuropathy in students with
intervensi, keterlibatan keluarga, kemampuan kognitif, hearing impairment in Tehran, Iran. Arch
1
dan adanya kondisi medis lainnya. Namun pada Iranian Med 2007; 10 (2): 233-5
beberapa pasien dengan neuropati auditori fungsi 4. Kundu P, Rout N. The impact of high
pendengaran dapat mengalami perbaikan secara gain conventional hearing aid on OAEs
5,7
spontan dalam satu atau dua tahun kehidupan. in a case of auditory neuropathy/dys-
synchrony. East J Med 2010; 15: 26-30
Kesimpulan
5. Simmons J, McCreecy R. Auditory
1. Neuropati auditori merupakan suatu gangguan neuropathy/dys-synchrony: Trends in
pendengaran yang jarang terjadi dengan angka assessment and treatment. ASHA
prevalensi yang bervariasi antara 0,5-15% dan Leader 2007; 8: 12-4
telah dilaporkan pada semua umur, terutama 6. Pearce W, Golding M, Dillon H. Cortical
anak-anak. auditory evoked potentials in the
2. Pada neuropati auditori terjadi dis-sinkronisasi assessment of auditory neuropathy: Two
pada jaras pendengaran dengan fungsi sel case studies. J Am Acad Audiol 2007;
rambut luar koklea masih normal. 18: 380-90
3. Berbagai faktor menyebabkan timbulnya 7. Khairi M, Normasutra A, Wan Zaharah
neuropati auditori diantaranya prematuritas, A. Auditory neuropathy: Three cases
kelainan perinatal, kelainan genetik, infeksi, among a group with sensorineural
gangguan imun, diabetes melitus dan trauma hearing loss. Singapore Med J 2009; 50
kepala. (9): e324-5
4. Gambaran khas untuk neuropati auditori adalah 8. Dowley AC, Whitehouse WP, Mason
derajat pendengaran yang bervariasi, dari SM, Cope Y, Grant J, Gibbin KP.
normal hingga tuli sangat berat dan gangguan Auditory neuropathy: Unexpectedly
pada persepsi bicara, dengan OAE yang masih common in a screened newborn
normal dan terdapat gangguan pada BERA population. Development Med & Child
disertai gambaran mikrofonik koklea. Biasanya Neurol 2009; 51 (8): 642-6
refleks akustik tidak muncul pada kelainan ini. 9. Gerling IJ. A case study of progressive
5. Heterogenitas dalam etiologi, lokasi lesi dan auditory neuropathy. CICSD 2001; 28:
fungsi pendengaran pada neuropati auditori 52-7
menimbulkan berbagai pertimbangan dalam 10. Forli F, Mancuso M, Santoro A, Dotti
menentukan pilihan penanganan kasus ini. MT, Siciliano G, Berrettini S. Auditory
6. Untuk memperbaiki fungsi pendengaran pada neuropathy in a patient with
pasien dengan neuropati auditori, dapat mitochondrial myopathy and multiple
dilakukan pemasangan ABD, implan koklea, mtDNA deletions. J Laryngol & Otol
atau bila keduanya gagal dapat dilakukan 2006; 120: 888-91
pemasangan implan batang otak. 11. Varga R, Kelley PM, Keats BJ, Starr A,
7. Oleh karena dibutuhkan strategi rehabilitasi dan Leal SM, Cohn E, Kimberling WJ. Non-
edukasi yang khusus pada pasien dengan syndromic recessive auditory
neuropati auditori, maka penting untuk neuropathy is the result of mutations in
mengidentifikasi kelainan ini pada usia yang the otoferlin (OTOF) gene. J Med Genet
lebih muda. 2003; 40: 45-50
12. Buchman C, Roush P, Teagle H, Brown
C, Zdanski C, Grose J. Auditory

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 38

neuropathy characteristics in children 17. Rance G, Barker E. Speech perception


with cochlear nerve deficiency. Ear & in children with auditory
Hearing 2006; 27 (4): 399-408 neuropathy/dyssyncrony managed with
13. Shallop JK, Rochester. Current either hearing aids or cochlear implants.
developments in our understanding of Otol & Neurotol 2008; 29: 179-82
auditory neuropathy ANSD. Canada: 18. Colletti V, Fiorino FG, Carner M, Miorelli
Institut Raymond-Dewar. 2009. [update V, Guida M, Colletti L. Auditory
2010 Sept 16; cited 2011 Mar 16]. brainstem implant as a salvage
Available treatment after unsuccessful cochlear
from:http://www.docstoc.com/docs/5482 implantation. Otol Neurotol 2004; 25:
6638/Current-Developments-in-our- 485-96
Understanding-of-Auditory-Neuropathy- 19. Shannon RV, Colletti V. Open set
ANSD speech perception with auditory
14. Hall JW, Lewis S. Diagnostic audiology, brainstem implant. Laryngoscope 2005;
hearing aids, and habilitation options. In: 115: 1-5
Snow JB, Ballenger JJ, editors. 20. Karger AG, Basel. History of cochlear
Ballenger’s otorhinolaryngology head implants and auditory brainstem
th
and neck surgery. 16 ed. Spain: BC implants. Adv Otorhinolaryngol 2006;
Decker Inc; 2003. p. 134-60 64: 1-10
15. Attias J, Buller N, Rubel Y, Raveh E. 21. Neto RVB, Bento RF, Yasuda A, Ribas
Multiple auditory steady-state responses GC, Rodrigues AJ. Anatomical
in children and adults with normal landmarks in auditory brainstem implant
hearing, sensorineural hearing loss, or surgery. Rev Bras Otorrinolaringol 2005;
auditory neuropathy. Annals Otol Rhinol 71 (3): 282-6
Laryngol 2006; 115 (4): 268-76
16. Rapin I, Gravel JS. Auditory neuropathy:
A biologically inappropriate label unless
acoustic nerve involvement is
documented. J Am Acad Audiol 2006;
17: 147-50

Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)

Anda mungkin juga menyukai